hukum samsarah (makelar) dalam islam
Post on 22-Jan-2018
905 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, MSI
Dosen Fiqih Muamalah STEI Hamfara Jogjakarta
HUKUM SAMSARAH(PERANTARA JUAL-BELI)
POKOK BAHASAN
(1) Pengertian dan Hukum Samsarah
(2) Syarat-Syarat Samsarah(3) Hukum Dropshipper
PENGERTIAN & HUKUM
SAMSARAH
PENGERTIAN SAMSARAH
Samsarah (brokerage) adalah suatu profesi (pekerjaan) dimana pelakunya menjadi perantara antara penjual dan pembeli.
Simsar (pelaku samsarah, broker) adalah perantara antara penjual dan pembeli.
Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha, hlm. 191.
PENGERTIAN SAMSARAH
Para fuqoha (ahli fiqih) mendefinisikan simsar (pelaku samsarah) sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan upah baik untuk menjual maupun untuk membeli.
Definisi simsar juga berlaku untuk dallaal, yaitu orang yang bekerja untuk orang lain dengan upah baik menjual maupun membeli.
Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/310
HUKUM SAMSARAHSamsarah adalah pekerjaan yang halal
menurut Syariah Islam.Dalilnya hadits Nabi SAW yang men-
taqrir samsarah pada masa Nabi SAW. Dari Qais bin Abi Gharazah Al Kinani
RA, dia berkata :
HUKUM SAMSARAH “Dahulu kami (para shahabat) berjual beli di
pasar-pasar di Madinah dan kami menyebut diri kami samasirah (para simsar/makelar).
Keluarlah Rasululullah SAW kepada kami kemudian beliau menamai kami dengan nama yang lebih baik daripada nama dari kami.
Rasulullah SAW bersabda,’Wahai golongan para pedagang, sesungguhnya jual beli sering kali disertai dengan ucapan yang sia-sia dan sumpah, maka bersihkanlah itu dengan shadaqah.”
(HR Abu Dawud no 3326; Ibnu Majah no 2145; Ahmad 4/6; Al Hakim dalam Al Mustadrak no 2138, 2139, 2140, dan 2141).
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah, 2/311; Yusuf
Qaradhawi, Al Halal wal Haram fi al Islam, hlm.226).
SYARAT-SYARAT
SAMSARAH
HUKUM SAMSARAH Hanya saja dalam samsarah disyaratkan
beberapa hal sbb antara lain : (1) Pekerjaan simsar itu harus jelas
(ma’lum), (2) Upah (ujrah) atau komisi (‘umulah) yang
diterima oleh simsar harus jelas (ma’lum) (3) Upah bagi samsarah tersebut tidak
terlalu tinggi (ghaban fahisy) atau mengeksploitir kebutuhan masyarakat.
(4) Samsarah yang dilakukan tidak termasuk samsarah yang diharamkan, misalnya samsarah dalam jual beli antara orang kota dengan orang dusun.
HUKUM SAMSARAHKeterangan masing-masing syarat di
atas :Keterangan syarat (1) : pekerjaan
simsar itu harus jelas (ma’lum), baik dengan menjelaskan barang yang akan diperjual-belikan, atau dengan menjelaskan berapa lama simsar bekerja.
Jika pekerjaan simsar tidak jelas, maka akad samsarahnya fasid.
(Taqiyuddin An Nabhani, Syakhshiyyah Islamiyyah, 2/311)
HUKUM SAMSARAHContoh ucapan penjual untuk
memperjelas pekerjaan atau lama kerja simsar.
Penjual berkata kepada simsar,”Juallah rumahku yang itu, yang alamatnya di sini, dst.” (menjelaskan barang yang akan diperjual-belikan).
Atau,”Juallah rumahku dalam waktu satu minggu ini.” (menjelaskan berapa lama simsar akan bekerja).
HUKUM SAMSARAH Keterangan syarat (2) : upah (ujrah) atau
komisi (‘umulah) yang diterima oleh simsar harus jelas (ma’lum).
Besarnya upah boleh ditetapkan sbb : (1) berupa jumlah uang tertentu, (2) berupa persentase dari laba, (3) berupa persentase dari harga barang, (4) berupa kelebihan harga dari harga yang
ditetapkan penjual, (5) atau berupa ketentuan yang lainnya
sesuai kesepakatan. Yusuf Al Qardhawi, Al Halal wal Haran fil Islam hlm. 226, Taqiyuddin An Nabhani, Al
Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/310
HUKUM SAMSARAHSyaikh Yusuf Al Qaradhawi dalam
kitabnya Al Halal wal Haram fil Islam hlm. 226 menjelaskan mengenai upah bagi simsar sbb :
HUKUM SAMSARAH Imam Bukhari berkata dalam kitabnya
Shahih Bukhari,”Ibnu Sirin, Atha`, Ibrahim [An Nakha`i], Al Hasan [Al Bashri], memandang tidak masalah mengenai upah bagi simsar [hukumnya boleh].
Ibnu Abbas berkata, “Tidak masalah [penjual] berkata [kepada simsar],’Juallah olehmu baju ini dengan harga sekian, maka apa yang lebih dari harga sekian itu, menjadi milikmu.”
HUKUM SAMSARAH Ibnu Sirin berkata,”Jika [penjual]
berkata [kepada simsar],’Juallah olehmu barang ini dengan harga sekian. Apa yang menjadi keuntungannya, itu menjadi milikmu, atau dibagi antara aku dan kamu.’ maka hal itu tidak masalah.’
Telah bersabda Nabi SAW,”Kaum muslimin [bermuamalah] menurut syarat-syarat di antara mereka.”
(Lihat Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam hlm. 226.).
HUKUM SAMSARAH Keterangan syarat (3) : upah bagi
samsarah tersebut tidak boleh terlalu tinggi (ghaban fahisy) atau mengeksploitir kebutuhan masyarakat.
Sebab menjual belikan barang dengan terlalu tinggi (ghaban fahisy) telah diharamkan syariah,
Mengeksploitir kebutuhan masyarakat akan menimbulkan dharar (bahaya) bagi penjual / pembeli.
(Lihat Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam hlm. 226.)
HUKUM SAMSARAHKeterangan syarat (4) : Samsarah yang
dilakukan tidak termasuk samsarah yang diharamkan,
misalnya samsarah dalam jual beli antara orang kota dengan orang dusun
Dimana orang dusun tidak tahu harga kota
Atau samsarah yang mengandung unsur penipuan (al khidaa’).
Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Al Buyu’, hlm. 59. Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al
Islamiyyah, 2/314-315.
HUKUM DROPSHIPPER
FAKTA DROPSHIPPERDEFINISI DROPSHIPPERDropshipper adalah orang yang
melakukan jual beli dengan sistem dropshipping,
yaitu sistem jual beli yang memungkinkan dropshipper menjual barang secara langsung dari supplier/toko kepada pembeli tanpa harus menstok/membeli barangnya terlebih dulu.
(M. Shiddiq Al Jawi, Hukum Dropshipper, Media Umat, edisi 102).
FAKTA DROPSHIPPERMEKANISME DROPSHIPPING :(1) Dropshipper menawarkan
barangnya (biasanya secara on line) kepada pembeli, bermodalkan foto barang dari supplier/toko, disertai deskripsi barang tersebut, dengan harga yang ditentukan oleh dropshipper sendiri.
(2) Pembeli yang berminat menghubungi dropshipper.
FAKTA DROPSHIPPER(3) Setelah ada kesepakatan (akad)
antara pembeli dan dropshipper, pembeli mentransfer uang ke rekening dropshipper.
(4) Lalu dropshipper membayar kepada supplier sesuai dengan harga beli dropshipper (ditambah dengan ongkos kirim ke pembeli) dengan memberikan data-data pembeli (nama, alamat, nomor ponsel) kepada supplier.
FAKTA DROPSHIPPER(5) Supplier langsung mengirim
barang pesanan dropshipper langsung ke pembeli, dengan nama pengirim tetap atas nama dropshipper, bukan atas nama supplier.
FAKTA DROPSHIPPERDUA MODEL KERJASAMA
DROPSHIPPER - SUPPLIER:Model Pertama, supplier memberikan
harga ke dropshipper, lalu dropshipper menjual barang dengan harga yang ditetapkan dropshipper itu sendiri, dengan memasukkan keuntungan dropshipper.
Misal : Supplier memberikan harga kpd dropshipper Rp 100.000 utk 1 unit barang. Dropshipper menjual kpd pembeli dgn harga Rp 150.000.
FAKTA DROPSHIPPERModel Kedua, Supplier sudah
menetapkan harga sejak awal kepada dropshipper, termasuk besaran fee untuk dropshipper bagi setiap barang yang terjual.
Misal : supplier menetapkan harga kepada dropshipper Rp 150.000 untuk 1 unit barang, dan memberi fee Rp 50.000 kpd dropshipper per 1 unit barang yang laku terjual.
Dropshipper menjual kepada pembeli tetap dengan harga Rp 150.000.
HUKUM DROPSHIPPERHUKUM SYARA’ UNTUK
DROPSHIPPING MODEL PERTAMA Yaitu dropshipper berlaku sebagai
penjual karena menetapkan harga sendiri.
Hukumnya boleh selama memenuhi syarat-syarat jual beli salam (bai’ as salam).
Mengapa diberlakukan hukum jual beli salam untuk model pertama ini?
HUKUM DROPSHIPPERKarena pada saat akad, dropshipper
tidak memiliki barangnya. Padahal dropshipper adalah
penjual, dengan dua bukti : Pertama, karena dropshipper
menetapkan sendiri harga barangnya.
Kedua, karena pengirim barang diatasnamakan dropshipper (bukan atas nama supplier).
HUKUM DROPSHIPPERJual beli barang yang tidak dimiliki
oleh penjual hukumnya haram,kecuali jual beli salam dan jual beli
istishna’ (al muqaawalah / bai’ al istishnaa’).
Maka dari itu, hukum syara’ yang diterapkan untuk model pertama ini adalah hukum jual beli salam.
Bukan jual beli kontan (cash and carry), atau jual beli utang/kredit (bai’ ad dain).
HUKUM DROPSHIPPERJual beli salam adalah jual beli pada
barang yang belum dimiliki penjual pada saat akad dengan pembayaran uang di depan sedang barang diserahkan belakangan.
Dalil bolehnya bai’ as salam antara lain riwayat Ibnu Abbas RA bahwasanya :
HUKUM DROPSHIPPER”Nabi SAW datang ke Madinah sedang
mereka [orang-orang Madinah] melakukan salaf (jual beli salam) pada buah-buahan untuk jangka waktu satu atau dua tahun.
Maka Rasulullah SAW bersabda,’Barangsiapa yang melakukan salaf (jual beli salam), maka hendaklah dia melakukan salaf pada takaran yang diketahui dan timbangan yang diketahui hingga tempo yang diketahui.” (HR Muslim, Shahih Muslim no 1604).
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah, 2/293).
HUKUM DROPSHIPPERJadi, jika pembeli membayar harga
di depan secara keseluruhan kepada dropshipper, jual belinya sah.
Adapun jika harga dibayar belakangan (setelah barang diterima), atau dibayar sebagian, atau dibayar dengan sistem DP (uang muka), jual belinya tak sah.
Dgn DP hanya sah pada sebagian harga yang sudah dibayar.
(Yusuf As Sabatin, Al Buyu’ Al Qadimah wa Al Mu’ashirah, hlm. 48).
HUKUM DROPSHIPPERNamun jenis barang yang boleh
dijualbelikan dalam jual beli salam bukan semua jenis barang,
melainkan hanya jenis barang-barang tertentu saja, yaitu barang yang ditimbang (al makiil), ditakar (al mauzun), dan dihitung (al ma’duud),
Misal : bahan-bahan pangan, seperti beras, gula, kecap, minyak goreng, dsb.
HUKUM DROPSHIPPERDalilnya hadits Nabi SAW dari Ibnu
Abbas RA di atas dengan lafal :
“Barangsiapa yang melakukan salaf (jual beli salam), maka hendaklah dia tidak melakukan salaf kecuali pada takaran yang diketahui dan timbangan yang diketahui.” (HR Muslim, Shahih Muslim no 1604)
HUKUM DROPSHIPPERAdapun barang-barang yang tak
ditimbang, ditakar, dan dihitung, seperti tanah, rumah, dan mobil,
tak boleh hukumnya dijualbelikan secara jual beli salam (bai’ as salam),
melainkan harus dengan jual beli kontan (cash and carry), atau jual beli utang/kredit (bai’ ad dain), yaitu barang diserahkan di depan dan uang dibayar belakangan.
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah, 2/293; Yusuf As Sabatin, Al Buyu’ Al Qadimah wa Al Mu’ashirah, hlm. 57).
HUKUM DROPSHIPPERImplikasi dropshipper sebagai
penjual dalam akad bai’us salam :(1) Uang wajib dibayar di depan oleh
pembeli kpd dropshipper secara keseluruhan,
Tidak boleh dibayar di depan sebagian (DP) (bai’ al urbuun),
Juga tidak boleh dibayar belakangan (jual-beli utang/angsuran) (bai’ ad dain / al bai’ bi at taqsiith).
HUKUM DROPSHIPPER(2) Barang yang dijual terbatas pada
yang ditimbang, ditakar, dan dihitung,
Misal : bahan pangan (beras, gula, dll)
Tidak boleh pada barang yang tidak ditimbang, ditakar, dan dihitung
Misal : tanah, mobil, rumah, dll
HUKUM DROPSHIPPER (3) Barang yang dikirim harus
diatasnamakan dropshipper,Tidak boleh diatasnamakan supplierKarena dalam akad bai’us salam ini, yang
menjadi pihak penjual adalah dropshipper bukan supplier
HUKUM DROPSHIPPERHUKUM SYARA’ UNTUK
DROPSHIPPING MODEL KEDUAyaitu dropshipper tak berlaku
sebagai penjual karena tak menetapkan harga sendiri
hukumnya boleh selama memenuhi syarat-syarat akad samsarah (perantara jual-beli / makelar),
Samsarah sendiri dibolehkan menurut syariah Islam.
HUKUM DROPSHIPPERDalil syar’i yang membolehkan
samsarah adalah hadits Nabi SAW (HR Abu Dawud no 3326; Ibnu Majah no 2145; Ahmad 4/6; Al Hakim dalam Al Mustadrak no 2138, 2139, 2140, dan 2141).
Jadi pada model kedua ini, dropshipper bukan penjual, melainkan simsar (perantara) antara pembeli dengan supplier/toko (penjual).
HUKUM DROPSHIPPERImplikasi kedudukan dropshipper
sebagai simsar :(1) Barang yang dikirim wajib diatas
namakan supplier, tidak boleh diatas namakan dropshipper.
Karena dalam akad samsarah ini yang menjadi penjual adalah supplier, bukan dropshipper.
(2) Dropshipper tak boleh mencari perantara lagi (kadang disebut reseller), karena...
HUKUM DROPSHIPPER...karena ini bertentangan dengan
hukum samsarah. Dalam hukum samsarah, simsar
adalah perantara (yang sifatnya langsung / satu level) antara penjual dan pembeli.
Akadnya : penjual > simsar > pembeli.
Jika simsar mencari simsar lagi, maka ini tidak sesuai dengan pengertian syar’i dari simsar.
HUKUM DROPSHIPPERKarena akadnya menjadi sbb :Penjual > simsar > simsar > pembeli.Ini tidak boleh, karena tidak sesuai
dengan pengertian syar’i dari simsar,
Pengertian syar’i simsar mewajibkan simsar itu adalah perantara langsung antara penjual dan pembeli, tanpa ada perantara lagi. [ ]
TERIMA KASIHWASSALAM
top related