ii. tinjauan pustaka a. padi varietas ciherangeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5751/3/bab ii.pdf ·...
Post on 27-Oct-2020
21 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Padi Varietas Ciherang
Padi merupakan tanaman pangan yang dimasukan ke dalam familia
Gramineae. Tanaman padi banyak dibudidayakan masyarakat karena buahnya
banyak di konsumsi sebagai bahan makanan pokok yaitu beras. Padi varietas
Ciherang merupakan hasil rakitan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Varietas
Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas padi IR64 dengan varietas/galur
lain. Varietas tersebut tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri, produktivitas
tinggi, mutu dan rasa nasi setara dengan varietas IR64 yang juga disukai petani
(Anonim, 2009). Deskripsi kandungan zat gizi tiap 100 gram beras Ciherang
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Zat gizi tiap 100 g beras Ciherang
Sumber: Anonim (2009)
Berdasarkan kandungan amilosa, beras dapat dikelompokkan menjadi beras
beramilosa rendah (beras ketan) (10-20%), beras beramilosa sedang (20-25%),
dan beras beramilosa tinggi (>25%) (Frei et al., 2003). Beras varietas Ciherang
memiliki kandungan amilosa sebesar 23,2% dan konsistensi gel 77,5 mm
termasuk beras beramilosa sedang. Beras beramilosa sedang umumnya
Parameter zat gizi Jumlah
Energi
Vitamin B1
Vitamin B2
Vitamin B3
Vitamin B6
Asam folat
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Protein
Lemak
Karbohidrat
401,9 kalori
0,30 mg
0,13 mg
0,56 mg
0,12 mg
29,9 µg
4,6 ppm
23 ppm
10,3%
0,72%
87,6%
5
mempunyai tekstur nasi pulen yang digemari oleh konsumen pada umumnya
(Damardjati, 1991). Beras varietas Ciherang selain mempunyai kandungan
amilosa sedang (23,2%) juga memiliki indeks glikemik yang rendah. Hasil
penelitian menunjukkan beras varietas Ciherang mempunyai nilai indeks
glikemik rendah yaitu 54,5 (Widowati et al., 2010).
B. Beras Pratanak
Beras pratanak atau biasa disebut parboiled rice, merupakan proses
pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan.
Widowati et al., (2009) menyebutkan bahwa pengolahan beras pratanak dimulai
pada saat bahan masih dalam bentuk gabah, umumnya gabah akan melalui tiga
tahapan proses yaitu perendaman (steeping), pengukusan (steaming) dan
pengeringan (drying). Setelah proses pengeringan, gabah selanjutnya digiling
hingga diperoleh beras pratanak. Diagram alir proses pembuatan beras pratanak
secara rinci disajikan pada Gambar 1.
Gariboldi (1984) menambahkan bahwa tujuan utama proses perendaman
adalah untuk melekatkan komponen nutrisi yang terdapat pada lapisan aleuron
terhadap butir beras akibat adanya proses gelatinisasi pati. Selama perendaman air
masuk ke dalam ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm, dimana sebagian
air tersebut nantinya akan diserap oleh sel-sel pati itu sendiri sampai pada tingkat
tertentu dan cukup untuk proses gelatinisasi. Lama perendaman tergantung pada
suhu air perendaman yang digunakan. Menurut Wimberly (1983), perendaman
pada suhu lingkungan (20-30oC) memerlukan waktu selama 36-48 jam, namun
6
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan beras pratanak (Nugroho, 2018)
Jika perendaman dilakukan pada suhu 60-65oC hanya memerlukan waktu selama
2-4 jam. Proses pengukusan dapat mengurangi keretakan/kerapuhan pada butir
beras yang terdapat sebelumnya di dalam gabah ketika dipanen, sehingga dengan
adanya proses ini akan meningkatkan mutu fisik beras yang dihasilkan (Ejebe et
al., 2015). Pada Tabel 2 dapat dilihat perbandingan komposisi kimia berbagai
jenis beras.
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimia Beberapa Jenis Beras (100 g)
Jenis Beras air
(g)
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat
(g)
Beras pecah kulit 13 335 7.4 1.9 76.2
Beras setengah giling 1 353 7.6 1.1 78.3
Beras giling 13 360 6.8 0.7 78.9
Beras parboiled 12 364 6.8 0.6 80.1
Sumber: Darmadjati (1988) dalam Akhyar (2009)
Gabah
Pencucian
Perendaman
Perebusan
Pendinginan
Gabah Pratanak basah
Pengeringan
Gabah Pratanak kering
Penggilingan
Beras Pratanak
7
Proses pratanak menyebabkan pengerasan lapisan aleuron yang mencegah
hilangnya nutrisi (protein, lemak, mineral, thiamin) pada saat penyosohan yang
menyebabkan derajat sosoh menurun. Hal ini disebabkan karena pada saat
pengukusan gabah terjadi proses pragelatinisasi yang menyebabkan bekatul
(aleuron) hampir seluruhnya berubah menjadi pasta dan mengeras pada bagian
endosperm sehingga bagian endosperm yang terkikis saat proses penyosohan akan
semakin sedikit (Haryadi, 2006). Peningkatan nilai gizi pada beras pratanak
disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan
nutrien lainnya dalam endosperm. Beras pratanak memiliki kandungan vitamin B
yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa serta kandungan minyak dan lemak
yang rendah dibandingkan dengan beras biasa sehingga beras pratanak lebih tahan
lama untuk disimpan (Nurhaeni, 1980).
Penambahan ekstrak kayu manis pada proses perendaman (parboiling)
diharapkan mampu memperbaiki aroma beras pratanak yang kurang disukai oleh
panelis. Menurut Anderson et al, (2004), komponen bioaktif dari kayu manis yaitu
doubly-linked procyanidin type-A polymers yang merupakan bagian dari
epicatechin/catechin yang selanjutnya disebut dengan methylhydroxychalcone
polymer (MHCP). MHCP adalah suatu polifenol (flavonoid) yang mempunyai
mekanisme kerja seperti insulin yaitu, meningkatkan ambilan glukosa,
mengaktivasi sintetis glikogen dan insulin reseptor kinase dan menghambat
defosforilasi reseptor insulin (Tjahjani et al., 2014). Ekstrak air kayu manis
mampu meningkatkan status antioksidan pasien yang menderita gejala diabetes
8
sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya diabetes dan komplikasinya
(Roussel et al., 2009).
Pemanasan dapat menyebabkan pati mengalami gelatinisasi. Proses ini
ditandai dengan terjadinya penggelembungan dan pelarutan pati yang tidak dapat
kembali ke bentuk semula (irreversible), dilanjutkan dengan kerusakan kristal
molekul pati oleh panas dan lebih banyak air yang masuk dan membasahi granula
(Juliano, 1985). Hidrasi pati yang diikuti dengan pemasakan pada suhu tinggi
serta adanya pendinginan akan menyebabkan terjadinya retrogradasi. Retrogradasi
merupakan perubahan yang terjadi pada pati tergelatinisasi yang didinginkan,
pada saat pendinginan akan terjadi rekristalisasi sepenuhnya yang bersifat dapat
balik (reversibel) pada amilopektin dan sebagian rekristalisasi bersifat tidak dapat
balik (irreversibel) pada amilosa (Septianingrum, 2016).
Proses pendinginan terhadap pati tergelatinisasi akan mengakibatkn
retrogradasi pati. Pati yang teretrogradasi berubah struktur kristal pati yang
mengarah pada terbentuknya kristal baru yang tidak larut. Gelatinisasi dan
retrogradasi dapat mempengaruhi kecernaan pati di dalam usus halus (Englyst and
Cumming, 1987). Frei et al., (2003) menambahkan bahwa retrogradasi pati beras
terjadi jika pati didinginnkan pada suhu 4℃ selama 24 jam. Pada suhu 4 oC
tingkat rekristalisasi pati beras mencapai titik tertinggi.
Pada pati teretrogradasi, rantai saling sejajar dan berikatan satu dengan yang
lain atau berikatan dengan komponen lain seperti protein (British Nutrition
Foundation, 1990). Pati ini bersifat tidak larut dan lebih sulit diserang oleh enzim
amilase. Dengan demikian, proses pencernaan berjalan secara lambat, sehingga
9
laju pengosongan perut berlangsung lambat. Hal ini menyebabkan suspensi
pangan lebih lambat mencapai usus kecil, sehingga penyerapan glukosa pada usus
kecil menjadi lambat sehingga pada akhirnya fluktuasi kadar glukosa darah pun
relatif kecil (Arif et al., 2013).
C. Kayu Manis
Kayu manis (Cinnammum sp) merupakan rempah-rempah yang paling
banyak dijumpai di Indonesia. Tanaman ini banyak dijumpai di Provinsi Sumatra
Barat, Jambi dan Bengkulu (Rismunandar dan Paimin, 2001). Salah satu jenis
kayu manis yang terdapat di Indonesia adalah Cinnamomum burmanii. Bagian
kayu manis yang dapat dimanfaatkan sebagai rempah-rempah adalah bagian
kulitnya.
Al-Dhubiab (2012) menyebutkan komponen kimia pada kayumanis adalah
alkohol sinamat, kumarin, asam sinamat, sinamaldehid, antosinin dan minyak
atsiri dengan kandungan gula, protein, lemak sederhana, pektin dan lainnya. Hasil
ekstraksi kulit batang Cinnamomum burmanii mengandung senyawa antioksidan
utama berupa polifenol (tanin, flavonoid) dan minyak atsiri golongan fenol. Tanin
mempunyai aktivitas hipoglikemik yaitu dengan meningkatkan glikogenesis.
Selain itu, tanin juga berfungsi sebagai astringent atau pengkhelat yang dapat
mengerutkan membran epitel usus halus sehingga mengurangi penyerapan sari
makanan dan sebagai akibatnya menghambat asupan gula dan laju peningkatan
gula darah tidak terlalu tinggi (Daliamartha, 2005).
Wang et al., (2009) dalam Hasan (2011) menyebutkan bahwa komponen
mayor minyak atsiri yang terkandung pada Cinnamomum burmanii adalah
10
transsinamaldehid (60,17%), eugenol (17,62%) dan kumarin (13,39%).
Identifikasi minyak atsiri batang C. burmannii dengan GC-MS dan LC-MS
menemukan adanya senyawa utama sinamaldehid dan beberapa polifenol
terutama proanthocyanidin dan epi-catechin (Shan B, 2007). Senyawa
sinamaldehid merupakan cairan berwarna kuning, mempunyai aroma khas,
memiliki rasa manis dan pedas, sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol dan
eter. Chen et al., (2014) menemukan diantara 4 spesies cinnamon yaitu C.
burmannii, C. verum, C. aromaticum, dan C. Loureiroi semua ekstraknya
memiliki manfaat kesehatan yang sama (Ervina et aI, 2016).
Senyawa kompleks yang terjadi antara pati dengan polifenol menyebabkan
sisi atau bagian pati yang secara normal dihidrolisis oleh enzim pencernaan
menjadi tidak dikenali. Semakin banyak ikatan pati dengan polifenol maka
semakin banyak sisi-sisi yang tidak dapat dikenali oleh enzim pencernaan,
sehingga kemampuan hidrolisis pati menurun. Akibatnya, daya cerna pati menjadi
rendah. Kecernaan pati yang rendah akan menghasilkan respon insulin yang
rendah juga sehingga dapat menekan kadar gula darah dalam tubuh.
D. Sifat Fisik dan Kimia Beras Pratanak
Sifat fisik beras antara lain sebagai berikut:
1. Warna
Warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang
diapancarkan, atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari
pengalaman indera pengelihatan. Secara obyektif atau fisik, warna dapat
diberikan oleh panajang gelombang. Beras giling yang diperoleh umumnya
11
berwarna putih karena telah terbebas dari bagian sekam yang berwarna coklat
(Koswara, 2009). Warna L*a*b* merupakan ruang warna yang didefinisikan
CIE (Commision Internationale de I’Exlairage) pada tahun 1967. Warna
L*a*b* memberikan pandangan serta makna dari setiap dimensi yang
dibentuk, yaitu besaran L* untuk mendeskripsikan kecerahan warna (nilai 0
sampai 100). Dimensi a* mendeskripsikan jenis warna hijau-merah (nilai -
120 hingga +120). Dimensi b* untuk jenis warna biru-kuning (nilai -120
hingga +120) (Yam dan Papadakis, 2004).
Perlakuan parboiling mengakibatkan perubahan warna gabah sehingga
menurunkan nilai lightness (derajat keputihan). Lightness dari beras pratanak
dipengaruhi terutama oleh suhu dan waktu pengukusan. Taghinezhad (2015)
melaporkan bahwa perendaman dengan suhu 65 oC mampu menurunkan
lightness beras pratanak dari 62,17-59,07 dan meningkatkan nilai color value
dari 18,08-19,50. Haryadi (1992) menambahkan bahwa beras yang dihasilkan
dari proses parboiling mempunyai warna yang kurang putih. Warna kurang
putih beras pratanak disebabkan oleh reaksi pencoklatan maillard non
enzimatis dan kondisi proses selama pemasakan menentukan intensitas
warna. Selain itu, warna pigmen dari sekam juga berkontribusi dengan cara
menyebar ke endosperm selama perendaman (Sareepuang, 2008). Penelitian
yang dilakukan oleh Permana (2014), menyatakan bahwa penambahan
ekstrak herbal mempengaruhi color value dan lightness beras pratanak yang
dihasilkan, semakin besar konsentrasi ekstrak herbal yang ditambahkan
semakin besar pula nilai color value atau semakin gelap beras pratanak yang
12
dihasilkan sedangkan nilai lightness yang diperoleh akan semakin berkurang
atau semakin gelap.
2. Tekstur
Tekstur adalah salah satu sifat bahan atau produk yang dapat dirasakan
melalui sentuhan kulit ataupun pencicipan. Tekstur merupakan salah satu sifat
kualitas yang mempengaruhi produk dan persepsi konsumen, tergantung pada
sifat fisiko-kimia dari sampel. Smewing (1999) menambahkan bahwa analisis
tekstur dapat dilakukan menggunakan alat textur analyzer yaitu untuk
mengetahui sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau
kekuatan suatu bahan terhadap tekanan. Prinsip dari analisis tekstur adalah
memberikan tekanan pada sampel dengan menggunakan berbagai tipe probe
(Szczesniak dan Kleyn, 1963). Tekstur pada bahan pangan sangat ditentukan
oleh kadar air, lemak dan jenis karbohidrat serta protein penyusunnya. Bahan
pangan yang memiliki kadar air rendah dan kadar pati tinggi memiliki tekstur
yang lebih keras.
Beras pratanak memiliki tekstur keras yang disebabkan oleh proses
parboiling itu sendiri. Faktor lain yang menyebabkan kekerasan pada beras
pratanak adalah kandungan pati dan amilosa (Haryadi, 1992). Wani et al.,
(2012) menambahkan bahwa pada beras dengan kadar amilosa tinggi, struktur
linier dengan ikatan hidrogen yang kuat menyebabkan granula pati sulit
tergelatinisasi.
Pancawati (2018) melaporkan bahwa nilai kekerasan pada beras pratanak
terfortifikasi kromiun dan magnesium berkisar antara 2197,00-4105,00 g,
13
kemampuan penyerapan air oleh beras yang semakin rendah menghasilkan
nilai tekstur yang lebih besar. Kekerasan pada nasi pratanak sebesar 227,50-
612,00 g, Nilai hardness nasi pratanak yang lebih rendah dibandingkan nilai
hardness beras pratanak dipengaruhi oleh kekuatan gel yang terbentuk oleh
molekul amilosa dan amilopektin pada tahap gelatinisasi.
Sifat kimia beras antara lain sebagai berikut:
1. Kadar air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Secara teori kadar air berat basah mempunyai batas maksimum
100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100
persen (Syarif dan Halid, 1993).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air
berat basah. Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami
pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada
proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya
diuapkan (Kusumah, dan Andarwulan, 1989).
Kadar air suatu bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan serta mutu dari bahan pangan tersebut. Semakin banyak kadar air
yang terkandung, maka umur simpannya semakin kecil. Suatu bahan pangan
yang memiliki kadar air tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan
khamir untuk berkembang biak yang mengakibatkan perubahan bahkan
14
penurunan mutu pada bahan pangan. Sehingga pengujian kadar air dalam
suatu bahan pangan dilakukan untuk memprediksi umur simpan dari bahan
pangan tersebut (Christian, 1980). Yulianto et al., (2012) menyatakan bahwa
beras parboiled terfortifikasi kromium tanpa penambahan ekstrak herbal
mempunyai kadar air sebesar 12,65%
2. Amilosa
Amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau
mengalami retrogradasi. Semakin banyak amilosa pada pati akan membatasi
pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin
tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya. Viskositas
pasta amilosa memiliki hubungan linear dengan konsentrasi. Pada selang
konsentrasi amilosa 0-0.6%, peningkatan konsentrasi amilosa akan
meningkatkan viskositasnya (Ulyarti 1997).
Sifat amilosa yang penting jika dibandingkan dengan amilopektin adalah
amilosa lebih mudah keluar dari granula dan memiliki kemampuan untuk
mudah berasosiasi dengan sesamanya. Seperti pada umumnya polimer linear,
amilosa mampu membentuk film dan serat (fibers) dengan kekuatan mekanik
yang tinggi sehingga memungkinkan untuk dipergunakan sebagai pelapis
makanan yang transparan sekaligus dapat dimakan (Ulyarti 1997).
Beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang basah
dan lengket setelah dimasak. Sedangkan beras dengan kadar amilosa
menengah akan menghasilkan nasi yang agak basah dan tidak menjadi keras
ketika dingin. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dalam beras akan
15
menentukan tekstur pera atau pulennya nasi, cepat atau tidaknya mengeras,
dan lengket atau tidaknya nasi. Semakin tinggi kadar amilosa pada beras,
maka nasi yang dihasilkan juga akan semakin keras dan pera. Namun
sebaliknya, semakin tinggi kadar amilopektin pada beras maka nasi yang
dihasilkan akan semakin pulen dan lengket (Astawan, 2009).
Kandungan amilosa sering digunakan untuk memprediksi tingkat
kecernaan pati, indeks glikemik respon glukosa darah dan respon insulin
terhadap beras. Beras yang memiliki kandungan amilosa tinggi cenderung
memiliki aktivitas hipoglikemik tinggi dan nilai IG rendah. Hasil penelitian
Denardin et al., (2012), yang menggunakan 3 jenis pakan dengan kadar
amilosa yang berbeda (TAH–treatment with high amylose content; TAI–
treatment with intermediate amylose content; TAL–treatment with low
amylose content) terhadap daya cerna yang diamati pada tikus menunjukkan
bahwa pakan yang diberikan dengan kandungan amilosa tinggi (TAH)
dicerna dengan lebih lambat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai apparent
starch digestibility (ASD) yang lebih rendah dibanding dengan TAI dan TAL.
Granula pati yang lebih banyak mengandung amilosa, mempunyai struktur
yang lebih kristalin yang disebabkan oleh intensifnya ikatan hidrogen.
Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu
amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami
retrogradasi yang bersifat sulit dicerna (Mayer, (1973):Widowati, (2009). Frei
et al., (2003) menjelaskan bahwa pada waktu beras mengalami proses
pemanasan (dimasak), akan terjadi pembentukan kompleks antara amilosa
16
dan lipid yang sulit untuk dapat diakses oleh enzimatik pencernaan sehingga
menghasilkan laju pencernaan yang lambat.
Pancawati (2018) melaporkan bahwa beras pratanak menghasilkan kadar
amilosa antara 20,98-23,59% yang menunjukkan bahwa beras pratanak
termasuk dalam beras berkadar amilosa sedang. Semakin tinggi kadar
amilosa, kekerasan dan elastisitas beras semakin rendah (Luna et al., 2015).
3. Pati
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan -glikosidik (Winarno, 2002). Pati beras tersusun
dari dua polimer karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1,4) dari unit glukosa dan pada
setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa, membentuk rantai lurus yang
umumnya dikatakan sebagai linier dari pati (Hee-Joung An, 2005).
Sedangkan amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α-
(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya.
Setiap cabang terdiri atas 25 - 30 unit D-glukosa . Selain perbedaan struktur,
panjang rantai polimer, dan jenis ikatannya, amilosa dan amilopektin
mempunyai perbedaan dalam hal penerimaan terhadap iodin. Amilosa akan
membentuk kompleks berwarna biru sedangkan amilopektin membentuk
kompleks berwarna ungu-coklat bila ditambah dengan iodine (Hee-Joung An,
2005).
Gugus-gugus hidroksil yang banyak pada struktur amilosa dan amilopektin
memungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen, namun dengan kekuatan ikatan
17
yang berbeda. Bentuk molekul amilosa yang linear dengan jumlah gugus
hidroksil yang banyak memungkinkannya untuk lebih mudah membentuk
ikatan hidrogen satu sama lain, sehingga ikatan hidrogen yang terbentuk
menjadi lebih kuat. Adanya ikatan hidrogen ini membentuk struktur heliks
pada amilosa. Karena molekul amilopektin memiliki ukuran yang besar
dengan struktur yang bercabang-cabang, maka ikatan hidrogen antara
molekul amilopektin lebih lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen antar
molekul amilosa (Liu 2005).
Perbandingan adanya komposisi kedua golongan pati ini berpengaruh
terhadap penentuan warna beras (transparan atau tidak) dan tekstur nasi
(lengket, lunak, keras, atau pera). Karakteristik dari amilosa dalam suatu
larutan adalah kecenderungan membentuk rantai yang sangat panjang dan
fleksibel yang selalu bergerak melingkar. Struktur ini mendasari terjadinya
interaksi iodamilosa membentuk warna biru. Dalam pengolahan masakan,
amilosa memberikan efek keras bagi pati. Struktur rantai amilosa cenderung
membentuk rantai yang linear (Hee-Young, 2005). Struktur kimia dari pati
dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut teori Harper (1981), mekanisme terjadinya gel dapat dibagi
menjadi tiga tahapan. Pertama, granula pati mulai berinteraksi dengan
molekul air dan dengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan
sebagian besar ikatan intermolekul pada kristal amilosa. Tahap kedua terjadi
18
a)
b)
Gambar 2. Struktur kimia a) amilosa dan b) amilopektin
pengembangan granula pati. Tahap akhir adalah mulai berdifusinya molekul-
molekul amilosa keluar dari granula sebagai akibat dari meningkatnya suhu
panas dan air yang berlebihan, hal ini menyebabkan granula mengembang
lebih lanjut. Konsistensi gel yang diukur dari viskositas pasta dingin dari pati
adalah indikator yang baik dalam menentukan tekstur nasi yang dihasilkan,
terutama untuk beras dengan kadar amilosa tinggi (Singh et al., 2009).
4. Gula total
Kadar gula total adalah kandungan gula keseluruhan dalam suatu bahan
pangan baik monosakarida maupun oligosakarida. Gula total merupakan
campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati.
Semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa berperan sebagai
agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi.
19
Gula pereduksi adalah gula berupa monosakarida dan disakarida yang
mempunyai gugus hidroksi bebas dan reaktif. Peningkatan kadar gula
pereduksi dipengaruhi oleh peningkatan jumlah amilosa rantai pendek yang
terbentuk sebagai akibat degradasi pati yang menyebabkan putusnya ikatan
linier α-1,4 glkosidik sehingga terukur sebagai gula pereduksi (Zaragoza et
al., 2010 dan Moongngarm, 2013).
Penentuan gula total dengan metode Nelson-Smogy didasarkan pada
absorbansi dengan panjang gelombang 540 nm yang berupa kompleks
berwarna yang terbentuk antara gula teroksidasi tembaga dan arsenomolibdat.
Banyaknya gula total yang terdapat dalam sampel ditentukan dengan kurva
baku menggunakan standar gula total (Rohman, 2013).
Metode Nelson-Smogy didasarkan pada reduksi ion Cu2+
menjadi ion Cu+
dengan adanya gula reduksi dan gula non reduksi. Ion Cu+
selanjutnya
mereduksi kompleks arsenomolibdat, yang disiapkan dengan mereaksikan
amonium molibdat [(NH4)6Mo7O24] dan natrium arsenat dalam asam sulfat.
Reduksi kompleks arsenomolibdat menghasilkan zat warna biru yang intens
dan stabil yang dapat diukur secara spektrofotometri (Rohman, 2013).
E. Hipotesis
Perbedaan suhu perendaman dan ekstrak herbal kayu manis yang digunakan
pada beras pratanak diduga mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia beras
pratanak.
top related