identifikasi sektor unnggulan di kota dumai provinsi riau tahun … · persentase komposisi...
Post on 07-Mar-2019
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU
TAHUN 2000-2010
OLEH
SISWINY MARITO OCTALYA Br. TAMBUNAN H14114017
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
SISWINY M.O.Br.TAMBUNAN. Identifikasi Sektor Unggulan di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010 (dibimbing oleh SRI MULATSIH).
Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah dengan penggunaan sumberdaya daerah. Agar kebijakan pembangunan ekonomi dapat mencapai hasil yang optimal maka identifikasi sektor unggulan menjadi kebutuhan dalam merangsang kegiatan ekonomi daerah.
Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota pemekaran yang ada di Provinsi Riau yang terbentuk pada tahun 1999. Pada tahun 2010 nilai PDRB per kapita Kota Dumai berada di bawah PDRB per kapita Provinsi Riau. Jika dilihat dari nilai PDRB Kota Dumai atas dasar harga konstan, Kota Dumai berada di posisi kedua terendah setelah Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk tahun 2009. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor unggulan di Kota Dumai serta menganalisis daya saing sektor unggulan tersebut. Dengan mengetahui sektor unggulan diharapkan penyusunan perencanaan pembangunan yang lebih terarah sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quation (LQ) yang digunakan untuk mengetahui sektor basis, analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang digunakan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan setiap sektor dengan pertumbuhan PDRB-nya dan analisis Indeks Komposit yang digunakan sebagai penentu sektor unggulan. Cakupan wilayah dalam penelitian ini adalah Kota Dumai dengan periode waktu tahun 2000 hingga 2010.
Penelitian ini menggunakan tiga indikator dalam penentuan sektor unggulan yaitu nilai LQ, nilai Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh melalui analisis MRP serta nilai kontribusi PDRB. Tiga indikator ini diberi indeks dengan interval nilai 1-5. Setelah indeks masing-masing indikator diperoleh, dilakukan analisis indeks komposit dimana sektor unggulan merupakan sektor dengan indeks komposit terbesar.
Indeks LQ tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (sektor basis) adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Selain itu subsektor yang memiliki keunggulan komparatif adalah subsektor pengangkutan. Hasil analisis MRP dari komponen indeks RPs menghasilkan sektor jasa-jasa sebagai sektor potensial Kota Dumai yang dilihat dari sisi pertumbuhannya dan subsektor bank menjadi subsektor potensial. Indeks kontribusi PDRB menyimpulkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor dengan indeks tertinggi. Subsektor dengan indeks tertinggi adalah subsektor perdagangan besar dan eceran. Dengan menggunakan metode indeks komposit, dari ketiga indikator dapat disimpulkan bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi dengan subsektor pengangkutan merupakan subsektor unggulan Kota Dumai.
Kondisi yang mempengaruhi daya saing subsektor pengangkutan khususnya angkutan laut Kota Dumai dengan menggunakan pendekatan Porter’s Diamond menunjukkan kondisi yang berdaya saing. Faktor yang menjadi keunggulan subsektor pengangkutan khususnya angkutan laut Kota Dumai adalah sumberdaya manusia, infrastruktur fisik, letak wilayah, permintaan domestik dan dari luar daerah, strategi perusahaan, kawasan industri beserta fasilitasnya, peran pemerintah dan peran kesempatan. Kelemahan subsektor pengangkutan Kota Dumai adalah struktur persaingan.
IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU
TAHUN 2000-2010
Oleh
SISWINY MARITO OCTALYA Br. TAMBUNAN
H14114017
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul : IDENTIFIKASI SEKTOR UNNGGULAN DI KOTA
DUMAI PROVINSI RIAU TAHUN 2000-2010
Nama : Siswiny Marito Octalya Br.Tambunan
NIM : H14114017
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr NIP. 19640529 198903 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, November 2011
Siswiny Marito Octalya Br. Tambunan H14114017
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siswiny Marito Octalya Br.Tambunan lahir pada tanggal
9 Oktober 1982 di Pekanbaru, Provinsi Riau. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara, dari pasangan B.Tambunan dan A.Sirait. Penulis menamatkan
pendidikan Sekolah Dasar pada SD Santa Maria Pekanbaru pada tahun 1995,
kemudian melanjutkan ke SMP Santa Maria Pekanbaru dan lulus pada tahun
1998. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2001 penulis menamatkan
pendidikan menengah di SMU Negeri 8 Pekanbaru.
Pada tahun 2006 penulis menamatkan pendidikan Diploma IV di Sekolah
Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta jurusan Statistik Ekonomi dengan gelar
Sarjana Sains Terapan (SST) dan langsung ditempatkan untuk bekerja pada kantor
Badan Pusat Statistik Kota Dumai Provinsi Riau. Pada saat ini penulis sedang
menjalani Program Pra-S2 (Matrikulasi/ Alih Jenjang S1) sebagai salah satu
syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut
Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan judul ”Identifikasi Sektor Unggulan di Kota
Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ekonomi, Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Sri
Mulatsih yang telah memberikan bimbingan baik teknis maupun non teknis dalam
proses penyusunan skripsi ini dan Dr. Alla Asmara selaku penguji utama.
Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada teman-teman BPS Pusat, BPS
Provinsi Riau, maupun BPS Kota Dumai yang telah banyak membantu dengan
penyediaan data.
Ucapan terimakasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya juga
penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah
memberikan motivasi juga kepada kakak, adik dan sahabat, teman-teman yang
sudah penulis anggap sebagai keluarga. Semoga karya ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Bogor, November 2011
Siswiny Marito Octalya Br.Tambunan H14114017
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 8
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
1.5. Ruang Lingkup ............................................................................ 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10
2.1. Teori Pembangunan Ekonomi .................................................... 10
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ...................................................... 12
2.3. Teori Basis Ekonomi ................................................................... 13
2.4. Definisi Sektor Unggulan ............................................................. 17
2.5. Analisis Porter’s Diamond .......................................................... 18
2.6. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 19
2.7. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 21
III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 22
3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 22
3.2. Metode Analisis ........................................................................... 22
3.2.1 Analisis Deskriptif ........................................................... 23
3.2.2 Analisis Sektor Unggulan ................................................ 23
3.2.3 Analisis Porter’s Diamond .............................................. 27
3.3. Definisi Operasional Variabel .................................................... 27
IV. GAMBARAN UMUM .......................................................................... 30
4.1. Kondisi Geografis ........................................................................ 30
4.2. Kondisi Kependudukan .............................................................. 31
4.3. Struktur Ekonomi ....................................................................... 34
4.4. Pertumbuhan Ekonomi ................................................................ 36
4.5. Kondisi Ketenagakerjaan ............................................................ 38
4.5.1. Distribusi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor .... 38
4.5.2. Indikator Ketenaga Kerjaan ............................................ 39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 41
5.1. Indikator Sektor Unggulan .......................................................... 41
5.1.1. Analisis Location Quetiont (LQ) ...................................... 41
5.1.2. Analisis MRP .................................................................. 44
5.1.3. Indeks Kontribusi PDRB ................................................. 46
5.2. Sektor Unggulan Berdasarkan Indeks Komposit ....................... 48
5.3. Analisis Porter’s Diamond ......................................................... 50
5.3.1. Kondisi Faktor .................................................................. 51
5.3.2. Kondisi Permintaan ......................................................... 52
5.3.3. Strategi Perusahaan dan Pesaing ..................................... 53
5.3.4. Industri Pendukung dan Industri Terkait.......................... 54
5.3.5. Peran Pemerintah Daerah ................................................ 54
5.3.6. Peran Kesempatan ........................................................... 55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 57
6.1. Kesimpulan .................................................................................. 57
6.2. Saran ............................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58
LAMPIRAN .................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kabupaten/kota hasil pemekaran menurut asal kabupaten induk di Provinsi Riau......………………………………………………………... 4
2. PDRB atas dasar harga konstan (ADHK), jumlah penduduk dan PDRB per kapita menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2010 ………. 5
3. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB dengan migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)....................................……………………….. 34
4. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB tanpa migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)……………………………………………….. 35
5. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai menurut lapangan usaha tahun 2007-2010 (persen)...............................…………………………………. 37
6. Indikator ketenagakerjaan Kota Dumai tahun 2007-2010 (Persen).....…. 39
7. Hasil penghitungan LQ dan Rata-rata LQ Kota Dumai tahun 2000-2010.....………...............................................................………….. 42
8. Indeks Location Quotient (LQ) Kota Dumai menurut sektor tahun 2010...........................................................................................................
44
9. Hasil penghitungan Rasio Pertumbuhan Provinsi Riau (RPr) dan Rasio Pertumbuhan Kota Dumai (RPs) tahun 2000-2010.....………………….. 45
10. Indeks rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) Kota Dumai tahun 2000-2010.........................................................…………………............. 46
11. Rata-rata kontribusi PDRB Kota Dumai menurut sektor dan subsektor tahun 2000-2010.........................................................................………... 47
12. Indeks kontribusi PDRB Kota Dumai tahun 2000-2010……………….. 48
13 Indeks komposit sebagai penentu sektor unggulan Kota Dumai............... 49
14 Banyaknya barang dan penumpang melalui Pelabuhan Dumai tahun 2008-2010.................................................................................................. 52
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur perekonomian Kota Dumai berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2000-2010.......………………………………...…... 7
2. Porter’s diamond model ..............................................................………. 18
3. Kerangka pemikiran....................................………........……………….. 21
4. Alur penentuan sektor unggulan ……………………………….....…….. 23
5. Peta Kota Dumai...............................……………………………....……. 30
6. Jumlah penduduk Kota Dumai tahun 2007-2010.................................…. 32
7. Persentase komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010.....………................................................………….. 33
8. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai tahun 2007-2010.............................. 36
9. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kota Dumai tahun 2010.....………..................................................………….. 38
10. Analisis Porter’s Diamond................................………………................ 56
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 Kota Dumai tahun 2007-2010 (juta rupiah).......................................................... 60
2. PDRB atas dasar harga berlaku Kota Dumai tahun 2007-2010 (juta rupiah) ......................................................... 61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,
infrastrukur dan lainnya untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan. Proses
pembangunan memiliki tiga tujuan inti yaitu: peningkatan ketersediaan serta
perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan
standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas
pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan) dan
perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial (Todaro dan Smith, 2006). Oleh
karena itu strategi pembangunan didasarkan pada pembangunan yang dapat
menciptakan struktur perekonomian yang kuat dan mampu menghadapi tantangan
di masa mendatang.
Salah satu tujuan kebijakan pembangunan ekonomi adalah untuk
pencapaian target pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatan potensi dan
sumberdaya yang ada. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan
produksi barang dan jasa yang dapat diukur melalui Produk Domestik Bruto
(PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada
tingkat daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota. Arsyad (1999) menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product
(GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan
2
itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah
perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan ekonomi dan juga diyakini akan merata ke lapisan bawah (trickkle
down effect) dari output yang dihasilkan oleh suatu daerah. Selain pertumbuhan
ekonomi, ukuran keberhasilan lain dari pembangunan dapat dilihat dari struktur
ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar
daerah serta antar sektor.
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses pengelolaan
potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya fisik yang ada di suatu daerah
dengan menjalin kemitraan antar pelaku-pelaku pembangunan dengan tujuan
untuk menciptakan suatu lapangan kerja, meningkatan kualitas masyarakat,
merangsang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan pemerataan ekonomi yang
optimal serta meningkatan tarif hidup masyarakat (Arsyad, 1999). Pada akhirnya,
tercapainya pembangunan ekonomi daerah yang merata dapat menunjang
keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Penyediaan lapangan kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menunjang stabilitas ekonomi dan sosial yang sehat dan dinamis. Oleh sebab itu
diperlukan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada potensi
3
sumberdaya manusia, kelembagaan serta sumberdaya fisik dalam upaya
penyediaan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dicapai dengan memiliki
perencanaan pembangunan ekonomi yang baik. Menurut Arsyad (1999)
perencanaan pembangunan ekonomi daerah dapat dianggap sebagai perencanaan
untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya yang tersedia. Perencanaan
pembangunan dapat dilakukan dengan mengetahui peranan sektor-sektor
pembangunan. Oleh karena itu perlu diteliti sektor unggulan yang diharapkan
dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya.
Seiring pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan
diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 juncto UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 juncto UU No.33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka terjadi perubahan
sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan yang bersifat terpusat menjadi
desentralisasi. Daerah kabupaten dan kota sebagai daerah otonom diberikan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab secara proporsional sesuai
dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya, yang diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang
berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah.
Dengan demikian, pemerintah daerah telah mendapat kewenangan lebih besar
untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota di Provinsi Riau yang
terbentuk karena adanya UU mengenai otonomi daerah. Dari Tabel 1 terdapat
4
tujuh kabupaten/kota baru hasil pemekaran. Kabupaten Kepulauan Meranti
merupakan kabupaten termuda di Provinsi Riau karena terbentuk pada tahun 2009
berdasarkan UU No.12 Tahun 2009, sedangkan enam kabupaten/kota baru lainnya
terbentuk pada tahun 1999.
Tabel 1. Kabupaten/kota hasil pemekaran menurut asal kabupaten induk di Provinsi Riau
Kabupaten Induk Kabupaten/Kota Pemekaran
1. Kabupaten Indragiri Hulu 1. Kabupaten Indragiri Hulu 2. Kabupaten Kuantan Singingi
2. Kabupaten Kampar 1. Kabupaten Kampar 2. Kabupaten Rokan Hulu 3. Kabupaten Pelalawan
3. Kabupaten Bengkalis 1. Kabupaten Bengkalis 2. Kabupaten Siak 3. Kabupaten Rokan Hilir 4. Kota Dumai 5. Kabupten Kepulauan Meranti
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011
Kota Dumai merupakan daerah yang berada di pesisir timur Provinsi Riau.
Dumai merupakan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis yang
diresmikan sebagai Kota pada tanggal 20 April 1999 dengan UU No.16 Tahun
1999 dimana status Kota Dumai adalah kota administratif. Pada awal
pembentukan wilayah administrasi, Kota Dumai memiliki 3 wilayah kecamatan,
13 kelurahan dan 9 desa. Kota Dumai memiliki luas wilayah 1.727,385 km2 dan
merupakan kota terluas di Indonesia dengan jumlah penduduk pada awal
terbentuk hanya sebanyak 15.699 jiwa dan tingkat kepadatan 83,85 jiwa/km2.
5
Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan
sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. PDRB sebagai
ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan
oleh suatu wilayah pada satu tahun. Dengan menganalisa struktur dan
perkembangan PDRB suatu daerah dari tahun ke tahun dapat diketahui sektor
yang menjadi potensi di suatu wilayah.
Tabel 2. PDRB atas dasar harga konstan (ADHK), jumlah penduduk dan PDRB per kapita menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2010
Kabupaten/Kota PDRB
(Juta Rupiah)*
Jumlah Penduduk (Orang)**
PDRB Per Kapita (Rp)
Kabupaten Kuansing 3.110.873,14 292.116 10.649.444,53Kabupaten Indragiri Hulu 4.029.902,37 363.442 11.088.158,15Kabupaten Indragiri Hilir 6.721.930,59 661.779 10.157.364,60Kabupaten Pelalawan 3.115.413,54 301.829 10.321.783,34Kabupaten Siak 3.813.903,94 376.742 10.123.384,01Kabupaten Kampar 4.661.065,93 688.204 6.772.796,91 Kabupaten Rokan Hulu 2.561.909,73 474.843 5.395.277,45 Kabupaten Bengkalis 3.419.687,00 498.336 6.862.211,43 Kabupaten Rokan Hilir 4.115.430,35 553.216 7.439.102,17 Kabupaten Kepulauan Meranti 1.419.067,34 176.290 8.049.619,03 Kota Pekanbaru 9.047.929,45 897.767 10.078.260,23Kota Dumai 2.086.575,92 253.803 8.221.242,14 Provinsi Riau 48.641.825,21 5.538.367 8.782.701,69
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah) *) Angka sangat sementara **) Hasil Sensus Penduduk 2010
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2010, Kabupaten Kepulauan
Meranti merupakan kabupaten dengan nilai PDRB terendah di Provinsi Riau
berdasarkan PDRB ADHK tanpa migas yaitu sebesar 1,41 triliun rupiah. Hal ini
dikarenakan kondisi Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk pada
6
tahun 2009. Kota Dumai berada di posisi kedua terendah dari 12 kabupaten/kota
se-Provinsi Riau dengan nilai PDRB ADHK tanpa migas sebesar 2,08 triliun
rupiah. Dengan klasifikasi daerah sebagai kota, peran Kota Dumai dalam
pembentukan PDRB ADHK Provinsi Riau sangat kecil dibandingkan
kabupaten/kota lain.
PDRB per kapita Kota Dumai terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
PDRB per kapita Kota Dumai tahun 2008 sebesar Rp. 7.441.544, tahun 2009
sebesar Rp. 7.803.697 dan pada tahun 2010 PDRB per kapita Kota Dumai
meningkat sebesar Rp. 8.221.242. PDRB per kapita Kota Dumai 2010 lebih
rendah dibandingkan PDRB per kapita Provinsi Riau (Tabel 2) dimana PDRB per
kapita Provinsi Riau pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 8.782.701.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Kota Dumai pada
tahun 2010 adalah sebesar 8,60 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai ini
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau yaitu sebesar 7,16
persen pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan sektor-sektor ekonomi terus
memacu aktivitas perekonomian.
Selama periode 2000-2010, struktur perekonomian Kota Dumai tanpa
migas didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri
pengolahan serta sektor bangunan dengan besaran masing-masing 23,84 persen;
18,77 persen; 16,99 persen (Gambar 1). Jika migas disertakan dalam struktur
ekonomi maka sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor bangunan merupakan pemberi kontribusi besar dalam pembentukan PDRB
Kota Dumai tahun 2000-2010. Peran sektor industri pengolahan yang besar ini
7
terkait dengan keberadaan industri pengilangan minyak bumi yang ada di Kota
Dumai dimana Kota Dumai merupakan daerah utama dalam pengilangan minyak
bumi di Provinsi Riau. Selain itu di Kota Dumai terdapat beberapa kawasan
industri yang berorintasi pada pengolahan kelapa sawit maupun CPO (Crude
Palm Oil).
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2001-2011 (diolah) Gambar 1. Struktur perekonomian Kota Dumai berdasarkan PDRB atas
dasar harga berlaku tahun 2000-2010
Sesuai dengan uraian yang telah dijelasakan di atas, maka penelitian
mengenai sektor unggulan di Kota Dumai perlu dilakukan. Struktur perekonomian
Kota Dumai yang didominasi oleh migas, memiliki keterbatasan dalam jangka
panjang mengingat bahwa migas merupakan sumberdaya alam yang tidak
terperbaharui. Oleh karena itu, sektor unggulan tanpa migas diharapkan dapat
diikutsertakan dalam penyusunan strategi dan perencanaan pembangunan wilayah
yang lebih terarah dalam pencapaian jangka panjang.
8
1.2. Perumusan Masalah
Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari sisi kinerja perekonomian, pola
struktur pertumbuhan ekonomi serta indikator ekonomi lainnya. Dalam penetapan
prioritas pembangunan, perlu diidentifikasi dan dianalisis sektor maupun
subsektor unggulan dalam perencanaan pembangunan Kota Dumai. Dengan
mengetahui sektor/subsektor unggulan yang dapat dikembangkan diharapkan
penyusunan perencanaan pembangunan Kota Dumai diharapkan lebih terarah
sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian diatas,
maka dapat dirumuskan tentang masalah-masalah yang menjadi objek dari
penelitian ini, yaitu:
1. Sektor/subsektor manakah yang berpotensi di Kota Dumai untuk menjadi
sektor/subsektor unggulan wilayah?
2. Bagaimana daya saing sektor/subsektor unggulan tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis sektor/subsektor unggulan di Kota
Dumai.
2. Menganalisis potensi dan daya saing subsektor unggulan Kota Dumai.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk lebih
mengembangkan Kota Dumai dan beberapa manfaat lain yaitu:
9
1. Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dan instansi-instansi
terkait dalam perumusan kebijakan perekonomian di Kota Dumai, bahwa
terdapat sektor ekonomi yang menjadi unggulan dalam peningkatan daya
saing daerah dan perekonomian daerah.
2. Sebagai bahan atau acuan untuk penelitian–penelitian selanjutnya yang
sejenis.
3. Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan terutama dalam
bidang ekonomi regional bagi penulis dan pembaca.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Pembahasan skripsi ini dibatasi pada identifikasi sektor unggulan
berdasarkan pembentukan PDRB tanpa migas. Penelitian ini dilakukan pada
lingkup Kota Dumai. Rentang waktu dalam penelitian ini adalah dari tahun 2000
hingga 2010. Hal ini sesuai dengan referensi waktu terbentuknya Kota Dumai.
Penelitian ini juga hanya difokuskan pada pendekatan secara sektoral dengan
menggunakan data PDRB Menurut Lapangan Usaha.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut
akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai
suatu fenomena ekonomi yang diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Perspektif mengenai tujuan dan makna pembangunan kemudian berkembang
menjadi lebih luas lagi. Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan
perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara
keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan
individual maupun kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju
menuju suatu kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual.
Oleh karena itu, indikator pembangunan ekonomi tidak hanya diukur dari
pertumbuhan PDRB maupun PDRB perkapita tetapi juga indikator lainnya
seperti: ketenagakerjaan, pendidikan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk
miskin. Hal ini sesuai dengan paradigma pembangunan modern yang mulai
mengedepankan pengentasan kemiskinan, penurunan ketimpangan distribusi
pendapatan, serta penurunan tingkat pengangguran (Todaro dan Smith, 2006).
Menurut Rostow pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
multidimensional yang menyebabkan perubahan karakteristik penting suatu
masyarakat, misalnya perubahan keadaan sistem politik, struktur sosial, sistem
nilai dalam masyarakat dan struktur ekonominya. Rostow membedakan proses
11
pembangunan menjadi lima tahap yaitu: masyarakat tradisional, prasyarat untuk
tinggal landas, tinggal landas, menuju kedewasaan dan masa konsumsi tinggi.
(Arsyad, 1999).
Jhinghan (2010) mengajukan beberapa persyaratan pembangunan ekonomi
yaitu:
1. Atas dasar kekuatan sendiri, pembangunan harus bertumpu pada kemampuan
perekonomian dalam negeri/daerah. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan
prakarsa untuk menciptakan kemajuan materil harus muncul dari
masyarakatnya.
2. Menghilangkan ketidaksempurnaan pasar. Ketidaksempurnaan pasar
menyebabkan immobilitas faktor dan menghambat ekspansi sektoral dan
pembangunan.
3. Perubahan struktural, artinya peralihan dari masyarakat pertanian tradisional
menjadi ekonomi industri yang ditandai oleh meluasnya sektor sekunder dan
tersier serta menyempitnya sektor primer.
4. Pembentukan modal, merupakan faktor penting dan stategis dalam
pembangunan ekonomi, bahkan disebut sebagai kunci utama menuju
pembangunan ekonomi.
5. Kriteria investasi yang tepat, memiliki tujuan untuk melakukan investasi yang
paling menguntungkan masyarakat tetapi tetap mempertimbangkan dinamika
perekonomian.
6. Persyaratan sosio-budaya. Wawasan sosio budaya serta organisasinya harus
dimodifikasi sehingga selaras dengan pembangunan.
12
7. Administrasi. Dibutuhkan alat perlengkapan administratif untuk perencanaan
ekonomi dan pembangunan.
Aryad (1999) mendefinisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu
proses yang mencakup pembentukan institusi baru, pembangunan industri
alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk
dan jasa uang lebih baik, identifikasi pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan
ditujukan secara utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk
masyarakat daerah.
Pembangunan ekonomi daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah
sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam
menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Pembangunan daerah lebih ditujukan pada urusan peningkatan
kualitas masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi yang
optimal, perluasan tenaga kerja, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi
` Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator yang penting dalam
menganalisis pembangunan ekonomi yang dilaksanakan. Pertumbuhan harus
berjalan secara berdampingan dan terencana dalam upaya terciptanya pemerataan
kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian maka
suatu daerah yang kurang produktif akan menjadi lebih produktif dan berkembang
yang pada akhirnya dapat mempercepat proses pertumbuhan itu sendiri.
13
Todaro dan Smith (2006) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komonen
utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi
semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik
dan sumberdaya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun
selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja dan ketiga
adalah kemajuan teknologi.
Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya
kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan
pendapatan menggambarkan pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor produksi
yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi)
dimana pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil (dinyatakan dalam harga
konstan). Hal ini juga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.
Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang
tercipta di wilayah tersebut juga oleh besaran transfer-payment, yaitu bagian
pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar
wilayah.
2.3 Teori Basis Ekonomi
Perekonomian regional terbagi menjadi dua kegiatan besar, yaitu: kegiatan
basis dan kegiatan nonbasis. Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan
barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan perindustrian yang menggunakan
14
sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan
menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation).
Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini merupakan
penekanan terhadap arti pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang
mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasinya adalah
kebijakan yang mencakup pengurangan hambatan atau batasan terhadap perusahaan-
perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah itu
(Arsyad, 1999).
Menurut Glasson (1977), kegiatan basis adalah kegiatan mengekspor barang dan
jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa
kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat.
Bertambah banyaknya basis di dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan
ke dalam daerah yang bersangkutan. Menambah permintaan barang dan jasa akan
menimbulkan kenaikan volume kegiatan, begitu juga sebaliknya.
Kegiatan lain yang bukan kegiatan basis disebut sektor nonbasis. Sektor
nonbasis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, sehingga permintaan sektor
ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat dan tidak
bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, satu-
satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi
pertumbuhan adalah sektor basis (Tarigan, 2005).
Menurut Priyarsono et al. (2007), sektor basis atau nonbasis tidak bersifat
statis tetapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan
kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahun.
15
Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah:
1. Perkembangan jaringan komunikasi dan transportasi.
2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah.
3. Perkembangan teknologi.
4. Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial.
Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah:
1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah.
2. Kehabisan cadangan sumberdaya.
Untuk mengetahui sektor basis dan nonbasis dapat digunakan metode
pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada metode pengukuran langsung,
penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan melalui survei langsung di daerah
yang bersangkutan. Sedangkan pada metode pengukuran tidak langsung,
penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan dengan menggunakan data
PDB/PDRB dan tenaga kerja per sektor. Berikut penjelasan mengenai kedua
metode tersebut.
1. Metode Pengukuran Langsung
Pada metode pengukuran langsung, survei dilakukan terhadap sembilan
sektor utama yang terdapat di daerah tersebut. Jika sektor yang disurvei
berorientasi ekspor maka sektor tersebut dikelompokkan ke dalam sektor basis
dan sebaliknya jika sektor tersebut hanya memiliki pasar pada skala lokal maka
sektor tersebut dikategorikan ke dalam sektor nonbasis. Metode ini mudah untuk
dilakukan, namun memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
16
a. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan survei secara langsung tidak sedikit,
terutama jika daerah yang disurvei cukup luas.
b. Umumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan survei
langsung di suatu daerah.
c. Membutuhkan banyak tenaga kerja, selain itu tenaga kerja yang melakukan
survei harus memiliki skill tersendiri dalam mengidentifikasi sektor basis dan
nonbasis.
2. Metode Pengukuran Tidak Langsung
Secara umum terdapat tiga metode yang digunakan untuk menentukan basis
dan sektor nonbasis di suatu daerah berdasarkan pengukuran tidak langsung,
yaitu:
a. Metode Asumsi
Biasanya berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (data sekunder), ada
kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan non basis.
b. Metode Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu metode untuk
menentukan sektor basis dan non basis. Dengan dasar pemikiran basis ekonomi,
kemampuan suatu sektor dalam suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara
pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan
(tenaga kerja) total wilayah dengan pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat
provinsi terhadap pendapatan (tenaga kerja) provinsi.
c. Metode kombinasi antara pendekatan asumsi dengan metode LQ
17
Metode kombinasi merupakan kombinasi pendekatan asumsi dengan
metode LQ.
d. Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum (MPKM)
Metode pendekatan kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian
sejumlah wilayah yang “sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan
menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja.
2.4 Definisi Sektor Unggulan
Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan
kemampuan yang tinggi sehingga dijadikan sebagai harapan pembangunan
ekonomi. Sektor unggulan diharapkan dapat menjadi tulang punggung dan
penggerak perekonomian sehingga dapat menjadi refleksi dari struktur
perekonomian suatu wilayah (Deptan, 2005).
Secara umum, syarat utama agar suatu sektor layak dijadikan sebagai
unggulan perekonomian adalah sektor tersebut memiliki kontribusi yang dominan
dalam pencapaian tujuan pembangunan. Jika dikaitkan dengan pengembangan
wilayah, maka penentuan sektor unggulan dapat dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut (Mubyarto, 1989):
1. Jumlah tenaga kerja dan sumberdaya lainnya yang dipergunakan atau bisa
dipakai secara langsung maupun tidak langsung.
2. Kontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pendapatan
PDRB.
18
3. Kesesuaian lahan dimana karakter lahan harus disesuaikan dengan
karakteristik sektor tersebut dan ketersediannya harus mampu menampung
laju pertumbuhan sektor tersebut.
2.5 Analisis Porter’s Diamond Untuk melihat daya saing suatu sektor dapat menggunakan analisis
Porter’s Diamond. Metode ini merupakan metode kualitatif yaitu menganalisis
tiap komponen dalam porter’s diamond theory. Komponen yang dianalisis seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Porter’s diamond model
Keterangan gambar:
a. Kondisi faktor merupakan keadaan faktor–faktor seperti sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, modal, infrastruktur dan IPTEK (ilmu pengetahuan
dan teknologi) yang tersedia di suatu wilayah.
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
Kondisi Faktor Kondisi Permintaan
Industri Pendukung dan Industri Terkait
Peran Pemerintah
Peran Kesempatan
19
b. Kondisi permintaan menggambarkan keadaan permintaan pada suatu
wilayah.
c. Industri pendukung dan industri terkait yaitu keadaan para penyalur faktor
produksi dan industri lainnya yang saling mendukung dan terkait.
d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan yaitu strategi yang dianut
perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam
suatu industri domestik dan internasional.
Selain itu ada dua komponen pendukung yang terkait dengan keempat komponen
utama tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan. Keempat komponen
utama dan dua komponen pendukung tersebut saling berinteraksi.
2.6 Penelitian Terdahulu
Sondari (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor
Unggulan dan Kinerja Ekonomi Wilayah Provinsi Jawa Barat” dengan
menggunakan data tahun 2001-2005. Metode penelitian menggunakan analisis
LQ, pengganda pendapatan dan analisis Shift Share dan menyimpulkan bahwa
selama kurun waktu 2001-2005 sektor yang menjadi sektor unggulan adalah
sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang memiliki dampak pengganda
terbesar adalah sektor industri pengolahan. Pergeseran bersih sektor
perekonomian di Propinsi Jawa Barat secara keseluruhan tergolong ke dalam
kelompok yang lambat.
Mangun (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Potensi
Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Tengah” dengan
20
menggunakan data tahun 2000-2005. Model analisis yang digunakan yakni
analisis LQ, Shift Share, Tipologi Klassen serta Model Rasio Pertumbuhan
(MRP). Dari hasil analisis LQ, Shift Share, Tipologi daerah dan pertumbuhan
sektoral, Kabupaten Tojo Una-Una merupakan prioritas utama untuk
pengembangan wilayah semua sektor basis yang dimilikinya.
Maulida (2009) memiliki penelitan yang berjudul “Analisis Sektor Basis
dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi
Daerah” dengan periode penelitian selama 2003-2007. Metode yang digunakan
adalah metode LQ, Shift Share, Porter’s Diamond. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan
restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa.
Sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi
memiliki daya saing yang baik.
Sabuna (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Sektor-
sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa
Tenggara Timur (periode 2000-2008)” menggunakan alat analisis Shift Share, LQ,
MRP, Klassen Typology dan overlay. Analisis overlay digunakan untuk melihat
hasil gabungan dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitiannya didapatkan bahwa di
Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak terdapat sektor unggulan.
Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi komoditas
unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia menggunakan
analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan industri
manufaktur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat sebelas komoditas
21
unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas unggulan
tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi baik
dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.
2.7 Kerangka Pemikiran
Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan
besaran PDRB kedua terendah dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau. Oleh
karena itu akan diteliti sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan berdasarkan
koefisien LQ, koefisien MRP serta kontribusi PDRB. Berdasarkan sektor
unggulan tersebut akan dianalisis daya saingnya (Gambar 3).
Gambar 3. Kerangka pemikiran
Sektor-sektor Ekonomi
Analisis Daya Saing
Sektor/Subsektor Unggulan
PDRB Per Kapita Kota Dumai lebih rendah dari pada Provinsi Riau
Analisis Indeks Komposit
Analisis LQ Analisis MRP Kontribusi Sektor Terhadap PDRB
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun 2000-2010) dan PDRB
kabupaten/kota Provinsi Riau (tahun 2000-2010) menurut Lapangan Usaha, baik
berdasarkan atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan
tahun 2000 (ADHK); (2) Jumlah Penduduk kabupaten/kota Propinsi Riau tahun
2005–2010; (3) Keadaan Angkatan Kerja Kota Dumai Tahun 2007–2010 menurut
Lapangan Usaha; (4) Data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti
kondisi geografis, pertumbuhan ekonomi dan data penunjang lainnya. Seluruh
data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Dumai dalam
bentuk publikasi maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh BPS
Provinsi Riau serta dari instansi terkait lainnya.
3.2 Metode Analisis
Secara garis besar, metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif dan beberapa alat analisis lain seperti: analisis Location
Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang terdiri atas rasio
pertumbuhan wilayah studi (Rps) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr),
Indeks Komposit serta analisis Porter’s Diamond.
23
3.2.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan
untuk mempermudah pemahaman tentang gambaran perekonomian Kota Dumai
dengan menyajikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik serta diagram. Analisis
deskriptif mengenai gambaran perekonomian yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah struktur ekonomi serta pertumbuhan ekonomi Kota Dumai.
3.2.2 Analisis Sektor Unggulan
Penentuan sektor unggulan dalam perekonomian secara umum dilakukan
berdasarkan indeks komposit. Alur proses penghitungannya dapat dilihat pada
Gambar 4.
Koefisien LQ Berdasarkan PDRB
Gambar 4. Alur penentuan sektor unggulan
Penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penghitungan indeks
komposit ini adalah sebagai berikut:
Koefisien LQ Berdasarkan
PDRB
Koefisien Kontribusi
PDRB
Koefisien MRP
Transformasi menjadi angka indeks
Penggabungan indeks
Komoditas unggulan
24
1. Koefisien Location Quotient (LQ) menyajikan perbandingan relatif
antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan
kemampuan sektor yang sama di daerah yang lebih luas atau lingkup
nasional. Kemampuan suatu sektor dapat dilihat dari aspek nilai tambah
maupun dari aspek tenaga kerja. Perbandingan relatif ini dinyatakan secara
matematis (Arsyad, 1999) sebagai berikut :
RVX
RVXLQ
i
jijij
atau RVRV
XXLQ
j
iijij
………….……….... (3.1)
Keterangan :
LQij = indeks/koefisien Location Quotient sektor i di kabupaten/kota j
Xij = PDRB adhk sektor i di kabupaten/kota j
Xi = PDRB adhk sektor i di Provinsi
RVj = Total PDRB adhk kabupaten/kota j
RV = Total PDRB adhk Provinsi
Dari hasil analisis Location Quotient (LQ) maka didapat
kesimpulan:
1. Jika nilai LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor potensial,
yang menunjukkan suatu sektor mampu melayani pasar baik di dalam
maupun di luar kabupaten/kota;
2. Jika nilai LQ < 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor
potensial, yang menunjukkan suatu sektor belum mampu melayani
pasar di dalam wilayah kabupaten/kota;
25
3. Jika nilai LQ = 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di
dalam wilayah kabupaten/kota saja atau belum dapat memasarkan hasil
sektor tersebut ke luar daerah lain.
2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Analisis MRP juga dapat digunakan untuk menganalisis sektor dan
subsektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB.
MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik
dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam
analisis MRP terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu :
(a) Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) yaitu merupakan
perbandingan antara pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di
wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di
wilayah referensi dengan formulasi yaitu :
Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPS) =
in
in
ij
ij
EE
EE
Δ
Δ
….…........ (3.2)
(b) Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) yaitu perbandingan rata-
rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi
dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) di wilayah
referensi dengan formulasi yaitu :
Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) =
n
n
in
in
EEΔ
EEΔ
.….… (3.3)
26
dimana:
............................................................... ... (3.4)
............................................................. ... (3.5)
................................................................ ... (3.6)
Keterangan:
ΔEij : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j
Eij : PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j pada tahun dasar
Eij.t : PDRB sektor/subsektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis
ΔEin : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi
Ein :PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi pada tahun
akhir dasar
Ein.t :PDRB sektor/subsektor i di provinsi/nasional pada tahun akhir
analisis
ΔEn : Perubahan PDRB nasional/provinsi
En : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun dasar
En.t : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun akhir analisis
3. Koefisien Kontribusi Terhadap PDRB, nilai tambah yang terbentuk di
masing-masing sektor terhadap nilai tambah total yang tercipta dalam
perekonomian yang ditulis:
d i = PDRB i / PDRB ...................................................................(3.7)
Setelah nilai masing-masing indikator tersebut diperoleh, kemudian
dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing indikator. Untuk lebih
menyederhanakan, nilai koefisien sektor dan subsektor setiap indikator yang
27
memiliki nilai koefisien terendah diberi indek 1, tertinggi diberi indek 5 dan yang
nilainya berada di antara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus:
)8.3....(..................................................)()(
iNr
iNt
IrIti
Nji
NtItIIj
Dimana : IIj = Indek sektor dan subsektor ke-j (yang dicari indeknya)
It = indek tertinggi (yaitu 5)
Ir = indek terendah (yaitu 1)
Nti = nilai koefisien sektor tertinggi indikator i
Nri = nilai koefisien sektor terendah indikator i
Nji = nilai koefisien sektor ke-j (yang dicari indeknya)
Bila indeks masing-masing indikator sudah didapatkan, maka hasil indeks
seluruh indikator untuk tiap sektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Sektor
yang memiliki rata-rata indeks terbesar disimpulkan sebagai sektor unggulan.
3.2.3 Analisis Porter’s Diamond
Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi daya
saing sektor unggulan Kota Dumai. Analisis ini berupa analisis secara deskriptif
berdasarkan empat elemen utama serta dua kompenen pendukung.
3.3 Definisi Operasional Variabel
Beberapa variabel yang telah digunakan untuk kepentingan penelitian ini
memiliki konsep dan definisi sebagai berikut :
28
1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) merupakan nilai produksi
barang dan jasa akhir dalam suatu kurun waktu tertentu yang dihasilkan suatu
daerah. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan.
Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut Konstan karena
harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000) dan
dinamakan berlaku karena menggunakan harga tahun berjalan (tahun sesuai
dengan referensi waktu yang diinginkan). PDRB juga sering disebut dengan
NTB (Nilai Tambah Bruto).
2. Sektor ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral di
suatu wilayah. Sektor atau lapangan usaha pada tulisan ini sama dengan
konsep yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik terdiri dari sembilan sektor
yaitu: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, persewaan dan perbankan serta sektor jasa-jasa.
3. Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsektor
ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan
kompetitif, keunggulan komparatif, spesialisasi jika dibandingkan dengan
sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.
4. Keunggulan Kompetitif berarti kemampuan daya saing kegiatan ekonomi
yang lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di
daerah lainnya. Keunggulan kompetitif juga merupakan cermin dari
29
keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya
yang dijadikan benchmark.
5. Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang
menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah
tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai
tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar
dibandingkan dengan daerah lainnya.
6. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.
7. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, sudah mempunyai
pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
8. Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan dan lamanya bekerja paling sedikit satu
jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja
keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan
ekonomi).
9. Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari kerja
(belum bekerja), penduduk sedang mempersiapkan usaha, penduduk yang
sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, penduduk yang
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI
4.1 Kondisi Geografis
Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi
Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101o23'37” -
101o8'13” Bujur Timur dan 1o23'23” - 1o24'23” Lintang Utara dengan luas
wilayah 1.727,38 km2. Kota Dumai memiliki lima (5) kecamatan dan 33
kelurahan. Batas administratif Kota Dumai adalah sebagai berikut :
Utara : Selat Rupat
Timur : Kabupaten Bengkalis
Selatan : Kabupaten Bengkalis
Barat : Kabupaten Rokan Hilir
Gambar 5. Peta Kota Dumai
31
Kota Dumai sangat dipengaruhi oleh sifat iklim laut. Musim hujan jatuh
pada bulan September hingga bulan Februari dan periode kemarau dimulai pada
bulan Maret hingga bulan Agustus dengan iklim tropis basah yang dipengaruhi
oleh sifat iklim laut dengan curah hujan berkisar antara 1.500 mm sampai dengan
2.600 mm selama 75 sampai dengan 130 hari per tahun.
Kondisi ini didukung pula oleh suhu rata-rata 26OC–32OC dengan
kelembaban antara 82–84 %. Laju percepatan angin berkisar antara 6–7 Knot,
menjadikan Dumai sebagai kawasan yang paling bersahabat dengan iklim dan
cuaca. Dalam lima tahun terakhir, keadaan ini terganggu dengan bencana asap
yang cukup merugikan daerah.
Kota Dumai memiliki 16 sungai besar dan kecil dengan total panjang
keseluruhannya 222 km, yang bermuara ke Selat Rupat dan Selat Malaka sebagai
jalur lalu lintas perdagangan. Jika dilihat dari segi topografi, Kota Dumai
termasuk ke dalam kategori daerah yang datar dengan kemiringan lereng 0–< 3 %,
di mana sebelah utara Kota Dumai umumnya merupakan dataran yang landai dan
ke selatan semakin bergelombang.
4.2 Kondisi Kependudukan
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 yang dilaksanakan secara
nasional oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota
Dumai tercatat sebesar 253.803 jiwa atau 4,58 persen dari total penduduk Provinsi
Riau dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar sebesar 147 jiwa tiap km2. Sex
ratio penduduk Dumai adalah sebesar 107 yang menunjukkan bahwa pada setiap
100 laki-laki terdapat 107 wanita.
32
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).
Gambar 6. Jumlah penduduk Kota Dumai tahun 2007-2010
Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Kota Dumai
mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007
jumlah penduduk Kota Dumai sebesar 230.221 jiwa dan terus mengalami
peningkatan hingga pada tahun 2010 mencapai 253.803 jiwa. Penduduk
merupakan modal dasar pembangunan. Tetapi untuk menunjang keberhasilan
pembangunan, tentunya dibutuhkan penduduk yang berkualitas.
Komposisi penduduk menurut umur dapat menggambarkan distribusi
penduduk sesuai kelompok umur. Komposisi penduduk menurut kelompok umur
seperti yang terlihat pada Gambar 7 di bawah ini yang menunjukkan bahwa Kota
Dumai dikategorikan sebagai penduduk muda. Hal tersebut dikarenakan oleh
presentase penduduk muda terhadap total penduduk masih cukup besar.
33
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).
Gambar 7. Persentase komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010
Indikator kualitas penduduk dapat diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan kualitas manusia diyakini akan
menciptakan kinerja ekonomi yang lebih baik. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) mencakup empat (4) indikator yaitu angka harapan hidup waktu lahir,
angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita
disesuaikan. Kota Dumai merupakan kabupaten/kota dengan nilai IPM
terbesar kedua di Provinsi Riau. IPM Kota Dumai pada tahun 2010 mengalami
peningkatan yaitu menjadi 77,75 dibanding tahun 2009 dengan IPM sebesar
77,30. Angka ini menunjukkan bahwa Kota Dumai masih berada pada kriteria
menengah atas, yang berarti pembangunan terutama di bidang kesehatan,
34
pendidikan dan ekonomi masih harus dipacu agar kualitas masyarakat
semakin meningkat.
4.3 Struktur Ekonomi
Salah satu sisi untuk melihat keberhasilan pembangunan dari aspek
perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
PDRB atas dasar harga berlaku dapat memberikan gambaran tentang struktur
ekonomi suatu wilayah yang dilihat melalui kontribusi sektor ekonomi terhadap
pembentukan PDRB.
Tabel 3. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB dengan migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 4,10 3,34 3,09 2,86
2. Pertambangan & Penggalian 0,28 0,23 0,22 0,21
3. Industri Pengolahan 56,27 62,14 63,45 64,63
4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,45 0,37 0,35 0,34
5. Bangunan 9,89 9,33 8,02 6,98
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 13,15 11,59 12,28 12,82
7. Pengangkutan & Komunikasi 8,02 6,52 6,24 5,93
8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 1,73 1,45 1,43 1,53
9. Jasa-Jasa 6,11 5,04 4,91 4,69 Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).
Sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam
pembentukan PDRB di Kota Dumai dengan migas tahun 2007-2010 secara
berturut-turut antara lain sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel
dan restoran; sektor bangunan; sektor pengangkutan dan komunikasi (Tabel 3).
Sektor yang kontribusinya sangat kecil yaitu sektor pertambangan dan penggalian
serta sektor listrik, gas dan air bersih. Jika dilihat secara keseluruhan pada empat
35
tahun terakhir (2007-2010), posisi masing-masing sektor masih tetap meskipun
terdapat perubahan besarnya kontribusi.
Kontribusi sektor industri pengolahan sangat dominan terhadap
pembentukan PDRB dalam struktur migas Kota Dumai dengan nilai sebesar 64,63
persen pada tahun 2010. Kontribusi sektor industri pengolahan memiliki
kecenderungan yang semakin meningkat tiap tahunnya. Jika dilihat dari
subsektornya, peningkatan nilai tambah pada subsektor industri migas sangat
mempengaruhi adanya peningkatan pada sektor industri pengolahan. Kondisi ini
cukup beralasan karena di Kota Dumai terdapat industri pengilangan minyak
bumi.
Tabel 4. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB tanpa migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 7,35 6,84 6,38 5,98
2. Pertambangan & Penggalian 0,50 0,47 0,46 0,44
3. Industri Pengolahan 21,54 22,49 24,40 26,21
4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,81 0,75 0,73 0,71
5. Bangunan 17,75 19,10 16,59 14,56
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,59 23,72 25,40 26,74
7. Pengangkutan & Komunikasi 14,40 13,35 12,91 12,37
8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 3,11 2,97 2,97 3,20
9. JASA-JASA 10,96 10,32 10,16 9,79 Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).
Berdasarkan Tabel 4, jika subsektor migas tidak dimasukkan ke dalam
penghitungan PDRB (PDRB tanpa migas), maka selama tahun 2007-2010 sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan memberikan
kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Dumai. Sektor dengan
36
kontribusi terkecil adalah sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air
bersih.
4.4 Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi tiap sektor dapat memberikan gambaran
tentang sektor-sektor apa saja yang berpotensi untuk dikembangkan. Semakin
positif peningkatan laju pertumbuhan suatu sektor dari tahun ke tahun, semakin
berpotensi sektor tersebut untuk mampu menggerakkan perekonomian suatu
daerah.
Sumber : BPS Kota Dumai, 2011 (diolah) Gambar 8. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai tahun 2007-2010
Tren pertumbuhan ekonomi Kota Dumai pada tahun 2007 berada pada
level 8,87 persen. Tahun 2008-2009 pertumbuhan ekonomi sedikit melambat dari
tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,66 persen pada tahun 2008 dan 8,43 persen
pada tahun 2009. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi bergerak naik yaitu
sebesar 8,60 persen.
37
Tabel 5. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai menurut lapangan usaha tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 4,20 4,06 3,97 3,57
2. Pertambangan & Penggalian 9,67 9,78 9,59 8,88
3. Industri Pengolahan 8,95 8,70 8,21 8,37
4. Listrik, Gas & Air Bersih 3,81 4,03 2,13 3,68
5. Bangunan 8,72 8,73 8,62 8,42
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10,28 10,15 9,53 9,58
7. Pengangkutan & Komunikasi 8,60 8,52 8,35 8,82
8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 9,31 5,66 6,30 8,29
9. Jasa-Jasa 9,54 9,01 9,08 9,35
Sumber: BPS Kota Dumai, 2010 (diolah).
Dari Tabel 5 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDRB Kota Dumai seluruh
sektor tahun 2007-2010 menunjukkan pertumbuhan positif namun cenderung
berfluktuatif. Jika dibandingkan pertumbuhan tiap sektor tahun 2007 dengan
pertumbuhan tahun 2010 hampir sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan
yang melamban kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi dimana pada tahun
2007 memiliki pertumbuhan sebesar 8,60 persen dan pertumbuhan tahun 2010
menjadi sebesar 8,82 persen. Pada tahun 2010 sektor perdagangan, hotel dan
restoran menunjukkan pertumbuhan paling besar dibandingkan sektor-sektor
ekonomi lainnya dengan pertumbuhan PDRB sebesar 9,58 persen. Sektor terbesar
kedua yaitu sektor jasa-jasa sebesar 9,35 persen.
Sedangkan sektor yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang paling
rendah adalah sektor pertanian dengan pertumbuhan sebesar 4,20 persen pada
tahun 2007 dan terus menurun pada tahun 2008 sebesar 4,06 persen, tahun 2009
sebesar 3,97 persen dan tahun 2010 mencapai 3,57 persen. Selain sektor
38
pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih juga termasuk sektor dengan laju
pertumbuhan yang rendah yaitu sebesar 3,68 persen pada tahun 2010.
4.5 Kondisi Ketenagakerjaan
4.5.1 Distribusi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses
produksi, sehingga apabila terjadi peningkatan output maka kesempatan kerja
cenderung meningkat juga. Untuk melihat sejauh mana potensi sektor-sektor
ekonomi menyerap tenaga kerja di Dumai, dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah). Gambar 9. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di
Kota Dumai tahun 2010
Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Dumai yang bekerja sebanyak
90.768 orang. Berdasarkan Gambar 9, sektor perdagangan, hotel dan restoran
merupakan sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak sebesar
24,94 persen diikuti oleh sektor jasa-jasa yaitu sebesar 21,67 persen.
39
Bila dikaitkan dengan kontribusi sektor terhadap PDRB, sektor
perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga
kerja dan kontribusinya terhadap PDRB juga cukup besar (lihat Tabel 3).
Sedangkan sektor industri pengolahan yang juga sebagai penyumbang kontribusi
utama dalam perekonomian Kota Dumai, hanya mampu menyerap tenaga kerja
sebesar 10,23 persen pada tahun 2010.
Jumlah penduduk Kota Dumai yang bekerja pada tahun 2010 meningkat
dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar 13,75 persen dengan jumlah penduduk
yang bekerja pada tahun 2007 sebanyak 75.265 orang. Selama tahun 2007-2010
sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor pengangkutan dan
komunikasi merupakan sektor ekonomi dominan dalam menyerap tenaga kerja.
4.5.2 Indikator Ketenagakerjaan
Indikator ketenagakerjaan dapat dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka serta tingkat kesempatan kerja.
Tabel 6 memberikan gambaran mengenai ketiga indikator ketenagakerjaan
tersebut di Kota Dumai selama tahun 2007-2010.
Tabel 6. Indikator ketenagakerjaan Kota Dumai tahun 2007-2010 (Persen)
Tahun Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK)
Tingkat Pengangguran
Terbuka
Tingkat Kesempatan
Kerja 2007 61,32 18,54 81,46
2008 65,45 14,90 85,10
2009 63,13 13,45 86,55 2010 62,49 14,68 85,32
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah)
40
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan rasio antara angkatan
kerja dengan seluruh penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Semakin besar nilai
TPAK menunjukkan semakin meningkatnya penduduk usia kerja di suatu daerah.
TPAK Kota Dumai tahun 2010 sebesar 62,49 persen. Dimulai pada tahun 2008
TPAK semakin menurun dimana TPAK pada tahun 2008 sebesar 65,45 persen
dan pada tahun 2009 sebesar 63,13 persen.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan perbandingan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja. TPT Kota Dumai selama tahun
2007-2009 cenderung menurun dengan TPT pada tahun 2007 sebesar 18,54
persen, 14,90 persen pada tahun 2008 dan menjadi 13,45 persen pada tahun 2009.
Pada tahun 2010 TPT meningkat dengan nilai sebesar 14,68 persen.
Tingkat kesempatan kerja menggambarkan banyaknya angkatan kerja yang
tertampung dalam pasar kerja. Pada tahun 2007 tingkat kesempatan kerja di Kota
Dumai sebesar 81,46 persen. Pada tahun 2008 dan 2009 tingkat kesempatan kerja
semakin meningkat yaitu masing-masing sebesar 85,10 persen dan 86,55 persen.
Pada tahun 2010 tingkat kesempatan bekerja menurun menjadi 85,32 persen.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan
beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta
Indeks Komposit. Kemudian untuk melihat daya saing sektor unggulan digunakan
analisis Porter’s Diamond.
5.1. Indikator Sektor Unggulan
Pada dasarnya sektor unggulan merupakan sektor yang mampu
memberikan kontribusinya bukan hanya untuk daerah itu sendiri tetapi juga
daerah lain. Pada penelitian ini, penentuan sektor unggulan dilihat berdasarkan
indikator koefisien Location Quetiont (LQ) dari sisi PDRB tahun 2010, Rasio
Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh dari analisis MRP serta
kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2000-2010. Hasil yang didapatkan
pada semua indikator adalah berupa angka indeks dengan interval nilai 1 sampai
5. Sektor dengan nilai indeks tertinggi merupakan sektor unggulan tiap indikator.
5.1.1 Analisis Location Quetiont (LQ) Perhitungan LQ digunakan untuk menunjukkan keunggulan komparatif
sektor ekonomi Kota Dumai dibandingkan dengan Provinsi Riau. Pengelompokan
sektor basis menggunakan analisis LQ bersifat dinamis tergantung pada
perkembangan kegiatan produksi dari sektor-sektor bersangkutan. Dari analisis
LQ dapat diidentifikasi sektor dan subsektor unggulan yang dapat dijadikan
sebagai prioritas utama dalam perencanaan pembangunan.
42
Tabel 7. Hasil penghitungan LQ dan rata-rata LQ Kota Dumai tahun 2000-2010
Sektor/Subsektor LQ Tahun 2010 Rata-rata LQ
1. Pertanian 0,20 0,22 a. Tanaman Bahan Makanan 0,31 0,35 b. Tanaman Perkebunan 0,04 0,04 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,67 0,71 d. Kehutanan 0,32 0,32 e. Perikanan 0,10 0,11 2. Pertambangan dan Penggalian 0,36 0,52 a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 - b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 - c. Penggalian 0,63 0,70 3. Industri Pengolahan 0,28 0,29 a. Industri Migas 0,00 - 1. Pengilangan Minyak Bumi 0,00 - 2. Gas Alam Cair 0,00 - b. Industri Tanpa Migas 0,28 0,29 4. Listrik, Gas & Air bersih 1,61 1,85 a. Listrik 1,72 2,02 b. Gas 0,00 0,00 c. Air Bersih 1,10 1,09 5. Bangunan 2,49 2,67 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,60 1,63 a. Perdagangan Besar & Eceran 1,62 1,65 b. Hotel 1,53 1,76 c. Restoran 0,53 0,63 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,49 3,76 a. Pengangkutan 3,89 4,06 1. Angkutan Rel 0,00 - 2. Angkutan Jalan Raya 1,13 1,11 3. Angkutan Laut 15,65 16,27 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 0,00 - 5. Angkutan Udara 0,33 0,36 6. Jasa Penunjang Angkutan 3,39 3,41 b. Komunikasi 1,41 1,46 1. Pos dan Telekomunikasi 1,41 1,46 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa 0,78 0,98 a. Bank 0,34 0,22 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 1,31 1,41 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 - d. Sewa Bangunan 0,98 1,15 e. Jasa Perusahaan 1,21 1,44 9. Jasa-jasa 1,58 1,59 a. Pemerintahan Umum 1,63 1,62 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1,63 1,62 2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 - b. Swasta 1,39 1,49 1. Sosial Kemasyarakatan 1,00 1,11 2. Hiburan & Rekreasi 1,41 1,48 3. Perorangan & Rumahtangga 1,43 1,52
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
43
Berdasarkan Tabel 7 sektor ekonomi yang memiliki keunggulan
komparatif di Kota Dumai pada tahun 2010 serta selama periode tahun 2000-2010
terdiri dari lima sektor yang sama. Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan
komparatif di Kota Dumai dengan nilai LQ lebih dari satu yaitu sektor listrik, gas
dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian,
sektor pertambangan penggalian dan sektor industri pengolahan bukan sektor
unggulan. Ini mengindikasikan bahwa Kota Dumai telah mampu memenuhi
sendiri kebutuhannya pada kelima sektor unggulan tersebut dan dimungkinkan
untuk melakukan ekspor ke luar daerah. Dari sisi subsektor, subsektor
pengangkutan merupakan subsektor unggulan dengan nilai LQ terbesar.
Dari hasil LQ tersebut dilakukan indeksasi. Hal ini dilakukuan untuk
memberikan penilaian kriteria yang sama pada setiap indikator sektor unggulan
sehingga indikator tersebut dapat dihitung secara bersama-sama dengan
menggunakan metode indeks komposit. Sektor pertanian diberi indeks sebesar 1
karena merupakan sektor dengan nilai LQ terendah sedangkan sektor
pengangkutan dan komunikasi sebagai sektor dengan nilai LQ tertinggi sehingga
diberikan indeks sebesar 5.
Berdasarkan penghitungan indeks LQ tahun 2010, indeks dengan nilai
tertinggi yang merupakan sektor unggulan Kota Dumai adalah sektor
pengangkutan dan komunikasi (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan keadaan Kota
Dumai yang memiliki peusahaan industri pengolahan sehingga lalu lintas
kendaraan dari dan menuju Kota Dumai relatif ramai terutama keluar masuknya
44
kapal laut dan truk pengangkut bahan-bahan penunjang industri pengolahan
maupun hasilnya. Sektor yang memiliki indeks terendah adalah sektor pertanian
yang disebabkan oleh kondisi lahan yang sebagian besar berupa rawa dan gambut
sehingga kurang cocok untuk pertanian.
Tabel 8. Indeks Location Quotient (LQ) Kota Dumai menurut sektor tahun 2010
Sektor LQ Tahun 2010 Indeks
1. Pertanian 0,20 1 2. Pertambangan & Penggalian 0,36 1,19 3. Industri Pengolahan 0,28 1,11 4. Listrik, Gas & Air Bersih 1,61 2,71 5. Bangunan 2,49 3,78 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,60 2,70 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,49 5 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 0,78 1,71 9. Jasa-Jasa 1,58 2,68
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
5.1.2 Analisis MRP Analisis MRP terdiri atas dua instrumen pengukuran yaitu Rasio
Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang menunjukkan rasio pertumbuhan
sektor/subsektor dengan nilai PDRB sektor/subsektor tersebut antara Kota Dumai
dengan Provinsi Riau. Selanjutnya instrumen kedua adalah Rasio Pertumbuhan
Wilayah Referensi (RPr) yaitu rasio pertumbuhan suatu sektor/subsektor ekonomi
Provinsi Riau terhadap pertumbuhan ekonomi agregat di Provinsi Riau.
Dari hasil analisis MRP (Tabel 9) sektor industri pengolahan (tanpa migas)
di Kota Dumai merupakan sektor yang potensial (RPs = 1,04) dan ternyata sektor
ini juga potensial di Provinsi Riau (RPr > 1) berdasarkan kriteria pertumbuhan.
Selain sektor industri pengolahan, sektor jasa-jasa juga termasuk sektor berpotensi
di Dumai (RPs = 1,05) dan juga di Provinsi Riau (Rpr = 1,04).
45
Tabel 9. Hasil penghitungan Rasio Pertumbuhan Provinsi Riau (RPr) dan Rasio Pertumbuhan Kota Dumai (RPs) tahun 2000-2010
Sektor RPr RPs
1. Pertanian 0,67 0,68 a. Tanaman Bahan Makanan 0,30 0,35 b. Tanaman Perkebunan 0,99 0,93 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,65 0,94 d. Kehutanan 0,46 1,07 e. Perikanan 0,93 0,71
2. Pertambangan dan Penggalian 3,43 0,34 a. Minyak dan Gas Bumi - - b. Pertambangan tanpa Migas - - c. Penggalian 1,54 0,77
3. Industri Pengolahan 1,12 1,04 a. Industri Migas - - 1. Pengilangan Minyak Bumi - - 2. Gas Alam Cair - - b. Industri Tanpa Migas 1,12 1,04
4. Listrik, Gas & Air bersih 0,60 0,63 a. Listrik 0,60 0,55 b. Gas - - c. Air Bersih 0,59 1,33 5. Bangunan 1,23 0,80
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,30 0,96 a. Perdagangan Besar & Eceran 1,30 0,97 b. Hotel 1,14 0,59 c. Restoran 1,53 0,75 7. Pengangkutan & Komunikasi 1,35 0,82 a. Pengangkutan 1,17 0,89 1. Angkutan Rel - - 2. Angkutan Jalan Raya 1,09 1,15 3. Angkutan Laut 1,01 0,95 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 1,13 - 5. Angkutan Udara 2,86 0,80 6. Jasa Penunjang Angkutan 1,33 1,05 b. Komunikasi 3,24 0,93 1. Pos dan Telekomunikasi 3,24 0,93 2. Jasa Penunjang Komunikasi - -
8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 2,08 0,56 a. Bank 11,54 5,25 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0,95 0,95 c. Jasa Penunjang Keuangan - - d. Sewa Bangunan 1,18 0,72 e. Jasa Perusahaan 1,20 0,60
9. Jasa-jasa 1,08 1,05 a. Pemerintahan Umum 1,09 1,09 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1,09 1,09 2. Jasa Pemerintah lainnya - - b. Swasta 1,02 0,94 1. Sosial Kemasyarakatan 1,11 0,84 2. Hiburan & Rekreasi 0,81 0,97 3. Perorangan & Rumahtangga 1,05 0,94
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
46
Sektor pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor
dengan nilai RPr dan RPs yang lebih kecil dari satu. Hal ini menunjukkan sektor
pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih di Kota Dumai dan Provinsi Riau
kurang potensial dari sisi pertumbuhannya.
Untuk penghitungan indeks komposit, hasil penghitungan MRP yang
diindekskan adalah RPs dengan pertimbangan bahwa RPs menggambarkan secara
khusus potensi sektor Kota Dumai. Hasil indeksasi RPs ditampilkan pada Tabel
10 berikut.
Tabel 10. Indeks rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) Kota Dumai tahun 2000-2010
Sektor RPs Indeks
1. Pertanian 0,68 2,87 2. Pertambangan & Penggalian 0,34 1 3. Industri Pengolahan 1,04 4,90 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,63 2,59 5. Bangunan 0,80 3,56 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 0,96 4,47 7. Pengangkutan & Komunikasi 0,82 3,65 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 0,56 2,23 9. Jasa-Jasa 1,05 5
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
Sektor jasa-jasa merupakan indeks RPs tertinggi pada tahun 2000-2010.
Sektor yang memiliki indeks terendah yaitu sektor pertambangan dan penggalian.
Hal ini dikarenakan keberadaan sumberdaya pertambangan dan penggalian yang
jumlahnya sedikit serta bersifat tidak dapat diperbaharui
5.1.3 Indeks Kontribusi PDRB Kontribusi PDRB dilihat dari rasio nilai PDRB tiap sektor terhadap nilai
PDRB total tiap sektor. Kontribusi PDRB pada penelitian ini merupakan
kontribusi rata-rata sektor/subsektor selama tahun 2000-2010 di Kota Dumai.
47
Tabel 11. Rata-rata kontribusi PDRB Kota Dumai menurut sektor dan subsektor tahun 2000-2010
Sektor Kontribusi PDRB (%)
1. Pertanian 7,91 a. Tanaman Bahan Makanan 1,44 b. Tanaman Perkebunan 1,70 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,16 d. Kehutanan 3,11 e. Perikanan 0,50 2. Pertambangan dan Penggalian 0,50 a. Minyak dan Gas Bumi - b. Pertambangan tanpa Migas - c. Penggalian 0,50 3. Industri Pengolahan 18,77 a. Industri Migas - 1. Pengilangan Minyak Bumi - 2. Gas Alam Cair - b. Industri Tanpa Migas 18,77 4. Listrik, Gas & Air bersih 0,85 a. Listrik 0,78 b. Gas - c. Air Bersih 0,07 5. Bangunan 16,99 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,84 a. Perdagangan Besar & Eceran 22,68 b. Hotel 0,93 c. Restoran 0,23 7. Pengangkutan & Komunikasi 16,13 a. Pengangkutan 15,34 1. Angkutan Rel - 2. Angkutan Jalan Raya 2,38 3. Angkutan Laut 11,44 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan - 5. Angkutan Udara 0,07 6. Jasa Penunjang Angkutan 1,45 b. Komunikasi 0,79 1. Pos dan Telekomunikasi 0,79 2. Jasa Penunjang Komunikasi - - 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 2,85 a. Bank 0,31 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0,38 c. Jasa Penunjang Keuangan - d. Sewa Bangunan 1,94 e. Jasa Perusahaan 0,22 9. Jasa-jasa 12,18 a. Pemerintahan Umum 9,62 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 9,62 2. Jasa Pemerintah lainnya - b. Swasta 2,56 1. Sosial Kemasyarakatan 0,15 2. Hiburan & Rekreasi 0,32 3. Perorangan & Rumahtangga 2,09
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
48
Berdasarkan Tabel 11, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan
sektor yang memiliki rata-rata kontribusi terbesar yaitu sebesar 23,84 persen
selama tahun 2000-2010 dengan subsektor perdagangan besar dan eceran sebagai
pemberi kontribusi terbesar. Perdagangan besar dan eceran menjadi kontribusi
terbesar dalam struktur perekonomian tanpa migas, terutama dari penjualan hasil
olahan industri CPO, pupuk dan komoditi lainnya. Sektor pertambangan dan
penggalian merupakan sektor dengan kontribusi terkecil yaitu sebesar 0,50 persen.
Tabel 12. Indeks kontribusi PDRB Kota Dumai tahun 2000-2010
Sektor Kontribusi PDRB Indeks 1. Pertanian 7,91 2,27 2. Pertambangan & Penggalian 0,50 1,00 3. Industri Pengolahan 18,77 4,13 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,85 1,06 5. Bangunan 16,99 3,83 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,84 5,00 7. Pengangkutan & Komunikasi 16,13 3,68 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa 2,85 1,40 9. Jasa-Jasa 12,18 3,00
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
Indikator kontribusi PDRB ini kemudian diindeksasi agar diperoleh
kesamaan kriteria penilaian untuk melakukan indeks komposit. Sektor yang
memiliki indeks kontribusi PDRB terbesar merupakan sektor dengan nilai
kontribusi yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. Oleh karena itu sektor
yang menjadi sektor unggulan pada indikator rata-rata kontribusi PDRB Kota
Dumai pada tahun 2000-2010 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.
5.2. Sektor Unggulan Berdasarkan Indeks Komposit
Penentuan sektor unggulan dilakukan dengan metode indeks komposit
yang menggunakan tiag indikator yaitu koefisien Location Quetiont (LQ) dari sisi
49
PDRB tahun 2010, Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh dari
analisis MRP serta rata-rata kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2000-
2010. Indeks komposit merupakan rata-rata dari total nilai indeks tiga indikator
penentu sektor unggulan tersebut. Indeks komposit dengan nilai tertinggi
disimpulkan sebagai sektor unggulan.
Tabel 13. Indeks komposit sebagai penentu sektor unggulan Kota Dumai
Sektor Indeks
LQ Indeks
RPs Indeks
Kontribusi Indeks
Komposit 1. Pertanian 1,00 2,87 2,27 2,05
2. Pertambangan & Penggalian 1,19 1,00 1,00 1,06
3. Industri Pengolahan 1,11 4,90 4,13 3,38
4. Listrik, Gas & Air Bersih 2,71 2,59 1,06 2,12
5. Bangunan 3,78 3,56 3,83 3,72
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 2,70 4,47 5,00 4,06
7. Pengangkutan & Komunikasi 5,00 3,65 3,68 4,11
8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
1,71 2,23 1,40 1,78
9. Jasa-Jasa 2,68 5,00 3,00 3,56
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
Berdasarkan hasil penghitungan indeks komposit pada Tabel 13 dapat
disimpulkan bahwa sektor unggulan Kota Dumai dengan indeks komposit terbesar
adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 4,11. Dari tiga
indikator yang ada, sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki keunggulan
dari sisi keunggulan komparatif dengan nilai indeks sebesar 5. Sedangkan dari
indeks RPs dan indeks kontribusi, sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki
indeks masing-masing sebesar 3,65 dan 3,68. Sektor yang memiliki indeks
komposit tertinggi kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan nilai
indeks komposit terkecil yaitu sebesar 1,11.
50
Dari sisi subsektor, subsektor yang menjadi unggulan di Kota Dumai
berdasarkan indeks komposit adalah subsektor pengangkutan. Pengangkutan
sebagai subsektor unggulan terkait dengan keberadaan beberapa perusahaan
industri besar, keberadaan pelabuhan-pelabuhan barang maupun penumpang serta
adanya beberapa lokasi pergudangan di Kota Dumai seperti gudang pupuk dan
gudang beras.
5.3. Analisis Porter’s Diamond
Berdasarkan hasil penghitungan indeks komposit, sektor pengangkutan
dan komunikasi merupakan sektor unggulan Kota Dumai dengan subsektor
pengangkutan sebagai subsektor unggulan. Kondisi geografis Kota Dumai yang
strategis dengan beberapa pelabuhan yang ada berpotensi berkembang menjadi
kota pelabuhan, perdagangan dan wisata.
Penelitian ini menggunakan analisis Porter’s Diamond untuk
menggambarkan daya saing subsektor pengangkutan khususnya angkutan laut.
Oleh karena itu dalam penelitian ini akan melihat daya saing angkutan laut dengan
pertimbangan bahwa angkutan laut merupakan pemberi kontribusi terbesar
terhadap subsektor pengangkutan di Kota Dumai secara rata-rata selama tahun
2000-2010. Analisis daya saing ini digambarkan dengan empat elemen di
dalamnya. Keempat elemen tersebut meliputi kondisi faktor, kondisi permintaan,
strategi perusahaan dan pesaing serta industri pendukung dan industri terkait.
Selain empat elemen tersebut juga akan dilihat peran pemerintah dan peran
kesempatan terhadap angkutan laut ini.
51
5.3.1 Kondisi Faktor
Secara umum kondisi faktor dapat dianalisis secara deskriptif melalui
sumberdaya manusia, sumberdaya modal, kondisi infrastruktur, teknologi serta
faktor alam yang dimiliki suatu wilayah seperti letak strategis wilayah, besarnya
jumlah penduduk dan potensi sumberdaya alam. Semakin baik kondisi tersebut
maka wilayah tersebut semakin berdaya saing.
Pencapaian standar kualitas masyarakat dapat dilihat dari pencapaian
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Meningkatnya status pembangunan
manusia dipengaruhi oleh meningkatnya indikator yang digunakan dalam
penghitungan IPM. Angka IPM Kota Dumai dapat dinilai cukup berkualitas yaitu
sebesar 77,75 persen pada tahun 2010. IPM Kota Dumai berada pada peringkat
kedua terbesar se–kabupaten/kota Provinsi Riau selama tahun 2008-2010 dengan
persentase yang semakin meningkat.
Dari sisi kepelabuhan, Kota Dumai memiliki enam pelabuhan besar yaitu:
Pelabuhan bongkar muat barang-barang selain CPO dan minyak mentah,
Pelabuhan Chevron, Pelabuhan Pertamina, Pelabuhan Penumpang, Pelabuhan
Santana di Kawasan Industri Dumai dan Pelabuhan PT.Sari Dumai Sejahtera
(SDS) di kawasan industri Lubuk Gaung. Pelabuhan-pelabuhan tersebut memiliki
fungsi masing-masing, misalnya sebagai pelabuhan bagi kapal-kapal pengangkut
minyak mentah, hasil olahan CPO maupun berfungsi sebagai transit bagi kapal
kargo.
Dilihat dari letak wilayahnya, Kota Dumai memiliki wilayah yang
strategis karena terletak di tepi Selat Malaka yang merupakan jalur lalu lintas
52
perdagangan. Posisi ini telah menarik minat investor asing yaitu dengan adanya
industri pengolahan CPO dengan tujuan ekspor.
5.3.2 Kondisi Permintaan Kondisi permintaan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk
barang dan jasa. Pada subsektor pengangkutan, kondisi permintaan dapat
digambarkan melalui banyaknya bongkar muat barang melalui pelabuhan Dumai
serta jumlah penumpang yang berangkat dan datang melalui pelabuhan Dumai.
Tabel 14. Banyaknya barang dan penumpang melalui Pelabuhan Dumai tahun 2008-2010
Tahun Barang (Ton) Penumpang (Orang)
Bongkar Muat Berangkat Datang 2008 27.299.543 2.811.707 334.597 361.038 2009 17.230.549 2.537.928 280.165 286.677 2010 20.752.026 4.322.453 281.666 278.897
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah barang yang dibongkar melalui
Pelabuhan Dumai sebanyak 27.299.543 ton pada tahun 2008, 17.230.549 ton pada
tahun 2009 dan meningkat menjadi 20.752.026 ton pada tahun 2010. Jenis barang
yang dibongkar muat antara lain berupa bahan pokok, minyak masak sebagai hasil
olahan minyak bumi, inti sawit dan pupuk.
Dari sisi jumlah penumpang, jumlah penumpang yang berangkat
mengalami fluktuasi dari tahun 2008-2010. Pada tahun 2010 jumlah penumpang
yang berangkat sebesar 334.597 orang, menurun pada tahun 2009 dengan jumlah
penumpang yang berangkat sebesar 280.165 orang dan kemudian meningkat
kembali menjadi 281.666 orang pada tahun 2010. Sedangkan dari sisi penumpang
yang datang melalui pelabuhan Dumai menunjukkan tren menurun dari tahun
53
2008 sampai tahun 2010. Jumlah penumpang yang datang melalui pelabuhan
adalah sebesar 278.897 orang pada tahun 2010.
Kondisi permintaan memperlihatkan kondisi yang lebih baik dan memiliki
keunggulan secara umum yang ditunjukkan dengan peningkatan muatan bongkar
muat barang dan penumpang pada tahun 2010 dibandingkan kondisi tahun 2008.
5.3.3 Strategi Perusahaan dan Pesaing Dumai memiliki pelabuhan bertaraf internasional yang salah satunya
dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia I (PT Pelindo I). Fasilitas yang disediakan
oleh PT Pelindo I ini antara lain meliputi:
1. Fasilitas pokok pelabuhan berupa tambatan di setiap dermaga yaitu dermaga
A, dermaga B, dermaga C, dermaga D.
2. Fasilitas pelayanan kapal dengan penyediaan kapal tunda sebanyak enam
unit, kapal pandu sebanyak tujuh unit dan sped boat sebanyak satu unit.
3. Fasilitas penumpukan berupa gudang penumpukan dan lapangan
penumpukan.
4. Fasilitas pelayanan terminal seperti: crane darat, forklift, fire truck, water
truck, excavator, dump truck, outlet pipa dan lainnya.
5. Pengusahaan terminal penumpang domestik maupun internasional, fasilitas
air minum, gedung, tanah serta fasilitas air kapal.
Dari sisi pelabuhan penumpang, selama beberapa tahun terakhir belum ada
penambahan usaha angkutan laut. Usaha angkutan laut khusus penumpang masih
didominasi oleh sedikit perusahaan angkutan laut sehingga persaingan antara
perusahaan terkait tidak terlalu berarti.
54
5.3.4 Industri Pendukung dan Industri Terkait Terkait dengan subsektor angkutan laut, keberadaan usaha industri baik
industri migas maupun non migas memiliki peran penting. Kota Dumai memiliki
empat kawasan industri dalam bidang pengolahan CPO yang terdiri dari kawasan
industri Lubuk Gaung, kawasan industri Dumai, kawasan industri Bukit Kapur,
dan kawasan terpadu Dock yard. Keberadaan kawasan industri ini mendorong
semakin meningkatnya peran subsektor pengangkutan khususnya angkutan laut
terutama di kawasan industri Dumai serta kawasan industri Lubuk Gaung yang
terletak di tepi laut. Kawasan industri Dumai dan kawasan industri Lubuk Gaung
merupakan jenis industri bertaraf internasional dengan tujuan ekspor dimana
kawasan ini memiliki pelabuhan tersendiri.
Keberadaan dua perusahaan migas bertaraf internasional, PT Chevron
Pacifik Indonesia dan Pertamina Refinery Unit II Dumai, juga merupakan industri
pendukung subsektor angkutan laut. Aktifitas loading minyak bumi ke kapal
tanker dilakukan melalui pelabuhan Dumai.
5.3.4 Peran Pemerintah Daerah
Dukungan pemerintah terhadap subsektor pengangkutan tampak dari visi
pembangunan Kota Dumai Tahun 2010-2015 yaitu: “Terwujudnya kota Dumai
sebagai pusat pelayanan kepelabuhan, perdagangan, tourism dan industri
(PENGANTIN) yang berbudaya melayu dan agamis menuju Dumai sejahtera,
harmonis, aman dan tertib di kawasan pantai timur sumatera tahun 2015”. Visi ini
direalisasikan melalui misi pertama pembangunan Kota Dumai yaitu:
“Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi serta memperkuat struktur
55
perekonomian kerakyatan berbasis kepelabuhan, perdagangan, tourism dan
industri. Kebijakan lainnya di bidang peningkatan pembangunan infrastruktur
yang ditetapkan oleh pemerintah daerah pada tahun 2010 meliputi:
1. Tersedianya sarana dan prasarana transportasi untuk mendukung Kota
Dumai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.
2. Penyusunan dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
dermaga penyebarangan RO-RO (Roll on-Roll off) Dumai.
3. Pemeliharaan dermaga penyebrangan RO-RO Dumai dan Tanjung Kapal.
4. Pembangunan jalan dan jembatan.
5.3.5 Peran Kesempatan CPO merupakan komoditi ekspor Indonesia yang menjadi primadona pada
saat ini. Hal ini merupakan suatu peluang bagi subsektor angkutan laut dimana
pada saat ini sebagian besar kegiatan ekspor impor menggunakan angkutan laut.
Keberadaan kawasan industri yang ada di Kota Dumai yang bergerak dalam
pengolahan CPO dengan skala ekspor dapat lebih meningkatkan peran subsektor
angkutan laut.
Angkutan laut saat ini lebih banyak digunakan dalam kegiatan
perdagangan antar daerah dalam lingkup nasional. Hal ini dikarenakan biaya
pengangkutan yang lebih murah serta kapasitas muatan yang lebih besar. Oleh
karena itu, Pelabuhan Dumai merupakan salah satu pintu masuk dalam penyaluran
barang-barang antar daerah di Provinsi Riau.
56
Gambar 10. Analisis Porter’s Diamond
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan:
1. Persaingan (-) 2. Strategi perusahaan
(+)
Kondisi Faktor: 1. SDM (+) 2. Infrastruktur
Fisik (+) 3. Letak wilayah
(+)
Kondisi Permintaan: 1. Permintaan dari
dalam daerah (+)
2. Permintaan Luar Daerah (+)
Industri Pendukung dan Industri Terkait
1. Kawasan industri (+)
2. Perusahaan industri besar (+)
Peran Pemerintah (+)
Peran Kesempatan
(+)
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 http://dumai.inaport1.co.id/dumai/index.php?option=com_content&view=article&id=19&Itemid=27
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis indeks komposit, maka dari tiga indikator sektor
unggulan disimpulkan bahwa sektor pengangkutan merupakan sektor
unggulan di Dumai dengan subsektor pengangkutan khususnya angkutan
laut sebagai subsektor unggulan.
2. Hasil analisis Porter’s Diamond menunjukkan bahwa daya saing subsektor
angkutan laut Kota Dumai menunjukkan kondisi yang berdaya saing.
. 6.2 Saran
1. Pengelolaan sektor pengangkutan khususnya subsektor angkutan laut
harus lebih ditingkatkan melalui pemeliharaan kawasan pelabuhan.
2. Perlu dibina kerjasama antara pemerintah daerah bersama pengusaha
angkutan dan pengelola kawasan industri yang ada dalam rangka
peningkatan fungsi kawasan pelabuhan untuk mendorong kegiatan
ekonomi yang lebih berdaya saing.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2009-2011. Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Riau. BPS Provinsi Riau, Pekanbaru
Badan Pusat Statistik Kota Dumai. 2001-2011. Dumai Dalam Angka. BPS Kota
Dumai, Dumai.
Caska. 2008. Potensi dan Kebijakan Kota Dumai Dalam Membangun Kawasan Ekonomi Khusus. Jurnal Ekonomi, XIII: 254-266.
Departemen Pertanian. 2005. Landasan Teoritis dan Fakta Empiris. Deptan,
Jakarta. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Univrsitas Indonesia, Jakarta. Jhinghan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. D.Guritno
[penerjemah]. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Maulida, E.M. 2009. Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwiata
Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mangun, N. 2007. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota Provinsi
Sulawesi Tengah [Tesis]. Universitas Diponegoro, Semarang. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta. Paramitasari, N. 2010. Potensi Komoditas Unggulan Industri Manufaktur
Terhadap Perekonomian Indonesia (Analisis Tabel I-O 2005). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Porter, M.E. 1992. Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Agus Darma,dkk [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Priyarsono, D.S., Sahara, dan M.Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas
Terbuka, Jakarta. Purwanti, D. 2009. Analisis Sektor Unggulan dalam Penyerapan Tenaga Kerja
Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
59
Purwanti, P.A.P. 2009. Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten Bangli dengan Pendekatan Pertumbuhan Berbasis Ekspor, Jurnal Kependudukan dan Pengebangan SDM Vol.V.
Sabuna, D. 2010. Identifikasi Sektor-sektor Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Periode 2000-2008) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Padang. Sondari, D. 2007. Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa
Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional. Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, M. P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Haris
dan Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Tripambudi, A. 2011. Pergeseran Struktur Perekonomian Atas Dasar Penyerapan
Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Universitas Diponegoro, Semarang.
http://dumai.inaport1.co.id/dumai/index.php?option=com_content&view=article&id=19&Itemid=27 [30 November 2011]
LAMPIRAN
Lampiran 1. PDRB Kota Dumai atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha tahun 2007-2010 ( juta rupiah )
LAPANGAN USAHA 2007 2008**) 2009***) 2010***) 1. PERTANIAN 249.088,55 295.636,19 336.819,28 390.833,80 a. Tanaman Bahan Makanan 37.418,66 39.880,45 40.877,46 41.702,83 b. Tanaman Perkebunan 74.447,81 96.650,30 111.473,74 133.671,25 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 34.436,02 39.814,20 45.978,81 53.212,64 d. Kehutanan 85.878,10 98.893,57 113.881,64 132.149,48 e. Perikanan 16.907,96 20.397,67 24.607,64 30.097,60 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 16.944,65 20.270,63 24.206,75 28.720,97 a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 c. Penggalian 16.944,65 20.270,63 24.206,75 28.720,97 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.421.067,68 5.502.276,62 6.927.296,98 8.818.667,19 a. Industri Migas 2.691.045,21 4.529.576,44 5.639.711,69 7.104.364,52 1. Pengilangan Minyak Bumi 2.691.045,21 4.529.576,44 5.639.711,69 7.104.364,52 2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Industri Tanpa Migas **) 730.022,47 972.700,18 1.287.585,29 1.714.302,67 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 27.465,95 32.492,44 38.437,36 46.199,38 a. Listrik 25.420,17 30.032,95 35.482,77 42.665,38 b. Gas 0,00 0,00 0,00 0,00 c. Air Bersih 2.045,78 2.459,49 2.954,59 3.534,00 5. BANGUNAN 601.473,85 825.974,14 875.532,59 952.523,73 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 799.312,54 1.025.881,86 1.340.519,58 1.749.009,62 a. Perdagangan Besar & Eceran 750.508,82 969.599,04 1.276.864,97 1.676.638,24 b. Hotel 40.424,89 46.595,83 51.818,73 57.787,32 c. Restoran 8.378,83 9.686,99 11.835,88 14.584,06 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 487.909,33 577.172,95 681.365,19 808.979,57 a. Pengangkutan 460.086,44 542.790,32 639.930,15 758.541,11 1. Angkutan Rel 0,00 0,00 0,00 0,00 2. Angkutan Jalan Raya 71.002,46 85.016,12 101.496,33 121.718,98 3. Angkutan Laut 332.390,91 389.160,05 455.455,97 534.054,42 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0,00 0,00 0,00 0,00 5. Angkutan Udara 2.151,05 2.728,06 3.458,29 4.628,12 6. Jasa Penunjang Angkutan 54.542,02 65.886,09 79.519,56 98.139,59 b. Komunikasi 27.822,89 34.382,63 41.435,04 50.438,46 1. Pos dan Telekomunikasi 27.822,89 34.382,63 41.435,04 50.438,46 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 0,00 0,00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA 105.261,12 128.346,55 156.486,47 209.109,24 a. Bank 13.490,93 19.414,26 27.179,96 49.415,86 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 14.224,64 16.860,73 19985,34 24.528,21 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 d. Sewa Bangunan 70.410,60 83.728,75 99.566,02 123.426,68 e. Jasa Perusahaan 7.134,95 8.342,81 9.755,15 11.738,49 9. JASA-JASA 371.509,00 446.384,23 536.425,58 640.189,16 a. Pemerintahan Umum 293.836,67 355.153,99 429.266,90 512.070,10 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 293.836,67 355.153,99 429.266,90 512.070,10 2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Swasta 77.672,33 91.230,24 107.158,68 128.119,06 1. Sosial Kemasyarakatan 4.629,38 5.307,18 6.084,21 7.733,22 2. Hiburan & Rekreasi 9.688,70 11.419,84 13.460,30 15.949,26 3. Perorangan & Rumahtangga 63.354,25 74.503,22 87.614,17 104.436,58 PDRB DENGAN MIGAS 6.080.032,66 8.854.435,61 10.917.089,79 13.644.232,66 PDRB TANPA MIGAS 3.388.987,46 4.324.859,17 5.277.378,10 6.539.868,14
Sumber : BPS Kota Dumai, 2011 **) Angka Sementara ***) Angka Sangat Sementara
61
Lampiran 2. PDRB Kota Dumai atas dasar harga konstan menurut lapangan
usaha tahun 2007-2010 ( juta rupiah)
LAPANGAN USAHA 2007 2008**) 2009***) 2010***) 1. PERTANIAN 130.644,34 135.952,66 141.352,59 146.403,98 a. Tanaman Bahan Makanan 25.510,41 25.740,95 25.959,75 26.007,59 b. Tanaman Perkebunan 10.001,44 10.879,51 11.847,79 12.923,24 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 21.599,20 22.750,97 23.936,30 25.237,80 d. Kehutanan 67.018,31 69.771,11 72.492,18 74.836,90 e. Perikanan 6.514,98 6.810,12 7.116,58 7.398,45 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 9.261,75 10.167,85 11.142,95 12.132,90 a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 c. Penggalian 9.261,75 10.167,85 11.142,95 12.132,90 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.754.843,65 1.791.804,69 1.745.026,88 1.734.350,86 a. Industri Migas 1.672.480,28 1.702.272,52 1.648.144,12 1.629.355,28 1. Pengilangan Minyak Bumi 1.672.480,28 1.702.272,52 1.648.144,12 1.629.355,28 2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Industri Tanpa Migas **) 82.363,37 89.532,17 96.882,76 104.995,58 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 12.133,71 12.622,91 12.891,48 13.365,77 a. Listrik 10.740,31 11.130,68 11.294,64 11.664,38 b. Gas 0,00 0,00 0,00 c. Air Bersih 1.393,40 1.492,23 1.596,84 1.701,39 5. BANGUNAN 283.099,67 307.820,14 334.354,24 362.499,67 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 461.473,84 508.306,87 556.766,48 610.088,17 a. Perdagangan Besar & Eceran 450.657,62 497.061,91 544.829,56 597.359,79 b. Hotel 7.774,73 8.142,84 8.593,14 9.093,56 c. Restoran 3.041,49 3.102,12 3.343,78 3.634,82 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 350.046,31 379.885,31 411.601,98 447.914,74 a. Pengangkutan 332.942,30 359.154,15 387.097,75 418.659,39 1. Angkutan Rel 0,00 0,00 0,00 0,00 2. Angkutan Jalan Raya 60.770,08 66.294,54 72.108,57 78.787,06 3. Angkutan Laut 247.259,47 266.001,40 286.057,91 308.208,75 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0,00 0,00 0,00 0,00 5. Angkutan Udara 2.307,72 2.491,15 2.687,95 3.061,81 6. Jasa Penunjang Angkutan 22.605,03 24.367,06 26.243,32 28.601,77 b. Komunikasi 17.104,01 20.731,16 24.504,23 29.255,35 1. Pos dan Telekomunikasi 17.104,01 20.731,16 24.504,23 29.255,35 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 0,00 0,00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA 36.138,39 38.183,59 40.588,17 43.953,97 a. Bank 3.055,33 4.117,29 5.375,95 7.115,67 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 4.148,81 4.300,11 4.545,65 4.783,12 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 d. Sewa Bangunan 25.344,16 26.067,48 26.849,50 28.001,34 e. Jasa Perusahaan 3.590,09 3.698,71 3.817,07 4.053,84 9. JASA-JASA 265.505,75 289.434,77 315.713,05 345.221,14 a. Pemerintahan Umum 210.292,74 230.754,33 253.206,84 279.409,22 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 210.292,74 230.754,33 253.206,84 279.409,22 2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Swasta 55.213,01 58.680,44 62.506,21 65.811,92 1. Sosial Kemasyarakatan 3.253,48 3.341,63 3.523,41 3.694,17 2. Hiburan & Rekreasi 5.983,67 6.300,95 6.679,01 7.110,20 3. Perorangan & Rumahtangga 45.975,86 49.037,86 52.303,79 55.007,55 PDRB DENGAN MIGAS 3.303.147,41 3.474.178,79 3.569.437,83 3.715.931,20 PDRB TANPA MIGAS 1.630.667,13 1.771.906,27 1.921.293,70 2.086.575,92
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 **) Angka Sementara ***) Angka Sangat Sementara
top related