[fix] imkg praktikum akrilik heat cured (2)
Post on 24-Jan-2016
496 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRATIKUM ILMU MATERIAL I
Topik : Manipulasi resin akrilik aktivasi panas (heat cured acrylic
resin)
Kelompok : B9
Tgl Praktikum : 17 Maret 2015
Pembimbing : Sri Yogyarti, drg., MS
Penyusun :
NO NAMA NIM
1 Grandis Ratnaning F.
E.
021411131102
2 Anggy Prayudha 021411131103
3 Kemala U. P. Nasution 021411131104
4 Agnes Robia A. 021411131105
5 Ainin Nafilatus S. F. 021411131106
DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
1. Tujuan
a. Dapat memanipulasi resin akrilik aktivasi panas dengan cara dan alat yang
tepat.
b. Dapat mengamati yang terjadi pada pencampuran polimer dan monomer
yaitu fase sandy, stringy, dough, rubbery, dan stiff
c. Dapat menganalisa hasil polimerisasi heat cured acrylic resin.
2. Cara Kerja
2.1. Alat
a. Kuvet yang telah dibuat dibuat cetakan (mould) dari gipsum keras
(dipsum tipe III)
b. Pot porselin tidak tembus cahaya dan tutupnya
c. Syringe
d. Stopwatch
e. Kuas kecil
f. Kuvet logam
g. Timbangan analitik
h. Press kuvet
i. Press hidrolik
j. Plastik
k. Pisau malam
l. Pisau model
2.2. Bahan
a. Bubuk polimer
b. Cairan monomer
c. Cairan cold mould seal (CMS)
2.3. Cara kerja :
- Disiapkan alat dan bahan.
- Cetakan mould dioles CMS menggunakan kuas kecil dengan gerakan
searah, kemudian diamkan hingga kering.
- Setelah kering dioles kembali menggunakan CMS dan dibiarkan
mengering.
- Bubuk polimer ditimbang menggunakan timbangan analitik sebanyak
4 gram.
- Cairan monomer diukur menggunakan syringe sebanyak 2 ml.
- Cairan monomer dituangkan ke dalam pot porselin.
- Pada saat mulai pencampuran bubuk polimer dan cairan monomer
stopwatch mulai dinyalakan.
- Bubuk polimer ditaburkan secara perlahan menggunakan pisau model
bagian tumpul kedalam pot porselin dengan menggetarkan pot
porselin selama 20 detik, saat inilah fase sandy dimulai.
- Diaduk menggunakan pisau malam bagian tumpul dengan gerakan
memutar sampai homogen kurang lebih 30-60 detik.
- Lalu ditutup dengan tutup pot porselin.
- Dengan interval ±30 detik, tutup pot porselin dibuka, diambil dengan
pisau malam bagian tumpul dan diuji menggunakan jari tangan sampai
bertekstur serat ketika ibu jari dan jari telunjuk diregangkan, saat
inilah yang dinamakan fase stringy.
- Dengan interval ±30 detik, tutup pot porselin dibuka kembali, diuji
dengan pisau malam sampai adonan tidak lengket lagi, saat inilah
yang dinamakan fase dough.
- Dengan interval ±30 detik, tutup pot porselin dibuka kembali, diuji
dengan pisau malam sampai adonan elastis seperti karet, saat inilah
yang dinamakan fase rubbery.
- Untuk menentukan fase stiff dilihat dari kelebihan adonan yang masih
menempel pada pot porselin, hingga adonan mengeras dan dapat
patah.
- Pada variasi pertama dengan manipulasi acrylic heat cure fase
stringy, adonan di letakkan pada plastik saat telah mencapai fase
stringy, dibentuk sesuai bentuk cetakan kemudian dimasukkan ke
dalam cetakan dengan syarat adonan harus lebih banyak dari isi di
cetakan.
- Pada variasi kedua dengan manipulasi acrylic heat cure fase dough,
adonan diletakkan pada plastik saat telah mencapai fase dough,
dibentuk sesuai bentuk cetakan kemudian dimasukkan ke dalam
cetakan dengan syarat adonan harus lebih banyak dari isi di cetakan.
- Pada variasi ketiga dengan manipulasi acrylic heat cure fase rubbery,
adonan diletakkan pada plastik saat telah mencapai fase rubbery,
dibentuk sesuai bentuk cetakan kemudian dimasukkan ke dalam
cetakan dengan syarat adonan harus lebih banyak dari isi di cetakan.
- Setelah adonan dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian diletakkan di
press hidrolik, diputar sampai rapat, dikunci, kemudian dipompa
sampai jaru menunjukkan angka 2000.
- Ditunggu sebentar, kemudian kunci dibuka, kuvet di ambil dari press
hidrolik.
- Kemudian kuvet dibuka untuk menghilangkan kelebihan akrilik yang
keluar dari kuvet.
- Kemudian kuvet di press kembali sampai kelebihan akrilik tidak
keluar dari kuvet lagi.
- Kemudian plastik dilepaskan, kuvet ditutup kembali.
- Diletakkan dibawah press kuvet, kemudian direndam pada air dengan
suhu kamar.
- Ditunggu hingga ketiga variasi selesai dimanipulasi, kemudian
dimasukkan ke dalam panci pemanas sampai mendidih hingga menit
ke 20.
- Lalu kompor dimatikan, dan ditunggu hingga air mencapai suhu
ruang.
- Dalam praktikum ini, karena keterbatasan waktu maka proses
dipercepat dengan diisikan air dingin pada panci hingga air sesuai
temperatur ruang.
- Kemudian kuvet dan press hidrolik diangkat dari air, lalu kuvet
dibuka untuk mengambil akrilik.
3. Hasil praktikum
a. Manipulasi material praktikum:
1) Mencetak acrylic heat cure resin pada fase stringy.
2) Mencetak acrylic heat cure resin pada fase dough.
3) Mencetak acrylic heat cure resin pada fase rubbery.
b. Data hasil pengamatan praktikum
Fase Variasi 1 (detik)
Variasi 2 (detik)
Variasi 3 (detik)
Rata-rata (detik)
Sandy 90 detik 100 detik 83 detik 91 detikStringy 250 detik 230 detik 205 detik 228,3 detikDough 529 detik 475 detik 509 detik 504,3 detikRubbery
- 930 detik 920 detik 925 detik
Stiff 2411 detik 2040 detik 2415 detik 2288,7 detik
4. Pembahasan
Akrilic resin dibuat dari reaksi polimerisasi radikal bebas menggunakan
metal metaklirat (MMA) sebagai monomer, Resin akrilik dapat dibentuk
melalui formulasi heat atau cold-cured. (Mark, 2011)
Basis gigi tiruan diletakkan di daerah kontak dengan jaringan dan berperan
penting sebagai penyesuai dengan gigi tiruan agar pas/sesuai, salah satu jenis
bahan basis gigi tiruan adalah golongan non-metallic dengan contoh resin
akrilik (Soratur, 2007)
Akrilik terdiri dari powder dan liquid, powder merupakan MMA sedang
liquid merupakan cross-link agent berfungsi meningkatkan physical properties
dari set material, proses dasar mencampurkan powder dan liquid adalah
merubah dari metal metaklirat menjadi polimetilmetaklirat dengan proses
polimerisasi. (McCabe, 2008)
Kandungan lain yakni inhibitor sebagai pembuat shelf time dari resin
akrilik panjang, apabila tidak ada inhibitor maka polimerisasi monomer dengan
liquid akan lambat (McCabe, 2008)
Kandungan lain adalah aktivator berfungsi sebagai pereaksi oksida dengan
powder agar terbentuk radikal bebas sebagai inisiasi polimerisasi (McCabe,
2008)
Reaksi dapat dituliskan:
Polymer + Benzoil peroxide initiator + monomer + Amine Activator →
Polymer + Exothermic Heat (Soratur, 2007)
Proses kerja dilakukan pada fase dough (tidak lengket, mudah rusak jika
dibersihkan dengan sarung tangan saat ditarik) harus diaplikasikan dengan
cepat ke dalam mould lalu dipres. Jika tidak, maka akan lanjut ke fase
selanjutnya yakni rubbery yang akan kembali ke bentuk semula apabila
ditekan. Oleh karena itu waktu pengerjaan resin aklirik menurut ADA adalah 5
menit. (Soratur, 2007)
Manipulasi dari resin akrilik melibatkan pencampuran powder dan liquid,
apabila rasio powder / liquid terlalu tinggi adonan menjadi kering dan menjadi
unmanageable sehingga adonan tidak flow saat diletakkan di gipsum di bawah
tekanan. Sebagai tambahan, ada monomer yang berikatan dengan terlalu
banyak polimer sehingga tidak rapi, ketidak sempurnaan pengikatan monomer
dengan polimer ini menimbulkan adanya granul atau bintil.
(McCabe, 2008)
Porus gas terjadi pada campuran yang kelebihan monomer dan porus gas
bisa terjadi di daerah yang jauh dari sumber panas (Soratur, 2007)
Shrinkage terjadi sekitar 21% selama polimerisasi methylmethacrylate
yang dapat menyebabkan masalah dalam akurasi akrilik. (Anusavice, 2013)
Adonan dalam fase dough yang tidak sempurna akan menyebabkan
kelebihan bila diaplikasikan pada mould atau aplikasi lain dan bila penekanan /
press dilakukan dengan tidak sempurna maka akan menimbulkan porositas
yang sangat besar karena sebagian besar massa basis gigi akan keluar sehingga
ukuran packing tidak sesuai dengan ukuran awal. (McCabe, 2008)
Saat dipanaskan apabila lebih dari waktu yang ditentukan maka bisa
mencapai suhu 150 jika dibiarkan lama-lama dapat mengakibatkan porus gas di
bagian yang lebih tipis dari denture. (McCabe, 2008)
Pencampuran diikuti dengan kenaikan viskositas di tiap tahapan fase,
kenaikan viskositas ini disebabkan oleh kombinasi perubahan fisik dan
kimianya, akrilik yang berukuran kecil akan larut oleh air sedangkan akrilik
berukuran besar akan menyerap air dan meletus. (McCabe, 2008)
Pada praktikum ini dilakukan 3 variasi packing resin akrilik heat cured,
yaitu packing pada fase stringy, dough, dan rubbery. Percobaan pertama
dengan packing pada fase stringy, fase sandy dimulai pada 90 detik pertama,
fase stringy pada detik ke-250, pada saat ini mulai dilakukan packing dengan
menuangkan adonan ke cetakan. Lalu perhitungan fase selanjutnya diamati dari
kelebihan adonan yang masih menempel pada pot porselin. Didapatkan fase
dough pada detik ke-529, pada fase rubbery terjadi human error sehingga tidak
didapatkan data waktu terjadinya fase rubbery. Kemudian didapat fase stiff
pada detik ke-2411.
Pada percobaan kedua, fase sandy terjadi pada detik ke-100, fase stringy
pada detik ke-230. Fase dough pada detik ke-475, pada fase ini dilakukan
packing dengan mulai memasukkan adonan ke dalam cetakan. Lalu
perhitungan fase selanjutnya diamati dari kelebihan adonan yang masih
menempel pada pot porselin. Kemudian fase rubbery terjadi pada detik ke-930
dan fase stiff pada detik ke-2411.
Pada percobaan ketiga, fase sandy terjadi pada detik ke-83, fase stringy
pada detik ke-205, fase dough pada detik ke-509. Fase rubbery terjadi pada
detik ke-920, pada fase ini dilakukan packing dengan mulai memasukkan
adonan ke dalam cetakan. Lalu perhitungan fase selanjutnya diamati dari
kelebihan adonan yang masih menempel pada pot porselin. Kemudian fase stiff
pada detik ke-2415.
Dari data tersebut didapatkan waktu rata-rata untuk fase sandy 91 detik,
fase stringy 228,3 detik, fase dough 504,3 detik, fase rubbery 925 detik, dan
fase stiff 2288,7 detik.
Pada percobaan pertama didapatkan hasil cetakan akrilik yang porus,
bergranula, bersayap, dan warnanya paling terang dari dua percobaan yang
lain. Selain hal ini juga terjadi human error yaitu pada saat percobaan,
praktikan lupa mencatat waktu pada fase rubbery, sehingga tidak didapatkan
data waktu pada fase tersebut.
Pada percobaan kedua didapatkan hasil cetakan akrilik yang sedikit
bersayap akibat cetakan yang tidak presisi, serta terdapat sebagian cetakan
gipsum yang menempel pada bagian bawah akrilik karena pemberian CMS
yang kurang pada awal penguasan kuvet. Warna yang didapatkan cenderung
lebih pekat dari percobaan pertama dan lebih terang dari percobaan ketiga.
Pada percobaan ketiga didapatkan hasil cetakan akrilik yang bersayap serta
terdapat gipsum yang menempel pada bagian atas akrilik. Hal ini disebabkan
karena human error yaitu, CMS yang dibuang setelah pengepresan sehingga
gipsum menempel pada akrilik. Warna yang didapatkan lebih pekat dari
percobaan pertama dan kedua.
Porus dan granula yang terjadi disebabkan karena polimerisasi yang belum
terjadi secara sempurna. Dalam percobaan pertama packing dilakukan pada
fase stringy, polimerisasi yang terjadi pada fase ini belum sempurna sehingga
menyebabkan porus dan granula pada akrilik. Sayap yang terjadi disebabkan
karena pengepresan yang kurang, ekspansi yang tinggi serta pemotongan yang
kurang presisi. Warna yang terang pada percobaan pertama disebabkan karena
viskositas pada fase stringy yang kurang atau masih memiliki flow tinggi
daripada fase lain. Warna pada percobaan kedua lebih ideal daripada warna
pada fase lain, karena fase dough merupakan fase ideal untuk packing akrilik.
Warna pada percobaan ketiga lebih pekat dari dua percobaan sebelumnya
karena viskositas saat fase rubbery lebih tinggi dan flow rendah.
Faktor yang dapat menyebabkan kegagalan packing diantaranya adalah
adonan dalam setiap fase yang tidak sempurna akan menyebabkan kelebihan
bila diaplikasikan pada cetakan atau aplikasi lain dan bila press dilakukan
dengan tidak sempurna maka akan menimbulkan porositas yang sangat besar
karena sebagian besar akrilik akan keluar sehingga ukuran packing tidak sesuai
dengan ukuran awal.
Apabila akrilik direbus lebih dari 20 menit maka bisa mencapai suhu
150°C, jika dibiarkan lama-lama dapat mengakibatkan porus gas di bagian
yang lebih tipis dari denture. Apabila kuvet dibuka sebelum mendingin maka
akan terjadi ekspansi yang menyebabkan akrilik distorsi.
Pada percobaan kedua, terdapat gipsum yang menempel di bagian bawah
akrilik yang disebabkan kurangnya pelapisan CMS pada cetakan. Sedangkan
pada percobaan ketiga, terdapat gipsum yang menempel di bagian atas akrilik
yang disebabkan karena lapisan CMS terlepas saat praktikan memotong
kelebihan akrilik setelah dipress.
5. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa packing
yang dilakukan saat fase dough paling ideal daripada fase yang lain (stringy
dan rubbery) karena lebih tidak porus, tidak bergranula, tidak bersayap dan
warnanya mendekati warna gingiva. Disamping itu masih memungkinkan
terjadinya ketidaksempurnaan pada akrilik yang disebabkan human error
seperti lupa mencatat data, keteledoran serta pemotongan kelebihan akrilik
yang kurang presisi.
6. Daftar Pustaka
Anusavice, K., 2013. Phillips Science of Dental Material. 12th penyunt.
Philadelphia: Elsevier Ltd.
McCabe, J. & Walls, A., 2008. Applied Dental Materials. 9th penyunt. Oxford:
Blackwell Publishing Ltd.
Soratur, S., 2007. Essensials of Dental Materials. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers Ltd.
7. Lampiran
top related