glukosa darah, dan pembahasannya - blok enmet
Post on 13-Dec-2015
243 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN
BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH METODE GOD-PAP
Kelompok 4.3
Aria Y. Kusuma G1A010095
Eka Wijaya W. G1A010112
Intan Puspita H G1A010109
Nurul Apriliani G1A010084
Rona Lintang H. G1A010094
Silvia Rosyada G1A010035
Tika Wulandari G1A010114
Vici Muhammad A. G1A010091
Yessy Dwi Oktavia G1A010108
Asisten
Wienda Dida Prihandani G1A008010
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2011
Lembar Pengesahan
Pemeriksaan Glukosa Darah Metode God-Pap
Oleh:
Aria Y. Kusuma G1A010095
Eka Wijaya W. G1A010112
Intan Puspita H G1A010109
Nurul Apriliani G1A010084
Rona Lintang H. G1A010094
Silvia Rosyada G1A010035
Tika Wulandari G1A010114
Vici Muhammad A. G1A010091
Yessy Dwi Oktavia G1A010108
Disusun untuk memenuhi persyaratan ujian praktikum Biokimia Kedokteran
Blok Endokrin dan Metabolisme di Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan
Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
Diterima dan disahkan
Purwokerto, September 2011
Asisten
Wienda Dida Prihandani
G1A008010
BAB I
PENDAHULUAN
1. Judul Praktikum
Pemeriksaan glukosa darah metode GOD-PAP
2. Tanggal Praktikum
Jumat, 14 Oktober 2011
3. Tujuan Praktikum
1. Dapat mengukur kadar glukosa darah dengan metode GOD-PAP.
2. Dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan glukosa darah pada praktikum
dan membandingkannya dengan nilai normal.
3. Dapat melakukan diagnosa dini penyakit apa saja yang berkaitan kadar
glukosa darah abnormal (patologis) dengan bantuan hasil praktikum
yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Karbohidrat glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam
kaitannya dengan penyediaan energi di dalam tubuh. Hal ini disebabkan
karena semua jenis karbohidrat baik monosakarida, disakarida maupun
polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan terkonversi menjadi
glukosa di dalam hati. Glukosa ini kemudian akan berperan sebagai salah
satu molekul utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh. Berdasarkan
bentuknya, molekul glukosa dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
molekul D-Glukosa dan L-Glukosa. Faktor yang menjadi penentu dari
bentuk glukosa ini adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (–OH)
dalam struktur molekulnya. Glukosa yang berada dalam bentuk molekul D
& L-Glukosa dapat dimanfaatkan oleh sistEm tumbuh-tumbuhan,
sedangkan sistEm tubuh manusia hanya dapat memanfaatkan D-Glukosa.
Di dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus
kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran
darah. Di dalam tubuh,glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk
glikogen di dalam otot & hati namun juga dapat tersimpan pada plasma
darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose). Di dalam tubuh selain
akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, glukosa juga
akan berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak. Melalui
proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian
akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP (adenosine triphosphate)
yang merupakan molukel molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh.
Dalam konsumsi keseharian, glukosa akan menyediakan hampir 50—75%
dari total kebutuhan energy tubuh.Untuk dapat menghasilkan energi,
proses metabolisme glukosa akan berlangsung melalui 2mekanisme utama
yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik. Proses metabolisme
secara anaerobic akan berlangsung di dalam sitoplasma (cytoplasm)
sedangkan proses metabolisme anaerobik akan berjalan dengan
mengunakan enzim ysebagai katalis di dalam mitoKondria dengan
kehadiran Oksigen (Irawan, 2007).
B. Metabolisme Glukosa
1. Proses Glikolisis
Tahap awal metabolisme konversi glukosa menjadi energi di dalam
tubuh akan berlangsung secara anaerobik melalui proses yang
dinamakan Glikolisis (Glycolysis). Proses ini berlangsung dengan
mengunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai katalis di
dalam sitoplasma (cytoplasm) yang terdapat pada sel eukaryotik
(eukaryotic cells). Inti dari keseluruhan proses glikolisis adalah untuk
mengkonversi glukosa menjadi produk akhir berupa piruvat. Pada
proses Glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon
pada rantainya (C H O ) akan terpecah menjadi produk akhir berupa 2
molekul piruvat (pyruvate) yang memiliki 3 atom karbom (C H O ).
Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai
dengan terbentuknya beberapa senyawa antara seperti Glukosa 6-fosfat
dan Fruktosa 6-fosfat. Selain akan menghasilkan produk akhir berupa
molekul piruvat, proses glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul
ATP serta molekul NADH (1 NADH 3 ATP). Molekul ATP yang
terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh sel-sel tubuh sebagai
komponen dasar sumber energi. Melalui proses glikolisis ini 4 buah
molekul ATP dan 2 buah molekul NADH (6 ATP) akan dihasilkan
serta pada awal tahapan prosesnya akan mengkonsumsi 2 buah
molekul ATP sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk (Irawan,
2007).
2. Respirasi Selular
Tahap metabolisme energi berikutnya akan berlangsung pada
kondisi aerobik dengan mengunakan bantuan oksigen (O ). Bila
oksigen tidak tersedia maka molekul piruvat hasil proses glikolisis
akan terkonversimenjadi asam laktat. Dalam kondisi aerobik, piruvat
hasil proses glikolisis akan teroksidasi menjadi produk akhir berupa H
O dan CO di dalam tahapan proses yang dinamakan respirasi selular
(cellular respiration). Proses respirasi selular ini terbagi menjadi 3
tahap utama yaitu produksi Acetyl-CoA, proses oksidasi Acetyl-CoA
dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta Rantai Transpor
Elektron (Electron Transfer Chain/OxidativePhosphorylation).Tahap
kedua dari proses respirasi selular yaitu siklus asam sitrat merupakan
pusat bagi seluruh aktivitas metabolisme tubuh. Siklus ini tidak hanya
digunakan untuk memproses karbohidrat namun juga digunakan untuk
memproses molekul lain seperti protein dan juga lemak (Irawan,
2007).
a. Produksi Acetyl-CoA / Proses Konversi Piruvat
Sebelum memasuki siklus asam sitrat (citric acid cycle) molekul
piruvat akan teroksidasi terlebih dahulu di dalam mitokondria
menjadi Acetyl-Coa dan CO. Proses ini berjalan dengan bantuan
multi enzim pyruvate dehydrogenase complex (PDC) melalui 5
urutan reaksi yang melibatkan 3 jenis enzim serta 5 jenis coenzim.
3 jenis enzim yang terlibat dalam reaksi ini adalah enzim Pyruvate
Dehydrogenase (E1), dihydrolipoyl transacetylase (E2) dan
dihydrolipoyl dehydrogenase (E3), sedangkan coenzim yang telibat
dalam reaksi ini adalah TPP, NAD+, FAD, CoA dan Lipoate.
Gambar dibawah ini akan memperlihatkan secara sederhana proses
konversi piruvat.
Dari gambar juga dapat dilihat bahwa proses konversi
piruvat tidak hanya akan menghasilkan CO dan Acetyl-CoA
namun juga akan menghasilkan produk samping berupa NADH
yang memiliki nilai energi ekivalen dengan 3xATP.
b. Proses oksidasi Acetyl-CoA (Citric-Acid Cycle)
Molekul Acetyl CoA yang merupakan produk akhir dari
proses konversi Piruvat kemudian akanmasuk kedalam siklus asam
sitrat. Secara sederhana persamaan reaksi untuk 1 siklus asam sitrat
(citric acidcycle) dapat dituliskan :
Acetyl-CoA + oxaloacetate + 3 NAD + GDP + Pi +FAD -->
oxaloacetate + 2 CO + FADH + 3 NADH + 3 H + GTP
Siklus ini merupakan tahap akhir dari proses metabolisme
energi glukosa. Proses konversi yang terjadi pada siklus asam sitrat
berlangsung secara aerobik di dalam mitokondria dengan bantuan 8
jenis enzim. Inti dari proses yang terjadi pada siklus ini adalah
untuk mengubah 2 atom karbon yang terikat didalam molekul
Acetyl-CoA menjadi 2 molekul karbondioksida (CO ),
membebaskan koenzim A serta memindahkan energi yang
dihasilkan pada siklus ini kedalam senyawa NADH, FADH dan
GTP. Selain menghasilkan CO dan GTP, dari persamaan reaksi
dapat terlihat bahwa satu putaran Siklus Asam Sitrat juga akan
menghasilkan molekul NADH dan molekul FADH. Untuk
melanjutkan proses metabolisme energi, kedua molekul ini
kemudian akan diproses kembali secara aerobik di dalam membran
sel mitokondria melalui proses rantai transpor elektron untuk
menghasilkan produk akhir berupa ATP dan air (H2O) (Irawan,
2007).
c. Proses /Rantai Transpor Elektron
Proses konversi molekul FADH dan NADH yang
dihasilkan dalam siklus asam sitrat (citric acid cycle) menjadi
energi dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif (oxidative
phosphorylation) atau juga rantai transpor elektron (electron
transport chain). Di dalam proses ini, elektron-elektron yang
terkandung didalam molekul NADH & FADH ini akan
dipindahkan ke dalam aseptor utama yaitu oksigen (O). Pada akhir
tahapan proses ini, elektron yang terdapat di dalam molekul NADH
akan mampu untuk menghasilkan 3 buah molekulATP sedangkan
elektron yang terdapat dalam molekul FADH akan menghasilkan 2
buah molekul ATP (Irawan, 2007).
C. Energi Metabolisme Glukosa
Secara keseluruhan proses metabolisme Glukosa akan
menghasilkan produk samping berupa karbondioksida (CO2) dan air
(H2O). Karbon dioksida dihasilkan dari siklus Asam Sitrat sedangkan air
(H2O) dihasilkan dari proses rantai transport elektron. Melalui proses
metabolisme, energi kemudian akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan
kalor panas. Terbentuknya ATP dan kalor panas inilah yang merupakan
inti dari proses metabolisme energi. Melalui proses glikolisis, siklus asam
sitrat dan proses rantai transpor elektron, sel-sel yang tedapat di dalam
tubuh akan mampu untuk mengunakan dan menyimpan energi yang
dikandung dalam bahan makanan sebagai energi ATP. Secara umum
proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk menghasilkan
energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara anaerobik.
Dalam proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk sebanyak
36 buah sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan 2 buah
ATP. Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk
menghasilkan energi sebesar 7.3 kilokalor per molnya (Irawan, 2007).
D. Homeostasis Gula Darah
Semua organ bagian tubuh membutuhkan suplai glukosa, tidak
semua jaringan membutuhkan insulin untuk menerima glukosa. Otak,
hepar, usus, dan tubulus ginjal tidak membutuhkan insulin untuk
menstranfer glukosa ke sel-selnya. Otot skelet, otot jantung, dan jaringan
adiposa membutuhkan insulin untuk menghantarkan glukosa ke sel-sel.
Normalnya kadar glukosa darah seimbang pada orang yang sehat melalui
reaksi insulin dan glukagon. Sel beta pankreas menstimulasi untuk
menghasilkan insulin dengan cara meningkatkan kadar glukosa darah,
tetapi meningkatkan kadar asam amino plasma dan asam lemak juga
menstimulasi pengeluaran insulin. Seperti sel-sel otot jantung, otot sklelet,
dan jaringan adipose menerima glukosa, kadar nutrisi plasma menurun dan
menstimulasi untuk menekan produksi insulin. Jika kadar glukosa darah
menurun, glukagon dikeluarkan untuk menjadikan glukosa dalam batas
normal. Epineprin, hormon pertumbuhan, tiroksin, dan glukokortikoid
juga menstimulasi dengan meningkatnya glukosa pada saat hiperglikemia,
stress, pertumbuhan dan meningkatnya kebutuhan metabolisme.
Normalnya kadar glukosa darah pada klinik bervariasi tergantung hasil
pemeriksaan laboratorium (Burke dan Lemon, 2005).
`
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Spuit 3 cc
b. Torniquet
c. Plakon
d. Eppendorf
e. Sentrifugator
f. Tabung reaksi 3 ml
g. Rak tabung reaksi
h. Mikropipet (10μl-100 μl)
i. Mikropipet (100 μl-1000 μl)
j. Yellow tip
k. Blue tip
l. Kuvet
m. Spektrofotometer
2. Bahan
a. Plasma
b. Reagen GOD
B. Tata Urutan Kerja
1. Diambil darah probandus sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit
2. Darah dimasukkan ke dalam vacuum med dan disentrifugasi dengan
kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil serumnya
untuk sampel.
3. Sampel (serum) sebanyak 10 µl kemudian dicampur dengan GOD
reagen sebanyak 1000 µl.
4. Campuran diinkubasi selama 10 menit dalam suhu ruangan (20-25°C),
kemudian diukur pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
546 nm dan nilai faktor 200.
Dipusingkan dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit
Serum 10 μl diambil dengan yellow tip kemudian dimasukan ke dalam kuvet
Darah 3 cc dimasukan ke dalam vacuum med
Diukur kadar memakai spektrofotometer dengan λ = 546 nm dengan nilai faktor 200
10 μl serum dicampur dengan reagen GOD sebanyak 1000 μl kemudian diinkubasi selama 10 menit dalam suhu ruangan (20-250C)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Identitas probandus
Nama : Aria Y. Kusuma
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hasil dari pemeriksaan fragilitas eritrosit yang telah kami laksanakan
tertera dalam tabel di bawah ini:
Volume
Plasma
Volume
GOD-PAP
Hasil
PemeriksaanNilai Normal Interpretasi
10 μl 1000 μl 97 mg/dl 75-115 mg/dl Normal
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah menggunakan
metode GOD-PAP, diketahui bahwa glukosa darah probandus yaitu 97
mg/dl. Bila dibandingkan dengan nilai normal 75-115 mg/dl, maka nilai
tersebut menunjukkan bahwa hasilnya normal. Artinya bahwa probandus
tidak mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh glukosa darah
baik itu peningkatan ataupun penurunan gula darah. Pada dasarnya
keseimbangan antar jaringan antara penggunaan dan penyimpanan
glukosa, lemak, dan protein juga dipengaruhi oleh hormon metabolik,
kadar metabolit yang beredar dalam darah, dan sinyal neuron (Marks,
2000).
Adapun hormon yang terlibat dalam pengaturan glukosa dalam
tubuh:
1. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon-hormon itu
adalah : insulin, glukagon, dan somatostatin.
a. Insulin dihasilkan oleh sel-sel β. Insulin memiliki efek penting
pada metabolism karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini
menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino
dalam darah serta mendorong penyimpanan nutrien-nutrien
tersebut. Sewaktu molekul-molekul nutrien ini memasuki darah
selama keadaan absortif, insulin meningkatkan penyerapan
mereka oleh sel dan konversi, masing-masing menjadi
glikogen, trigliserida, dan protein. Insulin menjalankan efeknya
yang beragam dengan mengubah transportasi nutrien spesifik
dari darah ke dalam sel atau dengan mengubah aktivitas enzim-
enzim yang terlibat dalam jalur metabolik tertentu. Secara garis
besar efek yang ditimbulkan insulin pada karbohidrat yaitu
penyerapan glukosa dari saluran pencernaan, transportasi
glukosa ke dalam sel, pembentukan glukosa oleh sel (terutama
di hati), secara abnormal ekskresi glukosa oleh urin,
menurunkan glukosa darah, dan meningkatkan penyimpanan
karbohidrat (Sherwood, 2001).
b. Glukagon dihasilkan oleh sel-sel α. Glukagon mempengaruhi
banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin,
tetapi umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek
insulin. Glucagon bekerja terutama di hati, tempat hormon ini
menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein. Efek glukagon terhadap metabolisme
karbohidrat yaitu efek hiperglikemik dengan menurunkan
sintesis glikogen, meningkatkan glikogenolisis, dan
merangsang glukoneogenesis (Sherwood, 2001).
c. Somatostatin dihasilkan oleh sel-sel delta pada pankreas, tetapi
juga dihasilkan di hipotalamus. Fungsi somatostatin yaitu
menghambat sekresi hormon pertumbuhan dan TSH. Selain itu,
somatostatin dihasilkan dihasilkan oleh sel-sel yang
membentuk lapisan dalam saluran pencernaan, tempat ini
diperkirakan bekerja lokal sebagai zat parakrin untuk
menghambat sebagian besar proses pencernaan. Somatostatin
pankreas juga menimbulkan berbagai efek inhibisi terhadap
saluran pencernaan, yang efek keseluruhannya adalah untuk
menghambat pencernaan nutrien dan mengurangi penyerapan
nutrien. Di pankreas, somatostatin dikeluarkan sebagai respon
langsung terhadap peningkatan glukosa dan asam amino darah
selama penyerapan makanan. Dengan menimbulkan efek
inhibisi, somatostatin pankreas bekerja secara umpan balik
negatif untuk mengerem kecepatan pencernaan dan penyerapan
makanan, sehingga tidak terjadi peningkatan berlebihan kadar
nutrien di dalam plasma. Selain itu, somatostatin pankreas
mungkin berperan penting dalam pengaturan lokal sekresi
hormon pankreas (Sherwood, 2001).
2. Hormon yang dihasilkan oleh glandula suprarenal (dirangsang ACTH)
yaitu epineprin dan norepineprin yang akan menghalangi pelepasan
insulin. Epineprin meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis,
meningkatkan inhibisi insulin, dan meningkatkan sekresi glukagon.
Adapun kortisol, glukokortikoid utama adrenal dapat meningkatkan
konsentrasi gula darah dengan mengorbankan simpanan protein dan
lemak (Sherwood, 2001).
3. Hormon pertumbuhan cenderung menaikkan glukosa darah, antagonis
dengan kerja insulin. Hormon pertumbuhan memiliki efek anabolik
protein dan otot yaitu penyerapan glukosa oleh otot. Tidur yang dalam,
stress, olahraga, dan hipoglikemia berat merangsang pengeluaran
hormone pertumbuhan, mungkin untuk menyediakan asam lemak
sebagai sumber energy dan untuk menghemat glukosa bagi otak pada
keadaan-keadaan tersebut (Sherwood, 2001).
Glukosa Darah
Penyerapan glukosa dari saluran pencernaan
Pembentukan glukosa oleh hati:Melalui glikogenolisisMelalui glukoneogenesis
Pemindahan glukosa ke dalam sel:Untuk digunakan sebagai sumber energiUntuk disimpan sebagai glikogen melalui glikogenesissebagai trigliserida
Ekskresi glukosa melalui urin (terjadi hanya dalam keadaan abnormal, sewaktu kadar glukosa darah terlalu tinggi melebihi kemampuan tubulus ginjal mereabsorbsinya selama pembentukan urin)
Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Glukosa Darah (Sherwood, 2001)
Sumber-sumber kesalahan pada sebuah hasil pemeriksaan bisa
disebabkan oleh banyak hal. kita perlu menyadari bahwa mungkin terdapat
variasi berdasar fisiologis dan populasi terhadap kadar analit, harus pula
diperhatikan dengan melakukan pengulangan pemeriksaan pada zat yang
sama, pada sampel yang sama. Fakto-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kualitas dan variasi tes laboratorium diantaranya yaitu
persiapan pasien (puasa, tidak puasa), pengumpulan spesimen (teknik
pungsi vena, tabung yang tepat untuk vena, plasma, serum), pelabelan
sampel, pengisian tabung), penanganan spesimen (transport, pemrosesan,
penyimpanan), Analisis (ketepatan metode, keakuratan metode, manual
atau otomatis), dan pelaporan (kalkulasi, transkripsi, cara pelaporan)
(Sacher, 2004).
Untuk zat-zat yang berfluktuasi dalam sirkulasi dengan suatu
variasi diurnal, waktu pengambilan bahan juga menjadi penting. Baru
makan juga sangat penting dalam pemeriksaan glukosa. Teknik pungsi
vena penting dalam mendapatkan spesimen dengan kualitas baik.
Pemakaian tourniquet yang terlalu lama akan berakibat asidosis dan
hemokonsentrasi. Tabung untuk menampung spesimen harus sesuai.
Penanganan juga harus terlatih untuk mendapatkan sampel darah lengkap
yang bebas dari bekuan-bekuan minor untuk pemeriksaan darah perifer
lengkap dan bekuan plasma. Kesalahan manusia menyebabkan variasi
laboratorium. Kesalahan tersebut antara lain dalam melakukan
pemeriksaan biasanya diminimalisasi dengan menggunakan perlatan yang
diotomatisasi (Sacher, 2004).
C. Aplikasi Klinis
1. Hipoglikemia Iatrogenik
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah
harga normal. Hipoglikemia spontan yang patologis mungkin terjadi
pada tumor yang mensekresi insulin atau insulin-like growth factor
(IGF). Dalam keadaan ini hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa
<50 mg% (2.8 mmol/L) atau bahkan <40 mg% (2,2 mmol/L).
Walaupun demikian berbagai studi fisiologis menunjukkan bahwa
gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah
55mg% (3 mmol/L) (Hull, 2008).
Hipoglikemia merupakan keadaran yang jarang terjadi pada
neonates, tetapi harus senantiasa dipertimbangkan pada setiap kejang
tanpa demam, teruatama yang terjadi pada pagi hari dan sesudah puasa
jangka panjang. Kadar gula darah kurang dari 2,2 mmol/l dapat
memastikan diagnosis. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan terhadap
adanya keton. Pemeriksaan tersebut penting untuk membedakan dua
keadaan yang dapat menyebabkan hipoglikemia: defisiensi subtract
dan hiperinsulinisme. Pada anak yang ditemukan dasar penyebab
hipoglikemia yang jelas, perlu dilakuakan pemantauan ketat pada
periode puasa dengan melakukan pemeriksaan serial terhadap kadar
glukosa, insulin, kortisol, hormon pertumbuhan, beta-hidroksibutirat
dan asam laktat di dalam plasma (Hull, 2008).
Hipoglikemia ketotik. Keadaan ini merupakan penyebab tersering
hipoglikemia sesudah satu tahun pertama kehidupan. Anak yang
terkensa biasanya kecil, kurus, dan lebih rentan terhadap serangan saat
menderita penyakit lain. Pasien akan mengalami kejang pada malam
hari yang disertai dengan muntah penurunan kesadaran, serta ketonuria
yang mencukup mencolok. Pemantauan pada saat puasa/kelaparan
akan memeberikan gambaran hipoglikemia dan ketonemia yang lebih
berat, tetapi kadar insulin sangat rendah. Hipoglikemia dapat dihindari
dengan makan makanan kecil secara teratur saat sebelum tidur dan
minum tambahan glukosa pada saat sakit. Keadaan ini akan sembuh
spontan dengan bertambahnya usia (Hull, 2008).
Nesodioblastosis merupakan keadaan yang jarang terjadi pada bayi
kecil berupa perkembangan sel islet yang kacau dan pelepasan insulin
yang tidak sesuai, sehingga mengakibatkan hipoglikemia refrakter.
Pelepasan insulin yang tidak sesuai tersebut sebagian dapat diatasi
dengan pemberian infus glukosa secara terus menerus dan diazoksid.
Terapi jangka panjang yang paling berhasil adalah resekresi 75 sampai
80 persen pancreas (Hull, 2008).
Insulinoma merupakan penyebab hiperinsulinisme yang tersering
pada bayi yang lebih besar dan anak-anak. Pada keadaan ini juga
terdapat indikasi untuk melakukan reseksi pankreas yang luas (Hull,
2008).
2. Diabetes Melitus
Arti diabetes mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi
darah madu. Kata ini digunakan karena pada pasien diabetes mellitus,
meningginya kadar gula darah termanifestasi juga dalam air seni.
Ginjal tidak dapat lagi menahan kadar gula darah yang tinggi (Tobing,
2008).
Pembuangan glukosa melalui ginjal selalu disertai dengan
pembuangan air, maka salah satu ciri diabetes mellitus adalah
meningkatnya kuantitas dan frekuensi buang air seni. Kadar glukosa
dalam darah tentu jauh lebih tinggi dari kadar glukosa dalam urin (10
mmol/liter). Pembuangan gula lewat ginjal pada setiap orang berbeda.
Diabetes mellitus disebabkan oleh gangguan dalam meregulasi kadar
glukosa dalam darah dan gangguan pada proses transportasi glukosa
dari darah ke dalam sel-sel. Walaupun kadar glukosa meningkat,
proses pembakaran lemak dan protein tetap meninggi yang pada
akhirnya meningkatkan keton dalam darah (aseton) dan sampah
metabolisme sehingga terjadi proses toksifikasi zat asam. Oleh karena
itu diabetes mellitus dapat dikatakan sebagai keadaan di mana kadar
gula darah meniggi akibat kekurangan insulin. Hal ini disebabkan
kondisi berikut :
a. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi
sehingga tidak dapat disimpan dalam hati dan sel otot (glikogen)
b. Gula dalam darah tidak bias maksimal masuk dalam sel
c. Hormon lainnya terlah banyak mengubah zat-zat seperti
karbohidrat dan protein menjadi glukosa sehingga kadar gula
dalam darah meningkat.
(Tobing, 2008)
Apabila penyakit diabetes mellitus dibiarkan tidak terkendali atau
penderita tidak menyadari penyakitnya maka akan timbul berbagai
macam komplikasi kronis yang dapat berakibat fatal. Penyakit jantung,
terganggunya fungsi ginjal, kebutaan, pembusukan kaki yang kadang
memerlukan amputasi, hingga impotensi (Tobing, 2008).
Pada dasarnya setiap orang membutuhkan glukosa dalam darah.
Gula dalam sel penting untuk membentuk energi. Fungsi insulin ialah
mendorong gula dalam darah masuk kedalam sel dan menyimpan gula
yang berlebihan di hati (lever). Konsentrasi gula pada orang sehat
berada di sekitar 70-120 mmg/liter. Situsi ini akan bertahan selama
produksi insulin atau fungsi pankreas cukup baik (Tobing, 2008).
Tanda pasti dari diabetes mellitus adalah adanya kenaikan kadar
gula darah yang lebih dari normal. Pada individu yang normal kadar
gula dalam keadaan puasa berkisar 60-80 mg/dl dan setelah makan
berkisar 120-160 mg/dl (Tobing, 2008).
Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari
(terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak). Tepung, nasi, kentang,
dan makanan manis lainnya sangat kaya karbohidrat. Terlebih jika
banyak menggunakan gula, hanya akan meningkatkan kalori tanpa
memberikan unsur-unsur makanan sehat lainnya (Tobing, 2008).
Glukosa diserap melalui dindinhg usus dan disalurkan dalam
darah. Setelah makan, kadar glukosa dalam darah akan lebih tinggi,
melebihi glukosa yang dibutuhkan dalam proses pemebentukan energi
tubuh (Tobing, 2008).
Menurut kebutuhan insulin pada diabetes mellitus, diabetes
mellitus tebagi 2 empat jenis, yaitu sebagai berikut :
a. DM tipe I (DM tergantung insulin/DMTI) = insulin dependent
DM/ IDDM
Kelompok ini adalah penderita penyakit DM yang sangat
tergantung pada suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya
masih muda dan tidak gemuk. Gejala biasanya timbul pada
masa anak-anak dan puncaknya pada usia akil baliG. Tipe ini
disebabkan oleh kerusakan sel beta panKreas sehingga terjadi
kekurangan insulin absolute. IDDM umumnya diderita oleh
orang-orang dibawah umur 30 tahun, dan gejalanya mulai
tampak pada usia 10-13 tahun. Penyebab IDDM belum begitu
jelas, tetapi diduga kuat disebabkan oleh infeksi virus yang
menimbulkan auto-imun yang berlebihan untuk menumpas
virus. Faktor keturunan juga menjadi faktor penyebab (Tobing,
2008).
b. DM tipe II (DM tidak tergantung insulin/DMTTI) = non-
insulin dependent DM=NIDDM
Kelompok diabetes mellitus tipe II tidak tergantung insulin.
Kebanyakan timbul pada penderita usia di atas 40 tahun.
Penderita DM tipe II ini yang terbanyak di Indonesia.
Pengobatannya diutamakan dengan perencanaan menu
makanan yang baik dan latihan jasmani secara teratur. Pankreas
relatif cukup menghasilkan insulin, tetapi insulin yang ada
bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin
akibat kegemukan. Penyakit DM tipe II biadanya dapat
terkendali dengan menurunkan obesitas, Obat semacam oral
hipoglikemik dan suntikan insulin kadang menjadi kebutuhan
bagi penderita (Tobing, 2008).
Pada pasien NIDDM yang tidak menderita kegemukan,
insulin yang dihasilkan memang kurang mencukupi untuk
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas-batas
normal. Bagi penderita yang sudah kronis, penurunan kadar
gula darah harus dibantu dengan injeksi insulin. Secara medis
dapat dikatakan diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin yang progresif karena resistensi
insulin. NIDDM diduga disebabkan oleh faktor genetis dan
dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat (Tobing, 2008).
3. Insulinoma
Neoplasma sel pulau yang paling umum, insuinoma, berasal dari
sel beta. Hiperinsulinema menyebabkan hipoglikemia berat.
Menimbulkan konvulsi, depresi, koma. Glukosa segera membalikkan
gejala. Triad Whipple: hipoglikemia puasa (,50 mg/dl) selama
serangan, perubahan system saraf sentral dan gejala hipoglikemia
ditimbulkan oleh puasa, pembalikan perubahan dengan glukosa;
diagnostik untuk insulinoma. Pemeriksaan akan memperlihatkan
insulin tidak cukup tinggi untuk glikemia ambien. Delapan puluh
persen adalah adenoma jinak, 15%. Lima belas persen multiple.
Kebanyakan 1-3 cm. Dapat terlihat dalam sindrom adenomatosis
endokrin multiple, tipe I (MEA-I) (5%) (Schwartz, 2000).
Karena sejumlah keadaan bisa menyebabkan hipoglikemia, maka
pemeriksaan spesifik diperlukan untuk diagnosis insulinoma.
Pemeriksaan ini mencakup:
1. Respon terhadap puasa 72 jam (yang menunjukkan peningkatan
kadar insulin yang tidak tepat yang muncul selama hipoglikemia).
2. Tes respon tolbutamid atau tes infuse kalsium (yang
memperlihatkan pelepasan insulin berlebihan dengan
hipoglikemia).
3. Peningkaan kadar sirkulai proinsulin atau peptide-C.
4. Lokalisasi fokus sekresi insulin yang belebihan dengan
pengambilan contoh vena transhepatik perkutis.
(Sabiston, 1994)
Keluhan dan gejala insulinoma meliputi kebingunan yang
ditimbulkan oleh hipoglikemia, stupor dan kehilangan kesadaran.
Serangan ini segera dapat diesmbuhkan dengan pemeberian glukosa
per-oral atau pemberian infuse glukosa. Hiperinsulinsme dapat pula
disebabkan oleh hyperplasia difus pulau-pulau Langerhans yang
paling seing terlihat pada neonates serta bayi dan terjadi sekunder
karena diabetes maternal, sindrom Beckwith-Wiedemann, serta
kelainan metabolik yang langka (Robbins, 2008).
BAB V
KESIMPULAN
1. Hasil pemeriksaan glukosa darah probandus yaitu 97 mg/dl.
2. Jika hasil yang diperoleh dibandingkan dengan standar normal 75-115
mg/dl maka hasil tersebut normal.
3. Tidak ditemukan adanya kelainan yang disebabkan oleh glukosa darah.
Adapun penyakit yang berhubungan dengan kadar glukosa darah
diantaranya hipoglikemia iatrogenik, diabetes mellitus, dan insulinoma.
DAFTAR PUSTAKA
Cryer, Philip E. 2005. Perspectives In Diabetes Mechanisms Of Hypoglycemia-
Associated Autonomic Failure And Its Component Syndromes In Diabetes.
Diabetes, Vol. 54, December 2005
Hull, David, dan Johnston, Derek I. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed.3. Jakarta :
EGC.
Irawan, M. Anwari. 2007. Glukosa & MetabolismeEnergi. Sport Science Brief
Volume 01 (2007) No. 06.
Lely S., Ay, T. Indirawati. 2004. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Yang
Terkontrol Terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan Gigi Penderita
Diabetes Mellitus Di Rs Persahabatan Jakarta. Media Litbang Kesehatan
Volume Xiv No 3
Lemon, P, & Burke, K (2002). Medical Surgical Nursing : Critical thinking in
client care. (2th Ed). Prenince Hall. New Jersey
Marks, Dawn B., Marks, Allan D., Smith, Collen M. 2000. Biokimia Pendekatan
Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC
Michele et all. 2006. Gamma-Cyclodextrin Lowers Postprandial Glycemia and
Insulinemia without Carbohydrate Malabsorption in Healthy Adults.
Journal of the American College of Nutrition, Vol. 25, No. 1, 49–55
Published by the American College of Nutrition
Robbins, Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC
Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah : (Sabiston’s Essentials Surgery).
Jakarta : EGC
Sacher, Ronald A. dan McPherson Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta, EGC
Schwartz, Seymour. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC
Tobing, Ade. 2008. Care Your Self : Diabetes Melitus. Jakarta : Penebar Plus
top related