gizi pkm download

Post on 19-Jul-2015

656 Views

Category:

Documents

20 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJADITJEN BINA GIZI DAN KIA

TAHUN 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJADITJEN BINA GIZI DAN KIA

TAHUN 2013

DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIAKEMENTERIAN KESEHATAN RI

2014

DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIAKEMENTERIAN KESEHATAN RI

2014

i

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

KATA PENGANTAR

Dalam menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 7

Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

yang menyebutkan bahwa unit eselon I dan unit eselon II

instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), maka

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA sebagai salah satu unit eselon I di

lingkungan Kementerian Kesehatan telah menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja

tahun 2013.

Laporan Akuntabilitas Kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi

pertanggung jawaban kinerja yang merupakan perwujudan dari salah satu indikator

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance),

dan berkaitan dengan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam

memberikan pelayanan prima serta menyampaikan pertanggungjawaban kinerja

kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA ini

secara garis besar berisikan informasi mengenai tugas dan fungsi organisasi,

rencana kinerja dan capaian kinerja yang telah dilaksanakan dalam Tahun

Anggaran 2013. Gambaran tentang capaian kinerja program dengan

mempertimbangkan faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat

capaian serta menentukan upaya tindaklanjut, dengan tetap mengacu kepada

Rencana Strategi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.

Secara formal Laporan Akuntabilitas Kinerja ini disusun dengan

berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan

Penetapan Kinerjda dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan

mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatn Nomor 2416/MENKES/PER/XII/2011

tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas

Kinerja Kementerian Kesehatan.

ii

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja ini kami telah

berupaya seoptimal mungkin, walaupun masih ditemukan banyak kendala dalam

penyusunan dan penyempurnaan laporan ini. Oleh karena itu dengan tangan

terbuka, masukan dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan untuk

perbaikan serta penyempurnaan penyusunan laporan ditahun yang akan datang.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua

khususnya dalam mengevaluasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan

R.I.

iii

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

IKHTISAR EKSEKUTIF

Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA

tahun 2013 disusun sebagai sebuah kewajiban organisasi untuk

menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja yang telah

dilaksanakan pada tahun 2013 sebagaimana telah ditetapkan melalui

Instruksi Presiden No 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Ferormasi Birokrasi No. 29 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan

Laporan Akuntabilitas Kinerja.

Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal

Bina Gizi dan KIA tahun 2013 mengacu pada Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 yang ditetapkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010. Dalam upaya

mewujudkan tercapaianya tujuan penurunan AKI, AKB dan Status Gizi

Kurang, maka telah dijabarkan melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan

oleh masing-masing unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi

dan KIA. Upaya tersebut dilaksanakan ditiap jenjang pemerintahan mulai

dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah melalui dekonsentrasi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Tugas Pembantuan, serta Unit

Pelaksana Teknis (UPT).

Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan

KIA tahun 2013, diuraikan mengenai capaian kinerja tahun 2013

sebagaimana telah diperjanjikan dalam dokumen penetapan kinerja yang

terdiri dari target Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja

Kegiatan (IKK). Hal tersebut disajikan secara sistimatis dalam laporan ini.

Sumber data laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di lingkup

Direktorat Bina Gizi dan KIA tahun 2013.

iv

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Gambaran keberhasilan dalam mecapai target disajikan dalam

analisis capaian indikator kinerja utama dan indikator kinerja kegiatan serta

analisis akuntabilitas keuangan dengan mengutarakan hal-hal yang telah

dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung keberhasilan maupun kegagalan.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA memiliki 16 indikator kinerja

yang terdiri dari 3 IKU dan 13 IKK. Capaian Indikator Kenerja Utama adalah;

Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar

90,88% (target 89%), Cakupan kunjungan neonatus pertama (KN1) sebesar

92,33% (target 89%), Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)

sebesar 80,29% (target 80%). Sedangkan Realisasi capaian Indikator

Kinerja Kegiatan adalah; Persentase balita gizi buruk yang mendapat

perawatan sebesar 92,63% (target 100%), Persentase Ibu Hamil mendapat

Pelayanan Antenatal Care (K4) sebesar 86,52% (target 93%), Persentase

Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai

standar sebesar 95,1% (target 90%), Cakupan pelayanan kesehatan bayi

sebesar 87,77% (target 87%), Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita

sebesar 70,12% (target 83%), Cakupan SD/MI melaksanakan penjaringan

siswa kelas I sebesar 73,91% (target 94%), Cakupan kabupaten/ kota yang

menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif

dan komplementer sebesar 44,6% (target 40%), Jumlah RS yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan

bermanfaat sebagai pelayanan alternatif dan komplementer sebesar 73 RS

(target 56 RS), Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan

Kerja di Wilayah Industri sebesar 778 Pkm (target 576 Pkm), Jumlah

Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Olahraga sebesar 671

Pkm (target 240 Pkm), Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan

adminstrasi kepemerintahan sesuai ketentuan sebesar 96,96% (target

95%), Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar sebesar

90,01% (target 90%), Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan

v

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini sebesar

9.419 (target 8.868).

Secara umum pencapaian indikator Renstra Direktorat Jenderal Bina

Gizi dan KIA dapat mencapai target, namun masih terdapat 25% indikator

yang tidak dapat mencapai target yaitu penanganan balita gizi buruk, Ibu

hamil mendapat pelayanan antenatal, pelayanan kesehatan balita dan

penjaringan kesehatan bagi anak SD/MI. Beberapa indikator yang belum

tercapai antara lain disebabkan oleh masalah ketersediaan dan komitmen

tenaga, kurang optimalnya metode program di tingkat kab/kota, sarana dan

prasarana, sistem informasi yang lemah, serta kurang berpihaknya

kebijakan daerah dalam pembangunan bidang kesehatan.

Secara garis besar, upaya perbaikan antara lain dengan

meningkatkan bimbingan teknis, meningkatkan kapasitas tenaga,

peningkatan dan perbaikan regulasi, koordinasi lintas program dan sektor,

melakukan advokasi kepada pemerintah daerah agar meningkatkan tenaga

teknis yang terlatih, perbaikan sistim informasi palaporan, maupun

penyediaan biaya operasional yang diperlukan. Perbaikan ini difokuskan

terutama kepada daerah capaian indikator rendah dengan potensi

sumberdaya yang rendah, namun memiliki kontribusi terhadap tingginya

cakupan program.

Realisasi anggaran pelaksanaan program Bina Gizi dan KIA, yang

meliputi anggaran dekonsentrasi, tugas pembantuan, kantor pusat dan

kantor daerah sebesar 92,11%. Tingginya penyerapan anggaran

dipengaruhi oleh tingkat serapan anggaran pada satker tugas pembantuan

yang terkait dengan pelaksanaan BOK. Sementara realisasi satuan kerja

pada kantor pusat sebesar 88,09%. Dari sisi manfaat terhadap program

bahwa serapan anggaran kegiatan yang tinggi, ternyata tidak sejalan

dengan peningkatan kinerja program. Sejak tahun 2011 serapan anggaran

meningkat dari 80,72% menjadi 93,11% pada tahun 2013, sedangkan

vi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

capaian kinerja program tahun 2011 sebanyak 87,5% indikator yang telah

tercapai, menurun menjadi 75% pada tahun 2013. Hal ini diharapkan

segera mendapat perhatian serius, agar upaya kinerja program mengalami

perbaikan.

Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran

pada umumnya adalah pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan

rencana penarikan dana (RPD) yang telah disusun, revisi kegiatan, dan

persoalan administrasi lainnya. Revisi DIPA memerlukan waktu cukup lama

sehingga beberapa kegiatan baru bisa dilaksanakan di akhir tahun bahkan

tidak sempat terlaksana mempengaruhi realisasi kegiatan dan keuangan.

Proses pengadaan barang dan jasa telah mengalami perbaikan, terutama

sejak diaplikasin secara online.

Untuk perbaikan ke depan, perlu koordinasi yang lebih baik antar unit

eselon II dalam penyusunan jadwal kegiatan terutama yang melibatkan

Direktur Jenderal serta eselon II sehingga rencana kegiatan yang telah

dibuat bisa dilaksanakan. Jika dibutuhkan revisi DIPA, perlu dilakukan

percepatan agar pelaksanaan kegiatan tidak terhambat. Demikian pula

proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal agar tidak

semua pengadaan selesai di akhir tahun.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Kantor Daerah. Dari tiga UPT

binaan Ditjen Bina Gizi dan KIA secara umum serapan anggaran dan

pelaksanaan kegiatan program sebesar 92,21%% sedangkan fisik

mencapai 99,79%.

Hal-hal diatas merupakan gambaran capaian kinerja Program Bina

Gizi dan KIA. Secara detail terkait capaian kinerja, telah ditulis lebih lengkap

dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja ini. Harapannya bahwa, laporan ini

dapat memberi gambaran capaian dan akuntabilitas kinerja program bina

Gizi dan KIA.

vii

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I

IKHTISAR EKSEKUTIF iii

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GRAFIK xii

DAFTAR GAMBAR xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .........................................................

B. Maksud dan Tujuan ..................................................

C. Tugas Pokok dan Fungsi ..........................................

D. Sistimatika .................................................................

1

3

3

5

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. Perencanaan Kinerja..............................................

1. Visi ………………………………………………..

2. Misi ………………………………………………...

3. Tujuan …………………………………………......

4. Nilai-nilai…………………………………………..

5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan

Masyarakat...................................................…

6. Sasaran Strategi Ditjen Bina Gizi dan KIA...…

7. Indikator Kinerja…………………………………

B. Perjanjian Kinerja.....................................................

1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA.…

2. Indikator Penunjang Kinerja Program (Kegiatan)...

7

8

8

9

9

9

10

11

12

13

15

viii

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

A. Pengukuran Kinerja ...............................................

a. Capaian Indikator Kinerja Utama Program

BinaGizi dan KIA......................................……

b. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan....................

c. Capaian Kinerja Keuangan..................................

B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja.....................

1. Indikator Kinerja Utama ………………………

a) Persentase ibu hamil ditolong oleh nakes

terlatih (cakupan Pn) ...................................

b) Persentase Kunjungan Neonatal Pertama

(KN1)...

c) Persentase Balita ditimbang berat badannya

(D/S) ...........................................................

2. Indikator Kinerja Kegiatan...................................

a) Persentase Balita Gizi Buruk yang mendapat

Perawatan.....................................................

b) Persentase Ibu Hamil Mendapat Pelayanan

Antenatal (cakupan K4)..................................

c) Persentase KB sesuai Standar di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan...................................

d) Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi...........

e) Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita...

f) Cakupan SD/MI melaksanakan Penjaringan

Siswa Kelas 1.................................................

g) Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan

Pembinaan Yankestradkom...........................

h) Jumlah RS Menyelenggarakan

22

22

24

25

27

27

27

36

41

48

48

53

60

64

69

74

79

86

ix

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Yankestradkom

i) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya

Kesehatan Kerja...........................................

j) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya

Kesehatan Olahraga......................................

k) Persentase satuan kerja yang

menyelenggaran administrasi kepemerintahan

sesuai ketentuan.

l) Penyediaan Sarana dan Prasarana sesuai

dengan standar.............................................

m) Penyelenggaraan Bantuan Operasional

Kesehatan.....................................................

C. Akuntabilitas Keuangan...........................................

90

92

94

99

104

108

BAB IV PENUTUP ............................................................ 113

LAMPIRAN

x

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2012..... 14

Tabel 2.2 : Indikator Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA………………… 15

Tabel 2.3 : Indikator Bina Gizi Masyarakat................................................ 16

Tabel 2.4 : Indikator Bina Kesehatan Ibu.................................................. 17

Tabel 2.5 : Indikator Bina Kesehatan Anak............................................... 19

Tabel 2.6 : Indikator Bina Pelayanan Kestradkom.................................... 20

Tabel 2.7 : Indikator Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga........................ 21

Tabel 3.1 : Capaian Indikator Kinerja Utama Program Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak .......................................................

23

Tabel 3.2 : Capaian Indikator Kinerja Setditjen Bina Gizi dan KIA ........... 24

Tabel 3.3 : Capaian Kinerja Keuangan Kantor Pusat................................ 26

Tabel 3.4 : Capaian Kinerja Keuangan Kantor Daerah (UPT)...………..... 27

Tabel 3.5 : Capaian Indikator Pn antar tahun 2009-2013.………........... 28

Tabel 3.6 : Capaian Indikator KN1 antar tahun 2009-2013....................... 36

Tabel 3.7 : Capaian Indikator D/S antar tahun 2009-2013........................ 41

Tabel 3.8 : Capaian Indikator K4 antar tahun 2009-2013.......................... 53

Tabel 3.9 : Capaian Pelayanan Kesehatan Bayi antar tahun 2009-2013.. 65

Tabel 3.10: Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita antar tahun

2009-2013................................................................................

69

Tabel 3.11: Cakupan SD/MI Melaksanakan Pemeriksaan Kesehatan

antar tahun 2009-2013............................................................

74

Tabel 3.12: Cakupan Kabupaten/Kota yang Menyelenggarakan

Yankestradkom........................................................................

80

Tabel 3.13: Jumlah Rumah Sakit Menyelenggarakan Yankestradkom..... 87

Tabel 3.14: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2013

Menurut Jenis Anggaran..........................................................

119

Tabel 3.15: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2010 -

2013.....................................................................................

110

xi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabel 3.16: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Lokasi Kantor

Pusat Menurut Satuan Kerja......................................

Tabel 3.17: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Menurut

Lokasi Satuan Kerja Kantor Daerah........................................

111

112

xii

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 : Tren cakupan PN tahun 2010-2013 dibandingkan target

Renstra Kemenkes 2010-2014 ……………………….....

29

Grafik 3.2 : Capaian Cakupan Pn tahun 2013......... …………………… 29

Grafik 3.3 : Tren Capaian Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun

2009-2013…....………………………..............……………....

37

Grafik 3.4 : Cakupan KN1 menurut Provinsi Tahun 2013....................... 38

Grafik 3.5 : Tren Cakupan D/S dibanding Target Renstra 2009-2014.… 42

Grafik 3.6 : Capaian D/S menurut Provinsi Tahun 2013........................ 43

Grafik 3.7 : Tren Jumlah Kasus Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan 50

Grafik 3.8 : Tren Cakupan K4 dibanding Target Renstra tahun 2010-

2014.......................................................................................

54

Grafik 3.9 : Cakupan persentase cakupan K4 menurut Provinsi tahun

2013.......................................................................................

55

Grafik 3.10 : Tren capaian jumlah fasilitas kesehatan yang mampu

memberikan pelayanan KB sesuai standar tahun 2010

sampai 2013..........................................................................

61

Grafik 3.11 : Tren capaian faskes KB dari tahun 2010 hingga 2013

dibandingkan target Renstra Kemenkes 2010-2014............

62

Grafik 3.12 : Tren cakupan pelayanan kesehatan bayi tahun 2009-2013

dibanding Target Renstra......................................................

66

Grafik 3.13 : Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi Menurut Provinsi

Tahun

2013............................................................................

66

Grafik 3.14 : Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun

2009-2013 dibanding Target Renstra...................................

70

Grafik 3.15 : Cakupan Yankes Balita 2013.................…………………….. 71

Grafik 3.16: Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI 2010-

2013 dibanding dengan Target Renstra...............................

75

xiii

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.17: Capaian Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI Per Provinsi... 76

Grafik 3.18: Tren Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan

Yankestradkom Tahun 2010-2013 dibanding Renstra..........

80

Grafik 3.19: Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Kesehatan Kerja... 91

Grafik 3.20: Jumlah Puskesmas yang Menyelenggarakan Kesehatan

Olahraga...............................................................................

93

Grafik 3.21: Trend Realisasi Indikator Penyelenggaraan Kepemerintahan

Tahun 2010-2013......................................

96

Grafik 3.22: Trend Realisasi Indikator Penyediaan Sarana & Prasarana

Tahun 2010-2013..................................................................

100

Grafik 3.23: Realisasi Keuangan dan Capaian Fisik Setditjen Bina Gizi &

KIA Tahun 2013.................................................................

103

Grafik 3.24: Trend Puskesmas yang Merealisasikan BOK Tahun 2011-

2014.......................................................................................

105

Grafik 3.25: Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013..................... 106

Grafik 3.26: Trend Serapan Anggaran disbanding Capaian Indikator....... 111

xiv

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 : Salah satu Poskesdes di Kab Gorontalo.............. 30

Gambar 3.2 : Pelaksanaan P4K di Provinsi NTT.................. 31

Gambar 3.3 : Kemitraan Bidan dan Dukun............................ 32

Gambar 3.4 : Salah satu Rumah Tunggu Kelahiran di Provinsi

Jambi

32

Gambar 3.5 : Konseling ASI pada saat Kunjungan Neonatal...... 38

Gambar 3.6 : Fasilitasi Peningkatan Pelayanan BBLR dan Bayi

di Puskesmas dan RS di Kab Lampung..........

39

Gambar 3.7 : Peningkatan Kapasitas dokter Umum dalam

Tatalaksana Bayi dan Balita Sakit di Jakarta......

39

Gambar 3.8 : Pengembangan Materi KIE Perawatan Bayi Baru

Lahir dan Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir di

Puskesmas Wilayah Kabupaten Jayawijaya......

40

Gambar 3.9 : Aktifitas Penimbangan di Posyandu

KelurahanCipedak, Jakarta Selatan..................

44

Gambar 3.10: Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk............. 50

Gambar 3.11: Ruangan di dalam TFC (Terauphetic Feeding

Centre)...

51

Gambar 3.12: Pelaksanaan Kelas Ibu hamil yang merupakan

sarana peningkatan pengetahuan pada Ibu

Hamil....

56

Gambar 3.13: Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan

reproduksi terpadu, termasuk pelayanan KB.........

60

Gambar 3.14: Pelayanan Pemantauan Tumbuh Kembang Anak

Balita.....................................................................

69

xv

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Gambar 3.15: Orientasi Akupresur Tenaga Kesehatan

Puskesmas.............................................................

81

Gambar 3.16: Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam

Pelayanan Akupunktur Medik........................

87

Gambar 3.17: Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam

Pelayanan Obat

Herbal................................................................

88

Gambar 3.18: Pertemuan Perencanaan............................... 95

Gambar 3.19: Peningkatan SDM.......................................... 95

Gambar 3.20: Sosialisasi Peraturan Per-UU............................. 95

Gambar 3.21: Pelatihan Photograpi.......................................... 95

Gambar 3.22: Komitmen ISO 9001:2008 Setditjen Bina Gizi

KIA..........

97

Gambar 3.23: Piagam Penghargaan ISO 9001:2008, Ditjen Bina

Gizi

&KIA.......................................................................

97

Gambar 3.24: Absensi Finger Print Setditjen Bina Gizi &

KIA..........................................................................

101

Gambar 3.25: Character Building Ditjen Bina Gizi & KIA.......... 104

Gambar 3.26: Pelatihan Bisnis Proses,Ditjen Bina Gizi & KIA... 104

Gambar 3.27: Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013....... 106

1

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Good governance merupakan salah satu prasyarat bagi pemerintah

untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Salah satu

upaya yang dilakukan adalah menciptakan pelaksanaan pemerintahan

yang bersih, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Wujud

transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan sumber daya

Instansi Pemerintah diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban

dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi yang dijalankan sesuai

Rencana Strategis.

Kementerian Kesehatan mengemban tugas untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, menurunkan Angka

Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, prevalensi gizi kurang dan gizi

buruk serta peningkatan akses pelayanan kesehatan terutama bagi

masyarakat miskin serta masyarakat di daerah terpencil, perbatasan

dan kepulauan. Tugas tersebut tertuang dalam Rencana Strategis

(Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, yang ditetapkan

melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/60/I/2010.

Dalam upaya mendukung tercapainya tugas tersebut, pada tahun

2013 Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak telah melaksanakan

kebijakan dan menyusun berbagai rencana kegiatan sebagai

penjabaran visi, misi dan rencana strategis. Komitmen tersebut

dibuktikan melalui penyediaan anggaran yang memadai dan dapat

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, setiap unit teknis/unit utama

dilingkup Kementerian Kesehatan wajib mempertangungjawabkan

pelaksanaan kebijakan dan kewenangan pengelolaan sumber daya

2

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

yang diberikan, dengan tetap berlandasan pada Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan.

Kewajiban diatas sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun

1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (RB)

Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan

Kinerja dan Laporan Akuntabilitas, maka setiap unit teknis/unit utama

yang merupakan unsur penyelenggara pemerintahan negara, wajib

memberikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

yang merupakan dokumen berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah yang disusun dan disampaikan secara

sistematis dan melembaga.

Pelaporan kinerja juga dimaksudkan sebagai media untuk

mengkomunikasikan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi

dan KIA dalam satu tahun anggaran kepada masyarakat dan pemangku

kepentingan lainnya. Pengukuran pencapaian kinerja bertujuan untuk

mendorong Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dalam meningkatkan

transparansi, akuntabilitas dan efektifitas dari kebijakan dan program

serta dapat menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Oleh

karena itu, substansi penyusunan LAKIP didasarkan pada hasil-hasil

capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada

di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut dan mengacu pada

petunjuk teknis penyusunan laporan akuntabilitas kinerja yang

ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, maka Ditjen Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak perlu menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (LAKIP), sebagai bentuk pertanggungjawaban

pelaksanaan kegiatan secara akuntabel dan transparan.

3

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal

Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak merupakan suatu

kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan dan

kegagalan misi organisasi tahun 2013 dalam mencapai target

dan sasaran program seperti yang tertuang dalam Rencana

Strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak oleh

pejabat yang bertanggungjawab.

C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1144/Menkes/PER/XI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak adalah merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standarisasi teknis di bidang Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak, mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu

dan anak;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu

dan anak;

4

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

3. Penyusunan Standar, Norma, Pedoman dan Kriteria dan Prosedur

di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;

4. Pemberian Bimbingan Teknis dan Evaluasi di bidang pembinaan

gizi dan kesehatan ibu dan anak;

5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal bina gizi dan

kesehatan ibu dan anak.

Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi yang susunannya adalah

sebagai berikut :

1. Sekretariat Direktorat Jenderal;

2. Direktorat Bina Gizi;

3. Direktorat Bina Kesehatan Ibu

4. Direktorat Bina Kesehatan Anak;

5. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan

Komplementer; dan

6. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.

Di samping Direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak membina beberapa Unit Pelaksana Teknis di

daerah, yang terdiri dari :

1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Bandung

2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat Makassar

3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat Palembang

5

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

D. SISTEMATIKA

Sistematika penulisan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak adalah sebagai berikut :

- Ringkasan Ekskutif

- Kata Pengantar

- Daftar Isi

- BAB I

Pendahuluan, menjelaskan uraian singkat mengenai tujuan program

yang dilaksanakan oleh Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak, tugas pokok dan fungsi, susunan organisasi serta sistematika

penulisan laporan

- BAB II

Rencana Stratejik, menjelaskan mengenai rencana stratejik dan

rencana kinerja. Pada bab ini disampaikan gambaran singkat

sasaran yang ingin dicapai Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak tahun 2010.

- BAB III

Akuntabilitas Kinerja, menguraikan tentang sumber pembiayaan,

indicator kinerja evaluasi kinerja, termasuk menguraikan

keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala dan permasalahan

yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil.

- BAB IV

Penutup, mengemukakan simpulan dari tujuan secara umum

tentang keberhasilan dan kegagalan, permasalahan dan kendala

utama yang berkaitan dengan kinerja Ditjen Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak serta strategi pemecahan masalah yang

akan dilaksanakan di tahun mendatang.

6

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

- LAMPIRAN

• Formulir RK : Pengukuran Kinerja

• Formulir RKT : Rencana Kinerja Tahunan

7

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Pembangunan kesehatan menjadi upaya prioritas dalam

rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia,

sebagaimana diamanahkan dalam UU 36 tahun 2009. Sejalan

dengan itu, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun

2010-2014 disusun dan ditetapkan dengan keputusan Nomor

021/Kemenkes/SK/1/2011, serta tercantum dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

Rencana Aksi kegiatan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak merupakan penjabaran dari Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014. Disebutkan

bahwa Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

merupakan program yang terkait dengan pencapaian target

MDGs; terutama pada target pertama untuk menurunkan

prevalensi gizi kurang sebesar 15,5% dan gizi buruk sebesar

3,6% pada tahun 2015; target keempat mengurangi tingkat

kematian Balita hingga menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup dan

bayi 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015; target kelima

mengurangi angka kematian ibu hingga mencapai 102 per

100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Dalam mencapai target MDGs diatas, telah dilakukan berbagai

upaya intervensi sebagaimana tertuang dalam Rencana Aksi

Kegiatan Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Upaya

8

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

tersebut diharapkan dapat memiliki daya ungkit terhadap

pencapaian target MDGs. Indikator dan target kinerja yang telah

ditetapkan pada awal tahun akan menjadi ukuran keberhasilan

pelaksanaan program, yang meliputi Indikator Kinerja Program

(IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang dilaksanakan di

tingkat esselon 2.

Agar tercapainya target indikator sebagaimana yang telah

dijabarkan dalam Rencana Aksi Program Ditjen Bina Gizi dan KIA,

dalam bab ini perlu ditegaskan kembali tentang visi, misi, tujuan

nilai-nilai, kebijakan, program, sasaran strategis, dan indikator.

Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Visi

Visi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak mengacu pada visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-

2014 yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”

2. Misi

Misi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

mengacu kepada Misi Kementerian Kesehatan yaitu:

a. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, melalui

pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat

madani.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin

tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu

dan berkeadilan.

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya

kesehatan.

9

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

3. Tujuan

Tujuan Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah

terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna

dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan dan

gizi masyarakat yang setinggi-tingginya.

4. Nilai-Nilai

Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan

kesehatan, Ditjen Bina Gizi dan KIA menganut dan menjunjung

tinggi nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra

Kementerian Kesehatan antara lain:

a. Pro Rakyat

b. Inklusif

c. Responsif

d. Efektif

e. Bersih

5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan Masyarakat

Dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan masyakat,

strategi yang dilakukan adalah :

a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan

masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan

melalui kerjasama nasional dan global.

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata,

terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti

dengan pengutamaan pada upaya promotif preventif.

10

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan,

terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan

nasional.

d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM

kesehatan yang merata dan bermutu.

e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan

keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin

keamanan/khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan dan makanan.

f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel,

transparan, berdaya guna dan berhasil guna untuk

memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung

jawab.

6. Sasaran Strategis Ditjen Bina Gizi dan KIA

Sasaran Program:

Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.

Dengan sasaran kegiatan:

a. Meningkatnya kualitas penanganan gizi masyarakat

b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan

reproduksi

c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak

d. Meningkatnya pembinaan, pengawasan dan pengembangan

pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer

e. Meningkatnya pembinaan upaya kesehatan kerja dan olahraga

11

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

f. Tersedianya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk

puskesmas.

g. Meningkatnya dukungan managemen dan pelaksanaan tugas

teknis lainnya pada program Bina Gizi Kesehatan Ibu dan

Anak.

7. Indikator Kinerja

Indikator Kinerja Ditjen Bina Gizi dan KIA terdiri dari indikator

Kinerja Program dan Indikator Kinerja Kegiatan, antara lain:

a. Indikator Kinerja Program (IKP):

1) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga

kesehatan terlatih (cakupan PN) sebesar 90%;

2) Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar

90%;

3) Persentase Balita ditimbang berat badannya (jumlah

Balita ditimbang/Balita seluruhnya (D/S)) sebesar 85%.

b. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

1) Presentase balita ditimbang berat badannya

2) Presentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan

3) Presentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga

kesehatan terlatih (cakupan PN)

4) Presentase ibu hamil yang mendapatkan antenatal K4

(kunjungan 4 kali)

5) Presentase fasilitas kesehatan yang memberikan

pelayanan KB sesuai standar

6) Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)

12

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

7) Cakupan pelayanan kesehatan bayi

8) Cakupan pelayanan kesehatan balita

9) Cakupan SD/MI melaksanakana penjaringan siswa

kelas 1

10) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelengarakan

program bina pelayanan kesehatan tradisional alternatif

dan komplementer

11) Jumlah Rumah Sakit yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan tradisional kyang aman dan

bermanfaat sebagai pelayanan kesehatan alternatif dan

komplementer

12) Jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya

kesehatan kerja di wilayah industri

13) Jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya

kesehatan olahraga.

14) Presentasse satuan kerja yang menyelenggaraan

administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan

15) Presentase sarana dan prasarana sesuai dengan

standar.Jumlah puskesmas yang mendapat Bantuan

Operasionak Kesehatan dan Menyelenggarakan

Lokakarya Mini untuk mencapai pencapaian SPM.

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA telah

ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan

suatu dokumen pernyatan kinerja/ perjanjian kinerja antara atasan

dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu dengan

didukung sumber daya yang tersedia.

13

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan, menjadi

kesepakatan yang mengikat untuk dilaksanakan dan

dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat yang berkualitas. Perjanjian

penetapan kinerja Program Bina Gizi dan KIA, merupakan

dokumen penetapan kinerja tahun 2012 yang telah ditandatangani

bersama oleh Direktur Jenderal dan Menteri Kesehatan RI pada

bulan Maret 2013. Indikator tersebut antara lain:

1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA

Indikator kinerja program Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan

anak terdiri dari tiga indikator yang dianggap dapat

merefleksikan kinerja program. Indikator tersebut meliputi

indikator kesehatan ibu (PN), dan indikator kesehatan anak

(KN1), indikator bina gizi (D/S).

Cakupan PN menggambarkan indikator pelayanan kesehatan

terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan. Indikator PN menjadi penting karena pada periode

persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi

terhadap resiko kematian ibu di Indonesia dan merupakan

bagian dari indikator kesepakatan global (MDGs), pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan

persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

dengan kompetensi kebidanan. Cakupan KN1

menggambarkan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28

hari). Indikator ini menjadi penting karena pada usia kelahiran

0-28 hari merupakan masa yang memiliki resiko terjadinya

gangguan kesehatan paling tinggi dibanding usia lainnya dan

14

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

berkaitan erat dengan upaya penurunan risiko kematian bayi

pada 48 jam pertama. Cakupan D/S menggambarkan tingkat

motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau

pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di

Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain

menunjukkan pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi

yang kuat dengan peningkatan cakupan pemberian vitamin A,

Imunisasi dan penemuan kasus kurang gizi di Posyandu.

Secara teknis indikator tersebut memenuhi syarat untuk

digunakan sebagai tolokukur keberhasilan, karena selain

ketersediaan data, juga kesinambungan dan validitasnya dapat

dijaga dengan baik melalui sistem pelaporan yang baik. Pada

tahun 2012, indikator program Bina Gizi dan Kesehatan ibu

dan anak telah ditetapkan beserta target-targetnya (tabel 1).

Tabel 2.1 Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA

Tahun 2013

No. Sasaran

Strategis

Indikator Target

1 Meningkatkan

status

kesehatan dan

Gizi

Masyarakat

% ibu bersalin yang ditolong oleh

nakes terlatih (cakupan PN)

89%

% Cakupan kunjungan neonatal

pertama (KN1)

89%

Persentase Balita ditimbang berat

badannya (D/S)

80%

15

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

2. Indikator Penunjang Kinerja Program (Kegiatan)

a. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA

Indikator kegiatan Sekretariat Direktrorat Jenderal Bina Gizi dan KIA

meliputi; a) persentase satuan kerja yang menyelenggarakan

administrasi kepemerintahan sesuai dengan ketentuan; indikator

merupakan indikator komposit dari penyelenggaraan administrasi

sesuai dengan ketentuan yang meliputi penilaian penyelenggaraan

perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengaturan

sumberdaya dan pengelolaan keuangan; b) persentase sarana dan

prasarana kerja yang sesuai standar; indikator ini merupakan

indikator komposit dari penyelenggaraan sarana dan prasarana

sesuai standar yaitu sesuai jumlah, jenis, ukuran dan syarat teknis

lainnya; c) Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan

Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini.

Tabel 2.2 Indikator Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA

Sasaran Strategis Indikator Target

Meningkatnya dukungan manajemen

dan pelaksanaan tugas teknis lainnya

pada program bina gizi dan kesehatan

ibu dan anak. status kesehatan dan

Gizi Masyarakat

Persentase satuan kerja yang

menyelenggarakan adminstrasi

kepemerintahan sesuai ketentuan

95%

Persentase sarana dan prasarana kerja

yang sesuai standar

90%

Jumlah Puskesmas yang mendapatkan

Bantuan Operasional Kesehatan dan

menyelenggarakan Lokakarya Mini

untuk menunjang pencapaian SPM

Jumlah puskesmas yang mendapatkan

Bantuan Operasional Kesehatan dan

menyelenggarakan Lokakarya Mini

untuk menunjang pencapaian SPM

8.868

Puskemas

16

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

b. Direktorat Bina Gizi

Indikator kegiatan Direktorat Bina Gizi meliputi: a) Persentase balita

ditimbang berat badannya (D/S). Cakupan D/S ini menggambarkan

tingkat motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau

pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di

Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain menunjukkan

pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi yang kuat dengan

peningkatan cakupan pemberian vitamin A, Imunisasi dan penemuan

kasus kurang gizi di Posyandu.; b) Persentase balita gizi buruk yang

mendapat perawatan. Indikator ini menggambarkan respon terhadap

penanganan kasus gizi buruk dengan segera setelah kasus

diketemukan. Artinya bahwa setiap balita gizi buruk yang

diketemukan harus mendapat perawatan baik rawat jalan maupun

rawat inap.

Tabel 2.3 Indikator Bina Gizi Masyarakat

Sasaran Strategis Indikator Target

Meningkatnya kualitas

penanganan masalah gizi

masyarakat

Persentase (%) balita ditimbang

berat badannya (Jumlah balita ditim

bang/balita seluruhnya (D/S))

Persentase balita gizi buruk yang

mendapat perawatan

80%

100%

c. Direktorat Bina Kesehatan Ibu

Indikator kegiatan bina pelayanan kesehatan ibu meliputi: a)

Persentase Ibu Bersalin yang ditolong oleh Nakes Terlatih

(Cakupan Pn). Cakupan PN menggambarkan indikator

17

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan. Indikator PN menjadi

penting karena pada periode persalinan merupakan salah satu

periode yang berkontribusi terhadap resiko kematian ibu di

Indonesia dan merupakan bagian dari indikator kesepakatan

global (MDGs); b) Persentase Ibu Hamil mendapat Pelayanan

Antenatal Care (K4). Indikator ini memperlihatkan akses

pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat

kepatuhan klien dalam memeriksakan kehamilannya minimal

empat kali ke tenaga kesehatan; dan c) Persentase Fasilitas

Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai

standar. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan

Pemerintah dalam menyediakan pelayanan KB berkualitas

sesuai standar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.

Tabel 2.4 Indikator Bina Kesehatan Ibu

Sasaran Strategis Indikator Target

Meningkatnya kualitas

pelayanan kesehatan ibu

dan reproduksi

• Persentase (%) Ibu Bersalin yang

ditolong oleh Nakes Terlatih

(Cakupan Pn)

• Persentase (%) Ibu Hamil

mendapat Pelayanan Antenatal

Care (K4)

• Persentase (%) Fasilitas Pelayanan

Kesehatan yang memberikan

Pelayanan KB sesuai standar

89%

93%

90%

18

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

d. Direktorat Bina Kesehatan Anak

Indikator Bina Kesehatan Anak meliputi: a) Cakupan kunjungan

neonatal pertama (KN1). Indikator kunjungan neonatal Pertama

(KN1) adalah indikator yang menggambarkan upaya kesehatan

bayi baru lahir dan berkaitan erat dengan upaya penurunan risiko

kematian bayi dimana 48 jam pertama merupakan risiko yang

paling tinggi ; b) Cakupan pelayanan kesehatan bayi. Indikator ini

merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi

memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini

mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan

kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas

hidup bayi; c) Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita.

Indikator ini menggambarkan Pelayanan yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup

anak balita diantaranya adalah melakukan pemeriksaan

pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan

instrument SDIDTK, pembinaan pada posyandu, pembinaan

anak prasekolah (PAUD) dan konseling keluarga pada kelas ibu

balita tentang Buku KIA, pemberian ASI sampai 2 tahun,

makanan gizi seimbang, perawatan dan stimulasi tumbuh

kembang pada anak; d) Cakupan SD/MI melaksanakan

penjaringan siswa kelas I. Indikator ini menggambarkan bentuk

pelayanan kesehatan. Indikator ini menggambarkan tentang

pemantauan dan pelayanan kesehatan pada anak usia sekolah.

Pemantauan dan pelayanan kesehatan merupakan kegiatan

pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap siswa kelas 1

Sekolah Dasar atau yang sederajat untuk memilah siswa yang

19

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

mempunyai masalah kesehatan agar segera mendapatkan

penanganan sedini mungkin.

Tabel 2.5 Indikator Bina Kesehatan Anak

Sasaran Strategis Indikator Target

Meningkatnya kualitas

pelayanan kesehatan

anak

1) Cakupan kunjungan neonatal pertama

(KN1)

2) Cakupan pelayanan kesehatan bayi

3) Cakupan pelayanan kesehatan anak

Balita

4) Cakupan SD/MI melaksanakan

penjaringan siswa kelas I

89%

87%

83%

94%

e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer.

Indikator Bina Pelayanan kestradkom dan komplementer

meliputi: a) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelenggarakan

pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan

komplementer. Indikator ini merupakan refleksi dari

penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional di tingkat

Kabupaten/Kota melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas; b)

Jumlah RS yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan

alternatif dan kompelementer. Indikator ini menggambarkan

pelayanan kesehatan tradisional yang diselenggarakan di rumah

sakit pemerintah dalam memberikan pelayanan pengobatan

alternatif selain pengobatan konvensional.

20

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabl 2.6 Indikator Bina Pelayanan Kestradkom

Sasaran Strategis Indikator Target

Meningkatnya pembinaan,

pengawasan dan

pengembangan pelayanan

kesehatan tradisional

alternatif dan komplementer

1) Cakupan kabupaten/ kota yang

menyelenggarakan pembinaan

pelayanan kesehatan tradisional

alternatif dan komplementer.

2) Jumlah RS yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan tradisional yang

aman dan bermanfaat sebagai

pelayanan alternatif dan

kompelementer

40%

56 RS

f. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga

Indikator pelayanan kesehatan kerja dan olahraga meliputi: a)

Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Kerja

di Wilayah Industri. Indikator ini menggambarkan ukuran

pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh Puskesmas

di wilayah industri, untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi

pekerja-pekerja industri ; b) Jumlah Puskesmas yang

melaksanakan upaya kesehatan Olahraga. Indikator ini

menggambarkan pelayanan kesehatan olahraga di

Kabupaten/Kota dan Puskesmas.

21

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabel 2.7 Indikator Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga

Sasaran Strategis Indikator Target

Meningkatnya

Pembinaan Upaya

Kesehatan Kerja dan

Olahraga

Jumlah Puskesmas yang melaksanakan

upaya kesehatan Kerja di Wilayah

Industri

Jumlah Puskesmas yang melaksanakan

upaya kesehatan Olahraga

576 Pkm

240 Pkm

22

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. PENGUKURAN KINERJA

Dalam Permenpan 29 tahun 2010 disebutkan bahwa

pengukuran kinerja adalah pengukuran pencapaian target kinerja

yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang diperoleh

dengan membandingkan antara target kinerja dan realisasi.

Perbandingan antara target dengan realisasi disebut dengan

pencapaian, yang menunjukkan ukuran tingkat kinerja indikator. Data

realisasi diperoleh dari laporan direktorat teknis terkait berdasarkan

data laporan bulanan rutin Dinas Kesehatan

Propinsi/Kabupaten/Kota, sedangkan target kerja mengacu pada

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.

Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan pada tahun 2013,

capaian Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja

Kegiatan (IKK) dapat dilihat pada uraian capaian kegiatan berikut.

a. Capaian Indikator Kinerja Utama Program Bina Gizi dan KIA

Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak adalah persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga

kesehatan (PN), persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dan

Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S).

23

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Cakupan PN menggambarkan indikator pelayanan kesehatan

terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan, cakupan KN1 menggambarkan pelayanan kesehatan

pada neonatus (0-28 hari), dan Cakupan D/S menggambarkan

tingkat motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau

pertumbuhan dan perkembangan (penimbangan berat badan) serta

kesehatan balita di Posyandu. Hasil pelaksanaan kegiatan dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Program Bina Gizi

dan Kesehatan Ibu dan Anak

No. Sasaran Strategis

Indikator Target Realisasi Pencapaian

1 Meningkatkan status kesehatan dan Gizi Masyarakat

% ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN)

89% 90,88% 102,11%

% Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)

89% 92,33% 103,74%

Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)

80% 80,29% 100,01%

Sumber: laporan Akuntabilitas Direktorat 2013

Tabel diatas menjukkan bahwa ketiga indikator kinerja utama

tersebut dapat tercapai sesuai target yang ditetapkan. Rata-rata

pencapaian indikator kinerja diatas 100%, bahkan indikator KN1

menunjukkan peningkatan capaian sebesar 6,13% dibanding target

yang ditetapkan.

24

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

b. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan

Indikator kegiatan merupakan indikator yang menjadi tolok

ukur kinerja eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan

KIA, dalam melaksanakan bidangnya. Indikator Kinerja Kegiatan

dalam laporan ini, merupakan indikator penunjang indikator program.

Selama tahun 2013, capaian kinerja cukup bervariatif sebagai mana

termuat dalam tabel berikut.

Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja Setditjen Bina Gizi dan KIA

No Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Pencapaian

1 Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak. status kesehatan dan Gizi Masyarakat

1) Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan adminstrasi kepemerintahan sesuai ketentuan

95% 96,97% 102,07%

2) Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar

90% 90,01% 100,01%

2 Jumlah Puskesmas yang mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini untuk menunjang pencapaian SPM

Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini untuk menunjang pencapaian SPM

8.868 Puskemas

9.419 Puskesmas

106,21%

3 Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat

Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan

100% (44.000)

92,63% (40,755)

92,63%

4 Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi

1) Persentase (%) Ibu Hamil mendapat Pelayanan Antenatal Care (K4)

2) Persentase (%) Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai standar

93%

90% (58.500)

86,52%

95,1%

93,03%

105,67%

5 Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak

5) Cakupan pelayanan kesehatan bayi

6) Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita

7) Cakupan SD/MI melaksanakan penjaringan siswa kelas I

87%

83%

94%

87,77%

70,12%

73,91%

100,89%

84,48%

78,63%

6 Meningkatnya pembinaan, pengawasan dan pengembangan pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer

3) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer.

40%

44,6%

111,5%

25

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

4) Jumlah RS yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan alternatif dan kompelementer

56 RS

73RS

130,36%

7 Meningkatnya Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga

1) Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Kerja di Wilayah Industri

2) Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Olahraga

576

240

778

671

135,07%

279,58%

Sumber: laporan Akuntabilitas Direktorat 2013

Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari 13 indikator

kinerja kegiatan dalam Program Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak terdapat 4 (empat) indikator yang tidak dapat mencapai

target yaitu persentase balita gizi buruk yang mendapat

perawatan 92,63% (target 100%), persentase ibu hamil

mendapat pelayanan antenatal care (K4) sebesar 86,52%

(target 93%), cakupan pelayanan kesehatan anak balita

sebesar 70,12% (target 83%), dan cakupan SD/MI

melaksanakan penjaringan siswa kelas I sebesar 73,91%

(target 94%). Sementara capaian kinerja 10 indikator lainnya

bervariatif, dengan pencapaian berkisar antara 100,01%

hingga 279%.

c. Capaian Kinerja Keuangan

Capaian kinerja keuangan ini menggambarkan tingkat

penyerapan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan. Kinerja ini

meliputi capaian fisik dan keuangan. Berdasarkan laporan

keuangan diketahui bahwa realisasi keuangan lingkup kantor

Pusat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA rata-rata sebesar

88,09% dan realisasi fisik 93,19%. Tabel dibawah

menunjukkan adanya perbedaan capaian antara realisasi fisik

26

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

dan keuangan yang cukup besar, terdapat selisih 9,14% antara

realisasi fisik dan keuangan. Perbedaan realisasi ini

disebabkan karena anggaran kegiatan TP-ASI yang

dialokasikan melalui Satker Direktorat Kesehatan Kerja dan

Olahraga untuk Provinsi Banten tidak dapat terlaksana,

sehingga serapan anggaran hanya mencapai 55,63%.

Sementara kinerja keuangan Unit Pelaksana Teknis di Daerah

(UPT) rata-rata sangat baik dengan realisasi fisik sebesar

99,79% dan realiasi keuangan sebesar 92,21%.

Tabel 3.3 Capaian Kinerja Keuangan Kantor Pusat

No Unit Organisasi Capaian Fisik

(%)

Capaian

Keuangan (%)

1 Sekretariat Ditjen Bina GIKIA 67,27 71,46

2 Direktorat Bina Gizi 97,53 97,66

3 Direktorat Bina Kes Ibu 100 96,58

4 Direktorat Bina Kes Anak 97,87 91,64

5 Direktorat Bina Yankestradkom 99,99 92,37

6 Direktorat Bina Kesjor 96,5 55,63

rata-rata 93,19 88,09

Sumber: Laporan Keuangan dan PP39

27

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabel 3.4 Capaian Kinerja Keuangan Kantor Daerah (UPT)

No Unit Organisasi Capaian Fisik

(%)

Capaian

Keuangan (%)

1 Balai Kesehatan Olahraga

Masyarakat

100 83,19

2 Balai Kesehatan Tradisional

Mayarakat

99,59 95,42

3 Loka Kesehatan Tradisional

Masyarakat

99,79 95,14

rata-rata 99,79 92,21

Sumber: Laporan Keuangan dan PP39

B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA

1. Indikator Kinerja Utama

a) Persentase Ibu Bersalin yang Ditolong oleh Tenaga

Kesehatan Terlatih (cakupan Pn)

Pertolongan persalinan merupakan proses pelayanan

persalinan yang dimulai pada kala I sampai dengan kala IV

persalinan. Indikator Pn diukur dari jumlah persalinan yang ditolong

tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin

dalam setahun dikali 100%. Indikator ini memperlihatkan tingkat

kemampuan Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan

berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Hasil

pelaksanaan kegiatan dalam 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat

pada tabel berikut.

28

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabel 3.5 Capaian Indikator Pn antar tahun 2009-2013

Indikator Capaian Keterangan

2009 2010 2011 2012 2013

Persentase persalinan

yang ditolong tenaga

kesehatan terlatih

(Cakupan Pn)

84,4%

84,8%

86,38%

88,64%

90,88%

Target

tercapai

Sumber data: Laporan Kesehatan Ibu Tahun 2013

Tabel diatas terlihat bahwa cakupan pelayanan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan

bila dibandingkan antar tahun. Namun demikian kecenderungan

peningkatannya hanya berkisar antara 0,4% hingga 2,26%.

Peningkatan terendah (0,4%) terjadi antara tahun 2009 dan 2010

sedangkan tertinggi (2,26%) terjadi antara tahun 2011 dan 2012.

Walau demikian cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan setiap tahun telah memenuhi target Renstra Kementerian

Kesehatan (2010-2014).

Bila dibandingkan dengan target Renstra, maka capaian

indikator Pn selalu konsisten memenuhi harapan. Terutama tahun

2013, capaian cakupan Pn sebesar 90,88% telah melampaui target

yang ditetapkan (89%), bahkan telah melampaui target tahun 2014

sebesar 90%. Perbandingan capaian target Pn antar tahun dapat

dilihat pada grafik berikut.

29

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.1. Tren cakupan Pn tahun 2010-2013 dibandingkan target Renstra Kemenkes 2010-2014

Secara nasional target indikator Pn tersebut telah tercapai, namun

masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Disparitas antar

provinsi cukup besar, bekisar antara 33,3% (Prov. Papua) hingga

99,9% (Prov. Jawa Tengah). Secara rincian cakupan Pn menurut

provinsi dapat dilihat grafik berikut.

Grafik 3.2. Capaian cakupan Pn tahun 2013

Dari grafik diatas kita lihat bahwa, jika dibandingkan dengan

target Nasional maka provinsi dengan capaian rendah adalah;

Lampung, Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Sumatera Barat,

Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Maluku,

30

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

NTT, Papua Barat dan Papua. Terutama di provinsi Papua, perlu

ditelusuri lebih lanjut terkait rendahnya capaian Pn ini.

Dalam upaya peningkatan cakupan Pn tersebut, pada tahun

2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan berbagai

kegiatan, yaitu:

1) Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (RAN PP AKI)

Tahun 2013-2015, melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional.

2) Peningkatan cakupan Pn dan Kf melalui Kemitraan Bidan dan

Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran,

3) Penguatan Manajemen dan Jejaring Rujukan di tingkat

kabupaten/kota pada Pelayanan Persalinan di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan,

4) Peningkatan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor

kesehatan untuk peningkatan cakupan Pn dan Kf di Fasilitas

Kesehatan,

5) Peningkatan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat

dan Organisasi Profesi,

6) Fasilitasi, Advokasi, Supervisi dan bimbingan teknis bagi

pengelola program kesehatan ibu di daerah dengan cakupan Pn

dan Kf rendah.

Penyebab langsung (Direct Obstetric Death) Kematian ibu

antaralain adalah komplikasi obstetri

pada masa hamil, bersalin dan nifas,

atau kematian yang disebabkan oleh

suatu tindakan, atau berbagai hal

yang terjadi akibat tindakan yang

dilakukan selama hamil, bersalin

atau nifas terkait erat dengan faktor

penolong persalinan dan

tempat/fasilitas persalinan. Gambar 3.1 Salah satu Poskesdes di

Kab Gorontalo

31

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan

terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu karena

akan mendapatkan pelayanan dengan sarana yang memadai, oleh

tenaga kesehatan yang terlatih, serta penanganan

kegawatdaruratan yang komprehensif. Berdasarkan SDKI 2012,

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih sudah

memperlihatkan tren peningkatan dari tahun sebelumnya, namun

kualitas pelayanan dan kompetensi tenaga kesehatan belum

sepenuhnya sesuai standar pelayanan.

Oleh karena itu, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah

seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan

diupayakan dilakukan di fasilitas kesehatan. Hal ini sejalan dengan

kebijakan JKN dalam mempersiapkan penyelenggaraannya. Dalam

mempersiapkan penyelenggaraan JKN yang terhitung tanggal 1

Januari 2014, rencana DAK Bidang Kesehatan difokuskan untuk

kesiapan fasilitas kesehatan

dalam mempersiapkan

pelayanan. Untuk

mendukung

penyelenggaraan pelayanan

kesehatan ibu bersalin, pada

tahun 2013 Kementerian

Kesehatan memfasilitasi

penyediaan Bidan Kit

sebesar 1.377 unit, tenaga

penolong persalinan yang berkompeten sebanyak 104.178 bidan

desa di Indonesia dan 56.561 diantaranya tinggal di desa. Bidan

yang tinggal di desa memberi kontribusi positif dalam penurunan

kematian ibu.

Salah satu upaya penting dalam program kesehatan ibu di

Indonesia adalah Program Perencanaan Persalinan dan

Gambar 3.2 Pelaksanaan P4K di Provinsi NTT

32

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Pencegahan Komplikasi (P4K) yang menitikberatkan fokus totalitas

pemantauan yang menjadi salahsatu upaya deteksi dini,

menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan

akses dan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru

lahir dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan

kegawatdaruratan obstetri dan neonatal komprehensif di Rumah

Sakit (PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu

unsur dari Desa Siaga. Sampai dengan tahun 2013, tercatat 61.731

desa (80%) telah melaksanakan P4K.

Berdasarkan data SDKI 2012, persalinan di rumah dan

lainnya sebesar 36%. Hal tersebut disebabkan masih adanya

masyarakat yang masih percaya kepada dukun untuk menolong

persalinannya. Selain itu,

pada daerah dengan kondisi

geografis sulit, akses ke

fasilitas pelayanan kesehatan

secara cepat juga menjadi

sebuah kendala yang dialami

masyarakat. Di daerah-

daerah tersebut, kebijakan

Kementerian

Kesehatan adalah dengan melanjutkan pengembangan program

Kemitraan Bidan dan

Dukun serta Rumah

Tunggu Kelahiran. Dukun

tetap diupayakan bermitra

dengan bidan dalam hal

pengaturan hak dan

kewajiban sehingga

terdapat kejelasan peran

Gambar 3.3 Kemitraan Bidan dan Dukun

Gambar 3.4 Salah satu Rumah Tunggu Kelahiran di Provinsi Jambi

33

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

dan tugas masing-masing pihak. Hingga tahun 2012 persentase

kemitraan bidan dan dukun telah mencapai sebesar 73,2% lebih

tinggi dibanding tahun 2011 sebesar 68,6%.

Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat bidan atau

memang memiliki kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari

taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas

kesehatan, yaitu dapat tinggal di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah

Tunggu Kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus

maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas

kesehatan.

Fokus pengembangan Rumah Tunggu Kelahiran adalah

pada daerah DTPK. Sampai tahun 2011, tercatat 6 unit (12%)

Rumah Tunggu Kelahiran di wilayah Puskesmas DTPK dan

meningkat pada tahun 2013 sebanyak 597 unit.

Jaminan Persalinan. Kementerian Kesehatan sejak tahun

2011 sampai dengan tahun 2013 telah mengupayakan program

Jaminan Persalinan (Jampersal) yang merupakan jaminan paket

pembiayaan sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,

hingga pelayanan nifas termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB

pasca persalinan. Penyediaan Jampersal mempunyai peran yang

cukup signifikan dalam meningkatkan cakupan Pn di seluruh wilayah

Indonesia dalam upaya mengatasi hambatan akses pada faktor

finansial. Pada tahun 2014, pengelolaan Jampersal dan Jamkesmas

direncanakan akan bertransformasi ke dalam Sistem Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN).

Keberhasilan pencapaian target indikator Pn merupakan hasil

dari kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan

oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk

sektor swasta.

Sesuai dengan dokumen penetapan kinerja, bahwa anggaran

yang disediakan untuk meningkatkan cakupan Pn ini sebesar Rp.

34

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

11.539.380.000, dan terealisasi sebesar 91,64%. Ketersediaan

anggaran ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan sesuai target,

namun dalam pelaksanaan terdapat kendala-kendala baik teknis

maupun non teknis.

Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan:

1) Faktor pendukung keberhasilan:

a) Meningkatnya komitmen dan dukungan dari pemerintah

daerah setempat dalam mendukung program peningkatan Pn

dan Pn di fasilitas kesehatan.

b) Adanya program Jamkesmas dan Jampersal, Kemitraan

Bidan dan Dukun, serta Rumah Tunggu Kelahiran.

c) Meningkatnya peran serta dan kesadaran masyarakat untuk

melakukan persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas

kesehatan.

d) Menguatnya motivasi dan komitmen tenaga kesehatan

setempat dalam menjalankan program.

e) Meningkatnya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh

agama, organisasi kemasyarakatan lainnya.

2) Faktor penghambat keberhasilan:

a) Belum semua bidan desa tinggal di desa

b) Belum semua dukun bermitra dengan bidan

c) Walaupun persalinan ditolong tenaga kesehatan sudah tinggi,

namun masih ada persalinan yang dilakukan di rumah

d) Belum semua Puskesmas dan Poskesdes memiliki sarana,

prasarana, dan peralatan yang memadai untuk menolong

persalinan

e) Masih ada kepercayaan sebagian masyarakat yang lebih

memilih persalinan ditolong non tenaga kesehatan dan

dilakukan di rumah.

f) Koordinasi dan integrasi lintas program masih kurang optimal

35

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

g) Masih kurangnya pemahaman petugas kesehatan dalam

menentukan sasaran ibu bersalin dan nifas serta dalam

merencanakan kunjungannya

h) Sistem pencatatan dan pelaporan belum sesuai yang

diharapkan (ada yang tidak tercatat atau ada keterlambatan

pengiriman laporan)

i) Puskemas yang telah dilatih PONED belum sepenuhnya

berfungsi secara optimal, disebabkan mobilitas SDM/provider

tinggi, peralatan tidak memadai dan lokasi tidak strategis

j) Belum semua kabupaten/kota mempunyai RS mampu

PONEK

k) RS mampu PONEK belum sepenuhnya berfungsi secara

optimal disebabkan keterbatasan SDM dan sarana prasarana

l) Masih kurangnya tenaga kesehatan (bidan) untuk

melaksanakan kunjungan nifas ke rumah, apabila pasien

tidak datang ke fasyankes.

m) Belum optimalnya pencatatan dan pelaporan data KIA.

3) Alternatif pemecahan masalah:

a) Advokasi ke pemerintah daerah terkait ketersediaan dan

distribusi tenaga kesehatan yang merata serta penyediaan

alokasi APBD yang memadai untuk kegiatan kesehatan ibu.

b) Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam program

kesehatan ibu, baik di Puskesmas maupun di desa

c) Melaksanakan bimbingan teknis untuk:

• Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui P4K

dalam Desa Siaga

• Memfokuskan pemanfaatan Bantuan Operasional

Kesehatan untuk kegiatan-kegiatan prioritas, termasuk

kesehatan ibu

• Memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan

36

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

• Meningkatkan koordinasi dan integrasi LP/LS untuk

mendukung kegiatan KIA

• Memperluas jejaring untuk mendukung pelaksanaan

kegiatan KIA

• Memperkuat manajemen dan jejaring pelayanan

persalinan di fasilitas kesehatan

b) Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)

Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang disebut

dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya

kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada

periode neonatal yaitu 48 jam setelah lahir yang meliputi kunjungan

menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda

(MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif,

pemberian Vitamin K1 injeksi dan Hepatitis B injeksi.

Tabel 3.6 Capaian Indikator KN1 antar tahun 2009-2013

Indikator Capaian Keterangan

2009 2010 2011 2012 2013

Persentase cakupan

kunjungan neonatal

pertama (KN1)

80,6%

84,01%

90,51%

92,31%

92,33%

Target

tercapai

Sumber data: Laporan Kesehatan Anak Tahun 2013

Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan KN1

dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan

menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan

cakupan berkisar antara 1,8% hingga 6,5%. Kenaikan tertinggi

terjadi antara tahun 2010-2011 (3,41%) dan terendah antara

tahun 2011-2012 (1,8%). Walau secara keseluruhan masih

memenuhi target, tetapi terjadi penurun rentang cakupan antara

37

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

tahun 2011-2012 dibanding tahun sebelumnya (2010-2011) dan

semakin melambat pada tahun 2013, hendaknya menjadi perhatian

serius untuk mencari faktor penyebabnya.

Bila dibandingkan dengan target Renstra, dalam 5 (lima)

tahun terakhir maka cakupan KN1 menunjukkan peningkatan yang

positif. Pada tahun 2009 indikator KN1 tidak memenuhi target (-1,4%

dibawah target), namun sejak tahun 2010 hingga tahun 2013,

cakupan indikator KN1 mengalami perbaikan hingga mencapai

4,51% (2011), 4,31% (2012) lebih tinggi dibanding target Renstra

tahun yang sama namun pada tahun 2013 walau menuhi target

renstra namun ada kecenderungan menurun sampai 3,33% diatas

target. Bila kondisi ini dapat segera diperbaiki dan atau

dipertahankan maka diperkirakan capaian kinerja Indikator KN1

pada tahun 2014 akan tercapai dengan baik (on track). Lebih jelas

dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 3.3 Tren Capaian Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun 2009 - 2013

Secara nasional, capaian KN1 telah terpenuhi. Namun

masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi berkisar antara

39,05%% hingga 99,69%. Secara nasional cakupan KN1 sebesar

92,33%. Bila dibandingkan dengan terget nasional terdapat 12

provinsi yang telah memenuhi target yaitu; DIY, DKI Jakarta,

Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah,

38

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Gambar 3.5 Konseling ASI pada saat Kunjungan Noenatal

Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, NTB, Gorontalo, Jawa Barat,

dan Lampung. Sedangkan tiga Provinsi dengan capaian terendah

adalah Papua, Papua Barat dan NTT.

Grafik 3.4 Cakupan KN1 menurut Provinsi Tahun 2013

Faktor yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian

target KN1 antara lain masalah

jumlah, distribusi dan kualitas SDM

kesehatan yang belum merata, serta

belum semua nakes memberi

pelayanan Kunjungan Neonatal sesuai

standar. Hal ini diperberat oleh

masalah akses geografis dan juga

ketersediaan logistik, masih banyak

persalinan yang meski ditolong oleh

nakes tetapi tetap dilakukan di rumah,

masalah koordinasi dan integrasi lintas program yang belum

optimal, masih lemahnya pemberdayaan keluarga/masyarakat

39

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

terhadap penggunaan buku KIA. Sistem pencatatan dan pelaporan

yang belum sesuai dengan yang diharapkan, misalnya penolong

persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat dengan

benar pelayanan yang telah diberikan.

Beberapa upaya terkait dengan pencapaian indikator ini, diantaranya

adalah :

1) Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan (dokter, bidan dan

perawat) melalui pelatihan Manajemen Asfiksia, pelatihan

Manajemen BBLR, Peningkatan Kemampuan Dokter Umum

dalam Penanganan Neonatal, Bayi dan Balita )

2) Kegiatan pendampingan oleh Kementerian Kesehatan dan

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam peningkatan kualitas

dan jangkauan pelayanan kesehatan anak di daerah perbatasan

telah dilakukan pada pertengahan tahun 2013 dan akan

dilanjutkan dalam 6 bulan kegiatan. Pada tahun 2013 kegiatan

pendampingan Kementerian Kesehatan dan IDAI dipusatkan di

RSUD Kabupaten Nunukan. Penyusunan SOP di tingkat RS.

Nunukan di kabupaten dan penyediaan sarana dan alat

kesehatan yang menyesuaikan dengan kebutuhan lokal

dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan anak di Kabupaten Nunukan.

Gambar 3.6 Fasilitasi Peningkatan Pelayanan BBLR dan Bayi di

Puskesmas dan RS di Kab. Lampung Tengah

Gambar 3.7 Peningkatan Kapasitas dokter Umum dalam Tatalaksana Bayi

dan Balita Sakit di Jakarta

40

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

3) Distribusi pedoman terkait pelayanan kesehatan neonatal

esensial dan pengembangan materi KIE hingga ke tingkat

puskesmas dan jajarannya.

4) Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor melalui

pertemuan Pokja MDG, Konsorsium Perguruan Tinggi

5) Mendorong distribusi tenaga kesehatan (bidan, perawat)

secara adil hingga ke pedesaan; distribusi dokter umum di

seluruh puskesmas dan dokter spesialis ke seluruh kab/kota .

Upaya yang harus dilakukan agar cakupan kunjungan

neonatal pertama meningkat, terutama dalam hal kualitas pelayanan

yaitu peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap

Gambar 3.8 Pengembangan Materi KIE Perawatan Bayi Baru Lahir dan Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir di

Puskesmas Wilayah Kabupaten Jayawijaya

41

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

standar/pedoman melalui pendampingan, pemanfaatan Jampersal,

penguatan pemanfaatan register kohort bayi untuk pemantauan

sasaran neonatus, serta distribusi tenaga bidan yang berkompeten

hingga ke tingkat desa. Khusus untuk Jampersal, mulai 1 Januari

2014, Jampersal akan terintegrasi kedalam Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN). Hal ini berarti, coverage dari Jampersal hanya akan

tertuju ibu yang berasal dari keluarga tidak mampu dan ibu yang

bukan berasal dari keluarga tidak mampu tetapi menjadi peserta

JKN, sementara Ibu yang bukan berasal dari keluarga tidak mampu

dan bukan peserta JKN tidak akan cover. Hal ini kemungkinan akan

berimbas pada capaian kunjungan neonatus (KN) dikemudian hari.

c) Persentase Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S)

Cakupan D/S menggambarkan tingkat

motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau

pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di

Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain

menunjukkan pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi

yang kuat dengan peningkatan cakupan pemberian vitamin A,

Imunisasi dan penemuan kasus kurang gizi di Posyandu. Hasil

pelaksanaan selama tahun 2013 dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 3.7 Capaian Indikator D/S antar tahun 2009-2013

Indikator Capaian Keterangan

2009 2010 2011 2012 2013

Persentase Balita

ditimbang Berat Badanya

(D/S)

63,9%

67,9%

71,4%

75,1%

80,2%

Target

tercapai

Sumber data: Laporan Gizi Tahun 2013

42

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan D/S

dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan

menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan

cakupan berkisar antara 3,5% hingga 5,1%. Kenaikan tertinggi

terjadi antara tahun 2012-2013 (5,1%) dan terendah terjadi

antara tahun 2010-2011 (3,5%). Walau secara keseluruhan masih

memenuhi target, tetapi terjadi penurun rentang cakupan antara

tahun 2010-2012 dan selanjutnya melambat bila dibanding terget.

Tabel dibawah Bila dibandingkan dengan target Renstra,

dalam 5 (lima) tahun terakhir maka cakupan D/S dapat tercapai.

Rentang capaian terhadap renstra berkisar antara 0,1% hingga

3,5%. Pada tahun 2009 indikator D/S ini 3,5% lebih tinggi dari target

(60%), namun sejak tahun 2010 cenderung melambat. Pada tahun

2010 hingga tahun 2012 terlihat mulai melambat dengan selisih

capaian 2,9% (2010) dan menurun hingga 0,1% di tahun 2011. Bila

kondisi ini tidak disikapi secara serius dengan menunjukkan kinerja

program yang lebih baik, maka dikawatirkan pada tahun 2014 tidak

dapat mencapai target yang ditetapkan.

Grafik 3.5 Tren Cakupan D/S dibanding Target Renstra 2009-2014

43

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Walaupun secara nasional cakupan D/S ini mencapai target,

namun masih terdapat disparitas capaian antar provinsi. Rentang

capaian antar provinsi berkisar antara 37,89% (Papua) hingga

89,43% (Jawa Tengah). Terdapat 16 provinsi yang cakupannya

masih di bawah target dan rata-rata nasional. Trend cakupan D/S

tahun 2009-1013 dan cakupan D/S menurut provinsi dapat dilihat di

bawah ini.

Grafik 3.6 Capaian D/S menurut Provinsi Tahun 2013

Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui

penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu

Menuju Sehat (KMS) berfungsi sebagai instrumen penilaian

pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan

masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Memiliki

2 (dua) fungsi yaitu 1) sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan

kesehatan masyarakat, 2) sebagai sarana deteksi dini dan intervensi

gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan

kesehatan anak seperti imunisasi, pemberian kapsul vitamin A,

pencegahan diare, dan sebagainya untuk peningkatan kesehatan

anak.

44

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita (D/S)

menjadi sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi

buruk. Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita

dapat dipantau secara intensif. Sehingga bila berat badan anak tidak

naik ataupun jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan

upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang

atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka penanganan kasus

gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang

cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan

mengurangi risiko kematian, sehingga angka kematian akibat gizi

buruk dapat ditekan.

Gambar 3.9 Aktifitas Penimbangan di Posyandu Kelurahan Cipedak,

Jakarta Selatan

Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Faktor Pendukung

Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita ditimbang

berat badannya (D/S) dapat sedikit diatas target yang

ditetapkan, yaitu 80,15% dipengaruhi antara lain oleh faktor-

faktor pendukung berikut:

45

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

1) Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah

setempat.

2) Adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan

kesehatan balita di lingkungannya.

3) Tingginya motivasi dari tenaga kesehatan setempat dalam

menjalankan program.

4) Adanya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan

organisasi kemasyarakatan lainnya.

5) Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu dengan

dilandasi Permendagri nomor 19 Tahun 2011 tentang

Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di

Posyandu.

6) Adanya Surat Edaran Menteri Kesehatan nomor

GK/Menkes/333/IX/2012 tanggal 21 September 2012

perihal Penyelenggaraan Bulan Penimbangan di seluruh

Indonesia pada setiap Bulan November setiap tahun

sebagai upaya berdaya ungkit meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam penimbangan.

7) Tersedianya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)

yang menjadi daya ungkit peningkatan kinerja puskesmas

termasuk dalam pembinaan posyandu yang berdampak

pada peningkatan D/S.

b. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator

Belum tercapainya target D/S di beberapa provinsi dari

target nasional dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

1) Permasalahan geografis seperti di Kabupaten Indramayu,

terdapat jarak rumah penduduk ke Posyandu sekitar 2 km

yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk wilayah

46

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Papua di kabupaten Wamena penduduk harus berjalan kaki

2-3 jam untuk mencapai Posyandu.

2) Kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan,

dimana Posyandu hanya didukung oleh tenaga kesehatan

dari Puskesmas setempat.

3) Kualitas dan kuantitas dari kader masih kurang.

4) Terbatasnya dana operasional, sarana dan prasarana di

Posyandu.

5) Kurangnya kemampuan tenaga dalam pemantauan

pertumbuhan dan konseling.

6) Tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan

manfaat Posyandu masih rendah.

c. Alternatif Pemecahan Masalah

Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlunya

dirumuskan alternative pemecahan masalah, diantaranya

adalah:

1) Mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan Surat

Edaran Menteri Kesehatan Nomor GK/Menkes/333/IX/2012

tanggal 21 September 2012 perihal Penyelenggaraan Bulan

Penimbangan di seluruh Indonesia pada setiap Bulan

November setiap tahun sebagai upaya berdaya ungkit

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penimbangan.

2) Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan

terkait

3) Pelatihan fasilitator dan pemantauan pertumbuhan kepada

seluruh tenaga kesehatan di Indonesia. Hingga akhir

Desember 2013 telah dilatih sebanyak 1.749 pengguna

akhir (end user) dan 193 fasilitator.

47

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

4) Melakukan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan baik

di puskesmas maupun di posyandu.

5) Pelatihan ulang kader posyandu (refreshing kader).

6) Peningkatan pemberdayaan masyarakat terutama di

posyandu.

7) Penyediaan dana melalui Bantuan Operasional Kesehatan

(BOK) dengan perencanaan yang sesuai dengan besaran

masalah di Puskesmas.

8) Di samping upaya tersebut di atas, telah diinventarisasi

berbagai upaya terobosan atau kegiatan dalam rangka

peningkatan D/S antara lain :

a) Arisan posyandu yaitu kegiatan yang dilaksanakan

pada hari buka posyandu dengan melibatkan keluarga

yang memiliki balita sehingga membuat para peserta

arisan merasakan keterikatan untuk datang ke

posyandu.

b) Demo memasak atau demo kecantikan yaitu kegiatan

yang dilakukan pada hari buka posyandu dengan

memanfaatkan keterampilan yang dimiliki masyarakat

atau dapat juga bekerjasama dengan pihak lain di

wilayah posyandu sehingga pada saat demo, ibu dan

atau keluarga balita mau datang ke posyandu.

c) Warung posyandu yaitu kegiatan seperti “bazar” yang

dilakukan pada hari buka posyandu, dimana peserta

bazar adalah ibu-ibu balita atau kader yang menjual

aneka kebutuhan termasuk kerajinan tangan dan

masakan bergizi yang diolah sendiri.

d) Odong-odong, kuda-kudaan, jungkat-jungkit, ayunan

yaitu bentuk permainan yang dimiliki dan dikelola oleh

posyandu atau jenis permainan lain yang biasa

terdapat di daerah setempat. Permainan tersebut

48

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

digunakan untuk menarik balita datang ke posyandu,

sambil menunggu giliran ditimbang. Permainan tersebut

dioperasikan oleh ibu balita, kader, dan sukarelawan

lainnya.

e) Pertunjukan boneka atau pertunjukan lain yang sudah

dikenal di masyarakat setempat. Bentuk boneka

merupakan kreativitas masyarakat setempat. Pesan-

pesan yang disampaikan meliputi kesehatan balita, ibu

hamil, ibu menyusui, dan lain-lain

f) Memberikan penghargaan atau hadiah sederhana

kepada ibu/keluarga balita yang rutin menimbang

balitanya yang dibuktikan dengan buku KIA atau KMS.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi

ibu/keluarga agar membawa balitanya ditimbang

secara rutin di posyandu.

g) Mengintegrasikan kegiatan posyandu dengan kegiatan

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

2. Indikator Kinerja Kegiatan

a) Persentase Balita Gizi Buruk yang mendapat

Perawatan

Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat

berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi

buruk dan atau berat badan sangat rendah tidak sesuai

dengan tingginya. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan

penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan

jantung, tuberculosis (TB) dan HIV/AIDS sehingga bila tidak

dirawat sesuai standar akan memiliki risiko kematian sangat

tinggi.

49

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Perawatan gizi buruk

dilaksanakan melalui

prosedur rawat inap dan

rawat jalan. Bagi anak-anak

gizi buruk yang disertai

komplikasi penyakit dapat

dirawat di puskesmas,

rumah Sakit, dan Therapeutic Feeding Centre (TFC),

sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat

dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui

pembinaan petugas kesehatan dan kader.

Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita gizi

buruk yang mendapat perawatan dimana semua balita gizi

buruk dengan indikasi medis maupun tanpa indikasi medis

yang terdeteksi telah dirawat, baik itu rawat inap di TFC,

puskesmas perawatan dan di rumah sakit maupun rawat jalan

di puskesmas non perawatan dan rumah sakit setiap tahunnya

selalu mencapai target 100%. Hanya saja untuk tahun 2013,

penemuan kasus gizi buruk secara absolut masih dibawah

target (44.000 kasus) yaitu sebesar 40.549 (92,2%) kasus

yang ditemukan. Trend kasus gizi buruk yang ditemukan dan

dirawat dibanding target Renstra dapat dilihat dalam gambar di

bawah ini:

Saat Masuk

BB = 6.7 kg ; PB = 78 cm

Saat Akan Pulang

BB = 10 kg ; PB = 78 cm

Lama Perawatan Selama 28 hari

M.KHAIRUL

( 2 TAHUN 7 BULAN )

50

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.7 Tren Jumlah Kasus Gizi Buruk yg Mendapat Perawatan

Gambar 3.10 Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk

Kasus Gizi Buruk

( 4 TAHUN 9 BULAN )

Saat Datang

BB = 11 kg ; TB = 98,3 cm

TB PARU Saat Akan Pulang

BB = 12.7 kg ; TB = 98,3 cm

Lama Perawatan Selama 16 hari

51

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Gambar 3.11 Ruangan di dalam TFC (Terauphetic Feeding Centre)

Ruang Perawatan

a. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator

Pada implementasinya masih ditemukan beberapa

kendala dalam pencapaian indikator ini antara lain:

1) Pengetahuan, keterampilan dan kesanggupan beberapa

tenaga masih kurang dalam tata laksana gizi buruk.

2) Mobilisasi tenaga kesehatan yang sangat cepat.

3) Data yang ada baru sebatas jumlah balita yg ditangani

namun belum dilakukan pemantauan pasca perawatan.

4) Pelaksanaan surveilans dan pelacakan kasus gizi buruk

yang belum optimal.

b. Alternatif Pemecahan Masalah

1) Melaksanakan pelatihan Tata Laksana Anak Gizi Buruk

bagi petugas kesehatan dari Puskesmas dan Rumah

Sakit. Sejak tahun 2004 sampai dengan Desember 2013

telah dilatih sebanyak 6.775 petugas kesehatan (dokter,

perawat/ bidan, dan ahli gizi) dengan jumlah fasilitator

sebanyak 128 orang. Sementara itu puskesmas dengan

52

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

tempat perawatan (DTP) yang sudah dilatih sebanyak

1.576 (59%) dari total 3.152 puskesmas DTP yang ada,

514 (12%) puskesmas non perawatan dari total 6.358

puskesmas, dan sebanyak 397 RSUD (67%) telah dilatih

tatalaksana gizi buruk dari total 685 RSUD yang ada di

Indonesia.

2) Mendirikan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan

Community Feeding Centre (CFC) atau Pos Pemulihan

Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) dengan dukungan

pemerintah daerah setempat. Sampai dengan Desember

2013 telah didirikan 184 TFC di 28 provinsi dan 136 CFC

di 10 kabupaten/kota di 4 (empat) provinsi, yaitu Jawa

Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi

Tenggara.

3) Telah ditetapkan spesifikasi teknis mineral mix untuk

perawatan gizi buruk.

4) Menyediakan materi-materi penunjang berupa buku-buku

pedoman, brosur-brosur maupun leaflet-leaflet

5) Melakukan pelacakan balita gizi buruk

6) Memperbaiki sistem rujukan dan pascarujukan sehingga

mengurangi risiko jatuh kembali balita ke dalam status

gizi buruk

7) Bekerjasama dalam melakukan rujukan dan perawatan

gizi buruk dengan lintas sektor

8) Melaksanakan penanganan gizi buruk dimulai dari

tingkat masyarakat (posyandu)

9) Meningkatkan surveilans gizi dengan memanfaatkan

SMS gateway

53

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

b) Persentase Ibu Hamil Mendapat Pelayanan Antenatal

(Cakupan K4)

Indikator K4 ini memperlihatkan akses pelayanan

kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan klien

dalam memeriksakan kehamilannya minimal empat kali ke

tenaga kesehatan.

Tabel 3.8 Capaian Indikator K4 antar tahun 2009-2013

Indikator Capaian Keterangan

2009 2010 2011 2012 2013

Persentase Ibu hamil

mendapatkan antenatal

(K4)

85,5%

85,6%

88,17%

90,18%

86,52%

Target tidak

tercapai

Sumber data: Laporan Kesehatan Ibu Tahun 2013

Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan

K4 dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan

menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan

cakupan berkisar antara 0,1% hingga 2,67%. Kenaikan

tertinggi terjadi antara tahun 2010-2011 (2,67%) dan terjadi

penurunan pada tahun 2012-2013 (-3,66%). Pada tahun

2013, indikator K4 tidak dapat memenuhi target, ini merupakan

tahun pertama dalam kurun waktu 5 (lima) tahun bahwa K4

tidak dapat mencapai target.

Grafik dibawah Bila dibandingkan dengan target

Renstra, dalam 4 (empat) tahun terakhir maka cakupan K4

cenderung memperlihatkan penurunan. Rentang capaian

terhadap renstra berkisar antara 0,18% hingga 1,6% pada

tahun 2010 hingga 2012. Pada tahun 2013 indikator K4 ini -

6,48% lebih rendah dari target (93%), kecenderungan

menurun terlihat sejak tahun 2011 dan pada tahun 2013 tidak

tercapai. Bila kondisi ini tidak disikapi secara serius dengan

54

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

menunjukkan kinerja program yang lebih baik, maka indikator

ini tidak akan mengalami perbaikan dan dikawatirkan pada

tahun 2014 tidak dapat mencapai target yang ditetapkan.

Grafik 3.8 Tren Cakupan K4 dibanding Target Renstra tahun 2010-

2014

Secara nasional pada tahun 2013 target K4 belum

terpenuhi, hal ini disebabkan salah satunya adalah tingginya

disparistas cakupan antar provinsi cukup tinggi. Cakupan K4

terendah di Provinsi Papua (22,3%) dan tertinggi di Jawa

Tengah (99,8%). Terdapat 23 provinsi yang pencapaiannya di

bawah target nasional, yaitu Malut, Bengkulu, NTB, Jambi,

Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Sumatera

Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, DIY,

Lampung, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan

Timur, Maluku, Kalimantan Selatan, Papua Barat, NTT dan

Papua.

55

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.9 Capaian persentase cakupan K4 menurut Provinsi tahun

2013

Dalam upaya peningkatan cakupan K4 tersebut, pada

tahun 2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan

berbagai kegiatan, yaitu:

1) Penguatan Pelayanan ANC Terpadu pada Provinsi

dengan Kematian Ibu Tinggi

2) Evaluasi pelaksanaan PPIA di provinsi dengan kasus HIV

tinggi

3) Pengembangan Kelas Ibu Hamil yang difokuskan bagi

provinsi dengan cakupan K4 rendah

4) Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor

dalam peningkatan pelayanan antenatal terpadu dan

penyelenggaraan Kelas Ibu

5) Peningkatan kerjasama dengan organisasi profesi dan

lembaga swadaya masyarakat

6) Fasilitasi, advokasi, supervisi dan bimbingan teknis ke

daerah tentang peningkatan cakupan dan kualitas

pelayanan

antenatal

Kegiatan tersebut

bertujuan untuk mendekatkan

akses pelayanan kesehatan

56

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

yang berkualitas kepada masyarakat hingga ke pelosok desa,

termasuk untuk meningkatkan cakupan K4. Dari segi sarana

dan fasilitas pelayanan kesehatan, hingga Juli 2013, tercatat

9.422 Puskesmas di seluruh Indonesia. Dengan demikian, saat

ini setiap Puskesmas rata-rata melayani sekitar 26.000

penduduk. Hal tersebut masih berada dalam rasio ideal

Puskesmas, yaitu 1 : 30.000 penduduk. Demikian pula dengan

UKBM seperti Poskesdes dan Posyandu. Hingga Desember

2011 tercatat terdapat 53.152 Poskesdes dan 268.439

Posyandu di seluruh Tanah Air.

Pada aspek ketenagaan, dari data tahun 2011, tercatat

jumlah dokter umum sebanyak 32.492 orang dan jumlah bidan

sebanyak 124.164 orang. Dengan demikian, saat ini 1 orang

dokter melayani sekitar 7.500 penduduk, masih di bawah rasio

ideal 1:2.500. Sedangkan untuk tenaga bidan, saat ini 1 orang

bidan melayani sekitar 2.000 penduduk. Walaupun dari segi

jumlah terlihat sudah

cukup ideal, namun

ketenagaan bidan masih

mengalami permasalahan

dari sisi distribusi.

Kebijakan Kementerian

Kesehatan adalah

menempatkan satu

orang bidan di setiap

desa. Sampai tahun

2011, hanya 7 dari 10 bidan di desa yang betul-betul tinggal di

desa tempat tugasnya. Sedangkan sisanya saat ini belum

dapat sepenuhnya tinggal di desa tempat tugasnya karena

adanya kendala teknis di lapangan, seperti kendala geografis,

Gambar 3.12 Pelaksanaan Kelas Ibu hamil yang merupakan sarana peningkatan pengetahuan

pada Ibu Hamil

57

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

alasan keamanan, atau belum adanya tempat tinggal di desa

tersebut bagi bidan yang bersangkutan.

Upaya meningkatkan cakupan K4 juga makin diperkuat

dengan telah dikembangkannya Kelas Ibu Hamil. Sampai saat

ini telah terdapat 5.115 Puskesmas yang memfasilitasi dan

melaksanakan Kelas Ibu Hamil di wilayah kerjanya. Kelas Ibu

Hamil akan meningkatkan demand creation di kalangan ibu

hamil dan keluarganya, dengan meningkatkan pengetahuan,

sikap, dan perilaku ibu hamil dan keluarganya dalam

memperoleh pelayanan kesehatan ibu secara paripurna.

Adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak

tahun 2010 dan diluncurkannya Jaminan Persalinan

(Jampersal) sejak tahun 2011 juga semakin bersinergi dalam

berkontribusi meningkatkan cakupan K4. BOK dapat

dimanfaatkan untuk kegiatan luar gedung, seperti pendataan,

pelayanan di Posyandu, kunjungan rumah, sweeping kasus

drop out, serta kemitraan bidan dan dukun. Sementara itu

Jampersal mendukung paket pelayanan antenatal, termasuk

yang dilakukan pada saat kunjungan rumah atau sweeping.

Semakin kuatnya kerja sama dan sinergi berbagai

program yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,

dan masyarakat termasuk sektor swasta mendorong

tercapainya target cakupan K4.

1) Faktor yang mendukung keberhasilan:

a) Adanya orientasi antenatal terpadu bagi petugas

kesehatan yang terorientasi untuk pelayanan

antenatal terpadu di Puskesmas

b) Adanya peningkatan kapasitas pengelolaan kelas ibu

hamil

c) Adanya pedoman pelayanan antenatal terpadu

58

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

d) Adanya pedoman, modul pelatihan dan paket Kelas

ibu hamil yang memungkinkan terselenggaranya kelas

ibu hamil di desa-desa dalam upaya meningkatkan

pengetahuan ibu, suami, keluarga, dan masyarakat

tentang kehamilan, persalinan dan nifas sehingga

menyadari pentingnya mendapatkan pelayanan

antenatal

e) Adanya surveilans melalui PWS KIA

2) Faktor yang menghambat keberhasilan:

a) Kurangnya pengetahuan ibu, suami, keluarga dan

masyarakat tentang kehamilan, persalinan dan nifas

b) Adanya mitos yang melarang untuk memeriksakan

kehamilan secara dini, sehingga ibu memeriksakan

kehamilannya ke tenaga kesehatan hanya bila sudah

pasti dirinya hamil

c) Jarak dan geografis tempat kediaman ibu hamil yang

sulit

d) Kebiasaan ibu hamil yang kembali ke kampung asal

(tempat orangtua/keluarga) pada trimester akhir

kehamilan untuk melahirkan

e) Angka abortus yang cukup tinggi dibeberapa daerah

f) Belum semua petugas melakukan pelayanan

antenatal berkualitas sesuai standar.

g) Pelayanan antenatal yang diberikan hanya sebatas

pelayanan kehamilan, belum seluruhnya terintegrasi

dengan memperhatikan penyakit lain yang dapat

mempengaruhi kehamilan

h) Kurangnya peran masyarakat dalam P4K dengan

stiker

59

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

i) Masih adanya dukun dan juga bidan yang belum mau

melakukan kemitraan, demikian juga masih kurangnya

dukungan dari kepala desa untuk hal ini

j) Tidak semua desa mempunyai bidan sehingga

pelaksanaan kelas ibu hamil yang diharapkan dapat

dilaksanakan di tiap desa mengalami kendala

k) Adanya perbedaan persepsi definisi operasional

indikator K1 yang dilaporkan ke pusat baik dari

pelaksana maupun dari pengelola program KIA,

dimana masih ada beberapa daerah yang melaporkan

K1 hanya pada ibu hamil saat kunjungan pertama di

trimester pertama saja padahal yang diharapkan

adalah ibu hamil kunjungan pertama tanpa melihat

umur kehamilannya karena untuk melihat jangkuan

pelayanan kesehatan ke masyarakat.

l) Belum optimalnya pendataan ibu hamil.

3) Alternatif pemecahan masalah:

a) Penguatan Pelayanan ANC Terpadu pada Provinsi

dengan Kematian Ibu Tinggi

b) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, antara lain

dengan mengintensifkan kegiatan P4K dengan stiker

dan Buku KIA dengan melibatkan kader, perangkat

desa, dan masyarakat

c) Meningkatkan cakupan Antenatal dengan

meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku

Ibu dan keluarga melalui Pelaksanaan Kelas Ibu

Hamil

d) Peningkatan Kinerja Provider/Petugas Kesehatan

antara lain dengan Peningkatan akses ke pelayanan

dengan Kunjungan Rumah

e) Peningkatan Kerjasama LP/LS terkait

60

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

f) Pemenuhan kebutuhan bidan di desa

g) Peningkatan kualitas pelayanan terhadap ibu hamil

melalui Pelayanan Antenatal Terpadu

h) Peningkatan kualitas pelayanan antenatal melalui

pelaksanaan konsep Pelayanan Antenatal Terpadu

i) Pelaksanaan PWS KIA sebagai alat surveilans KIA

c) Persentase KB sesuai Standar di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan

Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan

Pemerintah dalam menyediakan pelayanan KB berkualitas

sesuai standar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

kompeten.

Pada

tahun 2013,

pencapaian

indikator

kinerja

“Persentase

Fasilitas

Kesehatan

yang Mampu

Memberikan

Pelayanan KB Sesuai Standar” dapat terealisasi dengan baik

yaitu dari 76,36% (49.633 fasilitas) pada tahun 2012 menjadi

95,1% (60.392 fasilitas).

Berdasarkan rekapitulasi laporan Dinas Kesehatan

Provinsi, pencapaian indikator Faskes KB tahun 2013 telah

meningkat bila dibandingkan tahun 2010 yang mencapai

Gambar 3.13 Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan

reproduksi terpadu, termasuk pelayanan KB

61

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

12.000 buah dan tahun 2011 yang mencapai 26.554 buah. Hal

ini akan semakin memudahkan akses masyarakat terhadap

pelayanan KB berkualitas.

Grafik 3.10 Tren capaian jumlah fasilitas kesehatan yang mampu

memberikan pelayanan KB sesuai standar tahun 2010 sampai 2013

Pada tahun 2013, pencapaian Fasilitas Kesehatan yang

Mampu Memberikan Pelayanan KB Sesuai Standar (Faskes

KB) telah mencapai 49.633 buah (76,36%). Dengan demikian,

apabila mengacu pada Rencana Strategis Kementerian

Kesehatan Tahun 2010-2014, diharapkan target Faskes KB

pada tahun 2014 sebesar 63.500 buah (100%) akan dapat

tercapai.

62

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.11 Tren capaian Faskes KB dari tahun 2010 hingga 2013

dibandingkan target Renstra Kemenkes 2010-2014

Dalam upaya peningkatan cakupan Faskes KB, pada

tahun 2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan

berbagai kegiatan, yaitu:

1) Peningkatan kapasitas manajemen pelayanan Keluarga

Berencana pasca persalinan

2) Peningkatan koordinasi Keluarga Berencana di tingkat

pusat

3) Fasilitasi manajemen pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan KB khususnya KB pasca persalinan

merupakan salah satu paket pelayanan dalam skema

Jampersal. Setiap

penerima manfaat

Jampersal akan menjadi

peserta KB. Dengan

demikian, dengan

diluncurkannya Jampersal,

63

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

akan ikut meningkatkan cakupan peserta KB, dan dengan

demikian diharapkan akan turut serta dalam pengendalian

ledakan jumlah penduduk.

1) Faktor yang mendukung keberhasilan:

a) Adanya Peningkatan Kapasitas bagi Bidan dan Dokter

Umum melalui Contraceptive Technical Update (CTU)

b) Adanya pelatihan untuk pelatih (training on trainers,

TOT) untuk pelayanan KB pasca persalinan yang

dilanjutkan secara berjenjang sampai ke pelaksana

pelayanan KB

c) Adanya peningkatan kapasitas bagi bidan tentang

penggunaan lembar balik Alat Bantu Pengambil

Keputusan ber-KB

d) Ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) untuk

keluarga miskin dan pemenuhan semua kebutuhan

alokon di 7 provinsi (Aceh, NTB, NTT, Maluku, Maluku

Utara, Papua Barat, dan Papua)

2) Faktor yang menghambat keberhasilan:

a) Kurangnya komitmen para pemangku kepentingan,

baik pemerintah maupun non pemerintah dalam

penyelenggaraan pelayanan KB,

b) Masih rendahnya permintaan atas pelayanan KB akibat

terjadinya perubahan nilai tentang jumlah anak ideal

dalam keluarga,

c) Belum optimalnya ketersediaan, keterjangkauan, dan

kualitas Pelayanan KB, termasuk KIE dan Konseling,

d) Masih tingginya kejadian kehamilan yang tidak

diinginkan akibat tingginya unmet need dan

ketidakberlangsungan penggunaan kontrasepsi,

64

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

e) Masih tingginya kejadian kehamilan dan persalinan

pada remaja perempuan usia 15-19 tahun

3) Alternatif pemecahan masalah:

a) Pelatihan pelayanan KB pasca persalinan untuk

pemberi pelayanan KB

b) Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor

terkait dari tingkat pusat hingga daerah, termasuk

dalam pengadaan alokon, fasilitas pelayanan KB, dan

pedoman pelayanan KB

c) Peningkatan pelayanan KB khususnya Pelayanan KB

pascapersalinan

d) Peningkatan pemantauan melalui supervisi fasilitatif

e) Peningkatan peran kader dalam menggerakkan

masyarakat

f) Pengadaan buku-buku pedoman pelayanan KB (Alat

Bantu Pengambil Keputusan Ber-KB, Pedoman Praktis

Pelayanan KB, Pelayanan KB Pasca Persalinan) untuk

pemberi pelayanan KB

d) Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi

Indikator Pelayanan Kesehatan Bayi adalah pelayanan

kesehatan yang ditujukan pada bayi

usia 29 hari – 11 bulan paling sedikit

4 kali, meliputi pemberian lima

imunisasi dasar lengkap (BCG, DPT/

HB1-3, Polio 1-4, dan Campak),

pemantauan pertumbuhan lewat dan

perkembangan lewat stimulasi deteksi, intervensi dini tumbuh

kembang (SDIDTK) serta pemberian vitamin A 1 kali pada

65

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

umur 6-11 bulan. Pelayanan ini diberikan oleh dokter, bidan

dan perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan.

Tabel 3.9 Capaian Pelayanan Kesehatan Bayi antar tahun 2009-

2013

Indikator Capaian Keterangan

2009 2010 2011 2012 2013

Cakupan Pelayanan

Kesehatan Bayi

73,7

84,04%

85,4%

87,73%

91,61%

Target

tercapai

Sumber data: Laporan Kesehatan Anak Tahun 2013

Tabel diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan

kesehatan bayi selalu meningkat setiap tahun. Bila

dibandingkan antar tahun maka rentang peningkatan cakupan

berkisar antara 1,36% hingga 10,34%. Peningkatan cakupan

secara signifikan terjadi antara tahun 2009-2010, dan

selanjutnya cenderung konsisten. Pada tahun 2012-2013

terdapat peningkatan yang cukup berarti sebesar 3,88%.

Grafik dibawah menggambarkan konsitensi peningkatan

dibanding dengan target Renstra secara nasional. Rentang

cakupan bila dibanding dengan target Renstra berkisar antara

0,04% hingga 4,61%. Pada tahun 2009, capaian pelayanan

kesehatan bayi ini masih 6,3% dibawah target renstra. Namun

pada tahun 2010 cenderung menunjukkan adanya berbaikan

dan secara konsiten peningkatan. Dimungkinkan bila kondisi

ini dapat dipertahankan, maka pada tahun 2014 diperkirakan

indikator ini dapat dicapai dengan baik.

66

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.12 Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi tahun 2009-2013

Dibanding Target Renstra

Namun demikian, masih terjadi disparitas antar provinsi

yaitu berkisar antara 29,4% (Kepulauan Riau) hingga 96,51%

(Lampung). Beberapa Provinsi sudah mencapai target dan

diatas rata-rata nasional yaitu Lampung, NTB, Jawa Timur,

Jawa Tengah, Kep. Babel, Sumatera Utara, Bali, Sulawesi

Selatan, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara.

Grafik 3.13 Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi Menurut Provinsi Tahun 2013

Dari kunjungan lapangan dan pertemuan baik di tingkat

pusat dan di daerah, dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan

bayi terdapat kendala/hambatan dan pendukung keberhasilan:

1. Faktor penghambat:

67

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

a) akses pelayanan terhadap masyarakat belum memadai

karena keterbatasan tenaga dokter/bidan/ perawat

yang berkompeten belum terdistribusi secara merata

hingga ke tingkat desa terutama di daerah terpencil dan

kepulauan,

b) keterbatasan kompetensi dan jumlah tenaga kesehatan

salah satunya karena kegiatan peningkatan tenaga

kesehatan tentang pelayanan kesehatan neonatus dan

bayi belum menjangkau di seluruh daerah di tingkat

puskesmas dan jaringannya,

c) kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam

melaksanakan standar pelayanan,

d) kurangnya koordinasi dan keterpaduan stakeholder

terkait seperti peran dari kelembagaan di tingkat desa

dan pemberdayaan keluarga dan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan bayi masih kurang.

2. Faktor pendukung:

a) program Jampersal, BOK dan Jamkesmas/Jamkesda,

b) adanya standarisasi format pencatatan/pelaporan dan

hasil pencatatan pelayanan rutin dilaporkan sampai ke

pusat sehingga pemantauan terhadap kemajuan

pencapaian dapat dilakukan.

3. Upaya yang dilakukan:

a) peningkatan kapasitas tenaga kesehatan tentang

pelayanan kesehatan neonatus dan bayi melalui

pendampingan,

b) On the Job Training bagi dokter umum, bidan dan

perawat,

68

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

c) Magang bagi tenaga kesehatan yang tempat kerjanya

kurang mendapatkan jenis-jenis kasus tertentu, ke

tempat yang lebih banyak variasi kasus,

d) kunjungan dokter anak ke Puskesmas yang terus

diupayakan merata,

e) peningkatan advokasi kepada pemerintah daerah dan

Bappeda,

f) penguatan koordinasi dengan Dinas Kesehatan

Provinsi dalam menjaga keseimbangan ketersediaan

tenaga kesehatan,

g) berupaya dalam peningkatan kerjasama dengan

Peningkatan kerjasama dengan organisasi profesi,

LSM dan pergururuan tinggi (FK dan FKM) secara lebih

terstruktur,

h) keterlibatan lintas program dan profesi terkait dalam

kegiatan perencanaan, pelaksanan dan monev

pelayanan kesehatan bayi,

i) sosialiasasi terhadap standar pelayanan kesehatan

anak,

j) Peningkatan Pengetahuan ibu / keluarga / masyarakat

tentang Kesehatan Ibu dan Anak melalui Buku KIA, dan

pemanfaatan sumber dana yang tersedia (APBN –

DEKON, APBD, BOK dan lainnya)

69

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

e) Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita

Pelayanan

kesehatan anak balita

adalah pelayanan yang

dilaksanakan oleh tenaga

kesehatan, ahli gizi,

penyuluh kesehatan

masyarakat dan petugas

sektor lainnya pada anak

usia 12–59 bulan dalam

upaya meningkatkan

kualitas hidup anak balita diantaranya adalah dengan

melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan

pada anak dengan menggunakan instrumen Stimulasi Deteksi

Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), integrasi posyandu dan

PAUD, konseling keluarga pada kelas ibu balita memanfaatkan

Buku KIA, perawatan anak balita dengan pemberian ASI

sampai 2 tahun, makanan gizi seimbang dan vitamin A.

Tabel dibawah menggambarkan capaian kinerja indikator

pelayanan kesehatan anak balita. Bila dibandingkan antar

tahun, terlihat adanya peningkatan kinerja yang signifikan

antara tahun 2009-2010 sebesar 32,39% namun tahun 2012

hingga 2013 terjadi penurunan capaian kinerja hingga 7%.

Tabel 3.10 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita

antar tahun 2009-2013

Indikator Capaian Keterangan

2009 2010 2011 2012 2013

Cakupan Pelayanan

Kesehatan Anak Balita

45,72

78,11%

80,95%

73,52%

70,20%

Target tidak

tercapai

Gambar 3.14 Pelayanan Pemantauan

Tumbuh Kembang Anak Balita

70

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Sumber data: Laporan Kesehatan AnakTahun 2013

Kecenderungan cakupan pelayanan kesehatan anak

balita pada seperti grafik dibawah ini terlihat mulai off track

sejak tahun 2012. Secara nasional, bila dibandingkan dengan

target Renstra, terlihat bahwa pada tahun 2009, 2012 dan

2013 indikator ini tidak mencapai target. Sedangkan pada

tahun 2010 dan 2011 dapat memenuhi target. Agar kembali

pada jalur yang tepat, maka pada tahun 2014 ini perlu

dilakukan upaya percepatan perbaikan kinerja indikator

pelayanan kesehatan balita (lihat grafik) .

Grafik 3.14 Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun 2009-

2013

Dibanding Target Renstra

Dari grafik 6 dibawah ini, terlihat bahwa capaian

Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun 2013

mencapai 70,20% dari target 83% pada tahun 2013. Hal ini

masih jauh lebih rendah dari target, baru 13,4 juta anak balita

mendapatkan pelayanan kesehatan anak balita dari 19 juta

target. Selain itu terjadi disparitas pencapaian yang sangat

71

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

lebar. Capaian tertinggi sebesar 94,71% yaitu provinsi DKI

Jakarta dan terendah 8,36% provinsi Papua

Sumber data : Laporan Rutin Provinsi per tgl 13 Januari 2014

Grafik 3.15 Cakupan Yankes Balita 2013

Kesulitan mencapai indikator dirasakan oleh seluruh

daerah karena faktor sifat indikator yang merupakan komposit

menjadi salah satu penyebab. Selain itu tidak tercapainya

indikator pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2013

disebabkan antara lain :

1) Pemahaman tenaga kesehatan tentang indikator tersebut

masih rendah. Belum semua puskesmas melaksanakan

pelayanan kesehatan secara komprehensif di wilayah

kerjanya, khususnya pemantauan perkembangan.

2) Berkurangnya kunjungan anak balita ke posyandu untuk

melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan

serta pemberian vitamin A, khususnya setelah usia 1

tahun atau setelah memperoleh imunisasi lengkap.

3) Belum optimalnya kerjasama sektor kesehatan dan sektor

pendidikan dalam mengintegrasikan pelayanan kesehatan

anak balita pada anak balita yang tidak berkunjung ke

72

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Posyandu agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan

di PAUD.

4) Dari hasil fasilitasi evaluasi dan pembinaan teknis, bahwa

di beberapa wilayah terjadi under reporting, telah

melaksanakan pelayanan kesehatan tetapi tidak

melaksanakan pencatatan dan pelaporan.

5) Kurangnya pemberdayaan keluarga dan masyarakat

seperti masih banyak kelas balita yang belum terlaksana.

Upaya Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan

pelayanan kesehatan anak balita melalui dana APBN dan

Dekon diantaranya :

1) Meningkatkan orientasi pada tenaga kesehatan tentang

indikator pelayanan kesehatan anak balita dan

penggunakan kohort anak balita

2) Peningkatan kapasitas pengelola kelas ibu balita dan TOT

SDIDTK

73

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

3) Mengoptimalkan kerjasama sektor kesehatan dan sektor

pendidikan melalui pelaksanaan integrasi posyandu-PAUD

4) Meningkatkan sosialisasi pada masyarakat tentang

pentingnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan

anak balita

5) Menyediakan dan distribusi buku-buku pedoman teknis

dan media KIE pelayanan kesehatan anak balita sebagai

acuan pelaksanaan program serta dapat dimanfaatkan

untuk membantu transfer of knowledge dari tenaga

kesehatan terlatih kepada tenaga kesehatan lainnya baik

melalui pelatihan formil ataupun on the job training.

6) Menyediakan dukungan payung hukum untuk

menjalankan pelayanan kesehatan anak balita melalui

Permenkes NSPK dan SPM kabupaten kota.

74

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

f) Cakupan SD/MI melaksanakan Penjaringan Siswa

Kelas I

Penjaringan kesehatan Siswa kelas 2 SD merupakan

serangkaian kegiatan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan

terhadap siswa kelas 1 Sekolah Dasar atau yang sederajat

untuk memilah siswa yang mempunyai masalah kesehatan

agar segera mendapatkan penanganan sedini mungkin.

Tabel dibawah menunjukkan bahwa capaian kinerja

pelayanan kesehatan anak sekolah ini sangat fluktuatif

berkisar, antara -15,84% hingga 13,74%. Peningkatan tertinggi

terjadi pada tahun 2010-2011 sebesar 13,74% dan terjadi

penurunan terendah antara tahun 2012-2013 hingga -15,84%.

Indikator ini dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir secara

berturut-turut tidak dapat mencapai target.

Tabel 3.11 Cakupan SD/MI Melaksanaan Pemeriksaan Kesehatan

antar tahun 2009-2013

Indikator Capaian Keterangan

2009 2010 2011 2012 2013

Cakupan SD/MI

Melaksanaan

Pemeriksaan Kesehatan

67,78

61,08%

74,86%

83,95%

68,11%

Target tidak

tercapai

Sumber data: Laporan Kesehatan AnakTahun 2013

Bila dibandingkan dengan target Renstra secara

nasional, maka kinerja indikator ini masih jauh dari target.

Capaian rendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 18% lebih

rendah dibanding dengan target, dan bahkan pada tahun 2013

sebesar 25,89% lebih rendah dari target. Secara keseluruhan

capaian kinerja ini tidak menggembirakan dan belum

akuntabel. Perlu dilakukan kajian secara khusus terhadap

kinerja indikator pelayanan kesehatan anak SD/MI ini.

75

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.16 Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan anak SD/MI 2010-

2013 Dibanding dengan Target Renstra

Tahun 2013,

capaian kinerja indikator ini

belum maksimal

sebagaimana yang

diharapkan. Capaian

kinerja saat ini sebesar

68,11% jauh dibawah target (94%) atau sebanyak 102.013

SD/MI yang sudah terlayani dari 149.778 SD/MI. Provinsi

dengan tingkat capaian tertinggi adalah Bali, dengan capaian

cakupan 100% dan yang terendah adalah Provinsi Maluku

sebesar 13.69%. Gambaran pencapaian cakupan indikator

pelayanan penjaringan kesehatan siswa kelas 1 SD memiliki

disparitas yang cukup besar antar Provinsi seperti terlihat pada

grafik 9 dibawah ini.

76

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik3.17. Capaian Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI Per Provinsi.

Penjaringan kesehatan siswa kelas 1 SD, merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari

kegiatan UKS dan PKPR

(pelayanan kesehatan peduli

remaja), dan suatu upaya dalam

peningkatan kualitas hidup anak.

Upaya – upaya dan faktor

yang mendukung untuk meningkatkan Cakupan capaian

indikator yaitu :

1) Adanya peraturan/perundang-undangan yang mendukung

pelaksanaan UKS seperti SKB 4 Menteri tahun 2003

dengan nomor: 1/U/SKB; Nomor

1067/Menkes/SKB/VII/2003;Nomor MA/203

A/2003;Nomor: 26 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003

tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS. Dan juga

Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan,

pasal 79.

77

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

2) Penjaringan kesehatan telah masuk menjadi salah satu

SPM Bidang Kesehatan yaitu penjaringan kesehatan pada

siswa kelas I sekolah dasar.

3) Ketersediaan dana dekonsentrasi 2013 untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam upaya

peningkatan kualitas hidup anak usia sekolah dan remaja,

seperti kegiatan pelatihan penjaringan kesehatan bagi

tenaga kesehatan secara berjenjang, pertemuan

koordinasi lintas program dan lintas sektor serta

monitoring dan evaluasi.

4) Intervensi Pusat dalam penyediaan tenaga kesehatan

yang kompeten dalam melaksanakan penjaringan

kesehatan melalui alokasi dana dekon. Pelatihan

diprioritaskan terhadap provinsi-provinsi yang belum

memenuhi target pencapaian indikator penjaringan.

Tujuan pelatihan selain untuk meningkatkan kemampuan

tenaga kesehatan, juga untuk mendorong pelaksanaaan

penjaringan kesehatan sehingga dapat mencapai target

cakupan yang diharapkan.

5) Akselerasi pembinaan dan pelaksanaan UKS, melalui

optimalisasi peran dan fungsi lintas sektor dan lintas

program, serta TP UKS dan sekretariat TP UKS pada

setiap jenjang pemerintahan dari pusat sampai dengan

kecamatan dengan pendekatan pendekatan strategi-

strategi operasional yang terrencana, terarah dan terpadu,

dan memfasilitasi kearifan lokal (local wisdom), sebagai

strategi terobosan baru untuk percepatan pencapaian

tujuan UKS.

6) Pembinaan teknis secara berjenjang dimulai dari dinkes

Propinsi/Kab/Kota hingga Puskesmas, maupun

pembinaan program UKS dengan lintas sektor terkait ke

78

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

TP UKS provinsi/kab/kota/kecamatan sampai dengan TP

Sekolah.

7) Penguatan koordinasi dengan lintas proram dan lintas

sektor di wilayah kerja masing-masing, pemanfaatan BOK

dan sumber dana lainnya (APBD, CSR, BOS), penguatan

komitmen tenaga kesehatan yang telah dilatih serta

mengenai pencatatan dan pelaporan.

8) Mengeluarkan surat edaran Dirjen Bina Gizi dan KIA,

Kementerian Kesehatan kepada Direktur Jenderal pada

Kementerian terkait SKB 4 Menteri dalam rangka

mendorong jajarannya (dalam hal ini kepala daerah tingkat

1 dan 2) untuk melaksanakan penjaringan kesehatan agar

tercapai target ditahun 2013. Selain itu, adanya surat

edaran Direktur Bina Kesehatan Anak untuk menghimbau

Dinkes provinsi dan kabupaten/kota untuk melaksanakan

penjaringan kesehatan sekolah.

9) Penyediaan dan distribusi buku-buku pedoman teknis

penjaringan kesehatan anak sekolah sebagai acuan

pelaksanaan penjaringan kesehatan.

Beberapa permasalahan yang mendasar terjadi di lapangan,

antara lain :

1) Pelayanan kesehatan terhadap anak usia sekolah dan

remaja termasuk penjaringan kesehatan belum menjadi

program prioritas, walaupun penjaringan kesehatan

terhadap peserta didik kelas I SD telah masuk dalam

SPM, dan telah didukung oleh UU Kesehatan No.36 pasal

71 tentang kesehatan sekolah.

2) Manajemen pelaporan belum terintegrasi dengan baik.

Walaupun kegiatan penjaringan kesehatan telah

dilaksanakan di Puskesmas namun di beberapa Provinsi,

79

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

pengelola program UKS di Kabupaten/Kota berada pada

struktur organisasi yang berbeda sehingga koordinasi

pencatatan dan pelaporan tidak berjalan dengan baik.

3) Penjaringan masih dianggap hanya menjadi tanggung-

jawab sektor kesehatan, belum menjadi kegiatan bersama

lintas sektor terkait terutama yang tergabung dalam SKB 4

Menteri tentang UKS.

g) Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggaraan

Pembinaan Yakestradkom

Indikator kinerja ini menggambarkan peran

Kabupaten/Kota dalam melakukan pembinaan pelayanan

kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer

(Yankestradkom). Dalam upaya pengembangan

Yankestradkom, Kabupaten/Kota memiliki peran penting untuk

melakukan pembinaan secara langsung kepada tenaga

pengobat tradisional baik lokal maupun asing diwilayahnya.

Pada tahun 2010 indikator ini dilaksanakan oleh Subdit

Bina Upaya Kesehatan Tradisional, Dit. Bina Kesehatan

Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat dengan hasil

capaian sebesar 11,51% dari 10% yang ditargetkan. Tahun

2011 tercapai sebesar 20,6% dari 20% yang ditargetkan.

Tahun 2012 tercapai sebesar 36,6% dari 30% dari target.

Perbandingan capaian antara tahun 2011 dan 2012 terdapat

peningkatan sebesar 6,6%. Sementara tahun 2013 meningkat

menjadi 44,6%. Secara rinci capaian antar tahun dapat dilihat

pada tabel dibawah.

80

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabel 3.12 Cakupan Kabupaten/Kota Yang Menyelenggarakan

Yankestradkom

Indikator Capaian Keterangan

2010 2011 2012 2013

Cakupan Kabupaten/Kota

Yang Menyelenggarakan

Yankestradkom

11,51%

20,6%

36,6%

44,6%

Target

tercapai

Sumber data: Laporan Yankestradkom Tahun 2013

Bila dibandingkan dengan target Renstra, maka terlihat bahwa

capaian tertinggi indikator ini terjadi pada tahun 2012 yaitu

6,6% diatas target Renstra (30%), sedangkan tahun 2013

sebesar 4,6%. Bila melihat tren capaian indikator ini,

diperkirakan target pada tahun 2014 dapat tercapai.

Grafik 3.18 Tren Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan Yankestradkom Tahun 2010-2013 Dibanding Renstra

Dalam upaya pencapaian indikator kinerja tersebut, Direktorat

Bina Yankes Tradkom telah melaksanakan berbagai kegiatan

diantaranya:

81

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

1) Orientasi Akupressur untuk Tenaga Kesehatan

Puskesmas

2) Orientasi Selfcare Ramuan dan Pemanfaatan TOGA untuk

Tenaga Kesehatan

Gambar 3.15 Orientasi Akupresur Tenaga Kesehatan Puskesmas

3) Implementasi Regulasi dan NSPK dengan pendekatan

pembinaan, kompetensi /standarisasi fasilitas pelayanan

kesehatan tradisional pemerintah dan masyarakat.

4) Pembentukan Sentra Pengembangan dan Penerapan

Pengobatan Tradisional (SP3T) di 4 Provinsi, sehingga

sampai akhir tahun 2013 sudah terbentuk sebanyak 32

Sentra P3T.

5) Kerjasama kemitraan lintas program dan lintas sektoral

untuk penguatan pelayanan kesehatan tradisional,

alternatif dan

komplementer.

6) Melakukan Pembinaan dan

Pengawasan terhadap

Pengobat Tradisional

(Battra) dan Pengobat

82

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tradisional Asing (PTA) di 5 Kota yaitu Denpasar,

Surabaya, Serang, Batam dan Medan.

7) Melakukan Survey Pemetaan Identifikasi Pijat Tradisional

Indonesia di 6 Provinsi

yaitu Sumatera Utara, Bali,

Kalimantan Selatan,

Yogyakarta, Sulawesi

Tenggara dan Sulawesi

Selatan

8) Lokakarya Pengembangan Model Kurikulum Materi Ilmu

Kesehatan Tradisional pada Pendidikan Dokter dengan

mengundang 35 Dekan Fakultas Kedokteran yang

dilaksanakan pada tanggal 4 – 6 Oktober 2013 di Padang

Sumatera Barat yang dibuka oleh Wakil Menteri

Kesehatan RI

a. Faktor pendukung keberhasilan

Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan

pencapaian indikator tersebut antara lain :

1) Kesepakatan Negara ASEAN dalam pengintegrasian

pelayanan kesehatan tradisional dalam fasilitas

pelayanan kesehatan.

2) Dukungan kebijakan pemerintah melalui kegiatan

Saintifikasi Jamu yang dikembangkan oleh Badan

Penelitan dan Pengembangan Kesehatan.

3) Sosialisasi dan advokasi program Pelayanan

Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer

ke seluruh provinsi.

83

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

4) Meningkatnya kecenderungan masyarakat dunia

dalam menerapkan gaya hidup kembali kealam (back

to nature).

5) Telah tersusunnya beberapa Kurikulum modul untuk

pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan di Puskesmas

dan pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan

tradisional di Puskesmas.

6) Terlaksananya orientasi/pelatihan tenaga kesehatan

akupresur dan selfcare ramuan dalam pemanfaatan

TOGA di Puskesmas di 33 Provinsi. Sampai akhir

tahun 2013 tenaga kesehatan puskesmas yang telah

dilatih akupresur sebanyak 725 orang dan tenaga

yang dilatih selfcare ramuan dan pemanfaatan TOGA

sebanyak 269 orang.

7) Pengembangan pelayanan kesehatan tradisional di

Puskesmas di beberapa provinsi secara mandiri.

8) Pembinaan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan

Kabupaten/Kota ke Puskesmas, baik melalui dana

Dekonsentrasi maupun APBD.

b. Faktor penghambat keberhasilan

Walaupun telah melampaui target yang telah ditetapkan,

sebenarnya capaian indikator ini belum maksimal,

dikarenakan:

1) Belum tersosialisasinya kesepakatan Negara ASEAN

tentang pengintegrasian pelayanan kesehatan

tradisional dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

2) Kegiatan Saintifikasi Jamu yang masih terbatas diikuti

oleh tenaga dokter dari beberapa propinsi.

84

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

3) Sosialisasi dan advokasi program Pelayanan

Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer

terbatas baru sampai pada tingkat provinsi.

4) Keterbatasan anggaran pusat untuk melakukan

orientasi pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan di

Puskesmas

5) Pelayanan kesehatan tradisional belum menjadi

program prioritas di daerah.

6) Seringnya terjadi mutasi pengelola program

kesehatan tradisional di daerah.

7) Kurang optimalnya pembinaan oleh Dinas Kesehatan

Propinsi dan Kabupaten/Kota ke Puskesmas, baik

melalui dana Dekonsentrasi maupun APBD.

8) Belum optimalnya koordinasi antara Dinas Kesehatan

Provinsi dengan Sentra P3T sebagai jaringan

pendukung pengembangan kegiatan Pelayanan

Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer

sehingga ada satu Sentra P3T tidak dapat

melaksanakan penelitian dan pengkajian pada tahun

2013. Tahun 2013 beberapa Sentra P3T terlambat

melaksanakan penelitian dan pengkajian karena

adanya perubahan judul penelitian menyesuaikan

kebijakan Kementerian Kesehatan RI tentang MDG’s

dan kendala mekanisme pencairan anggaran oleh

Dinas Kesehatan Provinsi.

9) Koordinasi dengan Balai Kesehatan Tradisional

Masyarakat (BKTM) dan Loka Kesehatan Tradisional

Masyarakat (LKTM) sebagai Unit Pelaksana Teknis

dalam kegiatan pelayanan kesehatan tradisional,

alternatif dan komplementer dalam hal pemantauan

85

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

dan evaluasi ke daerah masih belum terlaksana

dengan maksimal.

c. Rencana Tindak Lanjut

Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan

Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan pembinaan

pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan

komplementer yaitu:

1) Pemantapan Sistem Pelayanan Kesehatan

Tradisional, Alternatif dan Komplementer di fasilitas

kesehatan Pemerintah yang didukung dengan

ketersediaan Sumber Daya yang memadai (tenaga,

bahan,alat, sarana dan pembiayaan).

2) Sosialisasi dan advokasi kegiatan pelayanan

kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer

khususnya secara teknis dalam hal pembinaan dan

pengawasan pada pengelola program di daerah.

3) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan Puskesmas

di bidang pelayanan kesehatan tradisional, alternatif

dan komplementer dengan dana anggaran Pusat dan

Daerah.

4) Optimalisasi peran dan fungsi Sentra P3T dalam

penapisan/ pengkajian/ penelitian/pengujian,

pendidikan/pelatihan, dan pelayanan kesehatan

tradisional sebelum pelayanan tersebut diterapkan

secara luas di masyarakat atau diintegrasikan ke

dalam jaringan pelayanan kesehatan. Idealnya di

setiap Provinsi memiliki Sentra P3T untuk membantu

Pemerintah dalam pengembangan pelayanan

kesehatan tradisional. Kondisi saat ini Sentra P3T

yang terbentuk sampai akhir tahun 2012 sebanyak 28

dan ditahun 2013 terbentuk 4 Sentra P3T yaitu di

86

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Provinsi NTT, Maluku Utara , Sulawesi Barat dan

Papua. Di rencanakan pada tahun 2014 akan

membentuk Sentra P3T di Provinsi Gorontalo. Ada 2

provinsi (Maluku dan Yogya) yang penelitiannya

sudah dinyatakan oleh tim pembahas untuk

ditindaklanjuti sebagai pelayanan yang diintegrasikan

ke fasyankes.

5) Peningkatan koordinasi dengan BKTM dan LKTM

dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan

peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di daerah

melalui kegiatan Rapat Koordinasi Teknis bersama

BKTM, LKTM dan Sentra P3T.

h) Jumlah RS Menyelenggarakan Yankestradkom

Pada tahun 2010 indikator ini dilaksanakan oleh

Subdit Bina Pelayanan Medik Komplementer-Alternatif,

Dit. Bina Pelayanan Medik Dasar, Ditjen Bina Pelayanan

Medik dengan hasil pada tahun 2010 ada 73 Rumah

Sakit (Pemerintah dan Swasta) yang menyelenggarakan

pelayanan pengobatan komplementer-alternatif. Dari 73

Rumah Sakit ini terbagi menjadi 41 Rumah Sakit

Pemerintah dan 32 Rumah Sakit Swasta. Namun dalam

perkembangannya melalui kegiatan monitoring dan

evaluasi diketahui hanya 30 Rumah Sakit Pemerintah

yang masih melaksanakan pelayanan kesehatan

alternatif komplementer. Dari hasil kegiatan dan

sosialisasi yang dilakukan oleh Dit.Bina Yankes Tradkom,

tahun 2013 ini telah diidentifikasi sebanyak 74 RS telah

87

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

melaksanakan pelayanan kesehatan alternatif dan

komplementer.

Tabel 3.13 Jumlah Rumah Sakit Menyelenggarakan

Yankestradkom

Indikator Capaian Keterangan

2010 2011 2012 2013

Jumlah RS

Menyelenggarakan

Yankestradkom

30

40

54

74

Target

tercapai

Sumber data: Laporan Yankestradkom Tahun 2013

a. Faktor Pendukung Keberhasilan

Capaian indikator tersebut dapat dicapai karena adanya

faktor pendukung antara lain :

1) Sosialisasi dan advokasi pelayanan kesehatan

tradisional, alternatif dan komplementer ke fasilitas

pelayanan kesehatan terutama komite medik Rumah

Sakit.

2) Adanya tenaga kesehatan yang telah memiliki

pengetahuan dan ketrampilan pelayanan kesehatan

tradisional, alternatif dan

komplementer.

3) Terlaksananya

peningkatan kapasitas

dokter rumah sakit dalam

pelayanan akupunktur

medik yang diikuti 30

peserta

Gambar 3.16 Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam Pelayanan

Akupunktur Medik

88

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

4) Terlaksananya peningkatan kapasitas dokter rumah sakit

dalam pelayanan obat Herbal yang diikuti 25 peserta.

Gambar 3.17 Peningkatan

Kapasitas dokter RS dalam

Pelayanan Obat Herbal

5) Pembinaan yang telah dilakukan oleh Dit. Bina Yankes

Tradkom ke RS Pemerintah maupun swasta.

6) Adanya keinginan pihak RS untuk mengembangkan

Yankes Alternatif dan Komplementer

b. Faktor Penghambat Keberhasilan

Walaupun telah melampaui target yang telah ditetapkan,

sebenarnya capaian indikator ini belum maksimal,

dikarenakan:

1) Koordinasi yang belum optimal dengan pembuat

kebijakan di fasilitas pelayanan kesehatan terkait

pengintegrasian pelayanan kesehatan tradisional,

alternatif dan komplementer.

2) Masih kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih yang

memiliki pengetahuan dan ketrampilan pelayanan

kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer.

3) Belum optimalnya sosialiasi dan advokasi yang telah

dilakukan oleh Dit. Bina Yankes Tradkom ke RS

Pemerintah maupun swasta.

4) Kurangnya dukungan sarana prasarana dari Pusat yang

berakibat pada tidak berkembangnya kegiatan pelayanan

kesehatan alternatif dan komplementer.

89

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

5) Dukungan regulasi yang belum memadai untuk

menunjang kegiatan monitoring dan evaluasi dan

beberapa di antaranya perlu dilakukan revisi.

c. Rencana tindak Lanjut

Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan untuk

peningkatan pencapaian program antara lain :

1) Diseminasi dalam rangka pemantapan regulasi untuk

pengembangan RS di bidang pelayanan kesehatan

tradisional, alternatif dan komplementer.

2) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan yang terlatih

pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan

komplementer melalui orientasi pelatihan

3) Menyelesaikan regulasi/NSPK dalam pelaksanaan

pelayanan kesehatan alternatif dan komplementer di

Rumah Sakit.

90

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

i) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya Kesehatan

Kerja

Berdasarkan laporan dari

Dinkes Provinsi, diketahui

bahwa indikator kesehatan

kerja telah mencapai target

sebagaimana telah

ditetapkan dalam Renstra.

Tahun 2010 capaian kinerja

indikator ini sebesar 305 Puskesmas dan meningkat 1034

Puskesmas pada tahun

2013. Dari 1034

Puskesmas yang telah

melaksanakan kegiatan

kesehatan kerja tersebar di

112 kab/kota dan 26

provinsi binaan yang telah

ditargetkan dan telah

ditingkatkan kapasitasnya di bidang kesehatan kerja. Di

provinsi Jawa Timur terdapat 17 Puskesmas di

Kabupaten/Kota telah melaksanakan kesehatan kerja dan

sebanyak 218 Puskesmas telah melapor, dikarenakan di

sekitar wilayah kerja Puskesmas tedapat banyak industri baik

formal maupun informal. Kegiatan kesehatan kerja yang

dilaksanakan di Puskesmas sebenarnya tidak hanya kegiatan

yang terlaporkan dalam LBKP, tetapi mencakup kegiatan yang

sifatnya strategis mendukung pencapaian MDG’s dan

Crosscutting issues yang melibatkan lintas program maupun

lintas sektor, misalnya pembinaan ke perusahaan, MoU

dengan perusahaan untuk MCU sederhana, pembinaan ASI

eksklusif di tempat kerja.

91

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Faktor pendukung tercapainya target indikator Renstra

Kesehatan Kerja dan Olahraga diantaranya adalah dukungan

pendanaan di pusat dan daerah melalui dana dekonsentrasi

setiap tahun dan dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan

yang difokuskan pada pencapaian indikator Renstra kesehatan

kerja dan olahraga, diantarnya adalah pelatihan kesehatan

kerja (peningkatan kapasitas petugas dalam bidang kesehatan

kerja), pelatihan penyakit akibat kerja, serta pendampingan

dan pembinaan berjenjang ke dinas kesehatan provinsi, dinas

kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas sasaran yang

dilaksanakan secara berkesinambungan dan terprogram.

Selain itu, juga adanya dukungan dana yang berasal dari

APBD provinsi dan kabupaten/kota serta sumber lain, seperti

dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), CSR (Corporate

Social Responsibility) dari perusahaan sehingga terjadi

pengembangan di daerah program di daerah.

Grafik 3.19 . Jumlah Puskesmas Yang Melaksanakan Kesehatan Kerja

92

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

j) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya Kesehatan

Olahraga

Berdasarkan laporan rutin dari Dinkes Provinsi, indikator

kesehatan olahraga dapat tercapai sesuai target, dan

menunjukkan peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2010

sebanyak 160 Puskesmas menjadi 671 Puskesmas pada

tahun 2013.

Kegiatan pembinaan

Puskesmas diawali dengan

pelatihan tenaga kesehatan,

bimbingan teknis dan

manajemen kesehatan

olahraga berjenjang yang

melibatkan lintas program

dan lintas sektor terkait. Peran dinas Kesehatan di tingkat

Provinsi, Kabupaten/Kota dalam membina Puskesmas yang

menyelenggarakan upaya kesehatan olahraga didukung oleh

dana APBN. Adanya Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat

(BKOM) di 11 provinsi sebagai UPT Kesehatan Olahraga di

tingkat provinsi/ kabupaten/ kota serta 1 BKOM Bandung

sebagai UPT Pusat, merupakan pusat rujukan kesehatan

olahraga yang membantu dalam melakukan pembinaan

teknis terhadap Puskesmas berkoordinasi dengan Dinas

Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota.

Dari 671 Puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan

kesehatan olahraga, Puskesmas tersebut tersebar di 65

kab/kota dari 28 provinsi binaan yang telah ditargetkan dan

93

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

dinilai strategis. Puskesmas tersebut paling banyak berada di

provinsi Jawa Timur yang berada di 10 Kabupaten/Kota dan

sebanyak 156 Puskesmas yang telah memberikan laporan.

Adanya peningkatan capaian jumlah Puskesmas yang

melaksanakan kesehatan olahraga sebesar 217 %, capaian

tidak hanya mengandalkan dana APBN oleh Pusat saja,

tetapi kegiatan yang dapat menggerakan Puskesmas juga

dibantu dengan adanya dana dekosentrasi kesehatan

olahraga di 28 provinsi dan 65 kab/kota serta 12 BKOM yang

ada, selain dari dana APBD yang ada di masing-masing

daerah.

Seluruh Dinas Kesehatan provinsi/kab/kota serta BKOM

Pusat maupun daerah saling bahu membahu mendukung

indikator kinerja Pusat (Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan

Olahraga), dengan adanya sinkronisasi kegiatan yang

berujung pada pelaksanaan kesehatan olahraga di

Puskesmas. BKOM Bandung sebagai UPT pusat berperan

dalam pelatihan teknis kesehatan olahraga, penelitian, dan

pelayanan serta pembinaan di bidang kesehatan olahraga.

Peran BKOM Pusat maupun daerah dinilai sangat strategis

untuk mendukung pencapaian indikator.

Grafik 3.20 Jumlah Puskesmas yang Menyelenggarakan

Kesehatan Olahraga

94

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

k) Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan

adminstrasi kepemerintahan sesuai ketentuan

Indikator Kinerja Penyelenggaraan Kepemerintahan sesuai

dengan ketentuan pada tahun 2013 sebesar 96,97%, capaian

ini melebihi target dari angka yang telah ditetapkan pada

tahun 2013 yaitu 95%. Keberhasilan pencapaian indikator ini

dikarenakan adanya dukungan pecapaian fisik/ kegiatan yang

dilakukan oleh setiap bagian yang melaksanakan upaya

tersebut, dengan dukungan Sumber Daya Keuangan dan

anggaran di Setditjen Bina Gizi dan KIA.

Selain itu capaian kegiatan fisik Setditjen Bina Gizi dan KIA

dapat terealisasi sebesar 98%, dengan tingginya capaian

kegiatan fisik ini sangat berkontribusi terhadap capaian target

pencapaian indikator penyelenggaraan kepemerintahan

sesuai dengan ketentuan. Beberapa kegiatan yang sudah

dilakukan terutama dalam dukungannya terhadap

pencapaian target adalah sebagai berikut:

• Dukungan penyelenggaraan kegiatan perencanaan dan

penganggaran, dilakukan baik dalam level nasional

ataupun asistensi langsung ke satuan kerja

penyelenggara program Gizi dan KIA.

• Menyelenggarakan adminitrasi keuangan Satuan Kerja

dan UPT di lingkungan Ditjen Bina Gizi an KIA.

95

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

• Menyelenggarakan evaluasi pelaporan dilakukan dengan

beberapa kegiatan diantaranya: evaluasi capaian kinerja

program, evaluasi rerapan anggaran supervisi terpadu

program GIKIA.

• Pengelolaan Administrasi Kepegawaian dan Barang Milik

Negara.

• Pelaporan Akuntabilitas Kinerja dan Penetapan Kinerja.

• Dukungan Peraturan Perundang-undangan, di tingkat

Setiditjen Bina Gizi dan KIA juga menjadi penentu

keberhasilan pencapaian indikator ini, dengan adanya

Permenkes, SK menkes ataupun Rancangan Peraturan

Pemerintah akan mendukung dalam pelaksanaan

program kerja di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA.

Gambar 3.18 Pertemuan Perencanaan

Gb 3.20 Sosialisasi Peraturan Per-UU

Gambar 3.19 Peningkatan SDM

Gb. 3.21 Pelatihan Photograpi

96

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Capaian kinerja indikator penyelenggaraan kepemerintahan

sesuai dengan ketentuan, sejak tahun 2010 sampai dengan

tahun 2013 telah tercapai sabagaimana target yang

ditetapkan. Namun bila melihat trend capaian antar tahun,

maka terdapat kecenderungan menurun bila dibandingkan

tahun sebelumnya walau masih diatas target.

Grafik 3.21 Trend Realisasi Indikator Penyelenggaraan Kepemerintahan Tahun 2010-

2013

Trend realisasi pencapaian target dari tahun 2010 ke tahun

2011 mengalami kenaikan pencapaiann dari 93,5% menjadi

97,5%, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan angka

realisasi menjadi 90,79%, karena terdapat beberapa kegiatan

yang tidak bisa dilaksanakan, walaupun terjadi penurunan

angka realisasi pada tahun 2012, angka capaian indikator

tersebut masih berada diatas nilai target yang ditentukan

pada tahun 2012. Sedangkan pencapaian target realisasi

pada tahun 2013 adalah sebesar 96,97%, hal ini terjadi

peningkatan angka realisasi dari tahun sebelumnya dan

sekaligus melampaui

angka target yang telah ditetapkan dalam renstra atau

penetapan kinerja sebesar 95%.

97

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan terkait

penyelenggaraan kepemerintahan dan sebagai bagian dari

tugas pokok fasilitasi urusan administrasi di lingkungan Ditjen

Bina Gizi dan KIA, Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA,

meraih sertifikat ISO (International Standar Organization).

Sertifikat ISO yang diraih oleh Sekretariat Ditjen Bina Gizi

dan KIA, yaitu ISO 9001: 2008, terkait kualitas mutu

pelayanan, khususnya Kenaikan Pangkat, Kenaikan Gaji

Berkala, Surat Masuk dan pengurusan cuti dengan telah

diraihnya sertifikat ISO 9001:2008 pada tahun 2013, adanya

peningkatan mutu kualitas pelayanan dan peningkatan

kepuasan pelanggan dalam hal ini karyawan dan karyawati

yang mendapatkan pelayanan khususnya kenaikan pangkat,

Kenaikan Gaji Berkala, dan Pengurusan Cuti, selain itu

penyelenggaraan surat masuk di lingkungan Ditjen Bina Gizi

dan KIA dapat berjalan dengan baik. keberhasilan dalam

Gambar 3.22 Komitmen ISO 9001: 2008 Setditjen Bina Gizi & KIA

Gambar 3.23 Piagam Penghargaan ISO 9001:2008, Ditjen Bina Gizi & KIA

98

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

sertifikasi ISO 9001:2008 dapat mendukung pencapaian

indikator strategis Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA.

a. Faktor Pendukung Keberhasilan

1) Pelaksanaan Reformasi Birokrasi telah membawa

banyak perubahan terutama terhadap disiplin kinerja

pegawai, terutama terkait ketaatan dalam memenuhi

jam kerja adalah; datang bekerja tepat waktu,

sehingga ketersediaan waktu untuk bekerja, bisa

digunakan secara maksimal dalam memberikan

fasilitasi teknis di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA.

2) Keberhasilan dalam Sertifikasi ISO 9001:2008,

mengenai kualitas mutu pelayanan, menjadikan

peningkatan kualitas mutu pelayanan khususnya di

dalam hal kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala,

surat masuk dan pengurusan cuti.

b. Faktor Penghambat Keberhasilan

1) Tingginya volume pekerjaan terutama pada

pertengahan dan akhir tahun anggaran, menurunkan

angka partisipasi perserta kegiatan, sehingga

berpengaruh terhadap kualitas pencapaian output

pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan.

2) Perlu adanya persiapan Sumber Daya Manusia,

terutama dalam hal pelaksanaan berbagai program

yang sudah mendapatkan ISO 9001:2008

99

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

c. Alternatif Pemecahan Masalah

1) Perlu adanya koordinasi waktu jadwal pelaksanaan

kegiatan kegiatan agar dapat diikuti oleh semua unsur

secara optimal sehingga fasilitasi administrasi yang

diberikan oleh Setditjen juga dapat dilakukan secara

maksimal

2) Perlu adanya peningkatan kapasitas SDM terutama

dalam pelaksanakan ISO 9001;2008, agar sertifikasi

ISO 9001:2008 dapat dipertahankan.

l) Penyediaan Sarana dan Prasarana sesuai dengan

Standar

Indikator Kinerja Penyediaan Sarana dan Prasarana sesuai

dengan standar pada tahun 2013 mendapatkan angka

capaian sebesar 90,07%, atau dapat mencapai target yang

telah ditentukan dalam Penetapan Kinerja tahun 2013 dan

sekaligus mengalami kenaikan dari pencapaian tahun

sebelumnya atau sekitar 81,14% pada tahun 2012, begitu

juga angka-angka capaian penyediaan sarana dan

prasarana sejak tahun 2010-2013 secara keseluruhan

selalu mengalami kenaikan.

100

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Grafik 3.22 Trend Realisasi Indikator Penyediaan Sarana & Prasarana

Tahun 2010-2013

Dalam grafik diatas dapat dilihat terdapat kenaikan point

sebesar 10 point dalam setiap tahun, yang diimbangi

dengan adanya kenaikan angka capaian target dalam

setiap tahunnya atau sejak tahun 2010-2013.

Keadanya angka capaian yang sama dengan target tahun

2013, merupakan tantangan bagi Setditjen Bina Gizi dan

KIA untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas

penyediaan sarana dalam setiap tahun, karena dengan

posisi target tidak terlalau jauh berada di level 90% ataupun

nanti 100% dapat diartikan sarana dan prasarana Setditjen

Bina Gizi dan KIA sudah hampir dan memasuki kondisi

yang sempurna. Namun walaupun demikian dengan adanya

trend kenaikan dalam setiap tahunnya indikator penyediaan

sarana dan prasana sesuai dengan ketentuan sudah

dilakukan dan terus menerus adanya peningkatan dalam

setiap tahunnya.

101

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan oleh Setditjen

Bina Gizi dan KIA dalam rangka penyediaan sarana dan

prasarana sesuai dengan standar, adanya sebagai berikut:

• Penyediaan Ruang Kantor

Pada tahun 2013, Setditjen Bina Gizi dan KIA telah

melanjutkan program kerja tahun 2012 yaitu: perbaikan

ruangan kantor dari mulai melakukan pemasangan

keramik, partisi meja kerja pegawai di lingkungan Ditjen

Bina Gizi dan KIA. perbaikan penyediaan ruang kantor

ini dilakukan untuk menambah kenyamanan kerja para

pegawai di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA.

• Perlengkapan Sarana Ruang Kerja

Penyediaan perlengkapan sarana ruang kerja dan

pendukung lainnya telah dilakukan dengan baik pada

tahun 2013, hal ini dilakukan dengan adanya

penambahan alat pendukung kerja seperti komputer,

printer, penyediaan ATK, pemeliharaan kendaraan

operasional pendukung kerja.

Gambar 3.24 Absensi Finger Print Setditjen Bina Gizi

dan KIA

102

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

a. Faktor Pendukung Keberhasilan

1) Terdapat perbaikan ruang kantor di seluruh

Satuan Kerja di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan

KIA, sehingga dapat bekerja dengan aman dan

nyaman

2) Ketersediaan anggaran cukup besar dalam

melakukan pemenuhan sarana dan prasarana

sesuai dengan standar di lingkungan Ditjen Bina

Gizi dan KIA

b. Faktor Penghambat Keberhasilan

1) Perlu adanya monitoring dan evaluasi secara

berkesinambungan terutama dalam hal

pemeliharaan sarana dan Prasarana sesuai

dengan standar

c. Alternatif Pemecahan Masalah

1) Melakukan pengecekan (monitoring dan evaluasi)

terutama dalam hal pemeliharaan sarana dan

prasarana di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA

2) Melakukan tindakan pemeliharaan (perbaikan)

secara cepat dan tepat terhadap kerusakan

sarana dan prasarana di lingkungan Ditjen Bina

Gizi dan KIA

Analisa Pencapaian Indikator Kinerja Program

Penyelenggaraan Kepemerintahan yang baik sesuai

dengan ketentuan dan penyediaan sarana dan prasarana

sesuai dengan standar didukung oleh capaian realisasi fisik

dan keuangan selama tahun anggaran 2013 yang

dijalankan oleh Setditjen Bina Gizi dan KIA. adapun

103

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

capaian realisasi fisik dan keuangan tahun 2013 Setditjen

Bina Gizi dan KIA adalah sebagai berikut:

Grafik 3.23 Realisasi Keuangan dan Capaian Fisik Setditjen Bina Gizi dan

KIA Tahun 2013

Berdasarkan grafik diatas realisasi fisik dan keuangan yang

digunakan dalam melakukan pencapaian indikator

Penyelenggaraan Kepemerintahan yang baik sesuai

dengan ketentuan realisasi keuangan sebesar 71 % cukup

efektif dan efisien bisa melakukan kegiatan dengan realisasi

fisik sebesar 96 %, atau terdapat efisiensi anggaran

sebanyak 25% dalam melakukan pencapaian fisik program

pada indikator tersebut. Sedangkan realisasi keuangan

dalam melakukan pencapaian indikator penyediaan sarana

dan prasarna sesuai dengan ketentuan realisasi keuangan

sebesar 65% dapat melakukan pencapaian fisik sebesar

100% atau terdapat efisiensi anggaran sebesar 35% dalam

melakukan pencapaian indikator penyediaan sarana dan

prasarana sesuai dengan ketentuan.

Selain adanya dukungan dari kegiatan rutin dalam hal ini

analisa fisik dan keuangan yang telah dijalankan dalam

bentuk program, pada tahun 2013, telah terjadi berbagai

peningkatan kualitas dan inovasi program, seperti halnya:

104

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

adanya pemberlakukan absensi dengan sidik jari, adanya

pencanangan zona Integritas dan predikat Wajar Tanpa

pengecualian, pemenuhan sarana alat kerja kantor dan

rehab ruangan kerja di lingkungan kantor Ditjen Bina Gizi

dan KIA. selain itu Dukungan Sumber Daya Manusia

Setditjen Bina Gizi dan KIA sebanyak 117 orang dengan

berbagai latar belakang pendidikan, menjadi bagian

terpenting dalam pencapaian indikator Kinerja Setditjen

Bina Gizi dan KIA. selain itu dengan adanya pembekalan

pendidikan dan latihan dan berbagai program

pembangunan kapasitas lainnya seperti halnya kegiatan

Character Building, dari segi dukungan Sumber Daya

Manusia, cukup mendongkrak pencapaian Indikator Kinerja

Setditjen Bina Gizi dan KIA pada tahun 2013.

m) Penyelenggaraan Bantuan Operasional Kesehatan

Capaian Indikator Kinerja Strategis Setditjen Bina Gizi dan

KIA dalam hal puskesmas yang mendapatan Bantuan

Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan lokakarya

mini untuk menunjang pencapaian SPM pada tahun 2013,

telah melampaui target yang sudah ditentukan. Keberhasilan

ini juga dialami pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada

Gambar 3.25 Character Building Ditjen Bina GIZI & KIA Gambar 3.26Pelatihan Bisnis Proses, Ditjen Bina Gizi & KIA

105

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

tahun 2011 dan 2012, sejak pola pembiayaan Bantuan

Operasional Kesehatan bersifat TP (Tugas Pembantuan).

Dibawah ini dijelaskan dalam tabel trend realisasi pencapaian

BOK tingkat puskesmas tahun 2013 dan 2 tahun

sebelumnya.

Grafik 3.24

Trend Puskesmas Yang Merealisasikan BOK Tahun 2011-

2014

Pada tahun 2013, capaian realisasi BOK diatas angka

standar yang telah ditetapkan yaitu sebesar 9.419

puskesmas dari target yang telah ditentukan pada tahun

2013 sebesar 8.868 Puskesmas, pada tahun 2012 capaian

sebesar 9.323 Puskesmas dari target yang telah ditetapkan

sebesar 8.737, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 8,740

dari target yang telah ditetapkan sebesar 8.608. sedangkan

target pada tahun 2014 adalah sebanyak 9.000 puskesmas.

Dari ketiga perbandingan antar tahun tersebut, terdapat

kenaikan angka capaian realisasi BOK di puskesmas selama

tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, dan realisasi ketiga

tahun tersebut semuanya mencapai atau melebihi dari angka

yang telah ditetapkan.

106

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Realisasi dana TP-Bantuan Operasional Kesehatan pada

tahun 2013, yang diselenggarakan pada setiap propinsi

memiliki angka capaian sebesar 98,36%, angka ini

merupakan angka yang paling tinggi diantara angka capaian

sebelumnya. Berikut trend realisasi capaian BOK dari tahun

2011 sampai dengan 2013:

Grafik 3.25

Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013

Tingginya angka realisasi dana Bantuan Operasional

Kesehatan pada tahun 2013 ini menunjukkan indikasi

perbaikan manajemen pengelolaan anggaran yang semakin

baik. Selain itu, pembinaan secara intens dan

berkesinambungan turut mendorong tingkat capaian yang

Gambar 3.27 Pertemuan Evaluasi dan Midterm Review BOK

107

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

lebih baik. Keterlibatan dari Dinas Kesehatan Propinsi dalam

rangka memberikan Pembinaan Teknis, Monitoring dan

Evaluasi Penyelenggaraan Bantuan Operasional Kesehatan

di Kabupaten/ kota juga mempengaruhi peningkatan realisasi

dana Bantuan Operasional Kesehatan pada tahun 2013.

Realisasi pencapaian Fisik dan Keuangan dalam mendukung

penyelenggaraan dana Bantuan Operasional Kesehatan di

tingkat Setditjen Bina Gizi dan KIA, dengan

menyelenggarakan penguatan kapasitas bagi pengelola

Bantuan Operasional Kesehatan dalam hal program dan

administrasi keuangan yang dilakukan melalui kegiatan-

kegiatan sosialisai program dan pelatihan keuangan.

a. Faktor Pendukung Keberhasilan

1) Ketersediaan Dana BOK cukup besar dan dapat

melingkupi seluruh puskesmas di seluruh Indonesia

2) Penyelenggaraan Dana BOK sudah memasuki tahun

ke-5 sehingga pengelola BOK di Kabupaten/ Kota dan

Puskesmas sudah tidak asing dalam penyelenggaraan

dana BOK baik dari sisi teknis ataupun administrasi

b. Faktor Penghambat Keberhasilan

1) Terdapat disparitas dalam hal status kesehatan dan

kondisi geographi dapat mendukung keberhasilan

pencapaian program BOK

2) Belum Optimalnya fungsi puskesmas baik dalam hal

teknis ataupun administrasi sehingga dapat

menghambat pelaksanaan program BOK

3) Rendahnya biaya operasional puskesmas dari APBD

sehingga masih ada beberapa puskesmas yang hanya

mengandalkan dana operasional puskesmas dari dana

TP-BOK

108

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

c. Alternatif Pemecahan Masalah

1) Adanya pembagian dana BOK berdasarkan kondisi

geograpi dan status kesehatan masyarakat .

2) Sosialisasi penggunaan dana BOK yang melibatkan

seluruh kabupaten/ kota dan perwakilan puskesmas di

seluruh Indonesia

3) Melakukan advokasi kepada pemerintah daerah

terhadap proporsi pengalokasian dana operasional

puskesmas selaian dari dana TP- BOK

C. AKUNTABILITAS KEUANGAN

Sumberdaya anggaran adalah unsur utama selain SDM

dalam menunjang pencapaian indikator kinerja. Peranan

pembiayaan sangat berpengaruh terhadap penentuan arah

kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan

dengan upaya pembangunan dibidang bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak.

109

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Tabel 3.14 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2013 Menurut Jenis Anggaran

No Unit Organisasi Alokasi Anggaran Realisasi Anggaran %

1 Dekonsentrasi 308.792.333.000 258.159.056.790 83.60

2 Tugas Pembantuan 1.167.839.163.000 1.148.666.304.539 98,36

3 Kantor Pusat 631.434.812.000 556.204.552.967 88,09

4 Kantor Daerah 27.628.369.000 25.476.883.903 92,21

rata-rata 2.135.694.677.000 1.988.506.798.199 93,11

Tahun 2013, dukungan pembiayaan dalam pencapaian

indikator Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak sebesar Rp. 2.135.694.677.000,- yang terdistribusi

melalui Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (BOK), Kantor

Pusat, dan Kantor daerah. Tabel diatas menggambarkan

realisasi anggaran menurut satuan kerja. Tugas pembantuan

dengan jumlah anggaran yang cukup besar dapat terealisasi

98,36%, memiliki kontribusi cukup besar dalam capaian

anggaran Ditjen bina GIKIA diatas 90%. Anggaran

dekonsentrasi yang tersebar di 34 provinsi, hanya terserap

sebesar 83,6%. Secara keseluruhan serapan anggaran Ditjen

Bina Gizi dan KIA mencapai 93,11%.

Serapan anggaran Ditjen Bina Gizi dan KIA, meningkat

2,86% lebih tinggi bila dibanding dengan tahun 2012 (90,25%).

Peningkatan serapan anggaran terutama pada anggaran tugas

pembantuan. Sedangkan anggaran dekonsentrasi serapan

anggaran cenderung mengalami penurunan, sejak tahun 2011

hingga tahun 2013. Tahun 2011 serapan anggaran

dekonsentrasi sebesar 90,02% dan menurun menjadi 83,6%.

110

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Hal ini hendaknya menjadi catatan tersendiri terhadap kinerja

keuangan. Apakah menurunnya serapan anggaran

dekonsentrasi akibat kendala administrasi, perencanaan atau

pelaksanaan kegiatan. Bila melihat kondisi ini, maka terdapat

dua masalah; pertama, serapan anggaran yang cenderung

menurun, kedua, realisasi anggaran tidak seiring dengan

capaian kinerja program. secara rinci dapat dilihat pada tabel

dibawah

Tabel 3.15 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA

Tahun 2010-2013

NO JENIS ANGGARAN 2011 2012 2013

1 Dekonsentrasi 90,02 87,52 83.60

2 Tugas Pembantuan 77,13 91,93 98,36

3 Kantor Pusat 81,78 86,97 88,09

4 Kantor Daerah 82,34 92,73 92,21

TOTAL 80,72 90,25 93,11

Distribusi pembiayaan melalui Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan, diharapkan memiliki dampak langsung terhadap

peningkatan capaian kinerja program. Terutama tugas

pembantuan yang dilaksanakan untuk kegiatan BOK. Kegiatan

BOK sebagian besar merupakan kegiatan terkait langsung

dengan capaian indikator kinerja program terutama MDGs dan

indikator lainnya seperti Pn. KN, D/S dan sebagainya.

Berdasarkan hasil evaluasi, tingginya serapan anggaran

tidak berkorelasi langsung terhadap capaian kinerja program.

Hingga laporan ini di tulis, tahun 2013 terdapat 4 indikator yang

tidak dapat memenuhi target, yaitu penanganan kasus gizi

111

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

buruk, K4, pelayanan kesehatan balita dan penjaringan anak

SD/MI. Hal ini menjadi perhatian serius, karena disatu sisi

serapan anggaran Ditjen Bina GIKIA cenderung mengalami

peningkatan sejak tahun 2011 namun capaian kinerja program

cenderung mengalami penurunan. Bila tahun 2011, hanya

terdapat 2 (12,5%) indikator yang tidak mencapai target,

namun tahun 2013 bertambah menjadi 4 (25%) indikator.

Grafik 3.26 Trend Serapan Anggaran dibanding Capaian Indikator

Tabel 3.16 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA

Lokasi Kantor Pusat Menurut Satuan Kerja

NO JENIS ANGGARAN ALOKASI REALISASI %

1 SETDITJEN BINA GIZI dan KIA 137.377.896.000 98.172.354.545 71,46

2 DIT. BINA KES. TRADISIONAL ALTERNATIF DAN KOMPLEMENTER

14.666.015.000 14.322.876.956 97,66

3 DIT. BINA GIZI MASYARAKAT 369.890.999.000 353.722.444.765 95,63

4 DIT. BINA KESEHATAN IBU 33.153.725.000 30.383.014.904 91,64

5 DIT. BINA KESEHATAN ANAK 37.005.446.000 34.183.170.046 92,37

6 DIT. BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAH RAGA

39.340.731.000 21.886.661.801 55,63

TOTAL 631.434.812.000 552.670.523.017 87,53

112

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

Realisasi penyerapan anggaran menurut satuan

kerja di kantor pusat secara rinci dapat kita lihat pada tabel

diatas, dengan rata-rata realisasi anggaran Ditjen Bina Gizi

dan KIA sebesar 87,53%. Realisasi anggaran Sekretriat

Ditjen Bina Gizi dan KIA sebesar 71,46% dan Direktorat

Kesehatan Kerja dan Olahraga sebesar 55,63% adalah dua

satuan kerja yang realisasi kurang dari 80%. Sementara

realisasi tertinggi adalah Direktorat Pelayanan Kesehatan

Tradisional, Alternatif dan Komplementer sebesar 97,66%.

Selain sumberdaya anggaran di Kantor Pusat, Ditjen

Bina Gizi dan KIA juga didukung sumberdaya anggaran

yang berada di Kantor Daerah yaitu pada Unit Pelaksana

Teknis (UPT) yang meliputi: a) BKTM Makassar, b) LKTM

Palembang dan BKOM Bandung. Secara umum, serapan

anggaran pada kantor daerah sebesar 92,73% lebih tinggi

dari tahun 2011 (82,34%), dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.17 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA

Menurut Lokasi Satuan Kerja Kantor Daerah

NO JENIS ANGGARAN ALOKASI REALISASI %

1 BKTM MAKASSAR 18.089.753.000 17.218.227.688 95,18

2 LKTM PALEMBANG 2.645.244.000 2.524.059.130 95,42

3 BKOM BANDUNG 6.893.372.000 5.734.597.085 83,19

TOTAL 27.628.369.000 25.476.883.903 92,21

113

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

BAB IV

P E N U T U P

A. Simpulan

1. Realisasi kinerja Indikator Kinerja Utama (IKU)

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, Pn 90,88%

(>89%), KN 92,33% (>89%), D/S 80,29% (>80%),

dengan capaian kinerja rata-rata diatas 100%.

2. Realisasi kinerja Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) dari 13

indikator kinerja, sebanyak 9 (75%) indikator telah

mencapai target dan 4 indikator tidak tercapai yaitu;

Penanganan gizi buruk, K4, Pelayanan kesehatan

balita, dan Penjaringan anak sekolah.

3. Terdapat indikator kinerja yang dalam kurun waktu 4

tahun tidak pernah tercapai, yaitu Penjaringan Anak

SD/MI. Demikian pula indikator pelayanan kesehatan

balita, dalam kurun 2 tahun tarakir tidak dapat tercapai.

4. Realisasi anggaran Peogram Bina Gizi dan KIA tahun

2013 sebesar 93,11% dengan realisasi fisik kantor

pusat sebesar 93,19%.

5. Tingginya realisasi anggaran Program Bina Gizi dan

KIA tidak sejalan dengan capaian indikator, yang

dibuktikan dengan realisasi anggaran sebesar 93,11%

lebih tinggi dibanding dengan % indikator yang telah

mencapai target.

B. Rekomendasi

1. Perlu perhatian serius bagi pemegang program,

terutama terkait dengan indikator-indikator yang tidak

dapat tercapai.

114

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013

2. Segera melakukan reformulasi rencana kegiatan dan

menyusunan rencana percepatan capaian indikator

terutama terkait indikator-indikator yang tidak dapat

tercapai di tahun 2013.

3. Melakukan koordinasi program secara berjenjang mulai

dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan

Puskesmas.

4. Melakukan upaya-upaya teknis dan mempertajam

sasaran yang memiliki daya ungkit tinggi.

5. Meningkatkan kualitas pengelolaan anggaran sejalan

dengan peningkatan kualitas kinerja program.

top related