indikasi intubasi
Post on 29-Jan-2016
215 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
I. Indikasi Intubasi
Indikasi untuk dilakukannya intubasi adalah proteksi jalan nafas, akses terhadap sekret,
Bypass obstruksi, mengatur fungsi pernafasan, dan anestesia.
Proteksi Jalan Nafas
Refleks proteksi laring bisa terganggu jika terdapat penurunan kesadaran.Pada ketiadaan
dari refleks batuk, aspirasi isi gaster atau darah bisa mengkontaminasi paru-paru, atau
menyumbat jalan nafas yang mengarah ke hipoksia dan hipercarbia.1
Cedera kepala, tumor otak, cedera cerebrovaskular, overdosis obat, epilepsi atau sinkop
sering dihubungkan dengan kegagalan dari refleks proteksi laring, maka dari itu diperlukan
intubasi.Kadang-kadang, bulbar palsy, atau kelemahan neuromuskular bisa mengganggu jalan
nafas, diperlukan juga intubasi.1
Hilangnya kendali terhadap jalan nafas ditemukan pada pasien dengan nilai Glasgow
Coma Scale 8 atau kurang.Tanda klinis dari obstruksi parsial jalan nafas yaitu suara nafas yang
berisik dan mendengkur. Pada obstruksi total tidak ada suara nafas karena tidak ada udara yang
melewati laring. Baik obstruksi partial maupun total dihubungkan dengan pola pernafasan khas
yang paradoks, dimana dada bergerak turun saat inspirasi.1
Akses terhadap Sekret
Retensi sputum terjadi karena refleks batuk yang tertahan oleh nyeri, pemakaian sedatif
yang berlebihan, atau mekanisme batuk yang tidak adekuat.Hal tersebut bisa karena kebocoran
pada glottis mencegah terbentuknya tekanan tinggi dalam trakea yang dibutuhkan untuk
melakukan batuk atau ketidakmampuan untuk menghasilakan aliran udara yang cepat. Situasi
seperti ini dijumpai pada pasien ICU setelah intubasi terlalu lama akan menyebabkan
inkompetensi sementara laring. Hasilnya, sekresi pulmonar berakumulasi di traktus respiratorius.
Dalam kasus seperti ini, intubasi endotrakeal akan melindungi jalan nafas dan memberi akses
untuk bisa menyedot sekret yang terakumulasi tersebut.1
Bypass Obstruksi
Trauma, benda asing, inflamasi laringotrakeal, anafilaksis akut, dan inhalasi gas panas,
zat kimia, asap, atau uap bisa menyebabkan kerusakan atau pembengkakan dari jalan nafas
sehingga mengakibatkan obstruksi. Jika 50 persen dari jalan nafas tersumbat seperti pada edema,
maka muncul stridor.Jika terdengar stridor, maka intubasi atau tindakan bedah untuk
membebaskan jalan nafas menjadi sangat penting.Pada luka bakar pada wajah, leher, atau kulit
kepala yang cukup dalam, perlu segera dilakukan intubasi sebelum munculnya sumbatan jalan
nafas.1
Pengaturan Fungsi Pernafasan
Pada terjadinya gagal nafas, dimana pengobatan cepat tidak memungkinkan, maka
intubasi diperlukan sebagai awal dari bantuan ventilasi. Indikator gagal napas adalah:
1. Nadi diatas 120 kali/menit
2. Nadi kurang dari 70 kali/menit
3. Frekuensi respirasi > 30 kali/menit
4. Penggunaan otot nafas yang asimetris
5. Pola nafas yang tidak teratur meliputi apnea
6. Penurunan status mental (koma)
Anestesia
Ketika pemindahan ke kamar operasi tidak dapat dilakukan dengan cepat, anestesia untuk
tindakan bedah bisa dilakukan di ICU.Indikasi untuk intubasi ini yaitu lambung yang penuh,
resiko aspirasi, obesitas, fungsi pernafasan terganggu, atau memerlukan posisi operasi yang tidak
memungkinkan dengan sungkup anestesi.1
II. Kontraindikasi operasi berdasarkan fungsi organ
1. Jantung
Miocardial infark
a. Operasi elektif harus ditunda > 30 hari setelah terjadi serangan infark miokard
akut (1-7 hari).
b. Operasi elektif non-kardiak harus ditunda 4-6 minggu setelah angioplasti
coroner.
Selain itu, penyakit jantung coroner yang tidak stabil, dekompensasi cordis
derajat tinggi, disritmia yang signifikan, dan gangguan katup jantung yang
parah merupakan kontra indikasi operasi sehingga memerlukan terapi untuk
penyakit tersebut sebelum menjalani operasi.2
2. Paru
Infeksi saluran napas atas dengan manifestasi sistemik, seperti demam, rhinitis
purulenta, batuk berdahak dan ronkhi).
Status asmatikus atau selama masih terdengar wheezing.
Penderita dengan COPD yang tidak terkontrol.2
3. Hati
Penderita gangguan hepar dengan trombositopenia.(<50.000 / µL), dan
ascites.
Penderita dengan koagulopati.2
4. Ginjal
Penderita gangguan ginjal yang tidak terkontrol.
Gejala klinis penyakit ginjal yang tidak terkontrol, seperti hipertensi dan
anemia.2
III. Kristalloid dan Koloid
1. Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi.
Koloid merupakan sistem heterogen, dimana suatu zat “didispersikan” ke dalam suatu
media yang homogen.Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm.
Koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase. Zat yang
didipersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk
mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi
bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada
campuran susu dengan air, fase terdispersi adalah lemak, sedangkan medium dispersinya
adalah air.3
2. Kristaloid
Kristaloid adalah mayoritas berisi larutan air steril dengan elektrolit dan/atau dekstrosa
yang ditambahkan sesuai dengan kandungan mineral plasma manusia.Kristaloid tersedia
dalam berbagai formulasi, mulai dari hipotonik, isotonik hingga hipertonik.Salah satu
formulasi yang paling umum, normal salin 0.9%, dirancang untuk perkiraan mineral dan
konsentrasi elektrolit plasma manusia.3
Kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES
= CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukancross match, tidak menimbulkan alergi atau
syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti
pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh
cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.3
A. Mekanisme Kerja
1. Koloid
Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar sehingga
membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut.Larutan koloid merupakan
pengganti cairan intravaskular.Darah total, plasma, dan albumin pekat mengandung
koloid alami dalam bentuk protein, terutama albumin. Dextran danhydroxyethyl
starches (HES) adalah koloid sintetis yang dalam penggunaannya dapat digabung dengan
darah total atau plasma, tetapi tidak dianggap sebagai pengganti produk darah ketika
albumin, sel darah merah, antitrombin, atau protein koagulasi dibutuhkan. Pemulihan
dehidrasi dengan menggunakan kombinasi koloid dan kristaloid membutuhkan volume
yang lebih sedikit, dan waktu pemulihan dicapai lebih cepat.Apabila ditambah koloid,
jumlah infus kristaloid dapat berkurang 40-60% dibandingkan menggunakan kristaloid
saja.Kombinasi kristaloid, koloid sintetis, dan koloid alami sering diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pasien.4
Cairan koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien
daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler dengan
lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar
dari pembuluh darah dan hanya ¼ bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan
tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang
intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular, namun
koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik pula
cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab
mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.4
2. Kristaloid
Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil sehingga
membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut.Cairan kristaloid dapat mengganti
dan mempertahankan volume cairan ekstraselular. Oleh karena 75-80% cairan kristaloid
yang diberikan secara IV menuju ruang ekstravaskular dalam satu jam, maka cairan
kristaloid sangat diperlukan untuk rehidrasi interstisial. Konsentrasi natrium dan glukosa
pada kristaloid menentukan osmolalitas dan tonisitas larutan.Pada kebanyakan situasi
kritis, cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit yang seimbang, seperti cairan Ringer
laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit dan bufer pada konsentrasi khas cairan
ekstraselular. Normal salin (cairan natrium klorida 0,9%) juga merupakan cairan
pengganti yang isotonis tetapi tidak seimbang dalam hal elektrolit dan buffer. Cairan
kristaloid dalam volume besar yang diberikan dengan cepat secara IV menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular dan penurunan COP dengan cepat.Hal
tersebut mengakibatkan ekstravasasi ke interstisial.4
B. Perbandingan
Komposisi cairan kristaloid:
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.4
Sedangkan koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada
syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).4
DAFTAR PUSTAKA
1. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The McGraw-Hill Companies. 2008
2. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan KM, Stock MC. Clinical Anesthesia. 6 th ed. [Ebook] Lippincott William and Wilkins. 2009.
3. LaRocca, Joanne C.1998.Terapi Intavena.Jakarta:EGC
4. Hartanto, W.W., 2007, Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bandung
TUGAS UJIAN
Oleh:
Achmad Fitrah Khalid, S.Ked
Penguji:
dr. Hj. Rose Mafiana, Sp.An, KNA, KAO
Departemen/Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
2014
top related