hubungan peran stakeholders dengan partisipasi … · jadwal pelaksanaan penyusunan proposal,...
Post on 11-Mar-2019
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
AGROPOLITAN DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
SISKA OKTAVIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Peran
Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Siska Oktavia
NIM I34090085
iv
ABSTRAK
SISKA OKTAVIA. Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat
dalam Program Agropolitan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh SAHARUDDIN
Program agropolitan merupakan program pengembangan kawasan yang
berupaya mengurangi kesenjangan antara kota dan desa. Program ini
diimplementasikan melalui program pengembangan sumberdaya manusia,
pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan peningkatan fasilitas
infrastruktur. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisa tingkat partisipasi dan
bentuk masyarakat dalam program agropolitan, menganalisa peran stakeholders
dalam program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten
Bogor dan menganalisa hubungan antara peran stakeholders dengan tingkat
partisipasi masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan
kualitatif menggunakan kuesioner serta panduan wawancara mendalam. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat berada pada
tingkat tokenisme dalam keseluruhan tahapan program dengan bentuk partisipasi
yang dominan adalah partisipasi menyumbang pendapat. Hasil pengujian
hipotesis menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peran stakeholders dengan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan, yaitu semakin tinggi peran
stakeholders maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi masyarakat.
Kata kunci: partisipasi, stakeholders, agropolitan
ABSTRACT
SISKA OKTAVIA. The Relationship between Role of the Stakeholders and
Community participation in Agropolitan Program in Karacak Village, Leuwiliang
Subdistrict, Bogor District. Supervised by SAHARUDDIN
Agropolitan is a program which seeks to reduce disparities between towns
and villages. This program was implemented through human resource
development, agriculture development, capital development and improvement of
infrastructure facilities. There are three purposes of this study, that is to analyze
the level and form of community participation in the agropolitan program, to
analyze the role of stakeholders in the agropolitan program of Karacak village,
Leuwiliang subdistrict, Bogor district and to analyze the relationship between the
role of the stakeholders with the level of community participation. The research
was carried out by quantitative and qualitative methods using questionnaires and
in-depth interview guide. The results of this study indicate that the level of
community participation is at the level of tokenisme in all phases of the program
with the participation of the dominant forms of participation contribute opinions.
The results of testing the hypothesis clarify that there is a relationship between the
role of stakeholders and community participation in the implementation. That is,
the higher level of stakeholders roles will be higher level of community
participation.
Keywords: participation, stakeholders, agropolitan.
ii
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
AGROPOLITAN DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
SISKA OKTAVIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
iv
Judul Skripsi : Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat
Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
Nama : Siska Oktavia
NIM : I34090085
Disetujui oleh
Dr. Ir. Saharuddin, M.Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi
Masyarakat dalam Program Agropolitan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor” dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi persyaratan kelulusan di Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
proposal penelitian ini, diantaranya:
1. Dr. Ir. Saharuddin, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu dan bimbingan serta saran selama proses penulisan
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan baik.
2. Bapak Andi dan Pak Arifin (pihak P4W–IPB) yang telah membantu dan
memberikan masukan tentang agropolitan sehingga penulis paham akan
konsep agropolitan.
3. Ibunda tercinta Umi Kulsum dan ayahanda, selaku orang tua tercinta atas
doa terbaiknya serta Dimas Bintang Kelana, Rafli Timur dan Raka Jihad
Firdaus selaku adik-adikku tersayang yang telah memberikan dorongan
semangat kepada penulis.
4. Isnurdiansyah, S.E yang selalu memberikan motivasi dan dukungan
kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Sahabat terbaikku di Departemen SKPM 46, yaitu: Tanti Ningsih, Rizka
Amalia, Hamdani Pramono, M. Iyos Rosyid, Arif Rachman, Lulu Hanifah,
Indra Setiyadi, Fajrina Nissa Utami dan Iqbaludin Akbar yang selalu
menjadi sahabat selama penulis menimba ilmu di IPB serta teman-teman
seperjuangan akselerasi yang telah mendukung dan memotivasi.
6. Pihak Dompet Dhuafa atas beasiswa aktivisnya yang telah diberikan
sehingga membantu kelancaran kuliah.
7. Rekan BEM KM, FIM, BINDES BEM KM, PASKIBRA IPB,
HIMASIERA, KAMMI IPB untuk mengasah softskill organisasi dan
manajemen serta pengalaman luar biasa kepada penulis.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu doa, semangat dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan inspirasi sebagai
alternatif solusi terkait program agropolitan di pedesaan.
Bogor, Februari 2013
Siska Oktavia
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
PENDEKATAN TEORITIS 7
Tinjauan Pustaka 7
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 7
Analisis Stakeholders 8
Peran Stakeholders dalam Program Agropolitan 10
Konsep Partisipasi 12
Tingkat Partisipasi 15
Kerangka Pemikiran 18
Hipotesis Penelitian 19
Definisi Konseptual 20
Definisi Operasional 20
METODE PENELITIAN 27
Lokasi dan Waktu 27
Teknik Sampling 28
Teknik Pengumpulan Data 29
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data 29
GAMBARAN UMUM PENELITIAN 31
Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang 31
Gambaran Umum Desa Karacak 31
Keadaan Wilayah 31
Kondisi Demografi 32
Potensi Wilayah 34
x
Kondisi Agroekosistem 35
Aksesibilitas menuju Desa Karacak 35
Kondisi Kelembagaan 36
PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN 39
KABUPATEN BOGOR 39
Gambaran Umum Program Agropolitan 39
Kepengurusan POKJA dan POSKO 41
Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Agropolitan Kabupaten Bogor 41
Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan 43
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Karacak 43
Periode 2005-2010 43
Program Pengembangan Sumberdaya Manusia 44
Program Pengembangan Budidaya 45
Program Pengembangan Permodalan 46
Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur 47
PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN 49
Stakeholders Agropolitan 49
Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan 50
Kekuatan Dana 51
Kekuatan Jaringan 52
Personality 52
Pengaruh Stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan 54
Pengaruh Stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan 55
Pengaruh Stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan 56
Kepentingan stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Agropolitan 57
Kepentingan stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan 58
Kepentingan stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan 59
Kepentingan stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan 60
Klasifikasi Stakeholders 60
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN 65
Karakteristik Partisipan 65
Umur 65
Jenis Pekerjaan 66
Tingkat Pendidikan 67
Tingkatan Partisipasi Masyarakat 68
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan 68
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan 70
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan 71
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi 76
Bentuk Partisipasi 77
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI
MASYARAKAT 79
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat 79
SIMPULAN DAN SARAN 87
Kesimpulan 87
Saran 88
DAFTAR PUSTAKA 89
RIWAYAT HIDUP 125
DAFTAR TABEL
1. Tangga partisipasi berdasarkan tiga kategori dari delapan tangga
partisipasi Arnstein 22
2. Jadwal pelaksanaan penyusunan proposal, kolokium, penelitian dan
skripsi. 27
3. Informan penelitian, jenis data penelitian dan metode pengumpulan
data 28
4. Luas wilayah dan persentase jenis penggunaan tanah Desa Karacak
tahun 2011 32
5. Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut tingkat
pendidikan tahun 2011 33
6. Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut jenis
pekerjaan tahun 2011 33
7. Jumlah dan persentase kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan
rumah tangga di Desa Karacak Tahun 2011 34
8. Jarak dan waktu tempuh Desa Karacak ke pusat pemerintahan 36
xii
9. Matriks stakeholders program agropolitan 50
10. Frekuensi dan persentase dukungan dana, jaringan dan personality
stakeholders 51
11. Keterlibatan stakeholders dalam setiap tahapan program agropolitan 64
12. Jumlah dan presentase tingkat partisipasi masyarakat dalam program
agropolitan 69
DAFTAR GAMBAR
1. Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat 17
2. Kerangka pemikiran 19
3. Tangga tingkatan pengaruh dan kepentingan stakeholders 23
4. Matriks power and interest menurut IFC (2007) 30
5. Struktur kepengurusan kelompok kerja agropolitan 42
6. Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
program agropolitan 53
7. Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
perencanaan program agropolitan 54
8. Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
pelaksanaan program agropolitan 55
9. Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
evaluasi program agropolitan 56
10. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders
dalam penyelenggaraan program agropolitan 57
11. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders
dalam perencanaan program agropolitan 58
12. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders
dalam pelaksanaan program agropolitan 59
13. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders
dalam evaluasi program agropolitan 60
14. Klasifikasi stakeholders 61
15. Persentase umur penerima program agropolitan 66
16. Persentase jenis pekerjaan penerima program agropolitan 67
17. Persentase tingkat pendidikan penerima program 68
18. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam
penyelenggaraan program agropolitan 69
19. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam
perencanaan program agropolitan 70
20. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi
program agropolitan 71
21. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam
penyelenggaraan program pengembangan SDM 72
22. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam
penyelenggaraan program pengembangan Budidaya 73
23. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam
penyelenggaraan program pengembangan permodalan 74
24. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam
penyelenggaraan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur 75
25. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi
program agropolitan 76
26. Jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat 77
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta kawasan agropolitan Desa Karacak 93
2. Pembagian kawasan agropolitan per zonasi 94
3. Dokumentasi penelitian 95
4. Kerangka sampling 96
5. Hasil pengolahan data 100
6. Panduan wawancara mendalam 103
7. Kuesioner penelitian 110
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan ciri kehidupan pedesaannya.
Fenomena pembangunan ekonomi yang sentralistik di perkotaan yang selama ini
diterapkan telah menyebabkan disparitas ekonomi antar daerah terutama antara
perkotaan dengan pedesaan. Hal ini menyebabkan ketertinggalan perkembangan
kehidupan sosial ekonomi di pedesaan seperti rendahnya kesejahteraan, tingkat
pendidikan, terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan, kurangnya akses
transportasi, permodalan, dan fasilitas umum lainnya di pedesaan. Data penduduk
Indonesia tahun 2011 menunjukkan perbandingan penduduk yang bertempat
tinggal di perdesaan tidak jauh berbeda jika dibandingkan di perkotaan, yakni
119.7 juta jiwa di pedesaan dan 120.6 juta jiwa di perkotaan (BPS 2011). Namun,
perbandingan tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan wilayah
di antara keduanya menunjukkan kawasan pedesaan masih tertinggal jika
dibandingkan dengan perkotaan. Terbukti dengan perbandingan jumlah penduduk
miskin di perdesaan dengan perkotaan pada tahun 2011. Jumlah penduduk miskin
di pedesaan hingga tahun 2011 mencapai 18.9 juta jiwa, jauh lebih tinggi
dibandingkan penduduk miskin perkotaan, yaitu 11 juta jiwa.
Kesenjangan pertumbuhan wilayah tersebut juga terjadi karena lemahnya
keterkaitan antara desa dan kota yang memunculkan gagasan pengembangan
kawasan pedesaan yang mampu menangani urban bias. Konsep pembangunan
yang menawarkan solusi untuk permasalahan tersebut salah satunya diwujudkan
dalam program agropolitan (Rustiadi 2007). Pentingnya agropolitan dalam
pembangunan ekonomi daerah pedesaan adalah mengurangi disparitas antar
daerah karena terjadinya “pendaerahan” pengelolaan pembangunan ekonomi
akibat UU No 32 tahun 2004 yang mengatur otonomi daerah seperti dijelaskan
oleh Amalia (2006). Program agropolitan tersebut direalisasikan menjadi program
nasional yang tertera dalam Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional
(RJPN) tahun 2005–2025, pada point 321 yang menyebutkan bahwa agropolitan
merupakan salah satu program yang akan diusung untuk pembangunan pedesaaan
terutama pedesaan yang berbasiskan pada pertanian.
Perkembangan kawasan agropolitan dari tahun 2002 sampai dengan tahun
2008 telah mencapai 172 kawasan2, yaitu sebanyak 146 kawasan merupakan
kawasan agropolitan dengan basis agribisnis peternakan, pertanian sayuran, buah-
buahan dan tanaman pangan yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia.
Agropolitan ini juga mendapatkan dukungan program yang dilaksanakan oleh
pemerintah yang diwakili oleh: Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri,
Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instasi terkait lainnya. Pihak
tersebut mendukung pengembangan kawasan agropolitan melalui program
pengembangan sistem usaha agribisnis, pengembangan sarana–prasarana kawasan,
1Disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disampaikan dalam Musrenbang
Jangka Panjang di Jakarta tanggal 7 februari. Diunduh dari
http://www.batan.go.id/ref_utama/rpjp_2005.pdf 2Ditulis dalam Rustiadi E dan Bardak E.E. 2007. Agropolitan Strategi Pengembangan Pusat
Pertumbuhan Pada Kawasan Perdesaan. Crespent Press. Bogor
2
peningkatan sumber daya manusia (SDM), permodalan, kelembagaan dan usaha
tani serta melaksanakan pekerjaan non-fisik seperti penyusunan rencana teknis
dan perkerjaan fisik pembangunan prasarana-sarana kimpraswil (PSK), meliputi:
peningkatan jalan usahatani, jalan poros, perbaikan pasar desa, sub-terminal
agribisnis, pembangunan kios dan saluran pembawa air baku.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah agropolitan yang berpusat
di Kecamatan Leuwiliang. Kecamatan tersebut memiliki desa-desa pusat dan
penyangga agropolitan. Desa Karacak merupakan salah satu pusat agropolitan di
Kecamatan Leuwiliang dengan daerah hinterland pada kawasan pendukung yaitu:
Leuwisadeng, Rumpin, Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung, Jasinga, Cigudeg,
dan Sukajaya. Hal ini dibuktikan dengan SK. Mentan No.312/TU.210/A/X/2002
yang menjelaskan tentang pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten
Bogor. Sesuai dengan persyaratan pembagian zonasi kawasan agropolitan yang
harus memperhatikan: komoditas unggulan, kondisi agroklimat, kondisi
sumberdaya manusia, kelembagaan, kependudukan, aspek posisi geografis
kawasan agropolitan dan ketersediaan infrastruktur, maka Desa Karacak terpilih
menjadi salah satu desa pusat agropolitan yang memiliki komoditi unggulan buah
manggis. Sebagai program berkelanjutan, program agropolitan membutuhkan
partisipasi masyarakat yang diwujudkan dalam kelembagaan lokal. Kondisi
kelembagaan dalam program agropolitan diwujudkan dengan dukungan
kelembagaan pertanian berupa koperasi dan kelompok tani yang memfasilitasi
anggotanya dalam mengatasi permasalahan pertanian. Menurut laporan evaluasi
Dinas Pertanian tahun 2010, sejak tahun 2005–2010 telah dilaksanakan banyak
program yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan di Desa
Karacak, antara lain empat program besar yang terkait dengan pengembangan
sumberdaya manusia, pengembangan budidaya dan pengembangan permodalan
serta peningkatan fasilitas dan infrastruktur.
Indikator keberhasilan program agropolitan yang berupa pengembangan
infrastruktur kawasan agropolitan dan sistem usaha agribisnis yang baik dapat
diukur dengan adanya peningkatan infrastruktur serta kemajuan agribisnis setelah
adanya program agropolitan. Proses pengembangan kawasan agropolitan di
Kecamatan Leuwiliang khususnya Desa Karacak memerlukan usaha bersama
dalam pemahaman terhadap karakteristik wilayah juga melibatkan peran aktif
semua stakeholders dalam menggambarkan kemampuan kawasan agropolitan
bersama keterlibatan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Selama ini
program agropolitan seringkali mengandalkan peran pemerintah, mulai dari
penyusunan masterplan sampai pembentukan POKJA dan POSKO agropolitan di
setiap kabupaten. Sedangkan kelompok tani sebagai “obyek program” belum
terlihat eksistensinya. Tanpa keterlibatan semua stakeholders baik LSM, pihak
swasta maupun pemerintah dengan peran yang proposional serta kerjasama
dengan masyarakat maka tidak terjadi keberlanjutan program. Berdasarkan
kondisi tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana
bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program agropolitan dan
peran stakeholders dalam program agropolitan, selain itu juga perlu
mengetahui hubungan pengaruh peran stakeholders terhadap partisipasi
masyarakat dalam setiap tahapan program pembangunan agropolitan.
3
Perumusan Masalah
Pelaksanaan program agropolitan sudah berlangsung sejak tahun 2005 di
Indonesia, namun keberhasilan program yang ditandai dengan sustainability
program agropolitan, belum tercapai. Di Kabupaten Bogor, hasil evaluasi
pelaksanaan agropolitan Propinsi Jawa Barat oleh BAPPEDA Jawa Barat tahun
2010 menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan program agropolitan,
antara lain: belum optimalnya peran masing-masing sektor baik di tingkat propinsi
maupun kabupaten, masih lemahnya perlindungan terhadap petani terutama terkait
kepemilikan lahan, benih/bibit dan harga jual hasil produksi. Hal tersebut juga
didukung dengan hasil evaluasi dari BP4K Kabupaten Bogor tentang kondisi
agropolitan Kabupaten Bogor saat ini yang menyatakan bahwa pendapatan
masyarakat dan keluarga petani di kawasan agropolitan belum meningkat (belum
mencapai 5 persen), peningkatan investasi (petani, swasta, dan BUMN) belum
mencapai 10 persen, selain itu pengelolaan sumberdaya alam juga belum optimal.
Hal ini dikarenakan kurangnya keterlibatan masyarakat pada setiap kawasan dan
kurang efektifnya program peningkatan sumber daya manusia.
Berdasarkan rencana program pengembangan kawasan agropolitan di
Kabupaten Bogor masa proyek 2005-2010, program agropolitan di Desa Karacak
sudah selesai. Optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana tersebut seakan
berhenti setelah program selesai tanpa ada keberlanjutan. Tentunya agar
representasi keberhasilan, pemenuhan harapan, dan optimalisasi pencapaian
dampak sesuai dengan indikator keberhasilan maka program agropolitan
seyogyanya disinergikan dengan konsep pembangunan berlandaskan ekonomi
lokal. Keberhasilan pelaksanaan program agropolitan sangat ditentukan
keterlibatan termasuk masyarakat yang merupakan aktor utama dalam
pembangunan yang harus diprioritaskan partisipasinya dimulai dari proses
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program untuk
mewujudkan tujuan utama dari agropolitan serta keberlanjutan program di
kawasan agropolitan. Selain itu pelaksanaan program juga melibatkan
stakeholders yang menghasilkan peran stakeholders yang berasal dari pengaruh
dan kepentingan stakeholders terhadap program agropolitan. Melalui kerjasama
dengan masyarakat dalam pengembangan program agropolitan harapannya
seluruh pihak yang berkepentingan nantinya mampu memahami program secara
utuh mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi. Penempatan masyarakat
dalam tingkat partisipasi yang tepat dan peran stakeholders yang nantinya dapat
mendukung masyarakat sebagai subyek pembangunan wilayah melalui program
agropolitan sangat diharapkan.
Menurut Sastropoetro (1988), partisipasi merupakan keterlibatan pikiran
dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya
untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan
serta turut bertanggungjawab terhadap usaha pembangunan yang bersangkutan.
Termasuk dalam program agropolitan, sesuai dengan prinsip dasar pembangunan
agropolitan maka dibutuhkan partisipasi masyarakat yang dalam hal ini dilihat
dari keterwakilan masyarakat dimana setiap tahapan memiliki jenis aktivitas yang
berbeda-beda. Terkait dengan agropolitan, proses program saat ini telah berada
pada tahap menikmati hasil menurut Uphoff (1977) sehingga pengukuran tingkat
partisipasi dalam program tersebut lebih menyeluruh.
4
Arnstein (1969) mengemukakan bahwa terdapat delapan tingkatan dalam
tangga partisipasi yang merepresentasikan partisipasi masyarakat, tingkatan
tersebut adalah manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation (penenangan)
kemitraan, delegasi kewenangan dan kontrol warga negara yang kemudian
digolongkan menjadi kelompok non-partisipasi, tokenisme dan citizen power.
Terkait partisipasi masyarakat dalam program agropolitan maka diperlukan
analisis sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat dan bentuk partisipasi
dalam tahapan program agropolitan. Terdapat empat program agropolitan yang dijalankan selama tahun 2005
sampai tahun 2010 di Desa Karacak sesuai dengan masterplan agropolitan
Kabupaten Bogor. Banyak pihak yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaan
program agropolitan yang digolongkan sebagai stakeholders agropolitan.
Stakeholders tersebut mempunyai pengaruh dan kepentingan masing–masing
yang kemudian melahirkan peran yang berbeda dalam pelaksanaan program
agropolitan sehingga perlu menganalisis peran stakeholders dalam
penyelenggaraan program agropolitan. Pihak yang terlibat dalam program
agropolitan tersebut tentunya memiliki tujuan dan motif dalam penyelenggaraan
program sehingga menghasilkan kinerja yang berbeda. Keterlibatan stakeholders
secara langsung maupun tak langsung dapat dikelompokkan dalam klasifikasi
stakeholders yang menunjukan posisi stakeholder dalam grid stakeholders
menurut IFC (2007).
Tentunya peran tersebut erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat yang
beragam, interaksi antara masyarakat dengan stakeholders dalam program
melahirkan hubungan relasi individu masyarakat dengan stakeholders dan saling
mempengaruhi antar keduanya sehingga antara jaringan, kekuatan dana,
personality dan kepentingan yang dimiliki oleh stakeholders memungkinkan
memiliki pengaruh yang berbeda pada masyarakat maka perlu dianalisa
hubungan antara peran stakeholders melalui keterlibatannya dalam program
agropolitan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam menjalankan
tahapan program agropolitan selama masa proyek tahun 2005-2010.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah
dipaparkan di atas, disusun beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan
masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, antara lain:
1. Menganalisis peran stakeholders dan posisi masing-masing stakeholders
berdasarkan dalam klasifikasi stakeholders selama penyelenggaraan
program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten
Bogor.
2. Menganalisis tingkat partisipasi dan bentuk partisipasi masyarakat dalam
setiap tahapan program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis hubungan antara peran stakeholders dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam tahapan program agropolitan di Desa
Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.
5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak,
terutama pihak yang berkepentingan dengan program agropolitan, antara lain:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
dan kajian untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan peran
stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan
khususnya agropolitan.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam penetapan kebijakan program agropolitan kedepan
sehingga lebih mengarahkan kepada partisipasi masyarakat pada tingkatan
kemandirian dalam pelaksanaan program.
3. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang peran yang
dilakukan oleh stakeholders dalam program agropolitan sehingga dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah pengetahuan bagi masyarakat dalam mengoptimalkan
partisipasi masyarakat, khususnya dalam program agropolitan.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini disajikan tinjauan literatur yang berkaitan dengan beberapa
konsep yang digunakan pada penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
melihat hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat, maka
dijelaskan dalam tinjauan literatur ini, antara lain: konsep program pengembangan
kasawan agropolitan, analisis stakeholders, peran stakeholders dalam program
agropolitan, partisipasi dan tingkat partisipasi masyarakat.
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan
Program agropolitan merupakan suatu upaya percepatan pembangunan
pedesaan. Gatra terkait dengan pengembangan agropolitan antara lain adalah
pembangunan dalam arti luas, seperti: redistribusi lahan, kesesuaian lahan, desain
tata guna lahan dan pembangunan sarana dan prasarana. Secara fenomenal konsep
ini mewujudkan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan atau istilah lain yang
digunakan oleh Friedmann adalah “Menciptakan kota di pedesaan” (Tarsudi
2010). Pendekatan pembangunan perdesaan ditujukan untuk mewujudkan
kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah itu
sendiri, dimana ketergantungan dengan perekonomian kota dapat diminimalkan.
Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya
sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang merupakan mata
pancaharian utama bagi sebagian besar masyarakat perdesaan.
Menurut Saefulhakim dkk (2004) pengertian agropolitan berasal dari kata
“agro” yang bermakna “tanah yang dikelola” atau “budidaya tanaman” yang
digunakan untuk menunjuk berbagai aktivitas berbasis pertanian dan “polis”
bermakna “a Central Point or Principal”. Agro-polis bermakna lokasi pusat
pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian.
Kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra
produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian
(agropolis) yang merupakan pusat pelayanan. Berdasarkan uraian tersebut diatas
agropolitan dapat diartikan sebagai suatu model pembangunan mengandalkan
desentralisasi, pembangunan infrastruktur setara wilayah perkotaan, dengan
kegiatan pengelolaan agribisnis yang berkonsentrasi di wilayah perdesaan.
Pendekatan agropolitan dapat mengurangi dampak negatif pembangunan yang
telah dilaksanakan. Konsep agropolitan sendiri merupakan konsep pembangunan
berkelanjutan yang mendapatkan dukungan masyarakat dan menjadi milik
masyarakat sehingga dominasi peran berada di pihak masyarakat (Rustiadi 2006)
Secara lebih luas pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat
mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Djakapermana (2003)
menyatakan bahwa pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting
dalam konteks pengembangan wilayah mengingat kawasan dan sektor yang
dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal. Selain itu pengembangan kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan mengingat sektor yang dipilih
merupakan basis aktifitas masyarakat. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan
dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai
8
keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya.
Penetapan pusat agropolitan terkait dengan sistem pusat-pusat nasional, propinsi,
dan kabupaten (RTRW Propinsi/Kabupaten) sehingga dapat menciptakan
pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang. Menurut Rivai dalam Tarsudi
(2003), tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan
wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis
kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (wewenang berada di pemerintah
daerah dan masyarakat) di kawasan agropolitan.
Melalui berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka di kawasan
agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya (on- farm) saja tetapi
juga "off-farm"nya, yaitu usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian),
agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya,
sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi
kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui dukungan sistem
infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan
dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi,
seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud.
Analisis Stakeholders
Menurut Freedman (1975), stakeholders merupakan kelompok dan
individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
dari sebuah program. Stakeholders juga diartikan sebagai mereka yang memiliki
kepentingan dan keputusan tersendiri, baik sebagai individu maupun wakil
kelompok. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat
dikatakan sebagai stakeholders jika memiliki karakteristik seperti yang
diungkapkan oleh Budimanta dkk (2008), yaitu mempunyai: kekuasaan, legitimasi,
kepentingan terhadap program. Soemanto (2007) mengkategorikannya ke dalam
empat kelompok, antara lain: pemerintah (government), sektor privat (private
sector), lembaga swadaya masyarakat (LSM)/Non-Governmental Organizations
(NGOs), dan Masyarakat (community). Mitchell et al dalam Sukada (2007)
mengungkapkan bahwa derajat relevansi pemangku kepentingan terhadap
aktivitas perusahaan ditimbang dengan tiga hal, yaitu: kekuasaan, legitimasi, dan
urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan pemangku kepentingan untuk
mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan unsur-unsur koersif atau
pemaksaan, insentif atau disinsentif material, dan normatif atau simbolik.
Pemangku kepentingan yang dapat menggunakan salah satu atau lebih unsur-
unsur kekuasaan itu, mampu mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan dirinya. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan
tidaklah baru, dalam pengertian bahwa dalam program pihak tersebut selalu
berinteraksi dengan berbagai kelompok eksternal, seperti: pembuat peraturan,
pemerintah, pelanggan, dan penduduk asli. Menurut Sukada (2007) pelibatan
pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya atau
kesesuian dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan.
9
Analisis stakeholders diperlukan untuk mengetahui peran masing–masing
stakeholders yang merupakan semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi
dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari sebuah program.
Analisis stakeholders dilakukan menggunakan metode pendekatan yang
dikembangkan oleh Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya.
Metode tersebut diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan
mengklasifikasikan berdasarkan keterkaitannya secara langsung/tidak langsung
dengan proyek yang ada. Kemudian, tiap stakeholders yang berbeda tersebut
tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai dengan situasi dan
tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis adalah pengaruh
(power) dan kepentingan (importance).
Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilakukan dengan cara:
(1) melakukan identifikasi stakeholders; (2) mengelompokkan dan membedakan
antar stakeholders; dan (3) menyelidiki hubungan antar stakeholders. Identifikasi
stakeholders merupakan proses yang dilakukan secara berulang, hingga ditetapkan
stakeholders yang benar-benar mengetahui permasalahan. Colfer et al. (1999)
menjelaskan bahwa untuk mengidentifikasi pengaruh dan kepentingan para
stakeholders dilakukan melalui pemberian skor pada dimensi keikutsertaan dalam
agropolitan, kewajiban dan hak serta ketergantungan terhadap program
agropolitan sesuai dengan kepentingan program setelah para stakeholders
terindetifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan
mengklasifikasikan antar stakeholders sehingga dapat terlihat pihak mana yang
berpengaruh penting dalam program agropolitan. Menurut Bryson (2004) dan
Reed et al. (2009) untuk memperjelas peran masing-masing stakeholders dapat
menggunakan matriks pengaruh (influence) dan kekuatan (power) dengan
membedakan stakeholders ke dalam beberapa kategori key players, context
setters, subjects, dan crowd. Bisa juga menggunakan metode power and interest
grid (IFC 2007) yang mengklasifikasikan stakeholders menjadi manage closely,
keep statisfied, keep informed dan monitor dengan menggunakan matriks
pengaruh (power) dan kepentingan (interest). Kepentingan (importance) merujuk
pada kebutuhan stakeholders dalam pencapaian output dan tujuan (Reed et al.
2009) sedangkan kekuatan (power) merujuk pada pengaruh stakeholders pada
metode power and interest grid merujuk pada kekuatan pengaruh yang dimiliki
stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Penjelasan
dari klasifikasi stakeholders adalah sebagai berikut:
1. Context setter atau keep statisfied memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit
kepentingan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi risiko yang signifikan
untuk harus dipantau.
2. Key player atau manage closely merupakan stakeholders yang aktif karena
mereka mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap
pengembangan suatu proyek/program.
3. Subjects atau keep informed memiliki kepentingan yang tinggi tetapi
pengaruhnya rendah dan walaupun mereka mendukung kegiatan, kapasitasnya
terhadap dampak mungkin tidak ada. Namun mereka dapat menjadi pengaruh
jika membentuk aliansi dengan stakeholders lainnya.
4. Crowd atau monitor merupakan stakeholders yang memiliki sedikit
kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan hal ini menjadi
10
pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan.
Pengaruh dan kepentingan akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu,
sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan.
Peran Stakeholders dalam Program Agropolitan
Agropolitan berasal dari ketetapan pemerintah pusat yang kemudian
diterapkan di tingkat propinsi dan kabupaten. Menurut Rustiadi (2006), sebagai
unit wilayah fungsional, kawasan agropolitan bisa saja mencangkup lingkup
wilayah satu kecamatan administratif yang berbeda setiap daerah. Kawasan
agropolitan bisa berada dalam satu wilayah kecamatan, beberapa kecamatan
dalam satu wilayah kabupaten. Beberapa kecamatan dalam lintas wilayah
beberapa kabupaten atau bahkan beberapa kabupaten dalam satu propinsi atau
lintas propinsi sehingga dalam tahap perkembangan awal pengembangan kawasan
agropolitan pemerintah harus memfasilitasi untuk terbentuknya kawasan
pengembangan agropolitan. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan
Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah (agropolitan) tahun 2002,
pelaksanaan kawasan agropolitan tingkat daerah harus ditentukan pihak-pihak
yang terlibat dan menjadi subjek dalam pelaksanaan kegiatan dan program yang
telah direncanakan, yaitu:
1. Pemerintah berperan memberikan proteksi, menyelenggarakan pembangunan
melaksanakan fungsi fasilitasi, regulasi dan distribusi. Pemerintah
memberikan perangkat kriteria rasional dan obyektif yang dijadikan acuan
dalam penentuan wilayah pengembangan program agropolitan. Peran
pemerintah dijalankan oleh berfungsinya departemen dan lembaga tingkat
pusat yang terkait dengan pengembangan kawasan. Peranan pemerintah untuk
memfasilitasi pengembangan kawasan agropolitan ini harus didasarkan pada
UU No. 4 Tahun 1992, UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000,
dengan peta kewenangan masing-masing sebagai berikut:
1.1 Pemerintah Pusat
Tugas pemerintah pusat adalah membantu pemerintah propinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dalam pengembangan kawasan agropolitan
serta kewenangan dalam bidang pemerintahan yang menyangkut lintas
propinsi dan koordinasi lintas departemen. Peran pemerintah pusat
adalah menyusunan rencana, program dan kebijakan pengembangan
kawasan agropolitan dalam bentuk peraturan pemerintah dan pedoman
umum pengembangan kawasan agropolitan serta pedoman lainnya dari
departemen teknis terkait. Selanjutnya memberikan pelayanan
informasi dan dukungan pengembangan jaringan informasi serta
memfasilitasi kerjasama lintas propinsi dan lintas sektoral. Selain itu
sebagai penyelenggaraan studi, penelitian dan kajian untuk
pengembangan kawasan agropolitan dan yang terpenting adalah
pembangunan sarana dan prasarana publik yang bersifat strategis dalam
skala nasional dan lintas propinsi.
11
1.2 Pemerintah Propinsi/ Daerah Tingkat I
Peranan pemerintah propinsi adalah: a) mengkoordinasikan rencana
program dan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah
propinsi; b) memberikan pelayanan informasi tentang rencana
pengembangan wilayah dan tata ruang kawasan agropolitan; c)
memfasilitasi kerjasama lintas kabupaten dan lintas departemen/instansi
terkait dalam penyusunan rencana dan pengembangan kawasan
agropolitan; d) menyelenggarakan pengkajian teknologi sesuai
kebutuhan petani dan pengembangan wilayah; e) membangun prasarana
dan sarana publik yang bersifat strategis dan mendukung perkembangan
kawasan agropolitan di dalam wilayah propinsi.
1.3 Pemerintah kabupaten/kota
Sesuai dengan titik berat otonomi daerah pada kabupaten/kota, maka
penanggungjawab di tingkat pemerintah tingkat II adalah bupati atau
walikota. Oleh karena itu peranan utama dari pemerintah daerah tingkat
II, antara lain: a) merumuskan program, kebijakan operasional dan
koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan
agropolitan; b) mendorong partisipasi dan swadaya masyarakat dalam
mempersiapkan masterplan, program dan melaksanakan program
pengawasan kawasan agropolitan; dan c) menumbuhkembangkan
kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung program pengembangan
kawasan agropolitan. Sebagai pengelola kawasan yang biasanya
diwakili oleh BAPPEDA, dinas sektoral dan instansi terkait harus
mampu memahami dan mengerti aspek-aspek pengembangan kawasan
agropolitan, serta dapat mewujudkan koordinasi dan keterkaitan yang
sinergis antara pihak yang berkepentingan dalam agropolitan. Selain itu
mampu mengembangkan jaringan kerjasama dan kemitraan untuk
pengembangan program agropolitan. Pemerintah kabupaten juga
bertanggungjawab menyusun rencana induk terkait rencana aksi pada
tahun-tahun awal, serta mengendalikannya bersama stakeholders
pengembangan kawasan lainnya.
Selain pihak di atas, stakeholders yang terdapat dalam program
agropolitan diantaranya adalah: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,
Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen
Perdagangan dan Perindustrian, Departemen Dalam Negeri, Departemen
Perhubungan, Departemen Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, BPPT/LIPI.
Peran fasilitas pemerintah berdimensi ganda, yaitu meningkatkan kapasitas dan
kemandirian masyarakat, yang selanjutnya didorong dengan fasilitas infrastruktur
(fisik dan kelembagaan) dan sistem insentif yang tepat dan proprosional.
2. Masyarakat berperan sebagai pelaku utama pengembangan program
agropolitan yang bersinergi dengan pihak pemerintah. Masyarakat dibedakan
ke dalam dua pihak yaitu: Perguruan tinggi, sebagai center of excellence
akan menjadi mitra pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam
pengembangan riset dibidang budidaya pertanian, peternakan, perikanan, dan
agrowisata. Perguruan tinggi diharapkan menjadi soko guru bagi
12
pengembangan pendidikan dan pelatihan terkait dengan perkembangan
agropolitan kepada masyarakat dan dunia usaha. Masyarakat Lokal sebagai
sasaran program, biasanya sasaran merupakan kelompok tani yang membantu
memberikan dukungan sekaligus pelaksana program agropolitan.
3. Swasta berperan sebagai pemasok jasa, keahlian, dana maupun material yang
diperlukan. Mereka akan mendapat lahan usaha, dan keuntungan dari usaha
serta peran sertanya dalam pelaksanaan pengembangan wilayah dengan
terciptanya pasar bagi produk–produk mereka. Upaya mewujudkan
penyelenggaraan penataan ruang perlu terus didorong dengan keterlibatan
masyarakat dan dunia usaha dengan pendekatan community driven planning,
dengan pendekatan ini diharapkan terciptanya kesadaran, kesepakatan dan
ketaatan masyarakat serta dunia usaha terhadap aturan tata ruang kawasan
agropolitan.
Konsep Partisipasi
Menurut Sumarjo dan Saharudin dalam Ariyani (2007) seseorang untuk
dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga prasyarat, yaitu adanya
kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya
kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh
kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). Kemauan dan
kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh pelaku secara individu maupun
kelompok. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
dipengaruhi oleh faktor tertentu terutama ketersediaan sarana dan prasarana fisik,
kelembagaan, kepemimpinan, pengaturan dan pelayanan yang dilakukan oleh
pemerintah sedangkan Wardojo (1995) mengartikan bahwa partisipasi masyarakat
dalam pembangunan adalah keikutsertaan dalam baik dalam bentuk pernyataan
maupun dalam bentuk kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai akibat
terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat dalam
pembangunan mencangkup partisipasi dalam pembuatan keputusan, perencanaan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan, serta
pemanfaatan hasil pembangunan. Menurut Tanjung (2003), definisi dari
partisipasi adalah keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial
dalam situasi sosial tertentu yang berarti seseorang berpartisipasi dalam suatu
kelompok jika ia mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tersebut melalui
bermacam sikap “berbagi” yaitu berbagi nilai tradisi, berbagi perasaan, kesetiaan,
kepatuhan dan tanggung jawab bersama, serta melalui persahabatan pribadi.
Pembangunan partisipatif merupakan model pembangunan yang melibatkan
stakeholders dalam semua proses, mulai dari perencanaan, implementasi,
monitoring dan evaluasi. Pelaku pembangunan tersebut adalah semua unsur yang
ada dalam komunitas yang terdiri atas pemerintah dan masyarakat (civil society).
Perumusan rencana pembangunan perlu dilakukan secara demokratis, professional
dan terukur artinya dapat mewujudkan kebutuhan masa depan, handal, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada semua stakeholders untuk itu pembangunan
daerah harus menganut prinsip-prinsip: Partisipasi artinya seluruh anggota
masyarakat diharapakan berperan aktif dalam perencanan, pelaksanaan, dan
pengawasan seluruh kegiatan pembangunan. Transparansi artinya setiap kegiatan
13
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dari seluruh kegiatan dapat diketahui
oleh semua pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas artinya setiap kegiatan
seharusnya dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun administratif.
Keberlanjutan artinya pembangunan untuk masyarakat harus dapat berkelanjutan
dari generasi ke generasi dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri melalui
wadah institusi masyarakat yang mandiri.
Menurut Uphoff (1977) menyatakan partisipasi yang dilakukan oleh
masyarakat penerima program pembangunan terdiri perencanaan, pelaksanaan/
implementasi, pemanfaatan dan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam setiap
tahapan yaitu:
1. Tahap Perencanaan
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam proses
rencana pembangunan biasanya dilakukan melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat yang bertujuan untuk memilih alternatif dalam perencanaan
pelaksanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan sangat penting, karena masyarakat dituntut untuk menentukan arah
dan strategi pembangunan disesuaikan dengan sikap dan budaya masyarakat
setempat. Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan suatu proses
dalam memilih alternatif yang diberikan oleh semua unsur masyarakat dan
lembaga sosial (Siagian 1972).
2. Tahap pelaksanaan
Partisipasi dilihat dari keikutsertaan masyarakat dalam bentuk sumbangan
pemikiran, bantuan tenaga, materi serta keikutsertaan secara langsung dalam
kegiatan pembangunan. Koentjaraningrat (1984) menyatakan bahwa partisipasi
rakyat, terutama rakyat pedesaan dalam pembangunan sebenarnya menyangkut
dua tipe yang pada prinsipnya berbeda, yaitu: pertama, partisipasi dalam
aktivitas bersama dalam proyek pembangunan yang khusus. Rakyat pedesaan
diperintahkan untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya fisik. Jika rakyat ikut
serta berdasarkan atas keyakinannya bahwa proyek itu akan bermanfaat
baginya, maka mereka akan berpartisipasi dengan semangat dan spontanitas,
tanpa mengharapkan upah yang tinggi. Sebaliknya, kalau mereka hanya
diperintah dan dipaksa oleh atasan untuk menyumbangkan tenaga atau harta
bendanya kepada proyek, maka mereka tidak akan turut berpartisipasi dengan
semangat. Kedua, partisipasi sebagai individu diluar aktivitas bersama dalam
pembangunan. Tipe partisipasi ini tidak memerlukan perintah atau paksaan dari
atasannya tetapi berdasarkan kemauan mereka sendiri.
3. Pemanfaatan (Benefits)
Partisipasi dalam menerima hasil atau manfaat pembangunan yang
merupakan segala sesuatu yang bisa diperoleh masyarakat setelah adanya
program pembangunan, yang mana tidak bisa mereka dapatkan sebelum
adanya program pembangunan di pedesaan. Dari segi distribusi dapat dilihat
pada jumlah maupun kualitas manfaat. Dari segi lain dapat dibedakan antara
material benefit dan social benefits. Material benefits dalam menganalisa akan
berhubungan dengan konsumsi atau pendapatan, kekayaan, sedangkan social
benefits seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, air bersih, jalan-jalan dan
fasilitas transportasi. (Uphoff 1977)
14
4. Evaluasi
Merupakan tahap pengumpulan data mengenai seberapa besar hasil dari
suatu proyek pembangunan, dan bagaimana sistem pengawasan untuk
menjalankan arah serta dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan proyek
pembangunan tersebut. Pada tahap ini masyarakat memberikan umpan balik
yang sebagai masukan untuk pelaksanaan proyek selanjutnya. Evaluasi
program pembangunan dibedakan menjadi tiga jenis evaluasi, antara lain: 1)
Project Contered Evaluation, 2) Political Activities, 3) Public Opinion Efforts.
Project Contered Evaluation, bila evaluasi ini dipandang sebagai proses
evaluasi formal. Sedangkan Public opinion Efforts, opini publik dalam
mengevaluasi suatu program tidak secara langsung melainkan mempengaruhi
melalui media masa/surat kabar, misalnya: melalui surat pembaca dalam
mengungkapkan beberapa gagasan.
Partisipasi juga suatu bentuk khusus dalam pembagian kekuasaan, tugas
dan tanggung jawab dalam komunitas. Selain itu partisipasi dipengaruhi oleh
kebutuhan motivasi, struktur sosial, stratifikasi sosial dalam masyarakat, orang
akan berpartisipasi menyangkut adanya kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan
keuntungan, dan meningkatkan status. Menurut Madrie (1986) partisipasi dapat
dibedakan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Partisipasi dalam menerima hasil-hasil pembangunan :
a. Mau menerima, bersikap menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada.
b. Mau memelihara, menghargai hasil pembangunan yang ada.
c. Mau memanfaatkan dan mengisi kesempatan pada hasil pembangunan.
d. Mau mengembangkan hasil-hasil pembangunan.
2. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan :
a. Ikut menyumbang tenaga.
b. Ikut menyumbang uang, bahan serta fasilitas lainnya.
c. Ikut menyumbangkan pemikiran, gagasan dan ketrampilan.
d. Ikut menyumbang waktu, tanah dan lain sebagainya.
3. Partisipasi dalam pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan :
a. Ikut menerima informasi dan memberikan informasi yang diperlukan.
b. Ikut dalam kelompok-kelompok yang melaksanakan pembangunan.
c. Ikut mengambil keputusan tentang pembangunan yang dilaksanakan
d. Ikut merencanakan dan melaksanakan pembangunan
e. Ikut menilai efektivitas, efisiensi dan relevansi pelaksanaan program.
Menurut Ariyani (2007) sesuai dengan pembagian partisipasi tersebut
maka partisipasi dalam menerima hasil pembangunan tidak hanya dalam hal
menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada tetapi juga mau memanfaatkan,
memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan sehingga pembangunan
akan dapat berkesinambungan. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan
berarti masyarakat ikut berpartisipasi dalam menyumbangkan segala sumber daya
yang mereka miliki baik uang, tanah, ketrampilan, ide, dan waktu untuk
menunjang tercapainya tujuan pembangunan. Upaya pertanggungjawaban
pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya ikut serta
15
menerima dan memberikan informasi tetapi juga ikut serta dalam organisasi-
organisasi dan kelompok kemasyarakatan.
Kartasubrata (1986), menjelaskan bahwa dorongan dan rangsangan untuk
berpartisipasi mencakup faktor-faktor kesempatan, kemauan dan bimbingan. Bila
melihat hubungan antara dorongan dan rangsangan dengan intensitas partisipasi
dalam pembangunan untuk semua implikasinya adalah bila penduduk diberi lebih
banyak kesempatan, ditingkatkan kemampuannya dengan cara memberi peluang
untuk dapat memberi lebih banyak pengalaman dan dimotivasi kemauannya untuk
berpartisipasi maka partisipasi akan meningkat. Kesempatan untuk berpartisipasi
hendaknya tidak hanya diberikan pada waktu pelaksanaannya saja tetapi juga
dimulai dari pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
penilaian dan kemudian distribusi hasilnya.
Tingkat Partisipasi
Tingkatan partisipasi merupakan derajat tingkat keterlibatan masyarakat
dalam sebuah program terlihat dari kesempatan masyarakat untuk terlibat dan
mempengaruhi jalannya program. Merujuk pada makalah yang berjudul “A
Ladder of Citizen Participation” dalam Journal of The American Planning
Association (1969), Arnstein mengemukakan delapan tangga atau tingkatan
partisipasi yang menunjukan tingkat keterlibatan masyarakat dalam sebuah
program. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Manipulation (Manipulasi)
Pada tingkat ini, dengan mengatasnanamakan partisipasi, masyarakat
diikutkan dalam program sebagai ‘stempel karet’ dalam badan penasihat yang
berarti bahwa keterlibatan masyarakat hanya sebagai formalitas saja tanpa
memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan. Tujuannya adalah dipakai
untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi
masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat
publikasi oleh penguasa.
2. Therapy (Terapi)
Pada tingkat terapi atau pengobatan, pemegang kekuasaan sama dengan
ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdaayan sebagai penyakit
mental dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu
perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok
orang yang memerlukan pengobatan melalui program yang telah dirancang.
Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada
dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukan
menemukan penyebab lukanya.
3. Informing (Menginformasikan)
Pada tingkat ini masyarakat diberikan informasi akan hak, tanggung jawab,
dan pilihan terhadap program. Namun seringkali pemberian informasi dari
penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah saja dari pemberi
program. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan
balik/masukan terhadap program dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi.
Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat
hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program.
16
4. Consultation (Konsultasi)
Pada tingkat ini, masyarakat diminta pendapatnya sebagai suatu langkah
logis menuju partisipasi penuh. Tetapi konsultasi ini masih merupakan
partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan
diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak
pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Pemegang kekuasaan
membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi
palsu. Partisipasi masyarakat diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan,
seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari
kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki
bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat.
5. Placation (Menenangkan)
Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun
tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat diperbolehkan untuk
memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang
kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya
adalah memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam
suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang
kekuasaan memiliki mayoritas kekuasaan, maka mereka akan dengan mudah
dikalahkan.
6. Partnership (Kemitraan)
Pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang
kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul
tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan
ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak
mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila
dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir dengan demikian
masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga
akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan.
7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan)
Pada tingkat ini, negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah
mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap
rencana atau program tertentu.Pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuasaan
dalam memntukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang
peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk
mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan
tetapi dengan mengadakan proses tawar-menawar.
8. Citizen Control (Kontrol warga negara)
Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa
kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada
mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek
manajerial. Masyarakat mampu apabila ada pihak ketiga yang akan
mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan
langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau
pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.
17
Tingkat partisipasi tersebut kemudian dibagi menjadi tiga level derajat
partisipasi (Gambar 1). Tingkat manipulasi dan terapi termasuk kedalam level
non-partisipasi, yang menjelaskan bahwa program pembangunan tidak bermaksud
untuk memberdayakan masyarakat tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk
“mendidik” komunitas dengan memberikan pelajaran dan pelatihan namun
masyarakat tetap tidak memiliki kesempatan memberikan pendapat. Tingkatan
partisipasi informasi dan konsultasi termasuk dalam level tokenisme, dimana
komunitas mendapatkan informasi dan mampu menyuarakan pendapat demi
perbaikan program tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan
diakomodasi atau diimplementasikan dalam programnya. Keputusan terakhir tetap
berada pada pemegang kekuasaan, masyarakat hanya diberi kewenangan searah
untuk berpartisipasi dengan memberikan pendapatnya. Placation sebagai level
tertinggi dalam tokenisme, mampu memberikan kesempatan kepada komunitas
untuk memberikan pendapat kepada pemegang kekuasaan namun penentuan tetap
berada pada pemegang kekuasaan. Tingkatan kemitraan juga memberikan
kesempatan kepada komunitas untuk bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan
keputusan. Tingkatan terakhir yaitu citizen power, pada tahapan ini masyarakat
memiliki kewenangan yang besar terhadap penentuan program, dan pelaksanaan
program. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuatan warga negara
(citizen power).
Sumber: Arnstein (1969)
Gambar 1 Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat
Non-Partisipasi
Tokenisme
Kekuatan warga negara
(Citizen power)
Kontrol Warga Negara
Delegasi Kewenangan
Kemitraan
Placation/ Penenangan
Konsultasi
Informasi
Terapi
Manipulasi
8
7
6
5
4
3
2
1
18
Kerangka Pemikiran
Program pengembangan kawasan agropolitan ditujukan untuk
memaksimalkan potensi daerah setempat, baik ditingkat nasional, provinsi,
kabupaten maupun desa. Kesuksesan program ditentukan oleh keberhasilan dari
indikator pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), pengembangan budidaya,
pengembangan permodalan dan peningkatan fasilitas infrastruktur. Pelaksanaan
program agropolitan terbagi dalam tahapan perencanaan tahun 2004-2005,
pelaksanaan tahun 2005-2010 dan evaluasi tahun 2010. Penyelenggaraan program
agropolitan melibatkan stakeholders seperti halnya program pembangunan
kawasan lainnya. Keterlibatan stakeholders menghasilkan peran stakeholders
yang dapat dilihat dari pengaruh stakeholders dan kepentingannya bagi
masyarakat (IFC 2007). Pengaruh stakeholders diukur dari dukungan dana
terhadap program, jaringan yang dimiliki serta personality pihak masing-masing
stakeholders. Variabel lain yang mempengaruhi peran stakeholders adalah tingkat
kepentingan stakeholders menurut masyarakat terkait dengan pentingnya
keberadaan pihak tersebut dilihat dari tujuan keterlibatan stakeholders untuk
kepentingan masyarakat, kepentingan organisasi atau kepentingan individu
stakeholders tersebut. Peran stakeholders selama program yang didapatkan dari
analisis stakeholders menurut Groenendijk (2003) serta ditampilkan melalui
kuadran dengan metode power and interest grid (IFC 2007) yang dilihat dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan. Peran masyarakat
juga dipengaruhi oleh posisi pihak yang berkepentingan tersebut dalam klasifikasi
stakeholders menurut pengaruh dan kepentingannya.
Salah satu elemen penting dalam program agropolitan adalah keterlibatan
komunitas yang merupakan pelaku utama dalam proses pengembangan kawasan,
karenanya diperlukan partisipasi komunitas dalam setiap tahapan program. Oleh
karena itu perlu dilihat tingkat partisipasi dan bentuk partisipasi masyarakat dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan yang terbagi menjadi pelaksanaan program
pengembangan SDM, pengembangan budidaya, pengembangan budidaya, dan
peningkatan fasilitas infrastruktur serta tingkat partisipasi masyarakat dalam
evaluasi program. Pengukuran partisipasi masyarakat dilihat dari derajat
wewenangnya dalam pengambilan keputusan dan digolongkan menjadi tingkatan
non partisipasi, tokenisme dan citizen power oleh Arnestein (1969). Selain itu
keterlibatan masyarakat juga menghasilkan bentuk partisipasi masyarakat dalam
menyumbang dana, materi, pemikiran maupun tenaga saat aktivitas pelaksanaan
program agropolitan. Pada proses menjalankan program tentunya masyarakat
berinteraksi dengan stakeholders sehingga memungkinkan untuk diteliti hubungan
antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat. Dalam prosesnya juga
diteliti hubungan antara masing-masing elemen peran yaitu pengaruh dan
kepentingan yang dihubungkan pula dengan partisipasi masyarakat pada setiap
tahapan program agropolitan. Kerangka pemikiran secara rinci dijabarkan melalui
Gambar 2
19
Keterangan : = Pengaruh secara langsung
= Hubungan saling mempengaruhi
Gambar 2 Kerangka pemikiran
Hipotesis Penelitian
1. Diduga terdapat perbedaan peran dan posisi masing-masing stakeholders pada
tahapan program agropolitan.
2. Diduga terdapat perbedaan tingkat partisipasi dan bentuk partisipasi
masyarakat pada setiap tahapan program agropolitan.
3. Diduga terdapat hubungan antara peran stakeholders yang disebabkan oleh
pengaruh dan kepentingan stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam
program agropolitan.
Posisi Stakeholders
menurut klasifikasi
IFC (2007)
Partisipasi Masyarakat
1. Tingkat Partisipasi
2. Bentuk Partisipasi
Keterlibatan Stakeholders dalam
program agropolitan, yaitu:
1. Pengembangan SDM
2. Pengembangan Budidaya
3. Pengembangan Permodalan
4. Fasilitas Infrastruktur
Pengaruh Stakeholders
Kekuatan dana
Jaringan
Personality
Tingkat Kepentingan
Kepentingan Masyarakat
Kepentingan Organisasi
Kepentingan Pribadi
Peran Stakeholders
20
Definisi Konseptual
Definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Stakeholders program agropolitan merupakan pihak yang terlibat dalam
program agropolitan. Ketepatan keterlibatan para pihak memerlukan
identifikasi para pihak, peranan, fungsi, dan tingkat kepentingan. Stakeholders
yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pihak yang terlibat dalam
program agropolitan selain masyarakat, karena masyarakat disini merupakan
obyek yang akan diukur partisipasinya. Stakeholders hanya digolongkan
menjadi pihak menjadi pemerintah dan swasta.
2. Tahap perencanaan program agropolitan merupakan langkah awal yaitu
penyusunan masterplan serta penetapan lokasi sosialisasi agropolitan yang
terdiri dari tahap pembuatan masterplan agropolitan dan sosialisasi awal yang
terkait dengan proram agropolitan baik di tingkat pemerintah kabupaten
maupun tingkat lokal desa.
3. Tahap pelaksanaan program agropolitan merupakan tahap implementasi dan
internalisasi program ke masyarakat. Tahap sosialisasi terlihat dari interaksi
antar stakeholders dengan masyarakat dalam suatu pemahaman sehingga
diharapkan adanya kesamaan tujuan mewujudkan keberhasilan pengembangan
kawasan agropolitan. Pada tahap pelaksanaan terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya yang terlibat dalam
program, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas,
pengarahan pelaksanaan program, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.
4. Tahap evaluasi program agropolitan merupakan merupakan tahap dimana
masyarakat menilai proses dan hasil dari pelaksanaan program pembangunan
agropolitan, tahapan ini merupakan bagian dari sistem pengawasan untuk
mengetahui arah program serta dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan
program pembangunan tersebut.
5. Peran stakeholders merupakan salah satu bentuk kontribusi dari keterlibatan
stakeholders dalam kegiatan sesuai dengan statusnya dalam lembaga dari mana
dia berasal.
Definisi Operasional
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
menjelaskan pengukuran untuk masing-masing variabel:
1. a. Usia adalah lama hidup responden dari lahir sampai penelitian dilakukan
yang diukur dengan skala rasio. Penggolongan usia mengacu pada
Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) yang dikategorikan atas:
1 Dewasa awal/dini : 18-29 tahun
2 Dewasa pertengahan/madya : 30-50 tahun
3 Dewasa tua/lanjut : > 50 tahun ke atas
21
b. Jenis pekerjaan adalah adalah profesi yang dijalankan responden untuk
menopang kebutuhan hidupnya. Pengukuran dengan skala nominal yang
dikategorikan menjadi enam kategori, yaitu petani, buruh tani, wiraswasta,
PNS, aparat desa dan pekerjaan lain.
1. Petani,
2. Buruh Tani,
3. Wiraswasta,
4. PNS,
5. Aparat Desa,
6. Pekerjaan lain.
c. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir responden secara formal
yang dikategorikan atas 6 kategori menurut tingkatan pendidikan yaitu:
1. SD,
2. SMP,
3. SMA,
4. D3,
5. S1,
6. S2.
2. Tingkat Partisipasi, adalah tingkatan partisipasi yang dicapai masyarakat
dalam tangga partisipasi Arnstein (1969), dalam program agropolitan.
Menyangkut tiga tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Tingkatan partisipasi adalah keikutsertaan anggota dalam semua tahapan
kegiatan sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab yang
dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Adapun kedelapan
tingkatan partisipasi tersebut yaitu tahap manipulasi, terapi, pemberitahuan,
konsultasi, penenangan, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, dan kontrol
masyarakat.
a) Tahap manipulasi, dinyatakan sebagai bentuk partisipasi yang tidak
menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak dalam suatu program.
Pihak pemerintah maupun swasta sangat dominan pada tahap awal ini.
b) Tahap terapi, bentuk ini seperti sebuah dengar pendapat dengan
mengumpulkan beberapa penduduk lokal untuk saling tanya jawab
dengan pemerintah atau swasta, sedangkan pendapat dari penduduk lokal
sama sekali tidak dapat mempengaruhi kedudukan program agropolitan
yang sedang berjalan.
c) Tahap pemberitahuan, yaitu sekedar pemberitahuan searah atau semacam
sosialisasi dari para stakeholders yang dalam hal ini adalah pemerintah
dan swasta terhadap masyarakat.
d) Tahap konsultasi, yaitu partisipasi dimana anggota komunitas diberikan
pendampingan dan konsultasi oleh semua pihak sehingga tetap dilibatkan
dalam menentukan keputusan.
e) Tahap penenangan merupakan suatu bentuk partisipasi dengan materi,
artinya ketika akan muncul suatu konflik antara pemerintah dan
masyarakat, masyarakat diberikan insentif tertentu sehingga mereka
segan berbicara untuk menentang program.
22
f) Tahap kemitraan, yaitu partisipasi fungsional dimana semua pihak
mewujudkan keputusan bersama (antara swasta, pemerintah, dan
komunitas) dalam suatu negosiasi.
g) Tahap pendelegasian kekuasaan, bentuk partisipasi yang aktif, dimana
anggota masyarakat melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
h) Tahap kontrol masyarakat yaitu model yang sudah terbentuk
independensi dari monitoring oleh masyarakat terhadap program dan
juga pemerintah.
Partisipasi masyarakat secara keseluruhan dapat dilihat dari indikator
tingkatan setiap partisipasi, maka nilai setiap indikator (baik pada tahap
perencanaan, pelaksanaan/implementasi, dan evaluasi) akan dihitung skor dari
setiap pertanyaan dengan kategori:
1. Tidak Pernah Berpartisipasi/ TD, diberi skor 1
2. Jarang Berpartisipasi/ JR, diberi skor
3. Selalu Berpartisipasi/ SL, diberi skor 3
Penggolongan partisipasi seperti dikutip dalam Saputra (2012) yang
menggolongkan kedelapan tangga tersebut menjadi tiga kategori yaitu non-
partisipasi (tangga 1-2), tokenisme (tangga 3–5) dan Citizen Power (kontrol
masyarakat) (tangga 6–8). Penggolongan tersebut didasarkan pada skor
pertanyaan dalam kuesioner kemudian dijumlahkan. maka pengukuran tingkat
partisipasi secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tangga partisipasi berdasarkan tiga kategori dari delapan tangga
partisipasi Arnstein
Partisipasi
Masyarakat
Tangga Partisipasi Arnstein (1969)
1 – 2 3 – 5 6 – 8
Non-partisipasi Tokenisme Citizen Power
Skor Skor Skor
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Skor
Partisipasi
Keseluruhan
Keterangan:
* Skor partisipasi keseluruhan: Non partisipasi total skor: 50-75
Tokenisme total skor: 76-112
Citizen power total skor: 113-150
1. Bentuk partisipasi merupakan wujud peran serta masyarakat dalam
menyumbang melalui kehadiran dan sumbangan lainnya yaitu sumbangan
tenaga, pemikiran, materi atau dana.
23
1. Menyumbang materi,
2. Menyumbang pikiran,
3. Menyumbang tenaga,
4. Menyumbang uang,
5. Tidak menyumbang.
2. Klasifikasi stakeholders dalam agropolitan merupakan pengelompokan
stakeholders berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya terhadap
program agropolitan. Diukur dengan menggunakan tangga stakeholders dari
yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang tertinggi, karena jumlah
stakeholders yang akan dilihat perannya ada 14 stakeholders maka tangga
tersebut memiliki 14 tingkatan (Gambar 3):
1) Tangga Tertinggi memiliki skor 14 dengan total 381-420
2) Tangga ke-13 memiliki skor 13 dengan total 351-380
3) Tangga ke-12 memiliki skor 12 dengan total 321-350
4) Tangga ke-11 memiliki skor 11 dengan total 301-320
5) Tangga ke-10 memiliki skor 10 dengan total 271-300
6) Tangga ke-9 memiliki skor 9 dengan total 241-270
7) Tangga ke-8 memiliki skor 8 dengan total 211-240
8) Tangga ke-7 memiliki skor 7 dengan total 181-210
9) Tangga ke-6 memiliki skor 6 dengan total 151-180
10) Tangga ke-5 memiliki skor 5 dengan total 121-150
11) Tangga ke-4 memiliki skor 4 dengan total 91-120
12) Tangga ke-3 memiliki skor 3 dengan total 61-90
13) Tangga ke-2 memiliki skor 2 dengan total 31-601
14) Tangga terendah memiliki skor 1 dengan total 1-30
Gambar 3 Tangga tingkatan pengaruh dan kepentingan stakeholders
Skor dari tingkat pengaruh pada pembuatan grid merupakan skor rataan
tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dijumlahkan masing-masing
responden menjadi skor keseluruhan responden, begitupun dengan skor tingkat
kepentingan. Langkah selanjutnya kemudian dihubungkan menjadi sebuah titik
dalam grafik.
24
3. Peran stakeholders merupakan keterlibatan suatu pihak dalam memfasilitasi
program agropolitan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok. Peran tersebut
dapat dilihat dari derajat peran menurut masyarakat yang di ukur dengan
tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh suatu pihak dalam program.
a. Tingkat Pengaruh diartikan sebagai kemampuan orang, kelompok
maupun organisasi yang dapat memaksa atau membujuk pihak lain dalam
membuat keputusan dan mengikuti beberapa tindakan dalam program
pengembangan kawasan agropolitan mulai dari tahap persiapan,
pelaksanaan maupun evaluasi yang dapat diukur menjadi:
1. Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 36-60
2. Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 61-84
3. Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 85-108
Sedangkan pada pada masing-masing tahapan didapatkan skor
berbeda, pada tahap perencanaan skoringya sebagai berikut:
1. Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 6-10
2. Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 11-14
3. Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 15-18
Pada tahap pelaksanaan:
1. Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 24-40
2. Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 41-56
3. Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 57-72
Pada tahap evaluasi:
1. Tingkat pengaruh rendah (Tidak Pernah/TD), total skor: 6-10
2. Tingkat pengaruh sedang (Jarang /JR), total skor: 11-14
3. Tingkat pengaruh tinggi (Selalu/SL), total skor: 15-18
b. Tingkat Kepentingan diartikan sebagai perlu atau tidaknya suatu pihak
dalam mendukung program agropolitan demi kepentingan masyarakat,
organiasasi maupun kepentingan individu pada setiap tahap program
maka ukurannya:
1. Tingkat kepentingan rendah (kepentingan pribadi)total skor:42-70
2. Tingkat kepentingan sedang (kepentingan organisasi)total skor:71-98
3. Tingkat kepentingan tinggi (kepentingan masyarakat)total skor:99-126
Skor pada tiap tahapan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi adalah sebagai berikut:
25
1. Tingkat kepentingan rendah (kepentingan pribadi)total skor: 14-23
2. Tingkat kepentingan sedang (kepentingan organisasi)total skor: 24-32
3. Tingkat kepentingan tinggi (kepentingan masyarakat)total skor:33-42
4. Berdasarkan teori hasil peran stakeholders kemudian dilihat pengaruh dan
kepentingan pihak yang terdaftar sebagai stakeholders. Variabel pengaruh
dapat diukur dengan kekuatan Jaringan, kekuatan dana, dan personality
sedangkan variabel kepentingan dapat dilihat dari kepentingan yang
diperjuangkan stakeholders, yaitu : masyarakat, organisasi atau individu.
a. Kekuatan Jaringan merupakan kuat lemahnya pengaruh setiap
stakeholders terhadap masyarakat melalui proses interaksi dan relasi
individu masyarakat dengan individu lain dalam komunitas maupun pihak
eksternal. Pengukurannya didasarkan pada kerjasama yang terbentuk
sebagai hasil dari interaksi sosial tersebut.
1. Tingkat Jaringan rendah (Kurang Luas), total skor :12-23
2. Tingkat Jaringan sedang (Cukup Luas), total skor :24-35
3. Tingkat Jaringan tinggi (Luas), total skor: 36-48
b. Kekuatan dana merupakan jumlah dukungan finansial/ materi yang
diberikan untuk mendukung program agropolitan.
1. Kekuatan dana rendah (Tidak memberikan/ TD), total skor: 12-23
2. Kekuatan dana sedang (Jarang memberikan/ JR), total skor :24-35
3. Kekuatan dana tinggi (Selalu memberikan/ SL), total skor :36-48
c. Personality merupakan karakteristik individu atau suatu pihak yang
menyebabkan perilaku seseorang diterima atau tidak oleh masyarakat
karena keterbukaannya dan mendengarkan pendapat masyarakat dapat
terlihat juga dari munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku
suatu pihak dalam menjalankan program agropolitan yang mempengaruhi
penerimaan masyarakat.
1. Pengaruh Personality rendah, total skor :12-23
2. Pengaruh Personality sedang, total skor: 24-35
3. Pengaruh Personality tinggi, total skor :24-35
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan dukungan data
kualitatif melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan metode survey dengan alat pengumpulan data berupa kuesioner
yang diberikan kepada responden yang telah dipilih. Penelitian survei merupakan
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi responden (Singarimbun
1989). Sementara pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam
kepada informan kunci serta data dari hasil observasi lapang.
Lokasi dan Waktu
Penelitian tentang hubungan peran stakeholders dengan partisipasi
masyarakat dalam program agropolitan ini dilaksanakan di Desa Karacak,
Kecamatan Lewiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa Desa Karacak merupakan salah
satu desa yang pada tahun 2004 ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu
desa agropolitan di Kabupaten Bogor yang masuk ke dalam Zona I atau Zona
utama program agropolitan sesuai dengan pembagian zona agropolitan yang ada
di Lampiran 2. Hal ini menyebabkan wilayah tersebut menjadi sasaran utama
program agropolitan sekaligus menjadi pusat aktivitas agropolitan sehingga
diharapkan terdapat pemahaman yang baik mengenai program agropolitan dari
masyarakatnya sehingga dapat terukur partisipasi masyarakat dalam program
tersebut. Alasan selanjutnya yaitu terdapat kelompok tani yang merupakan sasaran
program dan dekat dengan POSKO agropolitan, sehingga diharapkan adanya
pemahaman yang baik dan utuh tentang program agropolitan dari responden serta
informan. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium,
pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan
laporan penelitian (Tabel 2).
Tabel 2 Jadwal pelaksanaan penyusunan proposal, kolokium, penelitian dan
skripsi.
28
Teknik Sampling
Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden.
Informan adalah pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, pihak
lain dan lingkungannya serta memiliki pemahaman tentang program agropolitan
di Desa Karacak. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci
yang dipilih adalah pemerintah desa setempat, ketua POSKO agropolitan di Desa
Karacak, dan pihak dinas ketua POKJA agropolitan yaitu BAPPEDA Kabupaten
Bogor. Pemilihan pemerintah desa sebagai salah satu informan kunci didasarkan
atas pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan program agropolitan, koordinasi dari
stakeholders kepada masyarakat melalui mekanisme perizinan pemerintah desa
sehingga diharapkan data dan informasi tentang aktivitas stakeholders dalam
program agropolitan, program yang telah dikerjakan di Desa Karacak dan
informasi tentang karakteristik populasi dimiliki oleh pemerintah desa. Ketua
POSKO agropolitan dilibatkan sebagai informan kunci sebagai pihak yang
berpotensi untuk memberikan informasi terkait pihak yang terlibat dalam program
agropolitan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Selain
informan kunci, informan dipilih dengan mempertimbangkan tingkat pengetahuan
terhadap program agropolitan di Kabupaten Bogor. Daftar informan yang
tergabung dalam POKJA agropolitan dapat dilihat dari Tabel 3.
Tabel 3 Informan penelitian, jenis data penelitian dan metode pengumpulan data
Jenis Data Sumber Data Metode Pegumpulan
Data
Keterlibatan para
pihak :
- Identifikasi para
pihak
- Peranan dan
pengaruh para pihak
- Tingkat kepentingan
serta pengaruh para
pihak
Dinas Pertanian
Dinas Bina Marga
Dinas Cipta Karya
Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Dinas Peternakan dan perikanan
Dinas Perindustrian dan
perdagangan
Pihak P4W – IPB
LSM
Kelompok Tani
Swasta
Perbankan
Penelusuran dokumen,
observasi lapang, dan
wawancara
Responden yang dipilih untuk mendapatkan data partisipasi masyarakat
merupakan seluruh anggota kelompok tani di Desa Karacak sebanyak 142 orang.
Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri dan
kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan responden ini didasarkan pada unit
analisis penelitian individu, yaitu anggota kelompok tani di Desa Karacak.
29
Berdasarkan jumlah populasi dari tiga kelompok tani yang terdapat di Desa
Karacak, diambil sampel sebanyak 30 orang responden dengan tujuan untuk
memenuhi kaidah statistik. Pemilihan sampel dilakukan melalui teknik
pengambilan sampel acak (simple random sampling) yang dilihat berdasarkan
jumlah anggota dari 3 kelompok tani yang terdapat di Desa Karacak. Cara
pengambilan data dari dua subjek penelitian yaitu responden dan informan
tentunya berbeda, pada penelitian kuantitatif responden diberi kuesioner tentang
partisipasi masyarakat dan peran stakeholders dalam program agropolitan. Hasil
dari kuesioner kemudian diolah dengan melakukan analisis dan interpretasi,
selanjutnya dilakukan pembuatan kesimpulan tentang hasil kuesioner. Sedangkan
data dari penelitian kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan
observasi secara langsung kepada informan.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan dan dijawab
oleh responden melalui wawancara. Selain itu, wawancara mendalam juga
dilakukan terhadap informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
literatur yang sumbernya berasal dari berbagai dokumen pemerintah desa, dinas
POKJA, masterplan agropolitan serta penelitian sebelumnya yang terkait dengan
program agropolitan
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
Data kuantitatif adalah informasi mengenai hal-hal yang dapat diukur dan
dapat dikuantifikasikan. Data kuantitatif ini digunakan untuk menggambarkan
karakteristik responden dan tingkatan partisipasi masyarakat dalam program
agropolitan. Selanjutnya dicari hubungan antar variabel peran stakeholders
dengan partisipasi masyarakat, pengolahan data kuantitatif dalam penelitian ini
mengacu pada langkah-langkah pengolahan data dari Effendi dkk (1989).
Pertama, memasukkan data ke dalam kartu atau berkas data. Kedua, membuat
tabel frekuensi atau tabel silang. Ketiga, mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabel silang. Analisis stakeholders
dilakukan menggunakan metode pendekatan yang dikembangkan oleh
Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya. Metode tersebut
diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan
mengklasifikasikan stakeholders tersebut menjadi stakeholders primer,
stakeholders sekunder, dan stakeholders eksternal berdasarkan keterkaitannya
secara langsung/tidak langsung dengan proyek yang ada. Tiap stakeholders yang
berbeda tersebut tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai
dengan situasi dan tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis
adalah pengaruh (power) dan kepentingan (importance).
Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada
deskripsi pertanyaan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor)
dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriteria. Analisis stakeholders dilakukan
dengan penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap
30
pengembangan program agropolitan dengan menggunakan stakeholders grid
dalam metode power and interest grid (IFC 2007) dengan bantuan microssoft
excel untuk menentukan angka pada setiap indikatornya, kemudian disandingkan
sehingga membentuk koordinat. Penyelidikan hubungan antara stakeholders
secara deskriftif digambarkan kedalam matriks actor-linkage. Stakeholders yang
terindentifikasi ditulis dalam baris dan kolom tabel yang menggambarkan
hubungan antar stakeholders. (Reed et al. 2009) sedangkan dalam metode power
and interest grid (IFC 2007) mengelompokan stakeholders berdasarkan power
dan interest-nya (Gambar 4).
Gambar 4 Matriks power and interest menurut IFC (2007)
Setelah itu, data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan
program komputer SPSS 17 for Windows untuk menguji hubungan antar variabel
yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi
dengan menggunakan analisis Uji Korelasi Rank Spearman untuk melihat
hubungan antara variabel dengan data yang berbentuk ordinal, yaitu mengukur
tingkat keterlibatan melalui peran stakeholders serta hubungannya dengan tingkat
partisipasi. Rumus korelasi Rank Spearman adalah:
Kaidah pengujian hipotesis uji korelasi Rank Spearman adalah:
Ho : rs ≤ 0, berarti terdapat hubungan negatif atau tidak terdapat hubungan
antara partisipasi masyarakat dengan peran stakeholders dalam program
agropolitan.
Ho: rs ≥ 0, berarti terdapat hubungan positif atau terdapat hubungan antara
partisipasi masyarakat dengan peran stakeholders dalam program agropolitan. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data secara kualitatif
melalui dua tahap, yaitu reduksi data dan penyajian data. Reduksi data terdiri dari
proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang
berupa catatan tertulis dilapang selama penelitian berlangsung. Reduksi data
bertujuan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang
data yang tidak perlu. Selanjutnya, penyajian data dilakukan dengan cara
menyusun informasi agar dapat mendukung data kuantitatif.
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum penelitian yang dilihat dari
gambaran umum Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor yang merupakan
kawasan agropolitan zona satu dilihat dari kondisi kependudukan dan kondisi
geografisnya. Selanjutnya dijelaskan pula gambaran umum Desa Karacak yang
merupakan wilayah pengambilan responden dan juga sebagai pusat budidaya
pertanian komoditi unggulan kawasan agropolitan dimana program agropolitan di
Kabupaten Bogor berpusat. Gambaran umum desa berisi tentang penjelasan
keadaan wilayah, kondisi demografi, potensi wilayah, kondisi agroekosistem,
aksesibilitas ke ibukota kecamatan maupun kabupaten dan kondisi kelembagaan.
Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang
Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Bogor, berjarak sekitar 22 km dari Kota Bogor. Luas wilayah
Kecamatan Leuwiliang adalah 4.500 ha, terdiri dari 10 desa, yaitu: Desa
Leuwiliang, Cibeber I, Cibeber II, Karehkel, Barengkok, Karacak, Karyasari,
Pabangbon, Puraseda dan Purasari. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan
Cigudeg di sebelah barat, di sebelah timur berbatasan Kecamatan Cibungbulang,
di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sepong dan disebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Wilayah ini berada pada ketinggian
300–700 dpl dengan curah hujan rata–rata >100 mm/bulan. Karakteristik lahan di
Kecamatan Leuwilang umumnya cukup subur, dengan kemiringan lahan antara 5-
35% dengan PH tanah antara 5–6. Drainase di Kecamatan Leuwiliang cukup baik
dengan jenis tanah umumnya Latosol. Luas lahan pertanian menurut ekosistemnya
dibagi menjadi dua yaitu ekosistem lahan sawah seluas 1.792 ha dan lahan kering/
darat seluas 4.124 ha. Jumlah masyarakat menurut data kependudukan sampai
dengan juli 2011 tercatat sebanyak 113.280 jiwa yang didominasi oleh pedagang
sebanyak 8.178 jiwa, buruh 10.276 jiwa dan petani sebanyak 2.889 jiwa.
Gambaran Umum Desa Karacak
Keadaan Wilayah
Desa Karacak merupakan salah satu dari sembilan desa yang ada di
Kecamatan Leuwiliang. Desa Karacak merupakan desa agropolitan di kawasan
zona satu3 dalam masterplan agropolitan yang berfungsi sebagai sentra pengumpul
untuk komoditi manggis di Kabupaten Bogor. Desa Karacak dibagi menjadi 17
kampung dan lima dusun, diantaranya adalah Babakan, Cengal, Cengalsirna,
Ciletuh Ilir, Darmabakti, Hegarmanah, Karyabakti, Lebak Kaum, Lebak Sirna,
Nariti, Pakusarakan, Rawarejo, Sukamaju, Sukasirna, Sumberjaya dan Wanakarya.
Batas wilayah bagian utara Desa Karacak berbatasan langsung dengan Desa
Barengkok, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Situ Udik Kecamatan
Cibungbulang, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karyasari dan di
sebelah barat berbatasan dengan Desa Pabangbon. Wilayah Desa Karacak
3
Kawasan yang merupakan pusat produksi komoditas unggulan pertanian dalam program
agropolitan di masing-masing kabupaten
32
memiliki bentuk topografi berbukit-bukit dan pegunungan. Desa Karacak
mempunyai ketinggian dari permukaan laut yaitu 5.000 mdl. Curah hujan rata-rata
tahunan sebesar 4.683 mm. Kondisi ini menyebabkan letak Desa Karacak sangat
strategis sebagai pusat pertanian di Kecamatan Leuwiliang. Kondisi alam Desa
Karacak yang didominasi oleh hutan dan perbukitan mampu menghasilkan
tanaman perkebunan dengan produktivitas yang baik. Total luas wilayah Desa
Karacak adalah 710.02 ha yang terbagi berdasarkan penggunaannya.
Tabel 4 Luas wilayah dan persentase jenis penggunaan tanah Desa Karacak tahun
2011
No Jenis Penggunaan Luas (ha)/m2 Persentase (%)
1 Perkebunan 270.5 50.1%
2 Persawahan 210.7 38.9%
3 Pemukiman 36.2 6.7%
4 Perkantoran 1.0 0.2%
5 Prasarana umum lainnya 22.0 4.1%
Total 540.49
100%
Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011.
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar luas wilayah desa
Karacak ditinjau dari aspek penggunaannya digunakan untuk perkebunan dan
persawahan yang menggunakan hampir 89% luas desa sedangkan pengunaan
untuk pemukiman masyarakat hanya 6.7% dari luas desa. Mayoritas area
persawahan merupakan tanah sawah yang menggunakan irigasi setengah teknis.
Perkebunan yang banyak terdapat di Desa Karacak merupakan perkebunan rakyat,
rata-rata kebun mereka berada di sekitar rumah. Selain kebun dan sawah terdapat
ladang seluas 139.5 ha yang ditanami dengan tanaman rotasi seperti jagung, ubi
dan sayuran sedagai tanaman non musiman. Desa Karacak juga memiliki empat
buah danau kecil yang berfungsi sebagai sumber irigasi pertanian. Hal inilah yang
menyebabkan pertanian di Desa Karacak tidak pernah kekurangan air.
Kondisi Demografi
Jumlah masyarakat desa ini mencapai 10.862 jiwa yang terbagi ke dalam
2.855 kepala keluarga (KK) dengan proporsi yang seimbang antara jumlah
masyarakat perempuan dan laki-laki, yaitu sebanyak 5.549 jiwa untuk masyarakat
laki-laki dan 5.313 jiwa untuk masyarakat perempuan. Masyarakat Desa Karacak
didominasi oleh penduduk usia muda hal ini dapat disebabkan karena banyak
masyarakat yang menikah pada usia muda dan berakibat juga pada tingkat
pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi. Dilihat dari ketersediaan lahan yang
didominasi untuk perkebunan dan persawahan maka dapat dilihat bahwa mata
pencaharian masyarakat Desa Karacak mayoritas merupakan petani dan buruh tani
dengan perbandingan satu banding dua yang berarti masih banyak petani yang
belum memiliki lahan pribadi selain itu banyaknya profesi petani dengan usia tua
menyebabkan regenerasi petani dimasa mendatang mulai menurun.
33
Tabel 5 Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut tingkat
pendidikan tahun 2011
No Tingkat Pendidikan Laki-laki
(orang)
Persentase
(%)
Perempuan
(orang)
Persentase
(%)
1 Tidak tamat SD 71 3.4 160 5.3
2 Tamat SD/sederajat 103 5.0 975 32.4
3 Tidak tamat SLTP 247 12.1 351 11.6
4 Tidak tamat SLTA 591 28.8 643 21.4
5 Tamat SMP/sederajat 428 20.8 400 13.2
6 Tamat SLTA/sederajat 461 22.4 403 13.3
7 D-1 42 2.1 21 0.7
8 D-2 25 1.3 19 0.6
9 D-3 47 2.3 18 0.6
10 S1 22 1.1 16 0.5
11 S2 12 0.7 11 0.4
Jumlah (orang) 2049 100% 3017 100% Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011
Masyarakat Desa Karacak juga belum sepenuhnya menyadari akan
pentingnya pendidikan, hal ini dilihat Tabel 5 yang menyatakan bahwa sebagian
besar masyarakat yang sekolah hanya mampu mencapai tahap Sekolah Dasar (SD)
yaitu sebanyak 1.078 jiwa, kemudian jumlah warga yang tamat Sekolah Menegah
Pertama (SMP) hanya 828 jiwa, dan jumlah yang tamat SMA hanya 864 jiwa.
Jumlah tersebut tidak mencapai 10% dari total penduduk Desa Karacak. Kondisi
tersebut juga disebabkan oleh keterbatasan sarana pendidikan yang ada di desa ini,
dimana hanya ada delapan sekolah dasar, tiga sekolah menengah pertama di
wilayah Desa Karacak, dan untuk melanjutkan ke jenjang SMA mereka harus
menuju ibukota Kecamatan Leuwiliang.
Tabel 6 Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut jenis pekerjaan
tahun 2011
No Jenis Pekerjaan Laki-laki
(orang)
Persentase
(%)
Perempuan
(orang)
Persentase
(%)
1 Petani 711 63.2 201 39.1
2 Buruh tani 328 29.2 219 42.6
3 Buruh migran 4 0.4 9 1.7
4 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 42 3.7 31 6.1
5 Pengrajin industri 11 0.9 17 3.3
6 Pengacara 2 0.2 - -
7 Bidan swasta/mantra - - 1 0.2
8 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 8 0.6 1 0.2
9 Pembantu rumah tangga - - 35 6.8
10 Karyawan perusahaan 17 1.4 - -
11 Dukun kampung terlatih 4 0.4 - -
Total 1123 100% 514 100%
Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011.
34
Tabel 6 menunjukan bahwa proporsi sebagian besar penduduk adalah
petani. Petani yang mengerjakan lahannya maupun buruh tani dengan persentase
sebanyak 89%, kemudian sebagian kecil masyarakat menggantungkan hidupnya
dengan bekerja sebagai karyawan perusahaan, PNS, pedagang keliling, buruh
bangunan, dan sebagainya. Perbandingan jumlah masyarakat perempuan yang
bekerja dengan masyarakat laki-laki adalah satu banding dua. Hal ini sejalan juga
dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang berprofesi sebagai petani maupun
buruh tani karena di Desa Karacak, perempuan diperbolehkan mengerjakan
pekerjaan laki-laki sebagai petani. Biasanya terdapat pembagian peran dalam satu
kali masa tanam antara laki-laki dan perempuan yang bekerja di sawah.
Potensi Wilayah
Sebagai pusat kawasan agropolitan desa memiliki keanekaragaman SDA
yang berpotensi untuk dikembangkan dan memiliki kualitas yang layak untuk di
ekspor. Dapat dilihat bahwasannya proporsi terluas dari wilayah desa ini berupa
lahan perkebunan yang menghasilkan hasil kebun dan dimanfaatkan masyarakat
sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Oleh karena itu, sebagian besar
masyarakat Desa Karacak memiliki mata pencaharian sebagai petani tanaman
pangan. Hal tersebut sesuai dengan data kepemilikan lahan pertanian tanaman
pangan.
Tabel 7 Jumlah dan persentase kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan
rumah tangga di Desa Karacak Tahun 2011
NO
Kategori Kepemilikan Lahan
Pertanian Tanaman Pangan
oleh Rumah Tangga
Jumlah Kepemilikan
Lahan Pertanian
Tanaman Pangan
(Rumah Tangga)
Persentase
(%)
1 Tidak memiliki 1364 RTP 47,8%
2 Memiliki kurang 1 ha 1466RTP 51,3%
3 Memiliki 1.0-5.0 ha 25 RTP 0,9%
Jumlah 2855 100%
Sumber: Profil Desa Karacak tahun 2011.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa meskipun sebagian besar masyarakat
pekerjaannya sebagai petani, namun masih ada 1.364 petani yang tidak memiliki
lahan atau sekitar 47.8% petani tidak mengerjakan lahan milik sendiri. Kondisi ini
diperparah dengan kepemilikan lahan yang kurang dari 1 ha sebanyak 51.3% dari
total 2.885 rumah tangga petani atau bisa disimpulkan juga bahwa setengah dari
jumlah petani di Desa Karacak merupakan petani gurem. Sedangkan petani yang
memiliki lahan diatas satu ha hanya 25 rumah tangga petani atau sekitar 0.9%.
Selain itu dari hasil observasi dan wawancara kepada pemerintah desa
menunjukan bahwa mayoritas tanah perkebunan dan persawahan dimiliki oleh
orang luar Desa Karacak, sedangkan petani di Desa Karacak bekerja sebagai
buruh tani dan penggarapnya saja. Sebagian besar lahan milik petani lokal di jual
untuk biaya hidup sehari-hari maupun biaya pendidikan anaknya. Gambaran
35
tersebut menunjukan fenomena ketimpangan kepemilikan lahan pertanian yang
terjadi akibat terjadinya investasi pihak luar di tengah ketergantungan masyarakat
terhadap sektor pertanian sebagai sumber pendapatan utama masyarakat.
Kondisi Agroekosistem
Kondisi pertanian Desa Karacak didominasi oleh persawahan dan
perkebunan. Sawahnya berupa sawah irigasi dengan musim panen sebanyak tiga
kali setahun. Sedangkan perkebunan yang mendominasi lahan kebanyakan
menghasilkan komoditi musiman seperti durian yang masa panennya dua kali
setahun dan manggis yang masa panennya sekali setahun. Komoditas tanaman
unggulan di desa ini adalah manggis, komoditas lain yang juga dikembangkan
antara lain: padi, durian, ubi kayu, ubi jalar, cempedak, melinjo serta tanaman
perkebunan seperti cengkeh. Data tersebut didukung oleh pernyataan bapak BKR
sebagai berikut:
“Setiap program agropolitan pasti punya maskot, nah maskot agropolitan
kabupaten bogor ya manggis yang panen raya 4 tahun sekali. Seharusnya
petani nggak tergantung ama panen manggis aja, bisa jadi dari buah duren,
rambutan atau kalo nggak ya dari sawah seperti padi terus sayuran kaya
jengkol, pete, singkong” BKR.
Kebun manggis, durian dan buah-buahan yang ada di Desa Karack
kebanyakan merupakan kebun yang turun-temurun dari nenek moyang.
Kebanyakan merupakan kebun tua yang kemudian dirapikan kembali menjadi
kebun yang lebih teratur. Selain tanaman perkebunan, komoditas peternakan yang
juga banyak dibudidayakan antara lain ayam kampung merupakan komoditas
peternakan unggulan. Kemudian dikembangkan dalam skala peternakan lokal
sebagai sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat, sedangkan jenis ternak lain
seperti sapi, domba, kerbau, bebek, kambing, kelinci dan angsa. Sektor perikanan
atau dalam hal ini budidaya air tawar belum menjadi sektor unggulan bagi
masyarakat Desa Karacak namun ada juga warga yang memelihara mujair, lele,
gurame dan nila. Hal inilah yang menjadi poin penting agropolitan yaitu adanya
komoditi unggulan berupa komoditi manggis. Namun, saat ini perkebunan dan
persawahan milik rakyat banyak yang dijual kepada orang luar desa yang ingin
berinvestasi. Alasan penjualan tersebut seringkali karena kebutuhan sehari-hari
maupun kebutuhan pendidikan. Namun dampak agropolitan juga menyebabkan
kondisi sosial ekonomi yang merugikan ketika dengan investor membeli tanah di
kawasan agropolitan tersebut masyarakat selanjutnya hanya menjadi buruh dan
berpengaruh pada tingkat kepedulian terhadap agropolitan.
Aksesibilitas menuju Desa Karacak
Letak Desa Karacak dari pusat pemerintah dapat dilihat secara rinci pada
Tabel 8. Dari data dalam tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi desa
Karacak relatif jauh dari ibukota Kecamatan Leuwiliang dan jauh dari ibukota
kabupaten maupun propinsi. Akses menuju Desa Karacak dapat dilalui dengan
kendaraan umum namun jumlah kendaraan umum yang tersedia menuju ibukota kecamatan sangat terbatas dan hanya melewati jalan utama, untuk masuk ke dusun
digunakan ojek yang terdapat di pangkalan dekat dengan jalan utama.
36
Tabel 8 Jarak dan waktu tempuh Desa Karacak ke pusat pemerintahan
Tujuan
Jarak
(km)
Waktu tempuh (jam)
Kendaraan
bermotor Jalan kaki
Ibukota kecamatan 5 0.25 1
Ibukota kabupaten/kota 43 2 10
Ibukota kropinsi 153 8 40 Sumber: Profil Desa Karacak Tahun 2011
Sebagai kawasan agropolitan, sebuah pusat agropolitan harus memiliki
akses yang mudah menuju hinterland-nya. Akses menuju ke Desa Karacak dapat
ditempuh dengan angkutan umum jurusan karacak sampai pasar leuwiliang. Status
Desa Karacak sebagai wilayah agropolitan menyebabkan pembangunan di bidang
infrastruktur lebih baik dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan
Leuwiliang. Beberapa hal positif dari adanya status sebagai wilayah agropolitan
diantaranya yaitu: Pertama, terjadinya peningkatan kualitas sarana transportasi
dari dan menuju kawasan agropolitan. Hal ini dapat terlihat dari kondisi jalan dan
jembatan yang mengalami perbaikan hingga pelosok-pelosok kawasan.
Pemerintah Kabupaten Bogor menjalin kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum
(PU) Kabupaten Bogor dalam membangun jalan dan jembatan di kawasan
agropolitan. Termasuk jalan antara Karacak-Pabangbon yang melewati jalan
utama Desa Karacak. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa perbaikan belum
mencakup pada keseluruhan wilayah agropolitan. Peningkatan kualitas jalan
sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang tinggal di desa dalam lingkup
kawasan agropolitan. Peningkatan kegiatan ekonomi dapat dirasakan oleh
masyarakat, serta kelancaran arus barang keluar dan masuk kawasan agropolitan.
(Nurzain 2010).
Kondisi Kelembagaan
Sebagai kawasan agropolitan, Desa Karacak yang merupakan desa
pertanian harus didukung dengan kelembagaan pertanian yang baik. Dukungan
lembaga pertanian baik secara formal maupun non formal di Desa Karacak
termasuk baik. Lembaga eksternal yang membantu antara lain adalah PKBT-IPB,
Dinas Pertanian, UPTD Kecamatan Leuwilang, PPL (Penyuluh Pertanian Lapang)
dari BP3K Kecamatan Leuwilang, BPP (Balai Penyuluh Pertanian),dan KTNA
(Kontak Tani). Lembaga tersebut memiliki peranan masing-masing yang
membantu petani untuk menyelesaikan permasalahan pertanian yang terjadi di
kawasan agropolitan terutama terkait komoditi unggulan Desa Karacak yaitu
manggis. PKBT-IPB biasanya bekerjasama dengan ketua POSKO berperan bagi
pembinaan teknis bagi para petani dengan mendatangkan ahli dibidang budidaya
pertanian dan membina petani serta memberikan pinjaman dana kepada
masyarakat Desa Karacak.
Pihak Dinas Pertanian membantu membina petani melalui pelatihan dan
memberikan bantuan berupa bibit, pupuk, maupun alat pertanian. Penyuluh
Pertanian yang berjumlah dua orang setiap desa berperan membantu peningkatan
pengetahuan, pembinaan petani dan pembelian produk pertanian. Badan Penyuluh
Pertanian (BPP) berperan sebagai pemberi informasi sistem pertanian dan
usahatani. Kelembagaan yang mewadahi masyarakat dibidang pertanian lainnya
37
adalah kelompok tani dan koperasi KBU Al-Ikhsan. Terdapat tiga kelompok tani
sejak terbentuknya Desa Karacak menjadi wilayah kawasan agropolitan yaitu
kelompok tani Karya Mekar, Suka Tani dan Bangun tani. Selain itu juga ada
persatuan petani agropolitan di wilayah Desa Karacak yang dikenal dengan
“Cendawasari”. Penjelasan tentang cendawasari adalah sebagai berikut:
“Di Karacak ini juga ada lho perkumpulan tani yang bikin program
agropolitan juga tapi programnya lebih banyak ke agrowisata namanya
Cendawasari. Ya, kegiatannya sih hampir mirip, suka ada rapat juga tentang
masalah pemasaran manggis”BKR.
Keberdaan koperasi KBU Al-Ikhsan sendiri berdiri secara swadaya oleh
masyarakat yang berperan memfasilitasi pemasaran hasil panen, menstabikan
harga komoditi seperti manggis serta memberikan pinjaman dari simpanan
anggota koperasi.
PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN
KABUPATEN BOGOR
Bab ini menjelaskan tentang sejarah program pengembangan kawasan
agropolitan yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Mengingat program
pengembangan kawasan ini terselenggara atas kerjasama berbagai instansi
maupun dinas maka dalam perkembangannya terdapat banyak program. Namun
pada penelitian kali ini hanya mengambil empat program utama yang sesuai
dengan kriteria pengembangan kawasan, yaitu: program pengembangan
sumberdaya manusia, program pengembangan budidaya, program pengembangan
permodalan, dan program peningkatan fasilitas infrastruktur.
Gambaran Umum Program Agropolitan4
Program agropolitan dilaksanakan melalui penetapan POKJA agropolitan
dengan penguatan Surat Keputusan Bupati No.590/191/Kpts/Huk/2004 yang
berisikan informasi kerjasama antara pemerintah dengan pihak masyarakat untuk
mempersiapkan kawasan agropolitan sekaligus melakukan pengembangan
kawasan agropolitan sesuai dengan prinsip dasar pengembangan kawasan
agropolitan yang menjadikan program agropolitan sebagai kegiatan terpadu lintas
sektor dengan pendekatan bottom up dan perencanaan disusun secara bersama.
Tahapan program agropolitan yang disesuaikan dengan indikasi program yaitu
tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Program pengembangan kawasan
agropolitan meliputi beberapa fase kegiatan yaitu: Fase pengenalan, merupakan
tahap sosialisasi tentang program unggulan agropolitan berdasarkan tipologi yang
sudah terpilih pada saat penetapan agropolitan selanjutnya dirumuskan program
pembangunan infrastruktur dan agribisnis yang cocok dengan kondisi lokal.
Sosialisasi dilaksanakan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten. Fase persiapan,
merupakan tahap perencanaan, pelatihan dan pengorganisasian stakeholders yang
berpartisipasi dalam program agropolitan. Fase penyusunan program di tingkat
lokal, biasanya berupa musyawarah desa/kawasan agropolitan dengan output yaitu
program hasil kesepakatan masyarakat. Fase pelaksanaan program merupakan
fase mengimplementasikan rencana program sesuai dengan kesepakatan bersama
dengan stakeholders yang tergabung dalam POKJA dan POSKO agropolitan.
Fase evaluasi program yang mengukur ketercapaian tujuan program agropolitan
dan selanjutnya diadakan perbaikan terhadap kekurangan dari program
sebelumnya.
Pengembangan kawasan tersebut tentunya membutuhkan dukungan
instansi pemerintah, masyarakat tani, dan swasta/dunia usaha yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) di tingkat pusat dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di tingkat propinsi,
kabupaten/kota. Langkah-langkah yang penting dalam penerapan agropolitan
menurut pedoman pengelolaan ruang kawasan sentra produksi pangan nasional
dan daerah agropolitan (2002) dan indikasi program agropolitan adalah:
4Data diolah berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Pertanian, Pemerintah Kecamatan,
Pak Bakri yang merupakan ketua POSKO Agropolitan, Masterlan agropolitan tahun 2005 dan
laporan evaluasi program agropolitan oleh BP4K Kabupaten Bogor.
40
1. Penyusunan masterplan pengembangan kawasan agropolitan yang akan
menjadi acuan wilayah/propinsi Kabupaten Bogor. Penyusunan ini
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dengan perwakilan
masyarakat dari wilayah Bogor bagian barat. Penyusunan ini berada
diawal program yaitu tahun 2004. Masterplan ini disusun dengan bantuan
akademisi yaitu Institut Pertanian Bogor yang diwakili oleh P4W-IPB
bersama dengan POKJA agropolitan yang telah ditetapkan. Disusun dalam
jangka panjang (10 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek
(1-3 tahun) yang bersifat rintisan. Sebagai awalan wilayah agropolitan
Kabupaten Bogor hanya meliputi 11 wilayah yaitu Kecamatan Leuwiliang,
Nanggung, Jasinga, Cigudeg, Sukajaya, Tenjo, Cibungbulang, Parung
Panjang, Leuwisadeng, dan Pamijahan. Masterplan agropolitan juga
menjelaskan matriks kegiatan lintas sektor, dan penanggung jawab
kegiatan awal yaitu BAPPEDA Kabupaten Bogor.
2. Penetapan lokasi agropolitan, yaitu di wilayah Bogor bagian barat.
Kegiatannya dimulai dari usulan penetapan kabupaten oleh Pemerintah
Propinsi. Dilanjutkan dengan penetapan di tingkat kabupaten. Pemerintah
Kabupaten Bogor kemudian menentukan kawasan agropolitan dengan
melakukan identifikasi potensi dan masalah untuk mengetahui kondisi dan
potensi lokasi (komoditas unggulan). Potensi lokasi yang harus
diperhatikan antara lain: potensi SDA, SDM, kelembagaan, dan iklim
usaha. Penetapan ini dibantu oleh pihak akademisi yaitu P4W–IPB dalam
penyusunan masterplan. Penetapan komoditi unnggulan juga ditetapkan di
tahap ini, syarat komoditi unggulan tersebut harus memiliki keunikan,
bernilai ekonomis tinggi dan banyak terdapat dikawasan tersebut. Maka
dipilihlah komoditas manggis sebagai ikon agropolitan Kabupaten Bogor,
selain karena kualitasnya yang bagus sehingga layak diekspor, buah ini
juga banyak terdapat di daerah Bogor Barat.
3. Sosialisasi program agropolitan dilakukan kepada seluruh stakeholders
yang terkait dengan pengembangan program agropolitan baik di pusat
maupun di daerah, sehingga pengembangan program agropolitan dapat
lebih terpadu dan terintegrasi. Sosialisasi merupakan suatu upaya untuk
memasyarakatkan gagasan, ide, atau konsep agar dapat diterima oleh
masyarakat dengan pemahaman yang sama. Upaya sosialisasi
pengembangan agropolitan dimaksudkan untuk menyamakan dan
menyatukan persepsi, penilaian, pemahaman, serta gerak langkah dalam
mengembangkan agropolitan. Sosialisasi agropolitan di Kabupaten Bogor
dimulai tahun 2004 di tingkat kabupaten maupun tingkat desa. Sosialisasi
ini penting sebagai langkah awal karena pengembangan agropolitan
melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Sasaran sosialisasi adalah
jajaran pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat khususnya yang berada
di kawasan Bogor Barat. Sosialisasi diwujudkan dengan lokakarya awal di
tingkat desa. Lokakarya awal digerakkan oleh BAPPEDA menghasilkan
POKJA agropolitan, dilanjutkan sosialisasi di tingkat desa yang
mengundang seluruh elemen masyarakat. Indikator upaya sosialisasi ini
adalah interaksi antar stakeholders melalui suatu pemahaman dan
penerapan yang sama untuk mengembangkan agropolitan.
41
4. Pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan hasil dari sosialiasi
program agropolitan tentunya harus mampu dipahami oleh masyarakat
sehingga memerlukan fasilitator yang berada di tingkat desa maka di
bentuklah POSKO (Pos Simpul Koordinasi) dan kemudian diadakan
pelatihan fasilitator setiap bulannya.
Tahap pelaksanaan program agropolitan di Kabupaten Bogor terbagi
menjadi beberapa program dan sub program yang tertuang dalam masterplan
agropolitan. Program pertama berupa: program peningkatan produktivitas
pertanian komoditi potensial yang terbagi menjadi sub program: 1) program
peningkatan sumberdaya manusia masyarakat tani; 2) program pengembangan
komoditas potensial; dan 3) program peningkatan kualitas sumberdaya lahan.
Program kedua adalah pengembangan sistem tataniaga dan pemasaran yang dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat kawasan, terbagi menjadi sub program
peningkatan posisi tawar petani dan program pengembangan keterkaitan dan
industri pengolahan (agroindustri). Program lainnya yaitu program pengembangan
produk olahan pertanian, program pengembangan struktur tata ruang dan pusat
pelayanan agropolis, program pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur
pendukung pertanian dan program sistem kelembagaan dan pembiayaan pengelola
kawasan agropolitan.
Kepengurusan POKJA dan POSKO
Pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten Bogor dilakukan melalui
beberapa program yang mengacu pada visi dan misi program pengembangan
agropolitan dengan menyesuaikan karakteristik wilayah setempat. Program yang
dijalankan melibatkan beberapa stakeholders yang disesuaikan dengan kebutuhan
program. Beberapa program atau kegiatan yang telah dijalankan dikawasan
agropolitan dipaparkan pada paragraf selanjutnya. Nurzain (2010) menjelaskan
secara garis besar pelaksanaan program agropolitan diperlukan strategi
pelaksanaan kegiatan dengan mekanisme koordinasi antar stakeholders dengan
kegiatan:
Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Agropolitan Kabupaten Bogor
Kegiatan pengembangan wilayah agropolitan tentunya melibatkan banyak
pihak yang berkepentingan. Salah satu syarat lancarnya kegiatan agropolitan
adalah adanya mekanisme koordinasi yang baik antara pihak yang berkepentingan
dan untuk mewujudkan koordinasi baik di tingkat pusat maupun kabupaten
sampai ke tingkat desa maka dibentuklah sebuah kelompok kerja (POKJA) yang
ditetapkan melalui surat keputusan Bupati Bogor. Pembentukan POKJA di inisiasi
oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor
yang merupakan leading project atas kawasan agropolitan dalam pembangunan
tahap awal agropolitan tahun 2005-2010 yang kemudian diikuti dukungan oleh
satuan dinas yang lain. Selain itu, pengembangan kawasan juga diperlukan pihak
lain seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian, perwakilan masyarakat dan
lembaga swasta. Sehingga pihak tersebut juga termasuk dalam Kelompok Kerja
(POKJA) Kabupaten Bogor. Kenyataannya saat pelaksanaan program, masing-
masing dinas yang memiliki program yang dilaksanakan di wilayah agropolitan
42
Kabupaten Bogor harus berkoordinasi dengan leading project yaitu BAPPEDA
dan tentunya perwakilan dari masyarakat yang tergabung dalam POSKO
agropolitan. Struktur kepengurusan POKJA dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur kepengurusan kelompok kerja agropolitan
Pembentukan Pos Simpul Koordinasi (POSKO) Agropolitan Kabupaten
Bogor
Seperti halnya Kelompok kerja (POKJA) yang telah dibentuk pada awal
berjalannya kawasan agropolitan. Fungsi pusat koordinasi juga diperlukan di
tingkat wilayah atau desa di kawasan agropolitan agar informasi yang berasal dari
dinas atau pemerintah kabupaten dapat langsung dikoordinasikan dengan
masyarakat. Terkait hal tersebut maka dibentuklah POSKO (Pos Simpul
Koordinasi) pada tahun 2005 yang terdiri dari perwakilan masyarakat di kawasan
agropolitan. Anggota POSKO biasanya merupakan anggota kelompok tani yang
menjadi PPS (Penyuluh Pertanian Swadaya). Penyuluh pertanian swadaya ini
memang disiapkan untuk membantu tugas penyuluh pertanian dalam mengatasi
permasalahan pertanian sekaligus sebagai penyalur informasi dari dinas tentang
program maupun inovasi dan teknologi pertanian terbaru. Anggota POSKO ini
berperan sebagai linkage antara dinas dengan masyarakat. Terdapat tiga POSKO
di Kabupaten Bogor yang masing-masing anggotanya terdiri dari 30 orang
penyuluh swadaya per POSKO. POSKO satu berada di wilayah Desa Cibeber,
Pabangbon dan Karacak dengan ketuanya pak Bakri sedangkan POSKO dua
berada di wilayah Barengkok, Cibatok dan Leuwiliang dengan ketuanya pak
Zulfakar sedangkan POSKO tiga berada di wilayah Jasinga. Anggota POSKO
merupakan PPS masing-masing POSKO.
Pembentukan POSKO disahkan melalui Surat Keputusan Kepala
BAPPEDA Kabupaten Bogor selaku ketua POKJA agropolitan Kabupaten Bogor
sebagai pusat koordinasi. Aktivitas POSKO agropolitan didominasi oleh rapat
bulanan masing–masing POSKO yang dilaksanakan pada kamis minggu pertama
tiap bulannya. Tentunya dalam setiap pertemuan membahas tentang permasalahan
pertanian maupun evaluasi dampak agropolitan di tiap-tiap wilayah untuk dicari
solusinya bersama penyuluh, dinas dan pemerintah daerah. Selain itu, kesempatan
ini merupakan sarana alat koordinasi kepada anggota POSKO yang diharapkan
mampu diteruskan kepada masyarakat di wilayah POSKO tersebut serta ajang
untuk memberikan masukan kepada pemerintah/dinas tentang program yang
diperlukan masyarakat.
BAPPEDA
Dinas Pertanian
Dinas Bina Marga
Dinas Peternakan dan
Perikanan
Masyarakat Tani
Dinas Koperasi, UKM, dan
Perindustrian Swasta
43
Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan
Program pengembangan wilayah agropolitan tentunya membutuhkan visi,
misi, strategi yang terangkum dalam masterplan pengembangan kawasan
agropolitan. Merujuk dari BAPPEDA (2005) dalam masterplan agropolitan
menyatakan bahwa visi program pengembangan kawasan agropolitan Kabupaten
Bogor adalah mewujudkan agropolitan sebagai pusat dan pemacu pertumbuhan
kawasan di Kabupaten Bogor. Terwujudnya visi tersebut harus disertai dengan
misi pengembangan kawasan agropolitan yaitu: Pertama, mengembangkan
kawasan agropolitan sebagai kawasan dengan produktifitas budidaya pertanian
yang unggul. Kedua mengembangkan industri pertanian. Ketiga, mengembangkan
sistem tataniaga yang berpihak masyarakat lokal yang mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat dan wilayah. Demi mencapai visi dan misi tersebut maka
dibutuhkan strategi pengembangan kawasan yang terkait dengan aktor pelaku
agropolitan maupun pembangunan pertaniannya, strategi pengembangan
kawasannya meliputi: peningkatan produktifitas budidaya pertanian komoditas
unggulan, pengembangan sistem tata niaga dan pemasaran yang dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat kawasan, pengembangan usaha produk
industri olahan pertanian, pengembangan tata ruang dan pusat pelayanan kawasan
(agropolis), pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur pertanian serta
pengembangan sistem kelembagaan pengelola kawasan agropolitan.
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Karacak
Periode 2005-20105
Program pembangunan kawasan agropolitan Desa Karacak berkaitan
dengan program agropolitan jangka panjang agropolitan Kabupaten Bogor.
Terdapat beberapa program yang sesuai dengan rancangan program agropolitan
yang telah diimplementasikan oleh pihak dinas di Kabupaten Bogor sesuai dengan
masterplan yaitu program peningkatan produktivitas pertanian komoditi potensial
yang terbagi menjadi sub program: 1) program peningkatan sumberdaya manusia
masyarakat tani; 2) program pengembangan komoditas potensial; dan 3) program
peningkatan kualitas sumberdaya potensial. Program kedua yaitu program
pengembangan infrastruktur yang bagi menjadi sub program: 1) pengadaan sarana
produksi pertanian untuk mendukung program perbaikan; 2) peningkatan sarana
transportasi; 3) peningkatan kualitas jaringan irigasi; 4) peningkatan pengelolaan
sampah; dan 5) program dukungan sarana pendukung agropolitan. Program ketiga
adalah program sistem kelembagaan dan pembiayaan pengelolaan yang terbagi
menjadi sub program: 1) penguatan kelembagaan petani; 2) pembentukan
organisasi pengelolaan kawasan; dan 5) pembiayaan pengelolaan kawasan.
Setelah semua program selesai maka diadakan evaluasi bersama dinas
POKJA dalam rapat POKJA baik secara formal maupun non formal, melibatkan
masyarakat maupun tidak dan dalam bentuk laporan tertulis maupun lisan. Namun
secara formal, pihak dinas belum melaksanakan evaluasi bersama masyarakat di
Desa Karacak.
5Dilihat dari masterplan agropolitan Kabupaten bogor, laporan evaluasi agropolitan kabupaten
Bogor tahun 2011 serta wawancara kepada ketua POSKO, Aparat Desa dan Pihak Kecamatan.
44
Program Pengembangan Sumberdaya Manusia
Tujuan program ini adalah meningkatkan pengetahuan petani tentang
kelembagaan maupun aspek cara bertani/budidaya tanaman yang tepat sesuai
dengan teknologi terbaru. Sumberdaya manusia masyarakat tani erat kaitannya
dengan kelembagaan lokal yang merupakan sarana menimba ilmu anggota
kelompok tani. Pelaksanaan program peningkatan sistem kelembagaan dan
pembiayaan kawasan memiliki indikator sebagai berikut:
1. Pengukuhan organisasi pengelola kawasan agropolitan
2. Sosialisasi konsep dan pelatihan manajemen pengelolaan kawasan
3. Pengembangan networking, kemitraan dan studi banding
4. Peningkatan kapasitas dan penguatan lembaga/organisasi petani, seperti
kelompok tani, koperasi, dan lainnya dalam permodalan dan pemasaran hasil
pertanian
5. Pengembangan dan penguatan fungsi-fungsi kelembagaan pemasaran,
terutama jasa penyimpanan, pengeringan, pengemasan, standarisasi dan
grading.
Program pengembangan sumberdaya manusia yang dilaksanakan di Desa
Karacak berawal dari pelatihan fasilitator untuk mendampingi kelompok tani
selama pelaksanaan program agropolitan. Fasilitator tersebut merupakan Penyuluh
Pertanian Swadaya (PPS) yang dipersiapkan menjadi ahli setara dengan penyuluh
pertanian. Pihak yang banyak berperan dalam program ini adalah Dinas Pertanian.
PPS tersebut kemudian tergabung dalam POSKO yang kemudian membantu
mengelola kawasan agropolitan. Menurut laporan evaluasi BP3K Kecamatan
Leuwiliang tahun 2011, program pengembangan sumberdaya manusia diinisiasi
sejak tahun 2006 setelah pembentukan Penyuluh Pertanian Swadaya (PPS)
sebagai fasilitator petani di kawasan agropolitan tahun 2004. Seperti diungkapkan
oleh bapak BKR sebagai ketua POSKO agropolitan Desa Karacak sebagai
berikut:
“Dulu awal ada sosialisasi agropolitan, Pak Nana sama orang dinas pertanian
dateng buat pelatihan calon petani penyuluh swadaya. Singkatannya mah PPS,
nah mereka diajarin gimana caranya menyuluh petani kaya penyuluh dari
dinas dikasih hak buat ngebimbing petani kaya PPS, selain itu kita juga dapet
gaji” BKR.
PPS tersebut juga senantiasa dipantau dengan adanya pertemuan 3 kali
sebulan di BP3K. Saat ini PPS tersebut diberi insentif sekitar Rp. 400.000 per
bulan. Selain pelatihan PPS, terdapat pelatihan bagi anggota kelompok tani.
Pelatihan tersebut menekankan pada budidaya komoditi unggulan agropolitan
seperti manggis dan padi. Pelatihan ini merupakan bagian dari program
peningkatan produktivitas pertanian komoditi potensial. Indikator program yang
tercantum dalam masterplan agropolitan yaitu:
1. Identifikasi teknologi tepat guna untuk peningkatan produktivitas
2. Penyuluhan teknik budidaya pertanian untuk tanaman potensial
3. Peningkatan kualitas penyuluh melalui pelatihan
4. Pelatihan tentang pembuatan pupuk organik (kompos)
5. Penyuluhan tentang teknologi pasca panen komoditas potensial
45
Pada prakteknya, banyak pelatihan yang berkaitan tentang budidaya
manggis difasilitasi oleh Dinas Pertanian, PKBT IPB dan BP3K bersama UPTD
di Kecamatan Leuwiliang. Peserta pelatihan merupakan anggota kelompok tani
dan beberapa petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani. Program
pengembangan sumberdaya manusia tersebut berupa sekolah lapang (SLPHT)
yang mengajarkan pelatihan budidaya, difasilitasi oleh Dinas Pertanian dengan
bantuan UPTD Kecamatan Leuwiliang dan BP3K Kecamatan Leuwiliang melalui
dana APBD. Pelatihan budidaya ini mengajarkan cara penanaman sampai
pengendalian hama dan teknologi pasca panen tanaman manggis dan padi seperti
cara mengolah manggis menjadi keripik atau dodol manggis dan melakukan
grading pada manggis sebelum dijual. Selain itu dilaksanakan juga pelatihan
tentang pembuatan pupuk organik yang diadakan oleh Dinas Pertanian dan studi
banding ke perusahaan pengolahan pertanian untuk meningkatkan pengetahuan
petani dalam aspek pengolahan. Tempat pelaksanaan program biasanya di rumah
milik ketua POSKO agropolitan dengan mengundang seluruh anggota kelompok
tani. Pemateri berasal dari Dinas Pertanian, penyuluh maupun perwakilan
penyuluh swadaya dari masing-masing POSKO agropolitan.
Penguatan kelembagaan diwujudkan dengan pembentukan koperasi KBU
Al-Ikhsan yang berperan dalam pemasaran dan permodalan. Koperasi tersebut
didampingi oleh Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian. Fungsi koperasi ini
sebagai wadah pemasaran dan menstabilkan harga komoditi terutama manggis.
Selain itu juga terbentuk Asosiasi Pelaku Usaha Manggis (Askuma), dan Asosiasi
Pedagang Komoditi Agro (APKA) yang merupakan wadah interaksi pengusaha
manggis di Karacak. Pihak yang paling berperan pada program ini adalah dinas
pertanian dan dibidang pendampingan kelembagaan dibantu oleh P4W-IPB
bagian community development.
Program Pengembangan Budidaya
Program ini bertujuan untuk meningkatkan potensi komoditas unggulan
yang ada di Desa Karacak, baik dalam kualitas komoditi maupun cara pengolahan
komoditi. Bukan hanya komoditi manggis saja tapi juga komoditi lain seperti padi,
jagung, durian dan pala. Pengembangan budidaya yang dilaksanakan berupa
program Pengembangan pembibitan untuk komoditas manggis dan peternakan
domba. Pihak yang banyak berperan dalam program ini adalah Dinas Pertanian.
Program ini dimulai tahun 2005 berupa bantuan bibit manggis kepada tiga
kelompok tani yang ada di Desa Karacak. Masing-masing kelompok tani
mendapat bantuan sekitar 500 bibit manggis untuk ditanam. Pembagian bibit
tersebut dilakukan melalui proses diskusi antar anggota, masing-masing anggota
rata-rata mendapatkan 30 bibit manggis. Pengambilan bibit tersebut dikenakan
biaya 2500/bibit untuk pengganti ongkos transportasi. Bibit ini diberikan kepada
anggota yang memiliki lahan saja, seperti yang dijelaskan oleh bapak AL
dibawah ini:
“Program pembagian bibit manggis ini lebih banyak diberikan kepada
anggota kelompok tani yang punya lahan. Walaupun sudah memiliki
manggis banyak tapi tetep dikasih, yang ngga punya lahan ya nggak
dikasih bibit manggis ini” AL.
46
Selain bantuan bibit manggis bantuan lainnya yaitu bantuan induk ikan
mas dan bantuan ternak kambing dari Dinas Peternakan. Bantuan ini bertujuan
untuk menerapkan sistem integrated farming dimana hasilnya digunakan sebagai
pupuk tanaman. Ternak kambing ini diberikan dengan sistem bergilir, setiap
kelompok diberikan bantuan domba sebanyak 73 ekor kambing. Bantuan kambing
tersebut diberikan sepasang per orang dengan syarat mau menyediakan kandang,
pakan dan rumput. Hasil dari kambing yang berupa anak kambing itu kemudian
dibagi menjadi dua bagian dan diserahan kembali untuk diberikan kepada anggota
yang lain.
Program Pengembangan Permodalan
Tujuan pengembangan permodalan adalah membantu petani meningkatkan
usahanya sehingga posisi tawar petani mampu bersaing dengan pihak lain seperti
tengkulak. Program ini berupaya meningkatan kapasitas kelompok tani dan
koperasi dalam permodalan. Program pengembangan permodalan yang pernah
masuk ke Desa Karacak tidak lepas dari peran pemerintah daerah melalui Dinas
Pertanian, Dinas Koperasi, Koperasi KBU Al-Ikhsan, PT Agung Mustika Selaras
dan Rabo Bank. Program pengembangan permodalan yang di fasilitasi oleh Dinas
Pertanian yaitu PUAP.
Program PUAP ini disalurkan melalui kelompok tani sebesar 50 juta per
kelompok tani yang dikelola oleh bendahara Gapoktan. Dana PUAP ini hanya
boleh dipinjam untuk urusan permodalan usaha. Masing-masing individu juga
hanya dibatasi maksimal dua juta rupiah. Hal ini ditujukan untuk mengurangi
kecemburuan sosial. Setiap kali peminjaman satu juta harus dikembalikan selama
sepuluh bulan dengan total cicilan satu juta seratus ribu rupiah. Peran koperasi
KBU AL-Ikhsan sebagai lembaga keuangan selain sebagai tempat pengumpulan
komoditi hasil panen yang berupa manggis dan durian juga berupaya untuk
menstabilkan harga jual manggis dengan cara mengurangi keuntungan dari pihak
ketiga/tengkulak karena pengumpulannya di koperasi. Selain itu koperasi juga
memperoleh dana dari pemerintah kabupaten untuk dana pinjaman kepada petani
manggis. Sistemnya biasanya petani akan dipinjami uang sebesar satu juta yang
akan dibayar dengan manggis setelah musim panen manggis. Perbankan juga
memberikan bantuan dari bank agro yang memberikan bantuan kepada koperasi
sebesar 175 juta.
Koperasi Al-Ikhsan meminjamkan dengan mekanisme pengembalian satu
angsuran. Sedangkan pihak dinas hanya menjembatani dengan bantuan dari
perbankan. Mekanisme pembagian bantuan sesuai dengan ang dituturkan oleh
Bapak SYD berikut:
“Setiap kali ada bantuan turun di koperasi Al ikhsan mekanismenya pake
rapat langsung siapa yang mau meminjam dan mendapatkan bantuan
tersebut. Pinjaman tersebut diangsur dengan buah manggis“ SYD.
Bantuan permodalan juga di tawarkan oleh PT Agung Mustika Selaras
yang bergerak dibidang ekspor buah ke Thailand. Pihak swasta tersebut
memberikan bantuan pembiayaan pertanian melalui pinjaman lunak yang
kemudian dibayar dengan hasil panen, biasanya buah manggis. Namun, sebelum
diserahkan kepada perusahaan tersebut dilakukan grading atau pensortiran
47
sehingga hanya buah unggul saja yang boleh disetorkan. Selain itu kerjasama
dibidang permodalan juga didukung oleh Rabo Bank, namun persepsi masyarakat
tentang bank yang memiliki bunga besar menyebabkan peminjaman ini jarang
dilakukan.
Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur
Program ini bertujuan untuk mempermudah mobilisasi hasil pertanian
keluar wilayah dan memudahkan investor masuk ke wilayah tersebut. Secara garis
besar program peningkatan fasilitas infrastruktur ini bertujuan untuk
mempermudah akses menuju kawasan agropolitan. Berdasarkan masterplan
program yang harus dilaksanakan adalah: program peningkatan sarana
transportasi, pembangunan sarana pendukung agropolis dan peningkatan kualitas
jaringan irigasi. Pelaksanaan program ini didominasi oleh peran Dinas Bina
Marga beserta BAPPEDA, disebabkan karena tupoksi untuk pembangunan fisik
diserahkan kepada kedua dinas tersebut.
Program pertama yang dilaksanakan yaitu peningkatan jalan poros Desa
Karacak. Jalan tersebut sebenarnya telah dibangun sejak tahun 1971 melalui
inisiatif swadaya masyarakat. Namun sebelum adanya program agropolitan jalan
tersebut telah rusak sehingga untuk memperlancar transportasi, ditahun 2006 atas
nama program agropolitan dilaksanakan peningkatan jalan poros desa sejauh
3.000 m. Selain itu juga diadakan peningkatan jalan ruas Leuwiliang–Karacak
sepanjang 6 km dan ruas Karacak–Puraseda sejauh 4,6 km. Pembangunan ini
dilaksanakan langsung oleh Dinas Bina Marga dengan pertimbangan bahwa jalur
tersebut merupakan jalur utama distribusi hasil pertanian. Walaupun berasal dari
pemerintah, namun peningkatan jalan ini bersumber dari keluhan warga melalui
musyawarah desa karena rusaknya jalan tersebut menghambat distribusi hasil
pertanian. Program yang berkaitan dengan irigasi pengairan dan penyediaan air
baku dilaksanakan di tahun 2006 yaitu penyediaan air baku sejumlah satu unit air
bersih, program ini dibutuhkan mengingat ada beberapa daerah yang masih
kesulitan air. Penyelenggaraan program ini dilaksanakan oleh BAPPEDA dengan
sumber dana dari APBN Kabupaten Bogor.
Program pembangunan sarana pendukung program agropolis diwujudkan
dengan pembangunan tempat penyimpanan sementara/gudang manggis.
Alasannya jumlah panen manggis yang melimpah dan kekhawatiran akan
busuknya komoditi dapat diatasi dengan pembuatan gudang penampungan maka
diperlukan pembuatan gudang/stasiun pengumpul buah-buahan di Karacak.
Namun program ini tidak melibatkan masyarakat sehingga sampai saat ini
penggunannya pun jarang. Peran pembuatan gudang ini didominasi oleh ketua
POSKO dan aparat desa setempat. Penempatan lokasi gudang manggis ini berada
di ujung Desa Karacak, dekat dengan kantor desa dan jauh dari pusat kawasan
penghasil manggis di dusun Cengal sehingga fungsinya kini menjadi berkurang.
Seperti yang dijelaskan bapak IT sebagai berikut:
“ ada pembangunan gudang manggis di karyabakti, deket ama kantor desa.
Pembangunan itu rasanya nggak tepat, soalnya penghasil manggis kan
banyaknya di cengal, masa harus diangkut dulu ke Karyabakti baru dijual”
IT.
48
Program yang lainnya yaitu perbaikan jembatan (betonisasi) yang
menghubungkan jalan utama Desa Karacak dengan Dusun Cengal. Program ini
sepenuhnya dipegang oleh Dina Bina marga dan dijadikan proyek oleh
pemerintah desa. Dana pembangunan sendiri berasal dari APBN Kabupaten
Bogor. Perbaikan jembatan ini dinilai mampu memperlancar transportasi hingga
ke Dusun Cengal yang merupakan pusat area manggis di Kecamatan Leuwiliang
PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM
AGROPOLITAN
Peran stakeholders dapat diukur dengan menggunakan tingkat pengaruh
dan tingkat kepentingan stakeholders ketika menjalankan program suatu program
(IFC 2007). Tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dilihat dari sudut pandang
masyarakat terhadap pihak-pihak yang memiliki pengaruh dan kepentingan
terhadap program agropolitan. Stakeholders tersebut merupakan anggota POKJA,
POSKO dan pihak lain yang berinteraksi juga dengan masyarakat ketika
menjalankan program agropolitan. Tingkat pengaruh diukur dengan 36 pertanyaan
yang terbagi menjadi tahapan agropolitan mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. Tingkat kepentingan diukur dengan 42 pertanyaan yang juga terbagi
menjadi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Stakeholders Agropolitan
Sebuah program tentunya berjalan dengan adanya dukungan dan kerjasama
antar stakeholders. Stakeholders merupakan komuniti atau kelompok individu
yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap jalannya sebuah program.
Suatu pihak dianggap sebagai stakeholders jika memiliki tiga atribut yaitu:
kekuasaan, legitimasi dan kepentingan (Budimanta dkk 2008). Stakeholders yang
diidentifikasi terlibat dalam program agropolitan tentunya harus memiliki atribut
kepentingan dan pengaruh yang menentukan perannya dalam menjalankan
program (IFC 2007). Menurut Reed et.al (2009) analisis stakeholders dimulai dari
identifikasi stakeholders yang bertujuan untuk menemukan pihak yang
mempengaruhi penyelenggaraan program agropolitan baik yang secara langsung
berinteraksi dengan pihak masyarakat maupun tidak berinteraksi secara langsung.
Hasil identifikasi stakeholders program agropolitan di Desa Karacak, merujuk
pengklasifikasian stakeholders oleh Sriani (2012) diklasifikasikan ke dalam enam
kelompok yakni pemerintah kabupaten, pemerintah desa, opinion leader, LSM,
perguruan tinggi dan swasta. Stakeholders yang dicantumkan merupakan
stakeholders yang telah terlibat, sedang terlibat maupun berpotensi untuk terlibat.
Hasil identifikasi stakeholders disajikan pada Tabel 9.
Setiap stakeholders, baik yang telah terlibat mulai dari perencanaan sampai
evaluasi maupun yang seharusnya terlibat tapi tidak melibatkan diri saat
pelaksanaan di Desa Karacak pada masa pelaksanaan program tahun 2005-2010
telah teridentifikasi dengan baik. Selain itu stakeholders yang tercantum
merupakan stakeholders yang tergabung di POKJA agropolitan baik yang ditemui
di lapang maupun yang disebut responden saat wawancara.
50
Tabel 9 Matriks stakeholders program agropolitan
No Nama Lembaga Klasifikasi Keterlibatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
13
14
Dinas Pertanian dan Kehutanan
Dinas Bina Marga dan Pengairan
Dinas Peternakan dan perikanan
Dinas Koperasi, UKM , Perindustrian
dan Perdagangan
BAPPEDA
BP4K
BP3K
Aparat Desa
Lembaga Keuangan (Koperasi Al-
Ikhsan), PT Agung Mustika Selaras, dan
Rabo Bank
LSM
Akademisi (P4W IPB dan PKBT IPB)
Penyuluh Pertanian
Ketua Gapoktan
Ketua POKJA
Pemerintah Kabupaten
Pemerintah Kabupaten
Pemerintah Kabupaten
Pemerintah Kabupaten
Pemerintah Kabupaten
Pemerintah Kabupaten
Pemerintah Kecamatan
Pemerintah Desa
Swasta
LSM
Perguruan Tinggi
Pemerintah Kecamatan
Opinion Leader
Opinion Leader
Terlibat
Pernah Terlibat
Pernah Terlibat Pernah
Terlibat
Terlibat
Pernah Terlibat
Pernah Terlibat
Terlibat
Terlibat
Belum Terlibat
Terlibat
Terlibat
Terlibat
Terlibat
Sebenarnya masih banyak stakeholders yang tergabung selama
pelaksanaan program agropolitan namun karena keterbatasan penulis maka
dibatasi menjadi 14 stakeholders. Menurut Budimanta dkk (2008) stakeholders
merupakan elemen pihak yang terlibat dalam program dan bergerak dengan
mengembangkan masyarakat. Maka dalam penelitian ini pihak masyarakat
sebagai komuniti yang menerima program dipisahkan dalam pembahasan
kepentingan dan pengaruh dan dianggap sebagai pihak yang menerima dampak
pengaruh tersebut.
Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan
Tingkat pengaruh stakeholders dilihat dari pengaruh 14 stakeholders
agropolitan pada setiap tahapan baik dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program. Kekuatan pengaruh (power) mengacu kepada seberapa besar
kemampuan materi atau dana, personality serta jaringan masing-masing
stakeholders dalam mempengaruhi arah dan dinamika perkembangan program
(IFC 2007). Menurut Mayer (2001), pengaruh merupakan kapasitas atau
kemampuan untuk menyelesaikan suatu tujuan. Kekuatan pengaruh tertinggi
terjadi apabila seseorang dengan unsur-unsur kekuasaan yang dimilikinya
menjangkau dari tingkat desa hingga ke tingkat kabupaten (Budimanta dkk 2008).
Melihat pengaruh stakeholders dalam program agropolitan diukur dari seberapa
besar kekuatan dananya, jaringan dan pengaruh personality masing-masing
stakeholders dalam tiap tahapan kemudian dijumlahkan skor masing-masing
stakeholders dalam semua tahapan. Pengaruh keseluruhan stakeholders selama
pelaksanaan program agropolitan dari mulai perencanaan sampai evaluasi dilihat
dari kekuatan dana, jaringan dan personality-nya dapat dilihat pada Tabel 10
51
Tabel 10 Frekuensi dan persentase dukungan dana, jaringan dan personality
stakeholders
Dukungan Dana Keseluruhan
Dukungan Dana Frekuensi Persentase (%)
Rendah ( Tidak Pernah Memberikan) 4 13.3
Sedang ( Jarang Memberikan) 22 73.3
Tinggi (Selalu Memberikan) 4 13.3
Total 30 100
Jaringan Keseluruhan
Jaringan Stakeholders Frekuensi Persentase (%)
Rendah (Kurang Luas) 23 76.7
Sedang (Cukup Luas) 7 23.3
Tinggi (Luas) 0 0
Total 30 100
Personality Stakeholders
Personality Frekuensi Persentase (%)
Rendah 26 86.7
Sedang 4 13.3
Tinggi 0 0
Total 30 100
Kekuatan Dana
Kekuatan dana merupakan jumlah dukungan finansial/materi yang diberikan
untuk mendukung program (IFC 2007). Dukungan dana meliputi pemberian dana
modal maupun pembiayaan program agropolitan. Secara keseluruhan dukungan
dana untuk penyelenggaraan program agropolitan termasuk sedang. Berdasarkan
Tabel 10, sebanyak 73.3% responden menyatakan bahwa stakeholders jarang
memberikan dana saat penyelenggaraan program. Hasil wawancara menunjukan
bahwa masyarakat lebih sering memberikan dukungan dana untuk transportasi dan
konsumsi dari pada pemerintah, walaupun dukungan dana nominalnya besar,
namun hanya sedikit masyarakat yang mengetahui penggunaan dana tersebut
untuk kepentingan program agropolitan. Sebanyak 13.3% responden menyatakan
bahwa pengaruh stakeholders tinggi. Pengaruh ini hanya melekat pada beberapa
stakeholders tertentu seperti Dinas Pertanian, maupun Dinas Peternakan yang
memberikan dukungan dana tinggi pada program pengembangan SDM dan
pengembangan budidaya. Stakeholders lainnya yaitu Dinas Bina Marga yang juga
memiliki dukungan dana yang tinggi pada program peningkatan fasilitas dan
infrastruktur. Namun terdapat 13.3% responden yang menyatakan bahwa
dukungan dana stakeholders terhadap program agropolitan rendah, hal ini
disebabkan karena masyarakat tersebut merasa tidak mendapatkan bantuan dari
program agropolitan. Tokoh seperti akademisi, aparat desa, Ketua Gapoktan dan
ketua POKJA juga tidak memiliki kekuatan dana dalam pelaksanaan program.
Mereka hanya menyediakan tempat atau menyediakan fasilitas pada saat rapat
membahas agropolitan saja. Seperti yang dituturkan oleh bapak RD berikut:
52
“Biasanya kalau ada rapat-rapat kita nggak pernah dikasih uang apa-apa
paling ya makanan ringan atau buah-buahan hasil kebun itupun yang bawa
kadang yang pak Bakri ketua POSKO sama ketua gapoktannya. Kalau mau
dateng rapat ya agropolitan ya ongkos sendiri” RD.
Sedangkan dukungan pendanaan dari lembaga seperti Rabo Bank, dan PT
Agung Mustika selaras tidak banyak berpengaruh terhadap pendanaan program
agropolitan mengingat tidak dapat diakses oleh semua masyarakat, hanya
masyarakat yang memiliki lahan manggis dan jaminan pinjaman yang bisa
meminjam. Jumlah masyarakat yang memenuhi kriteria tersebut di Desa Karacak
sangat terbatas.
Kekuatan Jaringan
Kekuatan jaringan merupakan kuat lemahnya pengaruh setiap stakeholders
terhadap masyarakat melalui proses interaksi dan relasi individu masyarakat
dengan pihak lain yang juga berkepentingan dalam program, komunitas penerima
program maupun pihak eksternal (IFC 2007). Luasnya Jaringan didasarkan pada
kerjasama yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi sosial antar pihak
stakeholders agropolitan. Berdasarkan Tabel 10 sebanyak 76.7% responden
menyatakan bahwa stakeholders memiliki jaringan yang kurang luas terutama saat
berinteraksi dengan masyarakat. Setiap kali pelaksanaan pihak dinas cenderung
hanya berkomunikasi dengan ketua POSKO tanpa ada koordinasi dengan
masyarakat. Keberadaan aparat desa yang seharusnya berfungsi sebagai
penghubung seringkali menyimpan informasinya, serta hanya meneruskan
informasi kepada masyarakat yang dekat dengan beliau, seperti ketua POSKO
atau Ketua Gapoktan. Berbeda dengan hal tersebut, 23.3% responden menyatakan
interaksi dan relasi stakeholders cukup luas. Responden tersebut secara non-
formal dekat dengan aparat desa maupun ketua POSKO sehingga ketika ada
program agropolitan sering diikutsertakan dalam koordinasi. Potensi luasnya
jaringan stakeholders banyak terlihat pada program pengembangan SDM dan
budidaya mengingat program tersebut melibatkan banyak pihak mulai dari
penyuluh, Dinas Pertanian, BP3K, BP4K, UPTD dan akademisi. Namun,
masyarakat merasa program berjalan secara parsial tanpa ada koordinasi antar
stakeholders bahkan sering juga terjadi tumpang tindih pelaksanaan program dari
dua dinas yang tujuannya sama. Seperti yang disampaikan bapak KM sebagai
berikut:
“ Agropolitan ini kan program pertanian, sering ada pelatihan tentang gimana
cara nanem manggis, cara ngilangin burik di manggis, cara milih manggis jadi
grade A,B, dan C. Tapi pelatihan itu sering banget dari dinas, Ipebe dan
Bepetigaka saking banyaknya pelatihan tapi yang diajarin itu-itu aja. Mungkin
nggak ada diskusi dulu sebelumnya kalau bikin program” KM.
Personality
Personality merupakan karakteristik individu atau suatu pihak yang
menyebabkan perilaku seseorang diterima atau tidak oleh pihak lain (IFC 2007).
Pihak lain tersebut adalah masyarakat. Perilaku yang diterima atau tidak oleh
masyarakat disebabkan karena keterbukaannya dengan masyarakat dan
mendengarkan dengan hati-hati pendapat masyarakat. Pihak yang sering
53
mendengarkan pendapat masyarakat adalah ketua POSKO agropolitan, Ketua
Gapoktan dan penyuluh pertanian karena berinteraksi langsung dengan
masyarakat juga menjadi tempat pengaduan kekecewaan terhadap program.
contohnya ketika bantuan yang dibagikan tidak merata keseluruh anggota. Seperti
yang ditunjukan pada Tabel 10 bahwa personality stakeholders yang rendah
memiliki persentase terbanyak yaitu 86.7% responden, sisanya 13 % responden
menyatakan bahwa personality stakeholders termasuk sedang. Personality ini
dipengaruhi juga oleh kedekatan secara individu antara masyarakat dengan
stakeholders. Pertemuan seperti pelatihan dan studi banding untuk peningkatan
produktivitas komoditi manggis mampu menyediakan ruang berpendapat bagi
masyarakat namun tidak terjadi timbal balik antara stakeholders dengan
masyarakat penerima program.
Pihak dinas misalnya, diantara dinas yang bergabung dalam POKJA
agropolitan yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Bina Marga dan
Pengairan, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian
dan Perdagangan. Dari empat dinas tersebut yang sering berinteraksi dengan
masyarakat adalah Dinas Pertanian, perwakilan dari dinas tersebut bersedia hadir
ke kebun atau sawah untuk mengikuti pelatihan bersama anggota kelompok tani
seperti pernyataan bapak UPD berikut:
“ Katanya agropolitan itu program bersama dari banyak dinas, ada dinas
peternakan, dinas koperasi, dinas peternakan, tapi yang mau turun ke
masyarakat buat ikut pelatihan paling dari dinas pertanian aja. Saya mah salut,
mereka mau becek-becekan di sawah, ikut kekebun juga” UPD.
Secara keseluruhan pengaruh stakeholders yang dilihat dari dukungan
dana, kekuatan jaringan dan personality berada di tahap rendah menurut
masyarakat, pernyataan tersebut didukung dengan Gambar 6.
Gambar 6 Persentase responden berdasarkan tingkat
pengaruh stakeholders dalam program
agropolitan
Kemampuan stakeholders dalam mempengaruhi masyarakat pada
keseluruhan program agropolitan masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari
Persentase yang menunjukan bahwa frekuensi tertinggi berada pada tingkat
rendah yaitu 53%, sedangkan di tingkat sedang persentasenya 43.3%. Namun
sekitar 3.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam program
agropolitan secara keseluruhan termasuk tinggi. Keterlibatan stakeholders secara
keseluruhan hanya sebagai pemilik program, pemberi dana kegiatan dan
menentukan persyaratan program seperti penyediaan dana, pemateri pelatihan dan
53.3% 43.4%
3.3%
Rendah Sedang Tinggi
54
fasilitator dalam program jaringan kemitraan. Pengaruh stakeholders ditentukan
oleh variabel personality, secara garis besar keterbukaan stakeholders dalam
membahas program dengan masyarakat masih rendah. Hal sebanding juga berlaku
terhadap kondisi jaringan stakeholders, dalam pelaksanaannya kerjasama dan
koordinasi antar masing-masing stakeholders masih rendah, hanya beberapa pihak
yang mengetahui informasi program seperti ketua POKJA dan aparat desa yang
artinya jaringan stakeholders masih terbatas pada elit masyarakat sesuai dengan
pernyataan bapak SRT sebagai berikut:
“Dari pihak dinas sendiri waktu awal-awal sering diskusi sama masyarakat.
Tapi kenyataannya sekarang udah nggak pernah keliatan lagi. Kalau ada
rapat bareng dinas paling yang datang cuma penyuluh sama orang
kecamatan.Ya ginilah jadinya agropolitan, sekarang orang dinas pada entah
kemana” SRT.
Pengaruh Stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan
Pada tahap perencanaan, pihak yang banyak terlibat adalah BAPPEDA
Kabupaten Bogor, Pihak Akademisi yaitu P4W IPB, Dinas Pertanian, aparat desa,
Ketua POSKO agropolitan. Pihak dinas yang tergabung dengan POKJA
agropolitan mengikuti proses perencanaan namun hanya pada saat perencanaan di
tingkat kabupaten. Sedangkan di tingkat desa beberapa dinas tidak langsung
berinteraksi dengan masyarakat sehingga pengaruh mereka rendah (Gambar 7).
Gambar 7 Persentase responden berdasarkan tingkat
pengaruh stakeholders dalam perencanaan
program agropolitan
Gambar 7 menunjukan bahwa 50% responden menyatakan bahwa pengaruh
stakeholders rendah. Hanya beberapa stakeholders yang memiliki personality
yang tinggi diantaranya ketua POSKO, Dinas Pertanian dan aparat desa. Ketiga
pihak itu mampu mendengarkan aspirasi masyarakat, mampu bergaul dengan
masyarakat pada proses perencanaan. Sedangkan 33.3% responden menyatakan
bahwa pengaruh stakeholders terbilang sedang dan 16.7% responden menyatakan
bahwa pengaruh stakeholders dalam tahap perencanaan termasuk tinggi.
Responden yang menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam perencanaan
rendah salah satunya bapak MDA, penuturannya sebagai berikut:
“Dulu mah, waktu perencanaan di kantor desa banyak yang ikut dari dinas.
Tapi yang sering ngobrol sama mayarakat paling mas Ngali orang bapeda trus
ngajak pak bakri ketua POSKO sama pak kades muter-muter desa bikin
perencanaan wilayah” MDA.
50.0%
33.3%
16.7%
Rendah Sedang Tinggi
55
Perencanaan agropolitan lebih banyak mengundang masyarakat dengan
metode diskusi atau FGD (Focus Group Discussion), dalam perencanaan juga
terdapat sosialisasi di balai desa Karacak. Saat FGD atau lokakarya tersebut juga
dominasi peran banyak dilakukan oleh Dinas Pertanian dan BAPPEDA saja,
koordinasi dan keterbukaan dalam pembahasan program masih kurang sehingga
masyarakat merasa bahwa pengaruh mereka rendah terhadap masyarakat.
Koordinasi terjadi hanya dari pihak dinas kepada ketua POSKO atau aparat desa
setempat seperti Kepala Desa.
Pengaruh Stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan
Pengaruh stakeholders pada tahap pelaksanaan dilihat dari pengaruh
stakeholders dalam tiga indikator yaitu dukungan dana, jaringan dan personality
stakeholders selama pelaksanaan program agropolitan tersebut dalam program
pengembangan sumberdaya manusia, program pengembangan budidaya,
pengembangan permodalan dan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur.
Masing-masing stakeholders tentunya memiliki pengaruh sesuai dengan
karakteristik yang berbeda pada masing-masing program (Gambar 8).
Gambar 8 Persentase responden berdasarkan tingkat
pengaruh stakeholders dalam pelaksanaan
program agropolitan
Pengaruh stakeholders dalam program agropolitan termasuk sedang.
Penyataan tersebut didukung dengan data menunjukan bahwa 13.3% responden
menyatakan pengaruh stakeholders rendah sedangkan 83.3% responden
menyatakan pengaruh stakeholders sedang dalam keseluruhan program
agropolitan dan 3.3% responden menyatakan bahwa pengaruh stakeholders dalam
tahap pelaksanaan tinggi. Pengaruh stakeholders dalam setiap program tentunya
berbeda. Pada program pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan
budidaya, Dinas Pertanian memegang pengaruh yang sangat besar mulai dari
dukungan dana, jaringan dan memiliki personality yang baik, mampu dekat
dengan masyarakat sebagai dinas yang bertanggung jawab dalam pengembangan
sumberdaya manusia dan budidaya pertanian seperti dituturkan bapak SPR
berikut:
“Kalau penyuluhan, SLPHT atau bantuan pertanian yang banyak membantu
mah Dinas Pertanian. Orang dinasnya juga sering deket ama kelompok tani.
Mau ngobrol ama petani atau kadang nanyain pendapat petani gimana
baiknya program agropolitan ini” SPR.
13.3%
83.4%
3.3%
Rendah Sedang Tinggi
56
Pengaruh stakeholders pada program agropolitan juga ditentukan oleh
tanggung jawabnya pada tupoksi, misalnya Dinas Bina Marga ternyata hanya
berpengaruh pada tahap pelaksanaan khususnya program peningkatan
infrastruktur, karena tugas pembuatan jembatan dan peningkatan jalan diberikan
kepada pihak ketiga yaitu kontraktor, sehingga interaksi dengan masyarakat
sangat kurang. Apalagi dalam program pengembangan permodalan, peran
koperasi Al-ikhsan masih sangat dominan pada awal tahun 2006 sampai tahun
2008 dalam memberikan pinjaman dan penampungan hasil panen. Namun, akibat
mekanisme pembayaran pinjaman yang terhambat sehingga koperasi kehabisan
modal, ditambah lagi dengan iuran anggota yang tersendat. Upaya menampung
hasil panen dan menjual kembali dengan harga yang stabil telah dilakukan oleh
koperasi Al-ikhsan, namun terhambat karena kondisi sekarang, kepemilikan
pohon manggis banyak dialihkan kepada investor luar desa menyebabkan
masyarakat tidak mempunyai hak untuk memutuskan penjualan manggis.
Pengaruh Stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan
Evaluasi secara formal oleh pihak dinas anggota POKJA agropolitan
sebenarnya sudah dilaksanakan tahun 2010-2011 namun hanya mengikutsertakan
dinas dan ketua POSKO saja. Sementara masyarakat tidak diikutsertakan secara
langsung. Hal ini menyebabkan pengaruh stakeholders rendah pada saat evaluasi
program agropolitan seperti yang ditunjukkan secara rinci pada Gambar 9.
Gambar 9 Persentase responden berdasarkan tingkat
pengaruh stakeholders dalam evaluasi program
agropolitan
Gambar 9 menunjukan bahwa 96.7% responden menyatakan pengaruh
stakeholders rendah sedangkan 3.3% responden menyatakan pengaruh
stakeholders sedang. Evaluasi secara non-formal sering dilaksanakan dalam
perkumpulan kelompok tani yang diinisiasi oleh ketua POSKO agropolitan
sehingga pengaruh terbesar dalam evaluasi adalah ketua POSKO agropolitan
namun pihak lain yang tidak mengundang masyarakat untuk evaluasi langsung
seperti dinas kabupaten dianggap memiliki pengaruh yang rendah pada evaluasi
program, seperti yang di sampaikan oleh bapak SSD berikut:
“Dari dinas belum pernah ngajak buat evaluasi agropolitan, ya ibaratnya
ngukur bareng sama masyarakatlah apakah sebenernya agropolitan ini udah
berhasil apa belum, kedepannya mau digimanain. Paling kita evaluasi ya rapat
bareng ama ketua POSKO di Cengal. Mungkin ada evaluasi bareng ama
Dinas Pertanian tapi yang diundang yang ketua POSKO ama aparat desa
doang” SSD
96.7%
3.3%
Rendah Sedang Tinggi
57
Kepentingan stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Agropolitan
Tingkat kepentingan stakeholders merupakan variabel dari peran
stakeholders dengan melihat seberapa penting keberadaan stakeholders tersebut
bagi masyarakat, diukur dari tujuan keterlibatan stakeholders dan aksi
dimasyarakatnya seperti dikutip dalam Budimanta dkk (2008) bahwa stakeholders
pasti memiliki tujuan tertentu ketika bergabung dalam suatu program.
Kepentingan stakeholders dalam penyelengaraan program agropolitan dilihat dari
kepentingannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Analisis
stakeholders berbasis kepentingan mampu membantu klarifikasi motivasi
keterlibatan stakeholders demi kepentingan pribadi, kepentingan organisasi
maupun kepentingan masyarakat dalam melaksanakan program (Mayer 2001).
Kepentingan stakeholders dalam keseluruhan penyelenggaraan program
agropolitan dapat dilihat dari Gambar 10.
Gambar 10 Persentase responden berdasarkan tingkat
kepentingan stakeholders dalam penyelenggaraan
program agropolitan
Gambar 10 menunjukan bahwa 6.7% responden menyatakan kepentingan
stakeholders terhadap program agropolitan rendah sedangkan 86.7% responden
menyatakan bahwa kepentingan stakeholders sedang dan 6.7% responden
menyatakan bahwa stakeholders memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap
pelaksanaan program agropolitan. Hasil tersebut menunjukan bahwa secara umum
kepentingan stakeholders adalah sedang pada penyelenggaraan program
agropolitan. Beberapa stakeholders memang tidak dikenal secara dekat oleh
masyarakat seperti perwakilan dari Dinas Bina Marga, Dinas Peternakan, Dinas
Koperasi dan UKM, serta Rabo Bank namun dari hasil program yang belum
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan dalam pelaksanaan programnya
juga tidak melibatkan masyarakat maka masyarakat menganggap kepentingan
mereka hanya menjalankan tugas dari organisasi. Hal ini didukung oleh
pernyataan bapak MNN sebagai berikut:
“Saya nggak tau kalau ada dinas koperasi, dinas peternakan, terus ada rabo
bank juga yang gabung di agropolitan desa Karacak ini, yang saya sering tau
paling dinas pertanian, BAPPEDA, penyuluh, koperasi AL-ikhsan itu aja
sebagai anggota kelompok tani saya sendiri jarang diajak programnya, dapet
pinjamannya juga nggak” MNN.
6.7%
86.6%
6.7%
Rendah Sedang Tinggi
58
Penjelasan tersebut menyatakan bahwa kepentingan disebabkan juga oleh
kinerja suatu pihak dalam pelaksanaan program (Groenendijk 2003). Jika
masyarakat melihat kinerjanya rendah atau pihak tersebut mencari peluang untuk
menguntungkan diri sendiri biasanya kepentingan bagi masyarakatnya rendah.
Kepentingan stakeholders juga dipengaruhi pandangan masyarakat terhadap
stakeholders tersebut. Misalnya yang pihak yang berkonflik sering memandang
berbeda kepentingan stakeholders dan sering melakukan prasangka buruk pada
stakeholders tersebut. Bapak SHT merupakan pihak yang berkonflik dengan
Ketua Gapoktan maka pandangannya terhadap Ketua Gapoktan memiliki
kepentingan yang rendah dan hanya mementingkan diri sendiri seperti
disampaikan bapak SHT sebagai berikut:
“Kalau ketua gapoktan itu kepentingannya rendah, saya sering nggak dapet
bantuan, mungkin bantuan itu malah buat kepentingan individu atau orang
terdekatnya aja” SHT.
Kepentingan stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan
Kepentingan stakeholders dalam perencanaan program dilihat dari
kepentingan stakeholders dalam membuat masterplan maupun kinerjanya dalam
pelatihan fasilitator agropolitan yang diwujudkan dengan pelatihan PPS (Penyuluh
Pertanian Swadaya), lokakarya/sosialisasi wilayah agropolitan yang dilaksanakan
baik ditingkat kabupaten maupun ditingkat desa. Hasil dari lokakarya tersebut
antara lain: pembagian zona wilayah agropolitan, penyusunan rencana program
agropolitan dan pemetaan wilayah dalam rangka perencanaan program
agropolitan. Tingkat kepentingan stakeholders pada perencanaan program, terlihat
dari seberapa besar kinerja stakeholders untuk memenuhi kepentingan masyarakat
ataupun organisasi dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Persentase responden berdasarkan tingkat
kepentingan stakeholders dalam perencanaan
program agropolitan
Gambar 11 menunjukan bahwa 73.3% responden menyatakan
stakeholders memiliki kepentingan yang sedang dalam perencanaan program
agropolitan sedangkan 26.7% responden menyatakan bahwa stakeholders
memiliki kepentingan yang tinggi dalam tahap perencanaan program agropolitan.
Secara garis besar pada saat perencanaan tingkat kepentingan stakeholders adalah
rendah.
73.3%
26.7%
Rendah Sedang Tinggi
59
Kepentingan stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan
Kepentingan stakeholders dalam penyelengaraan program agropolitan
dilihat dari kepentingannya dalam penyelenggaraan program pengembangan SDM,
pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan program peningkatan
fasilitas dan infrastruktur. Kepentingan erat kaitannya dengan keberadaan
stakeholders tersebut dalam program. Renald Kasali dalam Wibisono (2007)
menjelaskan bahwa stakeholders primer dalam sebuah program merupakan
stakeholders paling penting. Pada pelaksanaan program agropolitan stakeholders
primer yaitu pihak Dinas Pertanian, aparat desa, ketua POSKO agropolitan Desa
Karacak. Tingkat kepentingan stakeholders pada pelaksanaan program dapat
dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Persentase responden berdasarkan tingkat
kepentingan stakeholders dalam pelaksanaan
program agropolitan
Gambar 12 menunjukan bahwa 86.7% responden menyatakan stakeholders
memiliki kepentingan yang sedang dalam pelaksanaan program agropolitan
sedangkan 13.3% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki
kepentingan yang tinggi dalam tahap pelaksanaan program agropolitan. Dapat
disimpulkan bahwa kepentingan stakeholders berada pada tingkat sedang.
Kepentingan berada pada tingkat sedang diakibatkan oleh ada stakeholder yang
memiliki tingkat kepentingan yang tinggi misalnya Ketua Gapoktan dan terdapat
stakeholder yang kepentingannya sangat rendah misalnya LSM sehingga ketika
ditotalkan hasilnya sedang. Bapak AMR yeng merupakan ketua kelompok tani
yang selama ini berinteraksi dengan ketua POSKO menyatakan bahwa kinerjanya
sebagai ketua POSKO didasari oleh motif mensejahterakan anggotanya,
keputusan yang diambil dipertimbangkan menurut kebutuhan anggota kelompok
tani dan dalam pembagian bantuannya selalu adil pada setiap kelompok tani.
“…Niat orang membantu kan kita nggak tau, banyak yang ngakunya jadi
pimpinan atau perwakilan dari dinasnya misalnya ngasih bantuan kaya
bantuan buat gudang manggis untuk kepentingan masyarakat, tapi prosesnya
sendiri nggak mentingin kebutuhan masyarakat yang penting program jalan.
Kalau pak Bakri sih saya kenal orangnya baik, sebagai ketua POSKO
agropolitan dia bener-bener ngarahin masyarakat, sering nanyain kira-kira
perlu bantuan apa, perlu program apa, perlu pelatihan apa. Pokoknya serius
banget ngejalanin agropolitan ini untuk kesejahteraan masyarakat khususnya
kelompok tani” AMR.
86.7%
13.3%
Rendah Sedang Tinggi
60
Kepentingan stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan
Kepentingan stakeholders dalam evaluasi program dilihat dari kepentingan
stakeholders dalam menilai keberhasilan program serta pelaporan hasil program
agropolitan pada masyarakat. Dalam sebuah program tentunya pengukuran
evaluasi harus berdasarkan kepada tujuan program. Tujuan program agropolitan
adalah mensejahterakan masyarakat, namun masih ada stakeholders memiliki
tujuan yang berbeda dengan tujuan program sehingga perlu dilihat sejauhmana
pelaksanaan program yang dibawanya membantu masyarakat.
Gambar 13 Persentase responden berdasarkan tingkat
kepentingan stakeholders dalam evaluasi
program agropolitan
Gambar 13 menunjukan bahwa 53.3% responden menyatakan stakeholders
memiliki kepentingan yang sedang dalam evaluasi program agropolitan
sedangkan 46.7% responden menyatakan bahwa stakeholders memiliki
kepentingan rendah dalam tahap perencanaan program agropolitan. Hal ini
dipengaruhi oleh tahap evaluasi program bersama dinas, LSM, dan lembaga
keuangan yang tidak dilaksanakan di Desa Karacak. Pelaksanaan evaluasi ini
dilakukan di kalangan anggota POKJA agropolitan, tidak melibatkan masyarakat
hanya mengundang ketua POSKO serta aparat desa, hal tersebut yang
menyebabkan kepentingan stakeholders rendah. Namun, evaluasi non formal juga
dilaksanakan oleh stakeholders yang memiliki kepentingan yang tinggi dalam
evaluasi yaitu ketua POSKO. Ketua POSKO dalam rapat bulanan selalu
mengadakan evaluasi dan mengarahkan program agropolitan kedepannya bersama
dengan BP3K dan pemerintah Kecamatan.
Klasifikasi Stakeholders
Setiap stakeholders memiliki alasan keterlibatannya dalam program
agropolitan sehingga memungkinkan terdapat stakeholders yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi tujuan keterlibatannya. Sesuai
dengan langkah-langkah dalam melakukan klasifikasi stakeholders, langkah
dimulai dari melakukan identifikasi stakeholders, mengelompokan dan
membedakan antar stakeholders kemudian menyelidiki hubungan antar
stakeholders (Groenendijk 2003). Hasil penilaian atribut stakeholders meliputi
kepentingan dan pengaruh stakeholders pada program agropolitan berdasarkan
hasil kuesioner, observasi, wawancara dan penelusuran dokumen. Klasifikasi
stakeholder dalam program agropolitan dijelaskan pada Gambar 14.
46.7% 53.3%
Rendah Sedang Tinggi
61
Gambar 14 Klasifikasi stakeholders
Penilaian tinggi dan rendahnya tingkat kepentingan dan pengaruh
stakeholders didasarkan pada posisi masing-masing dalam kaitannya dengan
peran stakeholders, merujuk pada hasil penelitian Sriani (2012) terdapat pihak
yang berkepentingan secara legal menurut mandat pemerintah pusat yang
dibebankan sebagai tanggung jawab, contohnya dinas Kabupaten Bogor dan ada
juga yang berkepentingan riil terhadap sumberdaya, baik dalam dalam hal
pengelolaan maupun pemanfaatan, contohnya lembaga keuangan seperti KBU Al-
Ikhsan. Namun sayangnya kelompok tani sebagai lembaga informal kecil tidak
memiliki wewenang atas pelaksanaan program ini. Keberadaan mereka tidak
memiliki kewenangan untuk menentukan program agropolitan yang berlaku.
Dinas Pertanian memiliki kepentingan tinggi, setiap pelaksanaan program
agropolitan. Dinas Pertanian mengutamakan pendapat masyarakat, selain itu juga
memberikan bantuan mulai dari pelatihan sampai dengan bantuan asiltan kepada
masyarakat demi kepentingan masyarakat. Dinas Pertanian juga memiliki
pengaruh yang tinggi karena merupakan dinas yang mendominasi sebagian besar
program yang dilaksanakan di wilayah agropolitan Desa Karacak. Keikutsertaan
Dinas Pertanian pada mekanisme program agropolitan akan memberikan
kontribusi yang besar bagi berjalannya program ini seperti dinyatakan oleh Kepala
Desa Karacak sebagai berikut:
“Program agropolitan sebagian besar ditujukan untuk mendukung kemajuan
pertanian di Desa Karacak sehingga pihak yang paling sering bikin program
buat petani di Karacak ya Dinas Pertanian. Mulai dari sosialisasi di Desa,
pelatihan budidaya manggis, ngasih bantuan modal melalui PUAP dan
pembagunan gudang ini atas usulan dinas pertanian” Kepala Desa Karacak.
A
D C
B
62
BAPPEDA berperan dalam mempersiapkan masterplan di tingkat
kabupaten sampai ke tingkat desa, menentukan program dan melaksanakan
program pengawasan kawasan agropolitan, selain itu mendorong kelembagaan,
sarana dan prasarana pendukung program pengembangan kawasan agropolitan.
Sebagai pengelola kawasan yang biasanya diwakili oleh BAPPEDA, dinas ini
juga mengatur koordinasi antara dinas sektoral yang berkepentingan dalam
agropolitan. Sedangkan ketua POSKO agropolitan dan Ketua Gapoktan
merupakan perwakilan masyarakat yang memiliki kepentingan yang tinggi karena
mereka membawa aspirasi masyarakat sekaligus menyalurkan bantuan yang
diinisiasi oleh pemerintah kepada masyarakat. Aparat desa memiliki pengaruh
yang tinggi karena program agropolitan ini berada di wilayah administratif
pemerintahan Desa Karacak sehingga perizinan pelaksanaan program di desa
harus melewati aparat desa khususnya Kepala Desa. Penyuluh pertanian dan
akademisi memiliki pengaruh yang tinggi namun kepentingan yang rendah bagi
masyarakat karena memiliki peran sebagai penyampai informasi kepada
masyarakat maupun pemberi masukan kepada pemerintah bagaimana seharusnya
mekanisme program agropolitan. Pada kelompok stakeholders yang memiliki
pengaruh dan kepentingan rendah ada BP4K, BP3K, Dinas Koperasi, UKM dan
perindustrian, LSM dan lembaga keuangan (Koperasi KBU Al–Ikhsan, PT Agung
Mustika Selaras, dan Rabo Bank). Keberadaan mereka hanya dianggap sebagai
pihak yang terlibat sesaat pada saat penyelenggaraan program agropolitan tahun
2004-2010.
Berdasarkan matriks tersebut, wilayah A, B, dan C merupakan stakeholders
kunci yang dapat mempengaruhi mekanisme secara signifikan sedangkan kotak D
merupakan stakeholders yang tidak mempengaruhi program secara signifikan.
Implikasi dari keberadaan stakeholders pada masing-masing kotak adalah
klasifikasi/pengolongan stakeholders menurut IFC (2007) sebagai berikut :
a) Wilayah A merupakan stakeholders dengan tingkat pengaruh tinggi
dalam implementasi program agropolitan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai evaluasi tetapi memiliki kepentingan yang rendah
digolongkan menjadi keep statisfied pada mekanisme program
agropolitan. Stakeholders yang termasuk keep statisfied adalah Dinas
Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi
b) Wilayah B merupakan stakeholders dengan tingkat pengaruh dan
kepentingan yang tinggi dalam program agropolitan digolongkan
menjadi manage closely. Stakeholders yang termasuk manage closely
adalah Ketua Gapoktan, Ketua POSKO, aparat desa, Dinas Pertanian
dan BAPPEDA Kabupaten Bogor.
c) Wilayah C merupakan stakeholders yang memiliki pengaruh rendah
tetapi kepentingannya tinggi dalam program agropolitan digolongkan
menjadi keep informed. Stakeholders yang termasuk dalam keep
informed adalah Dinas Bina Marga
d) Wilayah D merupakan stakeholders pada kuadran ini memiliki
pengaruh dan kepentingan yang rendah dalam program agropolitan
digolongkan menjadi monitor. Stakeholders yang termasuk dalam
monitor adalah, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan dan
UKM, BP3K, BP4K, LSM dan Lembaga Keuangan ( Koperasi KBU
Al–Ikhsan, PT Agung Mustika selaras, dan Rabo Bank)
63
Matriks tersebut menjelaskan posisi stakeholders dalam program
agropolitan. Dinas Bina Marga sebagai Keep Informed harus memiliki inisiatif
khusus mengajak masyarakat terlibat dalam programnya bila menginginkan
program yang dilaksanakannya lancar dan keberlanjutan. Ketika masyarakat
mengikuti suatu program dan berinteraksi dengan stakeholder pelaksana program
maka stakeholder tersebut akan dikenali masyarakat sehingga ketertarikan
masyarakat dengan programnya pun diharapkan akan meningkat. Bentuk
partisipasi yang diharapkan juga bukan hanya partisipasi dalam memberikan
pendapat namun juga bersedia menyumbang tenaga untuk pembangunan
infrastruktur program agropolitan. Di sisi lain Ketua Gapoktan, Ketua POSKO,
aparat desa, Dinas Pertanian dan BAPPEDA Kabupaten Bogor. sebagai pihak
yang digolongkan menjadi manage closely yang menentukan kesuksesan
berjalannya program agropolitan serta keberlanjutan program agropolitan. Pihak
tersebut mampu membangun jaringan dengan stakeholders lainnya. Agar program
berjalan dengan baik, stakeholders lainnya harus menjalin kerjasama dan
hubungan baik dengan pihak yang digolongkan dalam manage closely tersebut.
Stakeholders yang berperan sebagai keep statisfied dalam program ini adalah
Dinas Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi yang membutuhkan
manajemen dan dukungan yang lebih besar lagi dari pihak manage closely dalam
melanjutkan program agropolitan kedepannya. Stakeholders ini mampu
mempegaruhi jalannya program agropolitan dan menghambat program bila tidak
dilibatkan, sehingga harus diperhatikan.
Sedangkan stakeholders yang menjadi crowd yaitu Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian dan Perdagangan, BP3K, BP4K, LSM dan lembaga keuangan bukan
merupakan subyek atau pihak yang berpengaruh besar dalam keberlanjutan
program agropolitan, sehingga hanya dibutuhkan monitoring dan evaluasi dalam
prioritas yang rendah. Kenyataannya pada saat pelaksanaan pihak yang tergolong
dalam crowd tersebut hadir, namun intensitasnya tidak sebanyak pihak yang
berada pada wilayah manage closely, keep informed dan keep statisfied.
Penggolongan tersebut berlaku pada saat penyelenggaraan program agropolitan
tahun 2004-2010. Penggolongan tersebut berubah ketika terdapat perubahan
tanggungjawab dan wewenang pada masing-masing stakeholders dalam rangka
penyelenggaraan program agropolitan periode berikutnya. Hal ini terjadi di tahun
2009 ketika kemudian leading sector program agropolitan diserahkan kepada
Dinas Pertanian maka pihak BP4K dan BP3K memegang peranan penting dalam
agropolitan yang saat ini didominasi dengan program pembinaan PPS.
Keseluruhan peran tersebut kemudian terangkum dalam Tabel 11 yang
menjelaskan keterlibatan stakeholders dalam penyelenggaraan program
agropolitan, dilihat dari perannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Keterlibatan ini memperlihatkan motif keikutsertaan serta proses keterlibatan
stakeholders dalam program agropolitan.
64
Tabel 11 Keterlibatan stakeholders dalam setiap tahapan program agropolitan
Tahapan
Penyelenggaraan
Stakeholders yang terlibat dalam tahapan penyelenggaraan serta
bentuk keterlibatannya.
Tahap Perencanaan Dinas Kabupaten: Menyusun perencanaan keseluruhan teknis
maupun administratif, diantaranya penunjukan tempat pusat
kawasan agropolitan, pembuatan masterplan, menyusun anggaran
dana pembangunan
Pemerintah Desa/Kecamatan: Pemberian informasi program
kepada masyarakat dan perizinan program
Akademisi: Membantu dinas menyusun masterplan dan saran
terkait program
Ketua Gapoktan dan ketua POSKO: menjadi penyalur informasi
dan pihak yang menjelaskan detail program kepada masyarakat
Tahap Pelaksanaan BAPPEDA: Pemberi perizinan terhadap dinas yang ingin
melaksanakan program di kawasan agropolitan sekaligus pihak
yang menentukan anggaran dana yang diperlukan program.
Dinas Pertanian dan kehutanan serta dinas Perternakan dan
Perikananan : Penanggungjawab program pengembangan SDM,
dan pengembangan budidaya. Mengatur dan memberi insentif
pada PPS setiap POSKO. Setelah tahun 2009 melakukan
koordinasi dengan BP3K dan BP4K untuk melanjutkan program
agropolitan periode 2004-2010.
Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian: Penanggungjawab
program pengembangan permodalan dan mengatur pelaksanaan
programnya bekerja sama dengan Dinas Pertanian
Dinas Bina Marga bekerjasama dengan BAPPEDA mengatur
program peningkatan fasilitas dan infrastruktur dikawasan
agropolitan.
Lembaga Keuangan (Koperasi Al-ikhsan dan Rabo Bank):
Memberikan pinjaman kepada masyarakat maupun menampung
hasil panen
Pemerintah Desa/Kecamatan: memiliki fungsi perizinan, namun
dalam pelaksanaannya, tidak terlibat langsung
Ketua Gapoktan dan ketua POSKO: menjadi penyalur informasi
dan pihak yang menjelaskan detail program kepada masyarakat
Tahap Evaluasi Dinas Kabupaten: Pelaksanaan evaluasi secara formal hanya
dengan anggota POKJA saja tanpa memberitahu masyarakat
Pemerintah Desa/Kecamatan: hanya sebatas mengetahui, namun
tidak dilibatkan dalam evaluasi (dianggap terlalu rumit
birokrasinya)
Ketua POSKO: Dilibatkan dalam evaluasi karena keterlibatannya
sebagai anggota POKJA.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
AGROPOLITAN
Partisipasi masyarakat dalam program agropolitan ditentukan oleh
karakteristik responden. Bab ini membahas karakteristik partisipan yang dijadikan
sebagai responden dalam penelitian ini. Karakteristik partisipan yang di ukur
adalah tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan umur. Responden terebut mewakili
masyarakat yang diteliti tingkat partisipasi dalam program keseluruhan. Bab ini
juga menggambarkan sejauh mana partisipasi masyarakat melalui tangga
partisipasi Arnstein (1969) dalam program agropolitan ditahun 2004-2010 di Desa
Karacak baik secara keseluruhan, tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program. Tentunya partisipasi tersebut dapat dilihat sebagi bentuk partisipasi
masyarakat sehingga dijelaskan pula bentuk partisipasi disetiap tahapan program.
Karakteristik Partisipan
Program agropolitan sebagian besar berkaitan dengan pertanian sehingga
dalam pelaksanaannya, sasaran utama program adalah petani. Menurut Ariyani
(2007) program pembangunan akan keberlanjutan jika masyarakatnya
berpartisipasi melalui kelembagaan yang terdapat dimasyarakat. Berdasarkan
prinsip tersebut, program agropolitan diimplementasikan melalui kelembagaan
petani yaitu kelompok tani. Secara keseluruhan karakteristik partisipan program
dilihat dari pengetahuan terhadap program, umur partisipan, tingkat pendidikan
dan jenis pekerjaan.
Umur
Kondisi umur anggota kelompok tani di Desa Karacak sebagian
merupakan kaum dewasa yang berada diatas 18 tahun. Hal ini bisa disebabkan
karena minat anak muda dibidang pertanian khususnya di Desa Karacak masih
rendah. Mayoritas merupakan petani laki-laki yang bekerja di sawah atau kebun.
Peran koordinasi dengan Ketua Gapoktan maupun ketua POSKO juga di dominasi
oleh petani laki-laki. Profesi sebagai petani diminati oleh kalangan laki-laki yang
berumur lebih dari 50 tahun. Berhubung mekanisme program agropolitan
disalurkan melalui kelompok tani maka penerima program agropolitan didominasi
oleh anggota kelompok tani. Serupa dengan hal tersebut pada Gambar 6
menunjukan bahwa sasaran program agropolitan yang berusia dewasa lanjut
(berumur 50 tahun ke atas) sebanyak 50%, mereka kebanyakan merupakan
pensiunan yang memiliki lahan yang luas sehingga masih bertahan sebagai petani
dengan menggarap lahan pribadi sesuai dengan penyataan bapak SMD berikut:
“Saya itu neng umurnya udah tujupuluan, dulu sih pensiunan PLN tapi sekarang
udah nggak kerja. Nah, berhubung masih punya sawah ya kesawah aja sambil
nanem-nanem padi kan lumayan daripada dirumah nggak ngapa-ngapain terus ada
tawaran gabung ke kelompok tani, ikutan agropolitan, nah ya udah tuh, saya ikut
aja.” SMD.
66
Berbeda dengan alasan tersebut terdapat 43.3% penerima program
merupakan anggota yang tergolong dewasa madya yang berumur 30-50 tahun.
Mayoritas dari mereka menjadikan aktivitas pertanian sebagai aktivitas sehari-hari.
Sisanya sebesar 6.7% penerima program merupakan anggota kelompok tani yang
tergolong dewasa dini yang berumur 18-29 (Gambar 15).
Gambar 15 Persentase umur penerima program
agropolitan
Hal ini berimplikasi pada keberlanjutan program agropolitan, mengingat
banyaknya golongan tua yang berpartisipasi maka regenerasi program sangat
kurang. Pelaksanaan program juga menjadi terhambat akibat keterbatasan
mobilitas karena kondisi kesehatan anggota. Selain itu terdapat kesulitan ketika
pengajuan program, biasanya program agropolitan ini diajukan ke pemerintah
kabupaten kemudian disetujui dan dilaksanakan. Seringkali ketika dana akan
dibagikan ternyata nama anggota kelompok tani yang tertera pada proposal
pengajuan telah meninggal.
Jenis Pekerjaan
Sebagian besar jenis pekerjaan penerima program merupakan petani yaitu
sebanyak 60% (Gambar 16). Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sasaran
program agropolitan merupakan petani, terutama yang telah bergabung
dikelompok tani. Sasaran agropolitan sendiri sebenarnya merupakan masyarakat
luas, namun berhubung terdapat mekanisme pengajuan program hanya bisa
dilakukan oleh kelompok tani maka mayoritas penerima program merupakan
petani. Sisanya sebanyak 13% bekerja sebagai wiraswasta. Mereka merupakan
anggota kelompok tani yang memiliki lahan pertanian untuk dikerjakan, namun
hanya pada saat libur/mengisi waktu senggang. Motif keterlibatan mereka dalam
kelompok tani agar mendapat kemudahan mendapatkan bantuan asiltan serta
informasi teknologi pertanian. Mengingat program agropolitan juga banyak
berhubungan dengan aparat desa, maka terdapat 3% aparat desa yang juga bertani
dan menjadi anggota kelompok tani. Sisanya sebanyak 17% merupakan anggota
kelompok tani yang sudah pensiun atau bekerja sebagai buruh bangunan di Desa
Karacak. Golongan kelompok ini biasanya memiliki pekerjaan sampingan sebagai
petani dan kemudian bergabung menjadi kelompok tani.
6,7%
43,3% 50%
Dewasa Dini Dewasa Madya Dewasa Lanjut
67
Gambar 16 Persentase jenis pekerjaan penerima program
agropolitan
Keadaan tersebut menunjukan bahwa penyaluran program agropolitan untuk
meningkatkan pendapatan petani telah tepat sasaran yaitu ditujukan kepada
anggota kelompok tani. Namun kelemahannya, jika melihat bahwa agropolitan
merupakan program pengembangan kawasan yang harus didukung oleh banyak
pihak termasuk semua elemen masyarakat, maka program agropolitan perlu
merangkul kembali elemen masyarakat terutama pedagang/wirausaha agar
bermitra dengan petani.
Tingkat Pendidikan
Sebagian besar, yaitu sekitar 60% responden dari kelompok tani, hanya
mampu mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) sedangkan 27% petani
mampu bersekolah sampai tingkat SMP (Gambar 17). Namun beberapa kelompok
tani juga telah menempuh pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi sebanyak 3%
dan sisanya yaitu 10% telah menempuh pendidikan hingga SMA. Kondisi tersebut
sebanding dengan tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak. Rendahnya
tingkat pendidikan tersebut disebabkan karena akses dan ketersediaan sekolah
menengah maupun sekolah menengah atas masih kurang. Melihat data umur
responden merupakan golongan tua, sebagian besar yang terhitung sebagai murid
sekolah rakyat (pada zaman dahulu tingkatan SD masih setara dengan sekolah
rakyat). Keadaan tersebut berimplikasi pada rendahnya kemampuan membaca dan
menulis anggota kelompok tani sehingga seringkali ketika membuat proposal
pengajuan program hanya dilaksanakan oleh Ketua Gapoktan-nya saja sesuai
dengan pernyataan bapak NL sebagai berikut:
“Anggota Gapoktan jarang yang bisa bikin proposal, boro-boro bikin.
Baca aja kadang nggak bisa. Biasanya kita tinggal tanda tangan di
proposal sama nerima bantuan dananya aja. Ya, gitulah neng namanya
juga program pemerintah kan ya?” NL
Rendahnya pengetahuan tersebut juga menyebabkan kesulitan dalam
menyerap materi melalui modul yang diberikan pada saat pelatihan budidaya yang
diselenggarakan oleh Dinas Pertanian. Akibatnya pada saat pelatihan, penyuluh
lebih sering menggunakan metode lain yaitu langsung mempraktekan materi
daripada menjelaskannya melalui tulisan.
60%
7%
13%
3% 17%
Petani Buruh Tani Wiraswasta Aparat Desa Lainnya
68
Gambar 17 Persentase tingkat pendidikan penerima program
Data diatas menggambarkan responden sesuai dengan karakteristik
populasi masyarakat Desa Karacak yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa teknik pengambilan sampel yang
digunakan sudah mewakili keadaan responden untuk variabel umur, tingkat
pendidikan dan jenis pekerjaan.
Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Tingkat partisipasi digunakan untuk melihat sejauhmana keterlibatan
masyarakat dalam program agropolitan dari perencanaan di tahun 2004,
pelaksanaan, dan evaluasi di tahun 2010. Banyak program yang terintegrasi dalam
program agropolitan Kabupaten Bogor, namun program yang dibahas dalam
penelitian kali ini adalah program yang diimplementasikan pada masyarakat Desa
Karacak yaitu: Program Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), Program
pengembangan budidaya, Program Pengembangan Permodalan dan Program
Peningkatan Fasilitas Infrastruktur.
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan
Tingkat partisipasi adalah derajat keikutsertaan anggota dalam semua
tahapan kegiatan sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggung jawab
yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Adapun kedelapan
tingkatan partisipasi tersebut yaitu tahap manipulasi, terapi, pemberitahuan,
konsultasi, penenangan, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, dan kontrol
masyarakat kemudian diringkas menjadi citizen power, tokenisme dan non-
partisipasi (Arnstein 1969).
Masa perencanaan diisi dengan sosialisasi dengan mengundang
masyarakat khususnya kelompok tani melalui lokakarya agropolitan tingkat desa
dengan fasilitas dari POKJA agropolitan sedangkan masa pelaksanaan diisi
dengan program pengembangan kawasan, lalu masa evaluasi dilaksanakan melalui
serangkaian kegiatan yang mengukur keberhasilan program agropolitan. Dalam
tahapannya keseluruhan program tentunya memerlukan partisipasi masyarakat.
Secara keseluruhan partisipasi masyarakat masih berada di tingkat tokenisme
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 12 berikut.
60%
27%
10%
3%
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
69
Tabel 12 Jumlah dan presentase tingkat partisipsi masyarakat dalam program
agropolitan
Tahap
Pelaksanaan
Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Non
Partisipasi % Tokenisme % Citizen Power %
Keseluruhan 12 40.0 16 53.3 2 6.7
Perencanaan 19 63.3 8 26.7 3 10.0
Pelaksanaan 8 26.7 20 66.7 2 6.7
Evaluasi 22 73.3 6 20.0 2 6.7
Total 30 100 30 100 30 100
Tabel 12 menjelaskan jumlah dan persentase partisipasi masyarakat dalam
keseluruhan program, yang juga digambarkan pada setiap tahapan program mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Secara keseluruhan program
tingkatan partisipasi masyarakat mayoritas berada pada tingkat tokenisme
sebanyak 53.3%. Penjelasan secara lengkap dapat dijelaskan dengan penjelasan
pada tiap tahapan sebagai berikut:
Partisipasi masyarakat dalam keseluruhan program agropolitan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan dapat dilihat pada
Gambar 18.
Gambar 18 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam penyelenggaraan program agropolitan
Gambar 18 menunjukan sebaran partisipasi responden berdasarkan tiga
penggolongan partisipasi. Secara keseluruhan tingkatan partisipasi masyarakat
berada di tingkat citizen power sebanyak 6.7% sedangkan 40% responden berada
di tingkat non–partisipasi, sementara sebagian responden berada di tingkat
partisipasi tokenisme yaitu sebanyak 53.3%. Gambar tersebut menunjukan bahwa
tingkat partisipasi masyarakat pada program agropolitan tahun 2004-2010 di Desa
Karacak masih kurang, secara keseluruhan partisipasi masyarakat sebagian
masyarakat masih berada pada derajat partisipasi tokenisme. Hal ini didukung
dengan fakta bahwa dalam setiap pelaksanaan tahapan program agropolitan,
sebagian masyarakat cenderung hanya memberikan pendapat dan masukan dalam
program agropolitan di Desa Karacak periode 2004-2010, namun pengambilan
40.0%
53.3%
6.7%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
70
keputusan tentang bagaimana proses pelaksanaannya masih berada pada pihak
yang memiliki program tersebut yaitu dinas–dinas yang terkait. Saat pelaksanaan
program, fungsi pengaturan biasanya di dominasi oleh Ketua Gapoktan sedangkan
anggota Gapoktan hanya melaksanakan perintah yang di sarankan oleh Ketua
Gapoktan. Namun terdapat 6.7% orang yang memiliki wewenang untuk
menentukan kebijakan program agropolitan yang ternyata merupakan Ketua
POSKO agropolitan Desa Karacak.
Sebanding dengan pemaparan bapak MDR yang menjelaskan bahwa
sebagian masyarakat khususnya anggota Gapoktan turut hadir dalam pertemuan
pada saat tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan evaluasi:
“Kalau program agropolitan mah, dulu sering ada pertemuannya di rumah
ketuanya. Dari mulai ngrencanain programnya gimana terus masyarakat nanti
ngapain aja, kalau ada kesempatan ngasi pendapat ya kadang saya ikut ngasih
saran ke dinas. Kita mah cuma nerima aja kalau ada program agropolitan
dari pemerintah.” MDR.
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan
Perencanaan agropolitan merupakan upaya pengenalan awal program
dengan masyarakat, diawali dari sosialisasi di tingkat kabupaten kemudian
bersama pemerintah Desa Karacak melaksanakan sosialisasi di tingkat desa
melalui lokakarya yang mengundang elemen masyarakat seperti kelompok tani.
Output dari sosialisasi di tingkat desa adalah program yang akan
diimplementasikan dalam pelaksanaan program agropolitan tahun 2005-2010.
Sosialisasi ini penting sebagai langkah awal karena pengembangan agropolitan
melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Menurut Uphoff (1977) tahap
perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan
perencanaan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta
menyusun rencana kerjanya. Tingkat Partisipasi masyarakat pada perencanaan
dapat dilihat dari Gambar 19.
Gambar 19 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam perencanaan program agropolitan
Pada tahap perencanaan program agropolitan dapat terlihat bahwa derajat
partisipasi masyarakat yang dominan berada di tingkat non partisipasi yaitu
sebanyak 63.3% sedangkan sebanyak 26.7% masyarakat berada di tingkat
tokenisme sisanya yaitu 10% berada di tingkat citizen power. Ini menunjukan
bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam perencanaan masih cenderung kurang.
Masyarakat hanya menerima informasi perencanaan Desa Karacak menjadi
63.3%
26.7%
10.0%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
71
wilayah agropolitan namun sebagian besar konsep baik berupa tata ruang maupun
program kegiatan yang akan dilaksanakan ditentukan oleh dinas yang berwenang.
Masyarakat yang berpartisipasi dalam perencanaan hanya sebatas memberikan
saran, keputusan tentang pembangunan awal agropolitan masih menjadi
wewenang dinas. Keadaan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari bapak BKR
bahwa dalam perencanaan hanya beberapa orang yang diundang dan mayoritas
merupakan anggota kelompok tani:
“ Agropolitan mah dulu nggak terkenal, kita taunya udah ada plang
agropolitan. Kalau enggak salah dulu tahun dua ribu limaan ada rapat
dikantor desa dari dinas, ngumumin kalo ada program agropolitan di desa
Karacak. Kalo bapak karena kelompok tani ya ikut diundang. Nah, pas dateng
baru tau kalau ada program namanya agropolitan” BKR.
Perencanaan program agropolitan yang berada di tingkat masyarakat
biasanya meliputi sub program yang diusulkan dengan pengajuan dana melalui
proposal. Tingkat pendidikan yang rendah ditambah pengetahuan tentang
pembuatan proposal pengajuan program yang kurang menyebabkan keterlibatan
anggota kelompok tani dalam pengajuan program melalui proposal sangat rendah.
Pembuatan proposal biasanya dilakukan oleh ketua kelompok tani, masalah
program yang ingin diajukan didiskusikan kembali melalui rapat angota
kelompok tani seminggu sekali seperti dituturkan oleh ketua kelompok tani
“Bangun Tani” yaitu bapak AMR sebagai berikut:
“Sesudahnya berjalan agropolitan, penyuluh sering ngasih arahan program,
minta usulan kira-kira petani perlu program apa. Kelompok tani disurung
ngajuin dana ke Dinas Pertanian tapi pake proposal, karena yang lainnya
nggak bisa bikinnya paling juga saya yang ngrumusin dananya sama bikin
proposalnya baru nanti didiskusiin lagi sama anggota” AMR.
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan
Secara garis besar seluruh program yang termasuk di kawasan agropolitan
merupakan program agropolitan. Tahap pelaksanaan program agropolitan terbagi
menjadi 4 program besar yaitu: program pengembangan Sumberdaya Manusia
(SDM), program pengembangan budidaya, program pengembangan permodalan,
dan program peningkatan fasilitas infrastruktur. Menurut Uphoff (1977)
Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan merupakan keikutsertaan baik
dalam bentuk merupakan keterlibatan masyarakat secara keseluruhan dalam
melaksanakan rencana program yang telah disepakati. Tingkat partisipasi
masyarakat dalam tahap pelaksanaan dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam evaluasi program agropolitan
26.7%
66.6%
6.7%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
72
Derajat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan sebagian besar
berada pada tingkat tokenisme dengan persentase sebesar 66.7% namun masih ada
masyarakat yang berada di tingkat non partisipasi sebesar 26.7%. Hasil tersebut
menunjukan bahwa masyarakat masih belum mampu menjadi salah satu pihak
yang mengambil keputusan untuk menentukan program pengembangan kawasan
agropolitan bersama dengan dinas, hanya 6.7% masyarakat yang memiliki
wewenang bersama dengan dinas untuk menentukan langkah atau program yang
diperlukan dalam pembangunan kawasan agropolitan. Sesuai dengan pernyataan
bapak PDL berikut:
“ Kalau mau ngajuin program agropolitan biasanya yang bikin
proposalnya ketua gapoktan. Jadi kita diundang rapat dulu, diskusi
masalah program” PDL.
Secara rinci, pada masing-masing program terdapat perbedaan tingkat
partisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaan program pengembangan SDM, tingkat
partisipasi masyarakat dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam penyelenggaraan program pengembangan SDM
Gambar 21 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka pengembangan
kawasan agropolitan. Program pengembangan sumberdaya manusia mendapatkan
dukungan dari keikutsertaan masyarakat dengan derajat partisipasi tokenisme
sebanyak 63.3% sedangkan 20% masyarakat berada pada tingkat partisipasi
tertinggi yaitu citizen power, namun masih ada juga masyarakat yang belum
berpartisipasi yaitu sebesar 16.7%. Masyarakat pada program ini hanya sebagai
pihak yang difasilitasi oleh dinas baik berupa materi pelatihan, waktu dan tempat
pelatihan serta materi pelatihan. Masyarakat sendiri hanya memiliki wewenang
untuk mengusulkan jenis pelatihannya, namun yang menentukan tetap pihak dinas.
Strategi mengembangkan kawasan agropolitan sebagai kawasan dengan
produktifitas budidaya pertanian yang unggul menyebabkan diperlukannya
program pengembangan budidaya terutama komoditi unggulan daerah agropolitan.
Desa Karacak merupakan penghasil manggis kualitas unggulan sehingga buah
manggis ini dijadikan sebagai komoditi unggulan agropolitan desa tersebut. Hal
tersebut menjadi alasan program pengembangan budidaya manggis perlu
dilaksanakan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan
budidaya dilihat pada Gambar 22.
16.7%
63.3%
20.0%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
73
Gambar 22 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam penyelenggaraan program pengembangan
Budidaya
Gambar 22 memperlihatkan derajat partisipasi masyarakat dalam program
pengembangan budidaya program agropolitan tahun 2005-2012. Hasilnya
sebanyak 63.3% masyarakat berada di tingkat partisipasi tokenisme, namun pada
program pengembangan budidaya ini derajat partisipasi masyarakat di tingkat
citizen power lebih besar di bandingkan dengan program pengembangan sumber
daya manusia yaitu sebesar 26.7%. Sebagian besar program pengembangan
budidaya merupakan bantuan berupa input produksi pertanian seperti pupuk,
pestisida, dan bibit tanaman seperti manggis, jagung dan padi. Biasanya setelah
bantuan tersebut sampai ke masyarakat dibarengi dengan pelatihan budidaya.
Bantuan tersebut disalurkan melalui ketua kelompok tani yang kemudian
disalurkan kepada masyarakat maupun anggota kelompok tani. Namun masih
terdapat 10% masyarakat yang tidak mendapatkan akses bantuan dan program
pengembangan budidaya. Terkait dengan program pengembangan budidaya bapak
SHT menjelaskan sebagai berikut:
“Sebenernya banyak bantuan dari pemerintah, ada bibit manggis, benih,
pupuk ama pestisida. Tahun lalu juga ada bantuan traktor sama senso tapi ya
gitu, kadang nggak semua anggota kelompok tani atau masyarakat sini tau ada
bantuan” SHT.
Permasalahan permodalan merupakan salah satu permasalahan yang sering
dirasakan oleh kelompok tani dalam pengusahaan budidaya pertaniannya.
Seringkali karena hal tersebut terjadi ketergantungan terhadap tengkulak.
Sistemnya mereka meminjam uang dengan imbalan buah yang belum panen.
Mengingat urgensi tersebut maka program pengembangan permodalan diperlukan
dalam program agropolitan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program
pengembangan permodalan dapat dilihat pada Gambar 23.
10.0%
63.3%
26.7%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
74
Gambar 23 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam penyelenggaraan program pengembangan
permodalan
Gambar 23 menunjukan derajat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program pengembangan permodalan. Tabel tersebut menunjukan bahwa sebagian
masyarakat atau 50% masyarakat berada pada derajat partisipasi tokenisme,
sedangkan 40% masyarakat masih belum terlibat, jikalau hadir dalam program
mereka tidak mampu berpendapat dan digolongkan dalam derajat partisipasi non-
partisipasi. Sedangkan masyarakat yang berpartisipasi di tingkat citizen power
hanya sebesar 10 %. Masyarakat seringkali hanya mendapatkan informasi bahwa
ada pinjaman dari pemerintah melalui kelompok tani, namun jarang ada
masyarakat yang meminjam, mereka hanya sekedar mengetahui dan memberikan
pendapat bagaimana modal tersebut dapat didistribusikan kepada masyarakat.
Namun yang menentukan jumlah dana dan sistem pembagian dana yang akan
dilaksanakan tergantung dari aturan pemerintah. Sebagaimana diutarakan oleh
bapak KM sebagai berikut:
“Kalau dana pinjaman dari kelompok tani mah susah, syaratnya banyak.
Harus punya usahalah, trus usahanya juga harus yang udah tetap. Orang yang
dibolehin minjem juga kadang yang deket sama bendaharanya aja, jadi nggak
sembarangan orang bisa minjem” KM.
Ada juga anggota kelompok tani yang menjelaskan bahwa alasan dia tidak
terlibat dalam pinjaman atau tidak mau meminjam adalah karena takut tidak dapat
mengembalikan tepat waktu seperti disampaikan bapak MGN sebagai berikut:
“ Saya dulu pernah ditawarin sama pak samsudin buat minjem uang, tapi takut
gak bisa balikinnya. Maklumlah, saya mah hidup gini aja juga udah cukup koq
dari hasil tani aja” MGN.
Program pengembangan kawasan agropolitan tentunya memerlukan
dukungan infrastruktur yang baik, agar distribusi hasil pertanian maupun
mobilitas masyarakat ke hinterland kawasan agropolitan mudah dilaksanakan.
Strategi Pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur pertanian diwujudkan
dalam program peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Tingkat partisipasi
masyarakat pada program peningkatan fasilitas Infrastruktur dapat dilihat pada
Gambar 24.
40.0%
50.0%
10.0%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
75
Gambar 24 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam penyelenggaraan program peningkatan fasilitas
dan infrastruktur
Gambar 24 menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam program
peningkatan infrastruktur masih sangat rendah, lebih dari sebagian responden
yaitu sebesar 66.7% tidak berpartisipasi. Namun, terdapat 30% masyarakat yang
derajat partisipasinya tokenisme yaitu masyarakat hanya turut serta menyumbang
pendapat dalam program peningkatan infrastruktur dan sebanyak 3.3%
masyarakat memiliki derajat partisipasi di tingkat citizen power. Masyarakat yang
berpartisipasi di tingkat citizen power biasanya orang terdekat dari pemegang
kekuasaan seperti Kepala Desa karena individu tersebut mendapatkan wewenang
untuk ikut mengatur program bersama dengan Kepala Desa. Data tersebut
menunjukan kalau partisipasi masyarakat masih rendah. Partisipasi yang rendah
dikarenakan pembangunanya ditentukan langsung oleh pemerintah dalam hal ini
diwaikili oleh BAPPEDA dan Dinas Bina Marga yang memfasilitasi peningkatan
jalan poros, pembuatan gudang manggis, pembuatan jembatan dan penyediaan air
baku. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui program tersebut. Saat
pelaksanaan program peningkatan jalan poros dan penyediaan air baku, hanya
pihak yang terdekat dengan pemerintahan yaitu aparat desa dan pemerintah
kecamatan yang diikutsertakan dalam diskusi pelaksanaan program. Kondisi
tersebut juga berlaku saat pelaksanaan program pembangunan jembatan,
masyarakat sendiri tidak mengetahui proses perencanaannya, hanya ada beberapa
masyarakat yang diikutsertakan sebagai pekerja pembuat jembatan. Seperti yang
dijelaskan oleh bapak SKM sebagai berikut:
“ Jembatan itu mah yang mbangun dari pemerintah kabupaten, trus di
proyekin. Kita sendiri nggak tau siapa yang dapet proyeknya, kemungkinan
sih dari aparat desa. Masyarakat mah tinggal terima jadi ajah, kaya bapak
ini paling cuma ikut nguli aja sama ngasih saran, nanti dibayar ama yang
punya proyeknya” SKM.
Hal ini juga terjadi saat pembangunan gudang manggis agropolitan.
Pembangunan diserahkan kepada salah satu aparat desa sehingga masyarakat lain
tidak banyak yang mengetahui proses berjalannya program. Namun program ini
dinilai tidak merepresentasikan kebutuhan masyarakat terbukti dengan pernyataan
bapak UJ sebagai berikut:
66.7%
30.0% 3.3%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
76
“ …di bangunnya stasiun manggis itu awalnya tujuannya buat nyimpan
manggis, tapi ya nggak tepat, soalnya manggis kan gak butuh di taruh di
gudang untuk ngejaga tingkat kematengannya. Biasanya habis panen ya
langsung dijual, soalnya kan kalau disimpen dulu kualitas buahnya nggak
bagus. Lagian nggak banyak juga yang tahu juga kalau ada gudang manggis
di sini” UJ
Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi
Menurut Uphoff (1977) partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi
merupakan keterlibatan masyarakat dalam pengumpulan data dan menilai dampak
program sesuai indikator keberhasilannya. Secara formal, evaluasi program
agropolitan telah dilaksanakan oleh masing-masing dinas dan pemerintah
kabupaten namun belum pernah mengikutsertakan masyarakat sehingga
partisipasi masyarakat rendah pada saat evaluasi. Masyarakat hanya berpartisipasi
secara non formal dengan memberikan masukan terkait program yang sudah
dilaksanakan selama ini secara lisan dalam kesempatan rapat kelompok tani.
Gambar 25 Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
dalam evaluasi program agropolitan
Gambar 25 menunjukan partisipasi masyarakat dalam evaluasi program
agropolitan. Pada tahap evaluasi, partisipasi masyarakat masih sangat rendah, hal
ini dapat dilihat dari persentase non-partisipasi yaitu sebesar 73.3%. Masyarakat
yang mampu memberikan pendapat/masukan terkait dengan keseluruhan program
agropolitan digolongkan dalam derajat partisipasi tokenisme hanya sebesar 20%
sedangkan yang berada pada derajat citizen power sebesar 6.7%. Hal tersebut
dikarenakan secara formal evaluasi bersama antara masyarakat dengan pemerintah
belum pernah diadakan, sehingga masyarakat mampu berpartisipasi dalam
evaluasi ketika rapat POSKO bersama dengan Ketua Gapoktan ataupun Ketua
POSKO lalu pihak tersebut yang menyampaikan kepada pemerintah. Evaluasi
Seperti yang disampaikan oleh bapak BKR sebagai berikut;
“ Agropolitan itu udah tujuh tahun, harusnya mah ibarat orang dagang mah
ada itungannya untuk apa rugi, tapi kalau agropolitan belum pernah ada
evaluasi apa sebenernya mau lanjut atau nggak, kita nggak pernah diajak
diskusi ama dinasnya” BKR.
73.3%
20.0%
6.7%
Non-partisipasi Tokenism Citizen power
77
Bentuk Partisipasi
Dianawati (2004) menunjukkan bahwa sebagai indikator partisipasi
masyarakat dalam pembangunan meliputi tiga hal, yaitu : (1) peluang untuk ikut
serta menentukan kebijaksanaan pembangunan; (2) peluang untuk ikut serta
melaksanakan pembangunan; dan (3) peluang untuk ikut serta menilai hasil-hasil
pembangunan. Dusseldorp yang dikutip oleh Slamet (1989) mencoba membuat
klasifikasi dari berbagai tipe partisipasi salah satunya partisipasi berdasarkan cara
keterlibatan. Partisipasi ini sangat dikenal dalam partisipasi politik. Dapat
dibedakan pada dua jenis, yaitu: Partisipasi langsung yang terjadi bila seorang
individu menampilkan kegiatan tertentu di dalam proses partisipasi. Partisipasi
tidak langsung yang terjadi bila seorang individu mendelegasikan hak
partisipasinya kepada orang lain yang berikutnya akan mewakilinya dalam
kegiatan-kegiatan yang lainnya. Bentuk partisipasi masyarakat menurut Uphoff
(1977) terbagi menjadi empat macam yaitu menyumbang materi, menyumbang
pikiran, dan menyumbang tenaga.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam program agropolitan sendiri
didominasi oleh bentuk partisipasi menyumbang pikiran baik dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi bahwa tingkat partisipasi tertinggi berada
pada tahap tokenisme maka terlihat juga pada Gambar 17 di bawah ini jika bentuk
partisipasi masyarakat yang dominan adalah partisipasi dalam menyumbang
pendapat baik berupa perbaikan program maupun usulan materi yang diperlukan
masyarakat.
Gambar 26 Jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat
Gambar 26 menunjukan jumlah dan persentase bentuk partisipasi
masyarakat dalam setiap tahapan program agropolitan. Setiap tahapan
pembangunan agropolitan, mayoritas masyarakat tidak berpartisipasi pada pada
tahap perancanaan dan evaluasi. Bagi masyarakat yang berpartisipasi, mayoritas
masyarakat berpartisipasi dengan menyumbang pikiran berupa usulan program
dan materi pelatihan serta usulan tempat kegiatan. Sedangkan urutan kedua yaitu
menyumbang tenaga dengan ikut hadir dalam program. Urutan yang ketiga yaitu
menyumbang dana. Dana yang disumbang sebagian besar merupakan dana iuran
untuk pengambilan bantuan bibit manggis, bantuan asiltan seperti pupuk dan dana
78
transportasi ketempat pelatihan. Seperti yang dijelaskan oleh bapak SNP sebagai
berikut:
“ Sebenernya kalau ada program agropolitan kita nggak pernah iuran, paling
cuma ongkos transport aja sama kalo ada bantuan bibit ya kita gantiin ongkos
ambil bibit paling cuma dua ribu lima ratus per bibit” SNP.
Tahap perencanaan didominasi dengan sosialisasi dan pengenalan program
kepada penduduk setempat atau “pemilik wilayah”. Undangan sosialisasi dan
lokakarya yang diadakan tidak disebarkan keseluruh masyarakat sehingga 53%
masyarakat tidak berpartisipasi dalam program. Sosialisasi tersebut fokus pada
sasaran masyarakat tani yaitu kelompok tani, sehingga 30% masyarakat
berpartisipasi secara langsung dengan mengikuti sosialiasasi sekaligus
memberikan pendapat.
Tahap pelaksanaan program khususnya program pengembangan SDM
terbilang mampu menarik masyarakat khususnya kelompok tani untuk
berpartisipasi. Partisipasi terbanyak yaitu sebesar 47% berupa partisipasi dalam
memberikan pendapat yaitu usulan pelatihan bagi anggota kelompok tani
berkaitan dengan manajemen kelompok tani dan usulan tempat pelaksanaan
program seperti SPLHT dan pelatihan budidaya manggis maupun padi. Sisanya
masyarakat berpartisipasi dalam bentuk dukungan dana berupa dana transportasi
sekolah lapang, dana koordinasi rapat POSKO, serta dana transportasi
musyawarah kelompok tani agropolitan
Selain program pengembangan SDM, anggota kelompok tani juga banyak
berpatisipasi pada program pengembangan budidaya. Mengingat banyaknya
bantuan dibidang holtikultura yang diberikan berupa bibit yaitu benih padi, jagung,
dan manggis. Bantuan ternak juga pernah diberikan oleh Dinas Peternakan berupa
bantuan kambing/domba. Syarat pengambilannya harus membayar ongkos
transportasi sehingga partisipasi masyarakat sebagian besar dalam bentuk
mendukung dana yaitu sebesar 37%. Berbeda dengan pelaksanaan program
peningkatan fasilitas dan infrastruktur, 43% masyarakat berpartisipasi dengan
menyumbang pendapat.
Pada tahap evaluasi, masyarakat lebih banyak berpartisipasi secara tidak
langsung seperti dinyatakan Slamet (1989) bahwa partisipasi tak langsung dapat
dilakukan dengan mendelegasikan partisipasi dalam proses evaluasi kepada orang
lain, dalam program agropolitan biasanya didelegasikan kepada Ketua POSKO.
Terbukti sebanyak 33% masyarakat memberikan pendapat tentang perbaikan
program hanya kepada Ketua POSKO dan Ketua Gapoktan, mengingat akses
untuk berdiskusi dengan pihak dinas tidak mudah.
HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN
PARTISIPASI MASYARAKAT
Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi peran stakeholders
dalam penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak maka semakin
tinggi partisipasi masyarakat pada program agropolitan. Berdasarkan hipotesis
tersebut, terdapat dua variabel yang akan diukur yakni variabel tingkat partisipasi
dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi. Variabel yang lainnya yaitu variabel peran stakeholders mencakup
tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan stakeholders dalam keseluruhan
program agropolitan mulai dari tahap perencanaan sampai evaluasi. Jika dikaitkan
dengan data mengenai tingkat partisipasi masyarakat pada sub bab sebelumnya,
dapat dianalisis bahwasanya mayoritas masyarakat penerima program agropolitan
yang tergabung dalam kelompok tani terlibat dengan tingkat partisipasi di tingkat
tokenisme.
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat pada perencanaan pembangunan menyebabkan
perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana
program pembangunan yang disusun sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain
itu, dalam penyusunan rencana/program dilakukan penentuan prioritas dengan
demikian pelaksanaan program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif
(Adisasmita 2006). Dengan demikian dukungan peran stakeholders dalam
program yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
menentukan keberhasilan/keberlanjutan program.
Peran stakeholders dilihat dari kepentingan dan pengaruh stakeholders.
Pengaruh stakeholders dilihat dari dukungan dana terhadap program agropolitan,
Jaringan yang dimiliki oleh stakeholders terhadap stakeholders lainnya dan
personality stakeholders. Pengukuran pengaruh ini menggunakan uji korelasi
Rank Spearman untuk mengetahui hubungan variabel dukungan dana, Jaringan
dan personality stakeholders serta menggunakan tabel silang untuk mengetahui
hubungan pengaruh stakeholders dan kepentingan stakeholders dengan partisipasi
masyarakat. Perbedaan tujuan serta kepentingan antar stakeholders dapat terjadi
dalam melaksanakan suatu program. Perbedaan ini seringkali menyebabkan
konflik. Seharusnya individu yang berbeda dapat melakukan kerjasama dan
kolaborasi secara fungsional untuk menunjang berjalannya aktivitas program
agropolitan. Perbedaan kepentingan tentunya menyebabkan sulitnya membentuk
dan mengembangkan hubungan yang menguntungkan. Kepentingan muncul
ketika pihak yang terlibat dalam program memiliki motif dalam setiap bentuk
keterlibatannya yang mengharapkan suatu timbal balik dari masyarakat, hal ini
dinyatakan oleh Budimanta dkk (2008) Masyarakat memandang kepentingan
stakeholders dilihat dari perlu atau tidak perlunya keberadaan stakeholders
tersebut dalam program.
80
Dalam penelitian ini hubungan antara peran stakeholders dengan
partisipasi masyarakat dilihat melalui perhitungan uji korelasi Rank Spearman
dengan menggunakan alat bantu SPSS V.17.0. Nilai alpha yang digunakan
sebesar 0,05 atau 5%. Hasil pengujian menghasilkan angka korelasi antara
variabel tingkat partisipasi masyarakat (keseluruhan tahapan) dan variabel peran
stakeholders keseluruhan tahapan adalah sebesar 0.035, karena p-value (Sig.(2-
tailed)) < alpha (0.05=5persen) maka tolak Ho dan terima H1, artinya terdapat
hubungan antara variabel peran stakeholders (keseluruhan tahapan) dengan
variabel tingkat partisipasi masyarakat. Korelasi antara kedua variabel tersebut
berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi peran stakeholders pada
keseluruhan tahapan berpengaruh pada peningkatan partisipasi masyarakat.
Hal ini memperlihatkan secara dukungan dana, jaringan dan personality
yang dimiliki stakeholders juga mempengaruhi partisipasi masyarakat disebabkan
karena dukungan dana yang diberikan mampu mendorong masyarakat untuk ikut
serta dalam program. Motif partisipasi masyarakat karena rasa aman bahwa
mereka tidak akan mengeluarkan biaya saat berpartisipasi dan bebas untuk
mengusulkan berbagai program. Jaringan stakeholders mempengaruhi partisipasi
masyarakat karena dengan luasnya jaringan yang dimiliki oleh stakeholders,
terutama stakeholders yang diklasifikasikan dalam manage closely menyebabkan
masyarakat lebih leluasa dalam menyampaikan pendapatnya dalam program
agropolitan. Personality yang menunjukan kepribadian stakeholders mampu
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyalurkan pikiran dan
pendapatnya sehingga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di Desa
Karacak untuk menjalankan program agropolitan secara keseluruhan.
Uji kedua dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peran stakeholders
pada tahap perencanaan dan variabel partisipasi masyarakat dalam tahap
perencanaan. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan angka korelasi antara
variabel peran stakeholders (tahap perencanaan) dan variabel partisipasi
masyarakat dalam tahapan perencanaan berkorelasi namun tidak signifikan. Nilai
koefisien korelasi Spearman yang diperoleh untuk kedua variabel tersebut sebesar
0.339 dengan nilai signifikansi sebesar 0.066. Oleh karena nilai signifikansi
tersebut lebih besar daripada nilai alfa (0.05) maka hipotesis penelitian ditolak
(terima H0), dengan kata lain semakin tinggi peran stakeholders maka belum
tentu partisipasi masyarakat juga tinggi. Hubungan ini dilihat dari hubungan
pengaruh stakeholders dan kepentingan stakeholders dalam perencanaan program
agropolitan.
Hasil tabel silang antara hubungan pengaruh stakeholders dengan partisipasi
masyarakat pada tahap perencanaan (Lampiran 5) menjelaskan bahwa pada tahap
perencanaan, pengaruh stakeholders berhubungan dengan tingkat partisipasi
masyarakat. Dibuktikan dengan hasil yang menyatakan 60% dengan partisipasi di
tingkat non-partisipasi menyatakan bahwa pengaruh stakeholders rendah dan 40%
responden yang partisipasinya tokenisme menyatakan bahwa pengaruh
stakeholders rendah. Selain itu terdapat 40% responden dengan partisipasi non-
partisipasi menyatakan pengaruh stakeholders sedang dan 50% responden dengan
partisipasi tokenisme menyatakan pengaruh stakeholders sedang, sisanya 10%
responden dengan partisipasi citizen power menyatakan bahwa pengaruh
stakeholders berada di tingkat sedang, lalu responden yang menyatakan pengaruh
stakeholders tinggi berada pada partisipasi tokenisme sebesar 40% dan tingkat
81
citizen power sebesar 60% menyebabkan partisipasi masyarakat juga berada di
tingkat sedang. Hal ini menyatakan bahwa pada tahap perencanaan, saat proses
sosialisasi, pelatihan fasilitator, penunjukan lokasi agropolitan dan pembuatan
masterplan agropolitan variabel luas jaringan dan personality stakeholders
berhubungan dengan partisipasi masyarakat.
Pengaruh stakeholders yang rendah pada personality dan sempitnya
jaringan stakeholders pada saat sosialisasi, pembuatan masterplan, pelatihan
fasilitator dan pembuatan masterplan agropolitan di awal menyebabkan
keterlibatan masyarakat juga rendah. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikasi
korelasi yaitu 0.000, karena nilai tersebut lebih kecil dari α (0.05) yang
menunjukan dukungan dana pada saat perencanaan program dan personality
stakeholders pada saat perencanaan program mempengaruhi tingkat partisipasi
masyarakat. Masyarakat menjadikan sikap stakeholders dan sikap stakeholders
yang mau mendengarkan pendapat masyarakat di awal program sebagai motivasi
yang mendorong keterlibatannya dalam program agropolitan. Hal ini dibuktikan
dengan penuturan bapak UPD sebagai berikut:
“Saya dulu waktu ada lokakarya pengenalan agropolitan yang dilaksanain
dibalai desa ikut kesana karena diajak sama ketua gapoktan, ketua
gapoktan itu orangnya baik, emang deket juga sama anggotanya dan beliau
juga deket ama dinas, ama ketua POSKO, ama orang koperasi. Jadi ya
saya percaya aja pasti acaranya juga berguna buat anggota kelompok tani
karena memang hubungan kita baik. Ketua gapoktan itu selalu ngebantu
masalah pertanian. ya bapak jadinya selalu ikut kalau diundang, kadang
ikut bantu bawa-bawa makanan juga kalau rapat” UPD
Selain itu, luasnya jaringan/relasi yang dimiliki oleh stakeholders mampu
meyakinkan masyarakat untuk mengambil kesempatan berpartisipasi dalam
perencanaan program seperti halnya bapak AFR, bapak ini merupakan anggota
PPS senior bersama dengan Ketua POKJA yang pertama kali mengetahui program
agropolitan dari lurah setempat. Mengingat bapak AFR mengetahui tentang diri
pak lurah yang memiliki banyak relasi akhirnya meyakinkan bapak AFR untuk
hadir dalam perencanaan:
“Wah, kalau pak lurah itu juga banyak relasinya. Pas diundang buat
dateng katanya ada orang dinas mau bikin program buat petani di Karacak.
Nah, kalau bapak yang ngasih tau pasti programnya bagus, mumpung ada
kesempatan dan yang ngajak pak lurahnya langsung ya saya ikut aja”AFR.
Sedangkan variabel dukungan dana pada perencanaan tidak memiliki
hubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat pada perencanaan program.
Terbukti dengan nilai signifikasi pada uji korelasi Rank Spearman pada Lampiran
5 menghasilkan angka 0.117 yang berarti lebih besar dari α (0.05) maka hipotesis
ditolak dan tidak menunjukan adanya hubungan pengaruh. Mengingat program
masih awal dan baru diperkenalkan, pengetahuan tentang manfaat program juga masih rendah, maka dukungan dana yang tinggi pun tidak mempengaruhi tingkat
partisipasi masyarakat. Saat tahap perencanaan agropolitan ini dinas pertanian dan
BAPPEDA yang banyak berperan dalam dukungan dana untuk pembuatan
masterplan bersama dengan akademisi yaitu pihak P4W-IPB dengan ketua
POSKO. Saat lokakarya didesa juga pihak Dinas Pertanian dan BAPPEDA
82
bersama aparat desa yang banyak menentukan keputusan program sehingga peran
mereka dominan sebagai manage closely. Dominannya peran mereka dan
pengetahuan masyarakat yang masih rendah terhadap program juga menyebabkan
masyarakat hanya hadir sebagi formalitas dan kalaupun memberikan pendapat
tidak dipertimbangkan menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat berada di
tingkat non partisipasi dan tokenisme.
Peran stakeholders juga ditentukan oleh variabel kepentingan stakeholders.
Hasil pada Lampiran 5 menjelaskan bahwa pada tahap perencanaan, tidak terdapat
hubungan antara kepentingan stakeholders dengan tingkat partisipasi masyarakat
karena tidak ada masyarakat yang menyatakan bahwa keterlibatan stakeholders
rendah. Pada tingkat kepentingan sedang partisipasi masyarakat tetap dominan
berada di tingkat non partisipasi sebanyak 59%, dan pada saat tingkat kepentingan
tinggi partisipasi masyarakat juga didominasi pada partisipasi non-partisipasi
sebanyak 75%. Hal ini disebabkan oleh interaksi yang masih rendah pada awal
program perencanaan sehingga masyarakat belum memahami kepentingan
masing-masing pihak stakeholders. Hanya stakeholders yang dikenal oleh
masyarakat sebelum adanya agropolitan yang dianggap memiliki kepentingan
tinggi namun juga tidak menyebabkan partisipasi masyarakat di tingkat citizen
power yang menentukan arah program dan masyarakt juga belum menjadi pihak
yang dijadikan penentu kebijakan dalam penyusunan masterplan. Biasanya tokoh
seperti Ketua Gapoktan dan Ketua POSKO yang berperan dalam menentukan
kawasan, membantu pembuatan masterplan dan pelatihan pendamping PPS.
Seperti yang diutarakan bapak UJ berikut:
“Agropolitan itu perencanaannya tahun dua ribu limaan, waktu itu saya
kenal dan tau dari pak Bakri. Kata beliau sih tujuan agropolitan ini
bagus buat budidaya manggis saya, katanya nanti bisa dapet pelatihan
ama bantuan modal juga. Tapi karena programnya belum tau bener
kayak gimana, khawatir malah ada yang manfaatin nama saya jadi
walaupun saya tau itu untuk kepentingan petani. Saya mah cuma liat
perkembangannya aja, jarang ikut pas awal” UJ.
Uji ketiga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peran stakeholders
pada tahap pelaksanaan dan variabel partisipasi masyarakat dalam tahap
pelaksanaan. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan angka korelasi antara
variabel peran stakeholders (tahap pelaksanaan) dan variabel partisipasi
masyarakat dalam tahapan pelaksanaan program agropolitan berkorelasi dan
signifikan. Nilai koefisien korelasi Rank Spearman yang diperoleh untuk kedua
variabel tersebut sebesar 0.410 dengan nilai signifikansi sebesar 0.24. Oleh karena
nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada nilai alfa (0.05) maka tolak H0 dan
terima H1 yang artinya semakin tinggi peran stakeholders maka tingkat partisipasi
masyarakat juga semakin tinggi. Hubungan ini dapat dilihat dari hubungan
pengaruh stakeholders dan kepentingan stakeholders dalam pelaksanaan program
agropolitan terhadap partisipasi masyarakat. Pada tahap pelaksanaan pengaruh
stakeholders mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Dikuatkan oleh data
hasil tabel silang pada Lampiran 5, saat tahap pelaksanaan agropolitan pengaruh
stakeholders yang rendah menyebabkan 75% partisipasi masyarakat berada di
tingkat non partisipasi dan 25% masyarakat yang berada di tingkat partisipasi
83
tokenisme juga menyatakan pengaruh stakeholders rendah. Sedangkan 73%
masyarakat yang mempunyai partisipasi tokenisme menyatakan bahwa pengaruh
stakeholders berada pada tingkatan sedang. Hal ini berlaku juga pada pengaruh
stakeholders yang tinggi menyebabkan masyarakat berada di tahap citizen power
sebesar 100%.
Hal ini mengindikasikan pada saat pelaksanaan program pengaruh
stakeholders yang rendah dalam pelaksanaan menyebabkan partisipasi masyarakat
berada di tingkat non-partisipasi. Dilihat dari variabel pengaruh, yang terdiri dari
dukungan dana, luas jaringan, dan personality stakeholders lebih kecil dari nilai
alfa (0.05) sehingga menyebabkan dukungan dana, luas jaringan dan personality
yang dimiliki stakeholders berhubungan dengan partisipasi masyarakat dilihat dari
nilai signifikasi korelasi antara dukungan dana dengan tingkat partisipasi
masyarakat pada tahap pelaksanaan yaitu 0.047 yang lebih kecil dari nilai alfa
(0.05). Hal ini menyatakan bahwa semakin besar dukungan dana yang diberikan
oleh stakeholders maka tingkat partisipasi masyarakat juga semakin tinggi.
Masyarakat merasa dukungan dana dapat memudahkan melaksanakan program,
mereka menjadi lebih bersemangat mengikuti program dan mengalokasikan dana
sesuai dengan kebutuhan, aspirasi dan keinginan mereka.
Dukungan dana ini juga membuat masyarakat memperoleh hak untuk
mengatur program lebih fleksibel pilihan program agropolitan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan kemampuan mereka. Pada kasus program
pengembangan SDM, dukungan dana yang besar bagi pelatihan PPS (Penyuluh
Pertanian Swadaya) yang tinggi menyebabkan anggota kelompok tani yang
tergabung dalam PPS menjadi merasakan kemudahan dalam mobilisasi
mengujungi petani karena tidak khawatir akan kesulitan ongkos. Dukungan dana
yang tinggi telah menjadikan tingkat partisipasi menjadi lebih tinggi yaitu di
tingkat citizen power karena selain itu juga dengan sisa uang transportasi PPS
mampu terlibat dalam merancang program pembinaan kelompok tani yang lebih
kreatif dan efektif bagi peningkatan kesejahteraan petani. Seperti yang
disampaikan Bapak MDR berikut ini:
“ Dukungan dana dari dinas untuk gaji PPS atau uang lelah PPS itu
semakin besar, tapi justru semakin memotivasi kita untuk lebih giat lagi
dalam membantu lembaga penelitian untuk bikin program yang lebih
kreatif lagi dalam pembinaan”permasalahan petani, terjun langsung ke
lapangan dan kerjasama dengan” MDR.
Keterlibatan masyarakat muncul saat pihak dinas memberikan dana
program, sehingga saat ada bantuan barulah mereka mau mengeluarkan dana
untuk mengambil bantuan tersebut. Namun ketika tidak ada bantuan dana,
masayarakat kurang inisiatif untuk mendukung program. Seperti pada kasus
program peningkatan budidaya, saat dinas memberikan bantuan bibit manggis
secara gratis, barulah mereka bersedia membayar iurannya.
“Di program agropolitan ini, masyarakat itu mau iuran kalau ada bantuan
dari pemerintah. Kalau nggak ada bantuan boro-boro mau iuran. Kadang
ngumpul aja susah neng. Pas ada sekolah lapang aja baru dateng atau
kalau rapatnya ada uang transportasinya baru tuh mereka mau hadir. Duh
neng, kelompok tani aja susah kalau diajak diskusi masala program
apalagi suruh iuran buat programnya.” SSD.
84
Seperti halnya pada program pengembangan SDM, dukungan dari dinas
untuk pembiayaan berbagai pelatihan dari pelatihan budidaya padi dan manggis,
pelatihan fasilitator dan pemberian bantuan pertanian demi meningkatkan
pendapatan petani dianggap menguntungkan petani sehingga menyebabkan petani
banyak berpartisipasi. Berbeda dengan kasus pembuatan jembatan Ciletuh Ilir
yang dibangun oleh Dinas Bina Marga. Dukungan dana sepenuhnya berasal dari
pemerintah daerah yang salurkan melalui pemborong. Namun ketika ditanya
keterlibatannya dalam program, masyarakat merasa tidak berpartisipasi karena
masyarakat tidak mengetahui keberadaan program sehingga walaupun dukungan
dana Dinas Bina Marga tinggi namun masyarakat tidak berpartisipasi. Melalui
kasus ini munculah faktor lain yang mempengaruhi partisipasi masyarakat yaitu
pengetahuan terhadap keberadaan program.
“ Saya nggak tau kalau jembatan yang dibangun itu program agropolitan, lha
yang bangun juga saya nggak ngerti ya gimana saya bisa ikut. Walaupun
katanya biayanya gede, trus gaji buat kulinya juga gede tapi kalau nggak ada
yang ngasih tau dan nggak ada yang ngajak ya bapak nggak ikutan” ASR.
Keberhasilan yang ditandai dengan peningkatan sarana dan prasarana yang
mendukung usaha pertanian masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan,
terminal agribisnis maupun ketersediaan pengairan didukung penuh oleh
pemerintah terutama BAPPEDA, pihak yang tergolong manage closely tersebut
menjadi pos pengajuan dana dari berbagai dinas. BAPPEDA digolongkan juga
sebagai stakeholders primer untuk urusan pendanaan program agropolitan.
Selain itu dari keseluruhan program pada tahap pelaksanaan agropolitan,
luas jaringan juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat didukung dengan
hasil uji korelasi antara luas jaringan dengan tingkat partisipasi masyarakat pada
tahap pelaksanaan dengan nilai signifikasi 0.013 yang lebih kecil dari nilai alfa
(0.05), menyatakan bahwa luas jaringan yang dimiliki oleh stakeholders juga
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Semakin banyak pihak yang terlibat
dalam suatu program maka minat masyarakat untuk berpartisipasi juga semakin
tinggi. Karena dengan luasnya jejaring yang dimiliki oleh stakeholders tersebut,
program menjadi lebih bervariatif dan saling mendukung misalnya saat sekolah
lapang, tingkat partisipasi masyarakat tinggi karena pada saat program
berlangsung pihak dinas pertanian, UPTD Kecamatan Leuwiliang, penyuluh
pertanian, dan ahli dari PKBT IPB terjun langsung menyebabkan masyarakat
lebih leluasa menentukan materi pelatihan dan mengusulkan program pelatihan
untuk sekolah lapang pekan depannya.
Hal ini juga didukung dengan sikap dari pihak dinas, PKBT IPB, dan
penyuluh pertanian yang bersedia mendengar saran dari petani menyebabkan
program berjalan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan petani. Kondisi tersebut
mendukung hasil uji korelasi antara personality stakeholders dengan tingkat
partisipasi masyarakat yang menghasilkan nilai 0.004 lebih kecil dari alfa (0.05)
mengindikasikan bahwa sikap stakeholders yang besedia mendengarkan saran
masyarakat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat.
Pada tahap pelaksanaan ini, partisipasi masyarakat didominasi oleh tingkat
partisipasi tokenisme artinya masyarakat sudah mampu memberikan usulan
pendapat namun belum memiliki wewenang dan kekuatan yang tinggi dalam
mempengaruhi program agropolitan. Namun, pada tahap pelaksanaan tidak
85
terdapat hubungan antara kepentingan stakeholders dengan tingkat partisipasi
masyarakat karena tidak terdapat masyarakat dengan partisipasi yang rendah
menyatakan bahwa kepentingan stakeholders rendah. Pada tingkat kepentingan
sedang menyebabkan partisipasi masyarakat didominasi oleh partisipasi tokenisme
sebesar 65% (Lampiran 5) dan pada saat kepentingan tinggi, tingkat partisipasi
masyarakat juga didominasi oleh tingkat partisipasi tokenisme sebesar 75% yang
seharusnya berada di tingkat citizen power.
Uji keempat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel peran
stakeholders (tahap evaluasi) dengan variabel partisipasi masyarakat. Berdasarkan
hasil pengujian, didapatkan angka korelasi antara variabel peran stakeholders
(tahap evaluasi) dan variabel partisipasi masyarakat dalam evaluasi program
agropolitan berkorelasi dan signifikan. Nilai koefisien korelasi Spearman yang
diperoleh untuk kedua variabel tersebut sebesar 0.382 dengan nilai signifikansi
sebesar 0.037 Oleh karena nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada nilai alfa
(0.05) maka tolak H0 dan terima H1, artinya semakin tinggi peran stakeholders
maka partisipasi masyarakat juga tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pengolahan
data yang terdapat dalam Lampiran 5, pada tahap evaluasi ternyata pengaruh
stakeholders yang rendah menyebabkan yang menyebabkan 79% masyarakat
berpartisipasi di tingkat non-partisipasi. Sebanyak 69% responden yang berada
pada tingkat partisipasi non-partisipasi menyatakan pengaruh stakeholders di
tingkat sedang. Pada saat evaluasi tidak ada masyarakat yang menyatakan bahwa
kepentingan stakeholders tinggi.
Pada tahapan evaluasi program agropolitan di tahun 2010, kunjungan dan
interaksi Dinas Pertanian, Dinas Bina Marga, Dinas Peternakan dan Perikanan
serta stakeholders lainnya kecuali ketua POSKO dan ketua POKJA dengan
masyarakat mulai berkurang. Intensitas kehadiran dalam rapat POSKO juga mulai
berkurang, sehingga masyarakat sendiri mulai merasa kehilangan motivasi untuk
terlibat dalam melanjutkan program. Hal ini juga menunjukan bahwa ketika peran
stakeholders rendah, maka partisipasi masyarakat juga rendah.
Hasil pengolahan data mengenai hubungan antara peran stakeholders
dengan tingkat partisipasi masyarakat menunjukkan bahwasanya peran
stakeholders memiliki hubungan korelasi yang signifikan terhadap partisipasi
masyarakat. Itu artinya bahwa semakin tinggi peran stakeholders maka semakin
tinggi pula keterlibatan masyarakat baik menyumbang pendapat, menyumbang
dana, menyumbang materi ataupun tenaga dalam penyelenggaraan program
agropolitan. Meskipun demikian, hasil pengolahan data juga menunjukkan
bahwasanya hubungan antara peran stakeholders pada tahapan perencanaan tidak
berhubungan atau tidak memiliki korelasi positif dengan partisipasi masyarakat
juga pada hubungan kepentingan stakeholders dengan partisipasi masyarakat. Hal
ini berarti, dalam melihat hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi
masyarakat tidak dapat dipisahkan secara parsial tiap-tiap tahapan
penyelenggaraan program. Suatu peran stakeholders dapat mempengaruhi
partisipasi masyarakat ketika setiap stakeholders berperan pada keseluruhan
tahapan penyelenggaraan program agropolitan.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penyelenggaraan program agropolitan berawal dari keputusan pemerintah
pusat yang ditujukan bagi pembangunan pertanian pedesaan dalam kasus ini
adalah pedesaan di Kabupaten Bogor. Sasarannya adalah kelompok tani di
Kabupaten Bogor. Sebagai program pembangunan wilayah kerjasama antar
stakeholders menjadi poin penting dari keberlanjutan program. Interaksi tiap-tiap
stakeholders dengan masyarakat kemudian memunculkan peran dalam program
agropolitan yang ditentukan oleh faktor pengaruh dan kepentingan stakeholders.
Pemerintah Kabupaten Bogor yang tergolong dalam manage closely
melaksanakan tahapan agropolitan dengan dukungan masyarakat. Tentunya dalam
pelaksanaan dinas tersebut menjadi pendukung utama dengan memberikan
pengaruh mulai dari dukungan dana sampai peningkatan fasilitas agropolitan dari
tahap awal sampai evaluasi. Terkait klasifikasi stakeholders, terdapat perbedaan
klasifikasi tiap-tiap stakeholders. Berdasarkan peran stakeholders yang termasuk
keep statisfied adalah Dinas Peternakan, penyuluh pertanian dan akademisi.
Stakeholders yang termasuk manage closely adalah Ketua Gapoktan, Ketua
POSKO, aparat desa, Dinas Pertanian dan BAPPEDA Kabupaten Bogor.
Stakeholders yang termasuk dalam keep informed adalah Dinas Bina Marga.
Stakeholders yang termasuk dalam monitor adalah Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian, Perdagangan dan UKM, BP3K, BP4K, LSM dan Lembaga
Keuangan. Supaya program agropolitan ini berkelanjutan hendaknya peran pihak
yang tergolong manage closely memberikan kekuatan pengaruh yang lebih besar
lagi pada program agropolitan serta berupaya untuk memperbesar kesempatan
kepada masyarakat untuk terlibat dalam ikut merumuskan dan menentukan
jalannya program agropolitan mulai dari program pengembangan SDM,
pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan infrastruktur.
Partisipasi masyarakat secara keseluruhan program agropolitan berada
pada tahap tokenisme yang memiliki kesempatan untuk berpendapat, namun tidak
memiliki wewenang dan kekuatan untuk mengatur program agropolitan secara
keseluruhan. Namun terdapat perbedaan saat perencanaan dan evaluasi dimana
partisipasi masyarakat berada pada tahap non partisipasi. Sebagian besar bentuk
partisipasi masyarakat adalah partisipasi dalam memberikan pendapat dalam
program walaupun terdapat masyarakat yang menyumbang dana dan materi
dengan jumlah lebih sedikit. Namun pada tahap perencanaan dan evaluasi terdapat
perbedaan yaitu sebagian besar masyarakat tidak berpartisipasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya peran stakeholders
berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program
agropolitan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh yang terdiri dari dukungan dana,
personality serta jaringan stakeholders dan kepentingan stakeholders mampu
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Namun jika dilihat dari setiap
tahapan program agropolitan, pada tahapan perancanaan tidak terdapat hubungan
antara kedua variabel tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam melihat hubungan peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat tidak parsial dalam
satu tahapan saja.
88
Saran
Mengacu pada hasil penelitian, maka terdapat beberapa hal yang dapat
dijadikan masukan atau saran, diantaranya:
1. Sebaiknya stakeholders yang merupakan dinas pelaksana melakukan
pendekatan intensif terhadap masyarakat dalam semua tahapan sehingga
tercipta hubungan yang lebih harmonis, dan membangun kerjasama yang
baik dalam pelaksaaan program kedepannya
2. Bimbingan dari pihak dinas tidak terhenti sampai program agropolitan
selesai namun juga pasca program, karena dengan kondisi partisipasi yang
belum baik menyebabkan program tersebut tidak dapat berkelanjutan jika
tanpa pemantauan dari pemerintah.
3. Lembaga non formal yang ada di masyarakat seperti koperasi dan
“Cendawasari” sebaiknya diarahkan sebagai pihak yang diberi tanggung
jawab untuk melanjutkan program agropolitan.
4. Pentingnya peningkatan kinerja PPS sebagai motor penggerak program
sekaligus motivator bagi kelompok tani dalam melanjutkan program
agropolitan. Selain itu juga perlu peningkatan keaktifan PPS dalam
menangani permasalahan pertanian yang dialami kelompok tani.
5. Harapannya masyarakat ikut merencanakan, menggerakkan, melaksanakan
dan juga mengontrol pelaksanaan program agropolitan dan penataan ruang
kawasannya sehingga tercipta kesadaran hukum masyarakat akan
pentingnya tata ruang kawasan agropolitan.
6. Setiap tahapan program agropolitan harus mendorong masyarakat dan
stakeholders agar selalu berkoordinasi dan berhubungan dengan instansi
pemerintah terkait. Hal inilah yang mampu menjadikan masyarakat dan
dunia usaha menjadi pelaku langsung dan objek dari program
pengembangan kawasan agropolitan.
7. Peran pihak yang termasuk dalam manage closely harus dominan dan
berlanjut dalam mendampingi masyarakat pada program agropolitan.
89
DAFTAR PUSTAKA
Amalia L. 2006. Penerapan agropolitan dan agribisnis dalam pembangunan
ekonomi daerah. Jurnal inovasi. [Internet]. 09:39 [ Diunduh 2012 Maret 22].
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/52065865.pdf
Ariyani I. 2007. Penguatan partisipasi masyarakat dalam program imbal swadaya
di desa curug kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. [Tesis]. Bogor
[ID]: Institut Pertanian Bogor.120 hal.
Arnstein S. 1969 [Juli]. A Ladder of citizen participation. JAIP [35-4]: halaman
216-224
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Daerah. 2010. Evaluasi pelaksanaan agropolitan
Propinsi Jawa Barat. [tidak diterbitkan]
[BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Kabupaten Bogor. 2012. Agropolitan Kabupaten Bogor.[tidak diterbitkan]
Bryson JM. 2004. What to do when stakeholders matter: stakeholders
identification and analysis techniques. Public management review.Vol 6 .
2004:21-53.
Budimanta A, Rudito B dan Prasetijo A. 2008. Corporate social responsibility:
jawaban bagi pembangunan Indonesia masa kini. Jakarta [ID]: Indonesia
Business Link.
Uphoff C. 1977. Rural development participation : concept and measures for
project design implementation and evaluation. New York : Rural Development
Commite-Cornel University.
Colfer, C.J.P., M.A. Brocklesby, C.Diaw, P.Etuge, M. Gunter, E.Harwell,
C.McDougall,N.M. Porro, R.Prabu, A.Salim, M.A. Sardjano, B. Tchikangwa,
A.M. Tiani, R.wadley, J. Woelfel, dan E. Wollenberg. 1999. Perangkat kriteria
dan indikator. Center for International Forestry Researh. Bogor.
Data Monografi Desa Karacak. 2011. [tidak diterbitkan]
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2002. Pedoman umum pengembangan
kawasan agropolitan dan pedoman program rintisan pengembangan kawasan
agropolitan. Departemen Pertanian RI. Jakarta.
Ditjen Penataan Ruang. 2001. Pedoman agropolitan untuk penataan ruang dan
wilayah. [Internet]. 07:25 [Diunduh 2012 Februari 28].
www.penataanruang.net/taru/nspm/6.pdf
Djakapermana RD. 2003. Pengembangan kawasan agropolitan dalam rangka
pengembangan wilayah berbasis rencana tata ruang wilayah nasional
(RTRWN). Direktur Jendral Penataan Ruang Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah Republik Indonesia. [tidak diterbitkan]
Dianawati I 2004. Dinamika kelompok tani dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat partisipasi petani dalam proyek pengembangan ketahanan
pangan. Fakultas Pertanian Institut PertanianBogor.
Friedman J and Douglass M.1975. Agropolitan development: towards a new
strategy.[Internet]. 12:15 [Diunduh 2012 September 21].
www.nepjol.info/index.php/HR/article/download/4494/3749 Groenendijk L. 2003. Stakeholders analysis or stakeholder engagement in
government program. [Internet]. 12:35 [Diunduh 2012 September 21].
www.itc.nl/library/papers_2003/tech_rep/groenendijk.pdf
90
[IFC] International Finance Corporation. 2007. Stakeholders Engagement
[Internet]. 13:12 [Diunduh 2012 Desember 21].
http://www.ifc.org/ifcext/enviro.nsf/attachmentsbytitle/p_stakeholdersengagem
ent_full/$file/ifc_stakeholdersengagement.pdf.
Kartasubrata, J. 1986. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
hutan di jawa. [Disertasi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Lugiarty E. 2004. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan
program pengembangan masyarakat di komunitas desa cijayanti. [Tesis].
Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.121 hal.
Madrie.1986. Beberapa faktor penentu partisipasi anggota masyarakat dalam
pembangunan pedesaan.[Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Mayer J.2005. Stakeholders power analysis. International Institute for
Environment and Development.
Mugniesyah SS. 2006. Materi bahan ajar pendidikan orang dewasa. Bogor (ID):
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut
Pertanian Bogor. [tidak diterbitkan]
Race D and Millar J. 2006. Training manual: social and community dimensions
of ACIAR Projects. Australian Center for International Agricultural Research –
Institute for Land, Water, and Society of Charles Sturt University, Australia.
Reed MS, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, morris J, Prell C,
Quinn CH, Stringer LC. 2009. Who’s in and Why? A Typhology of
Stakeholder Analysis Methods for Natural Resources Management. Jounal of
Environmental Management xxx: 1-17.
Rosyida I. 2011. Partisipasi masyarakat dan stakeholders dalam penyelenggaraan
program corporate social responsibility (csr) dan dampaknya terhadap
komunitas perdesaan. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Rustiadi E dan Pranoto S. 2007. Agropolitan membangun ekonomi pedesaan.
Bogor : Crestpent Press.
Rustiadi E, Hadi S, dan Ahmad W M. 2006. Kawasan agropolitan konsep
pembangunan desa-kota berimbang. Bogor :Crestpent Press.
Saefulhakim dkk. 2002. Studi penyusunan wilayah pengembangan strategis
(Strategic Development Regions). IPB dan Bapenas. Bogor.
Singarimbun M dan Effendi S (ed).1989. Metode penelitian survai. Jakarta.
LP3ES
Slamet. 1989. Konsep-konsep dasar partisipasi sosial. Yogyakarta; PAU
Soemanto B dkk. 2007. Sustainable corporate : implikasi hubungan harmonis
perusahaan dan masyarakat.Gresik: PT Semen Gresik (Persero).
Sukada, Sonny dkk. 2007. Membumikan bisnis berkelanjutan. Jakarta [ID]:
Indonesia Business Link.
Sukada S et al. 2007. CSR for better life: Indonesian context. Membumikan bisnis
berkelanjutan memahami konsep dan praktik tanggung jawab sosial perusahaan.
Jakarta [ID]: Indonesia Business Link. 190 hal.
Tanjung A. 2003. Partisipasi. [Internet]. 17:25 [Diunduh 2012 Maret
28].http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9385/Bab%20II%2
02007iar.pdf?sequence=7
91
Tarsudi. 2011. Dampak pembangungan kawasan agropolitan terhadap
pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat pada lokalita saribu
dolok kecamatan silimakuta kabupaten simalungun[Tesis]. Medan [ID]:
Universitas Sumatera Utara.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah konsep dan aplikasi CSR (Corporate Social
Responsibility). Gresik: Fascho Publishing.
92
93
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta kawasan agropolitan Desa Karacak
Sumber: http://maps.google.co.id/
94
Lampiran 2 Pembagian kawasan agropolitan per zonasi
Zona I Luas 10.287,10 Ha
Zona II
Luas 8.333,04 Ha
No Kecamatan No Nama Desa No Kecamatan No Nama Desa
1
I Leuwiliang 1 Cibarengkok 6
Nanggung 35 Nanggung
2 Karacak 36 Sukaluyu
3 Karyasari
37
Parakan
Muncang
4 Cibeber 2 7 Jasinga 38 Pamegarsari
5 Pabangbon 39 Jasinga
6 Cibeber 1 40 Setu
7 Leuwiliang 41 Sipak
8 Karehkel
42
Kolong
sawah
9 Leuwimekar 8 Cigudeg 43 Bunar
2
2 Leuwisadeng 10 Sadengkolot
44 Sukaraksa
11 Leuwisadeng 45 Cintamanik
12 Wangunjaya 46 Argapura
13 Babakan Sadeng 47 Cigudeg
33 Rumpin 14 Cidokom
48 Mekarjaya
4
4 Cibungbulang 15 Cirauteun Ilir 9 Sukajaya 49 Sukamulih
16 Cijujung 50 Cipayung
17 Cimanggu 51 Sukajaya
18 Leuweung Kolot 52 Harkat Jaya
19 Dukuh 53 Kiara Pandak
20 Galuga Sumber : Hasil Analisis Masterplan Agropolitan Kabupaten Bogor
21 Cimanggu 2
22 Cibatok 1
23 Cibatok 2
24 Cemplang
25 Sukamaju
2
6 Situ Hilir
2
7 Situ Udik
2
8 Giri Mulya
2
9 Ciaruteun Udik
55 Pamijahan
30 Cibitung Wetan
3
1 Pamijahan
95
Lampiran 3 Dokumentasi penelitian
Jembatan Ciletuh Ilir Komodoti unggulan agropolitan
Gudang Manggis Agropolitan Sekertariat PPS dan POSKO
Kebun Manggis Desa Karacak Salah satu rumah responden
96
Lampiran 4 Kerangka sampling
1. Anggota Kelompok Tani Karya
Mekar
No Nama Alamat
1 Sumaidi W Cengal
2 Samir Cengal
3 Dadang H Cengal
4 Manan Cengal
5 Syafrudin Cengal
6 Khotib Cengal
7 Syarifudin Cengal
8 Ujang S Cengal
9 Ujang Nasir Cengal
10 Suwardi Cengal
11 M. Marwa Cengal
12 M. Abidin Cengal
13 M. Bakri Cengal
14 Abdul kohar Cengal
15 M. Mugni Cengal
16 Slamet Ilyas Cengal
17 Iis Ismiati Cengal
18 Jama Cengal
19 Iding Cengal
20 Sarwani Cengal
21 Sahmad Cengal
22 Dahlan Cengal
23 Marjuki Cengal
24 M. Bahro Sirnagalih
25 Ansori Sirnagalih
26 Sukria Sirnagalih
27 Madasih Sirnagalih
28 Affandi Sirnagalih
29 Sumitra Sirnagalih
30 Rusdi Sirnagalih
31 Ajo Sirnagalih
32 Sukria Sirnagalih
33 Sahata Darmabakti
34 Salim Darmabakti
97
2. Anggota Kelompok Tani Sukatani
No Nama Alamat
35 Saefudin Ciletuh ilir
36 Rukinta Ciletuh ilir
37 Santibi Ciletuh ilir
38 Karim Ciletuh ilir
39 Sanin Ciletuh ilir
40 Parman Ciletuh ilir
41 Rudi Ciletuh ilir
42 Suarja Ciletuh ilir
43 Jamun Ciletuh ilir
44 Amun Ciletuh ilir
45 Arjaya Ciletuh ilir
46 M. Ngali Ciletuh ilir
47 M. Latip Ciletuh ilir
48 Madnur Ciletuh ilir
49 Udin Ciletuh ilir
50 Ganda Ciletuh ilir
51 Suhali Lebak sirna
52 E. Maskat Lebak sirna
53 Kemi Lebak sirna
54 Suleman Lebak sirna
55 H. Sulaeman Lebak sirna
56 Naning Lebak sirna
57 H. Agus Lebak sirna
58 Santa Lebak sirna
59 Isro Lebak sirna
60 Nurjaman Lebak sirna
61 Daday Lebak sirna
62 Unhar Lebak sirna
63 Taba Lebak sirna
64 Nawawi Lebak sirna
65 Atmaja Lebak sirna
66 M.Idam Lebak sirna
67 Upandi Lebak sirna
68 Neli Lebak sirna
69 Usup Lebak sirna
70 Sarmali Lebak sirna
71 Samsudin Lebak sirna
72 Engkus Lebak sirna
73 Muhammad Lebak sirna
74 Neli Lebak sirna
75 Parta Lebak sirna
76 Emay Lebak sirna
77 Engkim Lebak sirna
78 Anan Lebak sirna
79 Sapardi Lebak sirna
80 Payami Lebak sirna
81 Wahyu Lebak sirna
82 Ujang Lebak sirna
83 Sarmali Lebak sirna
84 Yayan Lebak sirna
85 Ujang Lebak sirna
86 Dede Lebak sirna
87 Pe'i Lebak sirna
88 E.wiyatama Karya Bakti
89 Mihad Karya Bakti
90 Aman Karya Bakti
91 Imang Karya Bakti
92 H.ita Karya Bakti
93 Amir Karya Bakti
94 Emad Karya Bakti
95 Uju Karya Bakti
96 Sanip Karya Bakti
97 Syamsudin Karya Bakti
98
3.Anggota Kelompok Tani Bangun Tani
No Nama Alamat
98 Absori Sukamaju
99 Maksum Sukamaju
100 Agus (A) Sukamaju
101 Agus (B) Sukamaju
102 Amir Sukamaju
103 Astari Sukamaju
104 Diman Sukamaju
105 Edi Sukamaju
106 Idit Sukamaju
107 Ismail Sukamaju
108 Jaat Sukamaju
109 Jaenudin Sukamaju
110 Jana Sukamaju
111 Juju Sukamaju
112 Karman Sukamaju
113 Komarudin Sukamaju
114 Madjuni Sukamaju
115 Abun Sukamaju
116 Mamah Sukamaju
117 Saman Sukamaju
118 Samsuri Sukamaju
119 Suarta Sukamaju
120 Sanip Sukamaju
121 Sumpena Sukamaju
122 Tata Sukamaju
123 Tute Sukamaju
124 Adul (A) Hegar manah
125 Agus Hegar manah
126 Dadang Hegar manah
127 Madhuri Hegar manah
128 Jojon Hegar manah
129 Jumae Hegar manah
130 Mutaba Hegar manah
131 Taim Hegar manah
132 aprizal Hegar manah
133 Udin Hegar manah
134 Wiwi Hegar manah
135 Armat Sipon ilir
136 Isak Sipon ilir
137 Mad Padil Sipon ilir
138 Ajum Cilame
139 Jama Cilame
140 Amir (B) Kampung Sawah
141 Jupri Kampung Sawah
142 Madsai Kampung Sawah
99
Responden Hasil Angka Acak
No Nama Alamat
35 Saefudin Ciletuh ilir
41 Rudi Ciletuh ilir
96 Sanip Karya Bakti
67 Upandi Lebak sirna
98 Absori Sukamaju
7 Syarifudin Cengal
92 H.ita Karya Bakti
18 Jama Cengal
32 Sukria Sirnagalih
24 M. Bahro Sirnagalih
14 M. Mugni Cengal
53 Kemi Lebak sirna
95 Uju Karya Bakti
125 Agus Hegar manah
99 Maksum Sukamaju
119 Suarta Sukamaju
13 M. Bakri Cengal
68 Neli Lebak sirna
127 Madhuri Hegar manah
66 M.Idam Lebak sirna
29 Sumitra Sirnagalih
33 Sahata Darmabakti
132 Aprijal Hegar manah
137 Mad Padil Sipon ilir
79 Sapardi Lebak sirna
90 Aman Karya Bakti
140 Amir Kampung Sawah
4 Manan Cengal
21 Sahmad Cengal
71 Samsudin Lebak Sirna
100
Lampiran 5 Hasil pengolahan data
Tabel 1 Hubungan antara pengaruh stakeholders dengan partisipasi masyarakat
Pengaruh Stakeholders
Partisipasi Masyarakat dalam Program
Agropolitan ∑ %
Non -
Partisipasi
% Tokenisme
% Citizen
power
%
Tahap
Perencanaan
Rendah 9 60 6 40 0 0 15 100
Sedang 4 40 5 50 1 10 10 100
Tinggi 0 0 2 40 3 60 5 100
Tahap
Pelaksanaan
Rendah 3 75 1 25 0 0 4 100
Sedang 5 20 18 76 1 4 25 100
Tinggi 0 0 0 0 1 100 1 100
Tahap
Evaluasi
Rendah 20 71 6 21 2 8 28 100
Sedang 1 50 1 50 0 2 2 100
Tinggi 0 0 0 0 0 0 0 100
Tabel 2 Hubungan antara kepentingan stakeholders dengan partisipasi
masyarakat
Kepentingan
Stakeholders
Partisipasi Masyarakat dalam Program
Agropolitan ∑ %
Non-
Partisipasi
% Tokenisme
% Citizen
power
%
Tahap
Perencanaan
Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0
Sedang 13 59 6 27 3 14 22 100
Tinggi 6 75 2 25 0 0 8 100
Tahap
Pelaksanaan
Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0
Sedang 7 27 17 65 2 8 26 100
Tinggi 1 25 3 75 0 0 4 100
Tahap
Evaluasi
Rendah 11 79 2 57 1 4 14 100
Sedang 11 69 4 25 1 6 16 100
Tinggi 0 0 0 0 0 0 0 0
101
Tabel 3 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi
masyarakat pada seluruh tahapan agropolitan
Partisipsi
Masyarakat
Peran
Stakeholders
Spearman's rho Partisipasi Masyarakat
dalam Program
Agropolitan
Correlation
Coefficient
1.000 .387*
Sig. (2-tailed) . .035
N 30 30
Peran Stakeholders
Keseluruhan
Correlation
Coefficient
.387* 1.000
Sig. (2-tailed) .035 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 4 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi
masyarakat pada perencanaan program agropolitan
Partisipasi
Masyarakat
Peran
Stakeholders
Spearman's rho Partisipasi Masyarakat
dalam Perencanaan
Correlation
Coefficient
1.000 .339
Sig. (2-tailed) . .066
N 30 30
Peran Stakeholders
Perencanaan
Correlation
Coefficient
.339 1.000
Sig. (2-tailed) .066 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 5 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi
masyarakat tahap pelaksanaan agropolitan
Partisipasi
Masyarakat
Peran
Stakeholders
Spearman's rho Partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan
Correlation
Coefficient
1.000 .410*
Sig.(2-tailed) . .024
N 30 30
Peran Stakeholders
Pelaksanaan
Correlation
Coefficient
.410* 1.000
Sig.(2-tailed) .024 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
102
Tabel 6 Nilai signifikasi hubungan peran stakeholders dengan partisipasi
masyarakat tahap evaluasi agropolitan
Peran
Stakeholders
Partisipasi
masyarakat
Spearman's
rho
Peran
Stakeholders
Evaluasi
Correlation
Coefficient 1.000 .382
*
Sig. (2-tailed) . .037
N 30 30
Partisipasi
masyarakat
dalam Evaluasi
Correlation
Coefficient .382
* 1.000
Sig. (2-tailed) .037 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 7 Nilai signifikasi hubungan pengaruh stakeholders dengan partisipasi
masyarakat setiap tahapan program agropolitan
Pengaruh Stakeholders
Partisipasi Masyarakat dalam Program
Agropolitan
Tahap
Perencanaan
Tahap
Pelaksanaan Tahap Evaluasi
Dukungan
Dana
Perencanaan 0.117
Pelaksanaan 0.047
Evaluasi 0.135
Luas
Jaringan
Perencanaan 0.000
Pelaksanaan 0.013
Evaluasi 0.025
Personality Perencanaan 0.000
Pelaksanaan 0.004
Evaluasi 0.014
103
Lampiran 6 Panduan wawancara mendalam
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam
Program Agropolitan
(Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
Tujuan : Menggali informasi terkait dengan peran stakeholders dan program
agropolitan serta bagaimana kepentingan dan pengaruh masing-masing
stakeholders dalam program agropolitan
Informan : Tokoh Masyarakat
Hari/tanggal wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan umur informan :
Jabatan :
Pertanyaan Penelitian
1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui mengenai program agropolitan di Desa
Karacak sejak tahun 2004-2010?
2. Bagaimana perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program agropolitan di
Desa Karacak?
3. Apakah Bapak/Ibu turut aktif berperan serta dalam kegiatan agropolitan di
Desa Karacak?
Jika ia, dalam program apa? dalam bentuk apa?tahun berapa? Tahapan apa
saja?
4. Mengapa Bapak/Ibu tertarik untuk berperan serta dalam program agropolitan
selama program agropolitan tahun 2004-2010?
5. Apakah pengembangan agropolitan merupakan program prioritas dalam
tupoksi stakeholders?
6. Berasal dari mana dana untuk melaksanakan agropolitan? Berapa persen dana
yang dialokasikan untuk penyelenggaraan program agropolitan? Apakah
setiap tahunnya sama atau tidak dari 2004-2010?
7. Bagaimana ketergantungan dinas terkait pengembangan agrpolitan di
karacak?
8. Berapa besar kemampuan stakeholders dalam memperjuangkan aspirasi
pengembangan agropolitan di karacak?
9. Berapa besar fasilitas yang diberikan oleh stakeholders terhadap program
agropolitan?
10. Berapa besar dukungan anggaran dana yang diberikan stakeholders untuk
agropolitan?
11. Siapa saja menurut Bapak/Ibu yang terkait dengan kegiatan ini selama
pelaksanaannya?
12. Bagaimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program
pengembangan sumberdaya manusia?
13. Bagaimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program
pengembangan budidaya manggis?
104
14. Bagimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program
pengembangan permodalan?
15. Bagimana menurut anda mengenai program agropolitan khususnya program
peningkatan fasilitas misalnya jalan dsb?
16. Sejauh ini siapa saja yang berperan dalam program agropolitan tersebut?dari
kalangan SKPD, pemerintahan lokal, Lsm, dunia akademik
17. Siapa pihak yang paling berperan dominan dalam program agropolitan?
18. Apa saja peran mereka dalam pelaksanaan program agropolitan?
19. Bagaimana pengaruh dan kepentingan mereka dalam program agropolitan?
20. Sebagai kelompok tani/ ketua kelompok tani, apa peran bapak dalam program
agropolitan? Bagaimana jejaring, kekuatan dana, wewenang dan personality
bapak ataupun dinas terkait lainnya dalam mempengaruhi masyarakat?
21. Apakah peran mereka berpengaruh terhadap keterlibatan mereka pada
program agropolitan
22. Apakah harapan Bapak/Ibu bagi kegiatan agropolitan kedepan?
105
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam
Program Agropolitan
(Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
Tujuan : Menggali informasi terkait dengan program agropolitan dan
pihak yang berperan dalam agropolitan
Informan : Pengurus POSKO agropolitan
Hari/tanggal wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan umur informan :
Jabatan dalam POSKO :
Pertanyaan Penelitian
1. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut bergabung dalam kegiatan
agropolitan dan dalam program mana saja anda bergabung?Kenapa anda
bersedia menjadi pengurus POSKO?
2. Bagaimana cara anda pada mulanya mengetahui akan keberadaan program
agropolitan dan tergabung di POSKO Agropolitan?
3. Dari 4 program agropolitan yang ada, manakah yang paling dominan diikuti?
4. Bagaimana anda turut serta dalam kegiatan ini?Inisiatif sendiri, diajak, karena
memiliki pengalaman, atau lainnya?
5. Sejak kapan anda bergabung?
6. Adakah persiapan khusus yang dilakukan baik dari pihak perusahaan dan diri
anda dalam merencanakan 4 kegiatan program agropolitan ini?
7. Bagaimana menurut anda mengenai kegiatan agropolitan sejak anda
bergabung?
8. Sejauh ini bagaimana pengaruh pihak lain terhadap keputusan anda
menjalankan program agropolitan?
9. Berapa banyak masyarakat yang ikut turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan
agropolitan ini?
10. Bagaimana kontribusi dan dan dukungan pemerintah setempat terhadap
kegiatan ini?
11. Adakah kendala yang dirasakan selama menjalankan 4 program agropolitan
ini?
12. Apakah harapan anda dari kegiatan agropolitan ini?
106
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam
Program Agropolitan
(Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
Tujuan : Menggali informasi terkait dengan peran stakeholders dan
program agropolitan serta bagaimana kepentingan dan pengaruh
masing-masing stakeholders dalam program agropolitan
Informan : Dinas Pertanian, BAPPEDA, Dinas Peternakan, Dinas Bina
Marga, Dinas Pariwisata dan Perindustrian, BP4K, BP3K
Hari/tanggal wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan umur informan :
Jabatan :
Pertanyaan Penelitian:
I. Pertanyaan Umum
1. Bagaimana visi dan misi pihak dinas terkait dengan program agropolitan di
Kab Bogor?
2. Apa kepentingan dinas terhadap program agropolitan khususnya di Kab.
Bogor?
3. Bagaimana pandangan tentang program agropolitan yang sudah berjalan
tahun 2004-2010?
4. Bagaimana kebijakan dinas mengenai agropolitan di tahun 2004-2010?
5. Siapa yang merumuskan kebijakan dinas mengenai agropolitan?
6. Apakah definisi agropolitan menurut dinas?
7. Apakah dinas bergabung di POKJA? bagaimana posisi dan tugasnya?
8. Apakah tujuan dan sasaran utama program agropolitan dari dinas ?
9. Bagaimana posisi struktural program agropolitan dalam dinas? seberapa
pentingkah agropolitan? nama bagian yang membawahi program agropolitan?
Berapa jumlah orang yang berada di bawah divisi/bagian tersebut?
10. Apakah pengembangan agropolitan merupakan program prioritas dalam
tupoksi stakeholders
11. Berasal dari mana dana untuk melaksanakan agropolitan? Berapa persen dana
yang dialokasikan untuk penyelenggaraan program agropolitan? Apakah
setiap tahunnya sama atau tidak dari 2004-2010?
12. Bagaimana ketergantungan dinas terkait pengembangan agrpolitan di
karacak?
13. Berapa besar kemampuan stakeholders dalam memperjuangkan aspirasi
pengembangan agropolitan di karacak?
14. Berapa besar fasilitas yang diberikan oleh stakeholders terhadap program
agropolitan?
15. Berapa besar dukungan anggaran dana yang diberikan stakeholders untuk
agropolitan?
16. Bagaimana mekanisme persetujuan dilaksanakannya agropolitan dengan
masyarakat diawal program dan setiap tahapannya?
17. Bagaimana mekanisme survey dalam pelaksanaan agropolitan untuk suatu
tempat dan sasaran? Berapa lama? Dibantu oleh siapa?
107
18. Bagaimana cara pandang dinas terhadap agropolitan dan pemberdayaan
masyarakat melalui keikutsertaan masayrakat didalamnya?
19. Apa saja strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam
menjalankan program agropolitan?
20. Cara apa yang biasa digunakan untuk mencari dan memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam agropolitan? Kendala apa yang dialami saat hendak
melaksanakan agropolitan di suatu tempat khususnya di desa Karacak ?
21. Apakah program yang dijalankan telah sesuai dengan tujuan agropolitan dari
dinas sebelumnya?
22. Sektor apa saja yang menjadi prioritas atau sering dilakukan perusahaan
dalam menjalankan agropolitan? Mengapa?
23. Apakah ada pihak yang membantu/bermitra dalam pelaksanaan agropolitan?
Siapa saja dan mengapa?
24. Sebagai anggota dinas..........., apa peran bapak dalam program agropolitan?
Bagaimana jejaring, kekuatan dana, wewenang dan personality bapak ataupun
dinas terkait lainnya dalam mempengaruhi masyarakat?
25. Apakah masyarakat dilibatkan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan
agropolitan? Sampai sejauh mana? Mengapa?
26. Bagaimana mekanisme monitoring dan evaluasi program agropolitan yang
pernah dilaksanakan? Apakah hasil evaluasi dijadikan masukan untuk
program berikutnya?
27. Apakah program agropolitan tersebut masih berjalan sampai saat ini?
28. Apa saja dampak yang dirasakan dinas setelah menjalankan agropolitan?
Apakah ukuran keberhasilan agropolitan dalam menjalankan agropolitan?
Mengapa?
29. Bagaimana seharusnya bentuk agropolitan yang dilaksanakan suatu
dinas/pemerintah?
II. Pertanyaan Khusus
1. Apa yang menjadi dasar motivasi untuk pelaksanaaan program agropolitan
khususnya kegiatan khusus program agropolitan dari SKPD terkait?
2. Mengapa kegiatan dari dinas terkait dipilih?
3. Siapakah yang menginisiasi program tersebut untuk di implementasikan
kedalam masyarakat?
4. Bagaimana tahapan perencanaan dalam pembuatan kegiatan ini?
5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merancang program tersebut?
6. Apa yang menjadi media sosialisasi pada pelaksanaan program agropolitan
(sesuaikan dengan 4 program yang ada) oleh dinas terkait?
7. Siapa sajakah stakeholders yang terkait dalam program agropolitan tersebut?
8. Bagaimana cara menjalin kerjasama dengan para stakeholders dalam program
tersebut?
9. Sejauhmana kontribusi para stakeholders tersebut?
10. Bagaimana perekruitan para penerima program?
11. Mengapa pengurus tersebut yang dipilih dalam program?
12. Sejauhmana pemerintah setempat memberi dukungan bagi penyelenggaraan
program agropolitan ini?
13. Berupa apa saja dukungan tersebut?
14. Sudah berapa lama program ini diselenggarakan?
108
15. Ada atau tidakkah batasan waktu tertentu yang digunakan bagi program
tersebut?
16. Bagaimana tingkat antusias dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini
menurut dinas?
17. Adakah data-data yang dapat menunjang hal tersebut?
18. Apa yang menjadi kriteria dan indikator dinas terkait penyelenggaraan
program agropolitan ini?
19. Bagaimana penyelenggaraan evaluasi kegiatan agropolitan?
20. Melibatkan siapa saja evaluasi program tersebut?
21. Bagaimana mekanisme pelaporan kegiatan agropolitan terkait 4 program?
22. Apakah pelaporan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan melibatkan
stakeholders - stakeholders lain seperti masyarakat atau pemerintah?siapa
saja?
23. Apakah ada kendala yang dihadapi pada saat penyelenggaraannya tersebut?
109
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam
Program Agropolitan
(Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
Tujuan :Menggali informasi terkait dengan kebijakan dan
penyelenggaraan program agropolitan
Informan :Staf Kantor Kecamatan/Kelurahan
Hari/tanggal wawancara :
Lokasi wawancara :
Nama dan umur informan :
Jabatan :
Pertanyaan Penelitian:
1. Kapan program agropolitan pertama kali masuk ke desa Karacak?Dinas
mana?Bagaimana mekanismenya?
2. Apakah pemerintah/dinas mensosialisasikan perihal rencana pelaksanaan
program agropolitan? Berapa lama dilakukan sosialisasi tersebut?
3. Siapa sajakah SKPD yang terkait dan perannya dalam program
agropolitan?
4. Bagaimana cara dinas melakukan survey kebutuhan warga untuk program
agropolitan? Apa metode yang digunakan?
5. Apakah pejabat kecamatan/kelurahan dilibatkan dalam perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan program agropolitan? Jika tidak,
mengapa?
6. Apakah masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
dan pelaporan program agropolitan? Jika tidak, mengapa?
7. Bagaimana cara pelibatannya dan dalam bentuk apa?
8. Apakah kebutuhan utama yang diperlukan warga saat itu dan saat ini
terkait agropolitan?
9. Program apa saja yang dilakukan oleh masing-masing SKPD?
10. Apakah program yang dijalankan masing- masing SKPD? Siapa saja
sasarannya?
11. Sejauhmana pihak kelurahan/kecamatan dilibatkan dalam implementasi
program?
12. Apakah yang masyarakat rasakan setelah dijalankan program agropolitan?
13. Adakah kendala saat pelaksanaan program agropolitan? Apa saja? dan
mengapa hal tersebut bisa terjadi?
14. Apakah pihak kelurahan/kecamatan dilibatkan saat evaluasi program?
15. Apakah pelaporan kegiatan dilakukan secara bersama-sama?
16. Apakah harapan bapak/ibu terhadap program agropolitan?
110
Lampiran 7 Kuesioner penelitian
No. Kode Sampel:
KUESIONER
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat dalam Program
Agropolitan
(Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Saya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat angkatan 2009. Saya sedang
melakukan penelitian “Analisis Pengaruh Peran Stakeholders
Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan
(Studi Kasus: Desa Karacak , Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor)”. penelitian ini dilakukan dalam rangka
menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana (S1).
Saya berharap Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu
untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya.
Apapun jawaban Bapak/Ibu, akan menjadi data penting bagi
kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu
akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian ini.
Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu mengisi kuesioner
ini, saya ucapkan banyak terima kasih.
Hormat saya,
Siska Oktavia
DOKUMEN
RAHASIA
Berilah tanda silang [X] pada pilihan yang benar/sesuai ATAU isi jawaban pada
bagian yang disediakan:
Karakteristik Responden
1 Umur : . . . . . . . . . . . . . . tahun
2 Jenis Kelamin : [ ] laki-laki [ ] perempuan
3 Alamat : RT [ ] RW [ ] DUSUN [
]
4 Pendidikan
Terakhir
: SD [ ] SMP [ ]
SMP[ ] SMA [ ]
D3 [ ] S2 [ ]
S1 [ ] S3 [ ]
5 Pekerjaan Utama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6 Pekerjaan Lain : ……………………………………………………
Nama responden :
Tanggal wawancara :
111
7 Posisi dalam
program
agropolitan
: 1. Masyarakat Tani/Kelompok tani
2. Anggota POKJA
3. Anggota POSKO
4. Dinas……………………………………
5. Swasta yaitu…………………………….
6. Lainnya…………………………………
8 Jika anda tergabung dalam kelompok tani, nama kelompok taninya
adalah…………………
9 Sejak kapan bergabung dalam kelompok tani?
Pengetahuan tentang stakeholders dan program agropolitan
1 Apakah anda mengetahui
program agropolitan?
[ ]Ya [ ]Tidak
2 Jika ia, darimana anda
mengetahui program
agropolitan pertama kali?
[ ] Aparat Desa
[ ] Dinas Pertanian
[ ] Ketua Gapoktan
[ ] BP4K/BP3K
[ ] Penyuluh/PPL
[ ] BAPPEDA
[ ] Lainnya,
……………..........
3 Siapa sajakah pihak – pihak
yang tergabung dalam
program agropolitan?(boleh
lebih dari satu)
: 1…………………
2…………………
3…………………
4…………………
5………………....
4 Sejak kapan program agropolitan masuk ke desa Karacak?.................
5 Kapan pertama kali sosialisasi pelaksanaan program agropolitan?...........
6 Program agropolitan apa saja
yang termasuk dalam
program agropolitan didesa
karacak?
[ ] Sosialisasi Agropolitan
[ ] Perancangan Masterplan wilayah
[ ] Pengembangan Sumberdaya Manusia
[ ] Pengembangan Budidaya Manggis
[ ] Pengembangan Permodalan
[ ] Perbaikan Infrastruktur
[ ] Lainnya, Sebutkan……………..
5 Apakah anda mengetahui
tentang POSKO
Agropolitan?
[ ]ya [ ] Tidak
6 Siapa saja yang tergabung
didalamnya?
: 1……………………………………….
2……………………………………….
3……………………………………….
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan anda
yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
Keterangan : SR= Sering, JR= Jarang, dan TP= Tidak Pernah
112
A. Tingkat Partisipasi dalam Program Agropolitan
A.1 Tahap Perencanaan Program Agropolitan
No Pernyataan SR JR TP Ket
1 Saya mengetahui proses pembentukan kawasan
agropolitan di desa Karacak tahun 2005
2 Saya mengetahui keberadaan POSKO diawal
pelaksanaan program agropolitan tahun 2005
3 Saya mengusulkan kebutuhan masyarakat
dalam bentuk usulan program saat perencanaan
program
4 Saya ikut mengidentifikasi kebutuhan
masyarakat sebelum pelaksanaan program
agropolitan tahun 2005
5 Saya memberikan masukan dalam
menemukan kebutuhan masyarakat pada
saat merencanakan program agropolitan
6 Saya mendapatkan kesempatan dalam
pengambilan keputusan untuk merencanakan
program agropolitan di desa Karacak
7 Saya bersama masyarakat ikut mengidentifikasi
hambatan yang mungkin terjadi dalam program
pengembangan kawasan agropolitan
8 Saya ikut menentukan langkah-langkah untuk
mengatasi kemungkinan hambatan dalam
program agropolitan.
9 Saya terlibat dalam menentukan aturan dalam
program agropolitan.
10 Saya terlibat dalam menentukan wilayah untuk
pelaksanaan program agropolitan
11 Saya ikut memutuskan alokasi dana
perencanaan program agropolitan
12 Keterlibatan saya dalam perencanaan program agropolitan didesa
Karacak adalah :
[ ] Menyumbang materi berupa……………………
[ ] Menyumbang pikiran berupa…………………..
[ ] Menyumbang tenaga berupa…………………...
[ ] Menyumbang uang berupa biaya……………....
A.2 Tahap pelaksanaan program agropolitan
A.2.1 Program Pengembangan SDM
No Pernyataan SR JR TP Ket
13 Saya mendapatkan akses terhadap proses
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
program agropolitan khususnya program
pengembangan SDM yang berupa kegiatan:
1.Pelatihan Penyuluh Swadaya
2.Pelatihan kelembagaan ASHUMA(Assosiasi
Pengusaha Manggis)
113
3.Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
4. Pelatihan Peningkatan mutu intensifikasi
padi
5. Lainnya,.........................................................
14 Saya terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam setiap program pengembangan SDM
15 Saya merasakan manfaat program
pengembangan SDM setelah berpartisipasi
16 Pihak lain tidak ikut campur dalam pelaksanaan
program pengembangan SDM petani di desa
Karacak
17 Dana program pengembangan SDM
sepenuhnya berasal dari masyarakat
18 Saya ikut mengawasi kegiatan pengembangan
SDM
19 Kegiatan pengembangan SDM petani dalam
program agropolitan berjalan terkoordinasi
dengan baik bersama pihak lainnya
20 Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program pengembangan SDM
didesa Karacak adalah :
[ ] Menyumbang materi berupa……………………
[ ] Menyumbang pikiran berupa…………………..
[ ] Menyumbang tenaga berupa…………………...
[ ] Menyumbang uang berupa biaya……………....
A.2.2 Program Pengembangan Budidaya
No Pernyataan SR JR TP Ket
21 Saya mendapatkan akses terhadap proses
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
program agropolitan khususnya program
pengembangan budidaya yang berupa
kegiatan:
1.Bantuan Bibit Manggis
2.SLPHT/SLPTT padi
3.Bantuan Ternak Domba
4. Bantuan Induk Ikan Mas
Lainnya..........................
22 Saya terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam setiap program pengembangan budidaya
23 Saya merasakan manfaat program
pengembangan SDM setelah berpartisipasi
dalam program pengembangan budidaya
24 Pihak lain tidak ikut campur dalam kegiatan
pengembangan budidaya di desa Karacak
25 Dana program pengembangan budidaya
sepenuhnya berasal dari masyarakat
26 Saya ikut mengawasi kegiatan pengembangan
budidaya di desa Karacak
114
27 Kegiatan pengembangan budidaya dalam
program agropolitan berjalan terkoordinasi
dengan baik bersama pihak lainnya
28 Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program pengembangan budidaya
didesa Karacak adalah :
[ ] Menyumbang materi berupa……………………
[ ] Menyumbang pikiran berupa…………………..
[ ] Menyumbang tenaga berupa…………………...
[ ] Menyumbang uang berupa biaya…………………….
A.2.3 Program Pengembangan Permodalan
No Pernyataan SR JR TP Ket
29 Saya mendapatkan akses terhadap proses
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
program agropolitan khususnya program
pengembangan permodalan yang berupa
kegiatan:
1. Peminjaman modal dari Kelompok tani
untuk UMKM
2. Pinjaman Dana PUAP
3. Peminjaman modal dari Koperasi
4. Peminjaman modal dari Perusahaan
30 Saya terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam setiap program pengembangan
permodalan petani
31 Saya merasakan manfaat program
pengembangan permodalan setelah
berpartisipasi
32 Pihak lain tidak melakukan interfensi dalam
kegiatan pengembangan permodalan petani di
desa Karacak
33 Dana program pengembangan permodalan
petani sepenuhnya berasal dari masyarakat
34 Masyarakat ikut mengawasi program
pengembangan permodalan
35 Kegiatan pengembangan permodalan petani
dalam program agropolitan berjalan
terkoordinasi dengan baik
36 Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program pengembangan
permodalan petani didesa Karacak adalah :
[ ] Menyumbang materi berupa……………………
[ ] Menyumbang pikiran berupa…………………..
[ ] Menyumbang tenaga berupa…………………...
[ ] Menyumbang uang berupa biaya……………....
A.2.4 Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur
No Pernyataan SR JR TP Ket
37 Saya mendapatkan akses terhadap pengambilan
keputusan dalam pelaksanaan program
115
peningkatan fasilitas infrastruktur terkait
agropolitan yaitu program:
1. Pembuatan Gudang Manggis
2. Peningkatan jalan poros desa Karacak
3. Penyediaan air baku di desa Karacak
4. Lainnya.............................................
38 Saya terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam setiap program peningkatan fasilitas
infrastruktur
39 Saya merasakan manfaat program peningkatan
fasilitas infrastruktur setelah berpartisipasi
40 Pihak lain tidak ikut campur dalam kegiatan
peningkatan fasilitas infrastruktur di desa
Karacak
41 Dana program peningkatan fasilitas
infrastruktur sepenuhnya berasal dari
masyarakat
42 Saya ikut mengawasi kegiatan peningkatan
fasilitas infrastruktur
43 Kegiatan peningkatan fasilitas infrastruktur
dalam program agropolitan berjalan
terkoordinasi dengan baik
44 Keterlibatan saya dalam pelaksanaan program peningkatan fasilitas
infrastruktur didesa Karacak adalah :
[ ] Menyumbang materi berupa……………………
[ ] Menyumbang pikiran berupa…………………..
[ ] Menyumbang tenaga berupa…………………...
[ ] Menyumbang uang sebesar…………………….
A.3 Tahap evaluasi
No Pernyataan SR JR TP Ket
45 Saya ikut serta mengevaluasi secara lisan
kegiatan agropolitan di desa Karacak tahun
2004-2010 bersama dinas pelaksana
agropolitan.
46 Saya dilibatkan dalam pembuatan laporan
kegiatan agropolitan 2004-2010
47 Pihak dinas selalu memberikan laporan
kegiatan agropolitan
48 Saya melakukan pengawasan terhadap dampak
agropolitan
49 Saya memberikan masukan terhadap kegiatan
agropolitan
50 Keterlibatan saya dalam evaluasi program agropolitan didesa Karacak
adalah :
[ ] Menyumbang materi berupa……………………
[ ] Menyumbang pikiran berupa…………………..
[ ] Menyumbang tenaga berupa…………………...
[ ] Menyumbang uang sebesar…………………….
116
B. Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan
Program agropolitan terlaksana karena dukungan berbagai pihak selain
masyarakat, dibawah ini adalah pihak yang seharusnya terlibat dalam program
agropolitan didesa karacak.
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d. Dinas Koperasi,UKM, Perindustrian dan Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
Berdasarkan pihak – pihak yang ikut serta dalam agropolitan. Jawablah pertanyaan
di bawah ini dengan menggunakan tanda silang (x) ini sesuai dengan pilihan anda
yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
B.1.Tingkat pengaruh pada perencanaan program agropolitan
1. Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada perencanaan program
agropolitan di tahun 2004-2005?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
2. Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan
merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada perencanaan
program?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
3. Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya
untuk menentukan langkah awal program agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
4. Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat perencanaan
program agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
5. Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas persiapan program agropolitan
dengan masyarakat?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
6. Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang
diajukan masyarakat dalam perencanaan program?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
7. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam perencanaan
program agropolitan?
117
B.2.Tingkat pengaruh pada pelaksanaan program agropolitan
B.2.1 Program Peningkatan Sumberdaya Manusia
8. Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program
peningkatan sumberdaya manusia sejak tahun 2005-2010?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
9. Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan
merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program
peningkatan sumberdaya manusia?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
10. Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya
untuk melaksanakan program peningkatan sumberdaya manusia dalam konteks
agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
11. Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat pelaksanaan
program peningkatan sumberdaya manusia?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
12. Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program
peningkatan sumberdaya manusia dengan masyarakat?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
13. Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang
diajukan masyarakat dalam program peningkatan sumberdaya manusia?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
14. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam pelaksanaan
program pengembangan SDM dalam agropolitan?
B.2.2 Program Peningkatan Budidaya
15. Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program
peningkatan budidaya pertanian sejak tahun 2005-2010?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
16. Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan
merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program
peningkatan budidaya pertanian?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
17. Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya
untuk melaksanakan program peningkatan budidaya pertanian dalam konteks
agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
18. Seberapa sering pihak lain yang merupakan dinas POKJA Agropolitan bergaul
dengan masyarakat saja pada saat pelaksanaan program peningkatan budidaya
pertanian?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
118
19. Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program
peningkatan budidaya pertanian dengan masyarakat?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
20. Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang
diajukan masyarakat dalam program peningkatan budidaya pertanian?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
21 Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam perencanaan
program agropolitan?
.
B.2.3 Program Peningkatan Permodalan
22.Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program
peningkatan permodalan dalam rangka agropolitan sejak tahun 2005-2010?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
23.Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan
merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program
peningkatan permodalan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
24.Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya
untuk melaksanakan program peningkatan sumberdaya manusia dalam konteks
agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
25.Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat pelaksanaan
program peningkatan permodalan petani?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
26.Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program
peningkatan permodalan petani dengan masyarakat?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
27.Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang
diajukan masyarakat dalam program peningkatan permodalan petani?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
28. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam program
permodalan petani agropolitan?
119
B.2.4 Program Peningkatan Infrastruktur
29.Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada pelaksanaan program
peningkatan infrastruktur sejak tahun 2005-2010?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
30.Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan
merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada program
peningkatan infrastruktur
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
31.Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya
untuk melaksanakan program peningkatan infrastruktur dalam konteks agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
32.Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat pelaksanaan
program peningkatan infrastruktur?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
33.Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan program
peningkatan infrastruktur dengan masyarakat?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
34.Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang
diajukan masyarakat dalam program peningkatan infrastruktur?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
35. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam program
peningkatan infrastruktur agropolitan?
B.3 Tingkat pengaruh pada evaluasi program agropolitan
36.Seberapa sering pihak lain memberikan dukungan dana pada evaluasi program
peningkatan tahun 2010?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
37.Seberapa sering pihak lain yang berwenang terhadap pendanaan pada agropolitan
merubah pendanaan tanpa kesepakatan dengan masyarakat pada evaluasi program
agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
38.Seberapa sering pihak lain mengkoordinasikan masyarakat dengan pihak lainnya
untuk evaluasi program agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
39.Seberapa sering pihak lain bergaul dengan masyarakat pada saat evaluasi program
agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
120
40.Seberapa sering pihak lain terbuka dalam membahas permasalahan pada saat evaluasi
program agropolitan?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
41.Seberapa sering pihak lain mendengarkan dengan berhati – hati setiap saran yang
diajukan masyarakat dalam program peningkatan sumberdaya manusia?
a. Sering b. Jarang c.Tidak Pernah
42. Urutkanlah pihak pihak yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam evaluasi
program!
C. Tingkat Kepentingan Stakeholders dalam Program Agropolitan
C.1 Tingkat Kepentingan Stakeholders tahap perencanaan
1. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang selalu mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat dalam pelaksanaan pogram agropolitan?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian..................................... m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
121
2. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan
organisasi/Dinas/Organisasi?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
3. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan
pribadi saja?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
122
C.2 Tingkat Kepentingan Stakeholders tahap pelaksanaan
1. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang selalu mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat dalam pelaksanaan pogram agropolitan?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
2. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan
organisasi/Dinas/Organisasi?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
123
3. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan
pribadi saja?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
C.3 Tingkat Kepentingan Stakeholders tahap Evaluasi
1. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang selalu mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat dalam pelaksanaan pogram agropolitan?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
124
2. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan
organisasi/Dinas/Organisasi?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
3. Dari pihak dibawah ini, mana saja yang hanya mempertimbangkan kepentingan
pribadi saja?
Pihak – pihak yang berkepentingan Berikan tanda x
a. Dinas Pertanian dan Kehutanan
b. Dinas Bina Marga dan Pengairan
c. Dinas Peternakan dan Perikanan
d.Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
e. BAPEDDA
f. BP4K
g. BP3K
h. Aparat Desa (Lurah atau Kepala Desa)
i. Lembaga Keuangan yaitu:………………..
j. LSM yaitu……………………………….
k. Akademisi yaitu…………………………
l.Penyuluh Pertanian.....................................
m. Ketua Gapoktan
n. Ketua POSKO
125
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siska Oktavia (Siska), dilahirkan di Lampung pada
tanggal 23 Oktober 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara,
pasangan Umi Kulsum dan Makhasin Akhlak. Penulis telah menempuh
pendidikan formal di TK Aisyah Rancabanteng, dilanjutkan dengan bersekolah di
MIM Kalipetung, SMPN I Wangon dan SMA N Jatilawang. Cita–cita penulis
menjadi seorang pekerja sosial (Social Worker) diwujudkan dengan niatnya untuk
melanjutkan perguruan tinggi sehingga pada tahun 2009 penulis mendaftar
sebagai calon mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat. Niat tersebut terlaksana setelah penulis diterima sebagai mahasiswa
di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI),
penulis telah memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat yang berada di bawah naungan Fakultas Ekologi Manusia angkatan
kelima. Penulis menyelesaikan studinya dengan menempuh pendidikan di
semester 6 dengan mengikuti program akselerasi.
Dedikasi penulis selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor
diwujudkan dengan aktivitas organisasi penulis. Penulis pernah tergabung ke
dalam lembaga struktural Bina Desa BEM KM IPB yang bergerak dalam bidang
pemberdayaan masyarakat di desa Ciaruteun Ilir tahun 2009–2011 sebagai
Sekertaris Umum dan Kepala Departemen Pendampingan Masyarakat, Penulis
juga aktif sebagai Staff Soskemas BEM KM IPB tahun 2009/2010, Staff
Soslingmas tahun 2010/2011, anggota Paskibra IPB 2009/2010, Staff Community
Development di FORCES IPB, Dewan Gedung Asrama A4 TPB IPB, Direktur
Community Development di Himpunan Mahasiswa Peminat Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) tahun 2012, Kadept Social Center
KAMMI IPB tahun 2012, dan Pendamping Posdaya di tahun 2012.
Selain itu penulis juga aktif mengikuti organisasi ekstra kampus tingkat
nasional yaitu Forum Indonesia Muda (FIM), Future Leader Summit, dan Young
Leader Summit. Penulis juga berpengalaman menjadi assisten praktikum Mk.
Sosiologi Umum dan Mk. Berpikir dan menulis ilmiah selama tahun 2011/2012.
Keahlian tentang pengembangan masyarakat penulis juga mengantarkan penulis
sebagai penerima Hibah MITI dalam program Community Development Tk.
Nasional dan perwakilan departemen SKPM dalam IPB Goes to field 2011
sekaligus menjadi pengalaman mendampingi masyarakat dalam program KKP di
wilayah Kalimantan Selatan yang di fasilitasi oleh PT Arutmin Indonesia.
top related