documentg
Post on 12-Dec-2015
217 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Skenario B
Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan
tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus,
tidak mengigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek,
buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas,
namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun
dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas,disertai mimisan. Sejak 6 jam yang
lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.
Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36 x/menit, T:
36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+)
Keadaan spesifik:
Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)
Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama
derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan, wheezing (-).
Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)
normal
Extremitas: akral dingin, “capillary refill time 4”.
Pemeriksaan Penunjang:
Hb: 12 g/dL, Ht: 45vol%, Leukosit: 2.800/mm3, Trombosit 45.000/mm3
Klarifikasi istilah
1. akral dingin :terjadi karena jaringan jaringan perifer kekurangan oksigen.
2. demam tinggi terus menerus : peningkatan temperature tubuh diatas normal biasanya 39,4oc
sampai 41,1c
3.sesak napas : (dyspnea) adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen yang
masuk ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.
4.mimisan :pendarahan hidung biasanya diakibatkan karena pecahnya pembuluh darah kecil
yang terletak di bagian anterior septum nasal cartilaginosa.
5.filliformis :perabaan halus pada nadi seperti benang.
6.delirium gangguan kesadaran yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan
menfokuskan,mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
7.rumple leede test :suatu permeriksaan yang digunakan untuk mengetahui permeabilitas
pembuluh darah yang ditandai dengan timbunya ptekie.Pemeriksaanni bertujuan untuk
menentukan seorang menderita demam berdarah atau tidak.
8.irama derap :bunyi jantung rangkap tiga (gallop) yang disebabkan adanya satu atau lebih bunyi
ekstra.
9. capillary refill time : waktu pengisian pembuluh kapiler yang digunakan untuk memonitor
dehidrasi dan untuk menilai aliran darah ke jaringan
Identifikasi masalah
1. Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan
tangannya teraba dingin seperti es.
2. . Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala,
pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti
biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik
lagi.
3. .Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak
napas,disertai mimisan.
4. .Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin
seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
5. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36 x/menit, T: 36,2oC,
BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+)
Keadaan spesifik:
Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)
Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama
derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan, wheezing (-).
Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+) normal
Extremitas: akral dingin, “capillary refill time 4”.
6.Pemeriksaan Penunjang:
Hb: 12 g/dL, Ht: 45vol%, Leukosit: 2.800/mm3, Trombosit 45.000/mm3
Analisis masalah
1. Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan
tangannya teraba dingin seperti es.
a.apa etiologi akral dingin ?
Etiologi: kegagalan sirkulasi (syok)
Mekanisme: infeksi virus dengue akan menyebabkan kebocoran plasma yang mengakibatkan
cairan intravaskular menurun. Hal ini akan menyebabkan pembuluh darah di perifer konstriksi
untuk membantu jantung yang berusaha lebih keras untuk memenuhi pasokan darah ke seluruh
tubuh. Konstriksi pembuluh darah perifer akan menyebabkan kulit terasa dingin.
b.bagaimana patofisiologi akral teraba dingin ?
Pada infeksi dengue, permeabilitas pembuluh darah akan meningkat dan terjadi kebocoran
plasma yang berujung pada syok hipovolemia. Pada syok hipovolemia, volume intarvaskuler
akan menurun sehingga volume intravertikel kiri pada diastol ikut menurun dan terjadi
penurunan curah jantung. Hal ini akan menurunkan pengiriman oksigen dan zat nutrisi lain ke
jaringan, karena tubuh mengutamakan perfusi ke organ vital seperti otak dan jantung.
Berkurangnya alirah darah ke perifer inilah yang menyebabkan akral dingin.
2. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala,
pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti
biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik
lagi
a. tipe tipe demam? Dan tipe demam pada kasus.
1. Demam Septik Dan Demam Hektik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai
keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
Contoh : Tuberkulosis & Abses Piogenik
.
2. Demam Remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
Contoh : demam tifoid, infeksi virus & mikoplasma.
3. Demam Intermitten
Pada demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan
bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
Contoh : Malaria.
4. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
Contoh : Pneumonia.
5. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu tubuh
seperti semula.
Contoh : limfoma hodgkin's.
6. Undulant fever
Menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa
hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
7. Demam lama (prolonged fever)
Menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk
penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
8. Demam rekuren
Demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan
organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
9. Demam bifasik
Menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever
pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini.
Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, colorado
tick fever, spirillary rat-bite fever (spirillum minus), dan african hemorrhagic fever
(marburg, ebola, dan demam lassa).
10. Relapsing fever dan demam periodik:
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa
bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila
demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan
brucellosis.
11. Demam dengan localizing signs
Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori
ini Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena
pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti
pemeriksaan foto rontgen dada.
12. Demam tanpa localizing signs
Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing
signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama
beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah
menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia.
13. Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)
Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu
dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi penyebabnya.
Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown origin
(FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak
ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.
Demam yang terjadi pada kasus DBD merupakan demam bifasik. Onset demam biasanya
muncul setelah 1 minggu masa inkubasi sejak virus menginfeksi pasien. Demam dapat mencapai
suhu 40oC. Pada hari ke 3 - 5, demam dapat turun mencapai suhu normal bahkan lebih rendah.
Fase ini adalah fase kritis karena pada fase ini dapat terjadi plasma leakage yang akan
menyebabkan syok hipovolemik bila tidak diatasi dengan segera. Manifestasi dari syok dapat
kita lihat pada Anto saat ini, yaitu anuria, akral dingin, peningkatan capillary refill time,
penurunan kesadaran, nadi filiformis dan hipotensi.
b.etiologi dan mekanisme dari gejala :
- demam tinggi terus menerus
Substansi penyebab demam disebut sebagai pirogen. Pirogen terdiri atas 2 macam yaitu pirogen
endogen dan pirogen eksogen. Pirogen endogen berasal dari luar tubuh (bakteri, virus, parasit)
sedangkan pirogen eksogen berasal dari dalam tubuh (sitokin, IL-1, IL-6, TNF-α). Pada kasus ini
pirogen eksogen berupa virus dengue akan merangsang sel makrofag/monosit, limfosit, dan
endothel untuk melepaskan pyrogenic sitokin(IL-1,IL-6,TNF, INF). Pirogen eksogen dan
pyrogenic sitokin ini selanjutnya akan berikatan dengan reseptornya di endothelium
hypothalamus sehingga mengaktivasi fosfolipase A2 untuk melepaskan asam arakhidonat
kemudian oleh enzim COX2, asam arachidonat diubah menjadi PGE2 sehingga terjadi
peningkatan set point pada hypothalamus.
-tidak menggigil
Menggigil merupakan respon tubuh untuk mendapatkan panas akibat berubahnya
set point thermostat di hipotalamus. Pada kasus DBD demam bisa disertai dengan
menggigil, bisa juga tidak. Akan tetapi, demam yang disertai menggigil lebih sering
terjadi pada kasus malaria, dimana terdapatnya fase menggigil. Oleh sebab itu, hal ini
kemungkinan dilakukan untuk menyingkirkan penyebab demam bukan karena
malaria.Saat demam, menggigilmerupakan kompensasi tubuh untuk meningkatkan panas
dengan dengan sangat cepat sehingga saat tubuh akan melakukan kompensasi, akibat
virulensi dengue yang begitu tinggi, tubuh belum sempat beradaptasi dengan respon
menggigil.
-sakit kepala
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada
jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan
bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri.
Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot
merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke
jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan
langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah
kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang
timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi,
iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan ± jaringan dalam tubuh akan
mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin,
histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang
diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan
sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang
nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai
penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion
kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas
nyeri yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih
permeabel terhadap ion.
-pegal-pegal
Infeksi virus dengue kompleks antibody-virus Histamin dilepaskan oleh C3a dan C5a
Peningkatan permeabilitas PO (plasma leakage) Plasma ke ekstravaskuler Volume plasma
menurun Hematokrit meningkat Aliran darah ke jantung ↓ Hipoksia jaringan Terjadi
metabolisme Metabolisme anaerob Penimbunan asam laktat Pegal-pegal (myalgia)
-sakit perut
Nyeri perut merupakan gejala yang penting pada demam berdarah dengue. Gejala ini tampak
jelas pada anak besar atau dewasa oleh karena mereka telah dapat merasakan. Nyeri perut dapat
dirasakan di daerah ulu hati dan daerah di bawah lengkung iga sebelah kanan. Nyeri perut di
bawah lengkung iga sebelah kanan lebih mengarah pada penyakit demam berdarah dengue
dibandingkan nyeri perut pada ulu hati. Penyebab dari nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah
kanan ini adalah pembesaran hati (liver) sehingga terjadi peregangan selaput yang membungkus
hati. Pada gejala selanjutnya dapat diikuti dengan perdarahan pembuluh darah kecil pada selaput
tersebut. Sedangkan nyeri perut di daerah ulu hati yang menyerupai gejala sakit lambung (sakit
maag) dapat juga disebabkan oleh rangsangan obat penurun panas khususnya obat golongan
aspirin atau asetosal. Untuk memastikan adanya nyeri perut ini dapat dilakukan penekanan
(perabaan disertai penekanan) pada daerah ulu hati dan di bawah lengkung iga sebelah kanan,
terutama pada anak yang belum dapat mengeluh. Perlu diperhatikan bahwa nyeri perut dapat
menyerupai gejala
radang usus buntu. Letak usus buntu pada daerah perut sebelah kanan bawah dekat pangkal paha
kanan. Jadi bila terdapat peradangan usus buntu akan terasa sakit bila ditekan di daerah perut
sebelah kanan bawah, tetapi pada anak-anak perasaan nyeri perut dapat menjalar dan dirasakan
pada daerah pusar sehingga kadangkala sulit dibedakan dengan nyeri perut pada demam berdarah
dengue. Apalagi gejala radang usus buntu juga disertai dengan demam, muntah, dan nyeri perut.
Pada pengalaman kami sekitar 2/3 penderita demam berdarah dengue pada anak besar dan
dewasa mengeluh nyeri perut, oleh karena itu bila terdapat nyeri perut disertai demam tinggi
harus waspada.
c. mengapa panas tinggi tetapi tidak menggigil ?
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase
pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan
vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu
fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik
patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang
berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal &
Zhukovsky, 2006).
Tidak menggigil
Makna klinis dari Budi tidak menggigil karena demam Budi telah memasuki fase
kritis. Pada fase kedua demam berdarah ini yaitu fase kritis
terjadi pada hari ke 4 - 5. Fase ini demam sudah tidak ada lagi, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.
- Substansi penyebab demam adalah pirogen, terdiri dari:
Pirogen eksogen → berasal dari luar tubuh → bakteri, virus, parasit.
Pirogen endogen → berasal dari dalam tubuh → sitokin, IL-1, IL-6, TNF-α.
- Pemicu reaksi demam → infeksi dan produk-produk infeksi yang akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit, limfosit dan endotel → IL-1, IL-6, TNF-α.
Berikatan dengan reseptornya di hipotalamus → aktivasi fosfolipase A2 melepaskan asam
arakhidonat, kemudian oleh enzim COX2 diubah menjadi PGE2 → suhu ↑
d.mengapa setelah diberi obat panas hanya turun sebentar dan naik kembali ?
Sebagian besar obat penurun panas bekerja dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase.
Dengan dihambatnya enzim tersebut, maka pembentukan prostaglandin dihambat dan demam
akan turun. Akan tetapi, pemberian obat penurun panas tidak akan menghilangkan kausa
(penyebab) dari demam itu sendiri, yang dalam kasus ini adalah virus dengue, sehingga sitokin
proinflamasi akan kembali memicu peningkatan produksi prostaglandin setelah efek obat
menghilang. Karena itulah, panas akan naik kembali meskipun telah diberikan obat penurun
panas.
3. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas,
disertai mimisan.
a. bagaimna patofisiologi penurunan panas tubuh pada satu hari yang lalu
Demam pada infeksi virus Dengue memiliki pola yang khas. Demam tinggi pada hari ke-1
hingga hari ke-3, kemudian turun pada hari ke-4 dan ke-5, namun kembali naik pada hari ke-6
hingga infeksi virus selesai. Namun saat panas mulai turun sebenarnya adalah saat kritis bagi
penderita. Pada waktu itulah biasanya terjadi komplikasi perdarahan ataupun pengeluaran
komponen cairan darah ke jaringan.
Pada tiga hari pertama, bila penderita diberi obat penurun panas maka demam akan turun untuk
sesaat, tetapi kemudian akan naik kembali. Oleh karena itu, bila terdapat demam 3 hari tanpa
perbaikan meski sudah diberi obat, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah.
Karakteristik sakit kepala juga cukup khas yaitu sakit di daerah belakang bola mata. Beberapa
penderita mengeluhkan sensasi pegal pada bola mata. Gejala mual, muntah, dan nyeri ulu hati
pada infeksi virus Dengue biasanya ringan. Ini salah satu yang membedakan infeksi virus
Dengue dengan demam tifus di mana pada tifus keluhan mual, muntah, dan nyeri ulu hati lebih
berat.
Pada kasus DBD ini biasanya demam terjadi selama 2-7 hari dengan 2-3 hari ada masa kritis.
Masa kritis ini di mana demam tidak tampak lagi atau demam turun namun bukan dikarenakan
pasien tersebut telah sembuh tapi saat pasien tidak mendapatkan penanangan yang adekuat, pada
masa inilah disebut masa kritis.Turun panas pada demam dengue menandakan bahwa telah
berada pada keadaan syok. Mimisan merupakan demam dengue derajat II dan pada kasus ini
menandakan bahwa budi telah melewati derajat II dan masuk pada demam dengue derajat III.
b.etiologi dan patofisiologi terjadinya mimisan dan hubungannya dengan kasus ?
Infeksi virus dengue memudahkan timbulnya replikasi virus di dalam tubuh dan mengaktivasi
respon antibody sehingga terjadi kompleks virus-antibody menyebabkan gangguan pada
agregasi platelet, aktivasi koagulasi, dan merangsang aktivasi komplemen. Gagalnya fungsi
platelet menghambat produksi faktor pembekuan yang memudahkan terjadinya perdarahan.
Lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil akan disertai
luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan pada mukosa hidung epistaksi
(mimisan).
c.makna batuk dan sesak pada kasus pada satu hari yang lalu ?
Tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik bila kita merawat anak yang dicurigai menderita
demam berdarah, atau anak yang telah demam tinggi selama 3 hari atau lebih. Anak tampak
gelisah atau bila syok berat anak menjadi tidak sadarkan diri, nafas cepat seolah-olah sesak
nafas.
4. Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin
seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
a. apa makna klinis tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin ?
Tidak buang air kecil menandakan sudah terjadi syok. Pada DBD terjadi proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya
virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma
merembes ke ruang ekstravaskular, Volume plasma intravaskular menurun hingga
menyebabkan hipovolemia hingga syok mengakibatkan terjadi efusi cairan serosa ke rongga
pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia, yang
mengakibatkan berkurangnya venous return, preload miokard, volume sekuncup dan curah
jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Penurunan perfusi
perifer menyebabkan terjadinya akral dingin. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan pelepasan
renin, angiotensin II, aldosteron dan arginine vasopressin (AVP) sehingga terjadi retensi air dan
sodium serta peningkatan volume intravaskular. Gangguan perfusi ginjal ditandai dengan
oliguria atau anuria. Syok pada DBD biasanya terjadi antara hari sakit ke 2-7
5. pem fisik
Gelisah/ delirium
Kesadaran yang normal adalah compos mentis, terjadi penurunan kesadaran akibat terjadi
kegagalan perfusi oksigen ke otak yang mengakibatkan terjadinya kondisi hipoksia pada
otak.
TD 70/50 mmHg
Permeabilitas vaskular ↑ kebocoran plasma (plasma leakage) menurunnya volume
intravaskuler penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir diastol curah
jantung↓ tekanan darah ↓
Nadi : Filiformis
Abnormal, syok hipovolemik kompensasi pada tubuh dengan dilakukannya
vasokonstriksi perifer sehingga terjadi penurunan kekuatan nadi pada perifer.
RR : 36x/menit
Merupakan usaha kompensasi memperoleh O2 lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan
O2 di organ vital (otak, jantung)
Temperature : 36,2°C, Normalnya : 36,5oC – 37,2oC.
Suhu berada dibawah nilai normal. Suhu yang turun dibawah normal ini menandakan
bahwa pasien ini sedang berada pada fase syok. Kurangnya volume intravaskuler
berkurangnya aliran darah panas yang dibawa darah ↓ suhu menjadi rendah.
Rumple leede test : (+), menandakan positif DBD dimana terjadi kebocoran plasma dan
timbul tanda-tanda perdarahan berupa ptechiae.
Pemeriksaan Spesifik
Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-) = Normal
Thorak : simetris, dypsnea (-), jantung : bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-),
irama derap (-), paru : suara napas vesicular, kiri = kanan, wheezing (-) = Normal
Abdomen : datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)
normal
Hepatomegali pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi
trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel Kupffer
mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue.
Ekstermitas : akral dingin, capillary refill time 4”
Akral dingin: Abnormal dikarenakan penurunan aliran darah perifer untuk meningkatkan
kebutuhan organ vital seperti otak dan jantung
Capillary refill time: penurunan perfusi/aliran darah ke perifer, tanda dehidrasi berat,
akan menyebabkan defisit cairan intravascular (normal < 2 detik)
terpretasi dan mekanisme abnormal ?
b. bagaimana pemeriksaan rumple leede test?
= nampak titik merah kecil pada permukaan kulit yang disebut dengan petechiae.
Rumple leede testadalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan pembendungan
pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhanpermeabilitas vaskuler
dan fungsi trombosit.
Prinsip: Diberikan pembebanan pada kapiler selama waktu tertentu sehingga tekanan darah di
dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga
Cara pemeriksaan:
1. Buat lingkaran dengan diameter 5 cm di lengan bawah bagian volar 4 cm distal dari
fossa cubiti
2. Pasang manset sfigmomanometer di lengan atas 2 jari dari fossa cubiti
3. Periksa tekanan darah (sistolik/diastolik)
4. Pertahankan tekanan di tengah nilai sistolik dan diastolik selama 10 menit
5. Turunkan tekanan, lepas manset, tunggu 5 menit sampai warna kulit kembali
6. Amati ada atau tidaknya petekie
Penilaian:
1. Hasil negatif bila dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari
fossa kubiti terdapat < 10 ptechiae.
2. Hasil positif bila dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari
fossa kubiti terdapat >10 ptechiae.
c. bagaimana pemeriksaan capillary refill time ?
Capillary refill time (CRT) adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah kuku untuk
memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi).Tes ini dilakukan dengan
memegang tangan pasien lebih tinggi dari jantung (mencegah refluks vena), lalu tekan lembut
kuku jari tangan atau jari kaki sampai putih, kemudian dilepaskan. Catatlah waktu yang
dibutuhkan untuk warna kuku kembali normal (memerah) setelah tekanan dilepaskan.
Penilaian tes CRT: Jika aliran darah baik ke daerah kuku, warna kuku akan kembali normal
kurang dari 2 detik.
CRT memanjang (> 2 detik) pada keadaan: Dehidrasi (hipovolemia); Syok; Peripheral
vascular disease; Hipotermia.
6. pem.penunjang
a. intepretasi dan mekanisme abnormal
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi Mekanisme
Hemoglobin 12 g/dl 11-14 g/dl Normal
Hematokrit 45% 31-40% Meningkat Terjadi
hemokonsentrasi
akibat
kebocoran
plasma sehingga
kadar Ht seolah-
olah meningkat
didalam plasma.
Leukosit 2800/mm3 > 5000/mm3 Leukopenia Infeksi virus
dengue
menyebabkan
banyak leukosit
mati
Trombosit 45000/mm3 Trombositopenia
berat
Trombositopenia
terjadi akibat
pemendekan
umur trombosit
akibat destruksi
berlebihan oleh
virus dengue dan
sistem
komplemen
(pengikatan
fragmen C3g);
depresi fungsi
megakariosit,
serta supresi
sumsum tulang.
Template
a. How To Diagnose
Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997).
Terdiri dari Kriteria klinis dan Laboratorium sebagai berikut:
1) Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet positif, petekie,
ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan
melena.
c. Pembesaran hati
d. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
2) Laboratorium
a. Trombositopenia (< 100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)
WHO (1997) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat yaitu:
Derajat I : Demam dengan uji bendung positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi
menurun (< 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang lembab dan
pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan hematologis,
antara lain:
a. Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45%
dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total
leukosit) yang pada fase syok meningkat.
b. Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μl) pada hari ke 3-
8.
c. Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20%
dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
d. Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (aPTT),
thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah
e. Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal albumin adalah
3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl (Price, 2003).
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut
Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya lebih
rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki level
enzim hati yang normal saat didiagnosis.
g. Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal serum
adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
h. Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.
i. Imunoserologi
Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke
3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi
primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi
pada hari ke-2.
2. Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
b. Working Diagnosis
Anto, usia 5 tahun dengan gejala tangan dan kaki terasa dingin dan sebelumnya
mengalami demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal
dan sakit perut didagnosis menderita Dengue Shock Syndrome
c. Diff. Diagnosis
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD) . Seluruh criteria di atas untuk DBD disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah
turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan
lembab serta gelisah.
Awal perjalanan penyakit : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dan malaria
Demam chikungunya (DC)
Serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, lebih sering dijumpai
nyeri sendi, biasanya menyerang seluruh anggota keluarga dan penularannya
mirip influenza. Tidak ditemukan adanya perdarahan gastrointestinal dan syok.
Perdarahan juga terjadi pada penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis
meningokokus.
Pada sepsis pasien tampak sakit berat dari semula, demam naik turun, ditemukan
tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel polimormonuklear. Pada
meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsang meningeal dan kelainan
pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
ITP dengan DBD derajat II
Pada ITP demam cepat menghilang (atau bisa tanpa demam), tidak ada
leucopenia, tidak ada hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada
hitung jenis. Pada fase konvalesen DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali ke
normal daripada ITP.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik.
Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba, anak sangat
anemis, dan apus darah tepi/sumsum tulang menujukkan peningkatan sel blast.
Pada anemia aplastik anak sangat anemic, demam timbul karena infeksi
sekunder, dan pansitopenia
Diagnosis Derajat* Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,
artralgia
Leukopenia
Trombositopenia, tidak
ditemukan bukti
kebocoran plasma
Serologi dengue positif.
DBD I Gejala diatas ditambah uji bending
positif
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plasma.
DBD II Gejala diatas ditambah perdarahan
spontan
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plasma.
DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta
gelisah), tekanan nadi (<20mmHg)
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plasma.
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan
darah dan nadi tidak terukur.
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plasma.
d. Epidemiologi
Penyebaran secara geografi dari kedua vektor nyamuk dan virus dengue menyebabkan
munculnya epidemi demam dengue dan demam berdarah dengue dalam dua puluh lima tahun
terakhir, sehingga berkembang hiperendemisitas di perkotaan di negara tropis. Pada tahun 2007
di Asia Tenggara, dilaporkan peningkatan kasus dengue sekitar 18% dan peningkatan kasus
dengue yang meninggal sekitar 15% dibanding tahun 2006. Di Indonesia demam berdarah
dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Infeksi dengue terjadi
secara endemis di Indonesia selama dua abad terakhir dari gejala yang ringan dan self limiting
disease. Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi yang padat mencapai 245 juta
penduduk. Hampir 60% penduduk tinggal di pulau Jawa, daerah kejadian luar biasa infeksi
dengue terjadi.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
e. Etiologi
Etiologi pada kasus adalah virus dengue yang dibawa oleh vektor anopheles betina.
f. Patogenesis
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypty atau
Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang
belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit
perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel
dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.
Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus DEN terjadi
di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif
terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain
(Kurane & Francis, 1992).
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,
membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan mengaktifasi
komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A dan C5A yang akan
merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini
bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma
(hipovolemik syok dan perdarahan). (Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang terbentuknya
antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang
tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini antibody nonnetralisasi berupaya melekat
pada sekeliling permukaan sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel
makrofag yang menetap di jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan
memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang
memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator tersebut akan
mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan
mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. (Wang, 1995).
c. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi virus
mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin kerja adalah
sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang
infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi
limfosit, sebagai activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan deferensiasi lekosit matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat pendek.
Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok septic
banyak berhubungan dengan mediator.
Menurut Suvatte (1977) patogenesis DBD dan DSS adalah masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut,
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi
IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (Suvatte, 1977).
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 %
dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian (Suvatte, 1977).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu. Virus mengadakan replikasi baik
pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik
dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar (Suvatte, 1977).
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi
penurunan factor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga terjadi
aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,
dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan mempercepat syok yang
terjadi (Suvatte, 1977).
g. Komplikasi
terjadinya gagal multi organ seperti gagal ginjal akut, gagal hati akut, gagal jantung akibat
kardiomiopati, ensefalopati dan akhirnya mengakibatkan kematian. Adanya pendarahan masif
dapat memperberat syok. Infeksi sekunder yang mengakibatkan sepsis , pneumonia, atau flebitis
dapat pula mempersulit. Terapi pemberian cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan asites
dan edema paru.
h. Preventive
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
yang tepat, yaitu :
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: Menguras bak
mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng
bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah− dan lain sebagainya.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang).
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan
cara-cara tersebut, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain
itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan
kondisi setempat.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat
secepatnya.
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan
transfusi darah/komponen.
Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga
10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6
jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.
Tatalaksana komplikasi perdarahan
Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak,
beri koloid dan segera rujuk.
Pemantauan untuk anak dengan syok
Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama tekanan
nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter
harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
j. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat
secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat
ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan
awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok
berkepanjangan atau perdarahan intracranial (Isselbacher, 2000).Pada kasus dubia ad
bonam.
k. SKDU
Demam Dengue, DHF : Kompetensi 4A
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
Dengue Shock Syndrome (DSS) : Kompetensi 3B
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
top related