implementasi komunikasi antarbudaya (studi ...repository.uinjambi.ac.id/415/1/skripsi bela ardila...
Post on 22-Jan-2021
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
IMPLEMENTASI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
(STUDI KELURAHAN CEMPAKA PUTIH KECAMATAN
JELUTUNG KOTA JAMBI)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata
Satu (S.1) dalam Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah
Disusun Oleh:
Bela Ardila
UK. 150 144
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2018
2
3
4
5
MOTTO
: ( 31)الحجرت
“13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (al-Hujuraat: 13).1
1 Tim Penterjemah dan Penafsir Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Semarang:Departemen Agama RI, 1998), 412.
v
6
ABSTRAK
Penelitian ini secara umum diusahakan untuk mencapai mengetahui mengapa
masyarakat Kelurahan Cempaka Putih tetap saling toleransi komunikasi di
tengah banyaknya perbedaan budaya. Lebih khusus penelitian ditujukan pula
untuk: (1) Mengetahui bentuk-bentuk budaya masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih Kecamatan Jelutung, Kota Jambi; (2) Mengetahui Bagaimana proses
komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan Cempaka Putih,
Kecamatan Jelutung, Kota Jambi; (3) Mengetahui Bagaimana penerapan
komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan Cempaka Putih,
Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Untuk mencapai tujuan itu, maka skripsi ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya
berupa: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dengan pendekatan tersebut,
maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) Bentuk-bentuk budaya
pada masyarakat Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung, Kota Jambi
antara lain adalah: Terdapat budaya yaang heterogen yakni, budaya Melayu,
Minang, Jawa, Sunda, Bugis, Ambon, dan Tionghoa dengan menggunakan
bentuk komunikasi sirkular, bentuk komunikasi antar kelompok; yang terbagi
kepada komunikasi kelompok kecil dan besar, komunikasi bentuk keluarga
multi etnis, bentuk komunikasi linear, dan bentuk komunikasi personal. (2)
Adapun proses komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih, Kecamatan Jelutung Kota Jambi adalah: akulturasi budaya. Proses
akulturasi pada keluarga beda budaya yaitu memahami sikap, karakter dan
bahasa yang dibawa oleh masing-masing budaya. Masyarakat di Kelurahan
Cempaka Putih dengan seiringnya waktu di tengah banyaknya perbedaan
budaya, mereka menjunjung tinggi semboyan Indonesia yakni Bhinneka
Tunggal Ika. (3) Adapun penerapan komunikasi antarbudaya pada masyarakat
Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi dimulai daripada
lingkungan keluarga. Perbedaan suku biasanya membawa pada perbedaan
bahasa, sehingga ada istilah yang tidak diketahui lawan bicara dan ada juga
yang sama namun berbeda makna. Jika keduanya tidak saling memahami dan
tidak bisa mengomunikasikannya dengan baik, maka kesalahpaham akan
terjadi. Selanjutnya terhadap lingkungan tempat tinggal, di Kelurahan
Cempaka Putih ini terdapat masyarakat yang saling membutuhkan satu sama
lain, saling tolong menolong, dan merasa menjadi keluarga sendiri. Hal ini
tentu disebabkan oleh adanya komunikasi antarbudaya yang efektif.
Kata Kunci: Komunikasi, Toleransi, Budaya.
vi
7
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohiim
Alhamdulillahirobbil’alamiin,ucapan syukur yang tiada hentinya kepada
Allah SWT. atas segala karunia dan keberkahan yang telah diberikan kepada
kita semua dengan sifat Pengasih Lagi Penyayang-Nya. Terutama atas
anugerah akal, pikiran dan waktu yang masih diberikan hingga saat ini.
Karena dengan anugerah itu pula, saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat berangkaikan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Semoga kita mendapatkan syafa’at beliau di akhirat kelak. Aamiin.
Kupersembahkan Skripsi ini
Untuk insan yang sangat berarti dalam hidupku
Terutama untuk kedua orangtuaku
Papa Drs. Mukhtar Damsyah (Alm) dan Mama Dr. Ratnawaty M. Fil
Orangtua sekaligus pahlawan terhebat untukku. Terimakasih sudah merawat,
membesarkan, mendidik, mendampingi dan memotivasi dengan rasa cinta dan
keikhlasan serta do’a yang tiada henti. Diriku bersyukur di anugerahkan
untuk menjadi anak mama dan papa. Diriku sangat bangga pada papa dan
mama.
Untuk keempat saudara kandungku, Alef Meichaty M. Pd., Alfia Apriani S. E.,
M. E. Sy., M. Yose Rizal S. Pt., M. Reza Pahlawan S. St. Pi., dan kedelapan
keponakanku.
Untuk kedua pembimbing skripsiku.
Untuk almamater kebanggaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
dan teruntuk Bangsa dan Negara Indonesia yang kucintai.
vii
8
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT.
penulis panjatkan karena atas limpahan rahma t dan karunia-Nya serta hanya
kepada-Nya penulis berserah diri memohon hidayah dan pertolongan-Nya
sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini.
Selanjutnya sholawat berangkaikan salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW., seterusnya kepada semua keluarga, sahabat, dan seluruh
umat pengikut beliau sampai hari kiamat.
Tulisan yang berjudul “Implementasi Komunikasi Antarbudaya (Studi
Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi)” ini adalah
skripsi yang disusun dan diajukan untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Komunikasi Penyiaran Islam
pada Fakultas Dakwah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Selanjutnya selama penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Samsu, S. Ag., M. Pd. I., Ph. D selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan petunjuk, bimbingan, serta motivasi.
2. Bapak Agus Salim M. Pd. I selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan petunjuk, bimbingan, serta motivasi.
3. Bapak Drs. Sururuddin M. Pd dan Ibu Mardalina S. Ag., M. Ud selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas
Dakwah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak Samsu S. Ag., M. Pd. I., Ph. D selaku Dekan Fakultas Dakwah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, S. H., M. Hum selaku Wakil Dekan Fakultas
Dakwah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
7. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi, MA. Ph. D selaku Wakil Rektor I Bidang
Akademik dan Pengembangan Lembaga UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
8. Bapak Dr. H. Hidayat, M. Pd selaku Wakil Rektor II Bidang Administrasi
Perencanaan dan Keuangan Lembaga UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
viii
9
9. Ibu Dr. Hj. Fadlilah M. Pd selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama Luar UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
10. Bapak/Ibu Dosen dan Asisten Dosen di lingkungan Fakultas Dakwah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
11. Karyawan dan Karyawati Perpustakaan di lingkungan Fakultas Dakwah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
12. Karyawan dan Karyawati di lingkungan Fakultas Dakwah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
13. Bapak Deki Irawan S. IP selaku Kepala Kelurahan Cempaka Putih
Kecamatan Jelutung Kota Jambi beserta staf dan masyarakat.
14. Kepada teman-teman seperjuangan Komunikasi Penyiaran Islam dan
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama
penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis panjatkan do‟a kepada Allah SWT. semoga segala bantuan dan
pengorbanan jasa baik yang diberikan kepada penulis secara langsung maupun
tidak langsung serta amal shaleh dari beliau-beliau mendapat balasan dari Allah
SWT.
Akhirnya, jika dalam penulisan ini terdapat kekurangan dan kekhilafan baik
teknik maupun strategi serta materi-materi yang disajikan, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi kesempuranaan skripsi ini. Terimakasih
penulis hanturkan kepada pembaca, semoga tulisan ini bermanfaat nantinya.
Aamiin Yaa Robbal „alamiin.
Wassalaamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh.
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
NOTA DINAS ........................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .......................................... iii
PENGESAHAN ........................................................................................................ iv
MOTTO .................................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL..................................................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Permasalahan.................................................................................... 4
C. Batasan Masalah............................................................................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 5
E. Kerangka Teori................................................................................. 6
F. Metode Penelitian............................................................................. 10
G. Pemeriksaan Keabsahan Data .......................................................... 19
H. Studi Relevan ................................................................................... 21
BAB II PROFIL KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
A. Sejarah .............................................................................................. 23
B. Keadaan Demografis ........................................................................ 23
C. Visi dan Misi .................................................................................... 26
D. Letak Geografis ................................................................................ 26
E. Struktur Organisasi........................................................................... 27
ix
11
BAB III BENTUK KEBUDAYAAN DAN PROSES KOMUNIKASI
ANTARBUDAYA DI KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
A. Bentuk Kebudayaan ......................................................................... 32
B. Proses Komunikasi Antarbudaya ..................................................... 40
BAB IV PENERAPAN DAN DAMPAK KOMUNIKASI
ANTARBUDAYA DI KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
A. Penerapan Komunikasi Antarbudaya .............................................. 43
B. Dampak Komunikasi Antarbudaya .................................................. 43
C. Analisis Penelitian ............................................................................ 45
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 58
B. Implikasi ........................................................................................... 59
C. Kata Penutup .................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Struktur Organisasi Kelurahan Cempaka Putih ....................................... 30
Tabel 1.2 : Struktur Organisasi Perangkat RT Kelurahan Cempaka Putih ................ 31
x
13
PEDOMAN TRANSLITERASI2
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
{t ط ا
{z ظ B ب
„ ع T ت
Gh غ Th ث
F ف J ج
Q ق {h ح
K ك Kh خ
L ل D د
M م Dh ذ
N ن R ر
H ه Z ز
W و S س
, ء Sh ش
Y ي {s ص
}d ض
2Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN
STS Jambi (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2014), 136-137.
xi
14
B. Vokal dan Harakat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
<i اِى <a ا A ا
Aw ا و Á ا ى U ا
Ay ا ى <u ا و I اِ
C. Ta>’ Marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta>’marbu>t}ah ini ada tiga macam:
1. Ta>’ Marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka
transliterasinya adalah /h/.
Arab Indonesia
S}ala>h صلا ة
Mir‟a>h مر ا ة
2. Ta>’ Marbu>t}ah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan
dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
Wiza>rat al-Tarbiyah وزارة التر بية
Mir‟a>t al-zaman مر اة الز من
3. Ta>’ Marbu>t}ah yang berharakat tanwin maka transliterasinya adalah
/tan/tin/tun/.
Arab Indonesia
فجئة
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang memiliki budaya
terbanyak di dunia, hal ini dibuktikan dengan adanya semboyan Indonesia
“Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “berbeda- beda tapi tetap satu jua‟‟.Dalam
beragamnya budaya, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya
yakni yang di kenal dengan kata “Komunikasi”. Istilah komunikasi atau dalam
bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan
bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Sama di sini maksudnya
adalah sama makna.3
Menurut Everett M. Rogers, Komunikasi adalah proses di mana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk
mengubah tingkah laku mereka.4 Komunikasi tidak bisa dipandang sekedar
sebagai sebuah kegiatan yang menghubungkan manusia dalam keadaan pasif,
tetapi komunikasi harus dipandang sebagai proses yang menghubungkan manusia
melalui sekumpulan tindakan yang terus menerus diperbaharui. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya salah satu kajian dalam ilmu komunikasi yakni
komunikasi antarbudaya. Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata
tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, harus dicatat bahwa studi
komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek
kebudayaan terhadap komunikasi.5
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat telah menyebutkan bahwa
masalah utama dalam komunikasi antarbudaya adalah kesalahan dalam persepsi
sosial yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya yang mempengaruhi
proses persepsi. Pendekatan yang telah mereka lakukan juga berdasarkan suatu
asumsi yang fundamental: pihak-pihak yang melakukan komunikasi antarbudaya
3Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2009), 9. 4Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), 69. 5Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 8
1
2
harus mempunyai keinginan yang jujur dan tulus untuk berkomunikasi dan
mengharapkan pengertian timbal balik. Asumsi ini memerlukan sikap-sikap yang
positif dari para pelaku komunikasi antarbudaya dan penghilangan hubungan-
hubungansuperior-inferior yang berdasarkan keanggotaan dalam budaya-budaya,
ras-ras, atau kelompok-kelompok etnik tertentu.6 Dapat juga diberikan definisi
komunikasi antarbudaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antarpribadi
yang dilakukan dengan oleh mereka yang berbeda latarbelakang kebudayaan.
Dalam banyak hal, hubungan antara budaya dan komunikasi bersifat
timbal balik. Keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan,
bagaimana kita membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan, atau abaikan,
bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya.
Pada gilirannya, apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, dan
apa yang kita lihat turut membentuk, menentukan, dan menghidupkan budaya
kita. Budaya takkan hidup tanpa komunikasi, dan komunikasi pun takkan hidup
tanpa budaya. Masing-masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan
yang lainnya. Di Indonesia kerap terjadi konflik yang timbulnya masalah
disebabkan oleh faktor menipisnya rasa toleransi umat antar agama dan budaya,
berbagai kasus konflik seperti: di Aceh, Timika (Papua), Ambon (Maluku),
Pontianak (Kalimantan Barat), Sampit-Mataram (NTB), dan Poso (Sulawesi
Tengah).7 Fakta lain yang harus dipertimbangkan adalah keberhasilan setiap etnik
antar penganut budaya untuk hidup berdampingan dengan sikap toleransi dalam
perbedaan-perbedaan budaya yang ada. Pembahasan mengenai antarbudaya telah
dijelaskan pula dalam Qur‟an Surah Al-Hujurat : 13 sebagai berikut:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa –
6Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi
Dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 34-35. 7Johni Najwan, Konflik Antarbudaya dan Antar Etnis di Indonesia serta Alternatif
Penyelesaiannya (Jambi: Jurnal Hukum Edisi Khusus, 2009), 197.
3
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujuraat: 13).8
Berdasarkan observasi awal, mengenai toleransi ini terjadi di Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi menunjukkan bahwa
masyarakat tesebut saling menghargai dan menghormati, saling membutuhkan
satu sama lain, dan harmonis. Pada kenyataannya, Kelurahan Cempaka Putih
adalah salah satu pemukiman warga yang beragam agama dan budaya, antara lain
agama Islam, Kristen, Budha dan Konghucu, adapun suku atau budaya yang ada
yakni, Melayu, Minang, Jawa, Sunda, Bugis, Banjar, Flores, China, dan Arab.
Masyarakat di Kelurahan Cempaka Putih berkomunikasi dengan baik dan
efektif walau memiliki budaya yang heterogen, yang menyebabkan hal ini terjadi
ialah adanya rasa saling membutuhkan satu sama lain, pentingnya melebur
menjadi satu, serta menjunjung tinggi nilai Bhinneka Tunggal Ika.
Hubungan komunikasi yang diterapkan ialah komunikasi antarpribadi.
Pada hubungan komunikasi antarpribadi, para komunikator membuat prediksi
terhadap satu sama lain atas dasar data psikologis. Masing-masing mencoba
mengerti bagaimana pihak lainnya bertindak sebagai individu, tidak seperti pada
hubungan kultural dan sosiologis. Rentangan perilaku komunikasi yang
dibolehkan menjadi sangat berbeda dibandingkan dengan rentangan perilaku
komunikasi yang dibolehkan pada situasi non-antarpribadi.Pilihan pribadi dapat
secara bebas dilaksanakan dalam pengembangan hubungan.9
Sikap toleransi antarbudaya di Kelurahan Cempaka Putih ini sangat erat
kaitannya dengan proses komunikasi, dengan komunikasi masyarakat dapat
mengkokohkan jiwa kemanusiaan dan persatuan. Seperti halnya, ketika umat non
Muslim merayakan hari rayanya, mereka mengundang tetangga yang umat
8Tim Penterjemah dan Penafsir Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Semarang:Departemen
Agama RI, 1998), 412. 9Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi (Jakarta:
Kencana, 2011), 10.
4
Muslim untuk berkunjung ke kediamannya, dengan tujuan untuk silaturrahmi dan
makan bersama, dan makanan tersebut halal di khususkan untuk umat Muslim.
Pada saat situasi berduka pun masyarakat tetap saling menghormati,
seperti contoh, ketika mendapatkan kabar bahwa tetangga yang non Muslim ada
yang meninggal dunia, umat Muslim mendatangi kediaman duka dan
mengantarkan ke rumah kebaktian.
Begitupun dalam suasana olahraga, ibu-ibu di Kelurahan Cempaka Putih
sangat terkenal di Kota Jambi mengenai keahlian bermain bola volly, ini tentunya
terjadi karena adanya komunikasi yang baik, solid, dan efektif diantara mereka,
padahalmemiliki agama dan budaya yang berbeda. Proses komunikasi yang
seperti apa digunakan oleh penganut agama dan budaya yang berbeda,
menyebabkan komunikasi yang baik ini dapat berjalan.
Melihat fenomena ini, penulis tertarik untuk mengungkap masalah ini
dalam sebuah penelitian dengan judul “Implementasi Komunikasi
Antarbudaya (Studi di Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung,
Kota Jambi)” untuk mengetahui dan memahami bagaimana penerapan
Komunikasi Antarbudaya yang terjadi.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, masalah pokok yang
diangkat sebagai kajian utama penelitian ini adalah: Bagaimana Penerapan
Komunikasi Antarbudaya pada masyarakat Kelurahan Cempaka Putih,
Kecamatan Jelutung, Kota Jambi? Dalam upaya mengkongkretkan pokok
masalah tersebut, beberapa masalah krusial yang akan diangkat melalui karya ini
adalah:
1. Apa bentuk-bentuk budaya pada masyarakat Kelurahan Cempaka Putih
Kecamatan Jelutung, Kota Jambi?
2. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi?
3. Bagaimana penerapan komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi?
5
C. Batasan Masalah
Sehubungan dengan banyaknya daerah yang beragam budaya, maka
penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan yang terkait dengan implementasi
komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan
Jelutung, Kota Jambi.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum diusahakan untuk mencapai mengetahui
mengapa masyarakat Kelurahan Cempaka Putih tetap saling toleransi
komunikasi di tengah banyaknya perbedaan budaya. Lebih khusus penelitian
ditujukan pula untuk:
a. Mengetahui bentuk-bentuk budaya masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih Kecamatan Jelutung, Kota Jambi.
b. Mengetahui Bagaimana proses komunikasi antarbudaya pada
masyarakat Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota
Jambi.
c. Mengetahui Bagaimana penerapan komunikasi antarbudaya pada
masyarakat Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota
Jambi.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain:
a. Kegunaan teoritis dimaksudkan untuk menerapkan teori yang berkaitan
dengan implementasi komunikasi antarbudaya, sehingga diharapkan
bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi yang dapat
memperkaya wawasan ilmu itu sendiri.
b. Kegunaan Praktis: Kegunaan praktis yang di maksud adalah
dipraktekkan dalam kehidupan nyata, baik individu, organisasi,
komunitas dan lain sebagainya.
6
E. Kerangka Teori
Phillipsen mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan
pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara
mensejarah.Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.Terdapat empat dimensi
krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu jarak
kekuasaan (power distance), maskulinitas, penghindaran ketidakpastian
(uncertainty avoidance), individualisme.10
Adapun teori-teori yang terdapat dalam komunikasi antarbudaya oleh
Griffin yakni, teori pengelolaan kecemasan/ketidakpastian (Anxiety/Uncertainly
Management Theory), teori negosiasi rupa (Face Negotiation Theory), dan teori
kode berbicara (Speech Codes Theory).
Pada teori pertama, yang dipublikasikan William Gudykunst ini
memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing.Ia berniat
bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan
diantara keraguan dan ketakutan.Perbedaannya dapat dijelaskan dengan apakah
seseorang merupakan anggota dari sebuah kebudayaan dengan konteks yang
tinggi atau kebudayaan dengan konteks yang rendah.Kebudayaan dengan konteks
yang tinggi sangat mengandalkan keseluruhan situasi untuk menafsirkan kejadian-
kejadian dan kebudayaan dengan konteks rendah lebih mengandalkan pada isi
verbal yang jelas dari pesan-pesan. William Gudykunst menggunakan istilah
komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian dan ia
juga meyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari
kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok.
Pada teori kedua, yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu
menjelaskan perbedaan-perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey
berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face.
Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan oranglain
melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan
non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan
10Heri Rahmatsyah Putra, “Teori Komunikasi Antarbudaya”, diakses melalui alamat
http://herikomi.logspot.co.id/2016/08/teoi-komunikasi-antarbudaya.html, tanggal 21 Mei 2018.
7
menegakkan muka terhormat.Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan
kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita
tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari
budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah
berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Dan pada teori ketiga, yang dipublikasikan Gerry Philipsen ini berusaha
menjawab tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana
substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya.Ia menyampaikan proposisi-
proposisi sebagai berikut: dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan
speech code yang khas. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code
yang pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi
komunikasi mereka.Istilah, aturan, dan premis terkait kedalam pembicaraan itu
sendiri. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi
memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana
tentang intelijenitas, prudens (bijaksana,hati-hati) dan moralitas dari perilaku
komunikasi. Lebih jauh ada beberapa definisi terminologis yang digunakan dan
perlu dijelaskan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Konsep tentang Implementasi
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia kata “implementasi” berarti
penerapan, pelaksanaan.11
Implementasi adalah suatu tindakan atau
pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan
terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah
dianggap sempurna. Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara
pada aktivitas,aksi,tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem,
implementasi bukan sekedar aktivitas , tapi suatu kegiatan yang terencana dan
untuk mencapai tujuan kegiatan.12
2. Konsep tentang Kebudayaan
Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap
orang dan setiapkelompok. Budaya tidak diartikan sebagai sebuah kata benda,
11
Sulchan Yasin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Amanah, 1997), 221. 12
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Grasindo:Jakarta, 2002), 70.
8
kini lebih dimaknai sebagai sebuah kata kerja yang dihubungkan
dengankegiatan manusia. Budaya adalah asumsi-asumsi dasar dankeyakinan-
keyakinan di antara para anggota kelompok atauorganisasi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia “Budaya” berarti:pikiran, akal, budi, atau kebiasaan
(sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar untuk diubah).13
Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan,pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,hierarki, agama, waktu, peran,
hubungan, ruang, konsep alamsemesta, objek-objek materi dan milik yang
diperoleh sekelompokbesar orang dari generasi ke generasi melalui usaha
individu dankelompok.
Budaya menggambarkan cara kita melakukan sesuatu.Hasstrup
menegaskan, budaya terdiri dari hubungan, bukan sekedarsistem yang
stabil.Schwart and Davis mendefinisikan budaya sebagai suatu kesatuan
keyakinan danharapan yang diberikan oleh keseluruhan anggota organisasi.
3. Hakikat Komunikasi Antarbudaya
Deddy Mulyana mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai
komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda agama, bangsa, ras,
bahasa, tingkat pendidikan, status sosial, bahkan jenis kelamin.14
Definisi
Komunikasi antar budaya menurut Alo Liliweri merupakan suatu proses
analisis atau membandingkan satu fenomena kebudayaan dengan fenomena
kebudayaan lain. Menurut Fiber Luce sebagaimana dikutip Liliweri
mengatakan bahwa pada hakikatnya studi lintas budaya adalah salah satu studi
komparatif yang bertujuan untuk membandingkan,1) variabel budaya
tertentu,2) konsekuensi atau akibat dari pengaruh kebudayaan dari dua
konteks kebudayaan atau lebih yang berbeda.15
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta:Balai Pustaka, 2005), hlm.169 14
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),
v. 15
Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013),
365.
9
Meningkatkan komunikasi antabudaya, komunikator harus mengetahui
budayanya sendiri, mengenali perilaku pribadi dan gaya komunikasinya,
memonitor diri sendiri, berempati, menyadari perbedaan budaya dalam
mendengar, umpan balik, mengembangkan fleksibilitas komunikasi, dan
belajar mengenai adaptasi budaya.16
4. Mekanisme/Proses Komunikasi
Proses komunikasi bagaimana pengirim pesan (komunikator)
menyampaikan pesan kepada penerima pesannya (komunikan) dengan
menggunakan media tertentu, sehingga mendapatkan suatu persamaan makna
untuk menciptakan komunikasi yang efektif.Proses komunikasi dapat terjadi
apabila ada interaksi antar manusia dan ada penyampaian pesan untuk
mewujudkan motif komunikasi. Adapun tahapan proses komunikasi dimulai
dari Penginterpretasian, Penyandian, Pengiriman, Perjalanan, Penerimaan,
Penyadian balik, dan di akhiri Penginterpretasian kembali. Proses komunikasi
terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.
a. Proses komunikasi secara primer: Proses komunikasi secara primer
adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang
kepada oranglain dengan munggunakan lambang (simbol) sebagai
media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi
adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang
secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan
komunikator kepada komunikan.17
Dalam proses ini, bahasa adalah
lambang yang paling banyak dipergunakan. Namun, tidak semua orang
pandai berkata-kata dalam menggunakan bahasa.Oleh karena itu,
dalam penggunaan bahasa, kata-kata mengandung dua jenis, yaitu
denotatif (makna sebenarnya) dan konotatif (makna khiasan).
b. Proses komunikasi secara sekunder: Proses komunikasi secara
sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
16
Larry A. Samovar et. Al., Komunikasi Lintas Budaya Communication Between Cultures
(Jakarta: Salemba Humanika, 2010, 491. 17
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2009), 11.
10
orangalain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam
melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada
di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks,
surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media
keduas yang sering digunakan dalam komunikasi.18
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif
merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang penyajian data dan
pembuktian kesimpulan penelitianya berbentuk naratif dan bersifat uraian.19
Penelitian kualitatif menurut John W. Creswell bertujuan untuk memahami
situasi sosial, peristiwa, peran kelompok, atau interaksi tertentu. Pada
umumnya paradigma penelitian kualitatif merupakan suatu proses investigasi
dimana peneliti secara bertahap berusaha memahami kondisi temuan di
lapangan dengan cara membedakan, membandingkan, meniru,
mengkatalogkan, dan mengelompokan objek studi.
Penelitian kualitatif studi kasus adalah sebuah metode penelitian yang
dibutuhkan untuk meneliti atau mengungkapkan secata utuh dan menyeluruh
terhadap kasus. Penelitian studi kasus berangkat dari kasus yang menarik
perhatian untuk diteliti.20
Penelitian reflektif juga bertujuan untuk mencapai
pemahaman mendasar tentang pokok-pokok sentral dalam kehidupan
manusia.21
Kebudayaan yang terwujud dalam pokok-pokok sentral kehidupan
manusia dapat pula digunakan untuk memahami motivasi manusia. Maka, di
dalam produk kebudayaan tersebut sebenarnya telah berintegrasi dengan unsur
18
Ibid., 16. 19
Muktar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Jakarta: Referensi, 2013), hal. 10. 20
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), hal. 113-114 21
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 125
11
agama. Oleh sebab itulah pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif
untuk mencapai tujuan di atas.22
Kajian terhadap implementasi komunikasi antarbudaya pada
masyarakat Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi,
menggunakan metode penelitian kualitatif atau data yang ada di lapangan.
Bergantung pada pengamatan manusia, dengan alasan memiliki latar alami
(the natural setting), bersifat deskriptif, lebih memperhatikan proses daripada
hasil, dan menganalisa data secara induktif, di mana makna menjadi hal yang
esensial.
Dalam prosesnya penulis akan mengarahkan penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif eksplanatoris ini untuk menjelaskan apa yang terjadi secara
lengkap,sedangkan eksplanatoris untuk menjawab mengapa dan bagaimana
suatu peristiwa terjadi. Artinya penelitian ini diupayakan untuk
menggambarkan fakta yang diinterpretasi secara tepat dan teruji.
2. Setting dan Subjek Penelitian
Setting penelitian adalah Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan
Jelutung, Kota Jambi. Pemilihan setting didasarkan atas pertimbangan rasional
bahwa Kelurahan Cempaka Putih tampak sekali banyaknya perbedaan budaya
dan masyarakatnyapun saling bertoleransi dibandingkan daerah lain.
Subjek penelitian berpusat pada segenap tenaga pada masyarakat
Kelurahan Cempaka Putih meliputi pimpinan kelurahan, tokoh masyarakat,
tokoh adat, tokoh pemuda, serta sebagian masyarakat di kelurahan tersebut.
3. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari, manusia,
situasi/peristiwa, dan dokumentasi.Sumber data manusia berbentuk perkataan
maupun tindakan orang yang bisa memberikan data melalui
wawancara.Sumber data suasana/peristiwa berupa suasana yang bergerak
(peristiwa) ataupun diam (suasana), meliputi ruangan, suasana, dan
proses.Sumber data documenter atau berbagai referensi yang menjadi bahan
rujukan dan berkaitan langsung dengan masalah yang di teliti.
22
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persadam 2008), hal. 50
12
Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder.Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama (first hand)
melalui observasi atau wawancara di lapangan.Dalam hal ini data yang
diinginkan adalah faktor terjadinya toleransi komunikasi antarbudaya pada
masyarakat Kelurahan Cempaka Putih.Sementara data sekunder adalah data
yang diperoleh dari sumber kedua berupa dokumentasi serta peristiwa yang
bersifat lisan dan tertulis. Jenis data ini diusahakan sendiri oleh peneliti, dan
dinamakan sebagai data primer. Sedangkan data pendukung yang telah ada
dan lain sebagainya juga digunakan sebagai data pendukung atau dinamakan
data sekunder.
Dilihat dari sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber
tertulis dapat dibagi atas sumber buku, majalah ilmiah, arsip dokumen pribadi
dan dokumen resmi. Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data
penulis mengklasifikasikanya menjadi tiga jenis sumber data yaitu:
a. Person. Yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban
lisan melalui wawancara. Dalam hal ini peneliti akan menyusun daftar
pertanyaan untuk diajukan dalam proses wawancara kepada subjek
penelitian selaku informan dan responden. Adapun sebagai informan
yaitu: masyarakat Kelurahan Cempaka Putih. Sedangkan responden
yaitu: kepala kelurahan dan staf, serta pihak-pihak terkait yang dapat
dimintai keterangannya berkenaan dengan objek materia
(pembahasan) penelitian ini.
b. Place. Yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan
diam dan bergerak. Diam, misalnya ruangan, kelengkapan alat, wujud
benda, dan lain-lain. Dalam konteks penelitian ini, sumber data yang
“diam” itu secara praktisnya adalah: kantor lurah, sarana dan
prasarana, rumah ibadah, sekolah, pos kamling, dan lain sebagainya.
Bergerak, misalnya aktivitas, kinerja, laju kendaraan, dan lain
sebagainya. Adapun yang dimaksudkan dengan sumber data
“bergerak” yang sesuai dalam konteks penelitian ini.
13
c. Paper. Yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Dengan pengertiannya ini,
maka paper bukan terbatas pada kertas sebagaimana terjemahan dari
kata paper dalam bahasa Inggris, tetapi dapat beruwujud batu, kayu,
lontar dan sebagainya, yang cocok untuk penggunaan dokumentasi.23
Adapun secara praktisnya, yang konteks paper dalam penelitian ini
adalah print-out atau hard copy dokumen
4. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam studi ini menggunakan tiga teknik
yang dilakukan secara berulang-ulang agar keabsahan datanya dapat di
pertanggung jawabkan, yaitu:
Pertama, pengamatan tidak terlibat, merupakan pengamatan yang
dilakukan tanpa keterlibatan peneliti dalam aktifitas yang diamati, peneliti
dalam hal ini hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.
Metode pengumpulkan data melalui pengamatan tidak terlibat dalam
penelitian ini dilakukan secara umum terfokus pada metode, praktik, dan
dampak toleransi antarbudaya dalam proses komunikasi pada masyarakat
Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Pengamatan
dipergunakan untuk mempelajari secara langsung permasalahan yang sedang
diteliti sehingga dapat diketahui secara empiris fenomena apa yang terjadi
dalam kaitannya dengan pesoalan yang di kaji.
Teknik observasi merupakan kegiatan pemuatan perhatian terhadap
semua objek dengan menggunakan seluruh indera.24
Observasi adalah
pengumpulan data dengan cara memperhatikan atau mengamati secara
langsung.25
Metode ini merupakan pengumpulan data yang akan dilakukan
dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan disetiap terjalinnya jalan
komunikasi, termasuk juga gejala-gejala yang nampak dalam objek penelitian
yang pelaksanaanya langsung pada tempat di mana suatu peristiwa, situasi dan
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hal. 172. 24
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 156 25
Irawan Suhartono, Metode Penelititian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),69
14
kondisi yang terjadi. Situasi kondisi dapat dibuat-buat namun ada juga yang
memang faktanya demikian. Sedangkan pengamatan di suatu tempat dapat
dilakukan dengan atau tanpa alat.26
Metode inipun akan peneliti lakukan guna
menggali informasi penting nantinya.
Penelitian ini menggunakan observasi non-participant dan jenis
observasinya adalah observasi terstruktur. Hal ini dilakukan dengan alasan
metode observasi ini sangat cocok untuk keadaan penelitian yang berkenaan
dengan perilaku manusia, proses kerja, dan bila responden yang diamati tidak
terlalu besar.27
Hasil observasi dapat digunakan untuk melengkapi data yang berasal
dari wawancara dan sangat bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan
untuk menjelaskan permasalahan di dalam penelitian ini. Adapun pengamatan
yang dilakukan adalah secara tidak terlibat (non-partisipant).
Kedua, wawancara mendalam, secara umum adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara,
di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosialk yang
relative lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah
keterlibatannya dalam kehidupan informan.28
Metode wawancara mendalam (in-depth interview) adalah sama seperti
metode wawancara lainnya, hanya peran pewawancara, tujuan wawancara,
peran informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan
wawancara pada umumnya. Sesuatu yang amat berbeda dengan wawancara
lainnya adalah bahwa wawancara mendalam dilakukan berkali-kali dan
membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi penelitian, hal
mana kondisi ini tidak pernah terjadi pada wawancara pada umumnya.
26
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hal. 172-173 27
Sugiyono, Metode Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 203. 28
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), 108.
15
Wawancara atau dikenal pula dengan istilah interview adalah sebuah
dialog dalam situasi dan keadaan tertentu untuk memperoleh informasi dari
terwawancara.29
Teknik wawancara di dalam skripsi ini menggunakan dua
cara yaitu (a) wawancara formal, dan (b) wawancara informal. Wawancara
formal adalah teknik wawancara secara formal dengan pertanyaan terstruktur
yang telah disusun oleh peneliti sebelum melakukan wawancara kepada
informan. Sedangkan wawancara informal adalah teknik wawancara yang
bersifat tidak resmi dengan pertanyaan yang tidak terstruktur dan lebih bersifat
obrolan dalam suasana yang wajar dan kondusif. Kedua teknik wawancara ini
akan peneliti gunakan secara bersamaan di lapangan kepada terwawancara dan
menjadi sumber data primer skripsi ini.
Demikianlah secara detil uraian teknis penerapan teknik pengumpulan
data dengan menggunakan wawancara di lapangan yang diterapkan oleh
peneliti dalam skripsi ini. Butir-butir wawancara telah dipersiapkan
sebelumnya dalam IPD. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan
menjadi sistematis, sehingga mudah diolah kembali, pemecahan masalah
penelitian pun menjadi lebih mudah.30
Pada observasi awal, penulis telah melakukan wawancara kepada
pihak Kelurahan, yakni Kepala Kelurahan atas nama Deki Irawan S. IP dan
Ketua RT. 18 atas nama Widianto.
Ketiga, dokumentasi, merupakan metode pengumpulan data melalui
data-data dokumenter, berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
agenda ataupun jurnal yang dapat memberikan informasi tentang objek yang
diteliti. Data dokumentasi yang dimaksud adalah data tentang struktur
kepemimpinan di kelurahan, budaya masyarakat, serta berbagai data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini untuk melengkapi data yang diperoleh dari
wawancara dan observasi yang didapat.
Dokumentasi adalah mencari data tertulis mengenai hal-hal atau
fenomena-fenomena berupa catatan dalam bentuk transkrip, buku, surat kabar,
29
Beni Ahmad Saebeni, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 92 30
Husaini Utsman dan Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), hlm. 67
16
dan sebagainya.31
Dokumentasi dilakukan oleh peneliti sebagai cara mencari
data dan mengurai hal-hal atau variabel penelitian dari agenda, notulen rapat,
koran, majalah dan lain sebagainya.32
Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data yang sudah tersedia sebelumnya dalam dokumen di
lapangan. Kedudukan metode dokumentasi dalam suatu penelitian adalah
seabgai data pendukung bagi data primer yang diperoleh lewat observasi dan
wawancara secara mendalam.33
Ketiga teknik pengumpulan data di atas digunakan secara simultan
dalam penelitian ini, dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara data
satu dengan data yang lain. Sehingga data yang penulis peroleh memiliki
validitas dan keabsahan yang baik untuk dijadikan sebagai sumber informasi.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak pengumpulan data
secara keseluruhan.Data kemudian dicek kembali, secara berulang dan untuk
mencocokkan data yang diperoleh, data disistemaktiskan dan diinterpretasikan
secara logis, sehingga diperoleh data yang absah dan kredibel.
Miles dan Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.34
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
31
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: P21PTK, 2008), hal. 202. Lihat pula:
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan Kuantitatif) (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2008), hal. 219 32
Ibid., hal. 231 33
Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cpta, 2008), hal. 158 34
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2012),
246.
17
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.35
Dalam teknik reduksi data
ini, sejumlah besar data mentah yang penulis peroleh dan kumpulkan di
lapangan akan penulis susun dalam bentuk catatan lapangan, salinan
wawancara, dan salinan dokumentasi.
b. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan
mendisplaykan data, maka penulis akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah difahami tersebut.36
Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.
Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitan kualitatif adalah dengan
teks yang bersifat naratif.37
Dari definisi ini, maka isi penyajian skripsi
akan berbentuk uraian deskriptif.
c. Conclusion Drawing/Verification (Verifikasi Data)
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan tahap akhir dalam
proses analisis data penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, namun masalah dapat pula
berubah, karena masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penulis berada di lapangan.38
Verifikasi dan penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam
proses analisis data penelitian kualitatif. Kesimpulan dalam penelitian
kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan
sejak awal mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah
35
Ibid., 247. 36
Ibid, 249. 37
Ibid., hal. 341 38
Ibid, 252-253.
18
dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara.39
Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya
masih samar-samar sehingga setelah diteliti menjadi semakin jelas, cara
memverifikasinya dapat berupa melacak hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis, atau teori.40
Setelah data-data yang diperoleh terkumpul, selanjutnya peneliti
akan menganalisisnya dengan teknis analisis domain, taksonomi, dan
komponensial. Adapun penjelasan mengenai teknis penggunaan teknik-
teknik analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
a) Analisis Domain
Analisis domain biasanya dilakukan untuk memperoleh gambaran
atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh tentang apa
yang tercakup di satu fokus atau pokok permasalahan yang diteliti. Peneliti
akan menacari data dan informasi dengan sungguh-sungguh guna untuk
mendapatkan data yang bersifat menyeluruh, agar mendapatkan gambaran
secara umum tentang masalah yang diteliti.
b) Analisis Taksonomi
Pada analisis ini fokus penelitian terbatas pada domain tertentu
yang sangat berguna dalam upaya mendeskripsikan atau menjelaskan
fenomena atau fokus yang menjadi sasaran awal penelitian. Pada
penelitian ini terpusat pada penelitian yang menyeluruh atau global akan
tetapi tetap terkonsentrasi dan tidak bercabang-cabang meski pandangan
penelitian bersifat menyeluruh.
c) Analisis Komponensial
Analisis komponensial adalah analisis yang dilakukan oleh peneliti
perkomponen. Hal ini dilakukan supaya peneliti dapat memperoleh dan
mengusahakan penelitian yang komprehensif, menyeluruh, rinci, dan
mendalam mengenai suatu domain. Pada bagian ini, akan ditemukan
39
Beni Ahmad Saebeni, Op. Cit., hal. 202 40
Sugiyono, Op. Cit., hal. 345
19
sebuah gambaran data yang telah konkret secara menyeluruh dan menjurus
sehingga data yang sudah didapatkan sudah dapat dikategorikan sebagai
data yang valid dan siap diolah menjadi sebuah karya ilmiah.
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk memperoleh data yang terpercaya dan dapat dipercaya, maka
penulis melakukan teknik pemriksaan keabsahan data yang didasarkan atas
sejumlah kriteria. Dalam penelitian kualitatif, upaya pemeriksaan keabsahan data
dapat dilakukan lewat beberapacara yaitu:
1. Perpanjangan pengamatan
Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data
penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah
diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan
benar atau tidak, berubah atau tidak. Bila setelah dicek kembali ke lapangan
data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan
dapat diakhiri.41
Perpanjangan keikutsertaan ini menuntut peneliti untuk terjun ke
dalam lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang untuk mendeteksi dan
memperhitungkan distorsi (penyimpangan) yang mungkin mencemari
data, baik distorsi peneliti secara pribadi, maupun distorsi yang
ditimbulkan oleh informan; baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Dengan demikian, melalui perpanjangan keiktusertaan ini peneliti dapat
menentukan distorsi yang terjadi dalam penelitian sehingga peneliti dapat
mengatasi hal ini.
2. Ketekunan Observasi
Ketekunan observasi ini dimasksudkan untuk mengidentifikasi
karakteristik dan elemen dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan
permasalahan atau isu yang sedang diteliti dan memfokuskannya secara
detail. Dalam hal ini, peneliti berupaya mengadakan observasi secara teliti
dan rinci secara terus-menerus terhadap faktor-faktor yang menonjol, dan
kemudian menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada
41
Ibid, 271.
20
pemeriksaan tahap awal akan kelihatan salah satu atau keseluruhan faktor
yang telah dipahami.
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kedibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, teknik pengumpulan
data, dan waktu.42
1) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
3) Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain
dalam waktu dan situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data
yang benar, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya.43
Konsep triangulasi dengan metode yang berbeda mengimplikasikan
adanya model-model pengumpulan data secara berbeda (observasi dan
wawancara) dengan pola yang berbeda. Pada triangulasi dengan metode
ini, ada dua segi yang digunakan, yaitu 1) Pengecekan derajat
keterpercayaan data temuan hasil penelitian melalui beberapa teknik
pengumpulan data, dan 2) Pengecekan derajat keterpercayaan beberapa
sumber data dengan metode yang sama.
Triangulasi dengan teori didasarkan pada asumsi bahwa fakta
tertentu tidak dapat diperiksa keterpercayaannya hanya dengan satu teori.
42
Ibid, 273. 43
Ibid, 274
21
Artinya, fakta yang diperoleh dalam penelitian ini harus dapat
dikonfirmasikan dengan dua teori atau lebih. Teori ini sebagai penjelasan
banding. Artinya, apabila peneliti telah menguraikan pola, hubungan, dan
memberikan penjelasan yang muncul dari analisis tersebut, peneliti juga
harus mencari penjelasan pembanding, baik secara induktif maupun
logika.
Dengan melakukan triangulasi ini bertujuan untuk membandingkan
informasi yang diperoleh dari berbagai corak untuk menjamin tingkat
keterpercayaan data, dan sekaligus mencegah timbulnya subjektivitas
peneliti. Hasil data dan analisis inilah yang kemudian akan ditulis dalam
bab temuan penelitian.
4. Pengecekan Melalui Diskusi
Diskusi dengan berbagai kalangan yang memahami masalah
penelitian, akan member informasi yang berarti kepada penulis, sekaligus
sebagai upaya untuk menguji keabsahan hasil penelitian. Cara ini dilakukan
dengan mengekspos hasil sementara dan atau hasil akhir untuk didiskusikan
secara analitis. Diskusi bertujuan untuk menyingkapkan kebenaran hasil
penelitian serta mencari titik-titik kekeliruan interpretasi dengan klarifikasi
penafsiran dari pihak lain.
Moleong mengatakan bahwa diskusi dengan kalangan sejawat akan
menghasilkan; (1) pandangan kritis hasil penelitian, (2) temuan teori
substantif, (3) membantu mengembangkan langkah berikutnya, (4) pandangan
lain sebagai pembanding.44
H. Studi Relevan
Toleransi antarbudaya telah banyak menarik perhatian pada ahli dan
peminat komunikasi. Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa karya
yang membicarakan komunikasi antarbudaya, diantaranya karya Sinta Paramita
dan Wulan Purnama Sari, Komunikasi Lintasbudaya dalam Menjaga Kerukunan
Antara Umat Beragam di Kampung Jaton Minahasa. Karya ini membicarakan
44
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), 258.
22
kerukunan dalam komunikasi antar kelompok pribumi yang beragama Kristen dan
kelompok pendatang yang beragama Islam di Kampung Jaton, Manado, Sulawesi
Utara.
Karya Reni Julani, Hafied Cangara, Andi Alimuddin Unde, “Komunikasi
Antarbudaya Etnis Aceh dan Bugis-Makassar Melalui Asimilasi Perkawinan di
Kota Makassar”, karya ini menceritakan mengenai komunikasi yang digunakan
oleh pasangan suami-istri etnis Aceh dengan etnis Bugis-Makassar merupakan
komunikasi interpersonal dalam konteks antarbudaya.
Selain karya-karya di atas terdapat pula beberapa karya akademik yang
telah membicarakan persoalan toleransi dalam komunikasi antarbudaya. Di
antaranya, Skripsi Suhardi, mahasiswa UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, yang
berjudul “Komunikasi Antarbudaya: Akulturasi, Asimilasi dan Problematikanya”.
Ada juga skripsi Siti Asiyah, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dengan
judul “Pola Komunikasi Antar Umat Beragama (Studi Komunikasi Antarbudaya
Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang)”,
dan skripsi Edi Suparlan, mahasiswa UIN Alauddin, Makassar, dengan judul
“Dinamika Komunikasi Antarbudaya dan Agama di Desa Tawakua Kabupaten
Luwu Timur (Studi Kasus Etnik Bali dan Jawa)”.
Berdasarkan kaya ilmiah di atas tentunya terdapat persamaan dan
perbedaan dengan karya penulis, adapun persamaannya ialah sama-sama
membahas mengenai komunikasi antarbudaya. Sedangkan perbedaannya antara
lain, yakni tidak secara mendalam membahas mengenai toleransi, karena ada yang
membahas cara komunikasi, dinamika bahkan problematika dalm komunikasi
antarbudaya. Hanya terdapat dua suku yang berbeda, sedangkan penulis
membahas toleransi dari banyak suku, serta setting tempat yang berbeda.
23
BAB II
PROFIL KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
A. Sejarah Kelurahan Cempaka Putih
Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi berdiri
pada tahun 1981. Kelurahan Cempaka Putih merupakan pecahan dari
Kelurahan Sungai Asam. Asal usul nama Cempaka Putih yakni dari adanya
pohon cempaka yang terdapat di Jalan HMO Bafadhal RT. 12 Kelurahan
Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi yang mulai tumbuh kisaran
tahun 1940‟an. Pada zaman kepemimpinan Presiden Soeharto, beliau
memerintahkan untuk di bentuknya kelurahan-kelurahan di Indonesia.
Berdasarkan perihal tersebut, warga sekitar menetapkan pohon Cempaka
Putih sebagai nama kelurahan, maka terbentuklah Kelurahan Cempaka Putih
yang pertama kali di pimpin oleh Bapak Dahlan Sam, B. BA dan pada saat ini
di pimpin oleh Bapak Deki Irawan, S. IP.
B. Keadaan Demografis Kelurahan Cempaka Putih
1. Keadaan Penduduk dan Angkatan Kerja
Jumlah kepala rumah tangga 1.683 KK. Penduduk menurut
kelompok umur dan jenis kelamin belum ada perhitungan terbaru. Dan
mata pencaharian dapat dijelaskan melalui data berikut ini:45
a. Petani sendiri = 0 orang
b. Buruh tani = 24 orang
c. Nelayan = 0 orang
d. Pengusaha = 0 orang
e. Buruh bangunan = 1.400 orang
f. Pedagang = 626 orang
g. Tukang = 24 orang
h. Pensiunan = 0 orang
i. PNS = 139 orang
45
Dokumen Kelurahan Tahun 2018
23
24
2. Mutasi Penduduk
Adapun data mengenai mutasi penduduk adalah sebagai berikut:46
Mutasi Laki-laki Perempuan Jumlah
Pindah 76 Orang 58 Orang 133 Orang
Datang 37 Orang 33 Orang 70 Orang
Lahir 18 Orang 7 Orang 25 Orang
Mati 26 Orang 18 Orang 44 Orang
Adapun tingkat pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:47
a. Tamat Perguruan Tinggi = 8 Orang
b. Tamat SLTA = 64 Orang
c. Tamat SLTP = 58 Orang
d. Tamat SD = 60 Orang
e. Tidak tamat SD = 40 Orang
f. Masih SD = 210 Orang
g. Belum sekolah = 240 Orang
h. Tidak sekolah = 67 Orang
Adapun data mengenai pemeluk agama dijelaskan sebagai berikut:48
a. Islam = 4.760 Orang
b. Kristen Katolik = 1.221 Orang
c. Kristen Protestan = 272 Orang
d. Budha = 89 Orang
e. Lainnya = 0 Orang
Adapun data mengenai kejadian criminal dapat dijelaskan sebagai
berikut:49
a. Pencurian = 2 Kali
b. Perampokan = 4 Kali
c. Pembunuhan = 0 Kali
46
Dokumen Kelurahan Tahun 2018 47
Dokumen Kelurahan Tahun 2018 48
Dokumen Kelurahan Tahun 2018 49
Dokumen Kelurahan Tahun 2018
25
d. Pemerkosaan = 1 Kali
e. Lainnya = 0 Kali.
Adapun sarana perekonomian dapat dijelaskan sebagai berikut:50
a. Jumlah pasar = 1 Unit
b. Jumlah toko = 38 Unit
c. Jumlah KUD = 0Unit
d. Jumlah warung = 6 Unit
e. Jumlah hotel = 0 Unit
f. Jumlah lainnya = 5 Unit.
Adapun sarana ibadah di lokasi terdapat:51
a. Masjid = 2 Buah
b. Surau = 2 Buah
c. Tempat pengajian = 7 Buah
d. Gereja = 1 Buah
e. Kelenteng = 1 Buah.
Adapun prasarana dan informasi lain di Kelurahan Cempaka Putih
adalah:52
a. PLN = 1.663 Unit
b. WC umum = 3 Unit
c. Sumur umum = 3 Unit
d. Luas wilayah = 70 Ha
e. PIL = 206 Orang
f. IUD = 11 Orang
g. Suntikan = 438 Orang
h. Kondom = 7 Orang
i. MOW = 5 Orang
j. Jarak dari kecamatan = 1 Km
k. Jarak dari kabupaten = 7 Km
l. Jumlah posyandu = 5 Posyandu
50
Dokumen Kelurahan Tahun 2018 51
Dokumen Kelurahan Tahun 2018 52
Dokumen Kelurahan Tahun 2018
26
m. Jumlah pasien posyandu = 60 Orang
n. Jumlah hansip = 30 Orang
o. Alat pemadam kebakaran = 1 Unit
p. Jumlah pos kamling = 7 Buah
q. Jumlah ormas yayasan = 2 Buah
r. Jumlah ormas sosial = 26 Buah
s. Volume sampah = 180 M3
t. Hewan ternak = 100 Buah.
C. Visi dan Misi Kelurahan Cempaka Putih
Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi memiliki
visi dan misi yang sama dengan visi dan misi Kota Jambi, yakni terwujudnya
Kota Jambi sebagai pusat perdagangan dan jasa berbasis masyarakat yang
berakhlak dan berbudaya. Adapun misinya ialah:
1. Membangun infrastruktur perkotaan yang merata dan berwawasan
lingkungan.
2. Meningkatkan perekonomian kota berbasis potensi local menuju
kemandirian daerah.
3. Mewujudkan masyarakat kota yang berakhlak, berbudaya dan berdaya
saing.
4. Mewujudkan pemerintahan yang professional dan bersih (Clean
Governance).
5. Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dalam bingkai kearifan
lokal.
D. Letak Geografis Kelurahan Cempaka Putih
Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi merupakan
desa dengan jumlah penduduk sebanyak 9.475 jiwa, yang terbagi dalam laki-
laki sebanyak 6.356 jiwa dan perempuan 3.119 jiwa. Jumlah rukun tetangga
sebanyak 26 RT. Dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi jika di lihat dari
sebelah Timur berbatasan dengan Talang Jauh.
27
2. Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi jika di lihat dari
sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Lebak Bandung.
3. Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi jika di lihat dari
sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sungai Asam.
4. Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi jika di lihat dari
sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Jelutung.
Keadaan iklim Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Kota Jambi
termasuk kategori yang beriklim tropis, disebabkan oleh keadaan cuaca yang
tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin. Sementara itu, tidak jauh
berbeda dengan daerah tropis lainnya di Provinsi Jambi. Maka keadaan musim
di Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi hamper sama
yakni mengalami dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
E. Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Cempaka Putih
Desa dan kelurahan adalah dua satuan pemerintahan terendah dengan
status berbeda. Desa adalah satuan pemerintahan yang diberikan hak otonomi
adat sehingga merupakan badan hukum, sedangkan kelurahan adalah satuan
pemerintahan administrasi yang hanya merupakan kepanjangan tangan dari
pemerintahan kabupaten/kota. Jadi, kelurahan bukan badan hukum melainkan
hanya sebagai tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari
pemerintahan kabupaten/kota di wilayah kelurahan.
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintahan Nomor 73 Tahun 2005
tentang Kelurahan, mengartikan kelurahan sebagai wilayah kerja lurah
sebagai perangkat daerah kebupaten/kota dalam wilayah Kecamatan.
Kelurahan merupakan wilayah pelayanan administrasi dari kabupaten/kota.
Kelurahan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota yang
berkedudukan di wilayah kecamatan. Kelurahan sebagaimana dimaksud
dipimpin oleh lurah yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
bupati/walikota melalui camat. Lurah sebagaimana diangkat oleh
bupati/walikota atsa usul camat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sebagi PNS, lurah tunduk pada aturan yang sama yang mengatur
mengenai Aparatur Sipil Negara. Syarat-syarat seseorang dapat di angkat
28
menjadi lurah meliputi: 1) Pangkat/golongan minimal penata (iii/c); 2) Masa
kerja minimal 10 tahun; 3) Kemampuan teknis di bidang administrasi
pemerintahan dan memahami sosial budaya masyarakat setempat.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah dalam Pasal 229, disebutkan: (1) Kelurahan dibentuk dengan Perda
Kabupaten/Kota berpedoman pada peraturan pemerintah. (2) Kelurahan
dipimpin olehseorang kepala kelurahan yangdisebut lurah selaku perangkat
Kecamatan danbertanggung jawab kepada camat. (3) Lurah diangkat oleh
bupati/wali kota atas usul sekretaris daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhipersyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (4) Lurah mempunyai tugas membantu camat dalam:
a. Melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. Melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. Melaksanakan pelayanan masyarakat;
d. Memelihara ketenteraman dan ketertiban umum;
e. Memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh camat;dan
g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-
undangan.
Penyelenggaraan pemerintahan kelurahan merupakan pelaksanaan
pemerintahan yang dilaksanakan atau dilakukan oleh pemerintah kelurahan.
Tugas pokok dari aparatur pemerintah kelurahan adalah sebagai berikut ;
1. Lurah
Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah mempunyai tugas
memimpin kelurahan dalam membina, Mengoordinasikan dan
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh walikota
melalui camat di bidang pemerintahan, pembangunan, perekonomian dan
kesejahteraan rakyat, ketentraman dan ketertiban. Pelayanan masyarakat
serta pembinaan sekretariat Kelurahan.
29
2. Sekretaris
Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris kelurahan, mempunyai
tugas membina, mengkoodinasikan dan melaksanakan kegiatan di bidang
ketatausahaan, kepegawaian, perencanaan dan pelaporan, keuangan, serta
memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur
dalam lingkup Kelurahan.
3. Kepala Seksi Pemerintahan dan Umum
Seksi Pemerintahan dipimpin oleh seorang kepala seksi mempunyai
tugas membantu lurah dalam membina, mengoordinasikan dan
melaksanakan tugas dibidang pemerintahan, seperti Pembuatan KK, KTP,
Akte Kelahiran dan Kematian, mengetahui jumlah penduduk, dan lain
sebagainya.
4. Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Sosial
Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Sosial dipimpin oleh seorang
kepala seksi yang mempunyai tugas membantu lurah dalam membina,
mengkoordinasikan dan melaksanakan tugas di bidang pemberdayaan
masyarakat, perekonomian dan kesejahteraan sosial rakyat, seperti
Pembangunan, Sosial, mengurusi masyarakat tidak mampu, dan lain
sebagainya.
5. Kepala Seksi Ketentraman Dan Ketertiban
Seksi Ketentraman dan Ketertiban dipimpin oleh seorang kepala seksi
mempunyai tugas membantu lurah dalam membina, Mengoordinasikan
dan melaksanakan tugas di bidang ketentraman dan ketertiban, seperti
mengontrol keamanan dan ketentraman kelurahan.
30
Tabel. 1.1
STRUKTUR ORGANISASI KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
KECAMATAN JELUTUNG KOTA JAMBI
LURAH
DEKI IRAWAN, S. IP
NIP: 198809252007011001
KASI PEMERINTAHAN
DAN UMUM
FENTI LESTARI, ST
NIP: 197804141999032002
KASI PERBERDAYAAN MASYARAKAT &
SOSIAL
YURNIATI
NIP: 196112311983032056
KASI KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN
MUHILLI
NIP: 196002061982021001
SEKRETARIS LURAH
ANWAR RAHMAN
NIP: 196001291981011001
STAF
SRI RITA
DARYANTI, S. E
NIP:
197811192007012003
STAF
FRENNY
ISYUHARNI
NIP:
196702121991032006
STAF
M. SORI SAM
NIP:
196002101981011002
31
Tabel. 1. 2
STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT
RUKUN TETANGGA (RT)
KELURAHAN CEMPAKA PUTIH KECAMATAN
JELUTUNG
KOTA JAMBI
LURAH
DEKI IRAWAN, S. IP
NIP:
198809252007011001
RT 01
A. SAPUAN
MARZUKI
RT 02
SUNARYO
RT 03
M. YAHYA
RT 04
PARMAN
RT 06
SYAFRIL
RT 05
SAILAN
RT 07
SYAMSURIZAL
RT 24
RD.
ISKANDAR
RT 08
ROHIM
RT 12
RAMLAN, SH,
MH
RT 16
PUTRA
PRATAMA, SH
RT 20
ZAILI EFENDI
RT 11
M. AMAN, S. Ag
RT 23
MULYADI
RT 19
M. NASIR
RT 15
R. M. ALI, S. Pd
RT 10
MUSA
RT 14
HERMANTO
RT 18
WIDIYANTO
RT 22
M. MAHDI
RT 09
MUSTIKA
RT 13
RD. HUSNI
RT 17
HERMAN
RT 21
ZAINAL ABIDIN
RT 25
ABUNJANI
RT 26
MUSRIWATI
32
BAB III
BENTUK KEBUDAYAAN DAN PROSES KOMUNIKASI ANTAR
BUDAYA DI KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
A. Bentuk Kebudayaan pada Masyarakat Kelurahan Cempaka Putih
Dalam penelitian kualitatif analisis merupakan tahap yang bermanfaat
untuk menelaah data yang telah di peroleh dari beberapa informan yang dipilih
selama penelitian berlangsung. Selain itu juga berguna untuk menjelaskan dan
memastikan kebenaran temuan penelitian.
Analisis data ini telah dilakukan sejak awal penelitian dan bersamaan
dengan proses pengumpulan data di lapangan. Adapun dari penelitian yang
dilakukan, peneliti mendapatkan beberapa temuan yang dapat menggambarkan
bentuk komunikasi pada keluarga beda etnis yang terlihat dari hasil wawancara
dan observasi.
Seperti kata ahli antropolgi kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks
yang di dalamnya meliputi pengetahuan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan
setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang sebagai anggota
suatu masyarakat. Berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
dilihat jelas adanya hubungan yang terjadi antara komunikasi antarbudaya
aparatur Kelurahan Cempaka Putih dalam proses meningkatkan kerukunan
masyarakat Islam yang ada dikelurahan Cempaka Putih. Hubungan ini
menegaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan
interaksi/komunikasi dengan sesamanya sebagai referensi diri guna melakukan
seuatu tindakan. Dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh aparatur
kecamatan Jelutung sudah cukup baik dan efektif sehingga mampu mempengaruhi
cara berfikir dan kepribadian masyarakat Islam dikelurahan Cempaka Putih dalam
kehidupan sehari hari. Sehingganya saat ini masyarakat lebih bisa hidup dengan
tentram dengan adanya hidup rukun dengan masyarakat Islam yang lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat difahami bahwa
dalam pelaksanaanya, komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh aparatur
kecamatan Jelutung yang dikemas dan dituangkan kedalam kegiatan kelembagaan
32
33
masyarakat yang seperti halnya dalam bentuk majelis taklim dan pengajian
keislaman.53
Dilihat dari fakta yang telah penulis jelaskan pada bab sebelumnya, maka
ada pola komunikasi antarbudaya yang terjadi pada kalangan masyarakat etnis di
Jambi, yaitu pola komunikasi sirkular dan pola komunikasi linear. Jika melihat
dari teori yang telah disebutkan penulis pada Bab II, bahwa pola komunikasi
terbagi menjadi 4, yaitu pola komunikasi primer, sekunder, linear dan pola
komunikasi sirkular. Namun penulis hanya membahas tentang pola komunikasi
sirkular dan linear, dikarenakan pola komunikasi primer dan sekunder memiliki
kesamaan dengan pola komunikasi sirkular dan linear. Dan juga penulis
menganggap pola komunikasi ini lebih spesifik dengan data lapangan yang
penulis dapatkan. Berikut pola komunikasi antarbudaya:
1. Bentuk Komunikasi Sirkular
Pola komunikasi sirkular pada masyarakat etnis ini terlihat dari proses
komunikasi interpersonal, komunikasi ini lebih menitikberatkan pada
encoding, decoding yang melaksanakan fungsi-fungsi yang sama dan
sebanding. Dua fungsi pada bagian sumber dan dua sumber pada bagian
penerima. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses
secara sirkular itu adalah terjadi feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya
arus dari komunikan ke komunikator.54
Hal tersebut dibuktikan dengan temuan yang penulis dapati ketika
proses komunikasi yang berlangsung antara beberapa suku dan ras yang ada
di Cempaka Putih, terjadilah dialog saling memberikan umpan balik pesan
secara langsung dan tatap muka. Hal tersebut juga terjadi pada komunikasi
yang berlangsung antara Ibu Mustika dengan Ibu Asui.
Temuan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari seorang informan,
yang menyatakan bahwa komunikasi yang terjadi antara etnis secara tatap
muka dan adanya umpan balik secara langsung saat itu juga.
53
Observasi tanggal 01 September 2018 54
Observasi tanggal 02 September 2018
34
Dalam proses pengiriman pesan dari etnis yang ada, ternyata kemudian
komunikan dapat memberikan respon balikan secara langsung (pada saat itu
juga) kepada komunikator. Komunikasi ini biasanya terjadi hampir setiap hari,
berlangsung saat masyarakat etnis yang berbeda budaya, kedua orang disini
melaksanakan fungsi yang sama yakni sebagai komunikator dan komunikan.
Para pelaku komunikasi disini memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai pengirim pesan, namun pada waktu yang lain berlaku
sebagai penerima pesan. Pola komunikasi ini menggambarkan proses
komunikasi yang dinamis, di mana pesan transmit melalui proses encoding
dan decoding. Umpan balik dalam komunikasi ini sangat penting, karena
dengan adanya umpan balik dapat terlihat apakah komunikasinya berhasil atau
gagal. Hal ini terjadi secara terus menerus memutar sehingga mendapati
sebuah kesamaan pemahaman diantara keduanya.55
2. Terjadinya Bentuk Komunikasi Antar Kelompok
Situasi yang sama dengan komunikasi interpersonal adalah komunikasi
kelompok. Komunikasi ini biasanya terjadi saat proses musyawarah antar etnis
dalam memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi. Dalam
musyawarah tersebut terjadi proses komunikasi dengan umpan balik antara
tokoh adat dengan masyarakat dalam menyampaikan argumen dan tanggapan
tentang penyelesaian suatu masalah. Hal seperti ini diungkapkan oleh salah
seorang informan kepada peneliti.56
Baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi kelompok ini
sesuai dengan pola komunikasi yang dibuat oleh Osgood dan Schramm dalam
teorinya tentang pola komunikasi sirkular. Jika mengambil gambaran pola
komunikasi sirkular sebagaimana yang telah digambarakan oleh Osgood dan
Schramm maka berikut gambar pola komunikasi sirkular yang terjadi pada
etnis di Jambi.57
55
Ketua FKUB Jambi, H. Husin Abd. Wahab, wawancara, catatan lapangan, 02 September
2018 56
Kepala Kesbangpol Kota Jambi, Drs. H. Asnawi AB, MM, wawancara, catatan lapangan, 09
September 2018 57
Observasi tanggal 11 Oktober 2018
35
Dapatlah kita pahami bahwasanya dalam proses komunikasi yang
terjadi terkadang beberapa etnis menjadi komunikan, terkadang menjadi
komunikator dan begitu seterusnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapan
oleh Osgood dan Schramm dalam teorinya bahwa pola komunikasi
antarbudaya dengan pola komunikasi sirkular ini ada kalanya feedback
tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah “response” atau
tanggapan komunikan terhadap pesan yang ia terima dari komunikator akan
lebih mudah untuk melakukan komunikasi terhadap masyaraka Islam yang
mempunyai suku yang berbeda-beda. Kemudian aparatur lebih paham
permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat Islam kecamatan
Jelutung.58
Komunikasi kelompok yang terjadi di dalam aparatur dan masyarakat
Islam ialah, komunikasi antara aparatur Keluruhan Cempaka Putih dengan
kelembagaan yang dirikan dengan aparatur maupun yang didirikan oleh
masyarakat Islam misalnya, Forkopimda dan (FKUB) Kelurahan Cempaka
Putih, Majelis Talim, Karang Taruna, dan Ormas lainnya.59
Yang dimana komunikasi kelompok tersebut biasanya terjadi dalam
sebuah kegiatan-kegiatan seperti halnya pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu
maupun pertemuan kelembagaan masyarakat yang lainnya. Yang kemudia
komunikasi kelompok tersebut dibedakan menjadi dua jenis yakni,
komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar.60
a. Komunikasi Kelompok Kecil
Yaitu dalam pertemuan kegiatan-kegiatan yang dibentuk oleh
aparatur kecamatan Jelutung maupun dibentuk oleh kelembagaan
masyarakat desa seperti halnya pengajian rutin. didalamnya meliputi
pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu yang dilaksanakan satu kali dalam
seminggu yaitu pada hari jum‟at siang, pertemuan gabungan kelompok
tani yang dilaksanakan satu kali setiap bulannya, pertemuan kaum pemuda
58
Kepala KUA Kec. Jelutung Kota Jambi, Fatahuddin, S, Ag., M. Fil. I, wawancara, catatan
lapangan, 04 Oktober 2018 59
Ketua RT 09 Kota Jambi, Ibu Mustika, wawancara, catatan lapangan, 10 Oktober 2018 60
Observasi tanggal 02 November 2018
36
ataupun yang sering disebut karangtaruna desa, yang tekhnis
pelaksanaannya menyesuaikan keadaan pemudanya, yang kemudian
anggota dari masing kelembagaan masyarakat tersebut tidak lebih dari 30
orang. Dengan jumlah anggota yang tidak terlalu banyak tersebut
harapannya pesan-pesan yang disampaiakan oleh aparatur akan lebih
mudah untuk diterima dan dimengerti oleh Masyarakat. Dengan demikin
yang menjadi tujuan apratur kecamatan Jelutung sendiri sudah berjalan
dengan baik.61
b. Komunikasi Kelompok Besar
penulis menemukan dalam konteks keagamaan dan forum diskusi
seperti halnya, kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan satu bulan
sekali oleh majelis ta‟lim tingkat Kelurahan, dan yang menjadi tuan rumah
secara bergilir disetiap RT , Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) seperti
Maulid Nabi, Isra‟Mi‟roj dan tahun baru Islam yang diselenggarakan
aparatur kecamatan Jelutung. yang waktu pelaksanaannya pada hari
tertentu saja. Kemudian komunikasi kelompok melalaui Forum
Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) kecamatan Jelutung melakukan silaturahmi bersama
masyarakat kecamatan silaturahmi yang dilakukan tiga bulan sekali
didesa-desa secara bergilir. Kemudian forum diskusi ini melibatkan semua
kalangan masyarakat Kelurahan Cempaka Putih, yaitu meliputi kepala
desa, kepala dusun, tokoh adat, tokoh agama, ketua pemuda-pemudi, ketua
kelembagaan masyarakat, maupun masyarakat biasa guna menciptakan
masyarakat yang rukun, tertib, damai dan tentunya menjadikan kecamatan
menjadi kecamatan yang maju daru segala aspek.62
Komunikasi kelompok yang mempertemukan aparatur dan
masyarakat Kelurahan Cempaka Putih ini paling sering dilakukan didesa-
desa yang rawan akan terjadinya konflik. Kemudian komunikasi yang
61
Warga Cempaka Putih, Hj. Bainar, wawancara, catatan lapangan, 10 Oktober 2018 62
Kasi Bimas Islam Kemenag Kota Jambi, H. Lukman Hakim, wawancara, catatan lapangan,
12 Oktober 2018
37
terjadi dalam komunikasi kelompok pada aparatur kecamatan Jelutung
terhadap masyarakat Islam ini adalah komunikasi metode linier.
3. Bentuk Keluarga yang Multietnis
Komunikasi yang terjalin pada perbedaan budaya dalam keluarga atau
masyarakat setempat terjalin dengan baik. Seperti yang sudah peneliti teliti di
lapangan, bahwasannya perbedaan budaya sangatlah berpengaruh terhadap
individu satu dengan yang lain. Dari informan yang telah di wawancarai, logat
bahasa yang ia pergunakan sehari-hari dalam berkomunikasi belum bisa
dihilangkan. Hal itu sudah menjadi ciri khasnya dalam berkomunikasi. Dan ini
menunjukkan bahwa masyarakat menerima adanya budaya baru yang masuk
ke dalam lingkungan mereka.63
Komunikasi menuntun untuk bertemu dan bertukar simbol dengan
orang lain, sehingga dituntut untuk memahami orang lain yang berbeda
budaya. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna
yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Sebagaimana
budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan
perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya
tersebut akan berbeda pula. Dari cara komunikasi yang sederhana dengan gaya
komunikasi sehari-hari itu menumbuhkan rasa saling percaya dan mengerti.
Keefektifan itu sebenarnya berasal dari diri sendiri. Orang yang kesehariannya
sering berkomunikasi baik itu sedang suka atau duka terhadap pasangan akan
mudah saling percaya dan mengerti satu sama lain.64
Pada pasangan yang berbeda budaya, komunikasi itu sangat
diperlukan, bahkan sangat perlu untuk saling memahami. Komunikasi
dilakukuan tidak harus sesering mungkin, maksudnya itu komunikasi harus
ada topik yang dibicakan, seperti rasa kesal, keluh kesah, dan lainlain. Hal itu
akan menimbulkan keharmonisn pada keluarga saling jujur akan perasaan
masing-masing. Tidak menutupi segala kekurangan atau masalah-masalah
yang ada. Jika hal itu tidak terjaga maka akan terjadi konflik dalam keluarga.
63
Warga Cempaka Putih, Asui Alias Surniati, wawancara, catatan lapangan, 19 Oktober 2018 64
Warga Cemapaka Putih, Sayem, wawancara, catatan lapangan, 12 Oktober 2018
38
Tidak hanya pada suami atau istri tetapi pada anak, karena jika kita sering
komunikasi dengan anak, maka kita akan tahu karakter dan kemauan anak
seperti apa. Segala sesuatunya adalah bagaimana kita dapat memulai
komunikasi pada komunikan agar terjalin hubungan yang baik. Dan dalam
setiap keluarga pastilah ada konflik, apalagi pasangan yang berbeda budaya.
Tidak mudah memahami itu semua dengan cepat. Semua butuh proses dan
saling memahami satu sama lain.65
4. Bentuk Komunikasi Linear
Di samping penulis mendapati pola komunikasi sirkular, penulis juga
mendapati adanya pola komunikasi linear yang terjadi antara etnis di Jambi.
Hal tersebut terjadi ketika dalam musyawarah yang diadakan oleh Tokoh Adat
ataupun Kepala Desa dalam menyelesaikan suatu masalah yang sedang terjadi
ataupun hal-hal lainnya yang berkenaan dengan kepentingan bersama yang
menyangkut kedua etnis tersebut. Dalam proses musyawarah tersebut terjadi
proses komunikasi kelompok yang dipimpin oleh tokoh adat maupun kepala
kampung.66
Dalam proses penyampaian pesan berupa pengumuman ataupun hasil
keputusan antar tokoh adat tentang masalah yang sedang dialami, masyarakat
hanya mendengarkan dan mengikuti keputusan dari tokoh adat, karena mereka
yakin keputusan tokoh adat akan menjadi kebaikan bersama. Dalam
komunikasi kelompok tersebut terkadang masyarakat hanya mendengarkan
saja, namun terkadang terjadi dialog dalam proses komunikasi kelompok
tersebut. bahwa pola komunikasi linear yaitu penyampaian pesan dari satu titik
ke titik yang lain secara lurus. Pola ini tidak menitiberatkan pada umpan balik,
tetapi lebih kepada tersampaikannya pesan dari komunikator kepada
komunikan.67
Dalam pola komunikasi ini penyampai pesan yaitu tokoh adat ataupun
kepala kampung menyampaikan pesan kepada masyarakat baik etnis local,
maupun perantau dari luar Jambi. Dalam pola komunikasi ini proses
65
Warga Cempaka Putih, Hj. Siti Majmu‟, wawancara, catatan lapangan, 20 Oktober 2018 66
Observasi tanggal 30 Oktober 2018 67
Warga Cempaka Putih, Berly, wawancara, catatan lapangan, 02 September 2018
39
komunikasi berjalan secara lurus dan dengan adanya perbedaan strata antara
komunikator (tokoh adat atau kepala desa) dan komunikan.
5. Bentuk Komunikasi Personal
Berdasarkan observasi dilapangan menunjukan bahwa dalam proses
komunikasi personal ini lebih banyak ditemukan komunikasi personal secara
langsung (tatap muka). Yaitu komunikasi yang terjadi secara tatap muka
berlangsung secara dialogis saling menatap antar personal (komunikator dan
komunikan) sehingga terjadi kontak pribadi (personal contact).
Setelah penulis melakukan penelitian dikecamatan Jelutung, bahwa
komunikasi personal yang dilakukan aparatur Kelurahan Cempaka Putih
terhadap masyarakat Islam yang berlatar belakang budaya yang berbeda-beda
sangatlah efektif. Karena bentuknya dialog dan langsung mendapatkan
feedback sehingga komunikator dapat segera mengubah gaya komunikasinya
dipikiran jika komunikator mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan
bersifat negatif. Dalam proses komunikasi antar personal ini aparatur
Kelurahan Cempaka Putih sebagai seorang komunikator menyampaikan
pesan-pesan yang berisi nasihat-nasihat, saran, pentingnya kerukunan hidup,
masukan-masukan, motivasi maupun program kerja kecamatan Jelutung
kepada para aparatur disetiap desa, yang kemudian aparatur desa tersebut
menyampaikan pesan yang telah disampaikan aparatur kecamatan kepada
masyarakat Islam yang ada didesanya masing-masing sebagai
komunikannya.68
Dalam pelaksanaanya komunikasi ini dilakukan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang ada pada masyarakat di Kelurahan Cempaka Putih
terkait selalu terjadinya konflik antar masyarakat Islam yang berbeda suku.
Dimana biasanya jenis komunikasi antar personal ini terjadi dalam kegiatan
seperti kunjungan aparatur Kelurahan Cempaka Putih yang diadakan satu
bulan sekali kedesa-desa yang ada di kelurahan Maupun masyarakat atau
aparatur desa yang berkunjung kekantor kelurahan untuk menyampaikan
aspirasi maupun keluhan masyarakat yang ada didesanya masing-masing.
68
Observasi tanggal 03 September 2018
40
Dengan langsung terjunnya aparatur Kelurahan Cempaka Putih akan lebih
mudah untuk melakukan komunikasi terhadap masyarakat Islam yang
mempunyai suku yang berbeda-beda. Kemudian aparatur lebih paham
permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih dengan keragaman yang ada di Cempaka Putih pada khususnya.69
B. Proses Komunikasi Antarbudaya pada Masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih
Dalam proses komunikasi, angggota berperan sebagai komunikator dan
komunikan. Komunikasi berlangsung secara rileks, nyaman dan santai. Sehingga
memudahkan keluarga yang berbeda etnis dalam berinteraksi, baik menggunakan
bentuk komunikasi verbal atau nonverbal. komunikasi dalam bentuk verbal dan
non verbal pada keluarga beda etnis, disini juga sebagai alat ukur atau sebagai
bentuk komunikasi yang terjalin dimana komunikasi nonverbal digunakan untuk
memperjelas komunikasi verbal yang dalam prakteknya menggunakan bahasa
tubuh dan simbol-simbol yang digunakan. Simbol-simbol disini diguanakan untuk
mempraktekkan atau mengaplikasikan komunikasi verbal dalam bentuk bahasa
tubuh. Setiap komunikasi yang dilakukan oleh siapapun mempunyai tujuan.
Paling tidak komunikasi yang dilakukan mengarah kepada komunikasi efektif
melalui pemaknaan yang sama atas pesan yang dipertukarkan di antara peserta
komunikasi. Pemaknaan pesan akan semakin sulit pada daerah komunikasi
antarbudaya karena disebabkan beberapa hal:70
Pertama, perbedaan budaya diantara para peserta komunikasi antarbudaya
jelas hambatan yang terbesar. Sebab dengan berbeda budaya tersebut akan
menentukan cara berkomunikasi yang berbeda serta symbol (bahasa) yang
mungkin berbeda pikiran. Kedua, dalam komunikasi yang melibatkan peserta
komunikasi yang berbeda budaya akan muncul sikap etnosentrisme, yaitu
memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri. sebagai pusat segala sesuatu,
dan hal lain-lainnya diukur dan dinilai berdasarkan rujukan kelompoknya. Ketiga,
kelanjutan dari sikap etnosentris ini memunculkan stereotip, yaitu sikap
69
Ketua RT 18, Widiyanto, Cempaka Putih, wawancara, catatan lapangan, 09 September 2018 70
Observasi tanggal 10 Oktober 2018
41
generalisasi atas kelompok orang, objek atau peristiwa yang secara luas dianut
suatu budaya.71
Kedua, Sedangkan keterkaitan hasil penelitian pada teori pluralism budaya
oleh nathan glaz yaitu proses penanganan pola-pola etnisitas dan keragaman
budaya yang mempengaruhi sikap terhadap karakteristik kebudayaan etnik dan
ras. Seperti yang telah peneliti teliti di lapangan, bahwa budaya yang telah di
bawa sejak lahir itu tidak dapat dihilangkan, namun dengan adanya perbedaaan
budaya, dan lahir lah percampuran akulturasi budaya satu dengan yang lain yang
prosesnya memerlukan adaptasi yang cukup lama.
1. Proses Akulturasi Budaya
Proses akulturasi yang terjadi pada kaum urban dengan Masyarakat
disambut dengan baik. Bahkan satu sama lain menghargai budaya yang masuk
ke desa mereka, sehingga terciptanya kerukunan antar umat,bangsa, suku
maupun etnis. Terjadinya proses akulturasi juga tidak menghilangkan sikap
atau sifat kepribadian asli, akulturasi hanya berperan sebagai pengantar media
untuk memperkenalkan budaya yang tertanam di desa tersebut.72
Para informan cenderung melakukan penyesuaian bahasa dalam
berkomunikasi selama mereka memahami bahasa komunikannya. Penelitian
ini menemukan bahwa pengalaman informan dalam mengomunikasikan
identitas kultural dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal dipengaruhi oleh perasaan dan prasangka yang muncul dalam diri
informan. Perasaan yang muncul dalam diri informan bila berkomunikasi
menggunakan bahasa jawa. Yang membuat komunikasi berjalan tidak efektif
yaitu Karena adanya sikap etnosentrisme, ketidaksadaran (mindlessness)
dalam memahami perbedaan identitas kultural serta adanya stereotip yang
melekat terhadap bahasa. Tidak adanya kesadaran (mindlessness) oleh orang-
orang yang memberikan stereotip tetapi komunikasi yang terjadi tidak
71
Observasi tanggal 11 September 2018 72
Observasi tanggal 11 September 2018
42
seimbang, Komunikasi yang terjadi tidak setara bahkan terkesan merendahkan
salah satu pihak dengan memberikan stereotip negatif.73
Sebuah percampuran yang terjadi pada kebudayaan yang berbeda
seperti yang terjadi pada masyarakat kelurahan Cempaka Putih merupakan
sebuah kebudayaan yang dibawa oleh para kaum urban yang menetap disana.
Intensitas interaksi keseharian begitu rapat sehingga menunjang terjadinya
percampuran kebudayaan yang tidak dapat terbendung lagi.
Dalam suatu hubungan yang harmonis dan saling membutuhkan,
komunikasi yang menyenangkan akan terjadi dengan sendirinya. Baik suami
maupun istri selalu ingin berbagi cerita tentang pengalaman, pemikiran, dan
perasaan kepada pasangannnya. Perbedaan budaya pada satu lingkup keluarga
membutuhkan proses interkasi percampuran budaya. Hal ini cukup sulit jika
komunikasi yang dipakai tidak efektif.
Proses akulturasi pada keluarga beda budaya yaitu memahami sikap,
karakter dan bahasa yang dibawa oleh masing-masing budaya. Masyarakat di
Kelurahan Cempaka Putih dengan seiringnya waktu di tengah banyaknya
perbedaan budaya, mereka menjunjung tinggi semboyan Indonesia yakni
Bhinneka Tunggal Ika.
73
Warga Cempaka Putih, Abdul Muis, wawancara, catatan lapangan, 30 September 2018
43
BAB IV
PENERAPAN DAN DAMPAK KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DI
KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
A. Penerapan Komunikasi Antarbudaya pada Masyarakat Kelurahan
Cempaka Putih
Penerapan di Lingkungan Keluarga
Secara umum, komunikasi yang paling berpengaruh dalam pernikahan
adalah ketika menjalani kehidupan sehari-hari, yaitu bagaimana kedua
pasangan saling memperhatikan, membuka diri terhadap pasangannya,
bagaimana bersikap secara emosional seperti menghibur ketika salah satu
memiliki masalah, bagaimana berespon ketika pasangan melakukan hal yang
kurang disenangi, dan sebagainya. Perbedaan suku biasanya membawa pada
perbedaan bahasa, sehingga ada istilah yang tidak diketahui pasangan dan ada
juga yang sama namun berbeda makna. Jika keduanya tidak saling memahami
dan tidak bisa mengomunikasikannya dengan baik, maka kesalahpaham akan
terjadi.74
B. Dampak Komunikasi Antar Budaya pada Masyarakat Kelurahan
Cempaka Putih
1. Terciptanya Keseimbangan Sosial
Komunikasi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap,
kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan Karena komunikasi yang
dilakukan pada keluarga beda buadaya ini berlangsung secara face to face
communication. Dengan keampuhannya dalam mengubah sikap, kepercayaan,
opini dan perilaku komunikan seringkali dipergunakan untuk melancarkan
komunikasi persuasif yaitu suatu teknik komunikasi secara psikologis
manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan.75
Dalam penelitian ini, Aktifitas interaksi sosial dan tindakan
komunikasi itu dilakukan secara verbal, dan nonverbal. Kebutuhan adanya
74
Observasi tanggal 02 September 2018 75
Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi, Drs. H. Asnawi, AB, MM., wawancara, catatan
lapangan, 09 September 2018
43
44
sebuah sinergi fungsional dan Akselrasi positif dalam melakukan pemenuhan
kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya kemudian melahirkan kebutuhan
tentang adanya norma-norma nilai sosial yang mampu mengatur tindakan
manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, sehingga tercipta
keseimbangan social antara hak dan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan
manusia terutama juga kondisi keseimbangan itu akan menciptakan tatanan
social dalam proses kehidupan masyarakat saat ini dan waktu yang akan
datang.76
2. Memunculkan Identitas Kelompok
Budaya memberikan identitas kepada sekelompok orang, diantaranya
dapat diidentifikasi dari komunikasi dan bahasa. Sistem komunikasi, verbal
dan nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya.
Karakteristik budaya yang berbeda yang dibawa saat keduanya berinteraksi
juga dapat menimbulkan konflik. Konflik timbul karena kurang memahami
makna pesan yang di bawa dalam proses interaksi. Dalam kaitan komunikasi
antar budaya, komunikasi antara masyarakat urban dengan masyarakat
setempat sudah tampak jelas memperlihatkan bahwa komunikasi yang terjadi
melibatkan dua unsur budaya yang berbeda. Masyarakat urban dengan latar
belakang budaya dari daerah tempat asalnya dan masyarakat setempat dengan
latarnbelakang budaya daerah setempat.77
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan kebiasaan, nilai,
pemaknaan, penggambaran (image), struktur aturan, pemrosesan informasi,
dan pengalihan konvensi, pikiran, perbuatan, dan perkataan yang dibagikan
diantara para anggota suatu sistem sosial dan kelompok sosial dalam suatu
masyarakat. Komunikasi yang terjadi dengan latar belakang budaya yang
berbeda, tak jarang hal ini menimbulkan kesalahpahaman dalam proses
komunikasinya. Demikian juga dengan komunikasi yang terjadi antara
masyarakat urban dan masyarakat setempat.78
76
Observasi tanggal 09 September 2018 77
Kepala KUA Kec. Jelutung Kota Jambi, Fatahuddin, S. Ag., M. Fil. I, wawancara, catatan
lapangan, 10 September 2018 78
Observasi tanggal 12 September 2018
45
Dalam penelitiaan ini para informan melakukan pengungkapan diri
yang berbeda-beda. Adanya persepsi mengenai identitas kultural atau budaya
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi seseorang dalam
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asalnya. Persepsi identitas beda
etnis menurut informan lebih identik pada logat berbicara. Bentuk evaluasi
perilaku komunikasi yang dilakukan informan dan mereka cenderung
berbicara menggunakan Bahasa Indonesia.
C. Analisis Peneliti
setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya
maupun orng lain. Teori Self Disclosure sering pula disebut Jendela Johari
merupakan dasar untuk menjelaskan dan memahami interaksi antar pribadi secara
manusiawi. Jendela Johari ini terdiri dari empat bingkai. Masing-masing bingkai
berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapkan dan memahami
diri sendiri dalam kaitannya dengan orang lain.
Banyak sekali yang diungkapkan tentang diri sendiri melalui ekspresi
wajah, sikap tubuh, pakaian, nada suara dan melalui isyaratisyarat non verbal
lainnya, meskipun banyak diantara perilaku tersebut tidak sengaja. Namun
”penyingkapan diri” yang dipakai disini merupakan perilaku yang disengaja.
Terjadinya sebuah proses komunikasi ini tidak terlepas dari adanya
beberapa faktor baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Kemudian
dari kajian dan penelitian yang penulis lakukan dan temukan dilapangan bahwa
pada proses komunikasi antarbudaya yang dilakukan aparatur ormas dan lintas
agama dalam upayanya untuk meningkatkan kerukunan masyarakat Islam, maka
dapat penulis analisa bahwa proses komunikasi antarbudaya yang dilakukan
Aparatur terhadap masyarakat Islam tersebut memiliki dua faktor yakni faktor
pendukung dan faktor penghambat.79
Terkait pola komunikasi antarbudaya dalam memelihara kerukunan hidup
bermasyarakat. Dalam pembahasannya penulis mendapati pola komunikasi
antarbudaya yang dipakai adalah pola komunikasi sirkular dan pola komunikasi
79
Ketua RT 18, Widiyanto, Cempaka Putih, wawancara, catatan lapangan, 09 September 2018
46
linear. Kemudian, mengenai faktor pendukung dan penghambat komunikasi
antarbudaya dalam memelihara kehidupan bermasyarakat. bahwa faktor
pendukung dan penghambat komunikasi antarbudaya etnis di Cempaka Putih,
Jambi adalah:
1. Faktor Pendukung Komunikasi Antar Budaya di Cempaka Putih
Komunikasi yang berhasil adalah komunikasi yang berlangsung efektif
antara komunikator dan komunikan, begitu pun sebaliknya. Efektifnya suatu
proses komunikasi berarti meningkatkan kesamaan arti pesan arti pesan yang
dikirim dengan pesan yang diterima. Dalam mewujudkan suatu keefektifan
dalam komunikasi tentunya ada faktor pendukung yang menjadi pendorong
bagi kelancaran dalam proses komunikasi tersebut.80
Dalam proses komunikasi yang terjadi antara etnis di Cempaka Putih,
penulis mendapati ada beberapa faktor pendukung yang memperlancar proses
komunikasi yang terjadi. Faktor pendukung tersebut jugalah yang menjadikan
kehidupan yang rukun diatas perbedaan budaya antar kedua etnis tersebut.
Berikut faktor-faktornya:
Pertama, faktor bahasa, bahasa menjadi pendukung komunikasi
antarbudaya dikarenakan antar etnis saling ingin mengetahui dan bisa untuk
berbicara menggunakan bahasa Jambi atau Indonesia. Sehingga terjadilah rasa
ingin tahu dan menimbulkan komunikasi yang efektif.81
Kedua, Rasa saling menghormati perbedaan budaya. Ketiga, Sikap
kekeluargaan, sikap saling membantu dan merasakan penderitaan antar etnis
yang kuat dan saling memberi bantuan tanpa harus diminta ketika adanya
musibah ataupun hajatan dan lain-lain. Keempat, Menjunjung tinggi sikap
sopan santun, dalam proses komunikasi menggunakan bahasa sapaan dan tutur
kata yang lembut. Selanjutnya faktor penghambat dalam komunikasi ini
hambatan semantik atau bahasa, logat bicara etnis tertentu di Cempaka Putih
yang cenderung keras terkadang menjadi konflik kecil diawal-awal serta ada
80
Warga Cempaka Putih, Hj. Bainar, wawancara, catatan lapangan, 02 September 2018 81
Akademisi UIN STS Jambi, DR. Bahrul Ulum, wawancara, catatan lapangan, 03 September
2018
47
beberapa orang yang dalam pelaksanaan komunikasi kurang mengerti dengan
bahasa Indonesia yang dijadikan komunikasi sehari-hari bagi dua etnis ini.82
Ketiga, bahasa. bahwa bahasa merupakan sarana utama dalam
komunikasi. Gagasan, pikiran, dan perasaan dapat diketahui maksudnya ketika
disampaikan lewat bahasa. Bahasa biasanya dibagi menjadi dua sifat, yaitu
bahasa verbal dan bahasa non verbal. Bahasa menjembatani antar individu
dikaji secara kontekstual. Fokus kajian bahasa selalu dihubungkan dengan
perbedaan budaya.
Dalam proses komunikasi yang terjadi antara kedua etnis ini
menggunakan bahasa Indonesia, walaupun terkadang mereka menggunakan
bahasa masing-masing. Perbedaan bahasa dikalangan masyarakat etnis di
Cempaka Putih justeru menjadi keunikan tersendiri.
Perbedaan yang ada justru menjadi sarana mereka untuk saling belajar,
rasa ingin tahu dan ingin bisa berbicara dengan bahasa yang berbeda. Dengan
adanya perbedaan bahasa itu juga pebedaan bahasa dapat menimbulkan daya
tarik tersendiri bagi kedua etnis ini untuk melakukan komunikasi antarbudaya.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapan oleh informan di lapangan.
Terkadang bahasa menjadi hambatan dalam berkomunikasi, oleh
karena adanya rasa ingin tahu dalam mempelajari bahasa, maka hal tersebut
menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka. Hal ini juga sesuai dengan fungsi
dari komunikasi antarbudaya yaitu menambah pengetahuan.83
Selanjutnya, keempat yaitu sikap kekeluargaan. Sudah menjadi
karakteristik masyarakat desa yang mengutamakan sikap kekeluargaan.
Mereka menyadari bahwa tetangga adalah orang yang terdekat yang akan
membantunya disaat sedang membutuhkan bantuan.84
sikap kekeluargaan
membaur dengan antar sesama manusia maupun dengan suku lain merupakan
suatu nilai pengamalan falsafah hidup masyarakat Cempaka Putih yang harus
diterapkan dengan sesama manusia merupakan pengamalan dari nilai-nilai
kemanusiaan.
82
Warga Cempaka Putih, Asui, wawancara, catatan lapangan, 15 Oktober 2018 83Warga Cempaka Putih, Hj. Siti Majmu‟, catatan lapangan, 19 Oktober 2018
84Warga Cempaka Putih, Ibu Rosmayar, wawancara, catatan lapangan, 20 September 2018
48
Dari sikap kekeluargaan antarbudaya tersebut telah terjadinya integrasi
sosial, dimana setiap anggota budaya mampu menciptakan kesatuan dan
menerima perbedaan sebagai suatu sikap kesamaan dengan tidak membeda-
bedakan dalam hal interaksi. Sikap tersebut akan menjadikan komunikasi
antarbudaya yang efektif, karena dengan adanya sikap tersebut akan
meminimalisir kesalahpahaman dan perbedaan.85
Kelima, menjunjung tinggi sikap sopan santun. Sikap sopan santun
yang diterapkan oleh masyarakat ni sangat terlihat sekali ketika dalam
berbicara, meskipun terdengar logat bahasa yang mereka ucapkan keras, akan
tetapi maknanya lembut. Penggunaan sapaan tersebut juga merupakan sebuah
penghormatan bagi lawan bicaranya, sehingga hal tersebut dapat
meminimalisir kesalahpahaman dalam komunikasi. Sikap sopan santun tidak
hanya dalam hal ucapan tetapi juga dalam hal perbuatan. Perilaku yang sopan
ketika bertindak baik oleh masyarakat etnis Jambi merupakan sebuah
pernyataan identitas individu.
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku
komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun
identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan
berbahasa baik secara verbal maupun non verbal. Hal itu juga yang penulis
dapati di lapangan.
Keenam, menghormati perbedaan budaya. pemahaman dan penerimaan
yang kita lakukan terhadap budaya yang dimiliki oleh masyarakat lain yang
memiliki budaya yang berbeda menjadi satu dasar dalam membangun
komunikasi yang efektif. Disinilah komunikasi antarbudaya mempunyai
peranan yang sangat besar. perbedaan budaya antar etnis menjadi keunikan
tersendiri dan sebuah kekayaan budaya. Dalam perbedaan budaya tersebut
86terjadilah akulturasi budaya dan saling memperkenalkan budaya, bukan
saling menutup diri dan menganggap budayanya lah yang super dan tiada
duanya. Hal tersebut juga sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
85
Ketua FKUB Kota Jambi, Drs. H. Husin Abd. Wahab, wawancara, catatan lapangan, 19
Oktober 2018 86
Warga Cempaka Putih, Berly, wawancara, catatan lapangan, 20 September 2018
49
Schramm yang menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya akan efektif
apabila masing-masing anggota budaya menghormati dan memberikan hak
budaya lain.
Ketujuh, masyarakat yang antusias dan siap untuk menerima informasi
maupun pesan-pesan yang disampaikan oleh aparatur kecamatan Jelutung
bahkan masyarakat selalu menunggu kedatangan aparatur untuk menerima
nasehat-nasehat nya bila aparatur kecamatan yang tak kunjung hadir
didesanya.
Kedelapan, masyarakat yang selalu aktif untuk mencari informasi
tentang program-program yang diperuntukan untuk desa, bahkan masyarakat
atau aparat desa tidak ada rasa segan-segan mengunjungi aparatur kecamatan
Jelutung di kantor maupun dirumahnya.
Kesembilan, Sikap menghargai masyarakat kepada seorang aparatur
kecamatan sangat tinggi, kedatangan seorang aparatur selalu disambut dengan
baik oleh masyarakat, mengingat mereka memang sangat membutuhkan
bimbingan dari seorang aparatur kecamatan Jelutung dalam meningkatkan
kerukunan antar masyarakat Islam yang ada di kecamatan Jelutung khususnya
di Desa Cempaka Putih.
Kesepuluh, Masyarakat yang mudah untuk diajak bermusyawarah
untuk mufakat dalam menyelesaikan segala permasalahan ataupun
perselisihan yang terjadi pada masyarakat desa satu dan desa yang lainnya.
Hal ini cara yang sangat efektif bagi aparatur dalam upaya meningkatkan
kerukunan masyarakat Islam desa yang satu dengan desa yang lainnya yang
sedang mengalami perselisihan.87
Kesebelas, adanya berbagai macam kelembagaan yang di bentuk
masyarakat maupun oleh aparatur kecamtan Jelutung, seperti halnya,
pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu, risma, gapoktan, pemuda atau karang
taruna dan yang lainya. Kemudian kelembagaan masyarakat tersebut selalu
aktif mengadakan kegiatan-kegiatan sehingga memudahkan aparatur
kecamatan Jelutung untuk berkunjung dan melakukan komunikasi terhadap
87
Warga Cempaka Putih, Ibu Rosmayar, wawancara, catatan lapangan, 21 September 2018
50
masyarakat untuk menampung aspirasi atau keluhan permasalahan yang ada
pada masyarakat.88
2. Faktor Penghambat Komunikasi Antar Budaya di Cempaka Putih
Ada faktor pendukung dalam sebuah proses komunikasi, berarti ada
pula faktor yang menjadi penghambat dalam berkomunikasi antara etnis yang
berbeda. Adapun faktor penghambatnya adalah sebagai berikut:
Pertama, bahasa. Komunikasi merupakan keterampilan paling penting
dalam hidup setiap manusia. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang
bergantung. Manusia adalah mahluk sosial sehingga tidak bisa hidup secara
mandiri dan pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang
terjadi dalam kehidupannya. Namun, tak sekedar komunikasi saja yang
dibutuhkan, tetapi pemahaman atas pesan yang disampaikan oleh
komunikator. Jika tidak, maka komunikasi yang baik dan efektif tidak dapat
tercipta.
Bahasa disamping sebagai faktor pendukung dalam komunikasi
antarbudaya, juga menjadi faktor penghambat dalam proses komunikasi yang
berlangsung antara etnis. Kesulitan dalam menggunakan bahasa yang dapat
dimengerti oleh lawan bicara ini dapat mengakibatkan misalnya, lebih banyak
kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar
kemungkinan salah paham dan makin banyak salah persepsi. Bahasa juga
menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi antarbudaya bagi
pelaku komunikasi.89
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin
perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat
nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin
besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Hambatan
bahasa menjadi penghalang utama karena bahasa merupakan sarana utama
88
Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi, Drs. H. Asnawi, AB, MM., wawancara catatan
lapangan, 23 September 2018 89
Ketua FKUB Kota Jambi, Drs. H. Husin Abd. Wahab, wawancara, catatan lapangan, 26
September 2018
51
terjadinya komunikasi. Gagasan, pikiran, dan perasaan dapat diketahui
maksudnya ketika disampaikan lewat bahasa.90
Pada umumnya komunikasi yang terjadi antara etnis ini menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, namun sebagian
orang khususnya warga etnis Jawa yang telah lanjut usia tidak dapat
menggunakan bahasa Indonesia secara lancar. Sehingga hal tersebut menjadi
kendala ketika berkomunikasi dengan masyarakat etnis lainnya. Hambatan
bahasa yang terjadi dalam proses komunikasi tersebut tidak sampai
menimbulkan konflik, hanya saja terkadang salah dalam memahami maksud
pesan.
Kedua, kesibukan aparatur kecamamatan maupun tingkat desa yang
mempunyai padatnya agenda sehingga mengurangi waktu kunjungan dan
waktu bertemu dengan masyarakat dan aparat desa untuk melakukan tukar
informasi secara langsung.
Ketiga, Masyarakat antar agama di Kecamatan Jelutung dan Desa
Cempaka Putih pada khususnya yang mempunyai latar belakang budaya
berbeda-beda membuat aparatur Keluruhan Cempaka Putih kesulitan dalam
melakukan komunikasi terhadap masyarakat, karena tehknik komunikasi yang
digunakan RT satu dengan RT yang lainnya selalu berbeda.91
Keempat, beragamnya bahasa yang digunakan masyarakat membuat
aparatur kesulitan dalam melakukan komunikasi karena aparatur harus
beradaptasi sedikit-sedikit mengenai tata bahasa masing-masing suku agar
emosional aparatur sebagai seorang komunikator lebih dekat dengan
masyarakat. Dan agar tidak adanya kesalahpahaman bahasa atau makna
mengingat tidak sedikit dari masyarakat yang tidak paham bahasa Indonesia.
Kelima, sikap masyarakat yang malas untuk menghadiri kegiatan-
kegiatan yang sudah digagas oleh aparatur pemerintah Kelurahan Cempaka
Putih, sehingga pesan-pesan yang disampaikan oleh aparatur kecamatan
Jelutung tidak sampai kesemua masyarakat.
90
Warga Cempaka Putih, Hasan, wawancara catatan lapangan, 19 Oktober 2018 91
Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi, Drs. H. Asnawi AB, MM, wawancara, catatan lapangan,
20 Oktober 2018
52
Beberapa faktor pendukung dan penghambat tersebutlah yang terjadi pada
proses komunikasi antarbudaya masyarakat etnis Jawa dan Minang selama ini.
Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat ini semakin disadari oleh
keduanya. Hambatan saat proses komunikasi antara keduanya semakin menipis
seiring berjalannya waktu. Hasil akhirnya adalah bahwa sejauh ini proses
komunikasi antara kedua etnis ini sudah bisa mencapai pengertian bersama.
Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam perilaku
komunkasi pun dapat dijadikan alat untuk mencapai suatu pengertian bersama,
yang berujung pada sikap toleransi antar keduanya. Pengertian bersama yang
dimaksud disini adalah ketika keduanya dapat memperkecil konflik yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadikan komunikasi sebagai alat untuk
menyatukan mereka dan pendapat- pendapatnya agar tercapainya suatu tujuan
bersama. Pengertian bersama merupakan hasil yang ideal dalam sebuah proses
komunikasi. Idealnya sebuah hubungan sosial dalam sebuah masyarakat haruslah
saling mengahargai dan menghormati sesama. Hubungan sosial yang baik dapat
menciptakan kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, tanpa adanya
konflik yang berarti diantara kedua budaya yang bertemu.92
Komunikasi yang efektif, baik itu komunikasi personal maupun
komunikasi kelompok adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai
dengan tujuan utama yang hendak dicapai. Dari proses komunikasi antarbudaya
aparatur Kelurahan Cempaka Putih tujuan yang hendak dicapai ialah untuk
memberikan bimbingan kepada masyarakat mengenai kerukunan dalam
menghadapi kehidupan bermsyarakat dengan masayarakat yang berbeda
kebudayaannya.
Adapun hasil analisa peneliti di lapangan, bahwa warga Kelurahan
Cempaka Putih dapat berkomunikasi dengan baik dan benar sehingga sampai ke
maksud yang di tentukan, seperti halnya di katakan oleh Mustika selaku Ketua
RT. 09.
[D]isini warganya menyatu walau banyak perbedaan agama dan budaya.
Bahasa yang sering digunakan adalah bahasa daerah Jambi. Dan jika ada
92
Observasi tanggal 20 Oktober 2018
53
arahan dari pihak kelurahan kami bersama-sama menanggapinya, seperti
ajakan untuk gotong royong, saya bersama warga RT. 09 ikut
berpartisipasi.93
Hal ini di akui oleh Hj. Bainar (Suku Minang-Pariaman).
[U]mur nenek ni sudah tua 81 tahun. Saya tinggal di sini sudah 30 tahun,
dan tidak pernah terjadi masalah dengan tetangga, kami bagaikan adek-
beradek termasuk dengan non-muslim, ketika kita ada acara mereka datang
atas dasar undangan, begitupun ketika berduka, mereka segera mendatangi
rumah duka.
Adapun rasa kekeluargaan ini juga dirasakan oleh salah satu warga
beragama Konghucu, Ibu Surniati (nama tionghoanya, Asui) RT.09, umur 72
Tahun, yang telah 50 tahun di Cempaka Putih
[S]aya lahir di Bajubang, agama saya Konghucu dann nudaya saya
Tionghoa. Kami di sini akur, membaur, dan saling membantu apalagi
ketika ada acara, saya pun ikut bantu masak. Anak saya 7 orang, 3 orang
Beragama Muslim, 1 Orang Beragama Kristen, dan 2 orang Beragama
Buddha, tapi kami di keluarga tidak pernah bermasalah, menajalani
kehidupan sesuai Agama dan keyakinan masing-masing, dan kami pun
menggunakan bahasa Daerah Jambi baik dengan keluarga maupun
tetangga. Kami di sini berkeluarga, saling tolong menolong, dan kami
mengikuti pengajian ini rutin. Kami bangga dan bersyukur bertetangga
dengan berbeda-beda agama dan budaya.94
Salah satu Pasangan Suami Istri warga RT. 02 Kelurahan Cempaka Putih
Kecamatan Jelutung Kota Jambi, Bapak H. Abdul Muis (77 Th) dan Ibu
Rosmayar (67 Th) Beliau menyebutkan,
[D]i sekitar tempat tinggal kami terdapat 14 keluarga yang merupakan
Persatuan Ikatan Keluarga Kecamatan Matur (IKKM) Kabupaten Bukit Tinggi
Provinsi Sumatera Barat, tapi saya keturunan Bonjol, yakni salah satu Pahlawan
Indonesia Imam Bonjol yang berasal dari Bonjol dan daerah tersebut di lewati
oleh Jalur Khatulistiwa. Kehidupan di sekitar, merasa aman, nyaman dan tentram
selama 46 tahun.95
93
Observasi tanggal 02 November 2018 94
Warga Cempaka Putih, Asui, wawancara, catatan lapangan, 02 November 2018 95
Observasi tanggal 12 September 2018
54
Mengenai perbedaan agama juga dibenarkan oleh Hendra, salah satu
pengurus Vihara tersebut menjelaskan mengenai salah satu kegiatan Umat
Buddha.
[K]athina Puja ini merupakan salah satu Perayaan Hari Besar Umat Buddha
yang dilaksanakan sekali dalam setahun sama halnya dengan Hari Besar
lainnya seperti Maga Puja, Hasada, dan Waisak. Kathina Puja ini
maksudnya ialah Hari Penyerahan Jubah kepada bhikkhu-bhikku setelah
menjalani pengasingan diri selama 3 bulan. Kegiatan ini di awali dengan
pindah pata, yakni berkeliling menemui masyarakat sekitar vihara yang
nantinya masyarakat tersebut akan bersedekah untuk para bikkhu,
dilanjutkan dengan bikkhu berbibadah bersama umat Buddha di Vihara dan
di akhiri dengan makan bersama. Dan yang menariknya di sini ialah,
kegiatan makan bersama juga di hadiri oleh masyarakat sekitar (muslim dan
non muslim) vihara yang terdapat di Kelurahan Cempaka Putih, dan
makanan tersebut di sediakan dengan menu yang halal.96
Pihak Kelurahan Cempaka Putih juga memberikan keterangan mengenai
warganya, yakni penyampaian dari Kasi Pemerintahan dan Umum Kelurahan
Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi, Fenti Lestari S. E.
[K]elurahan Cempaka Putih ini budaya masyakatnya heterogen, seperti
Suku Jawa jika dipersentasikan bisa mencapai 60% dari jumlah penduduk,
terdapat di RT. 03, RT. 04, RT. 05, RT. 08, RT. 10, RT. 23, RT. 24, RT. 25, dan
RT. 26, sedangkan 20% dari jumlah penduduk yakni budaya China Keturunan,
dan 20% sisanya adalah masyarakat yang terdiri dari budaya Melayu, Minang,
Bugis, Banjar, Sunda, dan Flores. Salah satu Program di Kelurahan Cempaka
Putih ini ialah diadakannya Perkumpulan Antar Etnis, minimal 6 bulan sekali.
Tujuan dari perkumpulan ini ialah menjaga silaturrahim, saling bertukar pikiran,
dan menjunjung solidaritas agar terciptanya kelurahan yang aman, sejahtera, dan
bersikap toleransi. Di lain hal, seperti kegiatan olahraga Bola Volly masih aktif di
sini, dan gotong royong dilaksanakan 1 bulan sekali.97
Pemerintah Kota Jambi menyatakan perihal Kelurahan Cempaka Putih,
oleh Bapak Drs. H. Lukman Hakim, sebagai Kasi Bimbingan Masyarakat Islam di
Kemenag Kota Jambi.
[U]ntuk di Kota Jambi sendiri tidak pernah ada konflik besar antar umat
beragama, hanya saja ada permasalahan mengenai izin mendirikan rumah
96
Pengurus Vihara Mahacetya Oenang Hermawan, Hendra, wawancara, catatan lapangan, 28
Oktober 2018 97
Kasi Pemerintahan dan Umum Kelurahan Cempaka Putih, Fenti Lestari, wawancara,
catatan lapangan, 18 Agustus 2018.
55
ibadah, karena kebiasaan masyarakat ini ialah mendirikan dulu baru
mengajukan perizinan, sedangkan untuk mendirikan rumah ibadah itu
salah satu syarat ialah penggunanya minimal 90 orang pada warga sekitar,
dan harus diizinkan oleh masyarakat sekitar minimal 60 orang. Terkhusus
di Kecamatan Jelutung atau di Kelurahan Cempaka Putih tepatnya, tidak
pernah terjadi hal seperti ini dan pihak Kemenag Kota Jambi pun tidak
pernah menerima laporan mengenai konflik antar agama di sana.
Pemerintah Kota Jambi memiliki program pawai budaya yang di ikuti oleh
masyarakat Kota Jambi dari berbagai Suku, Ras, Agama dan Budaya agar
terciptanya masyarakat yang toleransi, solid dan harmonis.98
Hal tersebut juga di benarkan oleh Fatahuddin, S. Ag., M. Fil. I selaku
Kepala KUA Kecamatan Jelutung
[D]i Kecamatan Jelutung ini ada 7 Kelurahan, namun Kelurahan Cempaka
Putih ini saya katakan sangat unik, karena terdapat suku yang beragam,
rumah ibadahnya juga ada Masjid, Vihara, Klenteng, dan di sana juga ada
Sekolah Kristen Bina Kasih. Sampai saat ini saya tidak ada menerima
laporan bahwa adanya terjadi konflik antar agama dan budaya.
Kepala FKUB Kota Jambi, Dr. Husin Abdul Wahab, Lc. juga
mengomentari perihal kerukunan umat beragama.
[S]elama ini mengenai umat antar agama dan budaya tidak pernah terjadi
konflik, hanya saja terkadang mengenai perizinan rumah ibadah masih
kurang di pahami oleh umat beragama. Dalam Peraturan Pemerintah
Bersama Mentri 98 Tahun 2006 Tentang Kerukunan Umat Beragama telah
di jelaskan mengenai segala macam bentuk mengenai umat beragama,
sehingga tujuannya tercipta masyarakat Indonesia yang saling menghargai
satu sama lain, tidak terjadi permusuhan, serta menghormati agama yang
di anut orang lain. Jangan mudah tersinggung dengan adanya berbeda
agama, semua berhak menjalani kehidupan sesuai agama, keyakinan, dan
budaya masing-masing, selagi ajaran dan budaya tesebut tidak
bertentangan dengan agama, Pancasila dan UUD yang berlaku di
Indonesia.99
Kepala FKUB mengungkapkan bahwasanya beliau pernah di undang
untuk buka bersama di Klenteng Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung
Kota Jambi, namun beliau tidak berkenan hadir karena mengenai agama harus
98
Kasi Bimas Kemenag Kota Jambi, H. Lukman Hakim, wawancara, catatan lapangan,
Oktober 2018 99
Ketua FKUB Kota Jambi, Drs. H. Husin Abd. Wahab, wawancara, catatan lapagan, 19
Oktober 2018
56
berprinsip pada “ Lakum dinukum waliyadiin” yang artinya Bagimu agamamu,
bagiku agamaku.
Drs. H. Asnawi AB, MM selaku Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi.
Menyebutkan,
[A]dat yang masih kental di Jambi ini ialah adat perkawinan, karena
mengenai hukum adat sendiri di gunakan ketika akhir dalam penyelesain
konflik, seperti orang mati terbunuh, kecelakaan dan lain sebagainya itu
setelah di proses melalui jalur hukum negara, juga di selesaikan dengan
hukum adat yang berlaku di Jambi. Karena istilah adat mengatakan “adat
bersendi syara‟, syara‟ bersendi kitabullah” dan “dimano bumi di pijak di
situ langit di junjung” ini selalu di gunakan dalam budaya Jambi sehingga
adat dapat sebagai pembatas diri untuk menjadi warga Indonesia yang
berakhlaq, bermoral, dan ber prikemanusiaan. Semua hal ini di dasari oleh
4 Pilar yakni : Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, UUD NRI
1945 sebagai Konstitusi Negara serta Ketetapan MPR, NKRI sebagai
Bentuk Negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara.
Khususnya di Kelurahan Cempaka Putih memiliki ciri khas yakni
masyarakat yang beragama dan berbudaya yang heterogen, rumah ibadah
yang beragam, dan masyarakat yang menjunjung Bhinneka Tunggal Ika100
Penulis menggambarkan bahwasanya di Kelurahan Cempaka Putih
Kecamatan Jelutung Kota Jambi ini masyarakatnya rukun, tenang, dan saling
toleransi, hal ini disebabkan adanya komunikasi antarpersonal yang efektif serta
menegakkan rasa kekeluargaan, saling membutuhkan, dan tidak merasa ada
perbedaan dalam segi hak hidup. Namun di sisi lain, tentunya masih terdapat
minoritas masyarakat yang dikatakan individualis atau kurang bersosialisasi
dengan warga sekitar. Hal ini ada beberapa faktor yang menyebabkannya antara
lain tidak adanya rasa percaya diri, memiliki kesibukan di dunia pekerjaan, dan
bahkan bisa jadi disebabkan karena watak seseorang yang tidak peduli terhadap
sesama, tentu itu bisa saja terjadi namun hanya di masyarakat minoritas di
Kelurahan Cempaka Putih.
100
Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi, Asnawi AB, MM., wawancara, catatan lapangan, 01
November 2018
57
Walau demikian, salayaknya selaku warga negara yang baik haruslah
mampu menaati aturan negara tanpa melewati batas hukum agama, dengan
menerapkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya Berbeda-beda
Tetapi Tetap Satu jua, dan juga berkenaan dengan ayat Al-Qur‟an Surah Al-
Kafirun yang artinya Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi Komunikasi
Antabudaya (Studi Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi)
maka dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut:
4. Bentuk-bentuk budaya pada masyarakat Kelurahan Cempaka Putih
Kecamatan Jelutung, Kota Jambi antara lain adalah: Terdapat budaya yang
heterogen yakni, budaya Melayu, Minang, Jawa, Sunda, Bugis, Ambon,
dan Tionghoa dengan menggunakan bentuk komunikasi sirkular, bentuk
komunikasi antar kelompok; yang terbagi kepada komunikasi kelompok
kecil dan besar, komunikasi bentuk keluarga multi etnis, bentuk
komunikasi linear, dan bentuk komunikasi personal.
5. Adapun proses komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung Kota Jambi adalah: akulturasi
budaya. Proses akulturasi pada keluarga beda budaya yaitu memahami
sikap, karakter dan bahasa yang dibawa oleh masing-masing budaya.
Masyarakat di Kelurahan Cempaka Putih dengan seiringnya waktu di
tengah banyaknya perbedaan budaya, mereka menjunjung tinggi
semboyan Indonesia yakni Bhinneka Tunggal Ika.
6. Adapun penerapan komunikasi antarbudaya pada masyarakat Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi dimulai daripada
lingkungan keluarga. Perbedaan suku biasanya membawa pada perbedaan
bahasa, sehingga ada istilah yang tidak diketahui lawan bicara dan ada
juga yang sama namun berbeda makna. Jika keduanya tidak saling
memahami dan tidak bisa mengomunikasikannya dengan baik, maka
kesalahpaham akan terjadi. Selanjutnya terhadap lingkungan tempat
tinggal, di Kelurahan Cempaka Putih ini terdapat masyarakat yang saling
membutuhkan satu sama lain, saling tolong menolong, dan merasa
58
59
menjadi keluarga sendiri. Hal ini tentu disebabkan oleh adanya
komunikasi antarbudaya yang efektif.
B. Implikasi Penelitian
Setelah menarik kesimpulan, melalui penelitian ini implikasi penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Untuk masyarakat Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota
Jambi. Melalui tulisan ini penulis akan memberikan saran kepada
masyarakat agar tetap berkomunikasi dengan baik dan benar sehingga
tidak terjadi hal yang tidak di inginkan seperti kesalahpahaman atas
maksud ucapan yang barangkali berbeda bahasa, makna, maupun gaya
bahasa, sehingga tercipat masyarakat yang harmonis, toleransi, dan
saling menghargai di tengah perbedaan budaya.
2. Untuk UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Selalu meningkatkan
kinerja dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya agar kampus
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi lebih baik, berkualitas, dan kreatif.
3. Untuk Fakultas Dakwah. Kepada seluruh karyawan/i diharapkan dapat
bekerjasama dengan baik dan meningkatkan kedisiplinan sehingga
sistem kerja berjalan sesuai prosedur dan tidak terhambat.
4. Untuk Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Penulis mengharapkan
agar tenaga pengajar lebih berkompeten di bidangnya masing-masing,
sehingga mahasiswa/i dapat mengeksplor ilmu dan pengetahuannya ke
arah yang lebih baik dan menyeluruh.
Selanjutnya penulis juga menyampaikan, bahwa penelitian ini tidak
sepenuhnya mengungkap ketidakpastian atau kecemasan dalam komunikasi antar
budaya karena hanya melibatkan atau meneliti sebagian masyarakat di Kelurahan
Cempaka Putih saja. Bagi penelitian selanjutnya, penggunaan teori dalam
penelitian ini sangat baik digunakan dalam meninjau aspek lainnya yang belum
tersentuh dalam penelitian ini secara lebih luas.
60
C. Kata Penutup
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam karena atas petunjuk dan
Ridha-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala usaha yang
maksimal, walaupun terdapat beberapa rintangan dan hambatan yang dihadapi
tetapi kesemuanya itu penulis anggap sebagai tantangan dalam meraih ilmu dan
kesuksesan. Dalam hal ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnan dan mungkin terdapat beberapa kekeliruan yang penulis tidak sadari
sewaktu dalam penulisan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan saran dan kritik
yang konstruktif dari seluruh pembaca guna penyempurnaan skripsi ini di masa
yang akan datang.
Semoga apa yang dihasilkan oleh penulis pada hari ini bermanfaat bagi
penulis dan pembaca serta menjadi suatu ibadah dalam mensyukuri nikmat Allah
SWT. Akhir kata, peneliti tutup dengan ucapan shalawat dan salam serta pujian
bagi Rasulullah SAW.
61
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI. Semarang: Toha Putera,
1998.
Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2008
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: P21PTK, 2008
Basrowi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cpta, 2008
Budyatna, Muhammad dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi.
Jakarta: Kencana, 2011.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2005.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Kualitatif dan
Kuantitatif). Jakarta: Gaung Persada Press, 2008
Liliweri, Alo. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013.
Muktar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi, 2013
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Mulyana,Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: PT
RemajaRosdakarya, 2010.
Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persadam 2008
Saebeni, Beni Ahmad. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia, 2008
Samovar, Larry A.et. Al., Komunikasi Lintas Budaya Communication Between
Cultures. Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
62
Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2012.
Sugiyono. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2008
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010
Suhartono, Irawan. Metode Penelititian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009
Sulchan, Yasyin. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amanah, 1997.
Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Ushuluddin IAIN STS Jambi. Jambi: Fakultas Ushuluddin IAIN STS
Jambi, 2016.
Uchjana, Onong Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009
Utsman, Husaini dan Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
Bumi Aksara, 2009
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2008
B. Jurnal
Najwan, Johni. Konflik Antarbudaya dan Antar Etnis di Indonesia serta Alternatif
Penyelesaiannya Jambi: Jurnal Hukum Edisi Khusus, 2009.
C. Internet
Heri Rahmatsyah Putra, “Teori Komunikasi Antarbudaya”, diakses melalui alamat
http://herikomi.logspot.co.id/2016/08/teori-komunikasi-antarbudaya.html,
(diunduh tanggal 21 Mei 2018).
www.infodanpengertian.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-toleransi-menurut-
para-ahli.html, (diunduh tanggal 21 Mei 2018).
www.pengertianmenurutparaahli.com, (diaunduh tanggal 21 Mei 2018).
63
D. Wawancara
Kasi Bimas Islam Kemenag Kota Jambi, H. Lukman Hakim, wawancara, catatan
lapangan, 12 Oktober 2018
Kepala Kesbangpol Kota Jambi, Drs. H. Asnawi AB, MM, wawancara, catatan
lapangan, 09 September 2018
Kepala KUA Kemenag Kota Jambi, Fatahuddin, S, Ag., M. Fil. I, wawancara,
catatan lapangan, 04 Oktober 2018
Ketua FKUB Jambi, H. Husen Abd. Wahab, wawancara, catatan lapangan, 02
September 2018
Ketua RT 09 Kota Jambi, Ibu Maslika, wawancara, catatan lapangan, 10 Oktober
2018
Ketua RT 18 Cempaka Putih, Widiyanto, wawancara, catatan lapangan, 09
September 2018
Warga Cempaka Putih, Sayem, wawancara, catatan lapangan, 12 Oktober 2018
Warga Cempaka Putih, Abdul Muis, wawancara, catatan lapangan, 30 September
2018
Warga Cempaka Putih, Asui Alias Surniati, wawancara, catatan lapangan, 19
Oktober 2018
Warga Cempaka Putih, Berly, wawancara, catatan lapangan, 02 September 2018
Warga Cempaka Putih, Hj. Bainar, wawancara, catatan lapangan, 10 Oktober
2018
Warga Cempaka Putih, Hj. Siti Majmu‟, wawancara, catatan lapangan, 20
Oktober 2018
64
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Skripsi
“IMPLEMENTASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (Studi di Kelurahan
Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi)”
No Jenis Data Metode Sumber Data
1. Letak Geografis Kelurahan
Cempaka Putih
- Observasi
- Dokumentasi
- Wawancara
- Setting
- Dokumen Geografis
- Kepala Kelurahan
2. Sejarah Kelurahan Cempaka
Putih
- Wawancara
- Dokumentasi
- Kepala Kantor Lurah
- Dokumen Sejarah
Kelurahan Cempaka
Putih
3. Visi dan Misi Kelurahan
Cempaka Putih
- Dokumentasi
- Dokumen Visi dan
Misi Kelurahan
Cempaka Putih
4. Struktur Organisasi dan
Kepengurusan Kelurahan
Cempaka Putih
- Dokumentasi - Bagan Struktur
Organisasi dan
Kepengurusan
Kelurahan Cempaka
Putih
5. Sarana dan Prasarana
Kelurahan Cempaka Putih
- Observasi
- Dokumentasi
- Wawancara
- Keadaan Sarana dan
Prasarana.
- Dokumen Sarana dan
Prasarana
- Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat
Kelurahan Cempaka
Putih
65
6. Program Komunikasi
Antarbudaya
- Dokumentasi - Dokumen Program
Komunikasi
Antarbudaya
7. Metode dalam Implementasi
Komunikasi Antarbudaya
- Observasi
- Wawancara
- Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat
Kelurahan Cempaka
Putih
8. Implementasi Komunikasi
Antarbudaya
- Observasi
- Wawancara
- Dokumentasi
- Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat
Kelurahan Cempaka
Putih
A. Panduan Observasi
No. Jenis Data Objek Observasi
1. Letak Geografis Kelurahan
Cempaka Putih
- Keadaan Letak Geografis
2. Sarana dan Prasarana. - Sarana dan Prasarana yang
Tersedia di Kelurahan
Cempaka Putih,Seperti:
~Kelengkapan di Kelurahan
3. Metode dalam Implementasi
Komunikasi Antarbudaya
- Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih
4. Implementasi Komunikasi
Antarbudaya
- Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih
B. Panduan Dokumentasi
No. Jenis Data Data Dokumentasi
1. Historis dan Geografis Kelurahan
Cempaka Putih
- Data Dokumentasi Tentang
Historis dan Geografis.
2. Sejarah Kelurahan Cempaka Putih - Data Dokumentasi Tentang
66
Sejarah Kelurahan.
3. Visi dan Misi Kelurahan Cempaka
Putih
- Data Dokumentasi Tentang
Visi dan Misi
4. Struktur Organisasi dan
Kepengurusan Kelurahan Cempaka
Putih
- Bagan Struktur Organisasi dan
Kepengurusan Kelurahan
Cempaka Putih
5. Sarana dan Prasarana Kelurahan
Cempaka Putih
- Keadaan Sarana dan Prasarana.
- Dokumen Sarana dan Prasarana
- Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih
6. Program Komunikasi Antarbudaya - Dokumen Program Komunikasi
Antarbudaya
7. Implementasi Komunikasi
Antarbudaya
- Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih
C. Butir-Butir Wawancara
No. Jenis Data Sumber Data & Substansi
Wawancara
1. Letak Geografis Kelurahan
Cempaka Putih
- Kepala Kantor Lurah
- Bagaimana Letak Geografis
Kelurahan Cempaka Putih?
2. Sejarah Kelurahan Cempaka Putih - Kepala Kantor Lurah
- Bagaimana Sejarah Kelurahan
Cempaka Putih?
3. Sarana dan Prasarana Kelurahan
Cempaka Putih - Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat Kelurahan
Cempaka Putih
- Bagaimana Sarana dan
Prasarana Kelurahan Cempaka
67
Putih?
4. Metode dalam Implementasi
Komunikasi Antarbudaya - Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih
- Bagaimana Metode dalam
Implementasi Komunikasi
Antarbudaya?
- Apa Kendala ?
- Apa yang Harus di Tingkatkan
dan diperbaiki ?
5. Implementasi Komunikasi
Antarbudaya - Kepala Kantor Lurah
- Masyarakat Kelurahan Cempaka
Putih
- Bagaimanana Implementasi
Komunikasi Antarbudaya yang
dilakukan?
- Apa Dampak yang diperoleh?
- Apa Kritik dan Saran?
68
DAFTAR INFORMAN
NO NAMA RT SUKU PEKERJAAN
1. H. Abdul Muis 02 Minang Pensiunan
2. Abdul Somad 12 Melayu Pensiunan PNS
3. Drs. H. Asnawi, AB., MM - Minang
Kepala Adat Kota Jambi &
Kepala Kesbangpol Provinsi
Jambi
4. Dr. Bahrul Ulum 11 Bugis Dosen UIN STS Jambi &
Warga Cempaka Putih
5. Bainar 09 Minang IRT
6. Berly 23 Ambon Mahasiswa
7. Deki Irawan S. IP - Melayu Kepala Lurah Cempaka Putih
8. Fatahuddin S. Ag., M. Fil. I - Melayu Kepala KUA Jelutung
9. Fenti Lestari, ST - Melayu Staf Lurah Cempa Putih
10. Hasan - Tionghoa Pengurus Vihara
11. Hendra - Tionghoa Pengurus Vihara
12. DR. Husin Abdul Wahab Lc - Bugis Kepala FKUB Kota Jambi &
Dosen UIN STS Jambi
13. Drs. Lukman Hakim - Melayu Kasi Bimas Kemenag Kota
Jambi
14. Misnawati 11 Melayu IRT
15. Muslimah Faradiba 10 Melayu Mahasiswi
16. Mustika 09 Melayu Ketua RT. 09
17. Nitalya 08 Sunda IRT
18. Nurleni 08 Melayu IRT
19. Paraman 11 Jawa IRT
20. Rosmayar 02 Minang IRT
21. Sayem 26 Jawa IRT
22. Hj. Siti Majmu‟ 11 Bugis IRT
23. Suparni 08 Jawa IRT
24. Surniati (Asui) 09 Tionghoa IRT
25. Wahyuni 10 Melayu IRT & Anggota Persatuan Istri
Tentara (Persit)
26. Widiyanto 18 Melayu Ketua RT. 18
69
DOKUMENTASI FOTO
Kantor Lurah Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi
70
Penulis bersama Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi. Drs. H. Asnawi AB,
MM
Penulis Wawancara dengan Bapak Drs. H. Lukman Hakim, sebagai Kasi
Bimbingan Masyarakat Islam di Kemenag Kota Jambi.
71
Penulis Wawancara dengan Kepala FKUB Kota Jambi
Dr. Husin Abdul Wahab, Lc.
Penulis Wawancara dengan Bapak Fatahuddin, S. Ag., M. Fil. I selaku Kepala
KUA Kecamatan Jelutung
Penulis Wawancara dengan Lurah Cempaka Putih
72
Penulis sedang mengikuti pengajian di Masjid As-Sa‟adatain Kelurahan
Cempaka Putih Kecamatan Jelutung Kota Jambi bersama ibu-ibu warga
sekitar, yakni Ibu Hj. Siti Majmu‟ (Suku Bugis), Ibu Misnawati (Suku
Melayu-Jambi), Ibu Nitalya (Suku Sunda), Ibu Suparni (Keturunan Suku
Jawa-Kutoarjo), Ibu Nurleni (Suku Melayu-Jambi), Ibu Paraman (Suku
Minang-Pariaman).
Penulis bersama 6 Orang Bhikkhu dan pengurus Vihara Maha Cetya Oenang
Hermawan dalam kegiatan Kathina Puja.
73
Penulis bersama Ibu Mustika selaku Ketua RT. 09
Penulis Wawancara dengan Ibu Hj. Bainar (Suku Minang-Pariaman) RT. 09
74
Penulis bersama Ibu Sayem (Suku Jawa) RT.26
Penulis bersama Ibu Surniati (nama tionghoanya, Asui) RT.09
75
Penulis bersama Ibu Hj. Siti Majmu‟ (Suku Bugis), RT. 11 umur 69 Tahun.
Penulis bersama Saudara Berly (Keturunan Suku Ambon) RT. 23,
Umur. 26 Tahun.
76
Penulis bersama Bapak H. Abdul Muis (77 Th) dan Ibu Rosmayar (67 Th),
RT 02
Masjid As-Sa‟adatain RT. 11 Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Jelutung
Kota Jambi.
77
Klenteng Tua Te Kong letaknya antara Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan
Jelutung dengan Kelurahan Kampung Manggis Kecamatan Pasar Kota Jambi.
Vihara Maha Cetya Oenang Hermawan Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan
Jelutung Kota Jambi.
Jadwal Penelitian
Kegiatan Juni Juli Agustus September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penulisan Draf Proposal
2 Konsultasi dg Ka. Jur/Prodi dan
lainnya utk fokus penelitian
3 Revisi Draf Proposal
4 Proses Seminar Proposal
5 Revisi Draf Proposal setelah Seminar
6 Konsultasi dengan Pembimbing
7 Koleksi data
8 Analisa dan Penulisan Draf Awal
Skripsi
9 Draf Awal dibaca Pembimbing
10 Revisi Draf Awal
11 Draf dua dibaca pembimbing
12 Revisi Draf Dua
13 Draf Dua Revisi Dibaca Pembimbing
14 Penulisan Draf Akhir
15 Draf Akhir Dibaca Pembimbing
16 Ujian Munaqashah
17 Revisi Skripsi Setelah Ujian
Munaqashah
18 Mengikuti Wisuda
CURRICULUM VITAE
A. Informasi Diri
Nama : Bela Ardila
Tempat & Tanggal Lahir : Jambi, 23 April1998
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Jl. Kapten A. Hasan No. 109 RT. 21 RW. 07
Kelurahan Simpang IV Sipin Kecamatan
Telanaipura Jambi
B. Pendidikan
S1 UIN STS Jambi : 2015-Sekarang
SMA Islam Al-Falah Jambi : 2012-2015
SMP Islam Al-Falah Jambi : 2009-2012
SDN 66 Jambi : 2006-2012
TK Pertiwi II Jambi : 2005-2006
C. Karya Tulis : -
D. Penghargaan Akademis : -
E. Riwayat Organisasi :
1. Komandan Resimen Mahasiswa Batalyon 002 UIN STS Jambi Masa
Bakti 2018/2019
top related