fix referat panik
Post on 25-Oct-2015
64 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REFERATGANGGUAN PANIK
Pembimbing :
Dr. Ismoyowati Sp.Kj
Disusun Oleh :
Andina Tila Fajrina
110.2004.019
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN JIWARSJ.DR.SOEHARTO HEERDJAN
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul Gangguan Panik.
Referat ini disusun untuk menambah ilmu pengetahuan tentang ilmu kesehatan jiwa dan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di
RSJ.DR.SOEHARTO HEERDJAN
Penulis menyadari bahwa Referat ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Ismoyowati, Sp.KJ atas waktu dan ilmu yang telah diberikan kepada dalam
menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa.
Penulis menyadari bahwa penulisan Referat ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Referat ini.
Akhirnya semoga referat ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Penulis
2013
2 | R e f a r a t
I. PENDAHULUAN
Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang ditandai
oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga, frekuensi serangannya bervariasi
mulai dari beberapa kali serangan dalam setahun hingga beberapa serangan dalam sehari.
Serangan panik dapat pula terjadi pada jenis gangguan cemas yang lain, namun hanya pada
gangguan panik, serangan terjadi meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas.1,2,3,4,5
Gangguan panik dapat timbul bersama gangguan mood, dengan gejala mood secara
potensial meningkatkan onset serangan panik. Gangguan panik juga bisa didiagnosis dengan
atau tanpa agoraphobia. Selain itu gangguan panik juga biasanya menyertai penyakit somatik
(comorbid) seperti PPOK, IBS, migraine, dan meningkatkan frekuensi serangan jantung.
Oleh karena itu skrening dan pemeriksaan yang tepat terhadap gangguan panik sangat
dibutuhkan untuk efikasi terapi, efisiensi biaya dan waktu pengobatan.1,2,3
Pasien gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang berada pada usia
produktif yakni antara 18-45 tahun. Selain itu penderita gangguan panik lebih umum
ditemukan pada wanita, terutama mereka yang belum menikah serta wanita post-partum,
serangan panik jarang ditemukan pada wanita hamil.1,2,3,5
II. DIAGNOSIS GANGGUAN PANIK
Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan adanya
serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1 bulan
terhadap: (1)serangan panik baru (2) konsekuensi serangan, atau (3) terjadi perubahan
perilaku yang signifikan berhubungan dengan serangan. Selain itu untuk mendiagnosis
serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:
Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
Takut mati
Leher serasa dicekik
Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
Merasa sesak, bernapas pendek
Mual atau distress abdominal
Gemetaran
Berkeringat
Rasa panas dikulit, menggigil
Mati rasa, kesemutan
3 | R e f a r a t
Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)
Selama serangan panik pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa
ajalnya hampir menjelang akibat perasaan terkecekik dan berdebar-debar. Gejala lain yang
dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin, timbulnya
pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.1,3,4,5
Terdapat 2 tipe diagnosis gangguan panik, yakni gangguan panik tanpa agorafobia dan
yang disertai agorafobia. Diagnosis diekslusi bila serangan panik terjadi pada kondisi di
bawah pengaruh obat atau terjadi karena didahului gangguan mental lainnya.1,2,3,4,5
III. PEMICU PANIK
Salah satu upaya untuk mengatasi gangguan panik adalah dengan cara menjauhkan
pasien dari segala pemicu gangguan panik. Adapun beberapa pemicu gangguan panik antara
lain:
Cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi)
Penyakit somatik
Adanya konflik dengan orang lain
Penggunaan ganja
Penyalahgunaan stimulan seperti caffeine, decongestant, cocaine dan obat-obatan
simpatomimetik (seperti amfetamin, MDMA)
Berada pada tempat-tempat tertutp atau tempat umum (terutama pada gangguan
panik yang disertai agoraphobia)
Penggunaan sertraline, yang dapat menginduksi pasien gangguan panik yang
awalnya asimptomatik
Sindrom putus obat golongan SSRI, yang dapat mendinduksi gejala-gejala yang
menyerupai gangguan panik.
Pada beberapa penelitian, gejala-gejala serangan panik sering timbul pada pasien
penderita gangguan panik yang mengalami hiperventilasi, menginhalasi CO2, konsumsi
caffeine, atau yang mendapat injekasi natrium laktat hipertonis atau larutan salin hipertonis,
kolesistokinin, isoproterenol, fulamazenil, atau naltrexone.1,5
IV. ETIOLOGI
Etiologi sangat berperan dalam proses pemberian terapi pada pasien dengan
gangguan panik. Beberapa penelitian menunjukkan gangguan panik dapat diturunkan akibat
disfungsi neurokimia dengan perkiraan tingkat heritabilitasnya (heritability) 0,3-0,6%.
4 | R e f a r a t
Meskipun begitu, hingga kini analisis segregasi masih belum dapat menyimpulkan rantai
DNA yang dapat menyebabkan gangguan panik.1,5
Namun beberapa penelitian genetis menemukan bahwa regio kromosom 13q, 14q,
22q, 4q31-q34, serta 9q31 berkaitan erat dengan heritabilitas fenotip gangguan panik.
Beberapa Teori Etiologi
Disfungsi neurokimia tampaknya menjadi salah satu penyebab gangguan panik yang
mengakibatkan ketidakseimbagan otonom, penurunan kualitas GABA(gamma-aminobutyric
acid)ergik, polimorfisme alel gen COMT (catechol-O-methyltransferase), peningkatan fungsi
reseptor adenosin, peningkatan kortisol, penurunan fungsi reseptor benzodiazepin, gangguan
fungsi serotonin, norepinephrine, dopamine, cholecystokinin, dan IL-1 beta.1
Disfungsi neurokimia ini diperkuat oleh temuan hasil scanning PET yang
menunjukkan terjadi peningkatan aliran darah pada regio parahippocampal dextra dan
penurunan ikatan reseptor serotonin tipe 1A pada cingula anterior dan posterior pasien
gangguan panik.1
Beberapa peneliti juga memberikan teori yang menyatakan gangguan panik
merupakan suatu keadaan yang diakibatkan olehhiperventilasi kronik dan hipersensivisitas
reseptor karbon dioksida. Beberapa pasien epilepsi menunjukkan gangguan panik sebagai
manifestasi dari bangkitan mereka.1
Sedangkan teori kognitif menyatakan bahwa pasien dengan gangguan panik telah
mengalami peningkatan sensitivitas terhadap isyarat otonomik internal. Sehingga dengan
sedikit rangsangan stress saja, sudah dapat mengakibatkan serangan panik.1
V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Ketika Serangan Panik Terjadi
Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri. Adapun
beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik yang datang
dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris pingsan antara lain:
1. Terapi oksigen
2. Membaringkan pasien dalam posisi Fowler
3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG
4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan
kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang mengalami serangan
panik.
5 | R e f a r a t
5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang
dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri.
Komponen utama dari terapi pasien serangan panik adalah menjelaskan pada pasien
kalau kondisi yang dialaminya bukanlah disebabkan oleh kondisi medis yang serius
dan bukan pula dikarenakan oleh gangguan mental yang parah, tapi lebih diakibatkan
oleh ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh karena respon sistem simpatik atau
fight or flight response. Memberi keyakinan seperti ini terbukti menjadi plasebo yang
signifikan dalam memperbaiki kondisi pasien.
Dokter dan staf IRD harus mendengarkan keluhan pasien secara efektif namun tetap
menunjukkan empati terhadap kondisi pasien. Kita harus hati-hati dalam
menggunakan frasa seperti “Penyakit Anda tidak serius” atau “Anda akan baik-baik
saja” karena itu dapat di-misinterpretasi oleh pasien sebagai ketiadaan empati.
6. Memberikan injeks lorazepam 0.5 mg IV q20min untuk menenangkan dan
mengurangi impuls tak terkontrol pasien.1
Bila keadaan pasien membaik, lorazepam injeksi dapat diganti dengan lorazepam
oral atau golongan benzodiazepin lain. Terapi ini tidak boleh lebih dari 1 minggu untuk
mencegah ketergantungan. Benzodiazepin digunakan hanya untuk meningkatkan
kepercayaan diri pasien. Setelah serangan panik berlalu, pasien harus dijelaskan mengenai
pentingnya terapi jangka panjang seperti CBT dan penggunaan obat jenis SSRI.1
Penatalaksanaan Gangguan Panik Ketika Tidak Ada Serangan
Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, sering
berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan somatik lain, maka
penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya sangat dibutuhkan oleh pasien untuk
mengurangi beban ekonomi yang bisa ikut menjadi pemicu gangguan mental yang lain lagi
pada pasien.1,2,3,5
RANZCP (Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrist) menyatakan
bahwa penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk menangani gangguan panik adalah
mengedukasi pasien dan keluarga agar dapat mendukung pasien dalam mengatasi
kepanikannya. Terapi medikasi hanya dianjurkan untuk penggunaan jangka pendek.2
Saat ini CBT (Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang dianggap lebih
efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika dibandingkan dengan terapi
medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan golongan tricyclic dan serotonin selective
reuptake inhibitors (SSRI) dianggap memiliki efikasi yang setara serta lebih dipilih sebagai
6 | R e f a r a t
medikasi pilihan dibanding golongan benzodiazepin yang sering disalahgunakan serta dapat
menyebabkan berbagai komplikasi pada pasien yang mengalami ketergantungan alkohol.2,3
1. Cognitive-behavioral therapy (CBT)
CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk gangguan
panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki efikasi yang lebih
tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah. Selain itu tingkat drop out
dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi farmakologi. Meskipun begitu,
hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi.1,2,3,4,5
Beberapa Metode CBT
Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode restrukturisasi,
terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative.Inti dari terapi CBT adalah
membantu pasien dalam memahami cara kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah
dapat menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.
Terapi restrukturisasi,melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya dengan
cara mengganti semua pikiran – pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak
menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-pemikiran positif.1,3,5
Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien mengontrol kadar
kecemasan dan mencegah hypocania ketika serangan panik terjadi. Semua jenis CBT seperti
di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter.1,3,5
Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy yang terbukti berhasil
pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu lingkungan yang terkontrol.
Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan paparan yang dapat menstimulus serangan
panik pasien dengan cara meningkatkannya sedikit demi sedikit hingga pasien mengalami
desensitasi terhadap stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk
mendesensitasi gangguan panik antara lain:
Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala pusing, derealisasi, dan
pandangan menjadi kabur
Melakukan putaran pada kursi ergonomis – ini dapat mengakibatkan rasa pusing dan
disorientasi
Bernapas melalui pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi
saluran napas
Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman menjelang ajal
Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada
7 | R e f a r a t
Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya dari
teknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan panik.
Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi merasakan
kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga beberapa minggu
untuk dapat mencapai hal itu.1
Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar melalui
pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak napas, pusing dan
pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika pasien mulai menyadari hal
tersebut maka secara otomatis, hippocampus dan amygdala, yang merupakan pusat emosi,
akan ikut mempelajarinya sebagai hal yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem
simpatik akan ikut berkurang.1
2. Terapi Medikasi
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan panik,
yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor). Sedangkan
golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial dalam terapi gangguan
panik.1,2,3,4,5
2.a. Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam rentang
2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan panik pada
pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu ditingkatkan
secara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.
Mekanisme Kerja SSRI
SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraselular dengan cara
menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga ada lebih
banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor sel post-sinaptik.
SSRI memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik terhadap transporter monoamin yang lain,
seperti pada transporter noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah
terhadap kedua reseptor tersebut sehingga efek sampingnya lebih sedikit.
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain obat
rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi tertentu dan
memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI digunakan secara luas di
hampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan antipanik.1,3
SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan secara
bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang dikenal saat ini memiliki
8 | R e f a r a t
efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik. Salah satunya, Fluoxetine dalam
salut memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga cocok digunakan untuk pasien yang
kurang patuh minum obat. Selain itu waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek
withdrawl yang dapat terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan
SSRI.1,3
Contoh Obat Golongan SSRI
Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan efek minimal
atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinephrine atau dopamine.
Paroxetine (Paxil, Paxil CR)
Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya berupakan inhibitor
selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan memiliki efek yang lemah terhadap
reuptake norepinephrine dan dopamine.
Sertraline (Zoloft)
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada reuptake
norephinephrine dan dopamine neuronal.
Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake serotonin neuronal
serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik, histamine atau reseptor
kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit dibanding obat-obatan jeis trisiklik.
Citalopram (Celexa)
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake serotonin
pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini lebih sedikit.
Escitalopram (Lexapro)
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip dengan
citalopram.
Efek Samping SSRI
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh mulai
mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang timbul pada fase akhir
pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu ketika obat mulai mendekat
potensi terapi yang menyeluruh. Adapun beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia,
insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual,
penurunan berat badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan
bunuh diri dan meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.1,3
9 | R e f a r a t
2.b. Golongan Tricyclic/Trisiklik
Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk mengatasi
depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan pertama untuk terapi
depresi. Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi, namun saat ini
penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan antidepresan lain yang terbaru.1,2
Golongan trisiklik beberapa memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup
1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan. TCAs have
the advantages of once-daily dosing, low risk of dependence, and no dietary restrictions.
Namun 35% penggunanya langsung menghentikan pengobatan karena efek samping yang
tidak menyenangkan. Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari
amphetamine like stimulation. Biasanya pengobatan dengan menggunakan trisiklik
membtuhkan waktu sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon terapi.
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau panik yang
resisten terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan trisiklik tidak menyebabkan
ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Hanya saja
kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya biasanya mendahului efek terapi sehingga
banyak pasien yang justru segera menghentikan pengobatan meskipun efek terapinya belum
tercapai.1,3
Mekanisme Kerja Trisiklik
Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotonin-
norepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter serotonin dan
norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter ekstraseluler yang dapat
bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi terhadap transporter
dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat
berkurang.1,3
Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik juga bereaksi
sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and 5-HT2C), 5-HT6, 5-HT7, α1-
adrenergic, and NMDA receptors, dan sebagai agonists pada sigma receptors (σ1 and σ2),
yang memberikan kontribusi pada efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik juga dikenal
sebagai antihistamin dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan reseptor histamine
dan asetilkolin muskarinik.
Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium, sehingga
dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan calcium channel blocker.
Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat menyebabkan kardiotoksik.1,3
10 | R e f a r a t
Contoh Obat Trisiklik
Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM)
Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan srotonin pada neuron presinaptikin.
Desipramine (Norpramin)
Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah sinaptik SSP
dengan ara menghambat reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat menyebabkan
efek desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor beta-adrenergik, dan
regulasi reseptor serotonin.
Clomipramine (Anafranil)
Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya uptake
norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya, desmethylclomipramine.
Efek Samping Trisiklik
Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang berkaitan
dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering, hidung kering,
pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori dan peningkatan temperatur
tubuh.
Efek samping lainnya adalah pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur,
akathisia, hipersensitivitas, hipotensi, aritmia serta kadang-kadang rhabdomiolisis.1,3
2.c. MAO Inhibitor
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis antidepresi
yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa lalu golongan ini
digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah resisten terhadap
golongan trisiklik.
MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai agoraphobia.
Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine dan penyakit parkinson
karena target dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan
gejala parkinson.1,3
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan efek
antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.
Cara Kerja MAOI
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase, sehingga ini
dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan meningkatkan avaibilitasnya.
Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A dan MAO-B. MAO-A berkaitan dengan
11 | R e f a r a t
deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine and norepinephrine. Sedangkan MAO-B
mendeaminasi phenylethylamine and trace amines. Dopamine dideaminasi oleh keduanya.
Contoh Obat MAOI
Phenelzine (Nardil)
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam mengatasi
gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang jelas terhadap placebo
dalam percobaan double-blind untuk mengatas gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan
untuk pasien yang tidak respon terhadap obat golongan trisiklik atau obat antidepresi
golongan kedua.
Tranylcypromine (Parnate)
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara ireversibel pada MAO
sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan meningkatkan avaibilitas sinaptik.
Efek Samping MAOI
Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine. Sehingga ketika
makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat menderita krisis hipertensi.
Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan juga, maka hal ini dapat menyebabkan
hiperserotonemia. Jumlah makanan yang dibutuhkan hingga menimbulkan reaksi berbeda-
beda pada tiap individu.
Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis hipertensi
pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan tiramin menggantikan
norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam hal ini norepinefrin terdepak oleh
tiramin. Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran norepinefrin sehingga dapat menyebabkan
krisis hipertensi. Teori lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang
menyebabkan krisis hipertensi.
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang
difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan. Makanan-
makanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI.1,3
2.d. Golongan Benzodiazepin
Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat piliahnyang digunakan untuk mengatasi
serangan panik akut.
Cara Kerja Benzodiazepin
Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter GABA (gamma-
butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga dapat menimbulkan
12 | R e f a r a t
kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang, melemaskan otot dan dapat mengakibatkan
amnesia.
Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan long acting.
Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk mengatasi insomnia
sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk mengatasi gangguan panik.1,3
Contoh Obat Benzodiazepin
Lorazepam (Ativan)
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat dan paruh
waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan aksi GABA, yang merupakan
inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan semua kerja SSP, termasuk sistem limbik
dan formasi retikuler.
Clonazepam (Klonopin)
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya. Selain itu, obat
ini memiliki waktu paru yang relatif panjang sekitar 36 jam.
Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik. Obat ini dapat
terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak, termauk sistem limbik dan RES.
Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan penggunaan alprazolam dalam waktu
lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.
Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)
Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah. Namun dapat
digunakan untuk mengatasi serangan panik.
Efek Samping Benzodiazepin
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya berkaitan
dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya adalah mengantuk, pusing,
dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan. Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan
jatuh dan kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin adalah
penurunan kemampuan menyetir sehingga dapat berakibat pada tingginya angka kecelakaan.
Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan terutama
pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan
benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan, pandangan kabur, bingung,
euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus juga menunjukkan bahwa
benzodiazepin bersifat liver toksik.1,3
2.e. Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist
13 | R e f a r a t
Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui obat ini dapat
mengatasi gangguan panik dengan cara kerja yang berbeda dari MAOI, serta tidak seperti
obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi CNS.1
Contoh Obat
Trazodone
Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang disertai agorafobia. Pada
hewan, obat ini secara selektif mampu menghambat uptake serotonin melalui sinaptosom
otak dan mepotensiasi perubahan perilaku melalui induksi prekursor serotonin, 5-
hidroksitriptofan.1
2.f. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah
mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat mengatasi kepanikan.
Contoh Obat
Venlafaxine (Effexor, Effexor XR)
Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor reuptake serotonin/norepinephrine
selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan regulasi reseptor beta.1
3. Interaksi Obat
Adapun beberapa interaksi obat yang harus diperhatikan pada penggunaan terapi
medikasi gangguan panik antara lain:6
Obat anti-panik trisiklik (Imipramine/Clomipramine) + Haloperidol(Phenothiazine) =
mengurangi kecepatan ekskresi dari trisiklik sehingga kadar dalam plasma meningkat,
sebagai akibatnya dapat terjadi potensiasi efek samping antikolinergik seperti ileus
paralitik, disuria, gangguan absorbsi dan lain-lain.
Obat trisiklik/SSRI + CNS Depressant (alkohol, opioid, benzodiazepine, dll)
menyebabkan potensiasi efek sedasi dan penelanan terhadap pusat pernapasan bahkan
dapat terjadi gagal napas.
Obat trisklik/SSRI + Obat simpatomimetik (derivat amfetamin) = dapat membahayakan
kondisi jantung.
Obat trisiklik/SSRI + MAOI tidak boleh diberikan bersamaan karena dapat terjadi
Serotonin Malignant Syndrome. Perubahan penggunaan trisiklik/SSRI menjadi MAOI
atau sebaliknya harus menunggu waktu sekitar 2-4 minggu untuk wash out period.
Obat trisiklik + SSRI, dapat meningkatkan toksisitas obat trisiklik.
14 | R e f a r a t
4. Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis
Semua jenis obat anti-panik hampir sama efektifnya dalam menanggulangi sindrom
panik pada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik.
Bila pasien peka terhadap efek samping obat, maka golongan obat yang dianjurkan
adalah SSRI atau RIMA yang lebih sedikit efek sampingnya.
Alprazolam menjadi pilihan untuk menangani pasien yang terkena serangan panik akut.
Obat anti-panik harus dimulai dengan dosis kecil lalu ditingkatkan secara perlahan
hingga tercapai dosis maintenance. Dan harus diingatkan pada pasien bahwa efek obat
anti-panik bekerja dalam jangka waktu 2-4 minggu sehingga meyakinkan pasien agar
tetap patuh minum obat sangatlah penting.
Lamanya pemberian obat anti-panik bisa mencapai 6-12 bulan dan bila sudah tidak
terdapat lagi gejala, dosisnya dapat diturunkan selama 3 bulan hingga pasien tidak
tergantung lagi pada obat. Namun apabila terdapt lagi serangan, pasien harus memulai
lagi pengobatan dari awal.6
5. Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis
Semua pasien yang baru saja memakan obat anti-panik tidak dianjurkan membawa
kendaraan atau menjalankan mesin karena pasien dapat tertidur saat melakukan aktivitas.
Semua ibu hamil tidak dianjurkan memakan obat anti-panik.
Pada manula dan yang menderita gangguan hati serta ginjal, maka dosis obat anti-panik
harus diberikan seminimal mungkin.6
VI. KESIMPULAN
Gangguan panik merupakan suatu gangguan kejiwaan yang membutuhkan
penanganan jangka panjang. Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk
menanganinya adalah terapi CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi lini
pertama dan golongan benzodiazepin potensi tinggi, MAOI dan obat anti-panik jenis lain
menjadi terapi lini kedua. CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi jangka panjang,
namun efikasi terapi dapat bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang jika CBT
dikombniasikan dengan terapi medikasi.
15 | R e f a r a t
DAFTAR PUSTAKA
1. Memon MA. Panic disorder. Updated on March 2011. [Cited on June 2011].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/287913-overview
2. Cloos JM. Treatment of panic disorder. Updated on January 2005. [Cited on June
2011]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/497207_1
3. Saddock BJ & Saddock VA. Panic disorder and agoraphobia. In: Kaplan & Sadock's
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. Sec.16.2
16 | R e f a r a t
4. Greist JH &Jefferson JW. Anxiety disorder. In: Review of General Psychiatry. 5th Ed.
Baltimore: Vishal. 2000. Cp.21.
5. McLean PD & Woody SR. Panic diorder and agoraphobia. In: Anxiety Disorders in
Adults. Vancouver: Oxford University Press; 2001. Cp.5
6. Maslim R Obat anti-panik. Dalam: Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Edisi
Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2007. Hal.52-56
17 | R e f a r a t
top related