gambaran pengetahuan peran perawat dalam...
Post on 14-Mar-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN PENGETAHUAN PERAN PERAWAT DALAM
KETEPATAN WAKTU TANGGAP PENANGANAN KASUS
GAWAT DARURAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Heru Setyawan
NIM. S11020
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Heru Setyawan
NIM : S.11020
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 27 Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
(Heru Setyawan)
S.11020
iv
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Gambaran Pengetahuan Peran Perawat Terhadap Ketepatan Waktu
Tanggap Penanganan Kegawatdaruratan Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah Karanganyar”. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak
mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns. M.Kep, selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan proposal skripsi.
4. Sri Martutik, S.Kep., Ns. M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang juga
telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan proposal skripsi.
5. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S-1 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
6. Direktur RSUD Karanganyar yang memberikan ijin dan arahan untuk peneliti
dalam melakukan studi pendahuluan proposal skripsi.
7. Responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan
bersedia menandatangani informent consent sebagai responden penelitian.
8. Orang tua tercinta, yaitu Bapak Nirwanto, Ibu Tuminem, seluruh keluarga
besar, kakak – kakak dan keponakan tersayang, yang selalu memberikan
dukungan, motivasi, doa dan kasih sayangnya sepanjang waktu.
9. Teman-teman angkatan 2011 / S11 tersayang, yang saling mendukung dan
membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan
mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
v
Selanjutnya peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi
perbaikan skripsi ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan
pelayanan keperawatan.
Surakarta, 27 Januari 2015
Heru Setyawan
NIM.S11020
vi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
ABSTRAK xi
ABSTRACT …………………………………………………………………….xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ....................................................................... 8
2.2 Kerangka Teori ...................................................................... 37
2.3 Kerangka Konsep ................................................................... 37
2.4 Keaslian Penelitian ................................................................ 38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ............................................ 39
3.2 Populasi dan Sampel ........................................................... 39
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 40
3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Skala
Pengukuran ............................................................................. 41
vii
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan data .......................... 42
3.6 Teknik Pengolahan ................................................................. 44
3.7 Analisa Data .......................................................................... 46
3.8 Etika Penelitian ...................................................................... 47
BAB IV Hasil Penelitian
4.1. Karakteristik Responden 48
4.2. Hasil Analisis Univariat 50
BAB V Pembahasan
5.1. Karakteristik Usia 52
5.2. Karakteristik Jenis Kelamin 53
5.3. Lama Kerja 53
5.4. Pendidikan 54
5.5. Pengetahuan peran perawat dalam ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus gawat darurat 55
BAB VI Penutup
6.1. Kesimpulan 59
6.2. Saran 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
2.1
2.2
Judul Tabel
Skala Triage Australia
Skala Triage Kanada
Halaman
26
27
2.3 Skala Triage Manchester 28
2.4 Keaslian Penelitian 38
3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan
Skala Pengukuran
41
4.1 Distribusi Frekuensi Usia Perawat di IGD RSUD
Karanganyar
48
4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kelamin perawat di
IGD RSUD Karanganyar
49
4.3 Distribusi Frekuensi Lama kerja perawat di IGD
RSUD Karanganyar
49
4.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan perawat di IGD
RSUD Karanganyar
50
4.5 Gambaran pengetahuan peran perawat dalam
ketepatan waktu tanggap penanganan kasus
gawat darurat di IGD RSUD Karanganyar
50
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.3 Skema Kerangka Teori 37
2.4 Skema Kerangka Konsep 37
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : F.01 Usulan Topik Penelitian
Lampiran 2 : F.02 Pengajuan Persutujuan Judul
Lampiran 3 : F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4 : Surat Jawaban Ijin Studi Pendahuluan KESBANGPOL
Lampiran 5 : Surat Jawaban Ijin Studi Pendahuluan BAPPEDA
Lampiran 6 : Surat Jawaban Ijin Studi Pendahuluan RSUD Karangayar
Lampiran 7 : Jadwal Penelitian
Lampiran 8 : F.05 Lembar Oponent
Lampiran 9 : F.06 Lembar Audience
Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 11 : Surat Jawaban Ijin Penelitian KESBANGPOL
Lampiran 12 : Surat Jawaban Ijin Penelitian BAPPEDA
Lampiran 13 : Surat Jawaban Ijin Penelitian RSUD Karangayar
Lampiran 14 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 15 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 16 : Hasil Penelitian
Lampiran 17 : Dokumentasi
Lampiran 18 : Lembar Konsultasi Pembimbing Utama
Lampiran 19 : Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Heru Setyawan
Gambaran Pengetahuan Peran Perawat Dalam Ketepatan Waktu TanggapPenanganan Kasus Gawat Darurat Di Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar
ABSTRAK
Perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya di berbagaisituasi dan kondisi yang meliputi tindakan penyelamatan pasien secara profesionalkhususnya penanganan pada pasien gawat darurat. Instalasi Gawat Daruratsebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegangperanan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Waktu tanggap tersebutharus mampu dimanfaatkan untuk memenuhi prosedur utama dalam penanganankasus gawat darurat atau prosedur ABCD (Airway, Breathing, Circulation danDisability). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuantentang peran perawat dalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawatdarurat di instalasi gawat darurat RSUD Karanganyar.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Pemilihan sampeldilakukan dengan metode Total Sampling pada 20 responden. Instrumen yangdigunakan adalah kuesioner peran perawat dalam ketepatan waktu tanggappenanganan kasus gawat darurat kepada 20 perawat IGD RSUD Karanganyar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan peran perawat dalamketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat sebagian besar dalamkategori baik yaitu sebanyak 16 responden (80%). Pengetahuan peran perawatdalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat sebagian besardalam kategori baik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ; sebagian besarresponden berusia > 36 tahun dan sebagian besar responden sudah bekerja selama< 11 tahun.
Kata Kunci: Pengetahuan, Perawat, Waktu Tanggap, Gawat DaruratDaftar Pustaka : 32 (2002 – 2015)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Heru Setyawan
Description of Nurses’ Role Knowledge on Response Time Punctuality ofEmergency Case Management at the Emergency Instalation Unit of
Local General Hospital of Karanganyar
ABSTRACT
Nurses employed at the Emergency Instalation Unit are always expected todo their role in many situation and condition to save patients professionallyespecially the emergency patients. The Emergency Instalation Unit as the maingate to solve emergency case holds an important role to save patients’ life.Response time must be used to fulfill the main procedure to manage emergencycases or ABCD procedure (Airway, Breathing, Circulation, and Disability). Theobjective of this research is to investigate the nurses’ role knowledge on theresponse time punctuality of emergency case management at the EmergencyInstalation Unit of Local General Hospital of Karanganyar.
This research used the descriptive quantitative method. The samples ofresearch consisted of 20 nurses at the Emergency Instalation Unit of LocalGeneral Hospital of Karanganyar. They were taken by using the total samplingtechnique. The data were collected through questionaire.
The result of the research shows 16nurses (80%)had good role knowledgeon the response time punctuality of emergency case management at theEmergency Instalation Unit of Local General Hospital of Karanganyar.It wasinfluenced by the following: almost all respondents were aged> 36 years old andalmost all worked for < 11 years.
Keywords: Knowledge, nurses, response time, emergencyReferences: 32 (2002 – 2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gawat artinya mengacam nyawa, sedangkan Darurat adalah perlu
mendapat penangana atau tindakan dengan segera untuk menghilangkan
acaman nyawa korban. Sebernarnya dalam tubuh kita terdapat berbagai
oragan dan semua itu terbentuk dari sel – sel, sel tersebut akan timbul jika
pasokan oksigen tidak terhenti, dan kematian tubuh itu akan timbul jika
sel tidak bisa mendapatkan pasokan oksigen. Kematian ada dua macam
yaitu mati klinis dan mati biologis, mati klinis adalah bila seorang
penderita henti nafas dan henti jantung, waktu 6-8 menit setelah
terhentinya pernafasan dan system sirkulasi tubuh sedangkan mati
biologis adalah mulai terjadinya kerusakan sel – sel otak dan waktunya
dimulai 6 sampai dengan 8 menit setelah berhentinya system pernafasan
dan sirkulasi (Musliha, 2010)
Pada tahun 2007, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat
(IGD) di seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh
kunjungan di RSU) dengan jumlahkunjungan 12% dari kunjungan IGD
berasal dari rujukan dengan jumlah Rumah Sakit Umum 1.033Rumah
Sakit Umum dari 1.319 Rumah Sakit yang ada. Jumlah yang signifikan
ini kemudianmemerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan
pasien gawat darurat (KeputusanMenteri Kesehatan, 2009)
2
Instalasi Rawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus
gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya
penyelamatan hidup klien. Wilde (2009) telahmembuktikan secara jelas
tentang pentingnya waktu tanggap (response time) bahkan pada
pasienselain penderita penyakit jantung. Mekanisme response time,
disamping menentukan keluasanrusaknya organ-organ dalam, juga dapat
mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatanpertolonganyang
diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai
dengankompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat denganresponse time yang cepat dan
penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan
meningkatkansarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen
IGD rumah sakit sesuai standar(Kepmenkes, 2009)
Waktu tanggap tersebut harus mampu dimanfaatkan untuk
memenuhi prosedur utama dalam penanganan kasus gawat darurat atau
prosedurABCD (Airway, Breathing, Circulation dan Disability). Airway
berartipenanganan pada saluran nafas yang terhambat karena
kecelakaan/penyakit.Breathing berarti penanganan terhadap kemampuan
paru-paru dalam memompakeluar-masuk udara. Circulation yang berarti
penanganan terhadap kemampuanjantung untuk memompa darah dan
Disability yang berarti penanganan terhadap kemungkinan terjadinya
cacat permanen akibat kecelakaan. Prosedur ABCDharus secepat
mungkin dilakukan karena semakin lama rentang waktu antarakejadian
3
gawat darurat dengan penanganan prosedur tersebut maka akan
semakinkecil peluang keselamatan pasien khususnya untuk pasien dengan
masalah padaAirway, Breathing dan Circulation. Keberhasilan dalam
penanganan gawatdarurat tidak hanya ditentukan dengan keberhasilan
dalam memaksimalkan waktutanggap untuk menjalankan prosedur ABCD
pada fase rumah sakit, tetapipenanganan fase pra rumah sakit berupa
sistem mobilisasi (transportasi) pasienmenuju fasilitas pelayanan gawat
darurat juga memegang peranan sangat penting(Media Aesculapius,
2007).
Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat
antara lain karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher
(pasien) dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien, pelaksanaan
manajemen, strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal ini
bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang waktu
tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit. Salah satu indikator
keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat adalah
kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita
gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang
tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan
nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan
hingga pertolongan rumah sakit (Moewardi, 2003).
4
Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya
waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien selain penderita
penyakit jantung. Mekanisme response time, disamping menentukan
keluasan rusaknya organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban
pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada
pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan
penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit
sesuai standar (Kepmenkes, 2009).
Hasil penelitianSabarulin, Darmawansyah, dan Rasyidin (2013)
yang berjudulfaktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan di rumah sakit Woodward
Palumotivasi menunjukkan bahwa perawat yang motivasinya tinggi
kinerja baik lebih banyak dibandingkan dengan perawat motivasinya
rendah dan kinerjanya baik. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji
Chi-square menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara motivasi
dan kinerja perawat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Zahriany (2009) yang menyimpulkan bahwa motivasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perawat dlm kelengkapan Rekam medis di R.
Rawat Inap RSU DR. Pirngadi Medan.
5
Seorang petugas kesehatan IGD harus mampu bekerja di IGD
dalam menanggulangi semua kasus gawat darurat, maka dari itu dengan
adanya pelatihan kegawatdaruratan diharapkan setiap petugas kesehatan
IGD selalu mengupayakan efisiensi dan efektifitas dalam memberikan
pelayanan. Petugas kesehatan IGD sedapat mungkin berupaya
menyelamatkan pasien sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-
singkatnya bila ada kondisi pasien gawat darurat yang datang berobat ke
IGD. Pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas kesehatan IGD sangat
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan klinis agar tidak terjadi
kesalahan dalam melakukan pemilahan saat triage sehingga dalam
penanganan pasien bisa lebih optimal dan terarah (Oman, 2008).
Perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya di
berbagai situasi dan kondisi yang meliputi tindakan penyelamatan pasien
secara profesional khususnya penanganan pada pasien gawat darurat,
sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran
pengetahuan tentang peran perawat penanganan kasus ketepatan waktu
tanggap kasus gawat darurat di IGD RSUD Karanganyar.
1.2. Rumusan Masalah
Perawat di IGD dituntut untuk menjalankan perannyadalam
penanganan pasien gawat darurat sehingga dapat meminimalkan risiko
kematian pada pasien dengan keadaan gawat darurat maka peneliti
merumuskan masalah “Bagaimana gambaran pengetahuan tentang peran
6
perawat dalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat
IGD RSUD Karanganyar?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuantentang peran
perawat dalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat
darurat di instalasi gawat darurat RSUD Karanganyar.
1.3.2. Khusus
1. Mengetahui karakteristik perawat dalam penanganan kasus
gawat darurat di IGD RSUD Karanganyar.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan tentangperan perawat dalam
ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat di
IGD RSUD Karanganyar.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Rumah sakit
Penelitian ini diharapkan jadi bahan masukan bagi rumah sakit
terutama perawat dalam melakukan perannya melaksanaan ketepatan
waktu tanggap penanganan pada kasus kegawat daruratan di instalasi
gawat darurat.
7
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi guna
meningkatkan mutu pendidikan terutama pada pengetahuan peran
perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus
kegawat di instalasi gawat darurat.
1.4.3. Bagi Peneliti lain
Sebagai bahan acuan serta referensi bagi peneliti lain dan
penelitian lanjutan yang berhubungan dengan peran perawat dalam
melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat
daruratan di instalasi gawat darurat sebagai salah satu acuan untuk
penelitian selanjutnya.
1.4.4. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan memperdalam ilmu
peneliti tentang penelitian kuantitatif dan dapat melaksanaan peran
perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus
kegawat daruratan di instalasi gawat darurat.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TEORI
2.1.1 Gawat Darurat
2.1.1.1 Definisi
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan
sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai ketergantungan
seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi
tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi
tersebut the American College of Emergency Physicians
states dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan
memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan,
dan menyediakan terapi pada pasien-pasien dengan trauma
yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya
(Krisanty, 2009).
Menurut Krisanty (2009) Penatalaksanaan awal
diberikan untuk :
1. Mempertahankan hidup
2. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk
3. Meningkatkan pemulihan
Menurut Krisanty (2009) Seseorang yang
memberikan penatalaksanaan awal harus :
9
1. Mengkaji sesuatu
2. Menentukan diagnosis untuk setiap korban
3. Memberikan penanganan yang cepat dan adekuat,
mengingat bahwa korban mungkin memiliki lebih dari
satu cedera dan beberapa korban akan membutuhkan
perhatian dari pada yang lain
4. Tidak menunda pengiriman korban ke Rumah Sakit
sehubungan dengan kondisi serius
Pada penderita trauma, waktu sangat penting, oleh
karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah
dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai initial aassesment
(penilaian awal) dan meliputi (ATLS, 2004) :
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resutisasi
6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan
anamnesis
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
10
2.1.1.2 Penanganan definitif
1. Primary Survey
Penatalaksanaan awal pada primary survey
dilakukan pendekatan melalui ABCDE yaitu :
a. Airway
A : Airway, menjaga airway dengan kontrol
servikal (cervical spine control)
Airway manajemen merupakan hal yang
terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan
keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan
keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama
yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas,
yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat
disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau
trakea. Gangguan airway dapat timbul secara
mendadak dan total, perlahan – lahan dan sebagian,
dan progresif dan/atau berulang (Dewi. 2013)
Menurut ATLS 2004, Kematian-kematian
dini karena masalah airway seringkali masih dapat
dicegah, dan dapat disebabkan oleh :
11
1) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan
airway
2) Ketidakmampuan untuk membuka airway
3) Kegagalan mengetahui adanya airway yang
dipasang secara keliru
4) Perubahan letak airway yang sebelumnya telah
dipasang
5) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan
ventilasi
6) Aspirasi isi lambung
Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi
kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Jika pasien
tidak mampu dalam mempertahankan jalan
nafasnya, patensi jalan nafas harus dipertahankan
dengan cara buatan seperti : reposisi, chin lift, jaw
thrust, atau melakukan penyisipan airway
orofaringeal serta nasofaringeal (Smith, Davidson,
Sue, 2007). Usaha untuk membebaskan jalan nafas
harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini
dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw
thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat
dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun
demikian penilaian terhadap airway harus tetap
12
dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran
atau Glasgow Coma Scale sama atau kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway
definitif. Adanya gerakan motorik yang tak
bertujuan, mengindikasikan perlunya airway
definitif.
Teknik-teknik mempertahankan airway :
1) Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan
dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali
pada pembersihan jalan napas dimana bahu
dan kepala pasien harus direndahkan dengan
posisi semilateral untuk memudahkan drainase
lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala
diekstensikan dengan cara meletakkan satu
tangan di bawah leher pasien dengan sedikit
mengangkat leher ke atas. Tangan lain
diletakkan pada dahi depan pasien sambil
mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini
dipertahankan sambil berusaha dengan
memberikan inflasi bertekanan positif secara
intermittena (Alkatri, 2007).
2) Chin lift
13
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan
bawah rahang, yang kemudian secara hati –
hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke
arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan
ringan menekan bibir bawah untuk membuka
mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara
bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat.
Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan
hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada
korban trauma karena tidak membahayakan
penderita dengan kemungkinan patah ruas
rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa
cedera spinal menjadi patah tulang dengan
cedera spinal.
3) Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala
pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari
kelingking dan manis kanan dan kiri berada
pada angulus mandibula, jari tengah dan
telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus
mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri
berada pada mentum mandibula. Kemudian
14
mandibula diangkat ke atas melewati molar
pada maxila (Arifin, 2012).
4) Oropharingeal Airway (OPA)
Indikasi : Airway orofaringeal digunakan
untuk membebaskan jalan napas pada pasien
yang kehilangan refleks jalan napas bawah
(Krisanty, 2009). Teknik : Posisikan kepala
pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih
ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan
pasien. Hal ini dilakukan dengan cara
menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari
tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir.
Masukkan pipa orofaring dengan tangan
kanan, lengkungannya menghadap ke atas
(arah terbalik), lalu masukkan ke dalam
rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai
palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat.
Kemudian dorong pipa dengan cara
melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari
tangan menekan sambil mendorong pangkal
pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian
yang keras dari pipa berada diantara gigi atas
dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa
15
orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas
bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-
faring dengan cara memplester pinggir atas
dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester
sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)
5) Nasopharingeal Airway
Indikasi : Pada penderita yang masih
memberikan respon, airway nasofaringeal
lebih disukai dibandingkan airway orofaring
karena lebih bisa diterima dan lebih kecil
kemungkinannya merangsang muntah (ATLS,
2004).
Teknik : Posisikan kepala pasien lurus
dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring
yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa
naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak
telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan jelly
(gunakan kasa yang sudah diberi jelly). Masukkan
pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal
pipa naso-faring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke
bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung
dengan perlahan sampai batas pangkal pipa.
16
Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar,
rasa) (Arifin, 2012).
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan
nafas tetap terbuka dan periksa dengan cara
(Krisanty, 2009) :
1) Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang
simetris dan pergerakan dinding dada yang
adekuat.
2) Dengar (listen), mendengar adanya suara
pernafasan pada kedua sisi dada.
3) Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
b. Breathing
B : Breathing, menjaga pernafasan dengan
ventilasi
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-
sel tubuh memerlukan pasokan konstan O2 yang
digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi
penghasil energi, yang menghasilkan CO2 yang
harus dikeluarkan secara terus-menerus (Dewi.
2013). Airway yang baik tidak dapat menjamin
pasien dapat bernafas dengan baik pula (Dewi,
2013). Menjamin terbukanya airway merupakan
langkah awal yang penting untuk pemberian
17
oksigen. Oksigenasi yang memadai menunjukkan
pengiriman oksigen yang sesuai ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas
ventilasi dapat dinilai secara klinis (Krisanty,
2009).
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi
dengan menggunakan teknik bag-valve-face-mask
merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih
efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana
kedua tangan dari salah satu petugas dapat
digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik
(ATLS, 2004).
Cara melakukan pemasangan face-mask
(Arifin, 2012):
1) Posisikan kepala lurus dengan tubuh
2) Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai
(ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat
menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada
kebocoran)
3) Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar
dibagian mulut)
4) Jari kelingking tangan kiri penolong
diposisikan pada angulus mandibula, jari
18
manis dan tengah memegang ramus
mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang
dan memfiksasi sungkup muka
5) Gerakan tangan kiri penolong untuk
mengekstensikan sedikit kepala pasien
6) Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup
muka yang sudah dipasangkan
7) Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan
bersama-sama (tangan kanan dan kiri
memegang mandibula dan sungkup muka
bersama-sama)
8) Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
9) Bila yang digunakan Bagging, maka tangan
kiri memfiksasi sungkup muka, sementara
tanaga kanan digunakan untuk memegang bag
(kantong) reservoir sekaligus pompa nafas
bantu (squeeze-bag)
c. Circulation
C : Circulation dengan kontrol perdarahan
(hemorrage control)
Perdarahan merupakan penyebab kematian
setelah trauma (Krisanty, 2009). Oleh karena itu
penting melakukan penilaian dengan cepat status
19
hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai
tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi (ATLS,
2004).
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak
juga berkurang yang menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran.
2) Warna kulit
Wajah yang keabu-abuan dan kulit
ektremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
3) Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi
yang besar seperti a. femoralis dan a. karotis
(kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan
dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia
alat-alat, maka secara cepat kita dapat
memperkirakan tekanan darah dengan meraba
pulsasi (Dewi. 2013) :
1) Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka
tekanan darah minimal 80 mmHg sistol.
20
2) Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka
tekanan darah minimal 70 mmHg sistol.
3) Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka
tekanan darah minimal 70 mmHg sistol
Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka
tekanan darah minimal 60 mmHg sistol
d. Disability
D : Disability, status neurologis
Menjelang akhir primary survey dilakukan
evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.
Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan
tingkat (level) cedera spinal (ATLS, 2004). Cara
cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu
dengan menggunakan AVPU, sedangkan GCS
(Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang
lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis,
dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder
(Krisanty P. Dkk, 2009,).
AVPU, yaitu:
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
21
U : Unrespon
e. Exposure
E : Exposure/environmental control, membuka
baju penderita, tetapi cegah hipotermia
Merupakan bagian akhir dari primary survey,
penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya,
kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh.
Periksa punggung dengan memiringkan pasien
dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti
penderita dengan selimut kering dan hangat,
ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan
intra-vena yang sudah dihangatkan untuk
mencegah agar pasien tidak hipotermi (Dewi.
2013).
f. Survei Sekunder
Setelah dilakukan survei primer dan masalah
yang terkait dengan jalan napas, pernapasan,
serkulasi, dan status kesdaran telah selaesai
dilakukan tindakan, maka tahapan selanjutnaya
adalah survei sekunder. Pada survei sekunder
pemeriksaan lengkap mulai dari head to toe
22
1) Full set of vital signs, five intervensition, and
facilitation presence ( tanda – tanda vital, 5
intervensi, dan memfasilitasi kehiran keluarga)
Full set of vital signs (TTV)
Tanda – tanda vital ini menjadi dasar
untuk penilaian selanjutnya. Pasien yang
kemungkinan mengalami trauma dada harus
dicatat denyut nadi radial dan apikalnya; nilai
tekanan darh pada kedua lengan. Termasuk
suhu dan saturasi oksigen sebainya dilengkapi
pada tahap ini, jika belum dilakukan.
2) Give comfort measures (Memberikan
kenyamanan)
Korban trauma sering mengalami
masalah yang terkait dengan kondisi fisik dan
psikologis. Metode farmologi dan non –
farmakologi banyak digunakan untuk
menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter
dan perawat yang terlibat dalam tim trauama
harus bisa mengenali keluhan dan melakukan
intervensi bila dibutuhkan.
3) History and Head - to – Toe Examination
Riwayat Pasien (History)
23
Jika pasien sadar dan kooperatif, lakukan
pengkajian pada pasien untuk memperoleh
informasi penting tentang kondisi sebelumnya
sampai di rumah sakit seperti tempat kejadian.
Proses cedera, penilaian pasien dan intervensi
didapatkan dari peyugas EMS. Untuk
mempermudah dalam melakukan pengkajian
yang berkaitan dengan riwayat kejadian
pasien, maka dapat digunakan mneminic
MIVT yaitu mechanism (mikanisme), injuries
suspected (dugaan adanya cedera), vital signs
on scene (TTV di tempat kejadian), dan
treatment received (penawaran yang telah
diterima).
4) Inspect the posterior surfaces (periksa
permukaan bagian belakang)
Dengan tetap mempertahankan posisi
tulang belakang dalam kondisi netral,
meringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini
membutuhkan beberapa orang anggota tim.
Pemimpin tim menilai keaadaan posterior
psien dengan mecari tanda – tanda jejas,
lebam, perubahan bentuk, pergeseran, atau
24
nyeri. Pemeriksaan rektal dapat dilakukan
pada tahap ini apabila belum dilakukan pada
saat pemeriksaan pinggul dan pada
kesempatan ini juga bisa digunakan untuk
mengambil baju pasien yang berada di bawah
tubuh pasien. Apabila pada pemeriksaan
tulang belakang tidak didapatkan adanya
kelainan atau gangguan dan pasien dapat
terlentang, maka backboard dapat diambil
diambil (dengan mengikuti protokol institusi)
2.1.2 Waktu Tanggap ( Respon Time)
2.1.2.1 Definisi
Response Time merupakan kecepatan dalam
penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang sampai
dilakukan penanganan (Suhartati et al. 2011). Waktu
tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit. Penanganan
gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live
Saving. Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat
kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan
efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien
dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja.
25
Berhenti nafas selama 2 - 3 menit pada manusia dapat
menyebabkan kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009).
Waktu tanggap pelayanan merupakan gabungan dari
waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit
sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas
instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yaitu waktu
yang di perlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap
pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit dan
sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah
tenaga maupun komponen-komponen lain yang mendukung
seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi dan
administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau
tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak
melebihi waktu rata-rata standar yang ada (Haryatun, 2005).
Sistem tingkat kedaruratan triage mempunyai arti
yang penting karena triage merupakan suatu proses
mengomunikasikan kondisi kegawat daruratan pasien di
Dalam UGD. Jika data hasil pengkajian triage dikumpulkan
secara akurat dan konsisten, maka suatu UGD Dapat
menggunakan keterangan tersebut untuk menilai dan
menganalisis, serta menentukan suatu kebijakan, seperti
berapa lama pasien dirawat di UGD, berapa hari pasien
26
harus dirawat di rumah sakit jika pasien diharuskan untuk
rawat inap, dan sebagainya (Kartikawati, 2013).
2.1.2.2 Kategori Triage
1. Skala Triage Australia
Skala triage Australia ini banyak digunakan di
UGD rumah sakit di Australia. Penghitungan waktu
dimulai sejak pasien pertama kali tiba di UGD,
pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan hanya jika
perawat akan mengambil keputusan tingkat kedaruratan
triage. Selain itu, proses triage meliputi pemeriksaan
kondisi kegawat daruratan pasien secara menyeluruh.
Tabel 2.1.Skala Triage Australia (Kartikawati, 2013)
Tingkat WaktuPerawatan
Sangat mengancam hidup LangsungSedikit mengancam hidup 10 menit
Beresiko mengancam hidup 30 menitDarurat 60 menitBiasa 120nit
2. Skala Triage Kanada
Sekelompok dokter dan perawat di kanada
mengembangkan skala akuitas dan triage lima tingkat.
Setiap tingkat triage mewakili beberapa keluhan dari
pasien. Pada triage tingkat 1, contoh kasusnya:
serangan jantung, trauma berat, gagal napas akut, dan
lain-lain. Sementara itu, triage tingkat 5, contohnya
27
pasien terkilir, luka ringan, dan sebagainya. Triage
yang dilakukan oleh perawat harus berdasarkan ilmu
dan pengalaman tentang proses pemilihan pasien
berdasarkan tingkat kedaruratannya.
Dalam melakukan proses triage , perawat
mengambil keputusan tentang: seberapa lama pasien
dapat menunggu tindakan sebelum perawat melakukan
pengkajian secara komprehensif dan seberapa lama
pasien dapat menunggu untuk selanjutnya diperiksa
dokter yang akan merawatnya. Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tersebut membantu menentukan
tingkat kedaruratan pasien di mana respons pasien pada
setiap levelnya dapat berbeda-beda.
Tabel 2.2. Skala Triage Kanada (Kartikawati, 2013)
Tingkat Waktu untukPerawat
Resusitasi LangsungGawat Darurat Langsung
Darurat <30 menitBiasa <60 menit
Tidak Gawat <120 menit
3. Skala Triage Manchester
Skala triage Manchester dikembangkan di Inggris
oleh kelompok perawat dan dokter gawat darurat.
Setiap tingkatan pada triage ini diberi nama, nomor,
dan warna sebagai pedoman perawat dalam
28
memberikan perawatan kepada pasien. Perawat
menanyakan tanda dan gejala kepada pasien, jawaban
iya dari pasien menunjukkan tingkat kedaruratan
pasien.
Tabel 2.3. Skala Triage Manchester (Kartikawati,
2013)
No Nama Warna Waktu1 Langsung Merah 0 menit2 Gawat darurat Orange 10 menit3 Darurat Kuning 60 menit4 Standard Hijau 120 menit5 Biasa Biru 240nit
2.1.3 Konsep Perawat
2.1.3.1 Definisi Perawat
Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu
dari kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara.
menurut Harlley (2010),perawat adalah seseorang yang
berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan
melindungi seseorang karena sakit.Perawat profesional
adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang
memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan
atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai
dengan kewenanganya (Mulyaningsih 2011).
29
2.1.3.2 Peran Perawat
Peran perawat dalam melakukan perawatan
diantaranya:
1. Care giver atau pemberi asuhan keperawatan
Perawat memberikan asuhan keperawatan
profesional kepada pasien meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi hingga evaluasi.
Selain itu, perawat melakukan observasi yang kontinu
terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan
kesehatan, memberikan informasi yang terkait dengan
kebutuhan pasien sehingga masalah pasien dapat
teratasi (Susanto, 2012).
2. Client advocate atau advokator
Perawat sebagai advokator berfungsi sebagai
perantara antara pasien dengan tenaga kesehatan lain.
Perawat membantu pasien dalam memahami informasi
yang didapatkan, membantu pasien dalam mengambil
keputusan terkait tindakan medis yang akan dilakukan
serta memfasilitasi pasien dan keluarga serta
masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan yang
optimal (Kusnanto, 2004).
30
3. Client educator atau pendidik
Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya
dalam memberikan pengetahuan, informasi, dan
pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga pasien
maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan (Susanto, 2012).
Perawat sebagai pendidik bertugas untuk memberikan
pengajaran baik dalam lingkungan klinik, komunitas,
sekolah, maupun pusat kesehatan masyarakat (Brunner
& Suddarth, 2003). Perawat sebagai pendidik berperan
untuk mendidik dan mengajarkan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan lain
sesuai dengan tanggungjawabnya. Perawat sebagai
pendidik berupaya untuk memberikan pendidikan atau
penyuluhan kesehatan kepada klien dengan evaluasi
yang dapat meningkatkan pembelajaran (Wong, 2009).
4. Change agent atau agen pengubah
Perawat sebagai agen pengubah berfungsi
membuat suatu perubahan atau inovasi terhadap hal-hal
yang dapat mendukung tercapainya kesehatan yang
optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola
pikir pasien, keluarga, maupun masyarakat untuk
31
mengatasi masalah sehingga hidup yang sehat dapat
tercapai (Susanto, 2012).
5. Peneliti
Perawat sebagai peneliti yaitu perawat
melaksanakan tugas untuk menemukan masalah,
menerapkan konsep dan teori, mengembangkan
penelitian yang telah ada sehingga penelitian yang
dilakukan dapat bermanfaat untuk peningkatan mutu
asuhan dan pelayanan keperawatan (Susanto, 2012).
Perawat sebagai peneliti diharapkan mampu
memanfaatkan hasil penelitian untuk memajukan
profesi keperawatan (Sudarma, 2008).
6. Consultant atau konsultan
Perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi
pasien, keluarga dan masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatan yang dialami klien. Peran ini
dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien
(Kusnanto, 2004).
7. Collaborator atau kolaborasi
Peran perawat sebagai kolaborator yaitu perawat
bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya
dalam memberikan pelayanan kepada klien (Susanto,
2012).
32
2.1.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Peran Perawat
Widiasih (2008), menyatakan keberhasilan pelayanan gawat
darurat dipengaruhi oleh 3 kesiapan, yaitu kesiapan mental artinya
petugas harus siap dalam 24 jam dan tidak dapat ditunda, kemudian
kesiapan pengetahuan teoritis dan fatofisiologi berbagai organ tubuh
yang penting dan keterampilan manual untuk tindakan dalam
pertolongan pertama. Yang ketiga kesiapan alat dan obat-obatan
darurat yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat.
Peran adalah sebagian dari perilaku, menurut Green
Lawrence (1990) dalam (Notoatmojo, 2003) perilaku dipengaruhi
oleh tiga faktor utama yaitu:
1. Predisposing factors
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi dansebagainya, faktor-faktor ini terutama yang
positif mempermudah terwujudnya perilaku maka sering disebut
faktor pemudah.Dalam memberikan bantuan pelayanan gawat
darurat petugas harus mempunyai ada 3 unsur kesiapan, salah
33
satunya adalah kesiapan pengetahuan dan keterampilan karena
erat kaitannya dengan upaya penyelamatan langsung terhadap
pasienWidiasih, 2008).
a. Pengetahuan
Notoatmodjo (1993), menyatakan bahwa pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku dan tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan.
Selanjutnya Depkes (1991), mengutarakan bahwa
pengetahuan yang baik akan menunjang terwujudnya
perilaku yang baik pula. Semakin tinggi tingkat pendidikan
perawat maka semakin baik pula dalam setiap tindakan yang
akan dilakukan.
Arikunto (1993) menjelaskan bahwa semakin tinggi
tingkat pengetahuan semakin baik pula dalam melaksanakan
intervensi keperawatan. Sedangkan Notoatmodjo (1993),
mengatakan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang
maka semakin baik pula dalam mengaplikasikan sesuatu yang
diperoleh.
b. Motivasi
34
Hasil penelitian Sabarulin (2013) menunjukkan
motivasi yang besar sangat berpengaruh baik terhadap kinerja
perawat dibandingkan dengan perawat yang memiliki
motivasi rendah maka kinerja perawat lebih rendah. Motif
atau dorongan dalam melakukan sesuatu pekerjaan sangat
besar pengaruhnya terhadap moral kerja dan hasil kerja.
Seseorang bersedia melakukan pekerjaan bila motif yang
mendorong cukup kuat yang pada dasarnya tidak mendapat
saingan atau tantangan dari motif lain yang berlawanan.
Motif yang mendorong seorang perawat dalam melakukan
pekerjaannya adalah motif instrinsik yaitu dorongan yang
terdapat dalam pekerjaan yang dilakukan.
Hasil penelitian Nasution (2009) menunjukkan bahwa
kinerja perawat dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berdasarkan karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin,
dan pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelompok umur pada responden yang berusia ≥39 tahun lebih
besar persentasenya yaitu 45,2% dengan kinerja baik
dibandingkan usia < 39 tahun yaitu 24,2%. Berdasarkan jenis
kelamin menunjukkan bahwa responden perempuan lebih besar
persentasenya yang berkinerja baik yaitu 38,3% dibandingkan
dengan responden laki-laki, yaitu 26,7%. Berdasarkan lama
kerja menunjukkan bahwa responden yang bekerja ≥13 tahun
35
kinerjanya lebih baik yaitu 46,2% dibandingkan responden yang
bekerja < 13 tahun, yaitu 25%.
2. Enabling factors
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan, bagi masyarakat misalnya air
bersih, tempat pembuangan tinja. Ketersedian makanan yang
bergizi dan sebagai-nya. Temasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,
polindes, pos obat desa, dokter atau bidan, praktek swasta dan
sebagainya. Untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pen-dukung. Fasilitas ini pada hakekatnya
mendukung atau memungkinkan terjadinya perilaku kesehatan
maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor
pemungkin.
3. Reinforcing factors
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas
kesehatan. Untuk berperilaku sehat masyarakat kadang-kadang
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan
fasilitaf saja melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari
para tokoh masyarakat, tokoh agama para petugas, lebih-lebih
para petugas kesehatan. Dalam menilai ketrampilan seseorang
yang dalam hal ini response time perawat, bisa saja dipengaruhi
36
adanya faktor lain Keadaan ini tergantung dari motivasi perawat
dalam mempraktikkan ketrampilan kerja yang didapat dari
pendidikannya. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi kerja, menurut Mangkunegara (2000) faktor-faktor
tersebut antara lain: Faktor kemampuan dan Faktor motivasi.
Motivasi merupakan kemauan atau keinginan didalam diri
seseorang yang mendorongnya untuk bertinda (Depkes RI,
2002).
Nursalam (2001), menjelaskan peran perawat dalam
intervensi keperawatan harus berdasarkan pada kewenangan dan
tanggung jawab secara profesional meliputi tindakan dependen,
independen dan interdependen.
37
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Notoatmojo(2003), Kusnanto (2004), Sutawijaya (2009)
2.3 Kerangka Konsep
Penanganan di IGD
1. TRIAGE2. Primary Survey3. Secondary Survey
Ketepatanwaktu tanggap
Peran perawat
1. Care giver2. Client advocate3. Client educator4. Change agennt5. Peneliti6. Consultant7. Colaboration
Pengetahuan
Pengetahuan
Kegawatdaruratan
1. Care giver2. Client advocate3. Client educator4. Change agennt5. Peneliti6. Consultant7. Colaboration
38
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.4 Keaslian Penelitian
Tabel 2.4. Keaslian penelitian
Namapeneliti
Judul penelitian Metode yangdigunakan
Hasil penelitian
VitriseMaatilu (2014 ).
Faktor-FaktorYang BerhubunganDengan ResponseTime Perawat PadaPenanganan PasienGawat DaruratDi Igd Rsup Prof.Dr . R. D. KandouManado
Jenis penelitian :kuantitatifMetode : surveyanalitik
1. Response time perawatdalam penanganan kasusgawat darurat di IGD RSUPProf Dr. R. D. KandouManado rata-rata lambatyaitu lebih dari 5 menit.
2. Tidak adanya hubunganantara pendidikan perawat,pengetahuan perawat, lamakerja perawat, pelatihanperawat dengan responsetime perawat padapenanganan pasien gawatdarurat.
Sabriyati,Islam&Gau
s (2013)
Faktor-FaktorYang BerhubunganDengan KetepatanWaktu TanggapPenanganan KasusPada ResponseTime I DiInstalasi GawatDarurat Bedah DanNon-Bedah RsupDr.WahidinSudirohusodo
Penelitianmenggunakanmetode observasidengan designcross sectional.
1. Waktu tanggap penanganankasus IGD bedah yang tepatsebanyak 67,9% dan tidaktepat 32,1%.
2. Tidak terdapat hubunganyang bermakna antara polapenempatan staf , waktu tibapasien dengan ketepatanwaktu tanggap penanganankasus di IGD
3. Terdapat hubungan yangbermakna antara ketersediaanstretcher, petugas triasedengan ketepatan waktutanggap penanganan kasusIGD Bedah
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif analitik dengan
pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012) penelitian deskriptif
analitik yaitu statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya serta melakukan analisa dan membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum.
Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan data yang diperoleh dari
sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan metode statistik yang
digunakan. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran dan keterangan-keterangan mengenai gambaran
tingkat pengetahuan tentang peran perawat dalam waktu tanggap
penanganan kasus gawat darurat.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasidalampenelitianadalah subjek yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).
Apabilaseseoranginginmenelitisemuaelemen yang
adadalamwilayahpenelitian, makapenelitiannyamerupakan penelitian
40
populasi (Arikunto, 2010). Populasidalampenelitianiniadalah
perawat yang berada di Instalansi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah Karanganyar yang berjumlah 20.
3.2.2 Sampel
Sampelterdiridaribagianpopulasiterjangkau yang
dapatdipergunakansebagaisubjekpenelitianmelalui sampling.
Sedangkan sampling adalah proses menyeleksiporsidaripopulasi
yang dapatmewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik totalsampling, yaitu
teknik pengambil sampel dengan cara mengambil semua populasi
yang ada menjadi obyek penelitian (Sugiyono, 2009).
Sampelpadapenelitianiniadalah20 perawat yang berada di IGD
RSUD Karanganyar.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempatpenelitian
Tempatmerupakanlokasidimanadilakukannya penelitian.
Penelitianinidilakukan di IGD RSUD Karanganyar.
3.3.2 Waktupenelitian
PenelitianinidilakukanselamaperiodeJuni – Juli 2015.
41
3.4 VariabelPenelitian, DefinisiOperasional, danSkalaPengukuran
Tabel 3.1VariabelPenelitian, DefinisiOperasional, danSkalaPengukuran
Variabel DefinisiOperasional
Alat ukur Hasil ukur Skala
Umur Umur adalahusiarespondenpada saatpenelitiandilaksanakandan diukurdalam satuantahun.
Kuesioner 1. < mean2. ≥ mean
Ordinal
Jeniskelamin
Jenis kelaminadalah jeniskelaminrespondenyangmembedakanantara laki –laki danperempuanyang dilihatsecara fisik.
Kuesioner 1. Laki – laki2. Perempuan
Nominal
Lama kerja Lama kerjaadalah masakerjarespondenyang dimulaisejak awalbekerjasampai saatdilakukanpenelitian.
Kuesioner 1. < mean2. ≥ mean
Ordinal
Tingkatpendidikan
Jenjangpendidikanadalah tingkatpendidikanyang yangtelah dicapaiolehseseorang.
Kuesioner 1. D32. S13. S1 Ners
Ordinal
42
Pengetahuan Pengetahuanadalah segalasesuatu yangdiketahui olehperawat dalamrekam medis,meliputi:pengertian,tujuan ,kegunaan ,petugas yangberhakmengisirekam medis,isi danmanfaatrekam medisserta waktupengembalianrekam medis.
Kuesioner 1. Baik :apabilajawabanbenardengan skor15-20
2. Cukup :apabilajawabanbenardengan skor11-14
3. Kurang :apabilajawabanyang benardenganskror 0-10
Ordinal
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 AlatPenelitian
Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan jenis kuesioner
tertutup, yaitu kuesioner yang jawaban atau isinya sudah ditentukan,
sehingga subjek tidak memberikan respon-respon atau jawaban yang
lain. Kuesioner yang digunakan berisikan 20 pertanyaan yang terdiri
pertanyaan favorable dengan klasifikasi penilaian jika menjawab
benar bernilai 1, jika menjawab salah bernilai 0 dan
unfavorableklasifikasi penilaian jika menjawab benar bernilai 0, jika
menjawab salah bernilai 1. Skor total dalam kosioner ini adalah 20
dengan klasifikasi apabila responden mampu menjawab benar
dengan skor 0-10, maka dikatagorikan kurang. Apabila responden
43
mampu menjawab benar dengan skor 11-14, maka dikatagorikan
sedang, apabila responden mampu menjawab benar dengan skor 15-
20, maka dikatagorikan baik.
3.5.2 Konten Validitas
Konten validitas adalah jenis lain dari validitas yang sangat
tergantung pada interprestasi pribadi, dan mengacu pada apakah
instrumen tersebut mengandung semua dimensi yang akan
dipertimbangkan oleh pengamat menjadi penting dalam mengukur
hasil yang diinginkan. Jika instrumen memiliki kandungan tinggi
validitas, seseorang dapat menarik kesimpulan yang lebih luas
tentang individu yang diukur dalam kaitannya dengan komunitas
yang lebih besar (Jennings, 2012).
3.5.3 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Administratif
a. Membuat F04 untuk persyaratan ijin melakukan studi
pendahuluan
b. Surat ijin studi pendahuluan digunakan untuk mencari data
di IGD RSUD Karanganyar.
c. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari
institusi kepada Direktur RSUD Karanganyar.
d. Setelah mendapatkan surat persetujuan dari Direktur RSUD
Karanganyar peneliti melakukan studi pendahuluan.
44
e. Peneliti melakukan penelitian dengan kuesioner yang sudah
valid di IGD RSUD Karanganyar dengan cara penyusunan
kuesioner di konsultasikan dan ditentukan oleh
pembimbing.
f. Data yang sudah didapatkan di entry lalu dikumpulkan
menjadi satu lalu dan diberikan tanda coding.
2. Teknis
Data demografi responden yang meliputi : umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja serta imbalan
dan kuesioner tentang waktu tanggap perawat dalam
pelaksanaan tindakan kegawatdaruratan diberikan kepada setiap
responden lalu hasilnya dikumpulkan menjadi satu lalu dianalisa
secara univariat.
3.6 Teknik Pengolahan
Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap
sebagai berikut :
1. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat
kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dari
responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga bila
ada kekurangan segera dapat dilengkapi.
45
2. Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk
mempermudah mengolah data. Dalam penelitian ini peneliti
memberikan kode data, dengan cara masing-masing responden setelah
mengisi kuesioner pada saat itu juga diberikan kode angka 1,2,3 dan
seterusnya. Dalam penelitian ini pengetahuan responden
dikatakanbaikapabilanilaijawaban benar dengan skor 15-
20,cukupapabilanilaijawaban benar dengan skor 11-14
dankurangapabila nilaijawaban yang benar dengan skror 0-10.
3. Entry data
Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer
untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan program
komputer.
4. Cleaning
Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang
dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan
sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti
melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data
yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan data
asli yang didapat di lapangan.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel
kemudian diolah dengan bantuan komputer.
46
3.7 Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Data
yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik kuantitatif
dengan menggunakan analisis unviariat. Pada penelitian ini menggunakan
sistem komputer dalam penghitungan data. Penelitian ini menggunakan
analisa univariat.
Analisa univariat merupakan suatu analisa yang digunakan untuk
menganalisis tiap-tiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan suatu
distribusi frekuensi dan prosentase dari masing-masing variabel
(Notoatmodjo 2005).
Analisa univariat juga digunakan untuk menggambarkan nilai mean
yang digunakan untuk data yang tidak dikelompokkan ataupun data yang
sudah dikelompokkan, nilai median yang merupakan nilai yang berada di
tengah dari suatu nilai atau pengamatan yang disusun, serta nilai modus yang
digunakan untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi (Hidayat
2007). Analisa univariat dalam penelitian ini adalah distribusi tentang
pengetahuan, motivasi, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, lama kerja,
sarana dan prasanan, sikap dan perilaku yang hasilnya nanti akan ditampilkan
dalam bentuk tabel.
47
3.8 Etika Penelitian
Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran
penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Informed consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti
dengan calon responden dengan memberikan lembar persetujuan.
Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon
responden bersedia menjadi responden maka dipersilahkan
menandatangani lembar persetujuan.
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak
mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat
ukur, tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
Kode yang digunakan berupa nama responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi
atau masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok
data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian (Hidayat, 2007).
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan
peran perawat dalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. Berdasarkan
data yang diambil pada tanggal 21 Agustus 2015 dengan 20 responden yang telah
memenuhi kriteria. Dari kegiatan penelitian, didapatkan hasil sebagai berikut :
4.1 Karakteristik responden
Responden dalam penelitian ini adalah perawat yang berada di IGD RSUD
Karanganyar yang telah sesuai dengan kriteria peneliti dan memiliki
karakteristik yang beragam. Sesuai dengan hasil penelitian, diperoleh data
karakteristik responden sebagai berikut:
4.1.1 Usia responden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi UsiaPerawat di IGD RSUD Karanganyar(N=20)
NO UsiaResponden
Frekuensi Persentase (%)
1 > 36 tahun 11 552 < 36 tahun 9 45
Total 20 100
Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berada pada usia > 36 tahun yaitu sebanyak 11 responden (55%) dan < 36
tahun sebanyak 9 responden (45%).
49
4.1.2 Jenis kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kelamin perawatdi IGD RSUDKaranganyar
(N=20)NO Usia
RespondenFrekuensi Persentase
(%)1 Laki-laki 8 402 Perempuan 12 60
Total 20 100
Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 responden (60%) dan laki-
laki sebanyak 8 responden (40%).
4.1.3 Lama kerja
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Lama kerja perawat di IGD RSUDKaranganyar
(N=20)NO Usia
RespondenFrekuensi Persentase
(%)1 > 11 tahun 9 452 < 11 tahun 11 55
Total 20 100
Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
bekerja selama < 11 tahun tahun yaitu sebanyak 11 responden (55%) dan
≥ 11 tahun sebanyak 9 responden (45%).
50
4.1.4 Pendidikan responden
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan perawat di IGD RSUDKaranganyar
(N=57)No Pendidikan Frekuensi Presentase
(%)1 D3 Keperawatan 11 552 S1 Keperawatan 6 303 S1 Ners
Keperawatan3 15
Total 20 100
Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berpendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 11 responden (55%), S1
Keperawatan sebanyak 6 responden (30%) dan S1 Ners sebanyak 3
responden (15%).
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Gambaran pengetahuan peran perawat dalam ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus gawat darurat di IGD RSUD Karanganyar
Tabel 4.5 Gambaran pengetahuan peran perawat dalam ketepatan waktutanggap penanganan kasus gawat darurat di IGD RSUD Karanganyar
(N=20)No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 16 802 Cukup 4 203 Kurang - -
Total 20 100
Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan
peran perawat dalam kategori baik yaitu sebanyak 16 responden (80%),
cukup sebanyak 4 responden (20%) dan kurang sebanyak 0 responden
51
(0%) dalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat di
IGD RSUD Karanganyar.
52
BAB V
PEMBAHASAN
Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah peneliti melakukan
penelitian. Pembahasan penelitian ini memaparkan secara lebih rinci interpretasi
dan diskusi hasil penelitian ini merujuk kepada hasil penelitian, tujuan literatur
dan juga penelitian yang ada sebelumnya.
5.1 Usia
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
berada pada usia > 36 tahun yaitu sebanyak 11 responden (55%). Menurut
Notoatmodjo (2005) usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. Kematangan individu dapat dilihat langsung secara
objektif dengan periode umur, sehingga berbagai proses pengalaman,
pengetahuan, keterampilan, kemandirian terkait sejalan dengan
bertambahnya umur individu. Umur yang jauh lebih tua, akan cenderung
memiliki pengalaman yang lebih dalam menghadapi masalah (Furwanti,
2014).
Pada usia dewasa awal petugas kesehatan yang sudah terlatih dapat
melakukan tindakan triage karena usia dewasa adalah waktu pada saat
seseorang mencapai puncak dari kemampuan intelektualnya (King, 2010).
53
Kemampuan berpikir kritis pun meningkat secara teratur selama usia
dewasa (Potter & Perry, 2009).
5.2 Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 responden (60%). Menurut
Siagian (2004) menyatakan bahwa petugas kesehatan IGD berjenis kelamin
laki-laki secara fisik lebih kuat dibandingkan perempuan tetapi dalam hal
ketanggapan memilah pasien tidak ada perbedaan dengan petugas kesehatan
yang berjenis kelamin perempuan.
Hasil penelitian Gurning (2012) didapatkan bahwa mayoritas
responden berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa petugas
kesehatan IGD lebih banyak di butuhkan tenaganya untuk menangani
beberapa kasus yang cukup serius. Hasil penelitian Kuraesin (2009)
berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, perempuan lebih cemas
akan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki, laki-laki
cenderung lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif.
5.3 Lama kerja
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
bekerja selama < 11 tahun tahun yaitu sebanyak 11 responden (55%).
Tingkat kematangan dalam berpikir dan berperilaku dipengaruhi oleh
pengalaman kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
lama masa kerja akan semakin tinggi tingkat kematangan seseorang dalam
berpikir sehingga lebih meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Lama
54
bekerja seorang petugas kesehatan IGD dapat melakukan triage minimal
memiliki masa kerja > 2 tahun (Sunaryo, 2004). Semakin lama seseorang
bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin
meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka
semakin sedikit kasus yang ditanganinya (Sastrohadiwiryo, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Faizin dan Winarsih (2008)
tentang Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Lama Kerja Perawat Dengan
Kinerja Perawat Di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali, menyatakan
adanya hubungan antara lama kerja dengan kinerja perawat.
Lama kerja perawat pada suatu rumah sakit tidak identik dengan
produktifitas yang tinggi pula. Hal ini didukung oleh teori Robin (2007)
yang mengatakan bahwa tidak ada alasan yang meyakinkan bahwa orang-
orang yang telah lebih lama berada dalam suatu pekerjaan akan lebih
produktif dan bermotivasi tinggi ketimbang mereka yang senioritasnya yang
lebih rendah.
5.4 Pendidikan
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
berpendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 11 responden (55%).
Menurut Iqbal, Chayatin, Rozikin dan Supradi (2007) semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi
dan makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Sitorus
(2011) meskipun untuk lulusan Program Diploma III disebut juga sebagai
55
perawat profesional pemula yang sudah memiliki sikap profesional yang
cukup untuk menguasai ilmu keperawatan dan ketrampilan profesional
yang mencakup ketrampilan teknis, intelektual, dan interpersonal dan
diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan profesional
berdasarkan standar asuhan keperawatan dan etik keperawatan, namun
pendidikan keperawatan harus dikembangkan pada pendidikan tinggi
sehingga dapat menghasilkan lulusan yang memiliki sikap, pengetahuan
dan ketrampilan profesional agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai perawat professional.
Penelitian Maatilu (2013) menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan yang bermakna antara pendidikan perawat dengan response time
perawat pada penanganan pasien gawat darurat. Dalam menilai
ketrampilan seseorang yang dalam hal ini response time perawat, bisa saja
dipengaruhi adanya faktor lain, keadaan ini tergantung dari motivasi
perawat dalam mempraktikkan ketrampilan kerja yang didapat dari
pendidikannya.
5.5 Pengetahuan peran perawat dalam ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus gawat darurat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan
peran perawat dalam kategori baik yaitu sebanyak 16 responden (80%)
dalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat di IGD
RSUD Karanganyar. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
56
sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan. Perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari
pengetahuan Semakin rendah pengetahuan seseorang tentang triage maka
tindakan terhadap triage berdasarkan prioritas juga tidak akan sesuai.
Pengetahuan dapat berkembang setiap saat dimana proses belajar
memegang peranan penting dalam perkembangan (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan merupakan hal yang sangat mempengaruhi petugas kesehatan
dalam menerapkan dan menggunakan materi sesuai dengan yang situasi
dan kondisi nyata (Sunaryo, 2004).
Menurut Irmayanti et all (2007) bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu pendidikan, media,
keterpaparan informasi, pengalaman, dan juga lingkungan.
Hasil penelitian Maatilu (2013) menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat dengan response
time perawat pada penanganan pasien gawat darurat. Dikarenakan
pembahasan tentang pengetahuan variasinya sangat luas tergantung dari
faktor yang mempengaruhinya. Khusus untuk perawat IGD, pengetahuan
penanganan gawat darurat bisa didapat dari berbagai seminar ataupun
media info.
Hasil penelitian Hasmoko (2008), tentang analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja klinis perawat berdasarkan penerapan sistem
pengembangan manajemen kinerja klinis rumah sakit menunjukkan bahwa
pengetahuan mempengaruhi kinerja klinis perawat.
57
Pengetahuan perawat di IGD RSUD Karanganyar mengenai peran
perawat dalam ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat
sebagian besar dalam kategori baik, dipengaruhi oleh faktor usia
responden yang sebagian besar berada pada usia > 36 tahun. Usia
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Kematangan individu dapat dilihat langsung secara objektif dengan
periode umur, sehingga berbagai proses pengalaman, pengetahuan,
keterampilan, kemandirian terkait sejalan dengan bertambahnya umur
individu. (Notoatmojo, 2005). Pada usia dewasa awal petugas kesehatan
yang sudah terlatih dapat melakukan tindakan triage karena usia dewasa
adalah waktu pada saat seseorang mencapai puncak dari kemampuan
intelektualnya (King, 2010). Kemampuan berpikir kritis pun meningkat
secara teratur selama usia dewasa (Potter & Perry, 2009).
Lama kerja rmerupakan faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan perawat di IGD RSUD Karangayar sebagian besar dalam
kategori baik mengenai peran perawat dalam ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus gawat darurat. Tingkat kematangan dalam berpikir dan
berperilaku dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan sehari-hari. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama masa kerja akan semakin tinggi tingkat
kematangan seseorang dalam berpikir sehingga lebih meningkatkan
pengetahuan yang dimiliki. Lama bekerja seorang petugas kesehatan IGD
58
dapat melakukan triage minimal memiliki masa kerja > 2 tahun (Sunaryo,
2004).
59
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1 Karakteristik responden di IGD RSUD Karanganyar menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berada usia > 36 tahunyaitu
sebanyak 11 responden (55%).
6.1.2 Karakteristik responden di IGD RSUD Karanganyar menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 12 responden (60%).
6.1.3 Karakteristik responden di IGD RSUD Karanganyar menunjukkan
bahwa sebagian besar responden bekerja selama < 11 tahun tahun
yaitu sebanyak 11 responden (55%).
6.1.4 Karakteristik responden di IGD RSUD Karanganyar menunjukkan
bahwa sebagian besar respondenberpendidikan D3
Keperawatanyaitu sebanyak 11 responden(55%).
6.1.5 Pengetahuan peran perawatdi IGD RSUD Karangayar diketahui
bahwa sebagian besar dalam kategoribaik yaitu sebanyak 16
responden (80%) dalam ketepatan waktu tanggap penanganan
kasus gawat darurat.
60
6.2 Saran
6.2.1 Perawat di IGD RSUD Karanganyar
Perawat hendaknya aktif mencari informasi dan materi
tambahan tentang peran perawat dalam ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus gawat darurat.
6.2.2 Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan diharapkan dapat bekerjasama dengan
Instansi kesehatan yang berada di wilayahnya untuk mewujudkan
pelatihan tentang pengetahuan peran perawat dalam ketepatan
waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat.
6.2.3 Peneliti Lain
Peneliti lain dapat melakukan penelitian dengan mengubah
metode kualitatif tentangpengetahuan peran perawat dalam
ketepatan waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat.
DAFTAR PUSTAKA
ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT FOR DOCTORS.2004. 7thEDITION.
Ali, Zaidin H. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
American College of Surgeons.2004.Advanced Trauma Life Support UntukDokter Edisi 7. Jakarta: IKABI, Bab 5; Trauma Abdomen.
Bjurlin MA, Zhao LC, Goble SM, Hollowell CM. 2011.Bicycle-relatedgenitourinary injuries. J Urol [serial on the internet]. Nov [cited 2014 apr16]; 78(5):[about 4 p]. Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21945282.
Brunner&Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta:EGC
Cresswell,J.W.2013. Qualitative researche. 3th ed. Thousand Oaks: SagePublications.
Depkes RI, 2002 Standar Tenaga Keperawatan Di Rumah Sakit, DirektoratPelayanan Keperawatan Direktoral Jenderal Pelayanan Medik.
Gurning, Yanty. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas KesehatanIGD Terhadap Tindakan Triage Berdasarkan Prioritas. Riau : UniversitasRiau
Hammad F, Eid H, Jawas A, Abu F. 2010.Genitourinary Injuries Following RoadTraffic Collisions: A Population-Based Study From The Middle East.Tjtes [serial on the internet]. Sep [cited 2014 apr 16]; 16(5):[about 4 p].Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21038124
Hudak, C. M. & Gallo, B. M. 2010. Keperawatan kritis: Pendekatan Holistik (Ed.6). (M. Ester, Editor) (Asih, Penerjemah). Jakarta:EGC.
Irawan H, Setiawan F, Dewi, Dewanto G.2010. Perbandingan Glasgow ComaScale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas PasienTrauma Kepala di Rumah Sakit Atma Jaya. Majalah KedokteranIndonesia. Available fromhttp://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/.../745
Kartikawati dewi.2013.Buku Ajar Dasar – Dasar Keperawatan GawatDarurat.jakarta : salemba medika jakarta.
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.2009. Standar Instalasi GawatDarurat (IGD)Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan RepublikIndonesia.diakses
Kusnanto.2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.Jakarta:EGC.
Maatilu,Vitrise. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Response TimePerawat pada Penanganan Pasien Gawat Darurat di IGD RSUP Prof.Dr . R. D. Kandou Manado. Manado : Universitas Sam Ratulangi
Mangkunegara, A. P, 2007. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Cetakanketiga. Bandung : Penerbit PT Refika Adi tama.
Mansjoer dkk,2000.Kapita Selekta Sedokteran Edisi 3 Jilid 2.jakarta:mediaaesculapius fakultas kedokteran universitas indonesia.
Meutia.2014. Gambaran Klinis Trauma Urologi Di Rsud Arifin AchmadPekanbaru Periode Januari 2009 – Desember 2013.
Morton, gallo,hudak,2012.keperawatan kritis volume 1 & 2 edisi 8.EGC,jakarta.
Musliha.2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep DenganPendekatan Nanda Nic Noc. Yogyakarta : nuha medika.
Muwardi.2003.Materi Pelatihan PPGD, Surakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo .1993.PengantarPendidikan Kesehatan DanIlmuPerilaku, Andi Offset, Yogyakarta.(hal 94 – 96).
Nurarif.2013.Aplikasi Asuahan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis DanNANDA NIC – NOC, Edisi Revisi Jilid 1 & 2.media action publishing.yogyakarta.
Nursalam & Pariani (2001), Pendekatan Praktis; Metodologi Riset Keperawatan,Sagung Seto, Jakarta. (hal 64 – 66).
Polit, D.F & Beck, C.T.2010.generalization in quantitative and qualitativeresearch : myths and strategies. Internasional journal of nursing studies,47,1451 – 1458.
Polit, D.F & Beck, C.T and Hungler, B.P.2004. Nursing researce : princples andmethods.7th edition. Philadelpia : lippincottt willian & wilkins.
Pusponegoro, A.D.2011.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC,Bab 6;Trauma dan Bencana.
Riyadina Woro, Suhardi & Meda Permana, 2009, Pola dan DeterminanSosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia,(pdf), (diakses tanggal 22 November 2012); Diunduh darijurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/591009464472.pdf.
Saryono.2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika.
Satyanegara.2010.ilmu bedah saraf edisi IV.gramedia pustaka utama.tanggerang,.
Sjamsuhidayat.1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and SuddarthEd.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Sudarma, M. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta : SalembaMedika.[online].http://books.google.co.id/books?id=1N7yMcvYLhYC&pg=PA30IA40&dq=pengertian+peran&hl=id&sa=X&ei=X_yEUengA4GMrgf98oDABA&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian%20peran&f=false. [4 Mei 2013].
Sugiyono.2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Susanto, Tantut.2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans InfoMedia
Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press.
Vitriase, dkk.2014.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Response TimePerawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di IGD RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. link belum
Widiasih, Ni Luh (2003), Peran Perawat Anastesi Dalam Kegawatdaruratan,Surabaya (Makalah disampaikan pada Seminar Kursus PenyegaranKeperawatan Anastesi). (hal 27 – 34). Penulis adalah Staf PengajarSTIKES Muhammadiyah Lamongan
Widyawati.2012.konsep dasar keperawatan,jakarta:prestasi pustaka
Wilde, E. T.2009. Do Emergency Medical System Response Times Matter forHealth Outcomes?.New York: Columbia University.
Wong, D. L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, L. M., & Schwartz, P.2009. Buku ajar keperawatan pediatrik Wong (6th ed.). (E. K. Yudha, D.
Yulianti, N. B. Subekti, E. Wahyuningsih, M. Ester, Penyunt., & N. J.Agus Sutarna, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Yoon, P., Steiner, I., Reinhardt, G.2003. Analysis of factos influencing length ofstay in the emergency departments, (Online).(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17472779,diakses)
top related