identifikasi bahaya dan gambaran perilaku …
Post on 29-Nov-2021
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI BAHAYA
DAN GAMBARAN PERILAKU PENGGUNAAN
ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA LAUNDRY
DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA
JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh:
DESI NURTRIKA SARI
NIM : 109101000013
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M/1434 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Maret-April 2013
Desi Nurtrika Sari, NIM: 109101000013
IDENTIFIKASI BAHAYADAN GAMBARANPERILAKU PENGGUNAAN
ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA LAUNDRYDI RUMAH SAKIT
ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITAJAKARTA TAHUN 2013
108 halaman + tabel + gambar + lampiran
ABSTRAK
Identifikasi bahaya untuk menjawab apa saja potensi bahaya yang dapat
terjadi. Pengendalian bahayaberguna agar terjadinya incident, accident, penyakit
akibat kerja ataupun penyakit akibat hubungan kerja di tempat kerja berkurang atau
tidak terjadi kembali. Bahayadari linen-linen dikumpulkan menjadi satu di dalam
laundry berasal dari pasien yang menderita berbagai penyakit, penggunaan alat
pelindung diri yang benar dan tepat adalah salah satu cara untuk mengendalikan hal
tersebut.Dari hasil studi pendahuluan perilaku pekerjalaundry tidak menggunakan
alat pelindung diri lebih banyak daripada yang menggunakanalatpelindungdiri. Dari
22 pekerja terdapat 15 pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri.
Penelitianinibersifatkualitatifuntukidentifikasi bahaya, gambaran perilaku
penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta.Penelitiandilakukanmulaidaribulan April hingga Mei
2013.Analisis datadengancontent analysis.Untukmendapatkankeabsahan data,
makadigunakanlahtriangulasiteknikdantriangulasisumber.Hasilpenelitianmenunjukka
nbahwaterdapatbahayakimiadanbiologisehinggapekerjaharusmenggunakanalatpelindu
ngdiri.Perilakupenggunaanalatpelindungdiridarihasilpenelitianinikebanyakanpekerjati
dakmenggunakanpelindungdirisecaralengkap.
Untukitudisarankanpihakrumahsakithendaknyamengadakanpenyuluhanterkait
potensialbahaya yang terdapat di bagianlaundry. Agar
dapatmeningkatkankesadaranakanpentingnyaalatpelindungdiri.
Laluperluadanyakomitmen yang kuatsejakawaluntuksemuapekerjalaundry agar
mematuhiperaturanyang dibuat.Jikaterdapatpekerja yang
tidakmematuhimakaakandikenakansanksidarikomitmentersebutterutamaterhadappeng
gunaanalatpelindungdiri.
Daftar bacaan: 29 (1970 -2012)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis, March-April 2013
Desi Nurtrika Sari, NIM: 109101000013
HAZARD IDENTIFICATION AND DESCRIPTION OF BEHAVIOR USE
PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT IN LAUNDRY WORKER AT
MOM AND CHILDREN HOSPITAL HARAPAN KITA JAKARTA 2013
108Pages + tables + pictures + attachments
ABSTRACT
Hazard identification answer any potential hazard that could happen. Hazard
control useful incident, accident, occupational disease at work less or not happen
again. Hazard of linens be colleted at laundry form patients various diseases, so use
the personal protective equipment is true to control hazard. Preliminary study of the
behavior of laundry worker do not use personal protective equipment more than use
personal protective equipment. There are 15 of 22 workers not use personal protective
equipment.
This is qualitative research for hazard identification and description of
behavior use personal protective equipment in laundry worker at mom and children
hospital harapankita Jakarta 2013.Data analysis with content analysis.To obtain the
validity of the data, it isused triangulation methods and person triangulation. Result
be in a place chemical and biological hazard so use personal protective equipment.
Workers do not use personal protective equipment in full.
Is recommended for the hospital let provide potential hazards related
espionage section. To increase awareness of the importance of personal protective
equipment.And than early commitment for all laundry workers made to comply with
the rules.If any workers do not sequacious will be liable to sanction.
Reading list: 29 (1970 -2012)
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Desi Nurtrika Sari
TTL : Jakarta, 30 Desember 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
No. HP : 0838-908-19-113
Alamat : Jalan Nuri RT 003 RW 04 Cipadu Jaya Larangan Tangerang Banten
E-mail : desi_nurtrika@yahoo.com
PENDIDIKAN FORMAL
2009 – Sekarang : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi
Kesehatan Masyarakat Falkutas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2006 – 2009 : SMA Negeri 90 Jakarta
2003 – 2006 : SMP Negeri 110 Jakarta
1997 – 2003 : SD Negeri Kreo 01 Pagi Banten
PENGALAMAN ORGANISASI
2008 – 2009 : Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Kelas SMA Negeri
90 Jakarta
2004 – 2005 : OSIS SMP Negeri 110 Jakarta (Kabag Seni dan Olaharaga)
vi
LembarPersembahan
Tulisaniniakansayapersembahkanuntukanda
yangmembutuhkannya,berbagisedikitpengetahuan.
Inilahniatsayasemogabermanfaat.
vii
KATA PENGANTAR
AssalammualaikumWr. Wb.
Denganmenyebutnama Allah Yang MahaPengasihLagiMahaPenyayang,
pujidansyukursayaucapkankepadaIllahi Rabbi yang selalumemberikankenikmatan
yang takterhinggakepadakitasemua. Denganmemanjat rasa
syukuratassegalanikmatdanrahmat-Nyahinggaskripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI
BAHAYA DAN GAMBARAN PERILAKU PENGGUNAANALAT PELINDUNG
DIRI PADA PEKERJA LAUNDRYDI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA
HARAPAN KITAJAKARTA TAHUN 2013” inidapattersusundenganbaik.
SholawatdansalamselalutercurahkepadabagindabesarNabi Muhammad SAW yang
telahmenuntunumatnyadarizamankegelapankezamanterangbenderangsepertisaatini.
Penuliskesempatan kali ini, penulisinginmengucapkanterimakasihkepada :
1. TerimaKasihkepadakedua orang tua yang
telahmemberikanperhatiandankasihsayangnyasertadoa yang
sangatluarbiasakepadasaya, dankakak-kakakkutersayang Mas
BarataSutrisnobesertaIstri Mba Indra Prahasti, Mas AgungYudoSantoso.
2. IbuFebriantiM,siselakukepala program studikesehatanmasyarakat yang
senantiasaberusaha agar prodikesehatanmasyarakatselalumenjadi yang
terbaik.
viii
3. IbuYuliAmran, SKM, MKM selakudosenpembimbing I
danIbuRiastutiKusuma W, SKM, MKM selakudosenpembimbing II yang
senantiasamembimbing. Terimakasihataskesabarandanwaktu yang
telahdiberikan.
4. Bapak Ahmad Ghozali yang selalumembantusayaapabilaterdapatkesulitan,
terimakasihbanyakya PakGho.
5. Direkturutamaserta staff administratifRumahSakitAnakdanBundaHarapan
Kita Jakarta yang telahmengizinkansayauntukmelakukanpenelitian di
tempatBapak-BapakdanIbu-
Ibupimpin.TerutamauntukBapakUdartoselakuKepala CSSD
terimakasihbanyak Pak.
6. BapakdanIbuPekerja di bagianlaundry RumahSakitAnakdanBundaHarapan
Kita Jakarta yang telahmengizinkansayauntukmelakukanpenelitian.
7. Mas Hery B.K. yang telahmemberikanmotivasi yang
luarbiasasehinggasayatetapsemangat.
Terimakasihatasdukungannyasertadoasetiapsaat.
8. Untukteman-temanKesehatanmasyarakatangkatan 2009, khususnyaK3yang
telahmemberidukungandanmasukanterhadappenulisanskripsiini.
Denganmemanjatkandoakepada Allah SWT, penulisberharapsemuakebaikan
yang telahdiberikanmendapatbalasandari Allah SWT.
Amin.Semogaskripsiinibermanfaatbagipenulisdanpembacapadaumumnya.
WasalammualaikumWr. Wb.
ix
Jakarta, Maret 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………………..i
ABSTRAK……………………………………………………………………………ii
PESETUJUAN PEMBIMBING………………...……………………………….....iv
PENGESAHAN PENGUJI…………………………………………………….…....v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………...……....vi
PERSEMBAHAN…………………………………………………………………..vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..……….ix
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 LatarBelakang………………………………………...……………………….....1
1.2 RumusanMasalah…………………………..…………..………………………..6
1.3 Pertanyaanpenelitian..............................................................................................7
1.4 Tujuan.....................................................................................................................7
1.5 Manfaat...................................................................................................................8
1.6 RuangLingkup.......................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................10
2.1.Identifikasi Bahaya…….......................................................................................10
2.2. PengendalianRisiko…...……..…………………………………………..……..15
2.3. PengertianAlatPelindungDiri……………........................................................17
2.4. Perilaku……..………………………..................................................................47
2.5. PengertianKecelakaanKerja………….……………….…...…………….…....52
2.6. PenyakitAkibatKerja………………………………………………………….52
2.7. PenyakitAkibatHubunganPekerjaan……………………………...……….....52
BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH...........................57
3.1.Kerangka Berfikir.................................................................................................57
3.2.Definisi Istilah......................................................................................................59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...............................................................60
xi
4.1.Jenis Penelitian......................................................................................................60
4.2.Waktu dan Lokasi Penelitian.................................................................................60
4.3.Informan Penelitian...............................................................................................60
4.4.Instrumen Penelitian..............................................................................................62
4.5.Sumber Data..........................................................................................................63
4.6.Pengumpulan Data................................................................................................64
4.7.Keabsahan Data.....................................................................................................66
4.8.Pengolahan Data....................................................................................................66
4.9.Analisis Data..........................................................................................................67
4.10. Penyajian Data....................................................................................................68
BAB VHASIL PENELITIAN…………..................................................................69
5.1.Informan……………………………………………………………………...…69
5.2.Langkah-LangkahPekerjaanLaundry RSAB Harapan Kita Jakarta…...……...69
5.3.IdentifikasiBahaya Di Laundry RSAB Harapan Kita Jakarta…..……..……....77
5.4.KetersediaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita Jakarta…..…………...82
5.5.PerilakuPenggunaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita Jakarta…........86
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………………..93
6.1.KeterbatasanPenelitian……………………………..…………………………..93
6.2.PembahasanLangkah-LangkahPekerjaanLaundry RSAB Harapan Kita
Jakarta………………………………………………………………………….....93
6.3.PembahasanIdentifikasiBahaya Di Laundry RSAB Harapan Kita Jakarta…...95
6.4.PembahasanKetersediaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita Jakarta....99
6.5.PembahasanPerilakuPenggunaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita
Jakarta…………………………………………..……………………………....101
BAB KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….……..106
7.1.Kesimpulan………………...……………………………………………….......106
7.2.Saran………………………………...………………………...……….……….107
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari penyakit akibat kerja,
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
(Tresnaningsih, 2012). Tahapan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat
dan bebas dari pencemaran lingkungan dapat dilakukan identifikasi bahaya lalu
menerapkan pengendalian bahaya.
Identifikasi bahaya untuk menjawab apa saja potensi bahaya yang dapat
terjadi. Elemen pertama dari proses manajemen risiko keselamatan dan kesehatan
kerja dimulai dengan melakukan identifikasi bahaya. Keberhasilan suatu proses
manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja sangat ditentukan oleh
kemampuan dalam menentukan atau mengidentifikasi semua bahaya yang ada dalam
kegiatan. Jika semua bahaya berhasil diidentifikasi dengan lengkap berarti akan dapat
melakukan pengelolaan secara komprehensif (Ramli, 2010). Identifikasi bahaya
tidak dilakukan akan menyebabkan pengendalian yang salah sehingga tidak tepat.
Apabila kaitannya hanya membutuhkan beberapa alat pelindung diri seperti earplug
maka tidak perlu untuk membeli earmuff (Ferdi, 2011).
Pengendalian bahaya berguna agar terjadinya incident, accident, penyakit
akibat kerja ataupun penyakit akibat hubungan kerja di tempat kerja berkurang atau
2
tidak terjadi kembali. Menurut Budiono, dkk (2003) hirarki pengendalian bahaya
yang pertama adalah eliminasi, selanjutnya substitusi, lalu engineering control,
kemudian administrative control dan yang terakhir penggunaan alat pelindung diri.
Penggunaan alat pelindung diri sebagai pengendalian bahaya terakhir apabila
pengendalian bahaya dengan eliminasi, substitusi, engineering control dan
administrative control sudah dilaksanakan tetapi belum bisa mengendalikan bahaya
yang ada.
Pemerintah mengeluarkan undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 tahun
1970. Undang-undang ini memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja yang
bekerja agar tempat dan peralatan produksi senantiasa berada dalam keadaan selamat
dan aman bagi pekerja
Menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
terdiri XI Bab dan 18 Pasal. Pada pasal 12 mengatur mengenai hak dan kewajiban
tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri. Pada pasal 14 menyebutkan bahwa
pengusaha wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan
bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan.
Adanya undang-undang tersebut bukan berarti tidak ada kecelakaan kerja lagi.
Hal ini dikarena faktor manusia juga menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan
kerja atau kecenderungan pekerja untuk celaka (accident proneness). Accident
proneness adalah kenyataan, bahwa untuk pekerja-pekerja tertentu terdapat tanda-
tanda kecenderungan untuk mengalami kecelakaan. Hal ini jelas betapa pentingnya
3
faktor manusia dalam terjadinya kecelakaan akibat kerja. Beberapa penelitian juga
mengatakan bahwa 80%-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia (unsafe
action). Unsafe action tersebut salah satunya dikarenakan oleh tidak menggunakan
alat pelindung diri (Anizar, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Safety News Alert terhadap 290 orang pekerja
Safety Officer di Amerika mengenai berbagai alasan pekerja yang tidak memakai alat
pelindung diri saat bekerja didapatkan hasil sebagai berikut: karena alat pelindung
diri tidak nyaman (30%), karyawan tidak tahu bahwa harus menggunakan alat
pelindung diri (10%), karyawan merasa menggunakan alat pelindung diri hanya
menghabiskan waktu (18%), karyawan merasa tidak akan celaka (8%), dan karyawan
lupa untuk menggunakan alat pelindung diri (34%) (Himawari,2011). Penelitian
tersebut memperlihatkan bahwa orang memiliki perilaku berdasarkan faktor
predisposisi yang salah mengenai faktor risiko pada pekerjaan mereka, karena setiap
pekerjaan pasti memiliki tingkat risikonya masing-masing.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah Sakit. Rumah sakit merupakan tempat pengobatan, rawat inap, rawat
jalan dan berbagai aktivitas lainnya sebagai pelayanan kesehatan dan merupakan
tempat bekerjanya para tenaga kerja baik medis maupun non medis yang mempunyai
potensi bahaya yang sangat berisiko. Pekerja medis di rumah sakit seperti dokter,
suster/perawat, apoteker, dll. Sedangkan pekerja non medis di rumah sakit seperti
pekerja administrasi, pekerja office boy/girl, pekerja laundry, dll.
4
Menurut Kartika (2000) beberapa tempat di Rumah Sakit memiliki potensi
terjadi risiko bahaya akibat kerja terhadap pekerjanya, hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu dari alat, tempat kerja ataupun pekerja itu sendiri. Penelitian
yang dilakukan oleh Sugianti (2005) yang berjudul study pengelolaan linen di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga dihasilkan angka kuman pada linen
diperoleh angka kuman tertinggi 5,7 x 1010
. Sedangkan terendah 1,6 x 1010
rerata
angka kuman tertinggi 2,7 x 1010
. Berdasarkan dirjen PPM dan PLP tentang Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia bahwa linen bersih setelah keluar dari semua
proses pengelolaan linen tidak mengandung 6 x 10 bakteri. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa pentingnya menggunakan alat pelindung diri.
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta memiliki kapasitas
tempat tidur sebanyak 355 tempat tidur. 355 tempat tidur terdiri dari kamar perawatan
anak (VIP, utama, kelas I, kelas II dan kelas III), kamar perawatan bunda (super VIP,
VIP, kelas I, kelas II, kelas III), kamar perawatan sehari, perawatan intensif (Pediatric
Intensive Care Unit (PICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Intensive Care
Unit Bagi Bunda). Pasien yang dirawat selama menjalani perawatan diharuskan untuk
memakai pakaian yang disediakan oleh pihak Rumah Sakit (Profil Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta, 2012). Pengelolaan linen tersebut ditangani sendiri
oleh rumah sakit dimana dalam pelaksanaannya semua linen dari setiap ruangan
dikumpulkan menjadi satu yaitu di laundry.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”,
5
bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya
potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Bahaya
potensial fisik seperti kebisingan, lalu bahaya potensial kimia seperti penggunaan
detergen atau bahan kimia lainnya untuk mencuci, kemudian bahaya potensial biologi
seperti infeksi dari baju yang telah digunakan oleh pasien penderita penyakit infeksi,
selanjutnya bahaya ergonomi seperti pekerjaan yang dilakukan dengan postur yang
salah dalam melakukan pekerjaannya, dan yang terakhir bahaya psikososial seperti
beban kerja yang berlebihan.
Bahaya yang berasal dari linen-linen dikumpulkan menjadi satu di dalam
laundry berasal dari pasien yang menderita berbagai penyakit, baik itu pasien yang
sudah didiagnosa menderita penyakit infeksius ataupun pasien yang masih dalam
penegakan diagnosa, sehingga perlu adanya antisipasi pada pekerja laundry yang
setiap hari selalu kontak dengan linen yang mengandung bahaya tersebut dengan
penggunaan alat pelindung diri (Basleti, 2004). Menurut standar operasional prosedur
(2012) salah satu aturan yang berlaku di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Haparan Kita Jakarta adalah pemakaian alat pelindung diri. Hal ini dimaksudkan
untuk memperkecil risiko celaka dan cidera bagi pekerja yang nantinya akan
berdampak pada produktivitas kerjanya. Dari hasil studi pendahuluan perilaku
pekerja laundry tidak menggunakan alat pelindung diri lebih banyak dari pada yang
menggunakan alat pelindung diri. Dari 22 pekerja terdapat 15 pekerja tidak
menggunakan alat pelindung diri.
6
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengidentifikasi bahaya,
mengetahui gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry
di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya
potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Bahaya
potensial fisik seperti kebisingan. Akan tetapi bahaya potensial fisik seperti
kebisingan tidak signifikan dari hasil studi pendahuluan didapatkan 70dB selama tiga
jam. Bahaya potensial kimia seperti penggunaan detergen atau bahan kimia lainnya
untuk mencuci. Bahaya potensial biologi seperti infeksi dari baju yang telah
digunakan oleh pasien penderita penyakit infeksi. Bahaya ergonomi seperti pekerjaan
yang dilakukan dengan postur yang salah dalam melakukan pekerjaannya. Bahaya
psikososial seperti beban kerja yang berlebihan. Pekerja di unit kerja laundry
mempunyai risiko yang cukup tinggi untuk mengalami kecelakaan maupun penyakit
akibat kerja.
Oleh karena itu penggunaan alat pelindung diri yang benar dan tepat adalah
salah satu cara untuk mengendalikan hal tersebut. Dari hasil studi pendahuluan
perilaku pekerja laundry tidak menggunakan alat pelindung diri lebih banyak dari
pada yang menggunakan alat pelindung diri. Dari 22 pekerja terdapat 15 pekerja tidak
menggunakan alat pelindung diri. Berdasarkan hal tersebut maka masalah yang
penulis ajukan pada penelitian ini adalah identifikasi bahaya dan perilaku penggunaan
alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita Jakarta.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1. Apa saja langkah-langkah pekerjaan yang terdapat di laundry Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013?
1.3.2. Apa saja bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta tahun 2013?
1.3.3. Apa saja ketersediaan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya di
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013?
1.3.4. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada
pekerja di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta
tahun 2013?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran identifikasi bahaya dan perilaku penggunaan alat
pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengetahui langkah-langkah pekerjaan yang terdapat di laundry
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013.
1.4.2.2 Mengetahui bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013.
1.4.2.3 Mengetahuai ketersediaan alat pelindung diri yang sesuai dengan
bahaya di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta tahun 2013.
8
1.4.2.4 Mengetahui gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri
pada pekerja di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita Jakarta tahun 2013.
1.5 Manfaat
1.5.1. Bagi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita
1.5.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita mengenai
identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat
pelindung diri pada pekerja laundry.
1.5.1.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada
pekerja di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita
khususnya di Bagian laundry tentang identifikasi bahaya dan
gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja
laundry.
1.5.1.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Rumah Sakit
Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita dalam menangani
masalah ketidakpatuhan pekerja laundry dalam penggunaan alat
pelindung diri.
1.5.2. Bagi Peneliti
1.5.2.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti
lain yang akan melakukan penelitian terkait identifikasi bahaya
dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada
pekerja laundry.
9
1.5.2.2. Dengan penelitian ini dapat menambah wawasan serta
kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan
dan kesehatan kerja.
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin mengetahui
identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada
pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Jakarta tahun 2013. Penelitian
dilakukan pada April-Mei 2013. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif.
Informan utama penelitian ini adalah pekerja lapangan di bagian laundry Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
Data penelitian ini diperoleh dengan cara pengambilan data primer dan data
sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan metode wawancara kepada
informan penelitian dan observasi kegiatan pencucian serta penggunaan alat
pelindung diri untuk mengetahui alasan tidak menggunakan alat pelindung diri.
Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data profil,
kebijakan, kebutuhan alat pelindung diri pekerja laundry, standar operasional Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Identifikasi Bahaya
Menurut Ramli (2010) identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam
mengembangkan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Identifikasi
bahaya, adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas
organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa
melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan
baik.
2.1.1. Tujuan Identifikasi Bahaya Menurut Ramli (2010)
Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan
kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko
tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko
tidak dapat dijalankan.
Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain :
2.1.1.1. Mengurangi peluang kecelakaan. Identifikasi bahaya dapat
mengurangi peluang terjadinya kecelakaan, karena identifikasi
bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan.
2.1.1.2. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-
manajemen dan pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya
dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.
11
2.1.1.3. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi
pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan
mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala
prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya
sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif.
2.1.1.4. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber
bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya
pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat
memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan
dilakukan (Ramli, 2010).
2.1.2. Persyaratan Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan
komprehensif. Banyak perusahaan yang telah melakukan identifikasi bahaya,
tetapi ternyata angka kecelakaan masih dinilai tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa proses identikasi bahaya yang dilakukan belum berjalan dengan efektif
(Ramli, 2010).
Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi
bahaya antara lain
2.1.2.1. Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas
perusahaan sehingga dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sangat
menentukan dalam memilih teknik identifikasi bahaya yang tepat
bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang sifat risiko rendah, tentu
12
tidak perlu melakukan identifikasi bahaya dengan teknik yang
sangat komprehensif misalnya teknik kuantitatif.
2.1.2.2. Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan
adanya teknologi dan ilmu terbaru. Banyak bahaya yang
sebelumnya belum dikenal tetapi saat ini menjadi suatu potensi
besar. Karena itu, dalam melakukan identifikasi bahaya mesti
selalu mempertimbangkan kemungkinan adanya teknik baru atau
sistem pencegahan yang telah dikembangkan.
2.1.2.3. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi
bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau
dilakukan melalui konsultasi dengan pihak terkait misalnya
dengan pekerja. Mereka paling mengetahui adanya bahaya di
lingkungan kerjanya masing-masing. Mereka juga
berkepentingan dengan pengendalian bahaya di tempat kerjanya.
Identifikasi bahaya juga berdasarkan masukan dari pihak lain
misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. Konsumen biasanya
mengetahui berbagai kelemahan dan kondisi berbahaya yang ada
dalam jasa atau produk yang dihasilkan perusahaan.
2.1.2.4. Ketersediaan metoda, peralatan, referensi, data dan dokumen
untuk mendukung kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu
sumber informasi misalnya data kecelakaan yang pernah terjadi
baik internal maupun eksternal perusahaan.
13
2.1.2.5. Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas
perusahaan termasuk juga pedoman industri dan data seperti
MSDS (Material Safety Data Sheet) (Ramli, 2010).
2.1.3. Jenis Bahaya
Bahaya dalam kehidupan sangat banyak ragam dan jenisnya. Lihatlah
di sekitar kita, tanpa disadari terdapat berbagai jenis bahaya. Jenis bahaya
dapat diklasifikasikan menjadi bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya fisis,
bahaya biologis, dan bahaya kimia (Ramli, 2010).
2.1.4. Teknik Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi
bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan
karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan
langkah-langkah pengamanan agar tidak terkena bahaya. Namun demikian,
tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah, seperti mengenal bahaya
api (Ramli, 2010).
Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk
mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Teknik
identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan menjadi
metoda pasif, metoda semiproaktif dan metoda aktif (Ramli, 2010).
2.1.4.1. Teknik pasif merupakan identifikasi pasif jadi bahaya dikenal
dengan mengalami terlebih dahulu.
14
2.1.4.2. Teknik semi proaktif merupakan teknik belajar dari pengalaman
orang lain jadi mengetahui adanya bahaya yang tidak dialami diri
sendiri tetapi orang lain.
2.1.4.3. Metoda proaktif merupakan metoda terbaik untuk
mengidentifikasi bahaya atau mencari bahaya sebelum bahaya
tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan.
Tindakan proaktif memiliki kelebihan :
2.1.4.3.1. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan
sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera.
2.1.4.3.2. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual
improvement) karena dengan mengenal bahaya dapat
dilakukan upaya-upaya perbaikan.
2.1.4.3.3. Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja
setelah mengetahui dan mengenal adanya bahaya
disekitar tempat kerjanya.
2.1.4.3.4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena
adanya bahaya dapat menimbulkan kerugian (Ramli,
2010).
Identifikasi bahaya yang bersifat proaktif antara lain :
2.1.4.3.1. Daftar periksa dan audit atau inspeksi keselamatan
dan kesehatan kerja.
2.1.4.3.2. Analisa bahaya awal (preliminary hazards analysis)
2.1.4.3.3. Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis)
15
2.1.4.3.4. Analisa what if (what if analysis)
2.1.4.3.5. Analisa moda kegagalan dan efek (failure mode and
effect analysis)
2.1.4.3.6. Hazops (Hazards and operabolity study)
2.1.4.3.7. Analisa keselamatan pekerjaan (job safety analysis)
2.1.4.3.8. Analisa risiko pekerjaan (job safety analysis)
Penerapan teknik identifikasi bahaya ini dapat dilakukan sepanjang daur
hidup perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi
(Ramli, 2010).
2.2. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko menurut Ramli (2010) merupakan langkah penting dan
menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya
lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan
realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan. Risiko yang telah diketahui
besar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kondisi perusahaan. Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan
berbagai pilihan, misalnya dengan dihindarkan, dialihkan kepada pihak lain, atau
dikelola dengan baik.
Proses pengendalian risiko menurut AS/NZS 4360 adalah sebagai berikut.
2.2.1. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risiko dapat ditentukan apakah
suatu risiko dapat diterima atau tidak. Jika risiko dapat diterima, tentunya
tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut. Cukup dengan
melakukan pemantuan dan monitoring berkala dalam pelaksanaan
16
operasi. Misalnya perusahaan telah memilih menerima risiko penggunaan
suatu peralatan mekanis dalam proses produksinya.
2.2.2. Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko sedang (medium)
sehingga dapat diterima perusahaan. Karena itu tidak perlu dilakukan
tindakan pengendalian lebih lanjut. Perusahaan cukup melakukan
pemantauan berkala baik di tempat kerja maupun terhadap tenaga kerja
untuk mengetahui apakah ada efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya jika
tingkat kebisingan mencapai 100-110 dB, maka risiko ini tidak dapat
diterima karena mengandung risiko tinggi terhadap pendengaran dan
kesehatan pekerja. Karena itu harus dilakukan tindakan pengendalian.
2.2.3. Jika risiko berada di atas batas yang dapat diterima maka perlu dilakukan
pengendalian lebih lanjut untuk menekan risiko dengan beberapa pilihan
yaitu :
2.2.3.1. Mengurangi kemungkinan (reduce likelihood)
2.2.3.2. Mengurangi keparahan (reduce consequence)
2.2.3.3. Alihkan sebagian atau seluruhnya
2.2.3.4. Hindari (avoid)
Menurut OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih
spesifik untuk bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dengan pendekatan sebagai
berikut.
2.2.3.1. Eliminasi
2.2.3.2. Substitusi
2.2.3.3. Pengendalian teknis (engineering control)
17
2.2.3.4. Pengendalian administrative
2.2.3.5. Penggunaan alat pelindung diri (APD).
Lebih lanjut sub bab ini lebih dispesifikan pengendalian risiko dengan penggunaan
alat pelindung diri.
2.3. Pengertian Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh pekerja
untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi
bahaya/kecelakaan kerja. Alat pelindung diri dipakai sebagai upaya terakhir dalam
usaha melindungi pekerja apabila engineering dan administrative tidak dapat
dilakukan dengan baik. Namun pemakaian alat pelindung diri bukanlah pengganti
dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Association, personal
protective equipment atau alat pelindung diri didefinisikan sebagai alat yang
digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh
adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis,
radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
Alat Pelindung Diri dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara
kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian alat pelindung
diri bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut tetapi sebagai usaha terakhir dalam
upaya melindungi tenaga kerja (Nedved, 1991).
2.3.1. Standar Occupational Safety and Health Association (OSHA)
Mengenai Alat Pelindung Diri
18
Untuk meningkatkan perlindungan diri dari bahaya-bahaya
yang ada di tempat kerja maka OSHA (Occupational Safety and
Health Association) membuat peraturan alat pelindung diri sebagai
berikut :
2.3.1.1. Memeriksa sekeliling tempat kerja untuk menentukan apakah
ada bahaya-bahaya yang dapat terjadi sewaktu kerja.
2.3.1.2. Memilih dan mempersiapkan alat pelindung diri yang benar-
benar cocok untuk masing-masing pekerja (sesuai dengan
lingkup pekerjaanya).
2.3.1.3. Melatih bagaimana cara menggunakan atau memakai alat
pelindung diri secara benar untuk mencegah dari bahaya-
bahaya yang dapat mengancam bagian tubuh seperti kepala,
muka, mata, telinga, sistem pernafasan, tangan, kaki dan lain-
lain.
Masing-masing alat pelindung diri dirancang atau dibuat untuk
mencegah bahaya yang mengancam di tempat kerja. Untuk
meyakinkan bahwa pekerja telah memakai alat pelindung diri yang
sesuai dan tepat, maka OSHA merekomendasikan agar mengadakan
pemeriksaan atau peninjauan ke tempat kerja terlebih dahulu dan
kemudian mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan adanya
bahaya-bahaya yang timbul dan dapat mengancam pekerja pada waktu
mereka sedang melakukan pekerjaannya.
19
2.3.2. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dengan Alat Pelindung
Diri
Peraturan Pemerintah atau perundang-undangan yang terkait
dengan penggunaan alat pelindung diri antara lain :
2.3.2.1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970
2.3.2.2. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.1ns.02/M/BW/BK/1984
tentang pengesahan Alat Pelindung Diri
2.3.2.3. Surat Edaran Dirjen Biawas No.SE/06/BW/1997 tentang
Pendaftaran Alat Pelindung Diri.
2.3.3. Pemilihan Alat Pelindung Diri
Kebutuhan alat pelindung diri didasarkan pada bahaya dan
resiko yang ada di tempat kerja yang menyangkut tipe bahaya dan
resiko, efek atau dampak yang ditimbulkan, kecelakaan yang sering
terjadi dan lain-lain.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dan diperhitungkan
dalam pemilihan Alat Pelindung Diri agar tujuan untuk mengurangi
resiko, dan agar tujuan penggunaan alat pelindung diri lebih efektif
ditentukan juga oleh sikap, mental dan keadaan pemakai. Penggunaan
alat pelindung diri tidak hanya menyangkut permasalahan penyediaan
dan seluruh pekerja memakainya, tetapi ada beberapa langkah penting
sebelum penyediaan alat pelindung diri, yaitu :
2.3.3.1. Analisa kebutuhan, merupakan langkah pertama sebelum
pemilihan alat pelindung diri yang akan dibeli, terlebih
20
dahulu tentukan jenis bahaya apa saja yang terdapat dalam
pekerjaan dan bagaimana kondisi kerja yang ada serta
mengacu pada peraturan dan bagaimana kondisi kerja yang
ada serta mengacu pada peraturan mana. Dalam menganalisa
kebutuhan akan alat pelindung diri, statistik kecelakaan juga
sangat membantu, misalnya pekerjaan apa dan ruangan mana
kecelakaan sering terjadi serta bagian tubuh mana yang
sering mendapat cidera saat kecelakaan kemudian pada
waktu inspeksi ke tempat kerja perlu diperhatikan jenis
pekerjaan yang membahayakan, dimana letak sumber bahaya
serta sejauh mana sumber bahaya tersebut dapat
dikendalikan.
2.3.3.2. Pemilihan alat pelindung diri berdasarkan analisa kebutuhan,
dapat ditentukan jenis alat apa saja yang diperlukan, selain
itu sampai sejauh mana perlindungan yang diperlukan, selain
itu sampai sejauh mana perlindungan yang diperlukan dari
alat tersebut yang standar yang berlaku. Alat pelindung diri
harus sudah melalui pengujian apakah sudah memenuhi
standar atau tidak, kegagalan pemakaian dapat menyebabkan
tenaga kerja kembali kepada kebiasaan semula bekerja tanpa
alat pelindung diri, disinilah perlu tindakan disiplin.
2.3.3.3. Komunikasi program, diperlukan agar tenaga kerja mengerti
dan merasa diikutsertakan, tidak hanya berupa instruksi lisan
21
lewat papan pengumuman. Perlu pula ditanamkan pengertian
akan pentingnya peranan alat pelindung diri, dalam
mencegah cidera atau mengurangi akibat suatu kecelakaan
dan meningkatkan minat dan akhirnya kebutuhan akan
pemakaian alat pelindung diri.
2.3.3.4. Latihan perlu dilakukan agar tenaga kerja mengetahui dalam
keadaan apa alat ini harus digunakan sebagaimana mestinya
latihan ini dapat diberikan secara khusus atau mungkin saja
secara khusus atau mungkin saja secara tidak formal. Dalam
periode latihan tenaga kerja harus bisa menggunakan alat
pelindung diri secara benar dan tepat, harus diberitahukan
cara menyesuaikan alat pelindung diri serta bagaimana
memeliharanya.
2.3.3.5. Penegakkan disiplin, dalam penggunaan alat pelindung diri
perlu ditegakkan disiplin, sebelum tindakan disiplin
dilakukan, tenaga kerja perlu diberi waktu untuk
menyesuaikan diri. Perlu diinventalisir keluhan-keluhan
mereka dan dicarikan usaha menghilangkannya selama
waktu penyesuainan tersebut, pimpinan perlu bersikap
persuasive dan bersifat mendidik. Setelah waktu penyesuaian
tersebut dianggap cukup, maka ditetapkan bahwa pemakaian
alat pelindung diri merupakan keharusan, adanya
22
pelanggaran akan dikenakan hukuman, seperti teguran atau
peringatan keras dan tindakan disiplin lainnya.
Dalam pemilihan alat pelindung diri harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
2.3.3.1. Nyaman dipakai pada kondisi pekerjaan yang sesuai dengan
Desain alat tersebut.
2.3.3.2. Tidak mengganggu kerja dalam arti alat pelindung diri
tersebut harus sesuai dengan besar tubuh pemakainya dan
tidak menyulitkan gerak pengguna.
2.3.3.3. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya yang
khusus sebagaimana alat pelindung diri tersebut didesain.
2.3.3.4. Alat-alat pelindung diri harus tahan lama.Alat-alat pelindung
diri tersebut mudah dibersihkan dan dirawat oleh pekerja.
2.3.3.5. Harus ada Desain, konstruksi, pengujian dan penggunaan alat
pelindung diri sesuai dengan standar. (Suma’mur, 1984)
2.3.4. Bahaya-Bahaya yang Membutuhkan Penggunaan Alat Pelindung
Diri
Beberapa kemungkinan bahaya yang dapat ditemui di lingkungan pekerjaan
seperti berikut ini :
2.3.4.1. Bahaya Kimia
Jika bekerja dengan bahan kimia yang berbahaya, maka
pekerja harus memakai alat pelindung diri untuk mencegah
terhirupnya atau terpercik bahan kimia tersebut ke bagian tubuh pada
23
saat penggunaan bahan kimia tersebut atau secara tidak sengaja dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit.
2.3.4.2. Partikel-Partikel
Banyak pekerjaan yang dapat menyebabkan timbulnya debu
atau kotoran yang dapat membahayakan mata, selain itu jikka debu
atau kotoran tersebut terhirup maka akan membahayakan paru-paru
dan system pernafasan.
2.3.4.3. Panas dan Temperatur Tinggi
Tanpa alat pelindung diri yang benar-benar sesuai dan tepat
pemakaiannya maka dalam pelaksanaan proses atau pekerjaan yang
menimbulkan panas dapat mencederai atau membakar kulit dan
melukai mata.
2.3.4.4. Radiasi Cahaya
Bahaya radiasi seperti dapur api, intensitas cahaya yang
tinggi dari api pengelasan, pemotongan yang menggunakan panas
tinggi dan pekerjaan yang menimbulkan radisai cahaya yang dapat
merusak mata atau menggunakan radio aktif yang bisa menyebabkan
cidera bagi pekerja.
2.3.4.5. Pemindahan bagian dari suatu peralatan
Mesin-mesin yang mempunyai pelindung (guards) untuk
mencegah hubungan langsung antara pekerja dengan alat-alat atau
mesin-mesin yang berputar. Kadang-kadang bila pekerja lupa
24
memindahkan ataupun memperbaiki mesin, lupa untuk memasanganya
kembali.
2.3.4.6. Kejatuhan suatu barang
Jika barang-barang ditempatkan pada ketinggian secara tidak
benar atau membawa alat-alat dan kurang hati-hati pada pada saat
naik, maka barang tersebut bisa lepas dan jatuh yang menyebabkan
bahaya bagi orang yang ada dibawahnya dan bisa mencederai bagian
tubuh atau bagian kepala dan kaki.
2.3.4.7. Barang-barang tajam/runcing
Perkakas atau barang-barang yang tajam/runcing dapat
membahayakan tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya bila tidak
memakai alat pelindung diri.
2.3.4.8. Keadaan atau kondisi tempat kerja
Bahaya juga dapat diakibatkan oleh keadaan tempat kerja
atau cara pekerja berdiri dan bergerak ketika mereka sedang
melakukan aktifitas pekerjaannya.
2.3.4.9. Jatuh dari ketinggian
Pekerja harus dilindungi dari bahaya jatuh pada saat bekerja
di tempat ketinggian, pekerja diharuskan memakai ALAT
PELINDUNG DIRI.
2.3.5. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri (Alat Pelindung Diri)
25
Berbagai macam alat pelindung diri seperti Surat Edaran
No.SE.06/BW/1997, yang dikeluarkan olehDirektorat Jendral Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan Keternagakerjaan antara lain :
2.3.5.1. Alat Pelindung Kepala
Pemakaian alat pelindung ini bertujuan untuk melindungi
kepala dari terbentur dan terpukul yang dapat menyababkan luka juga
melindungi kepala dari panas, radiasi, api dan bahan-bahan kimia
berbahaya serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin
yang berputar. Berdasarkan fungsinya, Pelindung kepala dapat dibagi
menjadi 3 bagian :
2.3.5.1.1. Topi pengaman (safety helmet) untuk melindungi
kepala dari benturan atau pukulan benda-benda.
Gambar 2.1
Sefety Helmet
Sumber : arktrading, 2010
2.3.5.1.2. Topi tudung
Untuk melindungi kepala dari api, uap-uap
korosif, debu, kondisi iklim yang buruk, untuk melindungi
26
kepala dari zat-zat kimia, iklim yang berubah-ubah, api dan
lain-lain.
2.3.5.1.3. Tutup kepala
Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut
atau mencegah lilitan rambut dari mesin dan lain-lain.
Biasanya terbuat dari katun atau bahan yang mudah dicuci.
Berdasarkan susunannya pelindung kepala dibagi
atas 3 bagian. Outersheels (bagian luar yang keras).. Untuk
melindungi benturan keras dari luar. Shock absorbing
suspensions (headband and straps). Sebagai penahan
benturan antara outersheels dengan kepala. Chin straps (tali
pengikat di dagu). Untuk menjaga agar pelindung kepala
tidak terlepas oleh tiupan angin atau gerakan badan
2.3.5.2. Alat Pelindung Wajah atau Mata
Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari
kemungkinan kontak bahaya karena percikan atau kemasukan debu,
gas, uap, cairan korosif, partikel melayang, atau terkena radasi
gelombang elektromagnetik. Pelindung mata (safety glasses)
mempunyai beberapa kriteria, yakni :
2.3.5.1.1. Lensa memiliki dua tingkat kemampuan : basic
impact dan high impact. Ketebalan/ketipisan
dari lensa diperbolehkan dengan ketentuan
tertentu sesuai dengan test yang dibutuhkan.
27
2.3.5.1.2. Label peringatan untuk mengindikasi bahwa
lensa hanya dapat menahan basic impact saja.
2.3.5.1.3. Frame harus melalui beberapa tes seperti high-
mass dan high velocity impact. Frame harus
memiliki kemampuan untuk menahan 2.0 mm
high impact dari lensa.
2.3.5.1.4. Sideshields harus lebih memberikan
perlindungan di sisi samping.
Macam-macam alat pelindung mata dan muka,
yaitu :
2.3.5.1.1. Safety spectacles
Gambar 2.2
Safety Spectacles
Sumber : buildfix, tahun 2010
Kacamata pelindung mata yang dibuat dengan
kontruksi safety frames dari logam dan/plastik dan
disesuaikan dengan plano impact-resistant lenses. Terdiri
atas dengan atau tanpa side shields, tetapi kebanyakan
dengan side shields.
28
2.3.5.1.2. Impact-resistant spectacles
Gambar 2.2
Impact-Resistant Spectacles
Sumber :sigma-tek, tahun 2010
Dapat digunakan untuk akibat sedang dari partikel
yang dihasilkan oleh beberapa pekerjaan, seperti perkayuan
pekerjaan tukang kayu, grinding dan scaling.
2.3.5.1.3. Side shields
Gambar 2.3
Side Shields
Sumber : .safetyoffice, tahun 2010
Melindungi dari partikel yang dapat masuk ke
mata dari bagian samping. Side shields dibuat dari
sambungan kawat atau plastik. Shide shields tipe eyecup
merupakan perlindungan yang paling baik.
29
2.3.5.1.4. Goggles
Gambar 2.4
Goggles
Gambar : dryeyepain, tahun 2010
Pada umumnya, goggles melindungi mata, rongga
mata, dan area wajah sekitar dari dampak, debu dan percikan.
Beberapa goggles dilengkapi dengan lensa.
2.3.5.1.5. Welding shields
Gambar 2.5
Welding Shields
Sumber indiamart, tahun 2010
Disusun atas serat vulkanis dan dilengkapi
dengan lensa, yang didesain untuk bahaya yang spesifik saat
melakukan proses welding. Welding shields melindungi mata
dari pembakaran yang disebabkan oleh cahaya inframerah,
dan melindungi mata dan muka dari percikan logam dan slag
30
chips yang dihasilkan selama pengelasan, brazing,
penyolderan dan pemotongan.
2.3.5.1.5. Laser safety goggles
Gambar 2.6
Laser Safety Goggles
Sumber : offenhaeuser, tahun 2010
Laser safety goggles memberikan perlindungan
terhadap cahaya berkonsentrasi tinggi yang dihasilkan oleh
laser. Tipe laser safety goggles yang dipilih tergantung pada
peralatan dan kondisi operasi di tempat kerja.
2.3.5.1.6. Face shields
Gambar 2.7
Face Shields
Sumber : labsafety, tahun 2010
Merupakan lembaran plastik transparan yang
menutupi dari kening ke bawah dagu. Alat alat tersebut
terdiri dari beberapa jenis dan ukuran sesuai kebutuhannya.
31
Bagi pekerja yang memakai kacamata dianjurkan memakai
safety goggles yang sesuai dan enak dipakai tanpa
mengganggu aktifitas pekerjaannya.
2.3.5.2. Alat Pelindung Telinga
Penggunaan alat pelindung telinga sangat penting bagi
pekerja yang berada di daerah yang tingkat kebisingannya sangat
tinggi, karena dalam jangka waktu yang panjang akan merusak
pendengaran seseorang. Pengklasifikasian dari pelindung telinga
didasarkan pada tingkat kebisingan pada frekuensi tertentu. Ada 3 tipe
dasar untuk alat pelindung telinga:
2.3.5.2.1. Ear plug
Gambar 2.8
Ear Plug
Sumber : casafety, tahun 2010
Penyumbat telinga yang pemakaiannya
dimasukkan di saluran telinga bagian luar, dibuat untuk
semua ukuran, digunakan di tempat kerja dengan intensitas
kebisingan antara 85-95 dB dan kemampuan atenansinya
(daya lindung) 25-30 dB.
32
2.3.5.2.2. Ear muff
Gambar 2.9
Ear Muff
Sumber : lewiscontractorsales, tahun 2010
Ear muff merupakan pelindung telinga yang
terbaik,bentuknya menutupi seluruh daun telinga dengan ikat
kepala (headband). Masing-masing ear cups ditutupi oleh
bantalan luar yang lunak. Digunakan di tempat kerja yang
mempunyai intensitas kebisingan 95-110 dB. Pada frekuensi
2800-4000 Hz kemampuan atenuasinya 35-45 dB.
2.3.5.2.3. Canal caps
Gambar 2.10
Canal Caps
Sumber : apgea, tahun 2010
Canal caps merupakan penyumbat telinga yang
empuk dan mempunyai head band.. Canal caps digunakan di
33
tempat kerja yang mempunyai intensitas kebisingan lebih
dari 110 dB.
2.3.5.3. Alat Pelindung Pernafasan
Alat pelindung pernafasan berfungsi memberikan
perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya di udara tempat kerja
seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel atau uap dan
pencemaran oleh gas atau uap. Macam-macam alat pelindung diri
pernafasan yaitu:
2.3.5.3.1. Masker
Gambar 2.11
Masker
Sumber : blogspot, tahun 2010
Umumnya terbuat dari kain kasa atau busa yang
didesinfektan terlebih dahulu. Pada umumnya measker
digunakan untuk mengurangi masuknya debu ke saluran
pernapasan.
2.3.5.3.2. Respirator
Digunakan untuk melindungi pekerja dari debu,
kabut, uap logam, asap dan gas yang berbahaya bagi
kesehatan seseorang. Respirator dapat dibedakan menjadi 2
yaitu :
34
a. Air Purifying Respirator
Air Purifying Respirator Adalah alat
pernafasan dengan pemurnian udara, digunakan jika
udara mengandung cukup oksigen tetapi mengandung
pencemaran (kontaminasi) yang berbahaya. Jenis-jenis
air purifying respirator :
a) Masker gas (gas mask)
Gambar 2.12
Gas Mask
Sumber : approvedgasmasks, tahun 2010
Masker gas terdiri dari topeng (masker)
yang dihubungkan ke tabung (canister). Udara yang
terkontaminasi akan dimurnikan oleh bahan-bahan
kimia yang ada di dalam canister.
b) Chemical cartridge respirators
Gambar 2.13
Chemical Cartridge Respirators
Sumber : safetyonline,
tahun 2010
35
Chemical cartridge respirators terdiri dari
topeng penutup dan mulut yang dihubungkan langsung
ke cartridge se. Jenis ini umumnya digunakan untuk
menangani pekerjaan dimana konsentrasi gas/uap
tidak terlaku tinggi.
c) Self-Consumed Breathing Apparatus
(SCBA)
Gambar 2.14
Self-Consumed Breathing Apparatus
Sumber : .dcis.ca, tahun 2010
Umumnya digunakan oleh pekerja pada
atmosfir berbahaya untuk kehidupan. Selaun itu juga
digunakan apabila disertai adanya bahan iritasi pada
kulit atau mata. Respirator ini dilengkapi
denganpakaian khusus dan compressed oxygen
breathing apparatus.
2.3.5.4. Alat Pelindung Tangan
Untuk melindungi tangan dari bahaya seperti terpotong,
tertusuk, terbaka, terluka, lecet, patah, amputasi dan terkena zat kimia
yang berbahayadan lain-lain pada waktu bekerja, maka pekerja
36
diharuskan memakai sarung tangan (safety gloves). Sarung tangan
terbuat dari bahan bahan seperti :
2.3.5.4.1. Jala logam (metal mesh), kulit atau kanvas
Sarung tangan yang kokoh terbuat dari metal
mesh, kulit atau kanvas memberikan perlindungan dari
terpotong, terbakar dan panas.
a) Leather gloves
Gambar 2.15
Leather Gloves
Sumber : indiamart, tahun 2010
Leather gloves digunakan melindungi dari
percikan, panas yang sedang, pukulan, chip
dan benda tajam.
b) Aluminized gloves
Gambar 2.16
Aluminized gloves
Sumber : .nsamf, tahun 2010
37
Aluminized gloves biasanya digunakan untuk
pengelasan, pemanasan dan pekerjaan
pengecoran logam karena memberikan
perlindungan terhadap panas. Dibuat dari
material sintetik yang melindungi dari panas
dan dingin.
c) Aramid fiber gloves
Gambar 2.17
Aramid Fiber Gloves
Sumber : houseput, tahun 2010
Aramid adalah material sintetik yang
melindungi dari panas dan dingin yang dapat
dibuat menjadi sarung tangan yang resisten
terhadap pemotongan dan abrasif.
2.3.5.4.2. Fabric and coated fabric gloves
Sarung tangan ini dibuat dari katun untuk
bermacam-macam tingkat perlindungan.
38
a) Fabric gloves
Gambar 2.18
Fabric Gloves
Sumber : allproducts, tahun 2010
Dapat melindungi dari kotoran, karat, gosokan
dan lecet. Sarung tangan ini tidak memberikan
perlindungan yang cukup untuk digunakan
dengan material yang kasar, tajam dan berat.
b) Coated fabric gloves
Gambar 2.19
Coated Fabric Gloves
Sumber : .tradekorea, tahun 2010
Sarung tangan jenis ini biasanya dibuat oleh
manufaktur dari bahan katun halus dengan
napping pada salah satu sisi.
2.3.5.4.3. Gloves yang resisten terhadap bahan dan cairan
kimia
Terbuat dari karet (latex, nitrile atau butyl),
plastic atau material seperti karet sintetik (neoprene) yang
39
melindungi pekerja dari pembakaran, iritasi dan dermatitis
yang disebabkan oleh kontak dengan minyak, lemak, solven
dan bahan kimia lain.
a) Butyl rubber gloves
Gambar 2.20
Butyl Rubber Gloves
Sumber : uvex, tahun 2010
Melindungi dari asam nitrat, asam sulfur, asam
hydrofluoric, red furnace nitric acid, bahan
bakar roket dan peroksida. Daya tahan tembus
yang tinggi untuk gas, bahan kimia, uap air, butyl
rubber. Resisten terhadap oksidasi, korosi ozon,
abrasi dan lentur pada temperature rendah.
b) Natural latex or rubber gloves
Gambar 2.21
Natural Latex Gloves
Sumber : mammothcleaningsupplies, tahun
2010
40
Sarung tangan ini melindungi tangan pekerja dari
asam, alkali, garam dan keton. Latekx gloves
dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang.
Hypoallergenic gloves, glove liners dan
powderless gloves mungkin tidak dapat
digunakan pada individu yang alergi terhadap
latex gloves.
c) Neoprene gloves
Gambar 2.22
Neoprene Gloves
Sumber : fairfielduniform, tahun 2010
Neoprene gloves memiliki kelenturan yang
bagus, finger dexterity, densitas tinggi dan
resisten terhadap cairan hydraulic, gasoline,
alcohol, asam organik dan alkali.
d) Nitrile rubber gloves
Gambar 2.23
Nitrile Rubber Gloves
41
Sumber : practicon, tahun 2010
Nitrile rubber gloves memberikan perlindungan
terhadap solven klorin seperti trychoroethylene
dan perchoroethylene. Sarung tangan ini resisten
terhadap abrasi, kebocoran, snags dan tears.
2.3.5.4.4. Insulasi karet
a) Leather (kulit)
Gambar 2.24
Insulasi Leather Gloves
Sumber : lewiscontractorsales, tahun 2010
Leather Gloves berfungsi untuk melindungi dari
benda-benda yang kasar, panas dan potongan-
potongan logam.
b) Cotton fabric (katun)
Gambar 2.25
Cotton Fabric
Sumber : directindustry, tahun 2010
42
Cotton fabric berguna untuk melindungi dari
kotoran-kotoran dan benda-benda yang licin.
c) Rubber, neoprene, vinyl atau tipe lain
Gambar 2.26
Vinyl Gloves
Sumber : newyorksafetyequipment, tahun 2010
Sarung tangan ini dapat melindungi dari bahaya
zat kimia. Untuk itu diperlukan Material Safety
Data Sheet (MSDS)yang menjelaskan bahaya dan
cara penangananya.
d) Metal mesh (butiran logam)
Gambar 2.27
Metal Mesh
Sumber : chefknifes, tahun 2010
Metal mesh dapat melindungi dari bahaya
terpotong oleh pisau atau benda-benda tajam.
43
2.3.5.5. Alat Pelindung Kaki
Kaki harus dilindungi jika terdapat bahaya di tempat kerja
yang berbahaya bagi bagian tubuh ini. Dalam pelindung kaki terdapat
reinforced safety toe yang dapat menahan benturan dari kejatuhan
benda yang berat di atas jari kaki. Macam-macam pelindung kaki
adalah :
2.3.5.5.1. Leggings
Gambar 2.28
Legging
Sumber: toolsandequipment, tahun 2010
Leggings berfungsi untuk melindungi kaki
bagian bawah dari bahaya panas, seperti molten
metal atau percikan welding.
2.3.5.5.2. Metatarsal guards
Gambar 2.29
Metatarsal Guards
Sumber : www.labsafety, tahun 2010
44
Metatarsal guards terbuat dari aluminium, baja,
serat atau plastik yang diikat ke bagian luar
sepatu untuk melindungi bagian dalam dari
bahaya tekanan.
2.3.5.5.3. Toe guards
Gambar 2.30
Toe Guards
Sumber : mensboots.guidestobuy, tahun 2010
Toe guards dapat dibuat dari baja, aluminium
atau plastik. Diletakkan di atas jari kaki dari
sepatu reguler. Perlindungan ini hanya
melindungi jari kaki dari dampak dan bahaya
tekanan.
2.3.5.5.4. Combination foot and shin guards
Gambar 2.31
Combination Foot and Shin Guards
Sumber : southernpoliceequipment, tahun 2010
45
Perlindungan ini dapat digunakan sebagai
kombinasi dengan toe guards ketika
memerlukan perlindungan yang terbaik.
2.3.5.5.5. Safety shoes
Gambar 2.32
Safety Shoes
Sumber : glodok-safety, tahun 2010
Merupakan sepatu yang resistan terhadap
dampak jarikaki dan memiliki sol yang resisten
terhadap panas yang melindungi dari
permukaan kerja yang panas, seperti pada
industri roofing, trotoar dan logam panas.
Logam di dalam sol melindungi dari kebocoran.
Safety shoes juga di Desain untuk konduksi
listrik untuk mencegah terjadinya listrik statik di
area dengan potensial ledakan atau nonkonduksi
untuk melindungi dari bahaya listrik. Spesifikasi
safety shoes. Sol bawah : tidak licin, anti gores,
anti statik, tahan oli/minyak. Toe cap (baja
pelindung depan) : terbuat dari baja, daya tahan
46
200 Joule dan mampu menahan beban hingga
20 kg yang jatuh dari ketinggian 1,5m. Bahan
bagian atas : terbuat dari kulit. Bahan lapisan
dalam : terbuat dari bahan yang lembut. General
specification : sepatu harus tahan panas sampai
dengan 150 0C serta nyaman dan fleksibel
(lentur)
2.3.5.6. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi anggota
badan terhadap pengaruh pengaruh kebakaran, suhu tinggi, suhu
dingin, bahan-bahan korosif/kimia, cairan minyak serta benturan-
benturan benda. Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik,
asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Jenis-jenis pakaian pelindung
yakni heat resistant clothing, acid resistant clothing dan pakaian kerja
biasa.
2.3.6. Pemeliharaan Alat Pelindung Diri
Menurut Budiono, dkk (2003) secara umum pemeliharaan alat
pelindung diri dapat dilakukan antara lain dengan:
2.3.6.1. Mencuci dengan air sabun, kemudian dibilas dengan air
secukupnya.Terutama untuk helm, kacamata, earplug, dan
sarung tangan kain/kulit/karet.
2.3.6.2. Menjemur dipanas matahari untuk menghilangkan bau,
terutama pada helm.
47
2.3.6.3. Mengganti filter atau catridgenya untuk respirator.
2.3.7. Penyimpanan Alat Pelindung Diri
Menurut Budiono, dkk (2003) untuk menjaga daya guna dari alat
pelindung diri, hendaknya disimpan ditempat khusus sehingga terbebas dari
debu, kotoran, gas beracun, dan gigitan serangga/binatang. Hendaknya tempat
tersebut kering dan mudah dalam pengambilannya.
2.4. Perilaku
2.4.1. Definisi Perilaku
Perilaku menurut Jeremy Stranks (2007) didefinisikan sebagai
bagaimana orang memperlakukan dirinya sendiri, sikap dan cara seorang
individu dan tindakan yang diamati dari seseorang.
Geller (2001) mendefinisikan perilaku adalah tindakan individual yang
dapat diamati oleh orang lain. Tes untuk menentukan definisi perilaku yang
baik adalah apakah orang lain menggunakan definisi tersebut dapat secara
akurat mengamati apakah perilaku target muncul atau terjadi. Kata yang
digunakan untuk mendeskripsikan perilaku harus dipilih dengan jelas agar
terhindar dari kesalahan pengertian, teliti agar sesuai dengan perilaku spesifik
yang diamati, cepat agar tetap mudah, dan harus memiliki referensi yang jelas
atas perilaku yang diamati.
Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologis, perilaku merupakan
hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Oleh
karena itu perilaku terjadinya melalui proses stimulus terdapat organisme,
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut S-O-R
48
(Stimulus-Organisme-Respon). Ada dua respon yang membentuk perilaku
seseorang, yaitu :
2.4.1.1. Respondent responds atau reflexive
Respon yang timbul oleh adanya stimulus tertentu. Stimulus
semacam ini disebut electing stimulation. Misalkan makanan yang
lezat yang menimbulkan rasa lapar, cahaya terang yang menyebabkan
mata tertutup dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup
perilaku emosional seperti sedih ketika mendengar musibah.
2.4.1.2. Operant responds atau instrumental responds
Respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing
stimulation atau reinforcer karena memperkuat respons. Misalnya
pujian atasan yang diberikan pada pekerja yang telah bekerja dengan
baik dapat meningkatkan motivasi pekerja tersebut.
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan
lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk
mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui
secara sadar oleh individu yang bersangkutan (Winardi, 2004).
Berikut merupakan definisi perilaku sebagai hasil dari konstruksi teori-teori
dan riset, sebagai berikut:
2.4.1.1. Perilaku merupakan sesuatu yang disebabkan karena sesuatu
hal
2.4.1.2. Perilaku ditunjukan ke arah sasaran tertentu
49
2.4.1.3. Perilaku yang dapat diobservasi dapat diukur
2.4.1.4. Perilaku yang tidak langsung dapat di observasi (contoh
berpikir, melaksanakan persepsi) juga penting dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan
2.4.1.5. Perilaku dimotivasi
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
2.4.1.1. Perilaku tertutup, yaitu respons seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati
secara jelas oleh orang lain.
2.4.1.2. Perilaku terbuka, yaitu respons seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap
stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh
orang lain (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007),
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
2.4.1.1.Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui objek terlebih dahulu.
50
2.4.1.2.Interest yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
2.4.1.3.Evaluation yaitu orang mulai menimbang-nimbang yang baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini bearti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
2.4.1.4.Trial yaitu telah mencoba perilaku yang baru.
2.4.1.5.Adoption yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
2.4.2. Perilaku Aman
Perilaku keselamatan kerja menurut Terry (2003) diawali dengan
adanya penilaian secara menyeluruh keamanan yang ada. Lalu dilakukan
peninjauan secara eksekutif dan mulai dengan mendesain tim kerja. Kemudian
desain akhir terdiri dari visi misi yang akan menjadi target pencapaian, proses
perkerjaan yang tetap aman, melakukan pengembangan prosedur, mendirikan
motivasi keamanan, merencanakan pelatihan, tinjauan manajemen. Selanjutnya
proses implementasi perilaku aman dan yang terakhir mempertahankan
perilaku aman. Dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut.
51
Bagan 2.1 Proses Penerapan Perilaku Aman
Sumber : Terry (2003)
52
2.5. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang
paling ringan sampai kepada yang paling berat serta dapat menjadi penyakit akibat
kerja ataupun penyakit akibat hubungan pekerjaan (Tresnaningsih, 2012)
2.6. Penyakit Akibat Kerja
Menurut Tresnaningsih (2012) Penyakit Akibat Kerja (PAK) biasanya sering
terjadi pada pekerja yang sering mengabaikan safety, atau bisa pula karena
manajemen perusahaan yang kesadaran akan safety rendah, di Indonesia telah diatur
dalam Kepres Nomor 22 1993.
Berikut beberapa penyebab akibat kerja :
2.6.1. Golongan fisika
2.6.2. Golongan kimia
2.6.3. Golongan biologi
2.6.4. Golongan fisiologi (ergonomi)
2.6.5. Golongan mental psikologi
2.7. Penyakit Akibat Hubungan Pekerjaan
Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan yang dilakukannya, seperti pekerja
yang sebelumnya mempunyai penyakit asma berkerja pada produksi semen makan
asma tersebut menjadi parah. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan
kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
53
menuju tempat kerja dan pulang kerumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui
(Permenaker No. Per 03/Men/1994 mengenai Program JAMSOSTEK).
2.7.1. Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor utama yakni
faktor fisik dan faktor manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup dua
permasalahan pokok, yakni:
2.7.1.1.Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan
2.7.1.2.Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini
diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja
yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat
kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga
kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka
menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab
kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni:
2.7.1.1.Faktor Fisik
Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau
unsafety condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau,
dan sebagainya.
2.7.1.2.Faktor Manusia
Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan,
misalnya karena kelengahan, ngantuk dan sebagainya. Menurut hasil
54
penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan
oleh faktor manusia.
2.7.2. Dampak Kecelakaan Kerja
Berikut ini merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja
(Simanjuntak, 1994):
2.7.2.1. Meninggal dunia
Dalam hal ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang
menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah
mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya.
2.7.2.2. Cacat permanen total
Merupakan cacat yang mengakibatkan penderita secara
permanen tidak mampu lagi sepenuhnya melakukan
pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak
berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata,
satu mata dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki.
Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.
2.7.2.3. Cacat permanen sebagian
Cacat yang mengakibatkan astu bagian tubuh hilang atau
terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.
2.7.2.4. Tidak mampu bekerja sementara
Kondisi sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa
pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan,
55
sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak
melakukan kerja produktif.
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi
dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari
dan diupayakan pencegahannya.
2.8. Kerangka Teori
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Ramli (2010) dan Skiner (1938)
Dari kerangka teori menurut Ramli (2010) bahaya yang terdapat disuatu
tempat kerja pertama-tama harus mengetahui langkah-langkah pekerjaan dari awal
hingga akhir secara sistematis. Setelah mengetahui langkah-langkah pekerjaannya
maka dilakukan identifikasi bahaya. Lalu identifikasi bahaya yang didapat dapat
menentukan pengendalian seperti eliminasi, apabila dengan pengendalian bahaya
secara eliminasi tidak dapat dilakukan dapat melakukan substitusi, dan seterusnya.
Langkah-
langkah
pekerjaan
Identifikasi
bahaya
Pengendalian
bahaya
(Eliminasi,
Substitusi,
engineering
control,
administrative
control,
Penggunaan Alat
Pelindung Diri)
Respon Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung
Diri
Stimulus
Alat
Pelindung
Diri
56
Hingga pengendalian terakhir dengan penggunaan alat pelindung diri apabila
eliminasi, substitusi, engineering control, administrative control tidak dapat
dilakukan. Dari kerangka teori menurut Skiner (1938) terbentuknya perilaku
ditentukan oleh adanya stimulus yang kemudian menimbulkan respon terhadap
perilaku yang nyata dilakukan.
57
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1. Kerangka Berpikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi bahaya dan gambaran
perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Dalam penelitian ini yang diamati bahaya yang
mungkin dapat terjadi dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri.
Penelitian ini diawali dengan mengetahui langkah-langkah pekerjaan di
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta kemudian dilakukan
identifikasi bahayanya. Lalu pengendalian bahaya yang dispesifikasikan dengan
ketersediaan alat pelindung diri di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita Jakarta selanjutnya dilihat gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri
tersebut.
Pada penelitian ini pengendalian secara eliminasi, substitusi, engineering
control, dan administrative control tidak diteliti dikarenakan menurut Ramli (2010)
pengendalian eliminasi akan membutuhkan biaya banyak karena menghilangkan
sumber bahaya yaitu mesin-mesin yang digunakan di laundry dan tidak efektif untuk
pekerjaan di laundry. Pengendalian secara substitusi akan membutuhkan biaya
banyak karena mengganti semua sumber bahaya yaitu mesin-mesin yang digunakan
di laundry. Pengendalian secara engineering control dari studi pendahuluan telah
dilakukan peneliti dengan penggunaan barrier untuk meredamkan kebisingan dan
penggunaan local exhaust dan general exhaust untuk sirkulasi udara yang baik.
58
Pengendalian secara administrative control dari studi pendahuluan telat dilakukan
rotasi kerja secara bergiliran dan menurut standar operasional prosedur di laundry
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita (2012) terdapat dua shift pagi dan sore
dengan setiap shift 7 jam perhari.
Pengendalian dengan menggunakan alat pelindung diri telah disediakan akan
tetapi masih banyak pekerja yang tidak menggunakannya. Kesediaan ini termasuk
dalam stimulus lalu menimbulkan respon sehingga berperilaku menggunakan alat
pelindung diri atau tidak.
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagan 3.1. Kerangka Berpikir
Langkah-langkah
pekerjaan di Laundry
RSAB
Identifikasi bahaya
di Laundry RSAB
Katersediaan
APD di Laundry
RSAB
Perilaku PenggunaanAPD di Laundry RSAB
59
3.2. Definisi Istilah
Tabel 3.1.
Definisi Istilah
Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur
Langkah-langkah
pekerjaan di
laundry RSAB
Tahapan dari awal
hingga akhir
proses pekerjaan
di laundry RSAB
Observasi
kegiatan dan
Indepth
interview.
Kamera
digital dan
pedoman
wawancara.
Identifikasi
bahaya
di laundry RSAB
Proses untuk
memprediksi
potensial bahaya
yang dapat terjadi
di laundry RSAB
Observasi
kegiatan dan
Indepth
interview.
Kamera
digital,
pedoman
wawancara.
Ketersediaan alat
pelindung diri di
laundry RSAB
Tindakan
menyediakan
secara cuma-cuma
semua alat
perlindungan diri
yang diwajibkan
pada pekerja dan
setiap orang lain
yang memasuki
tempat kerja
(laundry RSAB)
Observasi
ketersediaan
oleh pihak
rumah sakit
mengenai alat
pelindung diri
Observasi
dan kamera
digital,
pedoman
wawancara.
Perilaku
Penggunaan Alat
Pelindung Diri
Wujud kegiatan/
perbuatan dalam
menggunakan alat
pelindung diri.
Observasi
perilaku
pekerja
laundry
Rumah Sakit
Anak dan
Bunda
Harapan Kita
Jakarta
terhadap
penggunaan
alat pelindung
diri serta
melakukan
wawancara
mendalam.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi,
dan kamera
digital.
60
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan tentang seluruh yang terjadi
dilapangan (Moleong, 1991). Pada penelitian ini untuk memberikan gambaran
identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada
pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April– Mei 2013 di Rumah sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jalan Letjen Jendral S. Parman Kav. 87 Slipi, Jakarta.
4.3. Informan Penelitian
Fungsi informan dalam penelitian adalah sebagai sumber untuk mencari
informasi mengenai identifikasi bahaya dan penyebab perilaku penggunaan alat
pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta. Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan non probability
sampling dengan teknik purposive sampling, yang didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat
informan yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2009). Informan dalam
penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
61
4.3.1. Informan Utama
Pekerja laundry yang terdiri dari pekerja yang bertugas mengambil linen kotor
pada setiap bangsal/unit perawatan, pekerja bagian penimbangan, pekerja bagian
penghitungan, pekerja bagian pencucian, pekerja bagian pengeringan, pekerja bagian
melipat, pekerja bagian roll press, pekerja bagian plat press. Pekerja yang bertugas
mengambil linen kotor pada setiap bangsal/unit perawatan terdiri hanya satu orang
pekerja setiap harinya selama seminggu akan di rolling kebagian lainnya. Kemudian
pekerja bagian penghitungan hanya terdiri dari dua orang setelah penghitungan
selesai membantu pekerja yang di bagian lain kecuali pengambilan dan pencucian.
Lalu pekerja bagian pencucian hanya satu orang pekerja setiap harinya selama
seminggu akan di rolling kebagian lainnya. Selanjutnya pekerja bagian pengeringan
hanya satu orang pekerja setiap harinya tetapi dibantu dengan pekerja lainnya.
Pekerja bagian melipat, pekerja bagian roll press, pekerja bagian plat press terdiri
dari pekerja yang kurang lebih sepuluh orang.
4.3.2. Informan Kunci
Informan kunci adalah informan yang tidak terkait langsung pekerjaan di
bagian laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, akan tetapi
informan adalah orang yang berpengalaman dan mengetahui secara ahli dalam hal
pekerjaan di laundry. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang kepala
instansi sarana sandang dan CSSD Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta.
62
4.3.3. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang sekaligus
bekerja sebagai pengawas di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Jakarta. Pada
pekerja yang sekaligus sebagai pengawas terdiri dari satu orang.
Tabel 4.1.
Informan Penelitian
Jenis Informan Jumlah Bagian
Informan Utama -Satu Orang
-Satu Orang
-Satu Orang
-Satu Orang
-Tiga Orang
-Satu Orang
-Satu Orang
-Mengambilan linen
(bahan atau kain) kotor.
-Penimbangan dan
Penghitungan
-Pencucian
-Pengeringan
-Melipat
-Roll press
-Plat press
Informan Kunci Satu Orang Kepala laundry
Informan Pendukung Satu Orang Pekerja bagian laundry
sekaligus bekerja sebagai
pengawas di Laundry.
4.4. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2009) instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah
peneliti sendiri yaitu mahasiswi peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, karena peneliti sebagai pengumpul data yang
mempengaruhi terhadap faktor instrumen. Untuk data yang diinginkan, peneliti
menggunakan instrumen berupa :
4.4.1. Pedoman observasi, wawancara dan telaah dokumen langkah-langkah
pekerjaan di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta.
63
4.4.2. Pedoman observasi dan wawancara identifikasi bahaya pekerjaan di
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
4.4.3. Pedoman observasi dan wawancara ketersediaan alat pelindung diri di
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
4.4.4. Pedoman observasi terhadap perilaku penggunaan alat pelindung diri
di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
4.4.5. Pedoman wawancara untuk mencari penyebab perilaku penggunaan
alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta.
Serta alat bantu pengambilan data terdiri dari dokumen standar operasional
prosedur di bagian laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta, alat perekam, kertas catatan, alat tulis, kamera dan laptop.
4.5. Sumber Data
4.5.1. Data Primer :
4.5.1.1. Mengenai identifikasi bahaya yang terdapat di pekerja
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta
diperoleh dari wawancara mendalam.
4.5.1.2. Mengenai alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta diperoleh dari
observasi lapangan dan wawancara mendalam.
4.5.1.3. Untuk mengetahui penyebab penggunaan alat pelindung diri
pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
64
Kita Jakarta diperoleh dari wawancara dengan informan dan
observasi lapangan.
4.5.1.4. Pedoman wawancara dan observasi lapangan diadopsi dari
penelitian sebelumnya yaitu Omeh 2007 dengan judul
tinjauan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penggunaan alat pelindung diri di unit kerja laundry Rumah
Sakit Umum Pasar Rebo.
4.5.2. Data Sekunder
Data sekunder mengenai standar operasional prosedur yang terdapat di
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
4.6. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi lapangan, wawancara mendalam, dan analisis dokumen standar operasional
prosedur.
4.6.1. Observasi
Menurut Marsshall dan Rossman (2006) dalam Neldi (2011),
observasi ialah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca
indera mata sebagai alat bantu utamanya selain indera lainnya, seperti telinga,
penciuman, mulut, dan kulit. Usman dan Akbar (1996) dalam Neldi (2011)
menyatakan bahwa observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data
jika disesuaikan dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara
sistematis, serta dapat dikontrol reliabilitas dan kebenarannya. Teknik
observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi terbuka, yaitu observasi
65
yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan
subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa
yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang
subjek kerjakan.
Observasi dilakukan oleh peneliti untuk melihat penggunaan alat
pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita Jakarta secara langsung di lokasi kerja. Teknik ini juga akan digunakan
untuk identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan
penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit
Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta di lokasi kerja. Hasil observasi
lapangan menjadi informasi yang penting bagi peneliti serta dapat mendukung
keabsahan data.
4.6.2. Wawancara
Menurut Prastowo (2010) dalam Neldi (2011) wawancara merupakan
suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang atau lebih
secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara
lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu. Dalam
penelitian ini, teknik wawancara digunakan untuk identifikasi bahaya,
gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat
pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita Jakarta. Wawancara akan dilakukan pada pekerja lapangan laundry,
pengawasan dan kepala instalasi sarana sandang & CSSD.
66
4.6.3. Analisis dokumen
Dokumen yang akan diamati dalam penelitian adalah dokumen resmi
jenis dokumen internal. Dokumen internal berupa standar prosedur pelayanan
dan standar prosedur kerja sarana sandang. Dokumen seperti ini dapat
menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan dapat
memberikan petunjuk tentang cara kerja di lokasi. Bahan dokumen besar
manfaatnya dalam penelitian. Dokumen resmi yang akan ditelaah dalam
penelitian ini merupakan data-data sekunder yang didapatkan di instasi sarana
sandang & CSSD Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
4.7. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2009) uji keabsahan data dilakukan salah satunya dengan
triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai pengecek data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara. Triangulasi sumber yakni untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui informan utama, informan
kunci dan informan pendukung. Triangulasi teknik yakni teknik pengumpulan data
dimana peneliti menggunakan teknik pengumpulan data seperti indepth interview,
observasi, dan telaah dokumen standar operasional prosedur untuk mendapatkan data
yang sama.
4.8. Pengolahan Data
4.8.1. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk mengetahui
identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan
penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
67
4.8.2. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk identifikasi bahaya,
gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab penggunaan
alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta adalah sebagai berikut:
4.8.2.1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh wawancara,
observasi lapangan, serta dokumen yang didapatkan.
4.8.2.2. Data yang telah terkumpul kemudian dibuat dan disusun dalam
bentuk transkip data yaitu membuat catatan hasil wawancara
seperti apa adanya, termasuk mencatat kembali hasil
wawancara dan rekaman.
4.8.2.3. Data yang telah disusun dalam bentuk transkip data selanjutnya
dibandingkan dengan litelatur-litelatur mengenai faktor
penyebab perilaku penggunaan alat pelindung diri (studi
kepustakaan).
4.9. Analisis Data
Analisis data mengenai identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat
pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yaitu content analysis. Content
analysis bersifat prediktif yaitu peramalan apa yang menyebabkan pekerja laundry
dalam perilaku penggunaan alat pelindung diri. Content analysis bertujuan untuk
menjelaskan penyebab perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta sesuai dengan kenyataan yang
terjadi di lapangan (Raharjo, 2010). Hasil analisis bermanfaat untuk mengetahui
68
identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab
penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta.
4.10. Penyajian Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan
matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil observasi
lapangan dan analisis dokumen.
69
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Informan
5.1.1. Informan Utama
Informan utama adalah para pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta. Pekera laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta terbagi bagian pekerjaan yang terdiri dari pengambilan
linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan,
pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi. Pada setiap harinya pekerja utama
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yang terlibat
langsung dalam proses laundry terdiri dari kurang lebih lima belas orang pekerja.
Dalam penelitian, informan berasal dari setiap bagian proses pada laundry. Pada
kenyataannya proses laundry dilakukan secara bekerjasama apabila pekerjaan
satu orang pekerja telah selesai maka akan membantu pekerjaan lainnya.
Tabel 5.1. Informan Utama
Jenis
Informan
Usia Pendidikan
Terakhir
Lama
Bekerja
Bagian
Informan 1 57 Tahun SMP 34 Tahun Pengambilan dan Penimbangan
Informan 2 51 Tahun SMA 31 Tahun Pencucian
Informan 3 58 Tahun SMA 29 Tahun Pencucian dan Pengeringan
Informan 4 53 Tahun SMA 31 Tahun Distribusi, Pelipatan
Informan 5 48 Tahun SMA 30 Tahun Pelipatan, Roll Press
Informan 6 55 Tahun SMA 30 Tahun Pengecekan, dan Pelipatan
Informan 7 52 Tahun SMA 34 Tahun Roll Press, Pelipatan dan
Pengeringan
Informan 8 54 Tahun STM 30 Tahun Pelipatan
70
5.1.2. Informan Kunci
Informan kunci adalah informan yang tidak terkait langsung pekerjaan di
bagian laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, akan tetapi
informan adalah orang yang berpengalaman dan mengetahui secara ahli dalam
hal pekerjaan di laundry. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang
kepala instansi sarana sandang dan CSSD Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta.
Tabel 5.2. Informan Kunci
Jenis
Informan
Usia Pendidikan
Terakhir
Lama
Bekerja
Bagian
Informan
Kunci
55 Tahun Srata 2 30 Tahun Kepala Instansi Sarana
Sandang dan CSSD
5.1.3. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang
sekaligus bekerja sebagai pengawas di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Jakarta. Pada pekerja yang sekaligus sebagai pengawas terdiri dari satu orang.
Tabel 5.3. Informan Pendukung
Jenis
Informan
Usia Pendidikan
Terakhir
Lama
Bekerja
Bagian
Informan
Pendukung
51
Tahun
SMA 33 Tahun Pekerja bagian laundry
sekaligus bekerja sebagai
pengawas di Laundry.
Wawancara yang dilakukan oleh delapan informan utama, satu informan
kunci dan satu informan pendukung.
71
5.2. Langkah-Langkah Pekerjaan Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Menurut profil Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta (2012)
dalam memberikan layanan kepada masyarakat tidak hanya memiliki para ahli tetapi
juga fasilitas medis yang mendukung. Hal ini menjadikan Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita sebagai rumah sakit anak dan bunda terlengkap di Indonesia.
Unit-unit pelayanan seperti gawat darurat, laboratorium, radiologi, kamar
operasi dan ambulan siap melayani pasien 24 jam sehari dan kapanpun di butuhkan.
Ruang perawatan dengan tatanan yang kerap di perbaharui mulai dari ICU, NICU,
kamar bersalin hinga ruang perawatan anak dan bunda selalu siap melayani di bawah
pengawasan tenaga-tenaga baik medis dan non medis yang handal, berpengalaman
dan memiliki kecakapan tinggi (Profil Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta, 2012).
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita juga memiliki fasilitas
pendukung lainnya yang dapat diandalkan. Fasilitas terapi seperti fisioterapi,
densitometri, dan lain-lainnya menjadi satu bagian dalam memberikan layanan
kesehatan terpadu dan berkesinambungan (Profil Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta, 2012).
Tidak hanya fasilitas penunjang kesehatan, Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita juga memiliki fasilitas lainnya yang dapat diandalkan dan menjadi
perhatian dalam memberi pelayanan. Kebersihan linen merupakan salah satu dari hal
yang sangat diperhatikan. Linen yang higienis dan steril akan menghindari resiko
penularan penyakit. Laundry atau tempat pencucian berkaspasitas besar yang
72
menempati ruangan seluas kurang lebih 600m2 merupakan pusat pencucian linen
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita (Profil Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta, 2012).
Proses pelayanan pencucian semua jenis linen yang telah dipakai atau
digunakan oleh pasien baik yang sifatnya infeksius maupun non infeksius. Untuk
memastikan bahwa proses pelayanan pencucian linen kotor dapat dijalankan dengan
benar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil penelitian untuk mengetahui
langkah-langkah pekerjaan di laundry dilakukan dengan observasi kegiatan serta
melakukan wawancara kepada informan utama, informan kunci dan informan
pendukung. Berikut kutipan pernyataan informan :
“…dimulai dari pengambilan linen kotor dari setiap ruangan, lalu ditimbang,
dipilih mana yang infeksius mana yang nggak, lalu ditimbang lagi masuk ke mesin
cuci, dikeringkan dilipat, pas dilipat masih ada yang kotor balik lagi untuk ditaro
disini untuk dicuci lagi, yang bersih lanjut untuk pengerolan untuk sprei untuk baju
di platpress dilipat disimpan terakhir didistribusikan kembali…” (Informan
Pendukung)
Semua jenis linen kotor yang telah dipakai atau digunakan oleh pasien baik
yang sifatnya infeksius maupun non infeksius pencuciannya dilaksanakan di laundry.
Petugas laundry dalam melaksanakan aktifitasnya menggunakan pakaian kerja : Baju
dan celana kerja, topi penutup kepala, sepatu boat/sandal, masker dan sarung tangan
(Standar Prosedur Pelayanan dan Standar Prosedur Kerja Sarana Sandang, 2012).
Hasil observasi kegiatan dihasilkan pertama mulai yaitu dengan petugas
ruangan memasukan linen kotor ke gentong dan mencatat jumlah dan jenis linen
73
(linen infeksius adalah semua linen yang terkena cairan pasien, seperti : darah, nanah,
air seni, muntahan).
Lalu petugas sarana sandang membawa linen kotor dari bangsal ke sarana
sandang, selanjutnya melakukan penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Petugas
sarana sandang melakukan penimbangan ulang sesuai kapasitas mesin kemudian
melakukan pencucian tahap satu dan pembilasan.
Proses pencucian tahap dua dengan suhu 90 derajat celsius untuk mematikan
kuman menggunakan kimia detergen, alkali, cloroin bleach, pewangi. Petugas sarana
sandang mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin apabila sudah oka bersih lanjut
untuk memasukkan ke mesin pengering setelah selesai proses pencucian lalu lanjut
untuk mengerol, mengepres dan melipat, lalu disusun pada rak yang tersedia. Apabila
tidak bersih saat mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin maka dicuci kembali.
Kegiatan dilapangan sesuai standar prosedur pelayanan dan standar prosedur kerja
sarana sandang (2012). Berikut bagan 5.1 proses pekerjaan laundry.
74
Bagan 5.1. Proses Pekerjaan Laundry
Sumber : Standar Prosedur Pelayanan dan Standar Prosedur Kerja
Sarana Sandang (2012)
Mulai
Petugas ruangan (Memasukkan linen kotor ke gentong dan mencatat jumlah dan jenis linen)
Petugas sarana sandang (Membawa linen kotor dari bangsal ke sarana sandang)
Petugas sarana sandang (Melakukan penimbangan, pemisahan, penghitungan)
Petugas sarana sandang (Melakukan penimbangan ulang linen sebelum masuk mesin)
Petugas sarana sandang (Melakukan pencucian)
Petugas sarana sandang (Melakukan proses pencucian tahap satu dan pembilasan)
A/1
Petugas sarana sandang (Melakukan proses pencucian tahap dua dengan suhu 90 derajat celsius untuk
mematikan kuman menggunakan kimia detergen alkali, cloroin bleach, oxigen bleach, pewangi)
Petugas sarana sandang (Memasukan ke mesin pengering setelah selesai proses pencucian)
Petugas sarana sandang (Mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin)
Petugas sarana sandang (Mengerol, mengepres dan melipat lalu disusun pada rak yang tersedia)
OK
Selesai
Tidak
75
Gambar 5.1 Petugas Ruangan Mengambil Linen Kotor
Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.2 Petugas Sarana Sandang Membawa Linen Kotor Ke Laundry
Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.3 Petugas Sarana Sandang Melakukan Penimbangan,
Pemisahan, Penghitungan
Sumber : data pribadi 2013
76
Gambar 5.4 Petugas Sarana Sandang Melakukan Pencucian
Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.5 Petugas Sarana Sandang Melakukan Pengeringan
Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.6 Petugas Sarana Sandang Melakukan Pelipatan Platpress
Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.7 Rollpress
Sumber : data pribadi 2013
77
5.3. Identifikasi Bahaya Di Laundry Rumah Sakit Anak Dan Bunda Harapan
Kita Jakarta Tahun 2013
Hasil identifikasi bahaya didapatkan dari wawancara kepada informan utama
dan informan pendukung terhadap potensi bahaya yang pernah terjadi. Observasi
kegiatan untuk mengetahui pengendalian yang telah dilakukan dapat dilihat pada
tabel 5.4. Berikut beberapa kutipan dari petugas masing-masing bagian.
“…waktu itu saya pernah keseleo gara-gara buru-buru karena udah mau
waktunya untuk penimbangan…bisa juga kena bekas feses atau yang lainnya kalau
kita gak pake APD...Saya si pakai APD, tapi dulu ada temen saya bagian ini juga
penimbangan sama penghitungan kena hepatitis soalnya emang dia gak pakai
APD…” (Informan 1)
“…kena detergennya, ini panas kalau kena ketangan…pakai APD soalnya
pernah mau masukin pakaian kotor kena kaya ada kotorannya…” (Informan 2)
“…tuh debunya dibawah liat…jadi disini banyak debu…” (Informan 7)
78
Tabel 5.4.
Identifikasi Bahaya
Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Langkah Pekerjaan Potensi Bahaya Pengendalian
Mengambil Linen Kotor 1.Terkilir akibat muatan
berlebih (potensi bahaya
ergonomi)
1. Menggunakan dorongan beroda
2. Rolling pekerjaan setiap minggu
2. Terkena linen kotor
berinfeksi (potensi bahaya
biologi)
1. Memisahkan untuk linen infeksi
dengan linen non infeksi pada tempat
berbeda
2. Menggunakan alat pelindung diri
berupa, masker, barakscort, sarung
tangan
3. Terkena sisa cairan tubuh
pasien pada linen (non infeksi)
(potensi bahaya biologi)
1.Memisahkan untuk linen infeksi
dengan linen non infeksi pada tempat
berbeda
2. Menggunakan alat pelindung diri
berupa, masker, barakscort, sarung
tangan
Penimbangan, pemisahan
dan penghitungan
1. Terkena linen kotor
berinfeksi (potensi bahaya
biologi)
1. Memisahkan untuk linen infeksi
dengan linen non infeksi pada tempat
berbeda
2. Menggunakan alat pelindung diri
berupa, topi penutup rambut, masker,
sarung tangan, sepatu
2. Terkena sisa cairan tubuh
pasien pada linen (non infeksi)
(potensi bahaya biologi)
1. Memisahkan untuk linen infeksi
dengan linen non infeksi pada
tempat berbeda
2. Menggunakan alat pelindung diri
berupa, topi penutup rambut,
masker, sarung tangan, sepatu
Pencucian 1. Terpapar detergen (potensi
bahaya kimia)
1. Menggunakan alat pelindung diri
berupa, masker, barakscort, sarung
tangan.
2. Terkena sisa cairan tubuh
pasien pada linen (non
infeksi) (potensi bahaya
biologi)
1. Memisahkan untuk linen infeksi
dengan linen non infeksi pada mesin
cuci berbeda
2. Menggunakan alat pelindung diri
berupa, masker, barakscort, sarung
tangan
Pengeringan, Plat Press,
Roll Press, Pelipatan
1. Debu kapas (potensi
bahaya fisik)
1. General exhaust/ventilasi memadai
2. Menggunakan alat pelindung diri
berupa, topi penutup rambut, masker,
barakscort, sepatu/sandal
79
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”,
bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya
potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Dari hasil
penelitian bahaya yang sangat mungkin terjadi di laundry Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta yaitu bahaya potensial kimia dari bahan detergen yang
digunakan dan bahaya potensial biologi dari yang berasal dari linen-linen
dikumpulkan menjadi satu di dalam laundry berasal dari pasien yang menderita
berbagai penyakit, baik itu pasien yang sudah didiagnosa menderita penyakit
infeksius ataupun pasien yang masih dalam penegakan diagnosa, sehingga perlu
adanya antisipasi pada pekerja laundry yang setiap hari selalu kontak dengan potensi
bahaya tersebut dengan penggunaan alat pelindung diri.
Dari tabel 5.1 hasil identifikasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di
laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi,
kimia dan ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya
potensial biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya
potensial kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci.
Bahaya potensial ergonomi berasal beban angkat.
Bahaya-bahaya tersebut telah dikendalikan. Pada saat mengambil linen kotor
potensi bahaya yang dapat terjadi terkilir akibat muatan linen berlebih maka
pengendalian yang telah ditetapkan dengan menggunakan dorongan beroda dan
rolling pekerjaan setiap minggu.
80
Gambar 5.8.
Trolly Linen Kotor
Sumber : data pribadi 2013
Lalu saat mengambil linen kotor juga terdapat potensi bahaya terkena linen
kotor yang terkena cairan tubuh pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah
ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung
tangan dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda
saat diambil.
81
Gambar 5.9.
Trolly dan wadah untuk linen infeksi
Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.10.
Trolly dan wadah untuk linen non infeksi
Sumber : data pribadi 2013
Pada saat penimbangan, pemisahan dan penghitungan potensi bahaya yang
dapat terjadi terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh penghitungan pasien
(infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah ditetapkan menggunakan alat
pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu dan
memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat
penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Lalu bahaya terkilir akibat posisi kerja
yang tidak ergonomi maka pengendalian yang telah ditetapkan dengan sistem
82
pekerjaan dengan minimal dua pekerja yang bertugas dan rolling pekerjaan setiap
minggu.
Pada saat pencucian potensi bahaya yang signifikan terjadi terpaparnya
detergen. Pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri
berupa, masker, barakscort, sarung tangan. Lalu terkena linen kotor yang terkena
cairan tubuh penghitungan pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang dilakukan
menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan dan
memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat
pencucian.
Pada saat pengeringan, plat press, roll press,dan pelipatan potensi bahaya
yang terjadi terhirupnya debu kapas tetapi sudah dikendalikan dengan pemasangan
general exhaust dan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa, masker,
barakscort, sarung tangan untuk pengeringan. Sedangkan plat press, roll press,dan
pelipatan menggunakan topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan,
sepatu/sandal.
5.4. Ketersediaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Didapatkan sebagian besar informan memiliki pendapat gampang dalam
mendapatkan alat pelindung diri. Berikut kutipan beberapa pernyataan informan :
“...mudahlah, sesusai kebutuhannya...” (Informan 1)
“...kadang gampang kadang susah kadang dari gudangnya aja ini kehabisan,
biasanya sii gampang...” (Informan 5)
83
“...tersedia terus, stand by, udah rusak ganti, masker ganti setiap hari,
masker kita pakai kain kita cuci, disimpan diloker langsung, layak, cukup....”
(Informan 8)
Menurut informan kunci menyatakan bahwa ketersediaan alat pelindung diri
lengkap sudah direncanakan dengan baik. Berikut kutipan pernyataan informan:
“...untuk pengadaan APD si lengkap kita, itu baju kerja aja dobel-dobel
berapa stel kemudian masker-masker kita lengkap topi lengkap sepatu boot lengkap
semua lengkap google earmuff aja kita punya, tapi mereka kadang-kadang mending
dengerin musik. Pengadaan ada di RBA diajukan ke bagian rumah tangga setiap
tahun baru kita udah ngadain, APD jelas lengkap.” (Informan Kunci)
Sedangkan menurut informan pendukung menyatakan sedikit berbeda dari
informan kunci, ketersediaan alat pelindung diri ada yang mudah mendapatkannya
tetapi ada juga yang sulit dalam penyediaannya dari bagian rumah tangga Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Berikut kutipan pernyataan informan :
“...untuk meminta APD, APD ada sebagian sudah diminta ada sebagian
susah karena alasan itu gak penting sekali kadang suka ketunda, ada sementara beli
sendiri sementara beli sendiri ada penggantian karena ada kwitansi, dibagian
rumah tangga minta gantinya...” (Informan Pendukung)
Setelah melakukan observasi memang ketersediaan telah cukup pada bagian
rumah tangga Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Jadi ketersediaan
akan alat pelindung diri mudah didapatkan akan tetapi untuk ketersediaan alat
pelindung diri berupa sepatu tidak disediakan. Berikut tabel 5.5 mengenai
ketersediaan alat pelindung diri yang sesuai dengan potensi bahaya.
84
Tabel 5.5.
Ketersediaan Alat Pelindung Diri
Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Langkah Pekerjaan Potensi Bahaya Pengendalian Ketersediaan
APD yang
Sesuai SOP
APD Tambahan
Kerjaan
Laundry
Mengambil Linen
Kotor 1.Terkilir akibat
muatan berlebih
1. Menggunakan
dorongan beroda
2. Rolling pekerjaan
setiap minggu
- -
2. Terkena linen
kotor berinfeksi
1. Memisahkan untuk
linen infeksi dengan
linen non infeksi pada
tempat berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
masker, barakscort,
sarung tangan
Telah tersedia
topi penutup
rambut, masker,
barakscort,
sarung tangan
Sepatu atau sendal
3. Terkena sisa
cairan tubuh
pasien pada linen
(non infeksi)
1. Memisahkan untuk
linen infeksi dengan
linen non infeksi pada
tempat berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
masker, barakscort,
sarung tangan
Telah tersedia
topi penutup
rambut, masker,
barakscort,
sarung tangan
Sepatu atau sendal
Penimbangan,
pemisahan dan
penghitungan
1. Terkena linen
kotor berinfeksi
1. Memisahkan untuk
linen infeksi dengan
linen non infeksi pada
tempat berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
topi penutup rambut,
masker, sarung
tangan, sepatu
Telah tersedia
topi penutup
rambut, masker,
barakscort,
sarung tangan
Sepatu
2. Terkena sisa
cairan tubuh
pasien pada linen
(non infeksi)
1. Memisahkan untuk
linen infeksi dengan
linen non infeksi pada
tempat berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
topi penutup rambut,
masker, sarung
tangan, sepatu
Telah tersedia
topi penutup
rambut, masker,
barakscort,
sarung tangan
karet
Sepatu
85
Langkah Pekerjaan Potensi Bahaya Pengendalian Ketersediaan
APD yang
Sesuai SOP
APD Tambahan
Kerjaan
Laundry
Pencucian 1.Terpapar
detergen
1. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
barakscort, sarung
tangan, masker.
Telah tersedia
barakscort,
sarung tangan
Sepatu
2. Terkena sisa
cairan tubuh
pasien pada linen
(non infeksi)
1. Memisahkan untuk
linen infeksi dengan
linen non infeksi pada
mesin cuci berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
masker, barakscort,
sarung tangan.
Telah tersedia
topi penutup
rambut, masker,
barakscort,
sarung tangan
Sepatu
Pengeringan, Plat
Press, Roll Press,
Pelipatan
1. Debu
kapas
1. General
exhaust/ventilasi
memadai
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
topi penutup rambut,
masker, barakscort,
sarung tangan,
sepatu/sandal
Telah tersedia
topi penutup
rambut, masker,
barakscort,
sarung tangan
Sepatu
86
5.5. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Observasi yang dilakukan selama bulan April hingga Mei mengenai perilaku
penggunaaan alat pelindung diri pada pekerja laundry. Laundry Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta terdapat proses pengambilan linen kotor,
penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan, pelipatan, roll
press, plat press, dan distribusi. Pada bulan April hingga Mei informan 1 merupakan
pekerja di bagian pengambilan serta dipenghitungan dan dibantu beberapa orang
rekan kerja lainnya diatur dengan system rolling dalam sebulan dengan perminggu
dua orang pekerja. Kemudian informan 2 dan 3 merupakan pekerja di bagian
pencucian. Sedangkan informan 4 hingga 8 bekerja secara bersama-sama bahu
membahu untuk menyelesaikan pekerjaan di bagian pengeringan, pelipatan, roll
press, plat press, dan distribusi.
Pada pekerja yang sedang bertugas di bagian pengambilan linen kotor,
penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian didapatkan menggunakan alat
pelindung diri dengan tidak patuh dan tidak lengkap seperti pada ketentuan di standar
operasional prosedur.
Standar operasional prosedur saat pengambilan linen alat pelindung diri yang
harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan,
sepatu didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pengambilan tidak lengkap
dan sesuai dengan standar operasional prosedur. Standar operasional prosedur saat
penghitungan alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup
87
rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu didapatkan pekerja laundry rata-
rata yang sedang bertugas di bagian penghitungan tidak menggunakan secara lengkap
alat pelindung dirinya. Standar operasional prosedur saat pencucian alat pelindung
diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort,
sarung tangan, sepatu didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pencucian
tidak lengkap dan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur.
Pada pekerja yang sedang bertugas di bagian pengeringan, pelipatan, roll
press, plat press, dan distribusi didapatkan sebagian besar menggunakan alat
pelindung diri dengan tidak patuh serta tidak lengkap dengan standar operasional
prosedur. Standar operasional prosedur saat pengeringan alat pelindung diri yang
harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan,
sepatu didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pengeringan hanya
menggunakan barakschort, topi penutup kepala, sepatu sedangkan masker tidak
digunakan secara benar dan tidak menggunakan sarung tangan karet. Standar
operasional prosedur saat pelipatan, roll press, plat press untuk penggunaan alat
pelindung diri terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan,
sepatu. Didapatkan sebagian besar pekerja laundry yang sedang bertugas pelipatan,
roll press, plat press hanya menggunakan pakaian kerja dan sandal. Berikut kutipan
beberapa informan utama :
88
“Kalau tugas pencucian mungkin pake lengkap pake masker pake sarung
tangan, kalau diluar sana harus pake walaupun pelipatan, itu kan menyumbat debu-
debu itu kan kotor yaa, pernah gak pake dibagian melipat” (Informan 3)
“Kalau ini (sarung tangan) ditempat sana yaa penting ini,tapi kalau disini ini
(masker) tapi lagi gak pake hehehe, biasanya pake juga, kadang pake kadang nggak,
banyakan nggak yaa hehehe, karena disini merasa udah bersihnya,tapi kalau debu
ini si nggak, kadang-kadang mba ini nyesek kalau dipake terus-terusan, tapi kita tau
ini pusat penyakit” (Informan 6)
Jadi pekerja yang menggunakan alat pelindung diri rata-rata tidak patuh dan
tidak lengkap dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini
dimungkinkan pada pekerja yang sedang bertugas di bagian pengambilan linen kotor,
penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian pengeringan, pelipatan, roll
press, plat press, dan distribusi sebagian besar menggunakan alat pelindung diri
dengan tidak patuh serta tidak lengkap dimungkinkan telah merasa tidak terpapar
potensi bahaya. Berikut tabel 5.6 mengenai perilaku penggunaan alat pelindung diri
di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013.
89
Tabel 5.6.
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Langkah
Pekerjaan
Potensi Bahaya Pengendalian Ketersediaan
APD yang
Sesuai SOP
Perilaku Penggunaan APD
Mengambil
Linen Kotor
1.Terkilir akibat
muatan berlebih
1. Menggunakan dorongan
beroda
2. Rolling pekerjaan setiap
minggu
- -
2. Terkena linen
kotor berinfeksi
1. Memisahkan untuk linen
infeksi dengan linen non
infeksi pada tempat
berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
masker, barakscort, sarung
tangan
Telah
tersedia topi
penutup
rambut,
masker,
barakscort,
sarung tangan
Pekerja menggunakan alat pelindung diri
tidak lengkap tidak menggunakan sarung
tangan dan penggunaan masker yang
tidak benar. Dikarenakan merasa justru
menyulitkan saat bekerja.
3. Terkena sisa
cairan tubuh
pasien pada linen
(non infeksi)
1. Memisahkan untuk linen
infeksi dengan linen non
infeksi pada tempat
berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
masker, barakscort, sarung
tangan
Telah tersedia
topi penutup
rambut,
masker,
barakscort,
sarung tangan
Pekerja menggunakan alat pelindung diri
tidak lengkap tidak menggunakan sarung
tangan dan penggunaan masker yang
tidak benar. Dikarenakan merasa justru
menyulitkan saat bekerja.
90
Langkah
Pekerjaan
Potensi Bahaya Pengendalian Ketersediaan
APD yang
Sesuai SOP
Perilaku Penggunaan APD
Penimbangan,
pemisahan
dan
penghitungan
1. Terkena linen
kotor berinfeksi
1. Memisahkan untuk linen
infeksi dengan linen non
infeksi pada tempat
berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa, topi
penutup rambut, masker,
sarung tangan, sepatu
Telah tersedia
topi penutup
rambut,
masker,
barakscort,
sarung tangan
Pekerja tidak menggunakan tutup kepala
dikarenakan ketidaknyamanan saat
menggunakannya dan tetap merasa aman
(tidak akan terjadi apa-apa)
2. Terkena sisa
cairan tubuh
pasien pada linen
(non infeksi)
1. Memisahkan untuk linen
infeksi dengan linen non
infeksi pada tempat
berbeda
2. Menggunakan alat
pelindung diri berupa, topi
penutup rambut, masker,
sarung tangan, sepatu
Telah tersedia
topi penutup
rambut,
masker,
barakscort,
sarung tangan
Pekerja tidak menggunakan tutup kepala
dikarenakan ketidaknyamanan saat
menggunakannya dan tetap merasa aman
(tidak akan terjadi apa-apa)
91
Langkah
Pekerjaan
Potensi Bahaya Pengendalian Ketersediaan
APD yang
Sesuai SOP
Perilaku Penggunaan APD
Pencucian
1.Terpapar
detergen
1. Menggunakan alat
pelindung diri berupa,
masker, barakscort, sarung
tangan
Telah tersedia
barakscort,
sarung tangan
Pekerja menggunakan alat pelindung diri
dikarenakan telah mengetahui standar
prosedur dari penggunaan detergen
2. Terkena sisa
cairan tubuh
pasien pada linen
(non infeksi)
1.Memisahkan untuk linen
infeksi dengan linen non
infeksi pada mesin cuci
berbeda
2.Menggunakan alat
pelindung diri berupa
masker, barakscort, sarung
tangan
Telah tersedia
topi penutup
rambut,
masker,
barakscort,
sarung tangan
Pekerja tidak menggunakan masker dan
sarung tangan alasannya menggunakan
dikarenakan setelah meninggalkan untuk
mesin bekerja pekerja pindah kearea lain
sehingga lupa untuk menggunakan
masker dan sarung tangan
Pengeringan,
Plat Press,
Roll Press,
Pelipatan
1. Debu kapas 1. General exhaust/ventilasi
memadai
2.Menggunakan alat
pelindung diri berupa, topi
penutup rambut, masker,
barakscort, sarung tangan,
sepatu/sandal
Telah tersedia
topi penutup
rambut,
masker,
barakscort,
sarung tangan
Rata-rata pekerja tidak menggunakan
masker dan sarung tangan dengan alasan
tidak nyaman.
92
Gambar 6.1.
Tidak menggunakan alat pelindung diri
Sumber : data pribadi. 2013
93
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
6.1.1. Pada saat wawancara mendalam dilakukan, terdapat beberapa
informan memberikan jawabannya sambil bekerja, sehingga jawaban
yang diberikan sangat singkat saja.
6.1.2. Jawaban yang diberikan pekerja juga sulit untuk diketahui
keobjektifannya karena timbul kesan jika jawaban yang diberikan
adalah jawaban yang ideal dalam rangka mempertahankan diri.
6.2. Pembahasan Langkah-Langkah Pekerjaan Laundry Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Pertama mulai yaitu dengan petugas ruangan memasukan linen kotor ke
gentong yang telah disediakan dan mencatat jumlah dan jenis linen kotor. Lalu
petugas sarana sandang membawa linen kotor dari bangsal ke sarana sandang,
selanjutnya melakukan penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Petugas sarana
sandang melakukan penimbangan ulang sesuai kapasitas mesin kemudian melakukan
pencucian tahap satu dan pembilasan. Proses pencucian tahap dua dengan suhu
sembilan puluh derajat celsius untuk mematikan kuman menggunakan kimia
detergen, alkali, cloroin bleach, pewangi. Petugas sarana sandang mengeluarkan linen
bersih dari dalam mesin apabila sudah bersih lanjut untuk memasukkan ke mesin
pengering setelah selesai proses pencucian lalu lanjut untuk mengerol, mengepres dan
94
melipat, lalu disusun pada rak yang tersedia. Apabila tidak bersih saat mengeluarkan
linen bersih dari dalam mesin maka dicuci kembali (Standar Prosedur Pelayanan dan
Standar Prosedur Kerja Sarana Sandang, 2012).
Kegiatan ini telah sesuai dengan standar operasional prosedur pelayanan dan
standar prosedur kerja sarana sandang tahun 2012. Sudah sangat baik dikarenakan
telah melakukan kegiatan lebih dari peraturan perundang menurut Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 mengenai Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit tertera bahwa standar pelayanan laundry hanya tidak adanya
kejadian linen yang hilang dan ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat
inap berstandar 100%.
Hasil observasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan
ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial
biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial
kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya
potensial ergonomi berasal dari beban angkat.
Oleh karena itu diperlukan safety briefing setiap hari sebelum pekerjaan
dilakukan agar pekerja dapat melakukan langkah-langkah pekerjaan dengan aman.
Setelah pekerjaan selesai adanya laporan untuk apa saja yang telah dilakukan pada
hari itu (tindakan aman dan tidak aman). Hal ini sesuai dengan Terry (2003)
terbentuk perilaku aman dipengaruhi oleh langkah-langkah pekerjaan yang tetap
aman. Pada penelitian Sari (2012) menyatakan bahwa salah satu langkah-langkah
95
pada saat bekerja diperlukan adanya safety briefing agar pekerja dapat aware
terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya.
6.3. Pembahasan Identifikasi Bahaya Di Laundry Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Menurut Ramli (2010) identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam
mengembangkan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Identifikasi
berguna untuk mengenal bahaya. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat
ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat
dijalankan.
Menurut Terry (2003) terbentuk perilaku aman dipengaruhi oleh langkah-
langkah pekerjaan yang tetap aman. Langkah-langkah tersebut bisa diawali dengan
adanya identifikasi bahaya. Dari identifikasi bahaya maka akan didapatkan potensi
bahaya yang mungkin dapat mengakibatkan kecelakaan. Lalu dapat mengetahui
tindakan pencegahan yang tepat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”,
bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya
potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Dari hasil
penelitian bahaya yang sangat mungkin terjadi di laundry Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta yaitu bahaya potensial kimia dari bahan detergen yang
digunakan dan bahaya potensial biologi dari yang berasal dari linen-linen
96
dikumpulkan menjadi satu di dalam laundry berasal dari pasien yang menderita
berbagai penyakit, baik itu pasien yang sudah didiagnosa menderita penyakit
infeksius ataupun pasien yang masih dalam penegakan diagnosa, sehingga perlu
adanya antisipasi pada pekerja laundry yang setiap hari selalu kontak dengan potensi
bahaya tersebut dengan penggunaan alat pelindung diri.
Hasil identifikasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan
ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial
biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial
kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya
potensial ergonomi berasal dari beban angkat.
Pada saat mengambil linen kotor dari hasil wawancara potensi bahaya yang
dapat terjadi terkilir akibat muatan linen berlebih maka pengendalian yang telah
ditetapkan dengan menggunakan dorongan beroda dan rolling pekerjaan setiap
minggu. Lalu saat mengambil linen kotor juga terdapat potensi bahaya terkena linen
kotor yang terkena cairan tubuh pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah
ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa masker, barakscort, sarung tangan
dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat
diambil. Pada penggunaan alat pelindung diri seharusnya saat pengambilan linen
kotor perlu penambahan di standar operasional prosedur yaitu alas kaki seperti sandal
atau sepatu untuk mencegah bakteri dari linen kotor agar tidak mengenai kulit kaki.
Berikut gambar 6.2 dan 6.3 pemisahan linen kotor infeksi dengan yang tidak infeksi.
97
Gambar 6.2 Wadah untuk linen Infeksi
Sumber : Data Pribadi 2013
Gambar 6.3 Wadah untuk linen Noninfeksi
Sumber : Data Pribadi 2013
Dari hasil wawancara dan observasi pada saat penimbangan, pemisahan dan
penghitungan potensi bahaya yang dapat terjadi terkena linen kotor yang terkena
cairan tubuh penghitungan pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah
ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker,
sarung tangan, sepatu dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada
tempat berbeda saat penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Pada penggunaan
alat pelindung diri seharusnya saat penimbangan linen kotor infeksi perlu
penambahan di standar operasional prosedur yaitu penggunaan barakscort. Lalu
98
bahaya terkilir akibat posisi kerja yang tidak ergonomi maka pengendalian yang telah
ditetapkan dengan sistem pekerjaan dengan minimal dua pekerja yang bertugas dan
rolling pekerjaan setiap minggu.
Dari hasil wawancara dan observasi pada saat pencucian potensi bahaya yang
signifikan terjadi terpaparnya detergen. Pengendalian yang dilakukan dengan
menggunakan alat pelindung diri berupa masker, barakscort, sarung tangan. Pada
penggunaan alat pelindung diri seharusnya saat pencucian perlu penambahan di
standar operasional prosedur yaitu alas kaki seperti sepatu untuk mencegah
tumpahnya detergen mengenai kulit kaki. Lalu terkena linen kotor yang terkena
cairan tubuh penghitungan pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang dilakukan
seharunya menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker,
barakscort, sarung tangan, sepatu dan memisahkan linen infeksi dengan linen non
infeksi pada tempat berbeda saat pencucian.
Dari hasil wawancara dan observasi ada saat pengeringan, plat press, roll
press,dan pelipatan potensi bahaya yang terjadi terhirupnya debu kapas tetapi sudah
dikendalikan dengan pemasangan general exhaust dan dengan menggunakan alat
pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan,
sepatu. Jadi identifikasi bahaya yang dilakukan telah mengikuti mulai dari langkah
awal hingga akhir dengan menyesuaikan dengan pengendalian yang telah diterapkan.
99
Di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta telah terdapat
ventilasi seperti gambar 6.4 dibawah ini.
Gambar 6.4 Local Exhaust dan General Exhaust
Sumber : Data Pribadi 2013
Hal ini telah sesuai dengan penelitian Kartika (2000) dalam penelitiannya
yang berjudul Tinjauan Persepsi Pekerja terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri
pada Pekerja Di Bagian Laundry RSPP menyatakan ventilasi yang terdapat di
laundry akan mengurangi debu serat kain. Agar lebih aman karena debu yang
berterbangan dalam area breathing zone perlu menggunakan masker sesuai dengan
standar OSHA 2000 yaitu dengan masker kain.
6.4. Pembahasan Ketersediaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit
Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Setelah melakukan observasi serta wawancara mendalam memang
ketersediaan alat pelindung diri telah cukup dikarenakan setiap pekerja laundry
mendapatkan alat pelindung diri berupa pakaian seragam dan barakscort, topi penutup
rambut, masker, sarung tangan. Akan tetapi untuk sepatu ataupun sandal tidak
disediakan oleh pihak manajemen.
100
Lalu ada yang menyatakan mudah ada yang menyatakan kurang mudah. Akan
tetapi dari hasil wawancara dengan informan utama secara keseluruhan para pekerja
apabila terdapat sarung tangan, masker, tutup kepala serta barakscort rusak cepat
untuk diberikan yang baru. Pihak kepala sarana sandang juga telah membuat proposal
terkait kebutuhan pada bagian rumah tangga Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita Jakarta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Reason’s (1997) menyatakan
bahwa faktor organisasi merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
perilaku aman. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori Green dalam
Notoatmodjo (2007) bahwa ketersediaan alat pelindung diri akan mempengaruhi
seseorang berprilaku menggunakan alat pelindung diri. Penyediaan alat pelindung diri
oleh pihak manajemen rumah sakit akan menjadi stimulus pekerja akan menggunakan
alat pelindung diri.
Ketersediaan alat pelindung diri di tempat kerja harus menjadi perhatian pihak
manajemen dan pekerja untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pekerja.
Menurut Green (1980) dalam Lina (2004) untuk mencapai perilaku, salah satu faktor
yang mendukung terjadinya perubahan perilaku yaitu dengan ketersediaan fasilitas
pendukung yang dapat digunakan, maka dari itu fasilitas alat pelindung diri ditempat
kerja sangat diperlukan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya juga menyatakan
bahwa ketersediaan alat pelindung diri oleh pihak manajemen akan mempengaruhi
pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (Omeh, 2007)
101
6.5. Pembahasan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Laundry
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Penelitian yang dilakukan selama bulan April hingga Mei mengenai perilaku
penggunaaan alat pelindung diri pada pekerja laundry. Laundry Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Jakarta terdapat proses pengambilan linen kotor,
penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan, pelipatan, roll
press, plat press, dan distribusi.
Pada bulan April hingga Mei pekerja yang sedang bertugas di bagian
pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian. Pada
pekerja yang sedang bertugas di bagian pengambilan linen kotor, penimbangan,
pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan, pelipatan, roll press, plat press,
dan distribusi didapatkan menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh dan
tidak lengkap seperti pada ketentuan di standar operasional prosedur.
Standar operasional prosedur saat pengambilan linen alat pelindung diri yang
harus digunakan terdiri dari masker, barakscort, sarung tangan, didapatkan pekerja
laundry yang sedang bertugas pengambilan tidak lengkap dan sesuai dengan standar
operasional prosedur. Pekerja pengambilan tidak menggunakan sarung tangan dan
penggunaan masker yang tidak benar. Dari hasil wawancara merasa justru
menyulitkan saat bekerja. Bahaya apabila tidak menggunakan masker menurut
Sumamur (1984) akan mudah masuknya bakteri secara inhalasi. Bahaya apabila tidak
menggunakan sarung tangan apabila lupa tidak mencuci tangan saat makan akan
dapat masuk bakteri kedalam mulut.
102
Standar operasional prosedur saat penghitungan dan pemisahan alat pelindung
diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, sarung tangan,
sepatu didapatkan pekerja laundry rata-rata yang sedang bertugas di bagian
penghitungan tidak menggunakan secara lengkap alat pelindung dirinya. Pekerja
tidak menggunakan tutup kepala dikarenakan ketidaknyamanan saat
menggunakannya dan tetap merasa aman (tidak akan terjadi apa-apa). Bahaya yang
timbul apabila tidak menggunakan penutup kepala apabila menyerap sisa cairan ke
dalam kulit maka dimungkinkan akan terpapar bahaya potensial biologi. Lalu apabila
rambut rontok ataupun saat makan menunduk jatuh bakteri ke makanan akan masuk
kedalam mulut.
Standar operasional prosedur saat pencucian alat pelindung diri yang harus
digunakan terdiri dari masker, barakscort, sarung tangan didapatkan pekerja laundry
yang sedang bertugas pencucian tidak lengkap dan tidak sesuai dengan standar
operasional prosedur. Pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan
alasannya menggunakan dikarenakan setelah meninggalkan untuk mesin bekerja
pekerja pindah kearea lain sehingga lupa untuk menggunakan masker dan sarung
tangan. Bahaya apabila tidak menggunakan sarung tangan akan terpapar bahaya
kimia dari detergen yang digunakan.
Standar operasional prosedur saat pengeringan, plat press, roll press,
pelipatan alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut,
masker, barakscort, sarung tangan, sepatu. Pekerja pengeringan, plat press, roll press,
pelipatan rata-rata pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan dengan
103
alasan tidak nyaman. . Dari hasil wawancara merasa justru menyulitkan saat bekerja.
Bahaya apabila tidak menggunakan masker akan mudah masuknya debu yang dapat
membuat bersin serta batuk. Bahaya apabila tidak menggunakan sarung tangan
apabila terkena alat dari platpress ataupun rollpress maka akan terjadi luka bakar.
Jadi pekerja laundry yang sedang bertugas didapatkan sebagian besar
menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh serta tidak lengkap dengan
standar operasional prosedur. Penelitian Sugianti (2005) yang berjudul study
pengelolaan linen di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga dihasilkan
angka kuman pada linen diperoleh angka kuman tertinggi 5,7 x 1010
. Sedangkan
terendah 1,6 x 1010
rerata angka kuman tertinggi 2,7 x 1010
. Berdasarkan dirjen PPM
dan PLP tentang Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesian bahwa linen bersih
setelah keluar dari semua proses pengelolaan linen tidak mengandung 6 x 10 bakteri.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa pentingnya menggunakan alat pelindung diri pada
bagian laundry.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”,
bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya
potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Hal ini
menguatkan bahwa pentingnya menggunakan alat pelindung diri pada bagian
laundry.
104
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safety News Alert
terhadap 290 orang pekerja Safety Officer di Amerika mengenai berbagai alasan
pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri saat bekerja didapatkan hasil sebagai
berikut: karena alat pelindung diri tidak nyaman (30%), karyawan tidak tahu bahwa
harus menggunakan alat pelindung diri (10%), karyawan merasa menggunakan alat
pelindung diri hanya menghabiskan waktu (18%), karyawan merasa tidak akan celaka
(8%), dan karyawan lupa untuk menggunakan alat pelindung diri (34%)
(Himawari,2011). Karyawan tidak akan merasa celaka maka tidak menggunakan alat
pelindung diri.
Berdasarkan penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007),
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
6.5.1. Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui objek terlebih dahulu.
6.5.2. Interest yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
6.5.3. Evaluation yaitu orang mulai menimbang-nimbang yang baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini bearti sikap responden
sudah lebih baik lagi.
6.5.4. Trial yaitu telah mencoba perilaku yang baru.
6.5.5. Adoption yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
105
Dari teori ini jelas bahwa perilaku pekerja laundry yang akan menggunakan
alat pelindung diri apabila kesadaran, ketertarikan dalam menggunakan alat
pelindung diri, evaluasi untuk memulai akan menggunakan alat pelindung diri mereka
bahwa pengambilan linen kotor, penimbangan/penghitungan, pencucian,
pengeringan, pelipatan, roll press, plat press masih terdapat banyak risiko. Setelah di
trial ternyata sudah tidak lagi adanya diagnosa penyakit menular sehingga di
adoption. Sehingga akan menetapkan nilai – nilai, keyakinan/kepercayaan bahwa
masih terdapat banyak risiko yang mengharuskan menggunakan alat pelindung diri.
Tidak hanya itu tetapi kenyamanan yang dirasakan pekerja bagian pelipatan,
roll press, plat press saat menggunakan alat pelindung diri juga mempengaruhi
seseorang berperilaku hal ini berdasarkan teori Green dalam Notoatmodjo (2007).
Tidak nyaman dikarenakan susahnya bernafas apabila menggunakan masker, setelah
ditelaah susahnya bernafas diakibatkan banyaknya debu-debu kapas yang banyak
berterbangan.
Menurut Mcsween (2013) perilaku safety dapat terbentuk berawal dari visi
misi yang memang harus dikomit sejak awal, untuk itu perilaku penggunaan alat
pelindung diri pada pekerja laundry tergantung dari visi misi sejak awal untuk semua
pekerja agar menggunakan alat pelindung diri saat berada diarea kerja.
106
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
7.1.1. Langkah-langkah pekerjaan laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta pertama dengan petugas ruangan memasukan linen
kotor ke gentong yang telah disediakan dan mencatat jumlah dan jenis
linen. Lalu membawa linen kotor dari bangsal ke sarana sandang,
selanjutnya melakukan penimbangan, pemisahan dan penghitungan.
Kemudian melakukan pencucian tahap satu dan pembilasan.
Mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin apabila sudah bersih lanjut
untuk memasukkan ke mesin pengering setelah selesai proses pencucian
lalu lanjut untuk mengerol, mengepres dan melipat, lalu disusun pada
rak yang tersedia.
7.1.2. Hasil identifikasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik,
biologi, kimia dan ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu
dari serat kain. Bahaya potensial biologi berasal dari linen kotor yang
telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial kimia berasal dari
detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya potensial
ergonomi berasal dari beban angkat.
107
7.1.3. Hasil wawancara dan observasi ketersediaan akan alat pelindung diri di
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta disimpulkan mudah
didapatkan.
7.1.4. Pekerja laundry yang sedang bertugas didapatkan sebagian besar
menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh serta tidak lengkap
dengan standar operasional prosedur. Pekerja pengambilan linen kotor
tidak menggunakan sarung tangan dan penggunaan masker. Pekerja
penimbangan, pemisahan dan penghitungan pekerja tidak menggunakan
tutup kepala. Pekerja pencucian tidak menggunakan masker dan sarung
tangan. Pekerja pengeringan, plat press, roll press, pelipatan rata-rata
pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan.
7.2. Saran
7.2.1. Saran Untuk Pekerja Laundry
7.2.1.1. Diharapkan untuk pekerja patuh menggunakan secara benar
dan lengkap alat pelindung diri sesuai dengan standar
operasional prosedur di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita Jakarta.
7.2.1.2. Diharapkan untuk pekerja memelihara/menyimpan alat
pelindung diri agar lebih bertahan lama sehingga dapat
menghemat anggaran pengeluaran untuk membeli alat
pelindung diri.
108
7.2.2. Saran untuk Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta
7.2.2.1. Pihak manajemen laundry hendaknya mengadakan sosialiasi
minimal setahun sekali terkait standar operasional prosedurnya
terutama terkait jenis alat pelindung diri yang wajib digunakan
pada setiap bagian dengan cara tidak disuruh membaca sendiri.
Jadi manajemen mengadakan presentasi untuk menjelaskan
standar operasional prosedurnya terutama terkait jenis alat
pelindung diri.
7.2.2.2. Pihak rumah sakit hendaknya mengadakan penyuluhan
minimal sebulan sekali terkait potensial bahaya yang terdapat
di bagian laundry. Agar dapat meningkatkan kesadaran akan
pentingnya alat pelindung diri.
7.2.2.3. Perlu adanya komitmen yang kuat sejak awal untuk semua
pekerja laundry agar mematuhi peraturan yang dibuat. Jika
terdapat pekerja yang tidak mematuhi maka akan dikenakan
sanksi dari komitmen tersebut.
7.2.3. Saran Penelitian Berikutnya
7.2.3.1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kelembaban
yang terdapat pada pekerjaan laundry Rumah Sakit.
7.2.3.2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui partikel dust
yang terdapat pada pekerjaan laundry Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1985.Strategi Pengamanan Keracunan Pestisida. Jakarta : UI.
Adenan, S. 1986. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemakain APD pada Pekerja
Tukang LAS Terhadap Sinar Ultraviolet pada PT. Bukaka Teknika Utama di
Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat”. Tesis. Jakarta :
FKM – UI.
Adryanto, Michael dan Savitri Soekrisno. 1985. “Psikologi Sosial “. Jakarta : Erlangga.
Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Industri. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Australian/New Zealand Standard, AS/NZS 4360. 2004. Risk Management Standards.
Australia
Badrujaman, Aip. 2008. Sosiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media.
Bainar, Hajar dkk. 2006. Ilmu Sosial, Budaya dan Kealaman Dasar. Jakarta: Jenki
Satria.
Bandjar, Mukri Edwin. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Penggunaan APD Pekerja Bagian Produksi Kulkas di PT. LG Tangerang Tahun
2005”. Tesis. Jakarta : FKM – UI.
Bart, Smet. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo.
Basleti, Reni. 2004. Tinjauan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan
Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita
Jakarta Tahun 2004. Skripsi. FKM : UI.
Basuki, Widya. “ Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Persepsi Pekerja Terhadap
Penggunaan APD di Laboratorium Patoligi Klinik Rumah Sakit Husada “.
Jakarta : FKM-UI.
Bird, Frank E. And Germain, George L. 1990.Practical Loss Control Leadership.
Atalanta USA.
Budiono, Sugeng A. M (dkk). 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Edisi ke 2. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ferdi, amad. 2011. Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan
Metode Job Safety Analysis Pada Rumah Sakit X Tahun 2011. Skripsi. Semarang
: Universitas Diponegoro
Geller E.S. 2001. Keys to Behavior – Based Safety. Printed in The United Startes of
America.
Geller E.S. 2001. The Psychology of Safety Handbook. Boca Raton, FL : CRC Press.
Gibson, James L. Jhon M. Ivancevich. James H. Donnely, Jr. 1993. Organisasi Dan
Manajemen Perilaku Struktur Proses. Edisi ke empat. Terbitan Erlangga:
Jakarta.
Hendriawati, Elisabeth Dianingtyas. 2012. Penggunaan APD Ditinjau dari Persepsi
Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja pada Karyawan PT Bama Prima Textile
Pekalongan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Himawary. 2011. Alat Pelindung Diri Di Laboratorium. Semarang : Kompas.
http://www.bpmigas.go.id/wp-content/uploads/2011/02/PTK-013-II-2007.pdf
Diakses: 2 Januari 2013 pukul 17.05 WIB.
Kartika, Ika. 2000. Tinjauan Persepsi Pekerja Terhadap Penggunaan Alat Pelindung
Diri Pada Pekerja Di Bagian Laundry RSPP Jakarta Tahun 2000. Skripsi,
Jakarta : FKM – UI.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah
Sakit.
Lina, Made. 2004. Gambaran Perilaku Pekerja Terhadap Penggunaan Alat Pelindung
Diri Di Workshop Divisi A & C PT Siemens Indonesia Jakarta Tahun 2004.
Skripsi. Jakarta : FKM – UI.
Mokhtar. 1992. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerja. Bandung : CV
Medika.
Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Nedved, Milos. 1991. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Biokimia dan Pengendalian
Bahaya Besar. Editor Soemanto Imam Hanafi. Jakarta: ILO
Neldi, Mellysa Putri. 2011. Analisis Pelaksanaan JSA Pada Pekerjaan Wellwork dan
Initial Completion yang Dilakukan Kontraktor MIGAS Berdasarkan Teknik
Management Oversight and Risk Tree Di Lokasi Kerja X Tahun 2011. Skripsi.
Jakarta : FKIK –UIN.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. “ Pendidikan dan Perilaku Kesehatan”. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Omeh. 2007. Tinjauan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penggunaan Alat
Pelindung Diri di Unit Kerja Laundry Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo
Tahun 2007. Jakarta : FKM – UI.
OSHA. 2000. Assesing the need for personal protective equipment a guide for small
business employers. Occupational Safety and Health Administration : U.S
Departemen Of labour.
Ocupational Safety and Health Administration (OSHA). 2003. Personal Protective
Equipment. Artikel diakses pada tanggal 11 Desember 2012 dari www.osha.gov
Pareek, Udai. 1996. PerilakuOrganisasi. Jakarta: IkrarMandiriabadi.
PeraturanMenteri Tenaga Kerja Nomor PER 03/MEN/Tahun 1994 tentang Program
JAMSOSTEK.
Pickett G, Hanlon JJ. 1995. Kesehatan Masyarakat Administrasi dan Praktik 9th
ed.
Trans. Mukti AG. Jakarta : EGC.
Raharjo, Mudjia. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif. Diakses pada 1 April
2013,Tersedia di: <www.mudjiraharjo.com/materi-kuliah/215-jenis-dan
metodepenelitian-kualitatif.html >.
Raharjo. 2010. Content Analysis Sebagai Metode Tafsir Teks : Akar Sejarah dan
Penggunaannya. Diunduh tanggal 2 Mei 2013 pada
http://www.mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/286-content-analysis-sebagai-
metode-tafsir-teks-akar-sejarah-dan-penggunaannya.html .
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Dian Rakyat : Jakarta.
Reason’s. 1997. Achieving a Safe Culture : Theory and Pratice Department of
Psychology. University of Manchester. Manchester.
Sari, Kartika. 2012. Pengaruh Safety Inspection Terhadap Angka Kecelakaan Kerja di
Perusahaan X Tahun 2011-2012. Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro
Sarina, M. 2012. Hubungan Persepsi Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dengan Produktivitas. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Sarwoto. 1991. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Skiner B. F. 1938. The Behavior of Organisms : An Experimental Analysis. New York :
Appleto Century.
Stranks Jeremy. Health & Safety at Work. Ninth Edition India by Replika Press Pvt Ltd.
Printed and Bound in India by Replika Press Pvt Ltd.
Sugianti, Erna. (2005). Study Pengelolaan Linen Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Purbalingga Tahun 2005. Tesis. Universitas Diponegoro.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumamur P.K., 1984. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Gunung
Agung.
Sutrinowati. 2004. “Pengelolaan Limbah Infeksius Rumah Sakit (Studi Kasus Di Rumah
Sakit PT. Pupuk Kaltim)”. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.
Terry E Mc Sween. 2003. Improving Your Safety Culture With Behavior Based Safety.
Printed in The United States of America.
Tresnaningsih, Erna. 2012. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan.
Pusat Kesehatan Kerja Sekretaris Jenderal Depkes RI.
Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
www.balitbangham.go.id/perangkatuuterkait/UU.23.pdf.Diakses: 2 Januari 2013
pukul 17.05 WIB.
Vredenbregt, Jacob.1984. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT
Gramedia.
Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi.Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Witherington H.C. 1984. Educational Psychology, terjemahan M Buchori. Jakarta :
Aksara Baru.
Yoganingrum, dkk.2009. Merajut Makna. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.
LAMPIRAN
Transkrip Kategorisasi Hasil Wawancara
Identifikasi Bahaya dan Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Laundry
Di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
No. Subtansi Informan Utama Subtansi Informan Kunci Informan Pendukung
1.
Langkah-Langkah
Pekerjaan laundry
RSAB
a. Bagaimana
tahapan dari
pekerjaan di
laundry Rumah
Sakit Anak dan
Bunda Harapan
Kita Jakarta?
-
-
IP : “…dimulai dari
pengambilan linen kotor
dari setiap ruangan, lalu
ditimbang, dipilih mana
yang infeksius mana
yang nggak, lalu
ditimbang lagi masuk ke
mesin cuci, dikeringkan
dilipat, pas dilipat masih
ada yang kotor balik lagi
untuk ditaro disini untuk
dicuci lagi, yang bersih
lanjut untuk pengerolan
untuk sprei untuk baju di
platpress dilipat
disimpan terakhir
didistribusikan
kembali…”
No.
2.
Subtansi
Identifikasi Bahaya
a. Menurut anda
bahaya apa saya
yang terdapat
pada pekerjaan
ini?
Informan Utama
1 : “…waktu itu saya pernah keseleo
gara-gara buru-buru karena udah
mau waktunya untuk
penimbangan…bisa juga kena bekas
feses atau yang lainnya kalau kita
gak pake APD...Saya si pakai APD,
tapi dulu ada temen saya bagian ini
juga penimbangan sama
penghitungan kena hepatitis soalnya
emang dia gak pakai APD…”
2 : “…kena detergennya, ini panas
kalau kena ketangan…pakai APD
soalnya pernah mau masukin
pakaian kotor kena kaya ada
kotorannya…”
7 : “…tuh debunya dibawah
liat…jadi disini banyak debu…”
Subtansi
Informan Kunci
Informan Kunci
No.
3.
Subtansi
Ketersediaan APD
a. Bagaimana
kesediaan alat
pelindung diri
pada saat ini?
Sudah layak dan
cukup?
Informan Utama
1 : “Mudahlah, heem sesusai
kebutuhannya”
2 : “Kadang-kadang gampang kadang-
kadang susah, kalau ada ya
gampang kalau belum beli ya susah
gitu, banyakan gampangnya,
ketersediannya cukup ya, disimpan
di belakang yang
kotor”
3 : “Ya gampang si kalau kita mau
ngomong dapet untuk kebutuhan,
cukup”
4 : “Mudah sii untuk masker kan disini
pakenya yang kain ya, terkadang
kan bulu-bulu kan, kita kan maunya
disposible yaa,kalau pake buang,
kalau pakai kain alergi gatel-gatel
hidung pakai yang kain”
5 : “Kadang gampang kadang susah
kadang dari gudangnya aja ini
kehabisan, biasanya sii gampang”
6 : “Gampang si”
7 : “Gampan”
8 : “Tersedia terus , stand by, udah
rusak ganti, masker ganti setiap
hari, masker kita pakai kain kita
cuci, disimpan diloker langsung,
layak , cukup”
Subtansi
Ketersediaan
APD
a. Bagaimana
Rumah Sakit
menyediakan
alat pelindung
diri?
Informan Kunci
IK : “Untuk pengadaan
APD si lengkap kita, itu
baju kerja aja dobel-
dobel berapa stel
kemudian masker-
masker kita lengkap
topi lengkap sepatu
boat lengkap semua
lengkap google earmuff
aja kita punya, tapi
mereka kadang-kadang
mending dengerin
musik. Pengadaan ada
di RBA diajukan ke
bagian rumah tangga
setiap tahun baru kita
udah ngadain, APD
jelas lengkap”
Informan Pendukung
IP : “Untuk meminta APD,
APD ada sebagian
sudah diminta ada
sebagian susah karena
alasan itu gak penting
sekali kadang suka
ketunda, ada
sementara beli sendiri
sementara beli sendiri
ada penggantian
karena ada kwitansi,
dibagian rumah
tangga minta
gantinya”
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
No.
11.
Subtansi
Kesimpulan
Informan Utama
1 : “menggunnakan APD saat pengambilan,
tidak ada hambatan nyaman digunakan”
2 : “Setiap hari pakai APD saat kita bekerja,
APD penting, gak mengganggu, gak
menyulitkan menyamankan bisa emang
kepentingan kita kok”
3 : “Menggunakan keadaan kita bekerja,
merasa nyaman, terlindungi, menyulitkan
aktivitas nggak”
4 : “Kalau kontak dengan pakaian, kalau
pakai kain
pengep juga ya, menimbulkan bahaya
lain”
5 : “Sesuai si sesuai kurang nyaman sedikit,
kebiasaan lepas gak pake, pake APD
penghitungan, pencucian”
6 : “Begitu masuk kesini harus pake APD,
merasa kesempitan, tidak menggangu
APD, kalau disana selalu pake soalnya
kan kotor banget disana”
7 : “Males gak make batuk gak sembuh-
sembuh…”
8 : “Saya gak kuat lama kalau pake APD,
kalau udah basah bau, bisa memperberat
pilek saya, menimbulkan bahaya lain
memang APD penting”
Subtansi
Informan Kunci
IK : “APD digunakan ketika
saat melaksanakan
tugas…patuh sekali di
bagian pengambilan,
penghitungan dan
pencucian”
Informan Pendukung
IP : “Sesuai, cuma dari
ketaatan kita,
sebenernya melindungi
Cuma kendala
dimasker, sebenernya
tidak terbiasa”
Matriks Analisis Tematik yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Pelindung Diri
Di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8
Ketersediaan Alat Pelindung Diri
Bagaimana
kesediaan
alat
pelindung
diri pada
saat ini?
Sudah layak
dan cukup?
Mudah
didapatkan
dan telah
sesuai
dengan
kebutuhan
Kadang-
kadang
gampang,
kadang-
kadang
susah,
kenayakan
gampang-
nya,
ketersediaan
nya cukup
Kalau minta
gampang,
kebutuhan
APD telah
cukup
Mudah
didapatkan
Kalau dari
gudang habis
susah tapi
kebiasaan
mudah
didapatkan
Mudah
didapatkan
Mudah
didapatkan
Tersedia
terus rusak
akan segera
diganti telah
layak dan
cukup
Kesimpulan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
Perilaku
pekerja
laundry
terhadap
penggunaan
alat
pelindung
diri
Pekerja
tidak
mengguna-
kan alat
pelindung
diri secara
lengkap
Pekerja
tidak
mengguna-
kan alat
pelindung
diri secara
lengkap
Pekerja
tidak
mengguna-
kan alat
pelindung
diri secara
lengkap
Pekerja tidak
mengguna-
kan alat
pelindung diri
secara
lengkap
Pekerja tidak
menggunakan
alat pelindung
diri secara
lengkap
Pekerja tidak
mengguna-
kan alat
pelindung diri
secara
lengkap
Pekerja tidak
mengguna-
kan alat
pelindung diri
secara
lengkap
Pekerja tidak
mengguna-
kan alat
pelindung
diri secara
lengkap
Pertanyaan Informan Kunci Informan Pendukung
Ketersediaan Alat Pelindung Diri
Bagaimana Rumah Sakit menyediakan alat
pelindung diri?
Ketersediaannya sudah lengkap, layak dan cukup
karena telah dibuat anggarannya, anggaran yang
dibuat diajukan ke bagian rumah tangga
Kadang sulit kadang gampang kalau
sulit beli sendiri kemudian kwitansi
diberikan ke bagaian rumah tangga
Pertanyaan Informan Kunci Informan Pendukung
Kesimpulan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
Perilaku pekerja laundry terhadap
penggunaan alat pelindung diri
Pekerja menggunakan alat pelindung diri hanya
saat dibagian pengambilan linen kotor,
penghitungan dan pencucian sedangkan pekerja
bagian pengeringan, pelipatan, roll press, plat
press sebagian besar tidak mengguna-kan alat
pelindung diri
Pekerja menggunakan alat pelindung diri
hanya saat dibagian pengambilan linen
kotor, penghitungan dan pencucian
sedangkan pekerja bagian pengeringan,
pelipatan, roll press, plat press sebagian
besar tidak mengguna-kan alat pelindung
diri
Lampiran
top related