family folder.doc
Post on 28-Jan-2016
263 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol
dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal,
dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer” karena sifatnya asimtomatik dan
setelah beberapa tahun dapat menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun
tidak dapat sembuh, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi
dan komplikasinya. 1
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10% sedangkan
tercatat pada tahun 1987 propoersi penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan meningkat
menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia. 1
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang
dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat megenai
prevalensi hipetensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka di teliti. Diperkirakan
terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai
sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu
gangguan sekresi hormone dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal
dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat
menyebabkan stroke, gagal ginjal, atau gangguan retina mata. 1
1
Bab II
Laporan Kasus Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas : Pedes
Tanggal kunjungan : 10 November 2015
I. Identitas Pasien :
Nama : Ny. E
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Pedes Raya, Desa Payungsari
II. Riwayat Biologis Keluarga :
Keadaan kesehatan sekarang : Baik
Kebersihan perorangan : Baik
Penyakit yang sering diderita : Pusing
Penyakit keturunan : Tidak ada
Penyakit kronis/menular : Tidak ada
Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
Pola makan : Sedang (3 kali sehari, teratur, kurang
protein hewani)
Pola istirahat : baik (tidur 8 jam sehari)
Jumlah anggota keluarga : 3 orang
Psikologis Keluarga :
Kebiasaan buruk : Konsumsi makanan mengandung garam
tinggi.
Pengambilan keputusan : Keluarga
Ketergantungan obat : Tidak ada
Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas
Pola rekreasi : Sedang
III. Keadaan Rumah /lingkungan :
2
Jenis bangunan : Semi Permanen
Lantai rumah : Kramik
Luas rumah : 15m x 7m =105 m2
Penerangan : Baik
Kebersihan : Kurang
Ventilasi : Baik
Dapur : Ada
Jamban keluarga : Ada
Sumber air minum : Sumur
Sumber pencemaran : Ada
System pembuangan air limbah : Tidak ada
Tempat pembuangan sampah : Tidak ada (sampah dibakar)
Sanitasi lingkungan : Buruk.
Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada (memelihara anak ayam)
IV. Spiritual Keluarga :
Ketaatan beribadah : Baik
Keyakinan tentang kesehatan : Baik
V. Keadaan Sosial Keluarga
Tingkat pendidikan : Sedang
Hubungan antar anggota keluarga : Baik
Hubungan dengan orang lain : Baik
Kegiatan organisasi sosial : Sedang
Keadaan ekonomi : Sedang
VI. Kultural Keluarga
Adat yang berpengaruh : Sunda
Lain – lain : Tidak ada
VII. Daftar anggota keluarga
3
No
Nam
a
Hu
b
dgn
KK
Um
ur
Pen
did
ikan
Pek
erja
an
Aga
ma
Kea
daa
n
Kes
ehat
an
Kea
daa
n
gizi
Imu
nis
asi
KB
Ket
eran
gan
1 Tn. K KK 70 th SMP Buruh Islam Baik Cukup Lupa - -
2 Ny.E Isteri 56 th SMP IRT Islam Baik Cukup Lupa - -
3 Tn.H Anak 30 th SMA - Islam Baik Baik Tidak
Lengkap
- Tinggal
bersama
Keterangan:
1. Tn. K, 70 tahun, KK.
2. Ny. E, 56 tahun, isteri
3. Tn.H, 30 tahun, anak
VIII. Keluhan Utama :
Kepala terasa pusing dari 1 minggu yang lalu.
IX. Keluhan Tambahan :
Tiada
X. Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien mengatakan kepala terasa pusing, pusing terasa berputar pasien mengatakan
leher dan bahu terasa pegal dan tegang. Pasien mengatakan sering mengalami keluhan seperti
ini dan mempunyai riwayat darah tingi, pasien juga mengatakan sudah sering berobat ke
Puskesmas Pedes tapi setiap obat habis pasien tidak rutin kontrol ke Puskesmas lagi.
XI. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat Hipertensi
XII. Pemeriksaan fisik :
4
12
3
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Nadi : 94 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, bentuk kepala normal.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat dan isokor.
Telinga : Bentuk normal, sekret tidak ada, membran timpani utuh.
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, pernafasan cuping hidung -/-
Mulut : Bentuk normal, Sianosis perioral (-), caries (-), bibir kering, tonsil T1-T1
Leher : Bentuk normal, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kaku kuduk tidak ada.
Toraks :
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris.
Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanan sama.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki basah kasar -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis di sela iga IV garis midclavikularis sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak benjolan dan tidak ada gambaran vena.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar , nyeri tekan (-), turgor
Menurun sedikit.
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Anus dan rektum : Tidak dilakukan.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Kelenjar getah bening :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
5
Refleks : Reflek fisiologis dan patologis tidak tampak kelainan.
XIII. Diagnosis Penyakit :
Hipertensi Grade II
XIV. Diagnosis keluarga :
Tidak didapatkan
XV. Anjuran penatalaksanaan penyakit :
a. Promotif : Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Hipertensi dan penyebabnya.
b. Preventif : - Istirahat yang cukup.
- Menagtur pola makan.
- Olahraga yang cukup.
c. Kuratif :
Non Medikamentosa
1. Kurangi asupan garam berlebihan.
2. Olahraga yang cukup.
Medikamentosa
1. Paracetamol 3x500 mg
2. Captopril 2x25 mg
d. Rehabilitatif : -
XVI. Prognosis :
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyrakat : dubia ad bonam
XVII. Resume
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 10 November 2015,
Pasien dnegan keluhan kepala pusing sejak 1 minggu yang lalu. leher dan bahu terasa
6
pegal dan tegang. Pasien mengatakan sering mengalami keluhan seperti ini dan mempunyai
riwayat darah tinggi. Pemeriksaan fisik: frekuensi napas 20 kali/menit, frekuensi nadi
94 kali/menit, tekanan darah 170/100 mmHg, suhu 36,6 0 C, suara napas vesikuler,
bunyi jantung I/II regular.
Bab III
Pembahasan
7
Menurut Teori Blum, kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu
lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan keturunan. Unsur-unsur tersebut saling
berinteraksi dan saling terkait satu sama lain. Juga mengacu pada kemampuan mengetahui,
mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehatnya sendiri.
Dari hasil kunjungan rumah didapatkan bahwa pasien mempunyai penyakit hipertensi.
Pasien berpola hidup kurang sehat dan tidak teratur minum obat sehingga memacu
perburukan penyakit. Pasien mengaku malas untuk mengkonsumsi obat tiap hari, dan setiap
obat habis pasien tidak pernah kontrol ke puskesmas.
Maka terbukti bahwa kesehatan manusia diperngaruhi oleh beberapa unsur-unsur
yang disebutkan di Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di
Puskesmas, sebaiknay dapat memberikan kimunikasi, informasi dan edukasi perorangan
untuk memperbaiki pola hidup pasien.
Bab IV
Tinjauan Pustaka
8
4.1 Definisi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah peningkatan tekanan darah karena
gangguan sistem peredaran darah. Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, yang selanjutnya disingkat JNC
mendefinisikan hipertensi bila tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih
atau tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg atau lebih. Sedangkan menurut Kaplan
hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arteri yang dihubungkan dengan perbedaan
usia dan jenis kelamin. 2-4
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi
pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam
satu hari juga berbeda, di mana paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada
saat tidur malam hari.1,2,5
4.2 Etiologi Penyakit
4.2.1 Pengaturan Aliran DarahMeningkatnya tekanan darah bisa terjadi melalui beberapa
cara, yakni: Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga sulit
berdilatasi berdilatasi saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan
darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk
sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam
tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika
aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak
cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.
- Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di
dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang
mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
4.2.2 Perubahan Fungsi Ginjal
9
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
- Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan
air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan
tekanan darah ke normal.
- Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan
air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
- Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya
akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
- Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena
itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya
tekanan darah tinggi.Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu
ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan
cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya
tekanan darah.
4.2.3 Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk
sementara waktu akan:
- meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh
terhadap ancaman dari luar).
- meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung juga mempersempit
sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya
otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak).
- mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan
volume darah dalam tubuh.
- melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang
merangsang jantung dan pembuluh darah.1,4
Klasifikasi Tekanan Darah5
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
10
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 ≥ 160 mmHg (atau) ≥ 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik
masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun
dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian
telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap
sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.
Menurut etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak atau belum
diketahui penyebabnya, sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer
11
Timbulnya hipertensi tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, melainkan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak berdiri sendiri tetapi secara bersama-sama.
Faktor keturunan atau faktor riwayat keluarga merupakan faktor utama yang berperan
dalam patofisiologi hipertensi. Williams et aljuga melaporkan bahwa seseorang dengan
riwayat keluarga hipertensi memiliki resiko terkena penyakit hipertensi empat kali lebih
besar daripada orang tanpa riwayat keluarga hipertensi pada umur 50 tahun. Riwayat
keluarga hipertensi yang dimaksud terutama yang berasal dari keluarga terdekat atau first
degree, seperti orang tua atau saudara kandung. Jika seseorang memiliki dua atau lebih
keluarga terdekat yang menderita hipertensi pada umur kurang dari 55 tahun, maka
seseorang tersebut memiliki resiko 3,8 kali terkena hipertensi pada umur 20-49 tahun.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang penyebabnya karena penyakit lain atau yang disebut hipertensi
sekunder, diderita kira-kira 5% dari penderita hipertensi. Penyebab hipertensi sekunder
dapat digolongkan menjadi empat.6
- Pertama, karena kelainan kardiovaskuler. Hipertensi akibat kelainan kardiovaskuler
biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer pada penyakit aterosklerosis.
- Kedua, hipertensi yang diakibatkan oleh gangguan pada ginjal. Hipertensi ginjal ini
dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu oklusi parsial arteri renalis dan penyakit jaringan
ginjal. Pada oklusi parsial arteri renalis, aliran darah ke ginjal berkurang sehingga
ginjal berespon dengan mengaktifkan angiostensin II yang akan merangsang korteks
adrenal untuk mensekresikan aldosteron. Dengan adanya hormon aldosteron,
reabsorpsi natrium akan meningkat. Selain itu, angiostensin II merupakan
vasokonstriktor yang kuat. Kedua efek ini memang dapat memperbaiki aliran darah
pada arteri renali, tetapi keduanya juga mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Hipertensi renal juga dapat terjadi akibat kerusakan pada ginjal itu sendiri. Apabila
terjadi gangguan pada ginjal, ginjal tidak mampu mengeliminasi beban garam normal.
Terjadi retensi garam sehingga timbul hipertensi.
- Ketiga, hipertensi akibat gangguan endrokrin. Hipertensi endokrin timbul akibat dari
feokromositoma (tumor pada medulla adrenal) dan sindrom Conn. Hanya 0,1% dari
penderita hipertensi yang menderita hipertensi akibat feokromositoma.7 Gejala pada
penyakit ini ditandai oleh peningkatan norepinefrin dan epinefrin. Peningkatan
epinefrin menyebabkan peningkatan curah jantung. Produksi aldosteron korteks
adrenal yang berlebihan ditemukan pada sindrom Conn. Efek dari aldosteron adalah
12
menyerap natrium dan mengeluarkan kalium. Hal inilah yang menyebabkan
hipertensi.7
- Keempat, hipertensi akibat gangguan neurogenik karena adanya lesi pada sistem saraf
otonom.
4.3 Faktor Risiko Hipertensi
4.3.1 Faktor Keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam
keluarga. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu
telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa
faktor genetik mempunyai peran memicu hipertensi.6 Peranan faktor genetik juga
pernah dilaporkan pada penelitian yang dilakukan Williams et al. Pada penelitian
tersebut dijelaskan bahwa interaksi antara faktor predisposisi berupa genetik dan
faktor lingkungan adalah penyebab timbulnya hipertensi. Seseorang dengan riwayat
keluarga hipertensi memiliki kemungkinan 3,8 kali lebih besar terkena hipertensi
daripada seseorang tanpa riwayat keluarga hipertensi pada umur di bawah 55 tahun.1-
4,6
4.3.2 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.
Asupan garam yang tinggi adalah asupan garam yang melebihi asupan maksimal
yang dianjurkan. Asupan garam yang dianjurkan adalah kurang dari 100 mmol atau
2,4 gram Na atau NaCl sebanyak 6 gram per hari. Asupan garam yang tinggi dapat
meningkatkan tekanan darah arterial karena kadar natrium dalam darah yang tinggi
dapat meningkatkan volume darah. Hal ini disebabkan oleh sifat Na yang menyerap
air sehingga tekanan darah dan denyut jantung meningkat.6
Faktor lingkungan seperti stres, kegemukan (obesitas) dan kurang olahraga
juga berpengaruh memicu hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan
hipertensi, diduga terjadi melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada
saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan,
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
13
4.3.3 Kegemukan
Kegemukanmerupakan ciri khas dari populasi hipertensi. Walaupun belum
dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal.
4.3.4 Merokok
Telah diketahui bahwa rokok mengandung zat karsinogenik yang berbahaya
bagi tubuh manusia. Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap
tiap hari bukan pada lama merokok. Penyebabnya diduga nikotin yang terkandung
dalam rokok. Nikotin berpengaruh pada pelepasan katekolamin oleh sistem saraf
otonom.Katekolamin inilah yang dapat mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut
jantung serta gangguan irama jantung.
4.3.5 Alkohol
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara alkohol dan
timbulnya hipertensi. Peminum alkohol berat akan cenderung hipertensi meskipun
mekanismenya belum diketahui secara pasti.
4.3.6 Usia
Hipertensi meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hipertensi pada usia
lanjut adalah apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Terdapat hubungan antara
hipertensi dan bertambahnya usia pernah dilaporkan oleh Dhianingtyas dan
Hendratidalam penelitiannya yang menyatakan bahwa hipertensi diderita oleh subjek
yang sebagian besar berumur 41-60 tahun (78,1%). Subjek yang tidak menderita
hipertensi sebagian besar berumur 18-40 tahun (53,1%). Dengan bertambahnya usia
juga terjadi penurunan elastisitas arteri sehingga dapat menyebabkan peningkatan
tekanan perifer.
4.3.7 Jenis Kelamin
14
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhianingtyas dan Hendrati menunjukkan
bahwa subjek yang menderita hipertensi sebagian besar berjenis kelamin laki-
laki.11Subjek yang tidak menderita hipertensi sebagian besar berjenis kelamin
perempuan. Pada usia dini terdapat bukti adanya perbedaan tekanan darah antara laki-
laki dan perempuan. Pada masa remaja, batas rata-rata tekanan darah laki-laki lebih
tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan setengah baya. Pada
usia tua perbedaan itu menyempit dan polanya bahkan dapat berbalik. Banyak kajian
yang sedang dilakukan untuk membuktikan bahwa estrogen dapat melindungi
kenaikan relatif tekanan darah pada masa tua wanita.
4.4 Patofisiologi
Hipertensi tidak diketahui patofisiologi sesungguhnya. Kemungkinan faktor
hormon (renin – angiotensin) dan produk lokal vaskuler (prostaglandin dan radikal
bebas) dalam kenaikan tekanan darah ikut terlibat. Penting untuk kita ketahui fisiologi
dari tubuh dalam menaikan tekanan darah.
Renin yang disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin
dalam sel-sel jukstaglomerular pada ginjal. Sel jukstaglomerular merupakan modifikasi
dari sel-sel otot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat di proksimal
glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri meyebabkan
banyak molekul protein dalam sel jukstaglomerolus terurai dan melepaskan renin.
Sebagian besar renin memasuki darah dan meninggalkan ginjal menuju ke sirkulasi
seluruh tubuh, walaupun sejumlah kecil tetap berada dalam cairan lokal ginjal dan
mengawali beberapa fungsi intrarenal.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma, yaitu suatu globulin yang
disebut angiotensinogen untuk melepaskan peptida asam amino, yaitu angiotensin I.
Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriksi ringan dan tidak cukup untuk menyebabkan
perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi.
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam
amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angotensin II.
Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir
melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim pengubah,
yang terdapat di endotelium pembuluh paru.
15
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek lain
yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah selama 1 atau 2
menit karena secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang
secara bersama-sama disebut angiotensinase. Angiotensin menyebabkan ginjal menahan
garam dan air melalui dua cara:
1) Angiotensin bekerja langsung pada ginjal untuk menimbulkan retensi garam
dan air
2) Angiotensin menyebabkan kelenjar-kelenjar adrenal menyekresikan
aldosteron, dan aldosteron kemudian meningkatkan reabsorpsi garam dan air
melalui tubulus ginjal.
Dalam menangani kasus hipertensi, fisiologi dari ginjal haruslah dipahami. Hal ini
erat kaitannya dalam pemberian obat-obatan yang mungkin berpengaruh pada fungsi
ginjal itu sendiri.
Pada keadaan dimana fungsi filtrasi glomerolus menurun maka didapatkan pula
perlambatan laju aliran pada ansa henle yang menyebabkan peningkatan absorpsi
natrium klorida pada ansa henle tersebut dan didapatkan pula penurunan konsentrasi
natrium klorida di macula densa.
Penurunan konsentrasi natrium klorida di macula densa memiliki sinyal yang
mempunyai efek:
1. Penurunan tahanan arteriol aferen dengan mekanisme pelebaran sehingga
meningkatkan pula tekanan hidrostatik glomerolus dalam rangka membantu
mengembalikan glomerolus filtration rate menjadi normal.
2. Peningkatan pelepasan renin karena reaksi intrisik dari ginjal yang
menyebabkan molekul protein dalam sel jukstaglomerolus terurai dan
melepaskan renin. Renin yang pada akhirnya kemudian membentuk
angiotensin II yang mengakibatkan konstriksi arteriol eferen.
Dengan demikian tekanan hidrostatik glomerolus dan glomerolus filtrationrate
normal kembali.6
4.5 Gejala Klinis
16
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).
Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
sakit kepala
kelelahan
mual
muntah
sesak nafas
gelisah
pandangan menjadi kabur (yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal)
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera.
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya
kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg.
Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan
kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target
lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan
intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm,
angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan.
Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ
target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai
tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam sampai dengan beberapa hari.1,3,4
17
4.6 Diagnosis
Anamnesis riwayat penyakit merupakan prioritas dalam menentukan diagnosis dan
penatalaksanaan hipertensi. Dapat ditemukan adanya keluhan dari gejala-gejala susunan
saraf pusat, otonom, jantung dan disfungsi visual. Perlu diperhatikan pula penggunaan
obat-obatan yang dapat mencetuskan hipertensi seperti, simpatomimetik.1,2,4
4.7 Penatalaksanaan Hipertensi
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut
usia; dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler
dan serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada
lanjut usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia
menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat
kekakuan pembuluh darah yang berat.
Sasaran tekanan darah pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya
mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada
JNCVI dimana pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg)
tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan
penurunan TDS < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau
penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal.
Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi lanjut
usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk menurunkan
tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah :
- menurunkan berat badan jika ada kegemukan
- mengurangi minum alkohol
- meningkatkan aktivitas fisik aerobik
- mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat,
mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
- menghentikan merokok
- mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol.
Seperti halnya pada orang yang lebih muda, intervensi nonfarmakologis ini harus
dimulai sebelum menggunakan obat-obatan.
18
1. Terapi farmakologis
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan
distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat antihipertensi.
Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara
perlahan. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi
lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan
diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama
dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya
akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan
penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat bermanfaat; namun demikian
terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/
kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung
dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme)
atau kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik.
- Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural (penyekat
adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obat-obatan yang
dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis-α 2 sentral) harus diberikan dengan
hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian lebih
dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara
antihipertensi dengan obat lainnya.
- Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya : obat anti psikotik
terutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin,
baklofen dan alkohol.
- Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat
antiinflamasi nonsteroid.
Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah:
1. Tiazid: teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium risiko toksisitas meningkat,
karbamazepin risiko hiponatremia menurun;
2. Penyekat beta: verapamil menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal jantung;
digoksin memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral meningkatkan efek
hipoglikemia, menutupi tanda peringatan hipoglikemia.
19
Dosis beberapa obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE, penyekat kanal
kalsium, dan penyekat alfa yang dianjurkan pada penderita hipertensi pada lanjut usia
adalah sebagai berikut.
- Dosis obat-obat diuretic (mg/hari) misalnya: bendrofluazid 1,25- 2,5, klortiazid 500-
100, klortalidon 25-50,hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid SR 1,5.
- Dosis obat-obat penyekat beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg
sekali atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20 mg sekali
sehari, celiprolol 200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari,
oksprenolol 180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari.
- Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: Captopril 6,25-50
mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8 mg sekali
sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali sehari.
- Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg
sekali sehari, diltiazem 200 mg sekali sehari, felodipin 5-20 mg sekali sehari,
nikardipin 30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120-
240 mg dua kali sehari.
- Dosis obat-obat penyekat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16 mg sekali
sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari.1,2,4,5
4.8 Komplikasi
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan
diastolik ≥ 130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak
dan tinggi.
Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang,
gangguan serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang
lain, sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di
Indonesia belum ada data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi serebrovaskular dan
komplikasi jantung sering ditemukan.
Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata,
ginjal, jantung, dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan
sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
pendarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan
20
kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan
iskemia otak sementara (transient ischaemic attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai
komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.6
Bab IV
Kesimpulan dan Saran
21
Menurut Teori Blum, kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu
lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan keturunan. Unsur-unsur tersebut saling
berinteraksi dan saling terkait satu sama lain. Juga mengacu pada kemampuan mengetahui,
mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehatnya sendiri.
Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui
penyebabnya. Sedangkan hipertensi yang penyebabnya karena penyakit lain. Obat-obatan
anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain, diuretik, beta blocker, penggantian kalium,
penghambat saluran kalsium dan ACE-inhibitor. Hipertensi yang terkontrol dapat
memberikan harapan hidup yang lebih baik. Prognosis sangat baik, tergantung gaya hidup.
Bab V
Kesimpulan
22
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat
memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan
penyakit vaskuler.
Daftar Pustaka
23
1. Naomi DL, Fisher, Gordon H, Williams. Hypertensive Vasculare Disease. Harrison’s
Principles of Internal Medicine, 16th. Aucland , McGraw Hill. 2005: 1463 – 1480.
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Hipertensi. Diunduh dari
www.depkes.go.id tanggal 11 September 2015
3. Bahar A. Hipertensi. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.
610-22.
4. Hope, RA, Long Moree, JM, Hodgets, TJ and Ramrakha, Oxford, Handbook,od, Clinical
Medicine 3rd ed Oxford University, Press, New York 2012.P.720-25
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbit FKUI; 2010.
6. S, Amir. Farmakologi Hipertensi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 201.h. 610-22.
7. Sylvia A. & Lorraine M. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.
24
Lampiran
Lampiran
25
26
top related