i wayan gede nadiyasa
Post on 11-Dec-2016
263 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
TESIS
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB
INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI
PROPOFOL DAN MENJAGA STABILITAS
HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN
YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM
I WAYAN GEDE NADIYASA
NIM 1014108105
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB
INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI
PROPOFOL DAN MENJAGA STABILITAS
HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN
YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I WAYAN GEDE NADIYASA
NIM 1014108105
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB
INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI
PROPOFOL DAN MENJAGA STABILITAS
HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN
YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu
Anestesi dan Terapi Intensif Program Pendidikan Dokter
Spesialis Universitas Udayana
I WAYAN GEDE NADIYASA
NIM 1014108105
BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2015 Lembar Persetujuan Pembimbing
iv
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 6 Maret 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.dr.I Putu Pramana Suarjaya,SpAn.MKes.KMN,KNA dr.IMG Widnyana,
SpAn.M.Kes.KAR
NIP : 19690608199903.1.004 NIP :
1972202012008011.017
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. Wimpie I Pangkahila,SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.A.A. Raka
Sudewi,Sp.S (K)
NIP : 194612131971071001 NIP :
195902151985102001
v
TESIS INI TELAH Diuji Pada :
Tanggal : ___________
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No:……………………., Tanggal…………………….2015
Ketua : dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC
Anggota :
1. Prof.DR.dr. Made Wiryana, SpAn,KIC,KAO
2. Dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn,KAR
3. Dr.dr.I Putu Pramana Suarjaya, SpAn,M.Kes,KMN,KNA
4. Dr. Made Gede Widnyana, SpAn,M.Kes,KAR
vi
ABSTRAK
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA
MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA
STABILITAS HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG
DILAKUKAN ANESTESI UMUM
Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat
menimbulkan respon stress yang menyebabkan kecemasan maupun ketakutan
pada pasien, keadaan ini dapat menstimulasi sistem kardiovaskuler sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah dan laju denyut jantung. Upaya untuk
mengurangi respon stress ini adalah dengan memberikan obat premedikasi.
Klonidin adalah salah satu obat premedikasi yang sering digunakan karena
mempunyai efek sedasi, analgesia, simpatolisis dan dapat menurunkan kebutuhan
propofol untuk induksi. Pada tindakan anestesi umum saat induksi merupakan
kondisi yang cukup kritis sehingga harus dapat dilakukan dengan cara yang cepat
dan aman, pemberian propofol dosis induksi dapat menyebabkan goncangan
kardiovaskuler dan depresi pernafasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui penurunan dosis rerata propofol untuk induksi pada pasien yang
diberikan premedikasi klonidin dan perubahan hemodinamik saat induksi.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional analitik.
Sebanyak 40 pasien, umur antara 18 – 58 tahun, status fisik ASA I dibagi menjadi
dua kelompok yaitu 20 pasien untuk kelompok klonidin dan 20 pasien untuk
kelompok NaCl. Masing-masing kelompok diberikan premedikasi 10 sampai 20
menit sebelum induksi. Kelompok klonidin diberikan klonidin 1 mcg/kgbb yang
diencerkan dalam NaCl 0,9% sebanyak 20 ml dan kelompok NaCl diberikan
diberikan NaCl 0,9% sebanyak 20 ml intravena selama 10 menit. Selanjutnya
dilakukan induksi menggunakan propofol intravena dengan alat TCI model
schnider dengan plasma target 4 mcg/ml. Dilakukan pencatatan jumlah kebutuhan
propofol saat tercapai target plasma, saat hilangnya reflek bulu mata dan saat
tercapai nilai IOC 50. Dan dilakukan juga pencatatan tekanan darah sistolik,
diastolik, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung baseline, saat mulai induksi
dan saat tercapai nilai IOC 50.
Didapatkan dosis rerata propofol untuk mencapai kondisi induksi pada
nilai IOC 50 lebih rendah 32,3% pada kelompok yang mendapatkan premedikasi
klonidin. Tekanan arteri rerata saat mulai induksi dan saat tercapai nilai IOC 50
secara signifikan lebih rendah pada kelompok klonidin. Laju denyut jantung saat
mulai induksi secara signifikan lebih rendah pada kelompok klonidin. Tidak ada
perbedaan laju denyut jantung saat tercapai nilai IOC 50.
Klonidin dapat menurunkan dosis induksi propofol dan dapat menjaga
stabilitas hemodinamik pada saat induksi.
Kata kunci : premedikasi klonidin, dosis induksi propofol, stabilitas hemodinamik
vii
ABSTRACT
CLONIDINE PREMEDICATION 1 MCG/KGBB INTRAVENA REDUCES
DOSE OF PROPOFOL FOR INDUCTION AND MAINTAIN
HEMODYNAMIC STABILITY DURING INDUCTION IN PATIENTS
PERFORMED GENERAL ANESTHESIA
Surgery and anesthesia are conditions that can cause stress response that
causes anxiety and fear for patients, this situation can stimulate the cardiovascular
system resulting in increased blood pressure and heart rate. Efforts to reduce this
stress response is to provide drug premedication. Clonidine premedication is one
drug that is often used because it has the effect of sedation, analgesia, simpatolisis
and can reduce dose of propofol for induction. In general anesthesia, moment of
induction is quite critical condition that must be done fast and secure, giving
propofol induction dose can cause cardiovascular shock and respiratory
depression. The aim of this study is to determine the reduces dose of propofol for
induction in patients given clonidine premedication and hemodynamic stability on
induction.
The design of the study is cross-sectional analytic study. A total of 40
patients, aged between 18-58 years, physical status ASA I, was divided into two
groups: 20 patients for the clonidine group and 20 patients in group NaCl. Each
group was given premedication 10 to 20 minutes before induction. Clonidine
group given clonidine 1 mcg/kgbw diluted in 0.9% NaCl as much as 20 ml and
NaCl group given 20 ml of 0.9% NaCl intravenously over 10 minutes.
Furthermore each patient induction with intravenous propofol TCI Schnider
model with plasma target of 4 mcg/ml. The amount of propofol requirements
when the plasma target is reached, while the loss of eyelash reflex and reached of
the value of IOC 50 is recording. And do also recording systolic blood pressure,
diastolic, mean arterial pressure and heart rate baseline, at the start of induction
and the current value of IOC 50 is reached.
Obtained a mean dose of propofol to achieve induction state at the IOC 50
was lower 32.3% in the group receiving clonidine premedication. Mean arterial
pressure at the start of induction and at the IOC value reached 50 was significantly
lower in the clonidine group. A heart rate at the start of induction was
significantly lower in the clonidine group. There is no difference in heart rate
when the IOC value reached 50.
Clonidine reduces the induction dose of propofol and can maintain
hemodynamic stability during induction.
Keywords: clonidine premedication, induction dose of propofol, hemodynamic
stability
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
spesialis di bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya, rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada semua guru,
para senior, dan teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan,
dukungan, dorongan, koreksi dan nasehat terhadap keseluruhan proses pendidikan
spesialisasi dan penulisan tesis ini hingga selesai.
Kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor
Universitas Uadayana, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas kesempatn untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialis di
Universitas Udayana.
Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), FICS selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, terima kasih yang sebesar-besarnya juga
penulis sampaikan atas perkenan beliau mengijinkan dan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pascasarjana
Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree) dan PPDS-1 lmu Anestesi dan
Terapi Intensif.
ix
Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes, selaku Direktur Utama RSUP
Sanglah, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas kesempatan yang diberikan untuk menjalani pendidikan dan
melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.
Kepada dr. I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV selaku Ketua TKP PPDS I
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas
kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis ini.
Kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K) selaku Direktur Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terima kasih karena
telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi
ilmu biomedik, kekhususan kedokteran klinik (combine degree) program pasca
sarjana Universitas Udayana.
Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO selaku Ketua
Program Studi PPDS I Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar, penulis menghaturkan hormat
yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua
wawasan dan pengetahuan yang telah diberikan
Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC. selaku Kepala Bagian Ilmu
Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan
sebagai guru yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan pengetahuan
selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialisasi ini.
x
Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi. selaku Sekretaris Bagian
Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
RSUP Sanglah, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada beliau yang senantiasa menanamkan semangat moral, spiritual dan
wejangan-wejangan yang sangat berharga bagi pengalaman hidup kami nanti
dalam menjalankan profesi sebagai dokter anestesi.
Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR. selaku Sekretaris
Program Studi PPDS I Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Falutas Kedokteran
Universitas Udayana dan selaku pembimbing II, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan motivasi yang tidak pernah putus
untuk menjadikan murid-muridnya menjadi dokter anestesi yang berkontribusi
positif, berintegritas, menjunjung tinggi etika dan mampu bersinergi dalam
kelompok.
Kepada Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes, KMN, KNA
selaku Ketua Litbang Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif dan pembimbing I,
yang banyak memberi masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis
ini dapat diselesaikan dengan baik, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya dan rasa hormat yang setinggi-tingginya.
Kepada Semua guru: dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC; dr. I Made
Subagiartha, SH, SpAn, KAKV; dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR;
dr.I Gede Budiarta, SpAn, KMN; Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn,
KAR; dr. I Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn,
KIC; dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,
xi
SpAn; dr. I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr. Pontisomaya
Parami, SpAn, MARS; dr. I Putu Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana
Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS; dr. IGAG Utara
Hartawan, SpAn, MARS; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus
Krisna Jaya Sutawan, MKes, SpAn; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya dan rasa hormat yang setinggi-
tingginya atas bimbingan, nasehat yang telah diberikan selama menjalani program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, yang telah
memberikan bimbingan di bidang ilmu statistik sehingga penulis dapat
merampungkan tugas akhir ini. Kepada semua rekan-rekan residen anestesi,
penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama
penulis menjalani program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH. dan seluruh staf karyawan di
bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas
semua bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialias ini.
Kepada para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah
bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis
dalam menjalani PPDS-1 Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif ini. Dan Kepada
seluruh pasien yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengajarkan
ilmunya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan rasa
hormat yang setulus-tulusnya.
xii
Sembah bakti dan terima kasih yang tak terhingga kepada almarhum kedua
orang tua yang sangat penulis hormati dan banggakan yang telah bersusah payah
membesarkan, memberikan rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis sejak
lahir hingga saat ini, dalam menjalani segala hal.
Kepada istri tercinta Ni Kadek Ayu Adnyana Wati, S.Sos yang dengan
sabar dan penuh perhatian senantiasa memberikan dorongan semangat dan kasih
sayang yang tak terhingga, kedua buah hati tersayang I Gede Deva Arya Gunawan
dan I Kadek Adhi Partha Aryasa yang selalu menjadi sumber inspirasi dalam
menjalani masa pendidikan dan meleawati segala hal serta buat adik terkasih Ni
Luh Gede Artini, SE yang selalu memberikan motivasi serta dukungan do’a,
penulis mengucapakan terima kasih atas segala arti yang telah diberikan.
Akhir kata, penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Om Santhi Santhi Santhi Om
Denpasar, Februari 2015
Penulis
I Wayan Gede Nadiyasa
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................................. i
PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan umum ............................................................................. 6
1.3.2 Tujuan khusus ............................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1.4.1 Manfaat akademis..................................................................... 6
xiv
1.4.2 Manfaat praktis .......................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 8
2.1 Premedikasi ......................................................................................... 8
2.2 Klonidin ............................................................................................ 12
2.2.1 Farmakokinetik Klonidin….…………...……….……………13
2.2.2 Mekanisme Kerja Klonidin……………....…………………..14
2.2.3 Interaksi Klonidin Dengan Obat Anestesi……..…….......…...17
2.2.4 Farmakodinamik Klonidin…….……………….…………….19
2.2.4.1 Sistem Kardiovaskuler.…………….…………….……….19
2.2.4.2 Sistem Respirasi..……………………………………..…..19
2.2.4.3 Sistem Hormonal.……………………………………..…..20
2.2.5 Preparat Klonidin…………………………….………….…...20
2.2.6 Efek Samping Klonidin…..………………..…………….…...21
2.3 Propofol..............................................................................................21
2.3.1 Struktur Bangun dan Karakteristik Propofol...........................22
2.3.2 Farmakokinetik Propofol.........................................................24
2.3.3 Farmakodinamik Propofol.......................................................27
2.3.3.1 Sistem Kardiovaskuler ......................................................29
2.3.3.2 Sistem Respirasi.................................................................31
2.3.3.2 Sistem Saraf Pusat..............................................................32
2.4 Tekanan Darah dan Laju Denyut Jantung .........................................33
2.5 Target Controlled Infusion (TCI).......................................................34
2.5.1 Model Mars.............................................................................35
xv
2.5.2 Model Schnider.......................................................................35
2.5.3 Target Konsentrasi Plasma dan Konsentrasi Effect Site
Propofol TCI..........................................................................37
2.6 Mengukur Kedalaman Anestesi ........................................................37
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN .......................................................................................... 41
3.1 Kerangka Berpikir .............................................................................. 41
3.2 Kerangka Konsep Penelitian..............................................................43
3.3 Hipotesis Penelitian............................................................................44
BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................45
4.1 Rancangan Penelitian.........................................................................45
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................46
4.3 Ruang Lingkup Penelitian..................................................................46
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................46
4.4.1 Populasi penelitian...................................................................46
4.4.2 Sampel Penelitian....................................................................47
4.4.3 Perhitungan Besar Sampel.......................................................48
4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel...................................................49
4.5 Identifikasi Variabel Penelitian.........................................................49
4.5.1 Definisi operasional variabel...................................................50
4.6 Instrumen dan Obat Penelitian……………………...………………54
4.7 Prosedur Penelitian…………………………………………………54
4.7.1 Persiapan……………………………….………………….....54
xvi
4.7.2 Cara kerja…………………………………………………….55
4.7.3 Bagan Alur Penelitian………………………………………..58
4.8 Analisis Statistik……………………………………………………59
4.8.1 Analisis statistik deskriptif…………………………………...59
4.8.2 Uji normalitas data…………………………………………...59
4.8.3 Uji homogenitas variant……………………………………...59
4.8.4 Analisis beda rerata…………………………………………..60
BAB V HASIL PENELITIAN..............................................................................61
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian.........................................................61
5.2 Uji Normalitas Data Volume Propofol Pada Masing-Masing
Kelompok Perlakuan .......................................................................64
5.3 Perbandingan Rerata Volume Propofol Yang Terpakai Saat Tercapai
Kadar Plasma, Hilang Reflek Bulu Mata Dan Tercapai Nilai IOC
50.......................................................................................................65
5.4 Perbandingan Median dan Variasi Sebaran Data Volume Propofol
Berdasarkan Kelompok Perlakuan....................................................66
5.5 Perbandingan Perubahan Hemodinamik Dari Baseline Sampai Pada
Saat Mulai Induksi dan Saat Tercapai Nilai IOC 50.........................69
5.6 Grafik Perbandingan Perubahan Hemodinamik Saat Baseline dengan
Saat Mulai Induksi dan Tercapai Nilai IOC 50.................................72
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................76
6.1 Karakteristi Sampel Penelitian...........................................................76
xvii
6.2 Penurunan Dosis Rerata Propofol Untuk Induksi Pada Pemberian
Premedikasi Klonidin......................................................................77
6.3 Perubahan Hemodinamik Saat Induksi.............................................80
6.4 Kelemahan Penelitian........................................................................83
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN..................................................................84
7.1 Simpulan............................................................................................84
7.2 Saran...................................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………85
LAMPIRAN…………………………………………..…………………………90
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik ....................................................... 90
Lampiran 2 Surat Ijin ................................................................................. 91
Lampiran 3 Jadwal Penelitian .................................................................... 92
Lampiran 4 Rincian Informasi ................................................................... 93
Lampiran 5 Surat Pernyataan Persetujuan Uji Klinis ................................ 95
Lampiran 6 Lembar Penelitian ................................................................... 96
Lampiran 7 Lembar Data Penelitian .......................................................... 99
Lampiran 8 Rekapan Data Penelitian ....................................................... 100
Lampiran 9 Analisa Statistik .................................................................... 101
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Struktur kimia kolidin hidroklorida ................................................................ 12
2.2 Struktur kimia propofol ................................................................................... 23
2.3 Hubungan waktu dan konsentrasi propofol dalam darah ................................ 26
2.4 Mesin TCI Perfusor ......................................................................................... 36
2.5 Sensor electrode IOC ...................................................................................... 39
2.6 IOC View dari Morpheus Medical ................................................................. 39
3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 43
4.1 Bagan Rancangan Penelitian ........................................................................... 45
4.2 Bagan Alur Penelitian ..................................................................................... 58
5.1 Grafik Perbandingan volume propofol saat tercapai konsentrasi plasma,
hilang reflek bulu mata dan tercapai nilai IOC 50 ......................................... 66
5.2 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat tercapai
konsentrasi plasma 4 mcg/ml .......................................................................... 67
5.3 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat hilangnya
reflek bulu mata .............................................................................................. 67
5.4 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat tercapai nilai
IOC 50 ............................................................................................................. 68
5.5 Grafik perbandingan tekanan darah sistolik saat baseline, mulai induksi dan
tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl .............................. 73
xx
5.6 Grafik perbandingan tekanan darah diastolik saat baseline, mulai induksi dan
tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl .............................. 73
5.7 Grafik perbandingan tekanan arteri rerata (TAR) saat baseline, mulai induksi
dan tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl ....................... 74
5.8 Grafik perbandingan laju denyut jantung saat baseline, mulai induksi dan
tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl .............................. 75
xxi
DAFTAR SINGKATAN
ASA : American Society of Anesthesiologist.
CNS : Central Nervus System
CBF : Cerebral Blood Flow
CVR : Cerebral Vasculer Resisten
CMRO2 : Cerebral Metabolic Rate Oxygen
Cp : Consentration plasma
Ce : Consentration effect
EEG : Electroencefalografi
EKG : Elektrokardiografi
EMG : Electromiografi
G : gauge.
GABA : Gama Amino Butiric Acid
IBS : Instalasi Bedah Sentral.
IOC : Indeks Of Consiousness
IMT : Indeks Massa Tubuh.
IV : intravena.
LCT : Longs Chain Trigliseride
MCT : Medium Chain Trigliseride
PONV : Post Operative Nausea and Vomiting
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
RSI : Rapid Sequence Induction
xxii
SD : Standard Deviation
SIM : Surat Ijin Mengemudi
SNI : Standar Nasional Indonesia
TCI : Target Controlled Infusion
MCI : Manual Controlled Infusion
USP : United State Pharmacopeia
Vd : Volume distribusi
xxiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tingkat kedalaman anestesi BIS dan IOC ...................................... 40
Tabel 5.1 Karakteristik sampel berdasarkan kelompok perlakuan .................. 62
Tabel 5.2 Uji normalitas data volume propofol pada masing-masing kelompok
perlakuan ......................................................................................... 64
Tabel 5.3 Perbandingan volume rerata propofol dalam milliliter berdasarkan
kelompok perlakuan ......................................................................... 65
Tabel 5.4 Perbandingan perubahan hemodinamik dalam persentase
berdasarkan kelompok perlakuan ..................................................... 70
xxiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat
memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani
pembedahan sudah tentunya dapat mengalami kecemasan, ataupun ketakutan.
Respon dari kecemasan ini dapat berupa: respon fisiologis, respon prilaku, respon
kognitif dan respon afektif (Stuart, 2001). Respon fisiologis dapat menstimulasi
jalur neuroendokrin (neuroendocrinal pathway) yang pada sistem kardiovakuler
akan menyebabkan perubahan pada hemodinamik berupa peningkatan tekanan
darah maupun laju denyut nadi. Untuk mengurangi kecemasan maupun rasa takut
yang dialami oleh pasien dapat dilakukan upaya atau pendekatan non farmakologi
maupun farmakologi (Guglielminotti J dkk., 1998; Steed C dkk., 2006).
Premedikasi merupakan pendekatan farmakologi dengan pemberian obat-
obatan yang bertujuan untuk mengurangi rasa cemas maupun takut yang dialami
penderita disamping juga memberikan efek sedasi, analgesia, anti emetik,
menurunkan PONV, menggigil paska operasi dan juga untuk menurunkan
kebutuhan obat-obat anestesi. Klonidin adalah obat golongan agonis alpha-2
adrenoseptor sering digunakan sebagai obat premedikasi karena mempunyai efek
sedasi, analgesia, simpatolisis dan menjaga stabilitas hemodinamik perioperatif
xxv
serta dapat mengurangi kebutuhan terhadap dosis obat anestesi volatile maupun
intravena (Kimibayashi dan Maze, 2000; Fazi L dkk., 2001). Klonidin mempunyai
keunggulan secara farmakologi karena walaupun efek sedasi, analgesia dan
ansiolisis bersifat dose dependent namun tidak akan menyebabkan depresi nafas
(Sung C dkk., 2000). Kualitas sedasi yang dihasilkan oleh obat golongan agonis
alpha-2 adrenoseptor berbeda dengan obat golongan penghambat Gamma Amino
Butiric Acid (GABA) inhibitor (Shelly, 2001). Klonidin akan mengaktivasi
reseptor alpha-2 dan menimbulkan efek sedasi dengan menurunkan aktivitas
simpatis dan tingkat kesadaran sehingga pasien lebih tenang serta lebih mudah
untuk dibangunkan dan lebih kooperatif. Sedangkan efek sedasi dari obat-obat
penghambat GABA seperti midazolam dan propofol menyebabkan kesadaran
berkabut dan sering terjadi paradoxical agitation (Shelly, 2001). Reseptor alpha-2
paling banyak didapatkan di batang otak yaitu pada nucleus pontine locus
ceruleus yang merupakan sumber sistem saraf simpatis dari forebrain dan
merupakan pusat kewaspadaan. Efek sedasi dari obat golongan agonis alpha-2
adrenoseptor oleh karena efek inhibisi terhadap nucleus pontine locus ceruleus
tersebut (Nelson dkk., 2003). Klonidin juga mempunyai efek analgesia karena
menghambat pelepasan norepineprin prejunctional α2 adrenoseptor di perifer, hal
ini akan menghambat jalur nosisepsi. Mekanisme lain yang diperkirakan adalah
dengan meningkatkan selektifitas dari obat lokal anestesi terhadap reseptor /
serabut saraf Aδ dan C, serta melepaskan enkafaline like substance yang akan
menghasilkan efek analgesia.
xxvi
Pada tindakan anestesi dengan pemberian anestesi umum, saat induksi
merupakan keadaan yang cukup kritis sehingga harus dapat dilakukan dengan cara
yang cepat dan aman. Teknik induksi anestesi intravena menggunakan propofol
sangat disukai pemakaianya saat ini. Propofol sebagai agen induksi yang
mempunyai karakteristik onset kerja cepat, durasi kerja pendek, waktu pemulihan
yang cepat dan stabil. Propofol bisa dipergunakan sebagai agen induksi, sebagai
agen pemeliharaan anestesi dan sebagai sedasi. Propofol dapat menyebabkan
goncangan kardiovaskular dan depresi pernapasan. Penurunan tekanan darah
umumnya turun sampai 25 - 40 % setelah induksi dan kejadian apneu lebih dari
50% (Aun dan Major, 1984). Reich dkk., (2005) mendapatkan 9% pasien
mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum.
Propofol juga pernah dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat
menyebabkan penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah
sistolik (Cullen, 1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi hepar (Robinson
1985; Stark 1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis
pemberian yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas
mengganggu respon normal baroreflek arterial terhadap hipotensi, khususnya pada
keadaan normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006). Induksi anestesia
dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang
didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia dengan propofol sering
disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang
signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Diperkirakan
terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya, yakni depresi miokard dan
xxvii
penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). Dosis
induksi normal akan menurunkan tekanan darah sistolik (Coates, 1985) dengan
efek bervariasi pada laju denyut jantung dan juga dapat menurunkan curah jantung
(Coates, 1987). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol
tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut
tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993).
Pengurangan kadar propofol di plasma mungkin dapat mengurangi kerugian
tersebut tanpa menghilangkan tujuan utama yaitu sedasi atau anestesi. Waktu
paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi saat anestesia adalah segera
setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek puncak obat-
obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk, 2014).
Klonidin dikatakan memilki sparing effect dengan propofol, namun adanya efek
hipotensi dan bradikardia harus menjadi pertimbangan dalam pemberianya, pada
penelitian Agrawal M dkk., (2014) mendapatkan kesimpulan bahwa premedikasi
klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena akan memberikan efek sedasi yang adekuat,
menurunkan dosis induksi propofol sampai 26,7% (sparing effect on propofol),
menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi dan laringoscopi intubasi,
menurunkan kejadian PONV serta shivering paska operasi. Penelitian Bijoy K,
dkk.,2012, pada pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 menit
sebelum induksi, tidak didapatkan kejadian hipotensi (TD <30% baseline)
maupun bradikardia (HR< 45x/mnt) saat induksi, durante maupun pascaoperasi.
Penelitian Rosant S, (2006) mengatakan bahwa klonidin mempunyai sparing
effect pada propofol dan sparing effect ini dimediasi oleh efek analgesia dan
xxviii
sedasi dari klonidin serta tidak tergantung dengan efek hemodinamiknya.
Klonidin mempunyai kemampuan untuk memodifikasi kanal kalium (potassium
channels) di sistem saraf pusat sehingga menyebabkan membrane sel mengalami
hiperpolarisasi, melalui mekanisme ini diperkirakan klonidin dapat menurunkan
kebutuhan obat-obat anestesi (Stoelting, 2006).
Mendapatkan suatu kondisi induksi yang adekuat tanpa menimbulkan
gejolak hemodinamik yang bermakna merupakan tantangan bagi dokter anestesi.
Dengan memperhatikan uraian diatas, tentang manfaat premedikasi klonidin serta
mempertimbangkan kejadian efek samping hipotensi dan bradikardi saat induksi
propofol, maka sangatlah penting untuk mengetahui dosis induksi propofol pada
pasien yang diberikan premedikasi klonidin sehingga akan mengurangi resiko
kejadian hipotensi dan bradikardi yang dapat menimbulkan morbiditas pada
pasien.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menurunkan
rerata dosis propofol untuk mencapai keadaan induksi pada pasien yang
menjalani pembedahan dengan anestesi umum.
2. Apakah premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menjaga
stabilitas hemodinamik saat induksi pada pasien yang menjalani
pembedahan dengan anestesi umum.
xxix
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Mengetahui dan menjelaskan mekanisme premedikasi klonidin 1
mcg/kgbb intravena dalam menurunkan dosis rerata propofol untuk
mencapai keadaan induksi dan perubahan hemodinamik saat induksi pada
pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui penurunan dosis rerata propofol untuk mencapai keadaan
induksi pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb
intravena yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum.
2. Mengetahui perubahan hemodinamik saat induksi pada pasien yang
diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena yang menjalani
pembedahan dengan anestesi umum.
Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Dengan mengetahui efek premedikasi klonidin terhadap dosis rerata
propofol untuk induksi anestesi dan perubahan hemodinamik yang terjadi
saat induksi, diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan
xxx
pemikiran dalam dunia kedokteran khususnya di bidang ilmu anestesiologi
dalam pengaturan dosis propofol untuk induksi. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat melengkapi data penelitian yang sudah ada sebelumnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat menjadi suatu pegangan bagi sejawat dalam
menyesuaikan dosis induksi propofol pada pasien yang diberikan
premedikasi klonidin.
2. Memberikan pelayanan yang optimal pada pasien dengan penyesuaian
dosis premedikasi klonidin dan dosis induksi propofol yang lebih tepat.
xxxi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Premedikasi
Kemajuan teknik anestesi saat ini telah membawa perubahan dan sekaligus
memberikan banyak tantangan bagi dokter anestesi dalam memberikan pelayanan
anestesi perioperatif yang optimal kepada pasien, mulai dari saat pemberian
premedikasi, durante operasi sampai perwatan pascaoperasi. Premedikasi
merupakan tindakan awal dengan memberikan satu obat atau kombinasi beberapa
obat sesuai dengan kebutuhan pasien. Tujuan utama pemberian premedikasi tidak
hanya untuk mempermudah induksi, mengurangi jumlah obat-obat yang
digunakan, namun yang terpenting adalah mengurangi resiko morbiditas
perioperatif sehingga akan mempercepat proses pemulihan setelah anestesi dan
pembedahan. Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan
obat-obatan pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik,
sedasi/trankulizer dan analgetik. Premedikasi dapat menggunakan satu obat atau
kombinasi dari beberapa obat. Pemilihan obat untuk premedikasi tergantung
tujuan dari premedikasi itu sendiri (Mangku G dkk., 2010).
Tujuan pemberian premedikasi antara lain :
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi bebas dari rasa
takut, cemas, bebas nyeri dan mencegah mual-muntah. Kunjungan pra
anestesi dan pemberian simpati serta sedikit pengertian dalam masalah
xxxii
yang dihadapi pasien seringkali membantu pasien dalam mengatasi rasa
sakit dan khawatir dalam menghadapi operasi.
2. Memperlancar induksi anestesi ; Pemberian obat sedasi dapat menurunkan
aktifitas mental sehingga imajinasi menjadi tumpul dan reaksi terhadap
rangsangan berkurang. Obat sedasi dan asiolisis dapat membebaskan rasa
takut dan kecemasan pasien.
3. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus ; Sekresi dapat terjadi
selama tindakan pembedahan dan anestesi, dapat dirangsang oleh
suctioning atau pemasangan pipa endotrakthea. Obat golongan
antikholinergik seperti atropin dan scopolamin dapat mengurangi sekresi
saluran nafas.
4. Mengurangi kebutuhan / dosis obat anestesi ; tujuan premedikasi untuk
mengurangi metabolisme basal sehingga induksi dan pemeliharaan anestesi
menjadi lebih mudah dan diperlukan obat-obatan lebih sedikit sehingga
pasien akan sadar lebih cepat.
5. Mengurangi mual dan muntah paska operasi, tindakan pembedahan dan
pemberian obat opioid dapat merangsang terjadinya mual dan muntah,
sehingga diperlukan pemberian obat yang dapat menekan respon mual,
muntah seperti golongan anti histamine, kortikosteroid, agonis dopamin
atau alpha-2 agonis.
6. Menimbulkan amnesia; obat golongan benzodiazepin banyak digunakan
karena efeknya di sistem saraf pusat pada sistem limbik dan ARAS
xxxiii
sehingga mempunyai efek sedasi, anti cemas dan menimbulkan amnesia
anterograde.
7. Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan PH asam lambung; puasa
dan kecemasan dapat meningkatkan sekrisi asam lambung, hal ini akan
sangat berbahaya apabila terjadi aspirasi dari asam lambung yang dapat
menyebabkan terjadinya pneumonitis aspirasi atau mendelson sindrom,
oleh karena itu pemberian obat yang dapat mengurangi isi cairan lambung
serta menurunkan PH lambung dapat dipertimbangan pada pasien.
8. Mengurangi refleks yang tidak diinginkan
Trauma bedah dapat menyebabkan bagian tubuh bergerak, bila anestesi
tidak adekuat sehingga pemberian obat analgesia dapat ditambahkan
sebelum pembedahan.
Obat-obat yang biasa digunakan sebagai obat premedikasi antara lain : Obat
golongan anti kholinergik, sedasi, analgetik narkotik (Mangku G dkk., 2010).
A. Obat Anti Kholinergik
Pemberian obat anti kholinergik ini bertujuan untuk mengurangi sekresi
kelenjar saliva, saluran cerna, kelenjar saluran nafas, mencegah turunya laju nadi,
mengurangi pergerakan usus, mencegah spasme pada laring dan bronkus. Obat
yang sering digunakan adalah sulfas atropine yang dapat diberikan intramuskuler
atau intravena. (Pratiwi., 2009)
xxxiv
B. Obat Sedasi
Pada kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani operasi
akan lebih baik jika diberikan sedasi pada malam hari sebelum hari operasi,
karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak biasa dapat
menyebabkan insomnia. Obat golongan ini berefek anti cemas dan anti takut,
menimbulkan rasa kantuk, memberikan suasana nyaman dan tenang sebelum
pembedahan. Obat yang sering digunakan adalah turunan fenothiazin,
benzodiazepine, butirofenon, barbiturat dan anti histamine.
Turunan fenothiazin yaitu prometazin yang berhasiat sebagai sedative, anti
muntah, anti kholinergik, anti histamine. Turunan benzodiazepine yang sering
digunakan adalah diazepamyang selain sebagai sedative (penenang) juga bisa
sebagai anti kejang. Sedangkan untuk turunan butirofenon adalah
dihidrobenzperidol yang berhasiat juga sebagai anti muntah. Derivat barbiturat
adalah penobarbital yang sering digunakan pada anak-anak (Pratiwi., 2009).
C. Obat Analgetik Narkotik
Obat analgetik narkotik atau opioid dapat digolongkan menjadi opioid
natural seperti morfin dan codein, turunan semisintetik seperti heroin dan turunan
sintetik seprti metadon, petidin. Opioid yang sering digunakan adalah morfin,
petidin dan fentanyl. Opioid selain memberikan analgesia juga mempunyai efek
sedasi. Penggunaan narkotik harus berhati-hati pada anak-anak dan orang tua
karena bisa menimbulkan depresi pusat nafas (Pratiwi., 2009).
xxxv
2.2 Klonidin
Klonidin adalah derivate imidazolin, merupakan suatu alpha-2 adrenergik
agonis. Klonidin dibuat pada awal tahun 1970 digunakan sebagai nasal
decongestant dan obat antihipertensi. Klonidin adalah parsial selektif alpha-2
adrenergik agonis (dengan perbandingan selektifitas alpha-2 220 : 1 terhadap
alpha 1), selektifitasnya dipengaruhi oleh dosis dan kecepatan pemberian.
Klonidin bekerja sebagai obat anti hipertensi dengan menurunkan respon simpatis
dari sistem saraf pusat (CNS). Efek lain dari obat golongan alpha-2 adrenergik
agonis klonidin antara lain : efek sedasi, analgesia, anti cemas, menurunkan
kebutuhan obat anestesi, mempertahankan kestabilan hemodinamik perioperatif
dan kestabilan simpatoadrenal (Kimibayasi dan Maze, 2000). Modulasi reseptor
alpha-2 di medulla spinalis akan menghasilkan efek analgesia. Pemberian dosis
besar dengan pemberian cepat akan menyebabkan rangsangan pada reseptor α1
dan α2. Klonidin mengatur anti nosiseptif perifer, supraspinal dan terutama
mekanisme medula spinalis yang mencakup aktivasi reseptor α2 postsinaptik dari
jaras desending noradrenergik, neuron kholinergik serta pelepasan nitrik oksida.
Struktur kimia
Gambar 2.1 Struktur kimia klonidin hidroklorida (Bionice, 2010)
Nama kimia 2-(2,6-dichlorophenylamino)-2-imidazoline hydrochloride
xxxvi
2.2.1 Farmakokinetik Klonidin
Klonidin akan diabsorpsi secara cepat setelah pemberian per oral dan
mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 60 sampai 90 menit,
bioavailabitasnya mencapai 70-100%. Waktu paruh eliminasinya antara 9 sampai
12 jam, dimana 50% nya akan dimetabolisme di hepar, dan akan diekskresikan
dalam bentuk utuh melalui urine. Efek hipotensi setelah pemberian dosis tunggal
dapat mencapai 8 jam, dan pemberian melalui jalur transdermal membutuhkan
waktu 48 jam untuk mencapai kadar konsentrasi plasma (Stoelting, 2006).
Pemberian klonidin intravena direkomendasikan diencerkan dan diberikan
dalam 10 – 15 menit melalui intravena. Peningkatan kadar di plasma tercapai
dalam waktu 11 ± 9 menit, eleminasi secara lambat terjadi dalam 9 ± 2 jam
sampai 24 jam. Clearence total dari klonidin adalah 219 ± 92 ml/menit (Bioniche
Pharma, 2013).
Distribusi
Klonidin merupakan obat dengan kelarutan lemak yang tinggi dan
didistribusikan ke ekstravaskuler termasuk saraf pusat. Klonidin didistribusikan
2,1±0,4 L/kg. Klonidin secara in vitro berikatan dengan albumin bervariasi antara
20 dan 40 %. Pemberian secara epidural dapat mencapai sistemik melalui vena
epidural (Bioniche Pharma, 2013).
xxxvii
Metabolisme
Klonidin dimetabolisme dengan metabolit utama phydroxyclonidin dengan
komposisi kurang dari 10 % dari jumlah obat yang tidak diubah yang terdapat di
urine (Bioniche Pharma, 2013). Eksperimental pemberian klonidin pada model
binatang tidak menunjukkan neurotoxisitas dan tidak terjadi perubahan
histopatologi (Longnecker,2008).
Ekskresi
Klonidin setelah diberikan secara intravena, maka 72 % akan
diekskresikan melalui urine dalam 96 jam dengan 40-50 % merupakan klonidin
yang belum dimetabolisme. Renal clearence dari klonidin 133 ± 66ml/menit
(Bioniche Pharma, 2013).
2.2.2 Mekanisme kerja klonidin
Reseptor adrenergik α2 merupakan reseptor tempat klonidin bekerja.
Terdapat 3 subtipe reseptor α2 adrenergik pada manusia; α2A, α2B dan α2C, masing
masing tersebar dimana mana dengan fungsi yang berbeda-beda (Kimibayasi dan
Maze, 2000). Reseptor α2A tersebar utamanya pada perifer, memediasi sedasi,
analgesia dan simpatolisis. Sedangkan reseptor α2B memediasi vasoconstriksi dan
anti shivering dan α2C pada otak dan sumsum tulang belakang (Stoelting, 2006).
Reseptor α2 postsinaps pada pembuluh darah perifer menyebabkan vasokonstriksi,
sedangkan di presinaps menghambat pelepasan norepinefrin yang merupakan
xxxviii
agen yang menyebabkan vasokonstriksi. Rangsangan reseptor α2 pada sistem saraf
pusat akan menyebabkan simpatolitik, sedasi, dan anti nosisepsi (Miller, 2009).
Nucleus pontine locus ceruleus merupakan tempat yang paling banyak
terdapat reseptor alpha-2, merupakan sumber penting persarafan simpatis pada
forebrain, dan pusat kewaspadaan yang vital. Efek sedasi diakibatkan karena
penghambatan pada nucleus ceruleus (Nelson dkk., 2003). Klonidin merupakan
jenis alfa 2 agonis tetapi masih memiliki efek perangsangan pada reseptor alfa 1
adrenergik dengan perbandingan 1: 200. Klonidin dapat dipergunakan
meningkatkan durasi blok saraf pada penggunaan lokal anestesi. Klonidin mampu
memberikan efek analgesia baik secara perifer, spinal, dan supraspinal (batang
otak). Klonidin bersifat lipofilik. Pemberian klonidin intravena mampu menembus
saraf otak sehingga bisa memberikan efek analgesia melalui lokal neuroaksial dan
supraspinal. Mekanisme analgesia klonidin pada tingkat spinal antara lain melalui
hambatan eksitasi saraf aferen primer pada terminal sentral, hambatan pelepasan
substansi P dan hiperpolarisasi dan penurunan aktivitas spontan saraf kornu
dorsalis (Stoelting, 2006; Chetty, 2011). Analgesia tingkat supraspinal melalui
hambatan pada saraf afferen substantia gelatinosa dan beberapa nukleus di batang
otak. Analgesia tingkat perifer dengan cara melemahkan perangsangan saraf nyeri
A delta dan serabut C serta memblok konduksi melalui peningkatan konduktan
kalium (Longnecker, 2008; Eisenach dkk., 1996).
Klonidin memiliki efek pada hemodinamik. Klonidin pada tingkat
supraspinal mempengaruhi nukleus di batang otak mengaktifkan adrenoreseptor
postsinaps alfa 2 dan mengaktivasi ikatan imidazole noradrenergik pada nukleus
xxxix
retikular lateral mengakibatkan pengurangan tonus simpatis. Klonidin pada
tingkat perifer bekerja pada adrenoreseptor alfa 2 presinaps mengurangi pelepasan
norepinefrin pada terminal saraf simpatis sehingga menyebabkan dilatasi
pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada jantung. Efek supraspinal
dan perifer ini melawan efek vasokonstriksi perifer akibat perangsangan langsung
pada reseptor alfa 2 dan 1 dari klonidin (Eisenach dkk., 1996).
Kualitas sedasi yang dihasilkan oleh alpha-2 adrenoseptor agonis berbeda
dengan sedasi yang ditimbulkan oleh obat golongan penghambat GABA (seperti
midazolam dan propofol) (Shelly, 2001). Obat alpha-2 adrenoseptor agonis, akan
menurunkan aktivitas saraf simpatis dan derajat kesadaran, sehingga pasien lebih
mudah dibangunkan dan lebih kooperatif. Hal ini merupakan refleks inhibisis dari
nucleus pontinel locus ceruleus. Nuclues ini berhubungan dengan regulasi antara
tidur dan bangun. Nucleus ini dihambat oleh alpha-2 adrenergik agonis melalui
mekanisme yang dimediasi oleh G-protein yang akan menghambat adenilate
cyclase. Sementara obat yang bekerja pada penghambat reseptor GABA akan
membuat kesadaran berkabut dan paradoxical agitation (Stoelting, 2006).
Sebagai anti shivering klonidin bekerja pada tiga level target yaitu di
hipothalamus dengan menurunkan ambang termoregulator untuk vasokonstriksi
dan menggigil, menurunkan perangsangan langsung di locus coeruleus yang
merupakan pusat menggigil di pons dan menghambat impuls dingin di tingkat
modulasi di kornu dorsalis medulla spinalis.
xl
2.2.3 Interaksi Klonidin Dengan Obat Anestesi
Mekanisme klonidin untuk menurunkan dosis induksi propofol masih
belum diketahui dengan pasti, diperkirakan klonidin mempunyai kemampuan
untuk memodifikasi kanal kalium (potassium channels) di sistem saraf pusat
sehingga menyebabkan membran sel mengalami hiperpolarisasi sehingga
menurunkan aktivitas neuron (Stoelting, 2006). Klonidin mempunyai dose
sparing effect on propofol dimediasi oleh efek analgesia dan sedasi, namun dose
sparing effect ini tidak tergantung dengan efek hemodinamiknya. (Rosant S dkk.,
2006). Klonidin akan menurunkan volume distribusi dari propofol. Clondine juga
akan menurunkan hepatic clearance karena menurunya aliran darah ke hepar
(hepatic blood flow) akibat menurunya cardiac out put. (Morris J dkk., 2005).
Pada penelitian Marchal J dkk., 2001; Jabalameli M, 2005; memberikan
premedikasi klonidin 5 mcg/kgbb per oral 90 menit sebelum operasi pada pasien
yang dilakukan operasi Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) didapatkan
penggunaan halotan lebih kecil (1,32 ± 0,24 berbanding 1,35 ± 0,21), kebutuhan
analgesia fentanyl lebih kecil (112 ± 18 berbanding 142 ± 21) dan jumlah
perdarahan yang lebih sedikit (1,71 ± 0,4 berbanding 2,26 ± 0,6). Masrat J dkk.,
(2013) pada penelitianya memberikan premedikasi klonidin 5 mcg/kgbb per oral
90 menit sebelum operasi, pada operasi Fungsional Endoscpoy Sinus Surgery
(FESS), akan menurunkan jumlah perdarahan sampai 30% - 33% (140,7 ± 65,4
dibandingkan 199,2 ± 104,4) namun didapatkan penurunan MAP(mmHg) yang
bermakna (89,4 ± 3,6 menjadi 76,7 ± 3,9). Penelitian Goyagi T dkk., (1999)
premedikasi klonidin 5 mcg/kgbb per oral 90 menit sebelum induksi akan
xli
menurunkan dosis induksi propofol (mg) (1,4 ± 0,3 dibandingkan 1,9 ± 0,4)
namun akan memperpanjang waktu pulih sadar pasien. Goyagi, (2000),
mengatakan premedikasi klonidin 4,5 mcg/kgbb per oral akan mempercepat
waktu induksi dan menurunkan MAC (minimum alveolar concentration)
sevoflurane 33% - 45%, demikian juga halnya dengan dosis induksi propofol.
Pada penelitian Fehr S dkk., (2001) mendapatkan kesimpulan bahwa premedikasi
klonidin 4 mcg/kgbb intravena akan menurunkan kebutuhan propofol sampai 20%
selama tindakan operasi. Pada penelitian Altan dan Turgut, (2005), didapatkan
bahwa pemberian premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb intravena dilanjutkan dengan
pemeliharaan 2 mcg/kgbb/jam akan menyebabkan efek hipotensi dan bradikardia
yang significan, hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Kulka dan Tryba,
1993. Morris J dkk., 2005, mendapatkan premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb per
oral 60 menit sebelum operasi akan menurunkan kebutuhan dosis propofol
(predicted plasma consentration 3,59 (3,29-3,89) berbanding 3,32 (3,93-3,51),
namun didapatkan kejadian hipotensi sampai 22% dan bradikardia 21%. Pada
penelitian Agrawal M, (2014). yang mendapatkan kesimpulan bahwa premedikasi
klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena akan memberikan efek sedasi yang adekuat,
menurunkan dosis induksi propofol sampai 26,7% (dose sparing effect on
propofol), menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi dan laringoscopi intubasi,
menurunkan kejadian PONV serta shivering paska operasi.
xlii
2.2.4 Farmakodinamik Klonidin
Klonidin adalah suatu alpha-2 adrenergik agonis, yang mempunyai
kapasitas untuk menurunkan tekanan darah, akibat dari aktivasi reseptor alpha-2
adrenergik pada pusat kontrol kardiovaskuler pada sistem saraf pusat (brainstem
bawah) mungkin pada nucleus traktus solitarius. Lokasi reseptor alpha-2
adrenernik terletak pada presipnatik dan menghambat pengeluaran norepinefrin.
Jadi penurunan keluarnya norepinefrin merangsang reseptor adrenergik dan
respon terhadap jaringan.
2.2.4.1 Sistem Kardiovaskuler
Klonidin menurunkan frekuensi jantung, resistensi pembuluh darah
sistemik, aktivitas renin plasma, kadar epinefrin dan norepinefrin secara tidak
langsung menurunkan kontraktilitas jantung, cardiac out put, dan tekanan darah
sistemik (Miller, 2009; Longnecker, 2008). Efek penurunan tekanan sistolik lebih
besar dibandingkan tekanan diastolik. Refleks homeostasis kardiovaskuler masih
tetap dipertahankan, sehingga tidak akan terjadi orthostatic hipotensi maupun
hipotensi saat beraktivitas (Stoelting, 2006). Aliran darah ke ginjal akan tetap
dipertahankan selama terapi klonidin. Pemberian klonidin intravena secara cepat
dan dosis besar dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan laju denyut
jantung akibat perangsangan reseptor α1. Efek bradikardi pada pemberian klonidin
dapat diterapi dengan pemberian atropin (Bioniche Pharma, 2013).
xliii
2.2.4.2 Sistem Respirasi
Klonidin mempunyai efek depresi yang minimal pada sistem respirasi, tidak
mempunyai efek potensiasi terhadap depresi respirasi oleh opioid (Bailey dkk.,
1991). Namun pada pemberian secara intranvena bersama dengan fentanyl akan
menyebabkan akumulasi dari fentanyl, sehingga akan meningkatkan resiko
depresi ventilasi (Bernard dkk., 1994). Clonidin tidak bermakna meningkatkan
efek depresi ventilasi oleh morphin (Bailey dkk, 1991).
2.2.4.3 Sistem Hormonal
Klonidin sebagai agen simpatolitik yang poten, dalam kondisi stress akan
menurunkan sekresi neurohormal namun tidak menyebabkan depresi (penekanan
norepinefrin, epinefrin, adrenocortikotropik hormone, dan kortisol) melalui
hiperaktivasi simpatoadrenal. Alpha-2 adrenergik agonis memicu pelepasan
growth hormone, namun efeknya singkat. Klonidin juga menghambat pelepasan
insulin dengan bekerja langsung pada sel Langerhans (Stoelting dan Hillier,
2006).
2.2.5 Preparat Klonidin
Klonidin tersedia dalam bentuk ampul, tablet dan patch. Sediaan ampul
(catapres) mengandung 150 mcg klonidin hydrochloride dalam larutan 1 ml.
Sediaan ini juga mengandung NaCl, hydrochloric acid dan air untuk injeksi
(Boehringer Ingelheim, 2013). Dan sediaan klonidin hydrochloride (catapres ,
klonidin ) tersedia dalam kemasan tablet 150 μg (0,15 mg) dan 300 μg (0,3 mg).
xliv
Sediaan transdermal (patch) tersedia dalam dosis 0,1 mg, 0,2 mg dan 0,3 mg/ hari
yang dapat diganti setiap 7 hari (Morgan dkk, 2006).
2.2.5 Efek Samping Klonidin
Efek samping yang seringterjadi pada pemberian klonidin antara lain yaitu
mulut kering, sedasi, dan pusing dapat terjadi pada sekitar 50% pasien. Kejadian
bradikardi, hipotensi, mual disfungsi ereksi dan diare jarang didapatkan. Pada
pengehentian klonidin secara tiba-tiba pada pemberian jangka panjang (> 1 bulan)
dapat menyebabkan fenomena withdrawal yang ditandai dengan hipertensi,
agitasi, dan over reactif simpatis. Efek samping ini berhubungan dengan besar
dosis yang diberikan. Sekitar 15 – 30% pasien yang menggunakan klonidin patch
dapat mengalami dermatitis kontak (Goodman dan Gilman, 2001).
2.3 Propofol
Propofol pertama kali ditemukan tahun 1970 dan diperkenalkan di
pasaran sejak tahun 1977 sebagai obat induksi anestesi (Kay dan Rolly, 1977),
semakin populer dan semakin luas penggunaannya di seluruh dunia mulai tahun
1986. Sebagai turunan dari phenol dengan komponen hipnotik kuat yang
dihasilkan dari pengembangan 2,6-diisopropofol. Propofol tidak larut dalam air
dan pada awalnya disediakan dengan Ctemophor EL (polyethoxylated Castrol
oil), namun karena banyaknya reaksi anafilaktoid yang ditimbulkan, sediaannya
diubah menjadi bentuk emulsi (Hasani A. dkk., 2012). Ahli anestesi lebih suka
menggunakan propofol karena sifat mula kerja obat yang cepat hampir sama
xlv
dengan obat golongan barbiturat tetapi masa pemulihan yang lebih cepat dan
pasien bisa lebih cepat dipindahkan dari ruang pemulihan ke ruang rawat. Secara
subyektif pasien merasa lebih baik dan lebih segar paska anestesi dengan propofol
dibandingkan obat anestesi induksi lainnya. Kejadian mual muntah paska operasi
sangat jarang karena propofol memiliki efek anti muntah. Efek yang
menguntungkan lainnya adalah efek anti pruritik, antikonvulsan dan mengurangi
konstriksi bronkus. Propofol dalam dosis 1,5 – 2,5 mg/kgbb diberikan intravena
akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam waktu 30 detik. Proses
pemulihannya juga cepat dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Pasien
cepat kembali sadar setelah pembiusan dengan propofol dan efek residual yang
minimal merupakan keuntungan propofol. Karena keunggulan sifat inilah
Propofol dipergunakan sebagai obat induksi dan pemeliharaan anestesi, sehingga
penggunaannya begitu luas di seluruh dunia.
2.3.1 Struktur Bangun dan Karakteristik Propofol
Propofol (2,6-diisopropylfenol) terdiri dari sebuah cincin fenol dengan
dua kelompok isopropil yang berikatan (Gambar 2.2). Propofol tidak larut dalam
air, tetapi tersedia sediaan larutan 1 % (10 mg/ml) untuk pemberian intravena,
sebagai emulsi minyak dalam air yang mengandung minyak kedelai, gliserol, dan
lesitin telur. Riwayat alergi telur bukan merupakan kontraindikasi pemakaian
propofol karena sebagian besar alergi telur melibatkan reaksi terhadap putih telur
(albumin telur), sedangkan lesitin telur diekstraksi dari kuning telur. Formulasi ini
dapat menyebabkan nyeri selama suntikan (jarang terjadi terjadi pada pasien-
xlvi
pasien yang lebih tua) yang dapat dikurangi dengan suntikan awal dengan lidokain
atau dengan pencampuran lidokain dengan propofol sebelum suntikan (2 ml
lidokain 1% dalam 18 ml propofol) (Morgan dkk., 2006).
Formulasi propofol ini dapat mendukung pertumbuhan bakteri, sehingga
teknik sterilitas yang baik harus dilakukan selama persiapan dan penyimpanannya.
Pemberian propofol harus sudah dilakukan dalam 6 jam setelah membuka ampul.
Formulasi propofol yang ada saat ini berisi 0,005% disodium edetate atau 0,025%
sodium metabisulfite untuk membantu memperlambat tingkat pertumbuhan dari
bakteri, meskipun demikian, produk tahan bakteri ini masih belum berdasarkan
standar United States Pharmacopeia (USP) (Morgan dkk., 20a06).
Gambar 2.2 Struktur kimia propofol
(Dikutip dari Morgan dkk., 2006)
Biokimia
Propofol (C12H18O), merupakan golongan fenol yang memiliki sifat stabil
secara kimia dan memiliki efek biotoksisitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan golongan fenol yang lain. Namun, seperti sebagian besar golongan fenol,
propofol dapat mengiritasi kulit dan membrane mukosa. Propofol tidak larut
xlvii
dalam air, yang merupakan alasan sediaan komersial yang tersedia berupa emulsi
lipid isotonik bukan buffer dengan rentang pH 6,0-9,0 (Tan, 1998).
Sediaan
Propofol pada konsentrasi 10-20 mg/ml secara tradisional telah
diformulasikan dalam emulsi lemak yang mengandung 10% LCT minyak kedelai,
tetapi sejak 1995, propofol juga tersedia secara komersial dalam formula
MCT/LCT yang 26-40% lebih rendah kandungannya dibandingkan formula LCT,
menyebabkan penurunan 0,2-0,14% dari total konsentrasi (Babl 1995, Yamakage
2005). Memodifikasi komposisi lemak emulsi tidak memiliki efek pada
pharmakokinetik dan efikasi propofol (doenicke 1997). Meskipun konsentrasi
tigliserida plasma menurun selama sedasi tidak berbeda antara emulsi propofol
LCT dan MCT/LCT, terdapat kecenderungan elimiasi tigliserida yang lebih cepat
pada pemberian formula MCT/LCT dibandingakan LCT (Theilen 2002).
Cara Menyiapkan
Propofol harus disiapkan secara asepsis untuk penggunaan segera, untuk
mencegah proliferasi mikrobakteri yang cepat setelah kontaminasi bakteri
(McHugh 1995). Aktivitas antimikroba dari anestesi lokal yang ditambahkan pada
emulsi propofol sebelum pemberian untuk menurunkan nyeri pada tempat injeksi
hanya akan membatasi namun tidak mencegah pertumbuhan mikroba pada
membrane sel (Ohsuka 1991, Ozer 2002).
xlviii
2.3.2 Farmakokinetik Propofol
Absorpsi
Sediaan propofol di pasaran sebagai induksi anestesi hanya untuk
penggunaan intravena saja dan memberikan efek sedasi sedang sampai berat.
Konsentrasi propofol dalam darah meningkat dengan cepat setelah pemberian
bolus intravena sedangkan peningkatan konsentrasi cerebral lebih lambat. Waktu
untuk mencapai efek penurunan kesadaran/tidak sadar ditentukan oleh dosis total
yang diberikan.
Distribusi
Tingginya tingkat kelarutan propofol dalam lemak menyebabkan onset kerja
cepat. Waktu yang diperlukan dari saat pertama kali diberikan bolus sampai
pasien terbangun (waktu paruh) sangat singkat yaitu 2-8 menit. Waktu paruh
eliminasi sekitar 30-60 menit (Katzung, 2004). Hal ini menyebabkan propofol
menjadi pilihan untuk anestesi rawat jalan (one day care). Farmakokinetik
propofol digambarkan sebagai model 3 kompartemen, dimana pada pemberian
bolus propofol, kadar propofol dalam darah akan menurun dengan cepat akibat
adanya redistribusi dan eliminasi. Waktu paruh distribusi awal dari propofol
adalah 2-8 menit. Pada model tiga kompartemen waktu paruh distribusi awal
adalah 1-8 menit, yang lambat 30-70 menit dan waktu paruh eliminasi 4-23,5 jam.
Waktu paruh yang panjang diakibatkan oleh karena adanya kompartemen dengan
perfusi terbatas. Context sensitive half time untuk infus propofol sampai 8 jam
adalah 40 menit. Propofol mengalami distribusi yang cepat dan luas juga
dimetabolisme dengan cepat.
xlix
Berkembangnya penggunaan TCI, membuat konsep context sensitivity half
time diperkenalkan kembali. Context sensitivity half time adalah waktu yang
diperlukan sampai konsentrasi obat menjadi setengah dari saat infus dihentikan.
Tidak seperti konsep farmakokinetik klasik yaitu bersihan obat tidak tergantung
dari cara pemberian obat, konsep context sensitivity half time memperkenalkan
pengaruh lamanya infus diberikan. Semakin banyak obat yang terakumulasi akan
menyebabkan semakin lama obat dieleminasi. Semakin lama durasi infus maka
semakin lama pula context sensitivity half timenya. Context sensitivity half time
sangat berguna dalam pemilihan obat serta memperkirakan pemulihan dari
anestesi. Karena context sensitivity half time propofol tidak lebih dari 40 menit,
terutama saat dipergunakan sebagai sedasi dan anesthesia dimana penurunan
konsentrasi di plasma untuk pemulihan umumnya kurang dari 50% maka propofol
cocok digunakan untuk infus jangka panjang tanpa mengganggu proses pemulihan
(TCI manual, 2009).
Gambar 2.3 Hubungan waktu dan konsentrasi propofol dalam darah.
Simulasi hubungan antara waktu dan level propofol dalam darah setelah
induksi dosis 2mg/kgBB. Level propofol dalam darah yang diperlukan
l
untuk anestesia pembedahan adalah 2-3mcg/ml, dengan bangun dari
anestesi biasanya pada level kurang dari 1.5mcg/ml
Waktu yang diperlukan untuk bangun dari anestesi atau sedasi dari
propofol hanya 50%, sehingga waktu pulih sadar dari propofol tetap cepat
meskipun pada infus kontinyu yang lama. Keadaan equilibrium untuk propofol
yang dapat menyebabkan supresi dari elektroencephalogram (EEG) yang
berkaitan dengan hilangnya kesadaran adalah sekitar 0,3 menit dengan efek
puncak dicapai 90-100 detik. Farmakokinetik propofol menurun oleh karena
beberapa faktor antara lain jenis kelamin, berat badan, penyakit sebelumnya, umur
dan medikasi lain yang diberikan.
Biotransformasi
Tingginya tingkat bersihan (clearence) propofol di hepar (hampir 10 kali
lipat dibanding tiopental) menyebabkan cepatnya waktu pemulihan setelah
pemberian infus kontinyu.
Ekskresi
Walaupun metabolisme propofol utamanya diekskresikan melalui ginjal,
tetapi penurunan fungsi ginjal tidak mempengaruhi bersihan propofol.
2.3.3 Farmakodinamik Propofol
Propofol merupakan obat anestesi intravena yang paling sering digunakan
saat ini, baik untuk induksi dan pemeliharaan anestesi maupun untuk sedasi di
dalam dan di luar ruang operasi. Propofol digunakan secara luas dalam bidang
kedokteran karena efeknya yang menguntungkan bagi pasien-pasien yang
li
menjalani pemulihan anestesia dan insiden mual dan muntahnya yang kecil
(Smith dkk., 1994). Propofol memberikan mula kerja dan akhir kerja yang cepat
serta memiliki efek antiemetik (Reves dkk., 2005). Daya larut lipidnya yang tinggi
menyebabkan mula kerja yang hampir secepat thiopental (one-arm-to-brain
circulation time). Membangunkan pasien setelah dosis bolus tunggal propofol
juga cepat karena waktu paruh distribusi awal yang sangat singkat (2-8 menit)..
Hal ini membuatnya sebagai suatu obat yang baik untuk pasien anestesi rawat
jalan (Morgan dkk., 2006). Dosis induksi yang lebih kecil direkomendasikan pada
pasien-pasien lanjut usia oleh karena volume distribusi (Vd) mereka yang lebih
kecil. Wanita bisa memerlukan dosis propofol yang lebih besar daripada laki-laki
dan pemulihan kesadarannya lebih cepat (Morgan dkk., 2006). Pada tahun 1981,
Major dkk. meneliti 3 dosis induksi anestesia propofol (1,5, 2,0 dan 2,5 mg/kgBB)
pada wanita sehat yang menjalani tindakan ginekologi singkat. Mereka
menemukan bahwa 3 pasien dengan dosis 1,5 mg/kgBB dan satu pasien dengan
dosis 2 mg/kgBB tidak mengalami kehilangan kesadaran, namun semua pasien
mengalami kehilangan kesadaran dengan dosis 2,5 mg/kgBB. Durasi rata-rata
untuk mulainya kehilangan kesadaran adalah 47,4 detik pada kelompok 1,5
mg/kgBB, 39,9 detik pada kelompok 2 mg/kgBB dan 38,2 detik pada kelompok
2,5 mg/kgBB. Insiden apneu yang tampak nyata secara klinis adalah 4, 7 dan 12
pasien pada masing-masing kelompok 1,5, 2, 2,5 mg/kgBB. Perubahan
kardiovaskular yang tergantung dosis meliputi penurunan tekanan arterial dan
peningkatan denyut jantung.
lii
2.3.3.1 Sistem Kardiovaskular
Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan
tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik
(inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload.
Propofol dapat diberikan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dengan
monitoring dan supervisi ketat. Dosis induksi normal akan menurunkan tekanan
darah sistolik (Coates 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut jantung dan
juga dapat menurunkan curah jantung (Coates 1987). Propofol juga pernah
dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat menyebabkan
penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen
1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi dan hepar (Robinson 1985, Stark
1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis pemberian
yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu
respon normal baroreflek arterial terhadap hipotensi, khususnya pada keadaan
normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006). Induksi anestesia dengan
propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang
didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia dengan propofol sering
disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang
signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Diperkirakan
terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya, yakni depresi miokard dan
penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). RSI
dengan propofol menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan dan
beberapa penulis menyarankan pemberian loading cairan Ringer Laktat
liii
praoperatif untuk melawan hipotensi yang disebabkan oleh propofol tanpa
menyebabkan peningkatan tekanan darah sama sekali (El-Beheiry dkk., 1995).
Waktu paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi saat anestesia
adalah segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek
puncak obat-obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk,
2014). Penurunan drastis preload, yang dapat menyebabkan bradikardia yang
diperantarai oleh refleks vagal, jarang terjadi. Perubahan pada denyut jantung dan
curah jantung biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada pasien yang
sehat, tetapi dapat berubah menjadi sangat berat sampai terjadi asistole, terutama
pada pasien-pasien dengan usia ekstrim, dalam terapi kronotropik negatif, atau
sedang dalam tindakan operasi yang berhubungan dengan reflek okulokardiak
(Morgan dkk., 2006). Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel dapat mengalami
penurunan curah jantung yang drastis sebagai akibat penurunan tekanan pengisian
ventrikel dan kontraktilitas. Meskipun konsumsi oksigen miokard dan aliran darah
koroner menurun, produksi laktat sinus koroner akan meningkat pada beberapa
pasien. Hal ini mengindikasikan adanya suatu mismatch antara permintaan dan
penyediaan oksigen miokard (Morgan dkk., 2006).
Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit
kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial
rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien
mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum.
Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah jantung/indeks
liv
jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah
sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja
sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988).
Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya
disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung
pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi
propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992) dan
efek langsung mobilisasi kalsium intraselular otot polos (Xuan dkk., 1996).
Techanivate A (2012) pada penelitianya mendapatkan kejadian hipotensi
lebih sedikit pada pasien yang diberikan dexmedetomidine 1 mcg/kgbb dengan
fentanyl 0,5 mcg/kgbb dan 20 mg propofol diandingkan pada pasien yang
diberikan fentanyl 0,5 mcg/kgbb dan propofol 1mg/kgbb.
Penelitian Agrawal M (2014) mendapatkan tidak ada perubahan
hemodinamik yang bermakna pada pemberian premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgbb
intravena pada saat induksi propofol intravena.
2.3.3.2 Sistem Respirasi
Seperti barbiturat, propofol merupakan suatu depressant pernapasan yang
dalam, yang biasanya menyebabkan apnea setelah pemberian dosis induksi.
Sebagian besar studi menunjukkan propofol menyebabkan depresi respirasi yang
menurunkan laju respirasi begitu juga volume tidal (Goodman 1987). Bahkan
ketika digunakan untuk pemberian sedasi dengan dosis subanestesi, propofol
menghambat hypoxic ventilatory drive dan menekan respon normal terhadap
hiperkarbia. Depresi reflek jalan nafas atas yang diinduksi oleh propofol lebih
lv
baik daripada thiopental dan terbukti sangat menolong selama intubasi atau insersi
LMA tanpa pemakaian pelumpuh otot. Meskipun propofol dapat menyebabkan
pelepasan histamin, induksi dengan propofol dapat menyebabkan timbulnya
wheezing pada penderita asma maupun bukan asma, dengan angka kejadian yang
lebih rendah dibandingkan dengan barbiturat atau etomidat, dan hal ini tidak
dikontraindikasikan pada pasien-pasien yang menderita asma (Morgan dkk.,
2006).
2.3.3.3 Sistem Saraf Pusat
Seperti barbiturat, propofol terikat dengan reseptor GABA tapi juga
memiliki mekanisme kerja melibatkan berbagai reseptor protein. Efek cerebralnya
adalah hipnotik dan mungkin juga analgetik (Canavero 2004, Zacny 1996). Pada
Pasien dengan patologi intrakranial, propofol seperti kebanyakan agen induksi
anestesi, menurunkan CBF, Meningkatkan CVR dan menurunkan CMRO2
(Vandesteene 1988, Stephan 1987). Propofol mengurangi aliran darah serebral
dan tekanan intrakranial. Pada pasien-pasien dengan tekanan intrakranial yang
meningkat, propofol dapat menyebabkan penurunan kritis tekanan perfusi serebral
(<50 mmHg), kecuali jika dilakukan tindakan untuk menopang tekanan arterial
rerata. Yang unik dari propofol adalah efek anti gatalnya. Efek antiemetiknya
(memerlukan konsentrasi propofol 200 ng/ml dalam darah) membuat propofol
sebagai obat yang lebih disukai untuk pasien anestesi rawat jalan. Induksi kadang-
kadang disertai oleh gejala eksitasi seperti kejang otot, gerakan spontan,
opistotonus, atau cegukan, mungkin akibat terjadinya antagonis glisin subkortikal.
Meski reaksi-reaksi ini kadang-kadang bisa menyerupai kejang tonik–klonik,
lvi
propofol tampaknya secara predominan memiliki efek anti kejang (dengan kata
lain, menekan lonjakan), yang berhasil digunakan untuk mengakhiri status
epileptikus, dan dapat dengan aman diberikan pada pasien epilepsi. Propofol
menurunkan tekanan intraokular. Toleransi tidak terjadi setelah pemberian
propofol jangka panjang (Morgan dkk., 2006).
2.4 Tekanan Darah dan Laju Denyut Jantung
Tekanan darah adalah tekanan darah pada dinding arteri yang terjadi
akibat kontraksi otot jantung. Tergantung pada kekuatan gerak jantung, kelenturan
dinding arteri, volume dan viscositas darah, serta tahanan pada pembuluh darah
(Dorland, 2006). Tekanan darah merupakan manifestasi dari cardiac output dan
resistensi pembuluh darah sistemik (Santoso., 2004). Segera setelah teranestesi,
tekanan darah akan turun dengan cepat karena vasodilatasi, hal ini menimbulkan
timbunan (fulling) darah di perifer dan mengurangi aliran balik vena sehingga
menyebabkan turunya curah jantung. Pasien dapat mengalami kerusakan organ
akibat perfusi yang kurang, bahkan dapat terjadi henti jantung karena kurangnya
perfusi koroner (Boulton dan Blogg., 1994). Penurunan tekanan darah
berhubungan dengan penurunan curah jantung, resistensi pembuluh sistemik,
hambatan mekanisme baroreseptor, depresi kontraktilitas miokard, penurunan
aktivitas simpatis dan efek inotropik negatif (Clarke., 1995). Tekanan darah dapat
dirumuskan sebagai berikut : TD = curah jantung (cardiac output) x tahanan
perifer (Siaw., 1994). Rata-rata tekanan darah normal pada orang dewasa yaitu
100/60 mmHg sampai dengan 140/90 mmHg (Smeltzer dan Bare., 2001).
lvii
Laju denyut jantung, berdasarkan aliran darahnya pembuluh darah
dibedakan menjadi pembuluh nadi atau arteri (pembuluh darah yang mengalirkan
darah dari jantung) dan pembuluh darah balik atau vena (pembuluh darah yang
mengalirkan darah menuju jantung). Baik pembuluh darah nadi maupun
pembuluh darah vena masing-masing memiliki cabang terkecil yang disebut
dengan kapiler. Dinding pembuluh nadi lebih tebal, kuat dan elastis dibandingkan
pembuluh vena. Pembuluh nadi harus kuat karena harus menahan tekanan darah
yang dipompa oleh jantung. Saat jantung bedenyut, maka pembuluh nadi pun ikut
berdenyut akibat tekanan darah yang terpompa. Bagian jantung normal berdenyut
dalam rangkaian tertur yaitu kontraksi atrium (sitole atrium) diikuti oleh kontraksi
ventrikel (sístole ventrikel) dan selama diástole keempat ruang jantung akan
relaksasi. Laju nadi adalah jumlah denyut jantung per menit, waktu per menit
jantung berkontraksi. Denyut jantung sekitar 70 x per menit saat istirahat.
Frekuensi jantung bervariasi sesuai fase pernafasan yaitu dipercepat selama
inspirasi dan melambat selama ekspirasi.
2.5 Target Controlled Infusion (TCI)
TCI adalah infus yang dikontrol dengan tujuan untuk mencapai
konsentrasi tertentu obat pada kompartemen tubuh. Dengan menggunakan teknik
ini ahli anestesi dapat mengatur dan mengganti konsentrasi yang diinginkan sesuai
dengan observasi klinis pada pasien. Pada dasarnya TCI adalah menetapkan
konsentrasi tertentu obat yang harus dicapai dan dipertahankan baik di plasma
(Cp) maupun effect site (Ce). Konsentrasi target diset sejak awal oleh ahli anestesi
lviii
untuk mendapat luaran klinis yang diperlukan. Perubahan konsentrasi target yang
diset oleh ahli anestesi akan terlihat pada effect site kompartemen setelah waktu
tertentu karena terdapat jarak waktu perpindahan obat dari darah ke tempat yang
dituju atau obat berefek (Ce). (Naidoo D, 2011). Untuk sistem TCI dengan
propofol pada orang dewasa model farmakokinetik yang banyak digunakan adalah
MARSH dan SCHNIDER, sedangkan pada pasien anak-anak model Paedfusor
dan Kataria. Selain propofol obat lain yang dapat dioperasikan menggunakan
sistem TCI adalah sufentanil (model Bovil dan Gepts), alfentanil (model Maitre),
remifentanil (model Minto).
2.5.1 Model Marsh
Ini adalah model yang pertama kali dikembangkan, merupakan
pengembangan dari model farmakokinetik propofol oleh Gepts dengan
memperkirakan volume kompartemen sentral sebagai sebuah fungsi linear secara
langsung terhadap berat badan. Usia tidak dimasukkan dalam kalkulasi, namun
pompa tidak dapat digunakan untuk umur dibawah 16 tahun. Hal ini menjadi
sumber bias dan ketidakakuratan sistem Marsh.
2.5.2 Model Schnider
Model Schnider disebut sebagai generasi baru dari TCI. Metode ini
menggunakan model 3 kompartemen dengan memasukkan umur, tinggi badan,
dan berat badan ke dalam perhitungan. Lean body mass pasien dihitung dan
lix
digunakan untuk mengkalkulasi dosis dan laju infus, jika yang dipakai berat badan
aktual maka akan ada kemungkinan kelebihan konsentrasi obat pada pasien obese.
Pada pasien obese dipergunakan berat badan ideal.
Perbedaan utama antara kedua model ini adalah jumlah volume
kompartemen sentral. Pada model schnider menggunakan volume kompartemen
sentral tetap dan sama pada setiap pasien dan lebih kecil (4,27 L pada pasien BB
70 kg) dibanding model Marsh (15,9 L). Akibat perbedaan ini akan didapatkan
model schnider Keo yang lebih besar (equilibrasi sentral dan effect site
kompartemen lebih cepat) dan K10 lebih besar (bersihan metabolik lebih cepat)
sehingga model schnider waktu pulihnya lebih cepat dibanding Marsh. Untuk
tujuan induksi model schnider akan lebih lambat dibandingkan model Marsh.
Pada model marsh hanya menggunakan berat badan sebagai kovariat sedangkan
model schnider memakai berat badan, lean body mass, umur dan jenis kelamin.
Gambar 2.4 Mesin TCI Perfusor® Space dari B.Braun (dikutip dari
B.Braun TCI perfusor ® Space)
Keuntungan penggunaan TCI secara umum adalah: dapat memfasilitasi
titrasi dosis untuk mencapai efek yang diinginkan, memudahkan perhitungan
lx
dosis obat dan pemberiannya, diperolehnya informasi tambahan mengenai obat
yang diberikan seperti jumlah obat yang diberikan, durasi pemberian, konsentrasi
dan lain-lain, pemberian dosis obat dengan memperhitungkan usia dan
karakteristik pasien lainnya, konsentrasi obat yang dicapai lebih stabil, dapat
terhindar dari kelebihan dosis dan masa pulih yang lebih cepat (Sugiarto, 2012).
2.5.3 Target Konsentrasi Plasma dan Konsentrasi effect site Propofol TCI
Pasien usia muda target konsentrasi pasma propofol untuk induksi adalah
6-8mcg/ml, hati-hati pada saat induksi orang tua atau pasien sakit berat, dosis
perlu disesuiakan dengan menurunkan konsentrasi induksi. Pada prakteknya
konsentrasi plasma yang diperlukan untuk induksi adalah 5-6 mcg/ml dan bisa
ditingkatkan sampai 8 mcg/ml pada pasien dewasa muda yang sehat. Pada pasien
yang telah mendapatkan premedikasi terlebih dahulu konsentrasi plasma bisa
dikurangi 4-5 mcg/ml(Naidoo D, 2011).
2.6 Mengukur Kedalaman Anestesi (Index of Conciousness)
Induksi anestesi adalah perubahan keadaan pasien dari sadar menjadi tidak
sadar setelah pemberian obat - obat anestesi. Keadaan induksi dapat dinilai
dengan melihat tanda klinis berupa hilangnya refleks bulu mata. Menentukan
derajat kedalaman anestesi adalah sangat penting pada pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan, syarat untuk bisa dilakukannya pembedahan
adalah pasien sudah masuk kedalam stadium III (fase pembedahan) plana III
lxi
menurut Guedel, yang bisa dilihat dengan tanda-tanda klinis yaitu mulai hilangnya
gerak nafas thorakal. Hal ini masih sangat sulit dilihat karena sudah makin
berkembangnya macam-macam obat anestesi dan volatile anestesi. Berbeda
halnya ketika dulu eter masih menjadi pilihan untuk dilakukannya induksi
anestesi. Saat ini banyak cara dan banyak alat yang diciptakan untuk mengetahui
kedalaman anestesi. Kedalaman anestesi merupakan masalah klinis praktis yang
sangat fundamental dalam dunia anestesi. Selama dilakukannya anestesi akan
terjadi penekanan sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem lainnya,
jika kedalaman anestesi berlebihan akan terjadi fase toksik yang menyebabkan
kerusakan bahkan kematian. Jika kedalaman anestesi kurang maka akan
menyebabkan keadaan light anesthesia juga akan menyebabkan morbiditas pada
pasien. Dengan mengetahui kedalaman anestesia maka hal-hal tersebut diatas bisa
dihindari sehingga morbiditas dan mortalitas bisa dikurangi (Prabhar Kumar dan
Thomas Koshy, 2007). Dalam penelitian ini alat yang dipergunakan dalam
mengukur kedalaman anestesi adalah Index of consciousness tipe IOC View dari
Morpheus Medical merupakan gabungan antara dinamyc spectral ratio dengan
EEG suppression rate (ESR) dan facial EMG. Merupakan alat pengukur
kedalaman anestesi sebesar genggaman tangan dewasa, sangat praktis. Cara
kerjanya adalah merupakan penyederhanaan dari EEG dan ditampilkan dalam
bentuk rentang angka antara 0-99. Angka 0 berarti tidak ada aktivitas EEG dan 99
menunjukkan aktivitas penuh EEG yang diinterpretasikan suatu keadaan bangun
(sadar penuh). Angka 40-60 menunjukkan kedalaman anestesi adekuat untuk
dilakukan pembedahan. Dari alat ini juga bisa mengetahui persentase dari supresi
lxii
EEG dan aktifitas EMG (75-85 Hz). Dari penelitian validasi antara IOC view
dengan Bispectral index yang dilakukan oleh Litvan dkk., 2006, didapatkan tidak
ada perbedaan prediction probability antara IOC dengan BIS. Jadi pada penelitian
ini merekomendasikan IOC sebagai salah satu alat monitoring tingkat kedalaman
anestesi menggunakan propofol sebagai induksi.
Gambar 2.5 Sensor (elektrode) IOC ditempatkan (dikutip dari IOC view
monitoring consciousness, Morpheus medical)
Gambar 2.6 IOC-View dari Morpheus Medical (dikutip dari IOC view monitoring
consciousness, Morpheus medical)
lxiii
Dari alat ini juga sering dihubungkan dengan skor tingkat sedasi yang diobservasi
secara klinis (Yusuke Kasuya dkk., 2009).
Tabel 2.1 Tingkat kedalaman anestesi BIS dan IOC- View
(Dikutip dari intra operatif awarness tools,2007)
Kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi nilai BIS maupun IOC adalah
keadaan hipoglikemia, hipovolemia, cardiac arrest, iskemia otak, hipotermia
selama Cardiopulmonary bypass, penempatan elektrode dan adanya artifact pada
tempelan elektrode. Keuntungan penggunaan alat pengukur kedalaman anestesi (
Daya B, 2008) adalah dapat mengurangi kejadian terbangun saat operasi
dilakukan terutama pada pasien beresiko tinggi, mengurangi kejadian kelebihan
dosis obat atau kekurangan dosis obat (light anesthesia) yang menyebabkan
terbangunnya pasien selama operasi, mengurangi kejadian mual muntah,
memperpendek waktu pemulihan, mengurangi biaya penggunaan obat anestesi
dan menurunkan morbiditas- mortalitas pasien.
lxiv
lxv
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan tindakan yang dapat
menimbulkan respon stress, kecemasan dan ketakutan pada pasien, respon dari
kecemasan ini dapat berupa: respon fisiologis, respon prilaku, respon kognitif dan
respon afektif. Respon fisiologis dapat menstimulasi jalur neuroendokrin, yang
pada sistem kardiovakuler akan menyebabkan perubahan pada hemodinamik
berupa peningkatan tekanan darah maupun laju denyut nadi.
Premedikasi adalah pemberian obat yang bertujuan untuk mengurangi rasa
cemas maupun takut yang dialami penderita disamping juga memberikan efek
sedasi, analgesia, anti emetik, menurunkan PONV, menggigil paska operasi dan
juga untuk menurunkan kebutuhan obat-obat anestesi. Klonidin merupakan salah
satu obat yang sering digunakan sebagai obat premedikasi. Clonidin mempunyai
efek sedasi, analgesia, simpatolisis dan menjaga stabilitas hemodinamik
perioperative serta dapat mengurangi dosis obat-obat anestesi. Klonidin bekerja di
reseptor alpha-2 secara sentral yang akan menstimulasi nucleus ceruleus di batang
otak sehingga menimbulkan efek sedasi, juga akan menurunkan respon simpatis,
dan di perifer akan menurunkan pelepasan norepineprin. Klonidin akan
menghambat pelepasan norepineprin prejunctional α2 adrenoseptor di perifer, hal
ini akan menghambat jalur nosisepsi. Klonidin juga meningkatkan selektifitas dari
lxvi
obat lokal anestesi terhadap reseptor / serabut saraf Aδ dan C, serta melepaskan
enkafaline like substance yang akan menghasilkan efek analgesia.
Pada tindakan anestesi umum, saat induksi merupakan keadaan yang
cukup kritis sehingga harus dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan aman.
Teknik induksi anestesi intravena menggunakan propofol sangat disukai
pemakaianya saat ini. Propofol sebagai agen induksi yang mempunyai
karakteristik onset kerja cepat, durasi kerja pendek, waktu pemulihan yang cepat
dan stabil. Propofol dapat menyebabkan goncangan kardiovaskular dan depresi
pernapasan. Efek tersebut tergantung pada dosis, konsentrasi plasma, kecepatan
pemberian serta umur pasien. Pengurangan kadar propofol di plasma dapat
mengurangi kerugian tersebut tanpa menghilangkan tujuan utama yaitu sedasi atau
anestesi. Klonidin mempunyai sparing effect pada propofol, yang di mediasi oleh
efek sedasi dan analgesia, dan sparing effect ini tidak tergantung dengan efek
hemodinamiknya. Klonidin dapat menurunkan dosis induksi propofol serta dapat
menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi. Penggunaan alat TCI sebagai sarana
untuk memberikan obat induksi intravena untuk mencapai target konsentrasi
plasma tertentu dapat mengurangi bias dalam penelitian ini.
lxvii
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Bagan Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb iv
(Variabel bebas)
Umur
Jenis kelamin
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Status Fisik ASA
(Variabel Internal)
Dosis propofol saat tercapai kondisi induksi
(Variabel Tergantung)
Riwayat penggunaan obat
sedasi
Riwayat penggunaan obat
penghambat reseptor beta,
kalsium, ACE
(Variabel Eksternal)
Hemodinamik ( TDS,TDD,TAR, Laju
denyut jantung) saat tercapai kondisi
induksi
(Variabel tergantung)
lxviii
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menurunkan dosis
induksi propofol pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi
umum.
2. Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menjaga stabilitas
hemodinamik saat induksi pada pasien yang menjalani pembedahan
dengan anestesi umum.
lxix
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian uji klinik acak
tersamar ganda (Randomized Double Blind Control Trial). Alokasi subyek pada
masing-masing kelompok dilakukan dengan teknik permuted block
randomization. Subyek pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yang
mendapat perlakuan sesuai dengan kelompoknya. Adapun bagan dari rancangan
penelitian sebagai berikut :
Bagan rancangan penelitian:
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
P S
Kelompok
Klonidin
(K)
O1 K
Kelompok
Normal
Saline
( N)
Induksi
dengan
TCI
Propofol
O2 K
O1 N
O2 N
R
Kriteria
Penerimaan
lxx
Keterangan :
P : Populasi
S : Sampel
R : Randomisasi
Observasi 1(O1) K: Observasi jumlah propofol untuk mencapai kondisi induksi
pada kelompok klonidin
Observasi 2(O2) K: Observasi hemodinamik saat kondisi induksi pada kelompok
klonidin
Observasi 1(O1) N: Observasi jumlah propofol untuk mencapai kondisi induksi
pada kelompok normal salin
Observasi 2(O2) N : Observasi hemodinamik saat kondisi induksi pada kelompok
normal salin
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Sanglah
Denpasar dari bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif.
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian
4.4.1 Populasi Penelitian
Populasi target dari penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani
pembedahan terencana dengan anestesi umum.
lxxi
Populasi terjangkau dari penelitian ini diambil dari pasien yang menjalani
pembedahan terencana yang ditangani di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP
Sanglah Denpasar periode bulan Desember 2014 sampai Januari tahun 2015.
4.4.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah pasien yang menjalani pembedahan terencana
yang ditangani di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Sanglah Denpasar bulan
Desember 2014 sampai Januari tahun 2015, yang memenuhi kriteria eligibilitas
sebagai berikut :
Kriteria Inklusi :
1. Pasien yang akan menjalani pembedahan terencana dengan anestesi
umum di RSUP Sanglah bulan Desember 2014 sampai dengan Januari
2015.
2. Usia 18 - 58 tahun
3. Status Fisik ASA 1
Kriteria Ekslusi :
1. Pasien tidak bersedia atau menolak ikut serta dalam penelitian.
2. Pasien alergi terhadap obat klonidin atau propofol
3. Pasien menderita salah satu penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
hipertensi, asma atau penyakit jantung.
4. Pasien mendapatkan terapi sedasi, penghambat beta, kalsium, ACE
5. Pasien underweight (IMT < 18 kg/m2)
atau obese (IMT > 28 kg/m2)
lxxii
Kriteria drop out
1. Pasien mengalami hipotensi maupun bradikardia setelah pemberian
premedikasi klonidin dan induksi propofol
4.4.3 Perhitungan besar sampel
Untuk menentukan besar sampel, digunakan rumus besar sampel untuk
penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan :
(( )
)
dimana :
Sg : Simpang baku gabungan (hasil penelitian sebelumnya 20,48)
Zα : nilai Z untuk α tertentu (1,64 untuk tingkat kemaknaan α = 0,05)
Zß : nilai Z untuk power (1- ß) tertentu ( 1,28 untuk power 90%)
X1-X2 : perbedaan klinis yang dianggap bermakna antara dua kelompok
perlakuan
Pada penelitian sebelumnya, dosis rata-rata propofol untuk mencapai
keadaan induksi pada pasien yang akan dilakukan anestesi umum menurut
Agrawal M dkk., 2014 adalah sebesar 80,14±20,81 mg. Perbedaan rerata dosis
propofol yang dianggap bermakna antara 2 kelompok adalah 10 mg. Simpang
baku yang digunakan adalah 20,48. Dengan tingkat kesalahan tipe I, α ditetapkan
sebesar 0,05 sehingga nilai Zα adalah 1,64 sedangkan kesalahan tipe II, β
ditetapkan sebesar 10% sehingga power adalah 90% dan nilai Zβ adalah 1,28.
lxxiii
(( )
)
maka didapatkan jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 17,88
dibulatkan menjadi 18 orang. Maka total jumlah sampel yang diperlukan adalah
36 orang. Dengan mempertimbangkan kemungkinan drop out sebesar 10% maka
diperlukan sampel minimal 39,6 sampel (dibulatkan menjadi 40 sampel), maka
ditetapkan total keseluruhan sampel sebanyak 40 orang.
4.4.4 Teknik pengambilan sampel
Setiap pasien baru yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Penentuan alokasi
sampel yang masuk ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dilakukan secara random dengan teknik permuted block randomization.
Digunakan amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan
diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan. Pada pagi hari sebelum
operasi, seorang dokter residen anestesi pertama yang membantu penelitian akan
membuka amplop tersebut, membaca isinya dan menyiapkan intervensi yang akan
diberikan sesuai instruksi dalam amplop. Kemudian dokter residen anestesi kedua
akan memberikan obat yang telah disiapkan oleh dokter residen anestesi pertama
tanpa mengetahui apa isi obat dalam spuit tersebut. Kedua dokter residen anestesi
ini kemudian tidak ikut terlibat dalam evaluasi dan pengumpulan data selanjutnya.
lxxiv
4.5 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas : Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena
Variabel tergantung : Dosis propofol saat tercapai kondisi induksi
Hemodinamik (TDS,TDD,TAR, Laju denyut
jantung) saat tercapai kondisi induksi
Variabel perancu : Umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh, riwayat
penggunaan obat sedasi, penghambat reseptor
beta, penghambat kalsium, ACE, status fisik ASA
4.5.1 Difinisi Operasional Variabel
Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut:
1. Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena adalah pemberian injeksi obat
klonidin hydrochloride (merk catapres®) sediaan injeksi dalam ampul 150
mcg/ml, diberikan dengan dosis 1 mcg/kgbb melalui intravena.
Perhitungannya adalah berat badan dikalikan dengan 1 mcg dan hasilnya
dibulatkan ke dosis yang terdekat. Kemudian obat dilarutkan dalam NaCl
0,9 % sampai menjadi volume 20 ml dan sediaan disiapkan dalam spuite
20 ml. Pemberian menggunakan syring pump selama 10 menit (kecepatan
120 ml/jam) diberikan 10 sampai 20 menit sebelum induksi.
2. Keadaan induksi adalah keadaan dimana pasien tertidur yang ditandai
dengan hilangnya reflek bulu mata dan tercepai kedalaman anestesi pada
lxxv
nilai IOC target 50, menggunakan alat IOC-view dari morpheus medical,
setelah diberikan obat anestesi intravena propofol menggunakan TCI
model schnider dengan target konsentrasi plasma 4 mcg/ml.
3. Index of Consciousness (IOC) adalah metode untuk menilai tingkat
kesadaran pasien selama anestesi umum dengan rentang skala dari 0 (EEG
isoelektrik) hingga 99 (pasien sadar), menggunakan monitor IOC-view
buatan Morpheus Medical, Barcelona, Spanyol. Pada penelitian ini
ditetapkan tingkat kesadaran pada nilai 50 yaitu stadium anestesi umum.
4. Tekanan darah awal (baseline) adalah tekanan darah sistolik, diastolik dan
Tekanan Arteri Rerata (TAR), yang merupakan hasil pengukuran pada saat
pasien berada di ruang persiapan sebelum diberikan premedikasi,
pengukuran dengan menggunakan tensimeter digital merk Bionet BM5.
5. Kondisi hemodinamik adalah status hemodinamik yang meliputi tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik, Tekanan Arteri Rerata (TAR) dan
laju denyut jantung, yang diukur pada beberapa kesempatan yaitu; 1.
Sebelum premedikasi (baseline), 2. Saat mulai induksi dan 3. Pada saat
tercapai kondisi induksi dengan kedalaman anestesi pada nilai IOC 50.
Hemodinamik dikatakan stabil apabila perubahan TAR dan laju denyut
jantung awal (baseline) dengan saat tercapai kondisi induksi pada nilai
IOC 50 tidak melebihi 20%.
6. Hipotensi adalah penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 30 % dari
nilai awal atau tekanan darah sistolik < 90 mmHg akan diterapi dengan
lxxvi
pemberian cairan kristaloid intravena dan apabila diperlukan diberikan
efedrin 5 mg sampai TAR tercapai minimal 20% dibawah nilai awal.
7. Bradikardi adalah frekuensi denyut jantung kurang dari 50 kali per menit
dan akan diterapi dengan sulfas atropin 0,5 mg intravena.
8. Propofol adalah obat anestesi intravena 2,6 diisopropylphenol 1% dengan
konsentrasi 10 mg/ml, sedian ampul 20 ml yang tersedia di IBS RSUP
Sanglah Denpasar.
9. Target controlled infusion (TCI) adalah tehnik anestesi umum dengan
menggunakan obat intravena yang diberikan secara kontinyu dengan target
kadar tertentu di plasma dan effect site berdasarkan umur, berat badan,
tinggi badan dan jenis kelamin pasien. Model yang dipergunakan adalah
Schnider, dengan target konsentrasi plasma 4 mcg/ml.
10. Pemberian NaCl 0,9% adalah injeksi NaCl 0,9 % volume 20 ml dalam
spuite 20 ml secara intravena menggunakan syring pump selama 10 menit
(kecepatan 120 ml/jam).
11. Umur adalah usia dalam tahun yang tercatat pada kartu tanda pengenal
atau catatan medis RSUP Sanglah. Perhitungan umur adalah sebagai
berikut, tahun dibulatkan keatas jika lebih besar atau sama dengan 6 bulan
dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 6 bulan.
12. Berat badan adalah berat badan dalam kilogram yang diukur dengan alat
timbangan dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi
berdiri memakai busana seminimal mungkin. Perhitungan berat badan
lxxvii
adalah sebagai berikut, berat badan dibulatkan ke atas jika lebih besar atau
sama dengan 0,5 kg dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 kg.
13. Tinggi badan adalah panjang sesorang yang diukur dengan alat ukur tinggi
badan dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi
berdiri tegak tanpa alas kaki, dengan satuan sentimeter (cm). Perhitungan
tinggi badan adalah sebagai berikut, tinggi badan dibulatkan ke atas jika
lebih besar atau sama dengan 0,5 cm dan dibulatkan ke bawah jika lebih
kecil dari 0,5 cm.
14. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu pemeriksaan antopometri
untuk menentukan status gizi yang dinilai dengan cara membagi berat
badan dengan pangkat dua tinggi badan (IMT = BB/TB2), dengan satuan
kg/m2.
15. Status fisik ASA adalah keadaan umum pasien yang diklasifikasikan
sesuai dengan American Society of Anesthesiologist (ASA). ASA 1 adalah
pasien sehat atau normal (Morgan dkk., 2006).
16. Pulse oxymetri adalah alat untuk mengukur saturasi oksigen perifer
dengan menggunakan alat monitor bionet BM5.
17. Alergi terhadap obat-obatan yang akan dipakai pada penelitian ini adalah
alergi obat anestesi yang diketahui dari riwayat operasi sebelumnya
(klonidin dan propofol).
18. Obat-obatan yang mempengaruhi tekanan darah, seperti; golongan
penghambat reseptor beta, ACE(angiotensin converting enzim), kalsium.
lxxviii
4.6 Instrumen dan Obat Penelitian
Instrumen dan obat yang digunakan adalah
Target controlled infusion machine (Perfusor®Space dari B.Braun)
Alat Index of consciousness- view dari Morpheus Medical
Elektrode IOC
Monitor tekanan darah non-invasif, laju nadi, EKG dan saturasi
oksigen dengan merk Bionet BM5.
Formulir: protokol penelitian, alur penelitian dan isian data penelitian
Obat anestesi klonidin 150 mcg, propofol 10%, Sulfas Atropin 0,25
mg/ml, Efedrin 50 mg/ml.
NaCl 0,9% 100 ml
RL 500 ml
Syringe 1 cc, 3 cc, 10 cc, 20 cc merk Terumo
Needle 19G
Extension tube
Three way
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Persiapan
Penelitian ini dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
penelitian (ethical clearence) dari Komisi Etika Penelitian dari Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana dan RSUP Sanglah Denpasar.
lxxix
4.7.2 Cara Kerja
Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Seleksi dilakukan pada saat kunjungan prabedah sehari sebelum operasi.
Pasien yang memenuhi kriteria penerimaan dan pengeluaran ditetapkan
sebagai populasi sampel. Setelah mendapat penjelasan dan pasien setuju
dilanjutkan dengan menandatangani informed consent dan menjadi
subyek penelitian yang memenuhi kriteria eligibilitas.
2. Pasien dipuasakan selama kurang lebih 8 jam di ruang perawatan.
3. Setelah pasien berada di ruang persiapan kamar operasi, dilakukan
pencatatan kembali identitas pasien, dipasang alat monitor yaitu: EKG,
sfignomanometer, saturasi oksigen perifer kemudian dilakukan
pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan
laju denyut jantung awal serta saturasi oksigen.
4. Pasien dipasang akses intravena dengan kateter vena nomor G18,
kemudian diberikan cairan rehidrasi dengan cairan kristaloid Ringer
Laktat 10 ml/kgbb dalam 20 menit.
5. Pasien diacak menggunakan komputer secara permuted block
randomization untuk menentukan subyek penelitian masuk kelompok
perlakuan klonidin atau perlakuan normal salin (kontrol). Digunakan
amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan
diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan, (Obat disiapkan
oleh residen junior semester 1 atau 2).
lxxx
6. Siapkan masing-masing untuk kelompok C, klonidin 1 mcg/kgbb
dilarutkan dalam NaCl 0,9 % menjadi 20 ml dalam spuite 20 ml terpasang
dalam syring pump, terhubung dengan extension tube dan three way pada
akses intra vena pasien. Sedangkan pasien kelompok N, diberikan NaCl
0,9% volume 20 ml dalam spuite 20 ml terpasang dalam syring pump,
terhubung dengan extension tube dan three way pada akses intra vena
pasien. Kemudian pasien diberikan premedikasi sesuai kelompok
perlakuan menggunakan syringe pump dalam 10 menit (dengan kecepatan
120 ml/jam), diberikan diruang persiapan.
7. Selanjutnya dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik, TAR,
laju denyut jantung dan saturasi oksigen pada 5 (lima) menit setelah
premedikasi.
8. Selanjutnya pasien diantar ke kamar operasi, kemudian dipasang alat
monitor, yaitu: EKG, sfignomanometer, saturasi oksigen perifer, alat dan
IOC, selanjutnya dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik,
tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung, nilai yang tertera pada IOC
saat mulai induksi.
9. Siapkan alat TCI, pilih model Schnider, masukkan data pasien sesuai
dengan kovariat yang diminta oleh mesin. Pilih propofol dan atur target
konsentrasi plasma 4 mcg/ml. Kemudian dilanjutkan dengan induksi
menggunakan propofol TCI plasma target 4 mcg/ml selanjutnya
dievaluasi kondisi induksi yaitu saat pasien tertidur sampai hilangnya
reflek bulu mata dan tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50.
lxxxi
Catat data TD sistolik, TD diastolik, TAR, Laju denyut jantung, saturasi
oksigen dan volume propofol yang sudah habis pada saat itu. Pencatatan
dilakukan oleh residen anestesi junior yang tidak terlibat secara
keseluruhan dalam penelitian ini, dan tidak mengetahui perlakuan yang
diterima oleh pasien.
10. Selanjutnya pasien diberikan suplemen analgesia fentanyl 2 mcg/kgbb,
Pasien kemudian kita ventilasi dan selanjutnya anestesi dapat berjalan
seperti biasa.
11. Selanjutnya konsentrasi propofol bisa diatur kembali dengan
mempertahankan nilai IOC 50, jika hemodinamik pasien turun, diberikan
loading cairan kristaloid dan kalau perlu diberikan ephedrine 5 mg bisa
diulang setiap 5 menit, sampai TAR minimal 20% dari nilai baseline. Jika
pasien mengalami hipotensi dan atau bradikardia saat induksi maka akan
dikeluarkan dari sampel penelitian.
12. Semua hasil pengukuran dapat dicatat pada lembar penelitian yang sudah
disediakan.
lxxxii
4.7.3 Bagan Alur Penelitian:
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian
Pasien bedah elektif yang akan
dilakukan Anestesi Umum
Memenuhi kriteria penerimaan
(eligeble)
Kelompok Klonidin
( K )
Kelompok Normal
Saline ( N )
Induksi dengan propofol TCI
Model Schnider Konsentrasi Plasma 4 mcg/ml
Tercapai kondis induksi ( reflek bulu mata hilang dan tercapai nilai IOC 50 )
Dilakukan pencatatan jumlah propofol dan catat TD serta laju denyut jantung
ANALISIS DATA
Pasang infus, prehidrasi, pasang alat monitor non invasive
(EKG, NIBP, Pulse Oksimetri)
Catat TD, Laju denyut jantung saat mulai induksi
Catat TD, Laju denyut jantung kondisi awal (baseline)
Randomisasi
lxxxiii
4.8 Analisis Statistik
Semua data di analisa statistik menggunakan SPSS versi 17.0 untuk
windows (SPSS ® Inc., Chicago,IL,USA) dengan tahapan sebagai berikut :
4.8.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis ini bertujauan untuk menggambarkan karakteristik sampel
penelitian berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk data dengan kriteria numerik
seperti umur, IMT, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, TAR, laju
denyut jantung, dosis rerata propofol akan dipresentasikan dalam rerata ± simpang
baku (SD). Untuk data dengan kriteria kategorikal seperti jenis kelamin
dipresentasikan dalam frenkwensi dan persentase (%). Karakteristik sampel
dengan variabel numerik dianalisis dengan menggunakan uji t tidak berpasangan
bila data berdistribusi normal. Bila data tidak berdistribusi normal maka dilakukan
analisis menggunakan uji Mann Whitney. Karakteristik sampel dengan variabel
kategorik dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.
4.8.2 Uji Normalitas Data
Untuk mengetahui distribusi atau sebaran data dari variabel tergantung pada
masing-masing kelompok perlakuan digunakan uji Saphiro Wilk. Jika nilai p >
0,05 maka data berdistribusi normal. Dan jika nilai p ≤ 0,05 maka data
berdistribusi tidak normal.
Uji homogenitas variant menggunakan uji Lavene’s test. Jika nilai p > 0,05
maka data dikatakan homogen dan jika nilai p ≤ 0,05 maka data tidak homogen.
lxxxiv
4.8.3 Analisis Beda Rerata
Perbandingan jumlah propofol, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung
antar kelompok dipresentasikan dalam rerata ± simpang baku (SD). Karakteristik
tadi dianalisis dengan uji parametrik unpaired independent t-test bila data
berdistribusi normal, sedangkan bila data tidak berdistribusi normal maka diuji
dengan uji Man Whitney test. Nilai p ≤ 0,05 ditetapkan sebagai makna signifikan.
lxxxv
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinik pada pasien yang menjalani
tindakan pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi Instalasi Bedah
Sentral RSUP Sanglah. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pasien ASA I
yang berumur 18 - 58 tahun, yang dilakukan anestesi umum dengan menggunakan
propofol sebagai agen induksi. Dilakukan perbandingan jumlah (dalam ml)
propofol yang terpakai saat tercapai target plasma, kondisi induksi saat hilangnya
reflek bulu mata dan saat tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50 dengan
menggunakan mesin TCI mode schnider dengan target plasma 4 mcg/ml dan
dilakukan perbandingan perubahan hemodinamik yang terjadi pada pasien yang
diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dengan NaCl 0,9%
intravena sebagai kontrol. Sampel diambil secara konsekutif random sebanyak 40
sampel, dimana 20 sampel untuk kelompok klonidin dan 20 sampel untuk
kelompok NaCl, dari seluruh jumlah sampel tidak ada yang dieksklusi.
5.1 Karakteristik sampel penelitian
Tabel 5.1 merupakan gambaran karakteristik sampel berdasarkan
kelompok perlakuan yaitu kelompok klonidin dan kelompok NaCl. Tujuan
penggambaran karakteristik sampel ini adalah untuk melihat apakah kedua
kelompok sudah sebanding (comparable) atau tidak.
lxxxvi
Tabel 5.1
Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Perlakuan Ditampilkan dalam
Bentuk Rerata (±SB) dan Frekwensi (%)
KARAKTERISTIK Kelompok
Klonidin
(n=20)
Kelompok
NaCl 0,9%
(n=20)
p
Umur (tahun) 35,7 ± 13,5 33,4 ± 13,3 0,603a
Tinggi badan (cm) 160,3 ± 7,7 163,4 ± 6,6 0,179b
Berat badan (kg) 59,1 ± 8,9 63,0 ± 10,6 0,221a
Index Masa Tubuh (kg/m2)
22,9 ± 2,5 23,3 ± 2,7 0,644b
Jenis kelamin (n (%))
Laki-laki
Perempuan
7 (35,0)
13 (65,0)
9 (45,0)
11 (55,0)
0,519c
Data ditampilkan dalam rerata ± simpang baku (SB), n(%). K : kelompok
klonidin, N : kelompok NaCl 0,9%, n: jumlah sampel, a = hasil uji Mann-
Whitney, b = hasil uji independent t test, c = hasil uji pearson Chi-Square test,
signifikan p ≤ 0,05
Data yang bersifat numerik seperti umur, berat badan, tinggi badan, indeks
massa tubuh, dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk rerata ±
SD. Data bersifat kategorikal seperti jenis kelamin, dianalisis secara deskriptif dan
ditampilkan dalam distribusi frekwensi dan proporsi. Kedua kelompok diuji
normalitasnya dengan uji Saphiro Wilk. Untuk perbandingan karakteristik sampel
dianalisis sesuai dengan analisis komparatif numerik 2 kelompok tidak
berpasangan yaitu digunakan uji t bila data berdistribusi normal, dan uji Mann
Whitney bila data tidak berdistribusi normal.
Karakteristik rerata umur pada kelompok klonidin sebesar 35,7 dengan
simpang baku 13,5 sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 33,4 dengan simpang
baku 13,3 dan pada uji statistik mann whitney perbedaan tersebut tidak bermakna
dengan nilai p 0,603. Karakteristik rerata berat badan pada kelompok klonidin
lxxxvii
sebesar 59,1 dengan simpang baku 8,9 sedangkan pada kelompok NaCl sebesar
63,0 dengan simpang baku 10,6 dan pada uji statistik mann whitney perbedaan
tersebut tidak bermakna dengan nilai p 0,221. Karakteristik rerata tinggi badan
pada kelompok klonidin sebesar 160,3 dengan simpang baku 7,7 sedangkan pada
kelompok NaCl sebesar 163,4 dengan simpang baku 6,6 dan pada uji statistik
independent t Test perbedaan tersebut tidak bermakna dengan nilai p 0,179.
Karakteristik rerata Index Masa Tubuh pada kelompok klonidin sebesar 22,9
dengan simpang baku 2,5 sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 23,3 dengan
simpang baku 2,7 dan pada uji statistik independent t Test perbedaan tersebut
tidak bermakna dengan nilai p 0,644. Karakteristik jenis kelamin pada kelompok
klonidin didapatkan proporsi laki-laki sedikit lebih rendah yaitu sebesar 35%
sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 45% dengan proporsi perempuan
sebesar 65% pada kelompok klonidin dan 55% pada kelompok NaCl, tetapi secara
statistik dengan uji Pearson’s chi square test kedua kelompok tersebut tidak
berbeda bermakna dengan nilai p 0,519. Dari data tabel 5.1 dapat disimpulkan
bahwa semua karakteristik pada masing-masing kelompok secara statistik tidak
ada perbedaan yang bermakna dengan nilai p > 0,05, jadi kedua kelompok sudah
sebanding (comparable).
lxxxviii
5.2 Uji normalitas data volume propofol pada masing-masing kelompok
perlakuan
Sebelum menilai perbandingan variabel, maka terlebih dahulu kita harus
melakukan uji nomalitas data pada masing-masing kelompok. Uji normalitas yang
digunakan adalah uji Saphiro Wilk. berdasarkan uji normalitas menggunakan
Saphiro Wilk didapatkan distribusi propofol yang habis saat tercapai konsentrasi
plasma 4 mcg/ml pada kelompok klonidin berdistribusi normal dengan nilai p
0,095, namun berbeda halnya pada kelompok NaCl data tidak berdistribusi normal
dengan nilai p 0,007, hal yang sama juga didapatkan pada saat hilangnya reflek
bulu mata dimana pada kelompok klonidin data berdistribusi normal dengan nilai
p 0,072, sedangkan pada kelompok NaCl data tidak berdistribusi normal dengan
nilai p < 0,001, demikian juga pada saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok
klonidin didapatkan data berdistribusi normal dengan nilai p 0,22 sedangkan pada
kelompok NaCl data tidak berdistribusi normal dengan nilai p 0,035 (seperti yang
ditunjukan pada tabel 5.2). Karena salah satu data tidak berdistribusi normal,
maka uji beda rerata yang digunakan adalah uji non parametric Mann Whitney.
Tabel 5.2
Uji Normalitas Data Volume Propofol pada Masing-masing Kelompok
Perlakuan
Variabel Kelompok Klonidin
Nilai p
Kelompok NaCl 0,9%
Nilai p
Saat tercapai kadar plasma 4
mcg/ml
0,095 0,007
Saat hilang reflek bulu mata 0,072 < 0,001
Saat tercapai nilai IOC 50 0,22 0,035 Uji Saphiro Wilk, nilai p ≥ 0,05 data berdistribusi normal
lxxxix
5.3 Perbandingan rerata volume propofol yang terpakai saat tercapai kadar
plasma, hilang refleks bulu mata dan tercapai nilai IOC 50
Pada tabel 5.3 ditampilkan data rerata volume propofol yang terpakai saat
tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/kgbb, saat hilangnya reflek bulu mata dan saat
tercapainya nilai IOC 50.
Tabel 5.3
Perbandingan Volume Rerata Propofol dalam Milliliter Berdasarkan
Kelompok Perlakuan
Variabel Kelompok Beda
rerata
p
Klonidin
(n=20)
NaCl 0,9%
(n=20)
Saat tercapai
kadar plasma 4
mcg/ml
2,5 ± 0,1
2,9 ± 0,5
0,4
0,001
Saat hilang
reflek bulu mata
4,5 ± 0,1
6,0 ± 1,3
1,5
<0,001
Saat tercapai
IOC 50 7,1 ± 0,5 10,5 ± 1,8 3,4 <0,001
Uji Mann-Whitney, data ditampilkan dalam rerata ± simpang baku (SB), K :
kelompok Klonidin, N : kelompok NaCl 0,9%, n = jumlah sampel, signifikan p ≤
0,05
Volume rerata propofol yang terpakai saat tercapai konsentrasi plasma 4
mcg/ml, pada kelompok klonidin lebih rendah 0,4 ml dibandingkan dengan
kelompok NaCl dan secara statistik perbedaan tersebut bermakna dengan nilai p
0,001. Volume rerata propofol yang terpakai saat hilangnya reflek bulu mata pada
kelompok klonidin lebih rendah 1,5 ml dibandingkan kelompok NaCl dan secara
statistik perbedaan ini bermakna dengan nilai p <0,001, demikian juga volume
rerata propofol yang terpakai saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin
xc
jauh lebih rendah yaitu sebesar 3,4 ml dibandingkan kelompok NaCl dan secara
statistik perbedaan tersebut bermakna signifikan dengan nilai p <0,001 (gambar
5.1).
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan volume propofol saat tercapai konsentrasi
Plasma (KP), hilang reflek bulu mata (BM) dan tercapai IOC 50 (IOC)
5.4 Perbandingan median dan variasi sebaran data volume propofol
berdasarkan kelompok perlakuan
Untuk menggambarkan perbandingan volume propofol yang terpakai saat
tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml, saat hilangnya reflek bulu mata dan
tercapai nilai IOC 50 antara kelompok klonidin dan NaCl serta variasi sebaran
data, maka kami gambarkan dalam bentuk diagram boxplot.
Rera
ta
vo
lum
e p
ro
pofo
l (
(ml)
konst plasma reflek BM nilai IOC
xci
Gambar 5.2 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat
tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml
Dari gambar 5.2, didapatkan data propofol saat tercapai konsentrasi
plasma 4 mcg/ml, nilai median pada kelompok klonidin adalah 2,54 ml, lebih
rendah daripada kelompok NaCl sebesar 2,64 ml, dengan variasi sebaran volume
propofol yang cukup lebar pada kelompok NaCl.
Gambar 5.3 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat
hilangnya reflek bulu mata
Vo
lum
e p
rop
ofo
l (m
l)
Vo
lum
e p
rop
ofo
l (m
l)
Klonidin 1 mcg/kgbb NaCl 0,9% Kelompok
Klonidin 1 mcg/kgbb NaCl 0,9% Kelompok
xcii
Dari gambar 5.3, didapatkan data median volume propofol saat hilangnya
reflek bulu mata pada kelompok klonidin sebesar 4,52 ml, jauh lebih rendah
daripada kelompok NaCl yaitu 5,48 ml, dengan variasi sebaran volume propofol
yang cukup lebar pada kelompok NaCl.
Gambar 5.4 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat
tercapai nilai IOC 50
Dari gambar 5.4, didapatkan data median volume propofol saat tercapai
nilai IOC 50 pada kelompok klonidin sebesar 6,92 ml jauh lebih rendah
dibandingkan kelompok NaCl yaitu 10,5 ml, dengan variasi sebaran volume
propofol yang cukup lebar pada kelompok NaCl.
Vo
lum
e p
rop
ofo
l (m
l)
Klonidin 1 mcg/kgbb NaCl 0,9% Kelompok
xciii
5.5 Perbandingan perubahan hemodinamik dari baseline sampai pada saat
mulai induksi dan saat tercapai nilai IOC 50
Analisa ini dimulai dengan melakukan perbandingan hasil pengukuran
variabel hemodinamik meliputi tekanan darah sistolik, diastolik, TAR dan laju
denyut jantung dari kondisi baseline, sampai pada saat mulai induksi dan saat
tercapai nilai IOC 50 pada masing-masing kelompok. Selanjutnya dicari beda
rerata perubahan pada variabel hemodinamik antara kedua kelompok untuk
selanjutnya dilakukan uji independent t test untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang bermakna berdasarkan karakteristik hemodinamik, data
selengkapnya ditampilkan pada tabel 5.4.
xciv
Tabel 5.4
Perbandingan Perubahan Hemodinamik dalam Persentase (%) dari Baseline
Sampai Pada Saat Induksi dan Saat Tercapai Nilai IOC 50 Berdasarkan
Kelompok Perlakuan
Perubahan
Hemodinamik
Kelompok
Klonidin
(n=20)
Kelompok
NaCl 0,9%
(n=20)
Beda
rerata
IK 95%
Nilai p
Sistolik
BL dengan MI
5,2 ± 4,2
0,8 ± 4,9
4,4
1,5 – 7,3
0,004
Diastolik
BL dengan MI
4,0 ± 5,7
1,0 ± 6,2
3,0
-0,8 – 6,9
0,112
TAR
BL dengan MI
5,0 ± 4,7
0,6 ± 3,6
4,4
1,7 – 7,1
0,002
Laju denyut jantung
BL dengan MI
6,7 ± 10,7
0,2 ± 5,3
6,5
1,3 – 1,9
0,019
Sistolik
BL dengan IOC 50
14,6 ± 4,3
9,6 ± 8,4
5,0
0,7 – 9,3
0,023
Diastolik
BL dengan IOC 50
16,5 ± 5,6
10,6 ± 9,6
5,9
0,9 –11,0
0,023
TAR
BL dengan IOC 50
17,1 ± 5,7
11,0 ± 7,2
6,1
2,0 –10,0
0,005
Laju denyut jantung
BL dengan IOC 50
18,9 ± 9,5
13,8 ± 8,1
5,1
-0,6 –10,7
0,077
Uji-t tidak berpasangan, data ditampilkan dalam rerata ± simpang baku (SB), n :
jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, BL : baseline, MI : mulai
induksi, IOC 50 : saat tercapai nilai IOC 50, signifikan p ≤ 0,05
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa persentase rerata penurunan tekanan
darah sistolik saat mulai induksi pada kelompok klonidin lebih besar yaitu 5,2%
dengan simpang baku 4,2% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 0,8% dengan
simpang baku 4,4%, dengan beda rerata 4,4% yang pada uji statistik perbedaan ini
berbeda bermakna dengan nilai p 0,004. Demikian juga saat tercapai nilai IOC 50
rerata penurunan sistolik pada kelompok klonidin sebesar 14,6% dengan simpang
baku 4,3% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 9,6% dengan simpang baku
8,4%, dengan beda rerata 5,0%, yang pada uji statistik didapatkan perbedaan yang
xcv
bermakna dengan nilai 0,023. Begitu pula persentase rerata penurunan diastolik
saat mulai induksi pada kelompok klonidin sebesar 4,0% dengan simpang baku
5,7% sedangkan pada kelompok NaCl 1,0% dengan simpang baku 6,2%, dengan
beda rerata 3,0%, yang pada uji statistik tidak berbeda bermakna dengan nilai p
0,112. Sedangkan persentase rerata penurunan tekanan diastolik saat tercapai nilai
IOC 50 pada kelompok klonidin terjadi penurunan sebesar 16,5% dengan simpang
baku 5,6% sedangkan pada kelompak NaCl sebesar 10,6% dengan simpang baku
9,6%, dengan beda rerata sebesar 5,9% dan pada uji statistik berbeda bermakna
dengan nilai p 0,023. Demikian juga pada karakteristik TAR didapatkan
penurunan persentase distribusi rerata TAR saat mulai induksi pada kelompok
klonidin sebesar 5,0% dengan simpang baku 4,7% sedangkan pada kelompok
NaCl sebesar 0,6% dengan simpang baku 3,6% dengan beda rerata 4,4% yang
pada uji statistik berbeda bermakna dengan nilai p 0,002, demikian juga saat
tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin sebesar 17,1% dengan simpang
baku 5,7% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 11,0% dengan simpang baku
7,2%, dengan beda rerata 6,1%, yang pada uji statistik didapatkan perbedaan yang
bermakna dengan nilai p dan 0,005. Hasil yang sama juga didapatkan pada
karakteristik laju denyut jantung terjadi penurunan rerata laju denyut jantung saat
mulai induksi pada kelompok klonidin sebesar 6,7% dengan simpang baku 10,7%
sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 0,2% dengan simpang baku 5,3%,
dengan beda rerata 6,5%, yang pada uji statistik berbeda bermakna dengan nilai p
0,019. Demikian juga saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin terjadi
penurunan laju denyut jantung sebesar 18,9% dengan simpang baku 9,5%
xcvi
sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 13,8% dengan simpang baku 8,1%,
dengan beda rerata 5,1%, pada uji statistik tidak berbeda bermakna dengan nilai p
0,077. Jadi dapat disimpulkan bahwa rerata untuk seluruh komponen
hemodinamik, baik sistolik, diastolik, TAR dan laju denyut jantung pada saat
mulai induksi dan tercapai IOC 50 seluruhnya memiliki rerata yang lebih rendah
dibandingkan baseline. Namun persentase rerata penurunan komponen
hemodinamik ini tidak melebihi 20% dari baseline.
5.6 Grafik perbandingan perubahan hemodinamik saat baseline dengan saat
mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50
Untuk menggambarkan perubahan tekanan darah sistolik, diastolik,
tekanan arteri rerata (TAR) dan laju denyut jantung saat baseline, mulai induksi
dan tercapai nilai IOC 50 digambarkan dalam bentuk grafik seperti dibawah ini:
xcvii
Gambar 5.5 Grafik perbandingan tekanan darah sistolik saat baseline (BL),
mulai induksi (MI) dan tercapai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl
Dari gambar 5.5 tampak bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik
pada saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan kondisi
baseline, dan penurunan lebih besar didapatkan pada kelompok klonidin
dibandingkan dengan kelompok NaCl, dengan nilai tekanan darah sistolik
terendah saat tercapai nilai IOC 50 sebesar 104 mmHg.
Gambar 5.6 Grafik perbandingan tekanan darah diatolik saat baseline
(BL), mulai induksi (MI) dan tercapai IOC 50 pada kelompok klonidin dan
NaCl
Rera
ta T
ek
an
an
Sis
toli
k
Kelompok
--- klonidin 1 mcg/kgbb
--- NaCl 0,9%
Sistolik BL Sistolik MI Sistolik IOC
Rera
ta T
ek
an
an
Dia
sto
lik
Kelompok
-- Klonidin 1 mcg/kgbb
-- NaCl 0,9%
Diastolik BL Diastolik IOC Diastolik MI
xcviii
Dari gambar 5.6 tampak bahwa terjadi penurunan tekanan darah diastolik
pada saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan kondisi
baseline, dan penurunan lebih besar didapatkan pada kelompok klonidin
dibandingkan dengan kelompok NaCl, dengan nilai tekanan darah diastolik
terendah saat tercapai nilai IOC 50 sebesar 62 mmHg.
Gambar 5.7 Grafik perbandingan TAR saat baseline (BL), mulai induksi
(MI) dan tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl
Dari gambar 5.7 tampak bahwa terjadi penurunan tekanan arteri rerata
pada saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan kondisi
baseline, dan penurunan lebih besar didapatkan pada kelompok klonidin
dibandingkan dengan kelompok NaCl, dengan nilai TAR terendah saat tercapai
nilai IOC 50 sebesar 75 mmHg.
Rer
ata
TA
R
(mm
Hg
)
Kelompok
klonidin 1 mcg/kgbb
NaCl 0,9%
TAR BL TAR MI TAR IOC
xcix
Gambar 5.8 Grafik perbandingan laju denyut jantung saat baseline (BL), mulai
induksi (MI), tercapai nilai IOC 50
Dari gambar 5.8 tampak terjadi penurunan laju denyut jantung saat mulai
induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan baseline, dan penurunan
lebih besar tampak pada kelompok klonidin dibandingkan kelompok NaCl,
dengan nilai denyut jantung terendah pada saat tercapai nilai IOC 50 pada
kelompok klonidin yaitu 65x/menit sedangkan pada kelompok NaCl yaitu
71x/menit.
Rer
ata
laju
den
yu
t ja
ntu
ng
(x/m
nt)
HR BL HR MI HR IOC
Kelompok
klonidin 1 mcg/kgbb
NaCl 0,9%
c
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinik pada pasien yang menjalani
tindakan pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi Instalasi Bedah
Sentral RSUP Sanglah. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pasien ASA I
yang berumur 18 - 58 tahun, yang dilakukan anestesi umum dengan menggunakan
propofol sebagai agen induksi. Sampel diambil dengan konsekutif random
sebanyak 40 sampel, dimana 20 sampel untuk kelompok klonidin dan 20 sampel
untuk kelompok NaCl, dari seluruh jumlah sampel tidak ada yang dieksklusi.
6.1 Karakteristik sampel penelitian
Tujuan penggambaran karakteristik sampel ini adalah untuk melihat
apakah kedua kelompok sudah sebanding (comparable) atau tidak. Pada kedua
kelompok dilakukan uji normalitas data menggunakan uji saphiro wilk. Pada
variabel umur dan berat badan didapatkan data tidak berdistribusi normal,
selanjutnya dilakukan uji statistik mann witney didapatkan hasil tidak berbeda
bermakna dengan nilai p > 0,05. Pada variabel tinggi badan dan indek masa tubuh
didapatkan data berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji statistik
independent t test didapatkan hasil tidak berbeda bermakna dengan nilai p > 0,05.
Pada variabel jenis kelamin dilakukan uji statistik pearson chi square test
didapatkan hasil tidak berbeda bermakna dengan nilai p > 0,05. Jadi dapat
disimpulkan bahwa karakteristik kedua kelompok sudah sebanding (tabel 5.1).
ci
6.2 Penurunan dosis rerata propofol untuk induksi pada pemberian
premedikasi klonidin
Mekanisme klonidin untuk menurunkan dosis induksi propofol masih
belum diketahui dengan pasti, diperkirakan klonidin mempunyai kemampuan
untuk memodifikasi kanal kalium (potassium channels) di sistem saraf pusat
sehingga menyebabkan membran sel mengalami hiperpolarisasi sehingga
menurunkan aktivitas neuron (Stoelting, 2006). Klonidin mempunyai efek sadasi
dan analgesia sehingga dapat menurunkan kebutuhan akan obat anestesi intravena
maupun volatile (Stoelting, 2006). Klonidin akan mengaktivasi reseptor alpha-2
dan menimbulkan efek sedasi dengan menurunkan aktivitas simpatis dan tingkat
kesadaran sehingga pasien lebih tenang serta lebih mudah untuk dibangunkan dan
lebih kooperatif. Reseptor alpha-2 paling banyak didapatkan di batang otak yaitu
pada nukleus pontine locus ceruleus yang merupakan sumber sistem saraf
simpatis dari forebrain dan merupakan pusat kewaspadaan. Efek sedasi dari obat
golongan agonis alpha-2 adrenoseptor oleh karena reflek inhibisi terhadap nukleus
pontine locus ceruleus tersebut (Nelson dkk., 2003).
Pada penelitian ini didapatkan rerata volume propofol yang diperlukan
untuk induksi lebih rendah pada kelompok yang diberikan premedikasi klonidin 1
mcg/kgbb intravena 10 sampai 20 menit sebelum induksi jika dibandingkan
dengan kelompok yang diberikan NaCl 0,9%. Jumlah volume propofol yang
diperlukan tampak lebih rendah, didapatkan mulai dari tercapai konsentrasi
plasma 4 mcg/ml yaitu 2,5 ml ± 0,1 ml (p 0,001), hilangnya reflek bulu mata 4,5
ml ± 0,1 ml (p<0,001) dan saat tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50
cii
sebesar 7,1 ml ± 0,1 ml (p<0,001), dan secara statistik perbedaan ini berbeda
bermakna (tabel 5.3). Sesuai dengan model farmakokinetik dari TCI (Target
Controlled Infusion) dimana tubuh dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu
kompartemen sentral (plasma), kompartemen yang high perfusi (otak) dan
kompartemen perifer, yang mana obat pertama kali akan didistribusikan ke
kompartemen sentral (plasma). Model farmakokinetik ini merupakan model
matematis yang digunakan untuk memperkirakan konsentrasi plasma setelah
pemberian dosis bolus atau infus kontinyu, dengan memperhitungkan lean body
mass. Obat propofol sangat baik digambarkan menggunakan model tiga
kompartemen ini. Klonidin akan menurunkan volume distribusi dari propofol,
klonidin juga akan menurunkan hepatic clearance, hal ini akan menyebabkan
jumlah obat yang berpindah dari kompartemen sentral akan berkurang, sehingga
konsentrasi plasma akan lebih cepat tercapai dan dosis (volume) propofol yang
diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma menjadi lebih kecil. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Morris J dkk., 2005, pada pemberian premedikasi klonidin
3 mcg/kgbb per oral pada pasien yang menjalani operasi vaskuler didapatkan
kebutuhan propofol yang lebih rendah saat induksi maupun durante operasi, hal
ini dikatakan karena efek farmakokinetik karena didapatkan konsentrasi aktual
plasma propofol (actual consentration propofol plasma) lebih tinggi dibandingkan
predicted consentration propofol plasma. Demikian juga hasil penelitian Upton R,
dkk (1999), Kazama T, dkk (2001).
Klonidin akan berikatan dengan reseptor alpha-2A pada nukleus pontine
locus ceruleus, ikatan ini akan menyebabkan reflek inhibisi pada nukleus tersebut.
ciii
Nukleus pontine locus ceruleus ini berhubungan dengan proses fisiologis yang
luas termasuk regulasi bangun dan tidur. Nukleus ini dihambat oleh obat alpha-2
adrenergik agonis melalui suatu mekanisme yang dimediasi oleh G-protein yang
menyebabkan inhibisi adenylate cyclase, ikatan klonidin terhadap reseptor alpha-2
memediasi efek sedasi dan menurunkan aktivitas simpatis dan tingkat kesadaran,
sehingga pasien lebih tenang dan lebih mudah dibangunkan menjadi sadar penuh.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Agrawal M, 2014 yang mendapatkan bahwa
premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena akan memberikan efek sedasi yang
adekuat, dan menurunkan dosis induksi propofol sampai 26,7%. Pada penelitian
ini didapatkan penurunan rerata dosis induksi propofol sampai tercapai kedalaman
anestesi pada nilai IOC 50 yaitu sebesar 32,3%, hal ini dapat disebabkan antara
lain oleh karena karakteristik sampel dari penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya, dimana pada penelitian ini didapatkan sampel dengan rerata umur
yang lebih muda dan penggunaan TCI sebagai alat induksi yang mempunyai
akurasi dan presisi yang lebih baik dalam pengaturan dosis propofol dibandingkan
dengan MCI yang digunakan pada penelitian sebelumnya.
6.3 Perubahan hemodinamik saat induksi
Klonidin sebagai obat premedikasi mempunyai batas keamanan (safety
margin) yang ideal digunakan di anestesi. Klonidin memiliki efek terhadap
hemodinamik, dimana pada tingkat supraspinal akan mempengaruhi nukleus
traktus solitarius medula oblongata mengaktifkan adrenoreseptor post sinaps alfa
civ
2 dan mengaktivasi ikatan imidazole nor adrenergik pada nukleus retikular lateral
mengakibatkan penurunan tonus simpatis efferent sehingga akan menyebabkan
penurunan tekanan darah dan tonus vaskuler di jantung, ginjal dan vaskuler
perifer. Klonidin pada tingkat perifer bekerja pada adrenoreseptor alfa 2 presinaps
mengurangi pelepasan norepinefrin pada terminal saraf simpatis sehingga
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada
jantung. Efek supraspinal dan perifer ini melawan efek vasokonstriksi perifer
akibat perangsangan langsung pada reseptor alfa 2 dan 1 dari klonidin (Eisenach
dkk., 1996). Klonidin menurunkan denyut jantung melalui dua mekanisme yaitu
inhibisi dari pelepasan nor epinefrin pre sinap didaerah neuroreseptor junction dan
melalui efek vagomimetik.
Pada penelitian ini, didapatkan penurunan tekanan darah sistolik 5,2%,
tekanan diastolik 4%, tekanan arteri rerata 5% dan laju denyut jantung 6,7%
setelah pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 sampai 20 menit
sebelum induksi. Demikian juga terjadi perubahan hemodinamik dari saat mulai
induksi dengan propofol sampai dengan saat tercapai nilai IOC 50, yang mana
didapatkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 14,6% (rerata TD sistolik
104 mmHg), tekanan diastolik 16,5% (rerata TD diastolik 62 mmHg), tekanan
arteri rerata 17,1% (rerata TAR 75 mmHg) dan laju denyut jantung 18,9% (rerata
laju denyut jantung 65 x/mnt). Sedangkan pada kelompok NaCl didapatkan
penurunan tekanan darah sistolik 9,6% (rerata TD sistolik 113 mmHg), tekanan
diastolik 10,6% (rerata TD diastolik 69 mmHg), tekanan arteri rerata 11% (rerata
TAR 83 mmHg) dan laju denyut jantung 13,8% (rerata laju denyut jantung 71
cv
x/mnt). Terjadi perubahan hemodinamik pada kedua kelompok, dimana
didapatkan penurunan TAR secara signifikan pada kelompok klonidin, pada saat
mulai induksi sampai pada saat tercapai nilai IOC 50. Didapatkan penurunan
rerata laju denyut jantung secara signifikan pada kelompok klonidin pada saat
mulai induksi, tetapi tidak didapatkan perbedaan rerata laju denyut jantung pada
saat tercapai nilai IOC 50 antara kelompok klonidin maupun kelompok NaCl
(tabel 5.3). Hal ini dapat disebabkan karena efek klonidin dan propofol bersifat
sinergis sama-sama mendepresi sistem kardiovaskuler. Klonidin pada tingkat
supraspinal mempengaruhi nukleus di batang otak mengaktifkan adrenoreseptor
postsinaps alfa 2 dan mengaktivasi ikatan imidazole noradrenergik pada nukleus
retikular lateral mengakibatkan pengurangan tonus simpatis. Klonidin pada
tingkat perifer bekerja pada adrenoreseptor alfa 2 presinaps mengurangi pelepasan
norepinefrin pada terminal saraf simpatis sehingga menyebabkan dilatasi
pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada jantung. Efek mayor
propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan darah arteri
akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik (inhibisi aktivitas
vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload. Walaupun terjadi
penurunan hemodinamik saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50, namun
penurunan yang terjadi tidak melebihi 20% dari baseline dan secara klinis tidak
memberikan dampak yang bermakna, pada penelitian ini tidak didapatkan
kejadian hipotensi maupun bradikardia baik saat induksi, durante operasi maupun
pascaoperasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Bijoy K, dkk.,2012, pada
pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 menit sebelum induksi,
cvi
tidak didapatkan kejadian hipotensi (TD <30% baseline) maupun bradikardia
(HR< 45x/mnt) saat induksi, durante maupun pascaoperasi. Demikian juga
dengan hasil penelitian Taittonen M dkk, 1997, pada penelitianya mendapatkan
penurunan tekanan darah sistolik sebesar 11% dan tekanan darah diastolik sebesar
15% pada pemberian premedikasi klonidin 4,5 mcg/kgbb intramuskuler 30-45
menit sebelum induksi. Namun hal ini berbeda dengan hasil penelitian Altan A,
dkk.,2005, pada pemberian premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb intravena 15 menit
sebelum induksi yang dilanjutkan dengan maintenance 2 mcg/kgbb/jam intravena
pada pasien yang menjalani operasi tulang belakang, didapatkan kejadian
hipotensi dan bradikardia yang bermakna. Demikian juga pada penelitian Morris J
dkk., 2005 pada pemberian premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb per oral 60 menit
sebelum operasi didapatkan kejadian hipotensi sampai 22% dan bradikardia
sebesar 21%. Perbedaan kejadian hipotensi maupun bradikardia yang didapatkan
bisa disebabkan karena perbedaan dosis dan cara pemberian klonidin, dimana
pada penelitian ini digunakan dosis yang lebih kecil dari penelitian sebelumnya.
Secara umum disepakati bahwa tekanan arteri rerata (TAR) hingga 50 mmHg atau
penurunan TAR sebesar 30 % dikatakan aman bagi pasien ASA I dan perubahan
tekanan darah dan laju denyut nadi tidak boleh melebihi 20% dari baseline pada
penderita dengan riwayat atau memiliki resiko iskemia jantung (Morgan dkk.,
2006; Stoelting dan Dierdof., 2002). Pada teknik anestesi hipotensi terkendali
(controlled hypotension) didefinisikan sebagai keadaan penurunan tekanan darah
sistolik hingga 80-90 mmHg, penurunan tekanan arteri rerata (TAR) hingga 50-65
mmHg, atau penurunan sebesar 30 % dari TAR baseline masih dikatakan aman
cvii
bagi aliran darah cerebral serta koroner. Pada penelitian ini dipilih menggunakan
sampel dengan status fisik ASA 1 yaitu pasien sehat fisik tanpa kelainan penyakit
sistemik, dengan pertimbangan untuk mengetahui perubahan hemodinamik yang
terjadi setelah pemberian obat klonidin dan juga propofol yang sama-sama
memberikan efek depresi terhadap sistem kardiovaskuler, sehingga diharapkan
diketahui besaran perubahan yang terjadi sehingga dapat menjadi pertimbangan
untuk penggunaanya pada pasien-pasien dengan status fisik ASA yang lebih
tinggi (ASA 2 atau pasien dengan hipertensi terkontrol), untuk menurunkan resiko
morbiditas akibat hipotensi maupun bradikardia yang mungkin terjadi.
Dari hasil penelitian ini didapatkan perubahan TAR pada saat tercapai
kedalaman anestesi pada nilai IOC 50, pada pasien yang diberikan premedikasi
klonidin 1 mcg/kgbb intravena sebesar 17,1% dibandingkan saat baseline,
perubahan ini masih dalam rentang aman untuk pasien-pasien dengan status fisik
ASA 1 dan ASA 2 (pasien dengan hipertensi terkendali atau pasien dengan
riwayat atau memiliki resiko iskemia jantung).
6.4 Kelemahan penelitian
Adapun kelemahan pada penelitian ini yaitu alat monitoring hemodinamik
yang dipergunakan monitor non invasive sehingga memerlukan waktu beberapa
saat untuk mendapatkan hasil pengukuran, berbeda halnya apabila digunakan alat
monitoring invasive maka perubahan hemodinik yang terjadi dapat diamati setiap
saat (detik demi detik).
cviii
cix
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 SIMPULAN
Pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 sampai 20 menit
sebelum induksi dapat menurunkan dosis induksi propofol sampai 32,3% dan
dapat menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi.
7.2 SARAN
1. Klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat digunakan sebagai premedikasi
untuk menurunkan dosis induksi propofol.
2. Mengingat manfaat klonidin yang cukup banyak perlu kiranya dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pengurangan dosis rumatan propofol,
stabilitas hemodinamik durante operasi, kualitas analgesia durante dan
pascaoperasi, serta kemampuan untuk mencegah PONV dan shivering
pascaoperasi.
cx
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal M, Asthana V, Sharma J. 2014. Efficacy Of Intravenous Midazolam
Versus Clonidine As Premedication On Bispectral Index Guided Propofol
Induction Of Anesthesia In Laparoscopic Cholecystectomy: A
Randomizied Control Trial. Anest Essays Res; 8:302-6.
Altan A, Turgut N, Yildiz F, Türkmen A, Ustün H. Effect of magnesium sulphate
and clonidine on propofol consumption, haemodynamics and post
operative recovery. Br J Anaesth. 2005;94:438–41.
Aun, C. dan Major, E. 1984. The Cardiorespiratory Effect of ICI 35868 in Patient
s with Valvular Heart Disease. Anaesthesia, 39 (11): 1096-1100.
Bohrer H, 1990. Clonidine As a Sedative Adjunct in Intensive Care. Intensive
Care Medicine. 16: 265-6.
Bharti N, Dontukurthy S, Bala I, Singh G. 2013. Postoperative Analgesic Effect of
Intravenous (i.v) Clonidine Compare With Clonidine Administration in
Wound Infiltration For Open Cholecystectomy.British Journal of
Anesthesia.pp1-6.
Bonhomme V, Maquet P, Phillips C, Plenevaux A, Hans P, Luxen A, Lamy M,
Laureys S. 2008. The Effect of Clonidine Infusion on Distribution of
Regional Cerebral Blood Flow In Volunteers.Anesthesia &
Analgesia;106:899-909.
Boulton T., Blogg C., 1994. Komplikasi dan bahaya anestesi: Anestesiologi. EEG.
Jakarta.Pp: 229-31.
Chandrashekaraiah, M. Upadya M, Jayachandran, Wali M. 2011. Effect Of
Clonidine Premedication On Hemodynamic Changes During
Laparoscopic Cholecystectomy-A Randomized Control Study. “ Applied
Cardiopulmonary Pathopysiolog 15: 91-98, 2011.
Clarke R.J.S., 1995. Intravenous Anaesthetic agent. Induction and Maintanance :
A Practise of Anesthesia. 6th
edition. Pp: 91-103.
Claeys, M.A., Gepts, E., dan Carnu, F. 1988. Haemodynamic Changes during
Anaesthesia Induced and Maintained with Propofol. Br J Anaesth, 60: 3-9.
Coates, D.P., Monk, C.R., Prys-Roberts, C., dan Turtle, M. 1987. Hemodynamic
Effect of Infusions of the Emulsion Formulation of Propofol during
Nitrouss Oxide Anesthesia in Human. Anesth Analg, 66 (1): 64-70.
cxi
Eberhart L, Novatchkov N, Schicker T, Georgieff M, Baur C. 2000. Clonidine
Compare To Midazolam For Intravenous Premedication For Ambulatory
Procedure. A Controlled Double Blind Study in ASA 1 Patients.
Anesthesiologie, Intensivmedezine, Notfallmedizin, SChemerztherapie.
El-Beheiry, H., Kim, J., Milne, B. dan Seegobin, R. 1995. Prophylaxis Against the
Systemic Hypotension Induced by Propofol during Rapid-Sequence
Intubation. Can J Anaesth, 42 (10): 875-878.
Fehr S.B., Zalunardo M.P., Seifert B, Rentsch K.M., Rohling R.G., Pasch T.,
Spahn D.R. 2001. Clonidine Decrease Propofol Requirements During
Anesthesia: Effect on Bispectral Index.British Journal of
Anesthesia;86:627-32.
Freidberg B.L., Sigl.J.C.2000. Clonidine Premedication Decreases Propofol
Consumption During Bispectral Index (BIS) Monitored Propofol-Ketamine
Technique for Office-Bases Surgery.Dermatol Surg;26:848-52.
Goyagi T, Tanaka M, Nishikawa T.1999. Oral Clonidine Premedication Reduces
Induction Dose and Prolongs Awakening Time From Propofol-Nitrous
Oxide Anesthesia. Canadian Journal of Anesthesia;46(9):894-96.
Goyagi T, Tanaka M, Nishikawa T.2000. Oral Clonidine Premedication Reduces
Propofol Requirement for Laryngeal Mask Airway Insertion. Canadian
Journal of Anesthesia;47(7):627-30.
Guglielminotti J, Descraques C, Petitmaire S, Almenza L, Grenapi O, Mantz J.
1998. Effect of Premedication on Dose Requirements for Propofol:
Comparison of Clonidine and Hydroxyzine.British Journal of
Anesthesia;80:733-36.
Hall J.E., Uhrich T.D., Ebert T.J. 2001. Sedative, Analgesia and Cognitive of
Clonidine Infusion in Human.British Journal of Anesthesia;86(1):5-11.
Honan DM, Breen PJ et al., Decrease in Bispectral Index Preceding
Intraoperative Hemodynamic Crisis Evidence of Acute Alteration of
Propofol Pharmacokinetic, Anesthesiology 2002;97:1303-5
Hug, C.C., McLeskey, C.H., Nahrwold, M.I., Roizen, M.F., Stanley, T.H., dan
Thisted, R.A. 1993. Hemodynamic Effects of Propofol: Data from Over
25,000 patients. Anesth Analg, 77: 21-29.
Ip Yam P.1992. Clonidine in The Treatment of Alcohol Withdrawal in The
Intensive Care Unit. British Journal of Anesthesia; 68:106-8.
cxii
Kumari I, Naithni U, Bedi V, Gupta S, Gupta R, Bhuie. 2012. Comparison of
Clonidine VersusMidazolam in Monitored AnesthesiaCareDuring ENT
Surgery-A prospective, Double blind, Randomized Clinical Study. Anesth
Pain & Intensive Care; 16(2):157-64.
Kulka PJ, Tryba M, Sczepanski U, Zenz M. Does clonidine modify the hypnotic
effect of propofol? Anaesthesist. 1993;42:630–7.
Lee J, Lovell A.T, Parry M.G, Glaisyer H.R, Bromley L.M. 1999. I.V. Clonidine:
Does it Work as a Hypotensive Agent With Inhalation Anesthesia?. British
Journal of Anesthesia;82(4):639-40.
Lepage, J.Y.M., Pinaud, M.L., Helias, J.H., Cozian, A.Y., Le-Normand, Y. dan
Souron, R.J. 1991. Left Ventricular Performance during Propofol or
Methohexital Anesthesia: Isotopic and Invasive Cardiac Monitoring.
Anesth Analg, 73: 3-9.
Mangku G, Senapathi T. 2010. Buku Ajar Anestesi dan Reanimasi, cetakan 1.
Jakarta; Indeks Jakarta.
Monk, C.R., Coates, D.P., Prys-Roberts, C., Turtle, M.J. dan Spelina, K. 1987.
Haemodynamic Effects of Prolonged Infusion of Propofol as A Suplement
to Nitrous Oxide Anaesthesia: Studies in Association with Peripheral
Arterial Surgery. Br J Anaesth, 59: 954-960.
Morris J, Acheson M, Reeves M, Myles P.S. 2005. Effect Clonidine Pre-
Medication on Propofol Requirments During Lower Extremity Vascular
Surgery : A Randomized Controlled Trial. British Journal Of Anesthesia;
95(2): 183-8.
Morgan, Mikhail, Murray. 2002. Clinical Anesthesiology. Third Edition.
McGraw-Hill, Philadelphia.218-219.
Moss J, Renz C.L. 2005.The Autonomic Nervous System. Anesthesia. Sixth
Edition. Ronald Miller(Ed), Churchill-Livingston,Philadelphia.pp.650-1.
Muzi, M., Berens, R.A., Kampine, J.P. dan Ebert, T.J. 1992. Venodilation
Contributes to Propofol Mediated Hypotension in Humans. Anesth Analg,
74: 877-883.
Naidoo D., Target Controlled Infusions, University of Kwazulu-Natal, 2011
Ozer Z, Ozturk C, Altukan A, Cinel I dan Oral U, 2002, Inhibition of bacterial
growth by lignocaine in propofol emulsion.Anaesthesia Intensive Care
2002; 30: 179-82.
Panda K.B., Singh P, Marne S, Pawar A, Keniya V, Ladi S, Swami S. 2012. A
Comparison Study of Dexmedetomidine Vs Clonidine for Sympathoadrenal
cxiii
Response, Perioperative Drug Requirements and Cost Analysis.Asian
Pacific Journal of Tropical Disease:1-6.
Prabhar Kumar Sinha, Thomas Koshy, Monitoring Devices for Measuring the
Depth of Anesthesi; Indian Journal Of Anesthesia 2007;51(5): 365-381
Reich DL , Sabera MA, dan Hossain MD,dan kawan-kawan, 2005, .Predictors of
hypotension after induction of general anesthesia .Anesth Analg
2005;101:622-28
Rosant S, Nkiko G, Lauwick S, Kaba A, DeRoover A, Joris J. 2006. Clonidine on
Propofol and Remifentanyl Requirement Using BIS Score and A-LineARX
(AAI)Index During Laparoscopic Gastric Bypass in Onese Patient.BJA.
96: 353-60.
Robinson BJ, Ebert TJ, O’Brien TJ, Colinco MD dan Muzi M, 1997, Mechanisms
whereby propofol mediates peripheral vasodilation in humans.
Sympathoinhibition or direct vascular relaxation? Anesthesiology
1997;86:64-72.
Santoso, H., Sardjono, 2003. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakolgi
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Hal: 197-200.
Singh. V, 2005, Prophylactic use of Ephedrine to Attenuate The Haemodynamic
responses to Propofol : A Prospective Randomized, Double Blind
Comparative trial, Indian J. Anaesth, 2005; 49 (5): 409-412
Siaw, S.I., 1994. Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi. PT. Dabara Bengawan.
Stoelting, R.K. dan Hillier, S.C. 2006. Pharmacology and Physiology In
Anesthetic Practice. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Sugiarto Adhrie, Panduan praktis total intravenous anesthesia dan target
controlled infusion, 2012;27-42
Theilen H, Adam S, Albrecht M dan Ragaller M, 2002, Propofol in a medium-
and longchain triglyceride emulsion: Pharmaclogical characteristics and
potential beneficial effects. Anesth Analg 2002; 95: 923-9.
WU CC, Lin CS et al., Bispektral Index Monitoring During Hypoglycemia Coma,
J Clin Anesth 2002;14:305-6.
Xuan, Y.T. dan Glass, P.S. 1996. Propofol Regulation of Calcium Entry Pathways
in Cultured A10 and Rat Aortic Smooth Muscle Cells. Br J Pharmacol, 117
(1): 5-12.
Yokota S, Komatsu T, Yano K, Taki K, Shimada. 1998. Effect of Oral Clonidine
Premedication on Hemodynamic Response During Sedated Nasal
Fiberoptic Intubation. Nagoya J.Med.Sci.61:47-52.
cxiv
Yususke Kasuya, Raghavendra Govinda et al., The Correlation Between
Bispectral Index and Observational Sedation Scale in Volunteers Sedated
With Dexmedetomidine and Propofol, Anesthesia Analgesia,
2009;109:811-5
cxv
Lampiran 1
Lampiran 2
cxvi
cxvii
Lampiran 3
Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Juli
2014
Agust
2014
Sept
2014
Okt
2014
Nov
2014
Des
2014
Jan
2015
Feb
2015
Mar
2015
1. Pembuatan
Proposal
2. Seminar
Proposal
3. Koreksi/Ijin
Penelitian
4. Pelaksanaan
Penelitian
5. Pengolahan data
6. Seminar hasil
7. Penyempurnaan
hasil
8. Ujian Tesis
9. Penyempurnaan
Tesis
cxviii
Lampiran 4
RINCIAN INFORMASI
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA
MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA
KESTABILAN HEMODINAMIKA SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG
DILAKUKAN ANESTESI UMUM DI RSUP SANGLAH DENPASAR 2014
Di Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RS Sanglah saat ini akan dilakukan
penelitian tentang pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek premedikasi klonidin terhadap
kebutuhan dosis rerata propofol untuk mencapai keadaan induksi, dan kestabilan
terhadap hemodinamik saat induksi. Pada penelitian ini menggunakan obat
propofol sebagai obat induksi dengan menggunakan suatu mesin yang disebut
TCI untuk mencapai keadaan induksi dengan monitoring tingkat kesadaran
menggunakan alat IOC (target IOC 50) pada pasien yang akan menjalani
pembedahan dengan anestesi umum. Sehubungan dengan itu kami mengajak
saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Apabila saudara setuju, saudara akan diikutsertakan dalam penelitian ini.
Sebelum saudara dilakukan pembiusan umum ( bius total), saudara akan diberikan
cairan infus Ringer Laktat 10 ml/kgbb untuk menggantikan cairan puasa selama
20 menit dan diberikan obat premedikasi yaitu klonidin dengan dosis 1 mcg/kgbb
atau NaCl 0,9% (normal saline) yang diberikan melalui fasilitas infus
menggunakan syringe pump selama 10 menit yang diberikan di ruang persiapan.
cxix
Sesampainya di kamar operasi, saudara akan ditidurkan atau dibuat tidak sadar
dengan memberikan induksi obat propofol (obat yang sudah lazim digunakan
dalam pembiusan umum untuk membuat pasien tertidur dalam). Obat ini
dimasukkan menggunakan suatu mesin berteknologi modern dan aman yang
dikenal dengan mesin TCI. Mesin ini merupakan mesin yang dirancang
menggunakan tehnik computer, untuk memasukkan obat anestesi dengan tingkat
keamanan yang tinggi. Sebelum digunakan, mesin ini akan di atur terlebih dahulu
dengan memasukkan data-data pasien seperti umur, berat badan dan tinggi badan.
Setelah itu, mesin akan menghitung secara otomatis dosis obat yang akan
digunakan sehingga akan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan kelebihan
dosis obat anestesi.
Apabila saudara bersedia ikut serta dalam penelitian ini kami ucapkan terima
kasih, tidak akan ada tambahan biaya diluar biaya perawatan yang seharusnya,
dan kerahasiaan identitas saudara akan kami jaga dengan cara mencantumkan
hanya inisial saja. Sedangkan jika saudara tidak bersedia ikut serta dalam
penelitian ini maka saudara akan tetap kami berikan pelayanan sebagaimana
mestinya. Demikian kami sampaikan penjelasan ini dan atas kesediannya, kami
ucapkan terima kasih. Jika saudara memerlukan informasi lebih lanjut, dapat
menghubungi kami di nomor telepon 081337780718
Terima kasih.
Hormat kami,
Peneliti
(dr.I Wayan Gede Nadiyasa)
cxx
Lampiran 5
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UJI KLINIK
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : …………………………………………………
Umur : …………………………………………………
Jenis kelamin : …………………………………………………
Alamat : …………………………………………………
Pekerjaan : …………………………………………………
Nomor Telp : …………………………………………………
No.KTP/SIM : …………………………………………………
Dengan ini menyatakan telah mengerti dengan Informed Consent yang telah
dijelaskan dan dengan suka rela setuju untuk mengikuti penelitian yang berjudul:
Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena menurunkan dosis induksi
propofol dan menjaga kestabilan hemodinamik saat induksi pada pasien
yang dilakukan anestesi umum di RSUP Sanglah 2014, serta bersedia berperan
serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati
dalam penelitian tersebut diatas.
Demikianlah surat ini kami buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari
pihak manapun
Denpasar, 2014
Peneliti, Peserta uji klinik
(dr. I Wayan Gede Nadiyasa) (……………………………….)
Saksi: 1. Pihak keluarga (…………………………….....)
2. Pihak RSUP Sanglah (……………………………….)
cxxi
Lampiran 6
LEMBAR PENELITIAN
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA
MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA
KESTABILAN HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN
YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM DI RSUP SANGLAH
Data Umum
1. No.Rekam Medis : ...................................No.sampel : ....................................
2. Nama pasien : .............................................................................................
3. Umur : ............................................................................................
4. Jenis kelamin : ............................................................................................
5. Berat Badan : …………kg
6. Tinggi Badan :……….....cm
7. BMI : …………kg/m2
8. Diagnosa : .............................................................................................
9. Status fisik ASA : .............................................................................................
10. Tanggal operasi : ...........................................................................................
11. Tehnik anestesi : ............................................................................................
Prosedur Kerja
Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
13. Setelah pasien berada di ruang persiapan kamar operasi, dilakukan
pencatatan kembali identitas pasien, dipasang alat monitor yaitu: EKG,
sfignomanometer, saturasi oksigen perifer kemudian dilakukan
cxxii
pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata, laju
denyut jantung dan saturasi oksigen.
14. Pasien dipasang akses intravena dengan kateter vena nomor G18, dan
diberikan cairan rehidrasi dengan cairan kristaloid Ringer Laktat 10
ml/kgbb dalam 20 menit.
15. Pasien diacak secara random dengan teknik permuted block
randomisation untuk menentukan subyek penelitian masuk kelompok
perlakuan klonidin (A) atau perlakuan normal salin (B). Digunakan
amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan
diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan, (Obat disiapkan
oleh residen junior (semester satu atau tiga).
16. Siapkan masing-masing untuk kelompok A, klonidin 1 mcg/kgbb
dilarutkan dalam NaCl 0,9 % menjadi 20 mL dalam spuite 20 mL.
Sedangkan pasien kelompok B, diberikan NaCl 0,9% volume 20 mL
dalam spuite 20 mL. Selanjutnya pasien diberikan premedikasi diruang
persiapan sesuai dengan kelompok perlakuan, premedikasi diberikan
secara bolus intravena diberikan dalam 10 menit.
17. Selanjutnya dilakukan pengukuran TD sistolik, diastolik, TAR, dan
saturasi oksigen pada 5 (lima) menit setelah diberikan premedikasi, hasil
pengukuran dicatat di lembar pengumpulan data.
18. Selanjutnya pasien diantar ke kamar operasi. Di kamar operasi pasien
dipasang alat monitor, yaitu: EKG, sfignomanometer, saturasi oksigen
perifer dan alat IOC, kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah
cxxiii
sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung, saturasi
oksigen dan alat IOC.
19. Siapkan alat TCI, pilih model Schnider, masukkan data pasien sesuai
dengan kovariat yang diminta oleh mesin (umur, BB, TB, jenis kelamin).
Pilih propofol dan atur target konsentrasi plasma 4 mcg/mL. Kemudian
dilanjutkan dengan induksi menggunakan propofol TCI plasma target 4
µg/mL selanjutnya dievaluasi kondisi induksi yaitu saat tercapai kadar
plasma 4 mcg/ml, pasien tertidur sampai hilangnya reflek bulu mata dan
tercapai kedalaman anestesi pada skala IOC 50. Catat data hemodinamik
pasien pada saat itu (TD sistolik, diastolik, TAR, Laju denyut jantung dan
saturasi) dan volume propofol yang sudah habis saat itu.
20. Selanjutnya pasien diberikan suplemen analgesia fentanyl 2 mcg/kgbb
intravena, Pasien kemudian kita ventilasi dan selanjutnya anestesi dapat
berjalan seperti biasa sesuai dengan teknik anestesi yang sudah
direncanakan.
21. Jika setelah tercapai nilai IOC 50, hemodinamik pasien turun (TD sistolik
< 90 mmHg, TAR turun lebih dari 20%), konsentrasi propofol bisa diatur
kembali, dapat diberikan loading cairan kristaloid dan kalau perlu
diberikan ephedrine 5 mg iv, bisa diulang setiap 5 menit, sampai TAR
minimal 20% dari basal, atau bila terjadi bradikardia (HR < 50x), pasien
diberikan sulfas atropine 0,5 mg iv dan pasien dikeluarkan dari sampel
penelitian. Semua hasil pemeriksaan dapat dicatat pada formulir yang
sudah disediakan.
cxxiv
Lampiran 7
LEMBAR DATA PENELITIAN
Data pasien di ruang persiapan
Keterangan Waktu
(Pk)
TD
(mmHg)
Nadi
(x/mnt)
TAR
(mmHg)
Saturasi
O2 (%)
Di ruang persiapan
( kondisi awal)
Saat mulai
Premedikasi
5 menit Setelah
Premedikasi
Data pasien di kamar operasi
Keterangan Waktu
(Pk)
TD
(mmHg)
Nadi
(x/mnt)
TAR
(mmHg)
Saturasi
O2 (%)
Skala
IOC
Saat mulai
induksi
Stadium
Induksi Waktu
(Pk)
TD
(mmHg)
Nadi
(x/mnt)
TAR
(mmHg)
Saturasi
O2 (%)
Jml
Propofol
(ml)
TCI plasma 4
mcg/ml
Hilang reflek
bulu mata
Tercapai nilai
IOC 50
Lampiran 8
LEMBAR MONITORING
DURANTE DAN PASCA OPERASI
cxxv
Keterangan Waktu
(pkl)
TD
(mmHg)
Nadi
(x/mnt)
TAR
(mmHg)
Saturasi
O2 (%)
Pasca induksi
10 menit
30 menit
60 menit
90 menit
Data Pasien Durante Operasi :
1. Jenis tindakan operasi :
2. Durasi Operasi : menit
3. Jumlah Perdarahan : ml
Data Pasien Pasca Operasi (di ruang PACU), pkl……..
Monitoring 5 menit 30 menit 60 menit 90 menit
TD (mmHg)
HR (x/mnt)
Catatan : Hipotensi bila TD sistolik < 90 mmHg, Bradikardi bila HR < 50x/mnt
cxxvi
Lampiran 9
Notes
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for
dependent variables are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any dependent
variable or factor used.
cxxvii
Syntax EXAMINE VARIABLES=umurth bbkg
tbcm bmikgm2 BY kelompok
/PLOT NPPLOT
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 0:00:08.892
Elapsed Time 0:00:09.438
kelompok
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Valid Missing
N Percent N
Umur (th) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
BB (Kg) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
TB (cm) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
cxxviii
BMI (Kg/m2) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Missing Total
Percent N Percent
Umur (th) Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
BB (Kg) Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
TB (cm) Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
BMI (Kg/m2) Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
Descriptives
kelompok Statistic Std. Error
Umur (th) Klonidin 1
mcg/kgBB
Mean 35.70 3.017
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 29.39
Upper Bound 42.01
cxxix
5% Trimmed Mean 35.61
Median 39.50
Variance 182.011
Std. Deviation 13.491
Minimum 18
Maximum 55
Range 37
Interquartile Range 27
Skewness -.147 .512
Kurtosis -1.347 .992
NaCl 0,9% Mean 33.35 2.970
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 27.13
Upper Bound 39.57
5% Trimmed Mean 33.00
Median 32.00
Variance 176.450
Std. Deviation 13.283
Minimum 18
Maximum 55
Range 37
cxxx
Interquartile Range 27
Skewness .190 .512
Kurtosis -1.450 .992
BB
(Kg)
Klonidin 1
mcg/kgBB
Mean 59.10 1.985
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 54.94
Upper Bound 63.26
5% Trimmed Mean 58.83
Median 60.00
Variance 78.832
Std. Deviation 8.879
Minimum 45
Maximum 78
Range 33
Interquartile Range 12
Skewness .283 .512
Kurtosis -.270 .992
NaCl 0,9% Mean 63.00 2.375
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 58.03
Upper Bound 67.97
5% Trimmed Mean 62.50
Median 65.00
cxxxi
Variance 112.842
Std. Deviation 10.623
Minimum 50
Maximum 85
Range 35
Interquartile Range 18
Skewness .356 .512
Kurtosis -.535 .992
TB (cm) Klonidin 1
mcg/kgBB
Mean 160.25 1.718
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 156.65
Upper Bound 163.85
5% Trimmed Mean 160.00
Median 158.50
Variance 59.039
Std. Deviation 7.684
Minimum 150
Maximum 175
Range 25
Interquartile Range 12
Skewness .341 .512
Kurtosis -1.107 .992
cxxxii
NaCl 0,9% Mean 163.35 1.478
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 160.26
Upper Bound 166.44
5% Trimmed Mean 163.39
Median 163.50
Variance 43.713
Std. Deviation 6.612
Minimum 150
Maximum 176
Range 26
Interquartile Range 9
Skewness .164 .512
Kurtosis -.102 .992
BMI (Kg/m2) Klonidin 1
mcg/kgBB
Mean 22.9400 .56977
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 21.7474
Upper Bound 24.1326
5% Trimmed Mean 22.9172
Median 23.4700
Variance 6.493
Std. Deviation 2.54811
Minimum 18.66
cxxxiii
Maximum 27.63
Range 8.97
Interquartile Range 4.12
Skewness -.191 .512
Kurtosis -.721 .992
NaCl 0,9% Mean 23.3245 .59836
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 22.0721
Upper Bound 24.5769
5% Trimmed Mean 23.3572
Median 23.8700
Variance 7.161
Std. Deviation 2.67596
Minimum 18.36
Maximum 27.70
Range 9.34
Interquartile Range 4.43
Skewness -.180 .512
Kurtosis -.727 .992
Tests of Normality
kelompok Kolmogorov-Smirnova
cxxxiv
Statistic df
Umur (th) Klonidin 1 mcg/kgBB .178 20
NaCl 0,9% .176 20
BB (Kg) Klonidin 1 mcg/kgBB .160 20
NaCl 0,9% .175 20
TB (cm) Klonidin 1 mcg/kgBB .203 20
NaCl 0,9% .151 20
BMI (Kg/m2) Klonidin 1 mcg/kgBB .126 20
NaCl 0,9% .181 20
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
Sig. Statistic df Sig.
Umur (th) Klonidin 1 mcg/kgBB .098 .889 20 .025
NaCl 0,9% .105 .889 20 .026
BB (Kg) Klonidin 1 mcg/kgBB .196 .969 20 .733
NaCl 0,9% .111 .902 20 .046
TB (cm) Klonidin 1 mcg/kgBB .031 .914 20 .075
NaCl 0,9% .200* .964 20 .623
cxxxv
BMI (Kg/m2) Klonidin 1 mcg/kgBB .200* .963 20 .601
NaCl 0,9% .086 .961 20 .573
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
NPar Tests
Notes
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
cxxxvi
Syntax NPAR TESTS
/M-W= umurth bbkg BY kelompok(1 2)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 0:00:00.015
Elapsed Time 0:00:00.015
Number of Cases Alloweda 98304
a. Based on availability of workspace memory.
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Umur (th) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 21.45 429.00
NaCl 0,9% 20 19.55 391.00
Total 40
BB (Kg) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 18.25 365.00
NaCl 0,9% 20 22.75 455.00
Total 40
Test Statisticsb
Umur (th) BB (Kg)
cxxxvii
Mann-Whitney U 181.000 155.000
Wilcoxon W 391.000 365.000
Z -.520 -1.224
Asymp. Sig. (2-tailed) .603 .221
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .620a .231
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
T-Test
Notes
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values are treated
as missing.
cxxxviii
Cases Used Statistics for each analysis are based
on the cases with no missing or out-of-
range data for any variable in the
analysis.
Syntax T-TEST GROUPS=kelompok(1 2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=tbcm bmikgm2
/CRITERIA=CI(.95).
Resources Processor Time 0:00:00.015
Elapsed Time 0:00:00.017
Group Statistics
kelompok N Mean
Std.
Deviation Std. Error Mean
TB (cm) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 160.25 7.684 1.718
NaCl 0,9% 20 163.35 6.612 1.478
BMI (Kg/m2) Klonidin 1 mcg/kgBB 20 22.9400 2.54811 .56977
NaCl 0,9% 20 23.3245 2.67596 .59836
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
cxxxix
F Sig. t df
TB (cm) Equal variances assumed 1.307 .260 -1.368 38
Equal variances not
assumed
-1.368 37.173
BMI (Kg/m2) Equal variances assumed .042 .839 -.465 38
Equal variances not
assumed
-.465 37.909
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
TB (cm) Equal variances assumed .179 -3.100 2.267
Equal variances not assumed .180 -3.100 2.267
BMI (Kg/m2) Equal variances assumed .644 -.38450 .82624
Equal variances not assumed .644 -.38450 .82624
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
cxl
TB (cm) Equal variances assumed -7.689 1.489
Equal variances not assumed -7.692 1.492
BMI (Kg/m2) Equal variances assumed -2.05715 1.28815
Equal variances not assumed -2.05728 1.28828
Crosstabs
Notes
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.
Cases Used Statistics for each table are based on all
the cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
cxli
Syntax CROSSTABS
/TABLES=jk teknikanestesi
jenisoperasi BY kelompok
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Resources Processor Time 0:00:00.015
Elapsed Time 0:00:00.014
Dimensions Requested 2
Cells Available 174762
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
J.K * kelompok 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
Teknik Anestesi * kelompok 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
Jenis Operasi * kelompok 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
J.K * kelompok
cxlii
Crosstab
kelompok
Klonidin 1
mcg/kgBB NaCl 0,9% Total
J.K Laki-laki Count 7 9 16
% within kelompok 35.0% 45.0% 40.0%
Perempuan Count 13 11 24
% within kelompok 65.0% 55.0% 60.0%
Total Count 20 20 40
% within kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .417a 1 .519
Continuity Correctionb .104 1 .747
Likelihood Ratio .418 1 .518
Fisher's Exact Test .748 .374
Linear-by-Linear Association .406 1 .524
N of Valid Cases 40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.
cxliii
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .417a 1 .519
Continuity Correctionb .104 1 .747
Likelihood Ratio .418 1 .518
Fisher's Exact Test .748 .374
Linear-by-Linear Association .406 1 .524
N of Valid Cases 40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Explore
Notes
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
cxliv
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for
dependent variables are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any dependent
variable or factor used.
Syntax EXAMINE VARIABLES=propofol_kp
propofol_bm propofol_ioc BY kelompok
/PLOT NPPLOT
/STATISTICS NONE
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 0:00:05.600
Elapsed Time 0:00:05.756
kelompok
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Valid Missing
N Percent N
Propofol_KP Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
cxlv
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Propofol_BM Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Propofol_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Missing Total
Percent N Percent
Propofol_KP Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
Propofol_BM Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
Propofol_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df
Propofol_KP Klonidin 1 mcg/kgBB .168 20
NaCl 0,9% .249 20
cxlvi
Propofol_BM Klonidin 1 mcg/kgBB .152 20
NaCl 0,9% .260 20
Propofol_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .238 20
NaCl 0,9% .154 20
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
Sig. Statistic df Sig.
Propofol_KP Klonidin 1 mcg/kgBB .142 .919 20 .095
NaCl 0,9% .002 .855 20 .007
Propofol_BM Klonidin 1 mcg/kgBB .200* .913 20 .072
NaCl 0,9% .001 .778 20 .000
Propofol_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .004 .885 20 .022
NaCl 0,9% .200* .896 20 .035
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Explore
Notes
cxlvii
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for
dependent variables are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any dependent
variable or factor used.
Syntax EXAMINE VARIABLES=propofol_kp
propofol_bm propofol_ioc BY kelompok
/PLOT NONE
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 0:00:00.000
cxlviii
Elapsed Time 0:00:00.000
kelompok
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Valid Missing
N Percent N
Propofol_KP Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Propofol_BM Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Propofol_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Missing Total
Percent N Percent
Propofol_KP Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
cxlix
Propofol_BM Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
Propofol_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
Descriptives
kelompok Statistic Std. Error
Propofol_KP Klonidin 1
mcg/kgBB
Mean 2.5245 .01243
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 2.4985
Upper Bound 2.5505
5% Trimmed Mean 2.5222
Median 2.5400
Variance .003
Std. Deviation .05558
Minimum 2.43
Maximum 2.66
Range .23
Interquartile Range .09
Skewness .131 .512
Kurtosis .651 .992
cl
NaCl 0,9% Mean 2.8710 .10592
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 2.6493
Upper Bound 3.0927
5% Trimmed Mean 2.8378
Median 2.6400
Variance .224
Std. Deviation .47369
Minimum 2.29
Maximum 4.05
Range 1.76
Interquartile Range .61
Skewness 1.133 .512
Kurtosis .447 .992
Propofol_BM Klonidin 1
mcg/kgBB
Mean 4.5470 .02923
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 4.4858
Upper Bound 4.6082
5% Trimmed Mean 4.5406
Median 4.5200
Variance .017
Std. Deviation .13071
cli
Minimum 4.39
Maximum 4.82
Range .43
Interquartile Range .19
Skewness .793 .512
Kurtosis -.345 .992
NaCl 0,9% Mean 5.9615 .28942
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 5.3557
Upper Bound 6.5673
5% Trimmed Mean 5.8567
Median 5.4750
Variance 1.675
Std. Deviation 1.29434
Minimum 4.38
Maximum 9.43
Range 5.05
Interquartile Range 1.26
Skewness 1.789 .512
Kurtosis 3.047 .992
Propofol_IOC Klonidin 1
mcg/kgBB
Mean 7.1245 .11564
95% Confidence Lower Bound 6.8825
clii
Interval for Mean Upper Bound 7.3665
5% Trimmed Mean 7.0889
Median 6.9200
Variance .267
Std. Deviation .51716
Minimum 6.38
Maximum 8.51
Range 2.13
Interquartile Range .62
Skewness 1.191 .512
Kurtosis 1.548 .992
NaCl 0,9% Mean 10.4975 .40646
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 9.6468
Upper Bound 11.3482
5% Trimmed Mean 10.3406
Median 10.5000
Variance 3.304
Std. Deviation 1.81772
Minimum 8.52
Maximum 15.30
Range 6.78
cliii
Interquartile Range 2.68
Skewness 1.038 .512
Kurtosis 1.029 .992
NPar Tests
notes
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
cliv
Syntax NPAR TESTS
/M-W= propofol_kp propofol_bm
propofol_ioc BY kelompok(1 2)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 0:00:00.000
Elapsed Time 0:00:00.000
Number of Cases Alloweda 87381
a. Based on availability of workspace memory.
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Propofol_KP Klonidin 1 mcg/kgBB 20 14.20 284.00
NaCl 0,9% 20 26.80 536.00
Total 40
Propofol_BM Klonidin 1 mcg/kgBB 20 11.50 230.00
NaCl 0,9% 20 29.50 590.00
Total 40
Propofol_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 10.50 210.00
NaCl 0,9% 20 30.50 610.00
Total 40
clv
Test Statisticsb
Propofol_KP Propofol_BM Propofol_IOC
Mann-Whitney U 74.000 20.000 .000
Wilcoxon W 284.000 230.000 210.000
Z -3.415 -4.871 -5.412
Asymp. Sig. (2-tailed) .001 .000 .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a .000
a .000
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Explore
Notes
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
clvi
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for
dependent variables are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any dependent
variable or factor used.
Syntax EXAMINE VARIABLES=sist_BL_MI
diast_BL_MI tar_BL_MI hr_BL_MI
sist_BL_IOC diast_BL_IOC tar_BL_IOC
hr_BL_IOC BY kelompok
/PLOT NPPLOT
/STATISTICS NONE
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 0:00:14.508
Elapsed Time 0:00:15.040
kelompok
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Valid Missing
N Percent N
clvii
sist_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
diast_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
tar_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
hr_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
sist_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
diast_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
tar_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
hr_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 100.0% 0
NaCl 0,9% 20 100.0% 0
Case Processing Summary
kelompok
Cases
Missing Total
Percent N Percent
clviii
sist_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
diast_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
tar_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
hr_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
sist_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
diast_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
tar_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
hr_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .0% 20 100.0%
NaCl 0,9% .0% 20 100.0%
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df
clix
sist_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .224 20
NaCl 0,9% .218 20
diast_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .184 20
NaCl 0,9% .170 20
tar_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .151 20
NaCl 0,9% .191 20
hr_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .205 20
NaCl 0,9% .177 20
sist_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .132 20
NaCl 0,9% .163 20
diast_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .135 20
NaCl 0,9% .147 20
tar_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .195 20
NaCl 0,9% .139 20
hr_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .142 20
NaCl 0,9% .100 20
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
clx
Sig. Statistic df Sig.
sist_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .010 .681 20 .000
NaCl 0,9% .014 .833 20 .003
diast_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .074 .928 20 .142
NaCl 0,9% .132 .919 20 .094
tar_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .200* .945 20 .294
NaCl 0,9% .054 .906 20 .053
hr_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB .028 .929 20 .147
NaCl 0,9% .101 .926 20 .132
sist_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .200* .953 20 .413
NaCl 0,9% .173 .939 20 .231
diast_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .200* .970 20 .764
NaCl 0,9% .200* .914 20 .076
tar_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .044 .917 20 .087
NaCl 0,9% .200* .918 20 .091
hr_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB .200* .964 20 .627
NaCl 0,9% .200* .967 20 .690
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=sist_BL_MI
diast_BL_MI tar_BL_MI hr_BL_MI sist_BL_IOC diast_BL_IOC tar_BL_IOC hr_BL_IOC
/CRITERIA=CI(.95).
clxi
T-Test
Notes
Output Created
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Bli
Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File
40
Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values are treated
as missing.
Cases Used Statistics for each analysis are based
on the cases with no missing or out-of-
range data for any variable in the
analysis.
clxii
Syntax T-TEST GROUPS=kelompok(1 2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=sist_BL_MI diast_BL_MI
tar_BL_MI hr_BL_MI sist_BL_IOC
diast_BL_IOC tar_BL_IOC hr_BL_IOC
/CRITERIA=CI(.95).
Resources Processor Time 0:00:00.031
Elapsed Time 0:00:00.030
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
sist_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 5.2192 4.17084 .93263
NaCl 0,9% 20 .7930 4.93067 1.10253
diast_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 4.0173 5.67969 1.27002
NaCl 0,9% 20 .9558 6.21995 1.39082
tar_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 5.0257 4.68263 1.04707
NaCl 0,9% 20 .6098 3.64852 .81583
hr_BL_MI Klonidin 1 mcg/kgBB 20 6.7013 10.66828 2.38550
NaCl 0,9% 20 .1783 5.32568 1.19086
sist_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 14.6455 4.29860 .96120
NaCl 0,9% 20 9.6171 8.43095 1.88522
clxiii
diast_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 16.5210 5.61369 1.25526
NaCl 0,9% 20 10.5855 9.64720 2.15718
tar_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 17.1275 5.71408 1.27771
NaCl 0,9% 20 10.9752 7.17417 1.60419
hr_BL_IOC Klonidin 1 mcg/kgBB 20 18.8661 9.47305 2.11824
NaCl 0,9% 20 13.8010 8.11047 1.81356
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
sist_BL_MI Equal variances assumed .437 .512 3.065 38
Equal variances not
assumed
3.065 36.983
diast_BL_MI Equal variances assumed .006 .939 1.625 38
Equal variances not
assumed
1.625 37.691
tar_BL_MI Equal variances assumed .994 .325 3.327 38
Equal variances not
assumed
3.327 35.857
hr_BL_MI Equal variances assumed 3.447 .071 2.447 38
Equal variances not
assumed
2.447 27.916
clxiv
sist_BL_IOC Equal variances assumed 10.283 .003 2.376 38
Equal variances not
assumed
2.376 28.253
diast_BL_IOC Equal variances assumed 2.421 .128 2.378 38
Equal variances not
assumed
2.378 30.544
tar_BL_IOC Equal variances assumed .002 .968 3.000 38
Equal variances not
assumed
3.000 36.189
hr_BL_IOC Equal variances assumed .207 .652 1.816 38
Equal variances not
assumed
1.816 37.119
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
sist_BL_MI Equal variances assumed .004 4.42624 1.44408
Equal variances not assumed .004 4.42624 1.44408
diast_BL_MI Equal variances assumed .112 3.06147 1.88344
Equal variances not assumed .112 3.06147 1.88344
tar_BL_MI Equal variances assumed .002 4.41594 1.32738
clxv
Equal variances not assumed .002 4.41594 1.32738
hr_BL_MI Equal variances assumed .019 6.52305 2.66622
Equal variances not assumed .021 6.52305 2.66622
sist_BL_IOC Equal variances assumed .023 5.02840 2.11612
Equal variances not assumed .025 5.02840 2.11612
diast_BL_IOC Equal variances assumed .023 5.93556 2.49582
Equal variances not assumed .024 5.93556 2.49582
tar_BL_IOC Equal variances assumed .005 6.15233 2.05085
Equal variances not assumed .005 6.15233 2.05085
hr_BL_IOC Equal variances assumed .077 5.06516 2.78853
Equal variances not assumed .077 5.06516 2.78853
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
sist_BL_MI Equal variances assumed 1.50285 7.34963
Equal variances not assumed 1.50021 7.35227
diast_BL_MI Equal variances assumed -.75135 6.87428
Equal variances not assumed -.75238 6.87531
tar_BL_MI Equal variances assumed 1.72881 7.10308
clxvi
Equal variances not assumed 1.72352 7.10837
hr_BL_MI Equal variances assumed 1.12557 11.92054
Equal variances not assumed 1.06080 11.98531
sist_BL_IOC Equal variances assumed .74455 9.31225
Equal variances not assumed .69548 9.36132
diast_BL_IOC Equal variances assumed .88304 10.98807
Equal variances not assumed .84222 11.02889
tar_BL_IOC Equal variances assumed 2.00061 10.30406
Equal variances not assumed 1.99378 10.31089
hr_BL_IOC Equal variances assumed -.57993 10.71025
Equal variances not assumed -.58434 10.71465
top related