hormon tumbuh.docx
Post on 19-Feb-2016
265 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Zat Pengatur Tumbuh pada tanaman (plant regulator), adalah senyawa organik
yang bukan hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung
(promote), menghambat (inhibit), dan merubah proses fisiologi tumbuhan.
Hormon tumbuhan (plant hormone) adalah zat organik yang dihasilkan oleh
tanaman, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis
tanaman. Hormon ditransportasikan dari bagian yang menghasilkan ke bagian
tanaman yang lain (Lakitan, 2004).
Pertumbuhan dan perkembangan akar dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal berupa hormon, sedangkan faktor eksternal
berupa cahaya, nutrien, kadar CO2, air, suhu, patogen dan polusi udara. Faktor –
faktor tersebut bekerja saling mempengaruhi hingga akhirnya menentukan hasil
akhir dari berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan.
Pembentukan organ tumbuhan seperti akar merupakan salah satu contoh proses
pertumbuhan dan perkembangan.
Hormon adalah salah satu faktor dari dalam tumbuhan yang mengatur serta
menentukan pertumbuhan dan dan perkembangan tumbuhan sebagai respon
terhadap adanya faktor lingkungan. Salah satu substansi yang memiliki peran
untuk menginduksi akar adventif adalah auksin dan sitokinin. Namun auksin lebih
berperan dalam merangsang pembentukan akar. Sedangkan penambahan zat
tumbuh lainnya hanya mampu berperan sebagian untuk memicu inisiasi akar
adventif, bahkan menghambat kerja auksin yang terkandung secara alami (Davies,
1995).
Auksin secara universal terdapat pada semua tanaman, namun banyak
senyawa sintetik yang memiliki aktivitas auksin. Senyawa tersebut merupakan
hasil isolasi dari jaringan tanaman atau eksudat. Adapun auksin sintetik yang
merupakan buatan pabrik kimia seperti: Naftalenacetic acid (NAA), Indolbutyric
1
acid (IBA), dan 2,4 Dichlorophenoxyacetic acid. Pada percobaan ini dilakukan
suatu percobaan untuk mempelajari pengaruh zat tumbuh (IAA, NAA dan IBA)
yang diaplikasikan pada Portulaca olerancea L. terhadap pembentukan akar
tanaman tersebut (Davies, 1995).
1.2 Tujuan
1. Untuk
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hormon
Kata hormon berasal dari bahasa Yunani yang berarti “menimbulkan atau
membangkitkan”. Hormon adalah suatu zat kimia yang bertugas sebagai pembawa
tugas (chemical messenger), disekresikan oleh sejenis jaringan, dalam jumlah yang
sangat kecil dan dibawa oleh darah menuju target jaringan dibagian lain dari tubuh
untuk merangsang aktivitas biokimia atau fisiologi yang khusus. Endokrinologi, suatu
cabang ilmu biomedis yang mempelajari hormon dan aktivitasnya, merupakan salah
satu bidang biokimia yang sangat menarik karena beberapa pemahaman baru berasal
dari bidang ini. Lagipula, karena perubahan dalam kerja hormon dapat menmbulkan
penyakit, maka endokrinologi juga merupakan suatu cabang ilmu kimia yang
gunanya dapat dilihat secara langsung.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon
tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen
yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Hormon tumbuhan adalah senyawa
organic yang disintsis di salah satu bagian tumbuhan dan bahkan ke bagian lain, dan
pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis
(Salisbury, 2001).
2.2 Struktur dan sifat – sifat hormon
2.2.1 Struktur hormon
Hormon terdiri atas berbagai macam senyawa yang dapat digolongkan
dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Steroid, yaitu testoteron dan progesteron.
2. Derivat asam amino, yaitu epinefrin dan tiroksin.
3. Peptida-protein, yaitu insulin, glukagon, parathormon, oksitosin, vasopresin,
hormon yang dikeluarkan oleh mukosa usus dan lain-lainnya.
3
Contoh struktur hormon
Hormon progesteron dan hormon testosterone
Hormon epinefrin
Hormon oksitosin dan hormone vasopressin (Saryono, 2009).
2.2.2 Sifat – sifat hormone
1. Beberapa hormon polipeptida dibuat sebagai prekursor yang tidak aktif.
Beberapa hormon polipeptida, termasuk insulin dan glukagon, disintesis oleh
sel-sel endrokrin induknya sebagai prekursor yang tidak aktif, yang disebut
prohormon. Prekursor yang tidak aktif tersebut mengandung rantai polipeptida yang
lebih panjang daripada hormon aktifnya sendiri. Prohormon disimpan dalam bentuk
tidak aktif didalam sel endokrin, sering kali di dalam granula-granula sekresi, siap
untuk diubah dengan cepat menjadi bentuk-bentuk aktifnya oleh perubahan enzimatik
ketika sel tersebut menerima isyarat yang tepat.
2. Hormon-hormon berfungsi dalam konsentrasi yang sangat kecil dan sebagian
besar berumur pendek.
Hormon-hormon berada dalam darah pada konsentrasi istirahat yang sangat
rendah, berkisar dalam satuan mikromolar (10-6 M) sampai dengan pikomolar (10-12
M), yang dapat dibandingkan dengan konsentrasi normal glukosa pada kisaran
milimolar, kira-kira 4x10-3 M. Karena alasan inilah, hormon-hormon sangat sukar
untuk diisolasi, diidentifikasikan dan diukur secara akurat. Hormon didalam darah
berumur pendek, kadang-kadang hanya dalam kisaran menit. Sekali kehadirannya
tidak diperlukan lagi, dengan cepat hormon dijadikan tidak aktif oleh aktivitas enzim.
3. Beberapa hormon bereaksi segera, lainnya bereaksi secara lambat.
Beberapa hormon menghasilkan respon fisiologis dan biokimiawi dengan cepat.
Beberapa menit setelah adrenalin disekresikan ke dalam aliran darah, hati
menanggapi dengan mengeluarkan glukosa ke dalam darah. Sebaliknya, hormon-
hormon tiroid atau estrogen menghasilkan respon maksimal didalam jaringan target
setelah berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Perbedaan-perbadaan waktu respon
tersebut berkaitan dengan perbedaan dalam mekanisme aksinya.
4. Hormon berikatan dengan reseptor spesifik pada atau di dalam sel target.
4
Tahap pertama dalam kerja hormon adalah pengikatan dengan suatu molekul
atauu kumpulan molekul yang khas, yang disebut hormon reseptor, yang berlokasi
pada permukaan sel atau di dalam sitosol sel target. Reseptor untuk hormon-hormon
peptida dan amina yang larut di dalam air yang tidak segera menembus membran sel,
terletak pada permukaan luar sel target. Reseptor hormon steroid yang larut di dalam
lipida yang segera melewati plasma membran sel targetnya, adalah protein khas yang
terletak dalam sitosol sel.
5. Hormon mungkin memiliki “pembantu pesan kedua” intraselular.
Sesaat reseptor hormon pada atau di dalam sel target ditempati oleh molekul
hormon, reseptor itu menjalani suatu perubahan yang khas yang membentuk atau
membebaskan molekul pembawa pesan intraseluler, disebut “pembawa pesan kedua”
(second messenger). Pembawa pesan ini merupakan isyarat dari reseptor hormon ke
beberrapa sistem enzim atau molekul didalam sel yang membawa perintah-perintah
yang berasal dari hormon. Pembawa pesan intraseluler dapat mengatur reaksi enzim
yang khas atau menyababkan gen atau serangkaian gen yang tidak aktif menjadi
terekspresi (Lehninger, 1982).
2.3 Fungsi hormone
Fungsi hormon pada tumbuhan yaitu sebagai koordinator pertumbuhan dan
perkembangan.Hormon yang dimaksud adalah auksin, giberelin, sitokinin, absisin,
dan etilen. Tergantung pad system yng dipengaruhi, hormon dapat berfungsi sendiri
atau lebih sering dalam keseimbangan antar hormon itu. Pemberin hormon dapat
berakibat terhadap berbagai macam pertumbuhan yang tidak berkaitan, diduga
hormon dari luar akan mengganggu keseimbngan hormon di dalam tubuh.
Konsentrasi masing-masing hormon akan menentukan tanggapan pertumbuhan yang
terjadi. Hormon biasanya hanya efektif pada konsentrasi internal sekitar 1 µM atau
kurang.Hormon yang diproduksi oleh tumbuhan sering mempengaruhi sel lainnya,
sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk
membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh
(Poedjiadi, 2009).
5
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan.
Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula
tidak aktif akan mulai ekspresi. Hormon tumbuhan adalah senyawa organic yang
disintsis di salah satu bagian tumbuhan dan bahkan ke bagian lain, dan pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. Respon
pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu, karena proses seperti pertumbuhan
atau diferensiasi terkadang terhambat oleh hormon. Karena hormone harus disintesis
oleh tumbuhan, makaa ion anorganik seperti K⁺ atau Ca²⁺, yang dpat juga
menimbulkan respon penting , dikatakan bukan hormone. Zat pengatur tumbuh
organic yang disintesis olh ahli kimia organic (Purmabasuki, 1993).
2.4 Mekanisme kerja hormone
Earl Sutherland memulai penelitiannya tentang mekanisme kerja enzim pada
tahun 1950. Mula-mula ia bertujuan untuk mengetahui bagaimana epinefrin dan
glukagon bekerja pada reaksi pemecahan glikogen dan pembentukan glukosa oleh
hati. Yang diamati pertama kali ialah bahwa reaksi pemecahan glikogen menjadi
glukosa dipercepat oleh hormon-hormon tersebut. Epinefrin dan glukagon dapat
bekerja pada reaksi tersebut. Pada penelitian lebih lanjut Sutherland menemukan
bahwa adanya epinefrin dan glukagon pada reaksi pemecahan glikogen telah
menimbulkan terbentuknya suatu zat yang tahan panas sebagai zat antara. Dari
analisis kimia ternyata zat tersebut ialah AMP siklik, atau adenosin 3’, 5’ monofosfat
(Karyanto, 2005).
Reaksi ini bersifat sangat eksergonik dan bila tidak ada fosfodiesterase , AMP
siklik merupakan senyawa yang sangat stabil.
Hasil penelitian Sutherland lebih lanjut dapat menjelaskan konsep tentang
mekanisme kerja hormon. Hal-hal penting pada konsep tersebut adalah:
1. Sel mengandung reseptor bagi hormon dalam membran plasma.
2. Penggabungan hormon dengan reseptornya dalam membran plasma dapat
merangsang siklase adenil yang juga terdapat dalam membran plasma.
6
3. Peningkatan aktivitas siklase adenil menyebabkan meningkatnya jumlah AMP
siklik dalam sel.
4. AMP siklik bekerja dalam sel untuk mengubah kecepatan satu atau beberapa
proses (Indah, 2004).
Adanya rangsangan dari luar maupun dari dalam menyebabkan kelenjar
endokrin memproduksi dan mengeluarkan hormon ke dalam plasma darah. Setelah
sampai pada sel yang menjadi tujuan, hormon bergabung dengan reseptor dan
meningkatkan aktivitas adenil siklase yang terdapat pada membran.
Aktivitas adenil siklase yang meningkat ini menyebabkan peningkatan
pembentukan AMP siklik yang terdapat dalam plasma sel yang dapat mengubah
proses di dalam sel tersebut, misalnya aktivitas enzim , permeabilitas membran dan
sebagainya. Keseluruhan proses yang berubah ini dapat terwujud dalam tindakan
sebagai jawaban fisiologik atau usaha yang dilakukan oleh manusia. Proses yang
bersifat hormonal ini terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pertama pembentukan hormon
sampai tiba pada dinding sel atau plasma, sedangkan tahap kedua ialah peningkatan
jumlah AMP siklik hingga terjadinya pertumbuhan atas proses dalam sel. ( Poedjiadi,
2009).
2.5 Zat Pengatur Tumbuh Hormon
1. Auksin
Istilah auksin ( dari bahasa Yunani auxien, “meningkatkan” ) pertama kali
digunakan oleh Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri Belanda pada
tahun 1926 yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat diketahui
mungkin menyebabkan pembengkokan ini, yang disebut fototropisme. Senyawa yang
ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung koleoptil dan menunjukkan upaya
Went untuk menjelaskan hal tersebut.Hal penting yang ingin diperlihatkan bahwa
bahan tersebut berdifusi dari ujung koleoptil menuju ptongan kecil agar.Aktivitas
auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya
pemanjangan pada sisi yang ditempeli potongan agar.
7
Auksin berperan dalam pembentukan organ namun auksin juga diperlukan
dalam perkembangan tanaman secara utuh. Tanpa pengaturan dan pengorganisasian
melalui hormon, tanaman mungkin hanya akan memperbanyak diri menjadi sel yang
sama struktur dan fungsinya. Pengaruh auksin dimulai dari pembentukan embrio
tanaman, distribusi auksin akan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya dari kutub sel kemudian membentuk tunas untuk organ berikutnya.
Sepanjang hidup tanaman, auksin membantu tanaman dalam menjaga polaritas dari
pertumbuhan dan mengenali arah pertumbuhan ditujukan untuk membentuk cabang
(atau suatu organ).
Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang,
akar, dan pembentukan bunga yang berfungsi untuk sebagai pengatur
pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung.
Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan. Peran auksin pertama kali
ditemukan oleh ilmuwan Belanda bernama Fritz Went (1903-1990). Hormon auksin
merupakan zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi pemanjangan koleoptil
gandum, yang telah dikemukakan oleh Charles Darein pada abad ke-19. Percobaan
definitive yang membuktikan adanya zat yang berdifusi dan merangsang pembesaran
sel, telah dikerjakan oleh Fritz Went di Holand pada tahun 1920, dan pada tahun 1930
struktur dan identitas auksin diketahui sebagai asam indol-3-asetat (IAA).
Auksin disintesis di pucuk batang dekat meristem pucuk, jaringan muda
(misal, daun muda), dan selau bergerak ke arah bawah batang (polar), sehingga
terjadi perbedaan auksin di ujung batang dan di akar. Auksin banyak diproduksi di
jaringan meristem pada bagian ujung-ujung tumbuhan, seperti kuncup bunga, pucuk
daun dan ujung batang. Selain itu di embrio biji. Auksin tersebut disebarkan ke
seluruh bagian tumbuhan, tetapi tidak semua bagian mendapat bagian yang sama.
Bagian yang jauh dari ujung akan mendapatkan auksin lebih sedikit. Aktivitasnya
meliputi perangsangan dan penghambatan pertumbuhan, tergantung pada konsentrasi
auksinnya. Jaringan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula terhadap
kadar auksin yang merangsang atau menghambat pertumbuhan tanaman.
8
Auksin dan pemanjangan sel, meristem apikal suatu tunas merupakan tempat
utama sintesis auksin. Karena auksin dari apeks tunas bergerak turun ke daerah
pemanjangan sel, sehingga hormon akan merangsang pertumbuhan sel – sel tersebut.
Auksin berpengaruh hanya pada kisaran konsentrasi tertentu, yaitu sekitar 10 -8 sampai
10-3 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, auksin bisa menghambat pemanjangan sel.
Hal ini disebabkan oleh tingginya level auksin yang menginduksi sintesis hormon
lain, yaitu etilen, yang umumnya bekerja sebagai inhibitor pertumbuhan tumbuhan
akibat pemanjangan sel. Jika terkena cahaya matahari, auksin akan mengalami
kerusakan sehingga menghambat pertumbuhan tumbuhan. Hal ini menyebabkan
batang membelok ke arah datangnya cahaya karena pertumbuhan bagian yang tidak
terkena cahaya, lebih cepat dari pada bagian yang terkena cahaya.
Penerapan auksin pada perkembangan dan pertumbuhan:
Auxin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman. Hasil
penemuan Kogl dan Konstermans (1934) dan Thymann (1935) mengemukakan
bahwa Indole Acetic Acid (IAA) adalah suatu auxin.Auksin istilah berasal dari kata
Yunani auxein yang berarti tumbuh.Senyawa umumnya dianggap auksin jika mereka
dapat dicirikan oleh kemampuan mereka untuk menginduksi pemanjangan sel pada
batang dan sebaliknya menyerupai asam indoleacetic (auksin pertama kali diisolasi)
dalam aktivitas fisiologis. Auksin biasanya mempengaruhi proses-proses lain selain
pemanjangan sel batang sel tetapi karakteristik ini dianggap penting dari semua
auksin dan dengan demikian "membantu" define hormon. Sejarah Auksin dan
Penelitian Awal Auksin adalah hormon tanaman pertama kali ditemukan.Charles
Darwin merupakan salah satu ilmuwan pertama yang mencoba-coba dalam penelitian
tanaman hormon. Dalam bukunya "The Power of Mutasi Tanaman" yang disajikan
pada tahun 1880, ia pertama menggambarkan efek cahaya pada gerakan rumput
kenari (canariensis Phalaris) coleoptiles.
Koleoptil adalah daun khusus yang berasal dari simpul pertama yang selubung
yang epikotil dalam tahap pembibitan tanaman melindunginya sampai muncul dari
tanah.Ketika cahaya bersinar pada koleoptil searah, itu membungkuk ke arah cahaya.
9
Jika ujung koleoptil ditutup dengan aluminium foil, tidak lentur akan terjadi terhadap
cahaya searah. Namun jika ujung koleoptil itu dibiarkan terbuka tetapi bagian tepat di
bawah ujung ditutupi, paparan sinar searah menghasilkan kelengkungan menuju
terang.Percobaan Darwin menyarankan bahwa ujung koleoptil adalah jaringan yang
bertanggung jawab untuk mengamati cahaya dan memproduksi beberapa sinyal yang
diangkut ke bagian bawah koleoptil dimana respon fisiologis membungkuk
terjadi.Dia kemudian memotong ujung koleoptil dan terkena sisa koleoptil terhadap
cahaya searah untuk melihat apakah melengkung terjadi.Lengkung tidak terjadi
mengkonfirmasikan hasil percobaan pertamanya. Itu adalah tahun 1885 yang
Salkowski menemukan indole-3-asetat (IAA) dalam media fermentasi. Isolasi dari
produk yang sama dari jaringan tanaman tidak akan ditemukan dalam jaringan
tanaman selama hampir 50 tahun.
IAA adalah auksin utama yang terlibat dalam banyak proses fisiologis dalam
tanaman (Arteca, 1996). Pada tahun 1907, Fitting mempelajari efek membuat sayatan
di kedua sisi terang atau gelap tanaman.Hasil-Nya ditujukan untuk memahami jika
translokasi sinyal terjadi pada sisi tertentu dari pembangkit tersebut tetapi hasilnya
tidak meyakinkan karena sinyal mampu persimpangan atau terjadi di sekitar sayatan
percobaan Boysen-Jensen dimodifikasi Fritting itu dengan memasukkan potongan
mika untuk memblokir pengangkutan sinyal dan menunjukkan bahwa pengangkutan
auksin menuju pangkalan terjadi pada sisi gelap dari tanaman yang bertentangan
dengan sisi terkena sinar searah.
Fungsi hormone auksin:
Auksin berperan dalam pertumbuhan untuk memacu proses pemanjangan sel.
Hormon auksin dihasilkan pada bagian koleoptil (titik tumbuh) pucuk tumbuhan. Jika
terkena cahaya matahari, auksin menjadi tidak aktif. Kondisi fisiologis ini
mengakibatkan bagian yang tidak terkena cahaya matahari akan tumbuh lebih cepat
dari bagian yang terkena cahaya matahari. Akibatnya, tumbuhan akan membengkok
ke arah cahaya matahari. Auksin yang diedarkan ke seluruh bagian tumbuhan
mempengaruhi pemanjangan, pembelahan, dan diferensiasi sel tumbuhan. Auksin
yang dihasilkan pada tunas apikal (ujung) batang dapat menghambat tumbuhnya
10
tunas lateral (samping) atau tunas ketiak. Bila tunas apikal akan menumbuhkan daun-
daun. Peristiwa ini disebut dominansi apikal.
Fungsi lain dari auksin adalah merangsang kambium untuk membentuk xilem
dan floem, memelihara elastisitas dinding sel, membentuk dinding sel primer
(dinding sel yang pertama kali dibentuk pada sel tumbuhan), menghambat rontoknya
buah dan gugurnya daun, serta mampu membantu proses partenokarpi. Partenokarpi
adalah proses pembuahan tanpa penyerbukan. Pemberian hormon auksin pada
tumbuhan akan menyebabkan terjadinya pembentukan buah tanpa biji, akar lateral
(samping), dan serabut akar. Pembentukan akar lateral dan serabut akar menyebabkan
proses penyerapan air dan mineral dapat berjalan optimum.
Selain itu Fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses
mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang,
mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat
pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. kerja hormon auksin ini
sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang pada salah
satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena kerja
auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya
matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat.sehingga
hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar
matahari atau yang disebut dengan fototropisme.
Mekanisme kerja auksin:
Mekanisme kerja hormon auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel
tanaman khususnya akar yaitu auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara
mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Auksin memacu protein
tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke
dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa
ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan
kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan
ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan
sitoplasma. Auksin diproduksi oleh koleoptil ujung tunas. Pengaruh auksin yang lain
11
adalah dominasi apikal, yaitu pertumbuhan ujung apikal dan penghambatan
pertumbuhan tunas lateral (Campbell, 1999).
2. Giberelin
Hormon Giberelin adalah hormon tumbuhan yang berperan dalam proses
perkembangan dan perkecambahan. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim
amilase yang berfungsi untuk memecah senyawa amilum yang terdapat di endosperm
(cadangan makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa tersebut menjadi sumber
energi bagi pertumbuhan tanaman.
Giberelin merupakan hormone yang berfungsi sinergis (bekerja sama) dengan
hormone auksin. Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan dan perkecambahan
embrio. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amylase. Enzim tersebut
berperan memecah senyawa amilum yang terdapat pada endosperm (cadangan
makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energy
pertumbuhan. Apabila giberelin diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan
tumbuh normal kembali.
Giberelin juga berfungsi dalam proses pembentukan biji, yaitu merangsang
pembentukan serbuk sari (polen), memperbesar ukuran buah, merangsang
pembentukan bunga, dan mengakhiri masa dormansi biji. Giberelin dengan
konsentrasi rendah tidak merangsang pembentukan akar, tetapi pada konsentrasi
tinggi akan merangsang pembentukan akar. Giberelin pertama kali diisolasi dari
jamur Giberrella fujikuroi. Hormone giberelin dapat dibagi menjadi berbagai jenis,
yaotu giberelin A, giberelin A2, dan giberelin A3 yang memiliki struktur molekul dan
fungsi yang sangat spesifik. Misalnya, hormone giberelin yang satu berpengaruh
terhadap pertumbuhan, sedangkan yang alin berpengaruh terhadap pembentukan
bunga.
Fungsi giberelin pada tumbuhan ialah sebagai berikut:
a. Pemanjangan batang.
Giberelin merangsang pertumbuhan pada daun dn batang, da sedikit
berpengaruh pada pertumbuhan akar (meski disintesis diakar). Pada batang,
gibberelin merangsang pemanjangan sel dan pembelahan sel batang. Gibereli dan
12
auksin berekerja secara sinergis pada batang yag sedang tumbuh, mempengaruhi
pertumbuhan batang. Terapi giberelin dapat diberikan pada tumbuhan yang
mengalami pertumbuhan kerdil. Giberelin akan memacu pertumbuhan tumbuhan
kerdil tersebut. Ketika tumbuhan beralih ke pertumbuhan organ reproduktif, terjadi
lonjakan giberelin yang akan memacu pemanjangan batang lebih cepat. Hal ini
dimaksud untuk menopang jumlah bunga yang terbentuk lebih banyak.
b. Pertumbuhan buah.
Kerjasama antara giberelin dan auksin juga berperan dalam pembentukan
buah.
c. Perkecambahan.
Giberelin dipercaya dapat mematahkan dormansi pada biji. Ditemukan kadar
giverlin yang tinggi pada benih. Setelah imbibisi (masuknya air) pada biji, akan
membebaskan giberelin dan merangsang biji untuk berkecambah yang ditandai
dengan munculnya koleoptil ppada biji, radikula (bakal akar) dan plumula (bakal
batang dan daun). Untuk mendukung proses perkecambahan, maka dibutuhkan
kondisi lingkungan khusus oleh tumbuhan seperti faktor cahaya dan suhu. Intensitas
cahaya dan suhu yang rendah akan menbantu gibberelin mengakhiri masa dormansi
biji. Giberelin pada tanaman sereal membantu pertumbuhan benih dengan
merangsang sintesis enzim α-amilase, yang merupakan enzim pencernaan berfungsi
memecah simpanan karbohidrat untuk pertumbuhan benih.
d. Pembentukan buah tanpa biji.
Penyemprotan giberelin pada buah yang sedang berkembang dapat
meniadakan biji pada buah tersebut. Hal ini telah diaplikasikan pada buah anggur dan
beberapa buah lainnya yang menjual buah tanpa biji.
Giberelin akan menghambat pertumbuhan biji dalam buah. Peristiwa ini
dikenal dengan istilah partenokarpi, yakni pembentukan buah tanpa biji.
Penyemprotan giberelin pada buah juga dapat merangsang produksi buah jauh lebih
banyak serta mempertahankan kondisi buah dari pebusukan setelah dipanen.
e. Pembungaan.
13
Giberelin akan memicu proses pembungaan pada tumbuhan berbunga. Ketika
lingkungan kurang mendukung pertumbuhan beberapa tumbhan akan membentuk
roset 9batang pendek dengan ruas- ruas batang yang banyak dan pendek). Giberelin
akan memacu pertumbuhan batang dengan cepat ketika musim bunga, sehingga
dengan batang yang tinggi ini akan mendukung pembungaan. Ruas – ruas batang
yang banyak dan panjang akan menjadi tempat – tempat munculnya bunga.
f. Mengatur ekspresi sexual pada tumbuhan.
Kerja sama antara giberelin dan auksin merupakan suatu kombinasi dua
hormonal yang akan mempengaruhi pertumbuhan pada tumbuhan. Salah satunya
dalam kontrol ekspresi seks pada tanaman dioecious (berkelamin ganda, jantan dan
betina). Tumbuhan berkelamin tunggal (gynoecious) memiliki kombinasi kadar
giberelin yang lebih rendah dibanding auksin. Pada kondisi demikian, dapat
menginduksi pembentukan bunga jantan pada tumbuhan. Efek penggunaan kombinasi
hormon ini diterapkan pada tanaman timun yang direkayasa dengan dibuat menjadi
memiliki kelamin jantan. Aplikasi ini dimulai ketika pembentukan serbuk sari,
penyemprotan giberelin akan menginduksi buah yang terbentuk memiliki kelamin
jantan (Campbell, 2003).
3. Sitokinin
Hormon sitokinin adalah hormon yang bersama dengan hormon auksin dalam
memengaruhi pembelahan sel yang disebut dengan sitokinesis. Sitokin dapat
diperoleh pada ragi santan kelapa, ekstrak buah apel dan juga pada jaringan tumbuhan
yang membelah. Jenis hormon Sitokinin yang pertama kali ditemukan
adalah kinetin. Sitokinin mempengaruhi berbagai proses pertumbuhan. buktinya IAA
berpengaruh terhadap sintesis DNA dan mitosis sedangkan pada sitokinesis diatur
oleh kinetin atau sitokinin. Dari eksperimen pada kultur jaringan terdapat bukti
bahwa IAA dan kinetin memiliki efek yang berbeda-beda. Jika tempat pemeliharaan
jaringan tumbuhan diberikan IAA dan kinetin maka yang terjadi adalah efek
pertumbuhan dan perkembangan jaringan tertentu pula, tapi kinetin tampa disertai
oleh IAA maka tidak dapat menggiatkan pembelahan sel.
Fungsi sitokinin adalah :
14
a. Merangsang pembentukan akar dan batang serta pembentukan cabang akar
dan batang dengan menghambat dominansi apical
b. Mengatur pertumbuhan daun dan pucuk
c. Memperbesar daun muda
d. Mengatur pembentukan bunga dan buah
e. Menghambat proses penuaan dengan cara merangasang proses serta
transportasi garam-garam mineral dan asam amino ke daun.
f. Sitokinin diperlukan bagi pembentukan organel-organel semacam kloroplas
dan mungkin berperan dalam perbungaan
g. Merangsang sintesis protein dan RNA untuk mensintesis substansi lain
(Mentgomery, 1993).
4. Etilen
Etilen disebut juga ethene, Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam
fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah
menguap. Gas etilen adalah suatu gas yang dihasilkan oleh buah yang sudah tua
sehingga buah menjadi matang. Jika buah tua yang masih berwarna hijau disimpan
dalam tempat tertutup dan dibiarkan beberapa hari, akhirnya menjadi matang dan
berwarna kuning sampai merah. Dalam hal ini terjadi perubahan warna dari hijau
menjadi kuning sampai merah pada buah karena keluarnya gas etilen dari buah
tersebut. Salah satu cara mencegah terjadinya pembusukan atau kerusakan pada saat
pemeraman buah adalah pada saat buah tua dipetik/dipanen masih berwarna hijau,
kemudian dikemas atau disimpan pada tempat yang berventilasi untuk mencegah
buah tidak cepat masak/matang, sehingga sesampainya di tempat tujuan buah tersebut
baru matang dan tidak rusak atau busuk.
Etilen merupakan senyawa berbentuk gas yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Etilen dihasilkan oleh tumbuhan untuk
proses senesens (penuaan) tumbuhan. Senesens merupakan proses penuaan yang
tidak dapat balik (irreversible), yang akhinya menuju pada kematian. Peran etilen
dalam proses senesens terutama pematangan buah dan pengguguran daun (absis).
Fungsi etilen adalah menyebabkan buah menjadi masak, menyebabkan pertumbuhan
15
batang menjadi kokoh dan tebal, dapat memacu pembungaan, yang bekerja
bersamaan dengan auksin dan bersama giberelin dapat mengatur perbandingan bunga
betina dan jantan pada tumbuhan berumah satu.
Fungsi lain etilen secara khusus adalah:
Mengakhiri masa dormansi
Merangsang pertumbuhan akar dan batang
Pembentukan akar adventif
Merangsang absisi buah dan daun
Merangsang induksi bunga Bromiliad
Induksi sel kelamin betina pada bunga
Merangsang pemekaran bunga (Loveless, 2002).
5. Asam absitat
Asam absisat merupakan hormon yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman (inhibitor) yaitu bekerja berlawanan dengan hormon auksin dan giberelin
dengan jalan mengurangi atau memperlambat kecepatan pembelahan dan pembesaran
sel. Asam absisat akan aktif pada saat tumbuhan berada pada kondisi yang kurang
baik, seperti pada musim dingin, musim kering, dan musim gugur. Mengapa asam
absisat justru berperan pada saat tanaman berada dalam kondisi yang kurang baik?
Pada saat tumbuhan mengalami kondisi yang kurang baik, misalnya ketika
kekurangan air di musim kering, maka tumbuhan tersebut mengalamidormansi yaitu
daun-daunnya akan digugurkan dan yang tertinggal adalah tunas-tunasnya. Dalam
keadaan demikian asam absisat terkumpul/terakumulasi pada tunas yang terletak pada
sel penutup stomata, hal ini menyebabkan stomata menutup, sehingga penguapan air
berkurang dan keseimbangan air di dalam tubuh tumbuhan terpelihara sehingga
pertumbuhan tunasnya terhambat yang disebabkan melambatnya kecepatan
pembelahan dan pembesaran sel-sel tunasnya. Fungsi asam absisat yaitu dapat
mengurangi kecepatan pertumbuhan dan pemanjangan sel pada daerah titik tumbuh,
macam pengguguran daun dan mendorong dormansi biji agar tidak berkecambah
(Ismadi, 1993).
16
Asam absisat memiliki beberapa pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan, di antaranya sebagai berikut.
1) Mengatur dormansi tunas dan biji
2) asam absisat memiliki pengaruh yang berlawanan dengan hormon
tumbuhan lain. Misalnya, asam absisat menghambat produksi amilase pada biji yang
diberi giberelin. asam absisat juga menghambat pemanjangan dan pertumbuhan sel
yang dirangsang oleh IAA.
3) Menyebabkan penutupan stomata
4) Meskipun asam absisat menghambat pertumbuhan, tetapi tidak bersifat
racun terhadap tumbuhan.
2.6 Lidah mertua
Lidah mertua (Sansevieria) adalah tumbuhan yang tumbuh menahun
(perennial).Sebagian besar jenis sansevieria berasal dari benua afrika yang daerahnya
merupakan gurun. Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, sansevieria ini telahada
sejak puluhan tahun lalu. Pada awalnya, sansevieria yang dikenal secara luasadalah
jenis Ceylon bowstring hemp (Sansevieria trifasciata Lorentii meinliebling) yang
banyak menghasilkan serat rami. Mengingat kualitas serat yang baik, maka tumbuhan
ini dibudidayakan.
Sansevieria mempunyai banyak nama. Lidah mertua (mother-in lawtongue)
merupakan julukan yang kerap diberikan pada tanaman tak berdahan ini. Ada juga
yang menamainya tanaman pedang-pedangan karena bentuk daunnyayang runcing
menyerupai pedang. Beberapa yang lain menyebutnya tanaman ular (snake plant)
karena pada beberapa jenis coraknya menyerupai sisik ular (Soesono, 1989).
Tanaman Lidah Mertua biasa dipakai sebagai tanaman hiasatau tanaman
pagar, dan mempunyai akar rimpang yang menjalar. Asalnya adalah dari Benua
Afrika tropis, namuns ekarang khususnya di Indonesia banyak ditemukan didataran
tanah 1 ²1000 Meter diatas permukaan Laut. Lidah Mertua daunnya sering digunakan
sebagai variasi pada karangan bunga. Tanaman Lidah Mertua berdaun tunggal,
dengan bentuknya yang kaku dan keras,permukaannya licin, tumbuh dan berkumpul
17
sebagai roset akar maksudnya yaitu 2-6 helai daun tumbuh berkumpul dipangkal
akar. Bentuk daunnya panjang menyempit dengan ujungnya yang runcing,
pangkalnya menyempit dan berbentuk talang, warnanya hijau dengan panjang antara
30 ² 120 cm, sedangkan lebarnya sekitar 2,5² 8 cm. Pada kedua permukaan daun
terdapat garis-garis bergelombang berwarna hijau tua yang letaknya melintang,
dengan tepi daun berwarna hijau tua. Serat daunnya dapat digunakan untuk membuat
tali (Soesono, 1989).
2.6.1 Syarat tumbuh lidah mertua
Syarat tumbuh dari lidah mertua, diantaranya:
a) Suhu Lingkungan
Di habitat aslinya, sansevieria terbiasa dengan perbedaan suhu yang
ekstrim. Pada siang hari suhunya sangat tinggi, bisa mencapai 55oC. Sebaliknya
pada malam hari suhu turun hingga di bawah 10oC. Suhu optimum untuk
pertumbuhan tanaman ini adalah 24-29oC pada siang hari dan 18-21oC pada
malam hari. Suhu udara sangat erat kaitannya dengan laju penguapan dari
jaringan tumbuhan ke udara. Semakin tinggi suhu udara, maka laju transpirasi
akan semakin tinggi. Jika suhu berada di bawah batas toleransi, kegiatan
metabolisme tumbuhan akan terganggu atau malah terhenti.
b) Curah Hujan dan Kelembaban Udara
Daerah gurun yang merupakan asal sansevieria umumnya curah hujan
rendah dengan jumlah bulan hujan sangat singkat. Curah hujan biasanya tidak
lebih dari 250mm/tahun. Ditambah dengan suhu siang hari yang sangat panas
menyebabkan daerah ini sangat kering. Pasalnya, penguapan lebih tinggi
daripada curah hujan. Hal inilah yang menyebabkan tanaman ini tahan hidup di
lingkungan dengan kelembaban yang sangat rendah.
c) Cahaya
Semua tumbuhan hijau membutuhkan cahaya matahari untuk mensintesis
makanan. Sansevieria membutuhkan cahaya matahari yang cukup untuk
menjamin pertumbuhan yang baik. Meskipun di habitat aslinya tumbuhan ini
hidup dengan cahaya matahari yang berlimpah, sansevieria mempunyai toleransi
18
yang tinggi terhadap lingkungan yang kekurangan cahaya. Tanaman ini akan
melambat pertumbuhannya jika diletakkan di ruangan dengan pencahayaan
kurang dari 15oC.Ada dua jenis sansevieria berdasarkan kebutuhannya terhadap
cahaya matahari. Pertama, jenis sansevieria yang membutuhkan cahaya matahari
penuh atau full sun. Misalnya:Sansevieria cylindrica, Sansevieria liberica,
danSansevieria trifasciata. Kedua, jenis sansevieria yang menghendaki cahaya
matahari yang tidak langsung atau tipe shade. Tanaman ini tumbuh baik di
tempat yang ternaungi. Sansevieria yang masuk dalam katagori ini umumnya
berdaun kuning, misalnya Sansevieria hyacinthoides dan Sansevieria hahnii.
d) Kondisi Tanah
Tanah gurun sangat porus. Butirannya banyak mengandung pori-pori udara
dan mudah sekali meloloskan air. Umumnya, tanah di lingkungan tersebut
didominasi oleh tanah pasir dengan campuran jenis lain. Oleh karena itu, akar
tanaman sansevieria sangat membutuhkan tanah yang tidak terlalu lembab dan
beraerasi baik (Soesono, 1989).
2.6.2 Deskripsi tanaman lidah mertua
a) Akar
Lazimnya merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil), akar
sansevieria berbentuk serabut. Akar berwarna putih ini tumbuh dari bagian
pangkal daun dan menyebar ke segala arah di dalam tanah
b) Rimpang (rhizoma)
Selain terdapat akar juga terdapat organ yang menyerupai batang, orang
menyebut organ ini sebagai rimpang atau rhizoma yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sari-sari makanan hasil fotosintesis. Rimpang juga berperan dalam
perkembangbiakan.Rimpang menjalar di bawah dan kadang-kadang di atas
permukaan tanah. Ujung organ ini merupakan jaringan meristem yang selalu
tumbuh memanjang.
c) Daun
Tanaman sansevieria mudah dikenal dari daunnya yang tebal dan banyak
mengandung air (fleshy dan succulent) sehingga dengan struktur daun seperti ini
19
membuat sansevieria tahan terhadap kekeringan. Pasalnya, proses penguapan air
dan laju transpirasi dapat ditekan. Daun tumbuh di sekeliling batang semu di atas
permukaan tanah. Bentuk daun penjang dan meruncing pada bagian ujungnya.
Tulang daun sejajar. Pada beberapa jenis terdapat duri.
d) Bunga
Bunga sansevieria terdapat dalam malai yang tumbuh tegak dari pangkal
batang. Bunga sansevieria termasuk bunga berumah dua, putik dan serbuk sari
tidak berada dalam satu kuntum bunga. Bunga yang memiliki putik disebut
bunga betina, sedangkan yang memiliki serbuk sari disebut bunga jantan. Bunga
ini mengeluarkan aroma wangi, terutama pada malam hari.
e) Biji
Biji dihasilkan dari pembuahan serbuk sari pada kepala putik. Biji memiliki
peran penting dalam perkembangbiakan tanaman. Biji sansevieria berkeping
tunggal seperti tumbuhan monokotil lainnya. Bagian paling luar dari biji berupa
kulit tebal yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Di sebalah dalam kulit
terdapat embrio yang merupakan bakal calon tanaman (Soesono, 1989).
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum Fisiologi Tanaman mengenai “Hormon Tumbuh” ini dilaksanakan
pada hari Senin tanggal 02 November 2015 pukul 01.00 – selesai WIB. Di
Laboratorium Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, Serang – Banten.
3.2 Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada praktikum yaitu poly bag, cuter, alat tulis, cawan petri,
dan camera.
Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu tanah, lidah mertua, pupuk,
3.3 Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dipotong tanaman lidah mertua sebanyak 4
3. Direndam masing – masing tanaman lidah mertua yang sudah dipotong dalam
perlakuan air, cair, pasta, dan bubuk.
4. Disiapkan polybag yang telah diisi oleh tanah dan dicampur oleh pupuk
5. Dipindahkan potongan tanaman lidah mertua tersebut kedalam polybag dan
biarkan selama 2 minggu
6. Dihitung panjang akar dan jumlah akar yang tumbuh dari setiap stek batang
lidah mertua tersebut
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1.1 Jumlah akar dan panjang akar
Perlakuan Jumlah akar Panjang akar
Kontrol - -
Cair - -
Pasta - -
Bubuk - -
total - -
4.2 Pembahasan
Pertumbuhan dan perkembangan akar dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal berupa hormon, sedangkan faktor eksternal berupa
cahaya, nutrien, kadar CO2, air, suhu, patogen dan polusi udara. Faktor – faktor
tersebut bekerja saling mempengaruhi hingga akhirnya menentukan hasil akhir dari
berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan.
Hormon adalah suatu zat kimia yang bertugas sebagai pembawa tugas
(chemical messenger), disekresikan oleh sejenis jaringan, dalam jumlah yang sangat
kecil dan dibawa oleh darah menuju target jaringan dibagian lain dari tubuh untuk
merangsang aktivitas biokimia atau fisiologi yang khusus (Davies, 1995).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon
tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen
yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Hormon tumbuhan adalah senyawa
22
organic yang disintsis di salah satu bagian tumbuhan dan bahkan ke bagian lain, dan
pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis
(Loveless, 2002).
Percobaan ini menggunakan IAA, NAA dan IBA, ketiganya merupakan
kelompok auksin, namun yang membedakan adalah ada yang alami dan ada yang
sintetik. Secara umum ketiga zat pengatur tumbuh ini berfungsi dalam memacu
pertumbuhan primordia akar. Sehingga IAA, NAA dan IBA digunakan dalam
praktikum ini untuk melihat pengaruhnya terhadap pembentukan akar.
Pada umumnya auksin berpengaruh meningkatkan pemanjangan sel,
pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin dalam konsentrasi rendah
menyebabkan induksi akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan
menekan morfogenesis. Auksin juga berguna untuk memperbanyak sistem perakaran
tanaman dan mempercepat keluarnya akar pada tanaman muda. Pembentukan akar
akan sangat tergantung pada tunas yang dihasilkan, karena tunas berperan sebagai
sumber auksin yang menstimulir pembentukan akar terutama bila tunas telah tumbuh.
Auksin akan bergerak ke bawah dan menumpuk di dasar stek, sehingga akan
menstimulir pembentukan akar. Percobaan ini menggunakan IAA, NAA dan IBA,
ketiganya merupakan kelompok auksin, namun yang membedakan adalah ada yang
alami dan ada yang sintetik. Secara umum ketiga zat pengatur tumbuh ini berfungsi
dalam memacu pertumbuhan primordia akar. Sehingga IAA, NAA dan IBA
digunakan dalam praktikum ini untuk melihat pengaruhnya terhadap pembentukan
akar.
Pada umumnya auksin berpengaruh meningkatkan pemanjangan sel,
pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin dalam konsentrasi rendah
menyebabkan induksi akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan
menekan morfogenesis. Auksin juga berguna untuk memperbanyak sistem perakaran
tanaman dan mempercepat keluarnya akar pada tanaman muda. Pembentukan akar
akan sangat tergantung pada tunas yang dihasilkan, karena tunas berperan sebagai
sumber auksin yang menstimulir pembentukan akar terutama bila tunas telah tumbuh.
23
Auksin akan bergerak ke bawah dan menumpuk di dasar stek, sehingga akan
menstimulir pembentukan akar.
Akar merupakan salah satu organ yang memegang peranan vital dalam
keberlangsungan hidup tumbuhan, diantaranya sebagai penegak tubuh, tempat
penyerapan (absorbsi) air dan garam-garam mineral terlarut, tempat menyimpan
cadangan makanan dan alat transportasi. Air serta garam-garam mineral yang
diabsorbsi dari tanah diangkut ke batang, daun dan organ-organ lainnya melalui
batang. Zat-zat makanan yang dihasilkan di daun sebagian diangkut melalui akar ke
jaringan-jaringan pertumbuhan yang terdapat pada akar primer, akar sekunder
maupun cabang-cabang akar lainnya (Salisbury, 2001).
Secara umum, hasil pada perlakuan masing-masing ZPT menunjukkan bahwa
seiring dengan peningkatan konsentrasi ZPT yang diaplikasikan pada Lidah mertua.
terlihat tidak ada penambahan jumlah akar dan panjang akar. Pada perlakuan kontrol
terlihat bahwa tidak adanya panjang akar dan jumlah akar pada saat mengamati akar
bahwa perlakuan control akar tersebut busuk, dan pada perlakuan pasta juga bahwa
tidah dapatnya tumbuh akar dan panjang akar daan pada perlakuan pasta juga saat
diamati akar dari tanaman lidah mertua bahwa akar tersebut busuk, selanjutnya pada
perlakuan bubuk dan cair juga tidak terdapat panjang akar dan jumlah akar. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT yang lebih rendah dapat memicu pertumbuhan
akar lebih lambat daripada yang berkonsentrasi tinggi. Jika dibandingkan antar
masing-masing ZPT, IAA memiliki jumlah akar yang paling sedikit dibanding
perlakuan dengan ZPT lain tetapi memiliki panjang akar yang lebih panjang daripada
perlakuan dengan ZPT lain. Hal ini mengindikasikan bahwa IAA lebih berperan
dalam pemanjangan akar dibandingkan pembentukan akar lateral. Tetapi secara
umum baik jumlah akar maupun panjang akar akan mengalami peningkatan,
kemudian setelah beberapa hari perlakuan mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan yang kurang baik dan
kemampuan tanaman bertahan dalam kondisi lingkungan yang semakin menurun.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa zat
pengatur tumbuh (IAA, NAA dan IBA) berpengaruh terhadap pembentukan akar.
IAA lebih berperan dalam pemanjangan akar sedangkan NAA lebih berperan dalam
pembentukan akar lateral. Sementara itu, IBA memiliki kemampuan pembentukan
akar rata-rata dibanding IAA dan NAA. Dan hasil pari percobaan lidah mertua yaitu
pada perlakuan control, cair, bubuk dan pasta tidak terdapat jumlah akar dan panjang
akar.
5.2 Saran
Pada saat praktikum seharusnya praktikan memahami prosedur kerja yang akan
dipraktikumkan terlebih dahulu, pada saat praktikum berlangsung praktikan harus
lebih berhati – hati dan konsentrasi agar hasil yang didapat lebih akurat.
25
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A, J. B. Reece and L. E. Mitchell. 1999. Biologi. Erlangga: Jakarta.
Campbell, 2003. Biochemistry forth edition. Thomson brook cole: Canada.
Davies, P.J. 1995. Plant Hormones. Kluwer Academic Publishers: London.
Indah, mutiara. 2004. Mekanisme Kerja Hormon. Universitas Sumatera Utara:
Medan.
Ismadi, M. H. 1993. Biokimia Umum. Gadjah Mada Press: Yogyakarta.
Karyanto, agus. 2005. Mekanisme Kinerja Hormon. UNILA: Lampung.
Lakitan Benyamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 3. Erlangga: Jakarta.
Loveless, AR. 2002. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. PT.
Gramedia: Jakarta.
Montgomery, Rex .1993. Biokimia. GMUP: Yogyakarta.
Poedjiadi, anna. Dkk. .2009. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press: Jakarta.
Purnobasuki, Hery. 1993. Panduan Praktikum Fisiologi Tumbuhan: Gramedia:
Jakarta.
Salibury. B, dan Cleon W. 2001. Ross. Fisiologi Tumbuhan. ITB: Bandung.
Saryono. 2009. Biokomia Hormon. Nuha medika: Yogyakarta.
Soesono. 1989. Pemeliharaan Tanaman Hias Ruangan. PT Gramedia: Jakarta.
26
top related