faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual...
Post on 06-Feb-2018
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA REMAJA PRIA DI
INDONESIA
(Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)
Skripsi
Oleh:
Nadra Anniswah
1111101000040
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
Skripsi, Maret 2016
Nadra Anniswah, NIM: 1111101000040
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
SEKSUAL BERISIKO IMS PADA REMAJA PRIA DI INDONESIA
(Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)
xiv + 100 halaman, 2 tabel, 3 bagan, 2 lampiran
ABSTRAK
Perilaku seksual remaja dapat berisiko pada terjadinya IMS. Remaja pria lebih
berpeluang berperilaku seksual daripada wanita. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko IMS
pada remaja pria di Indonesia tahun 2012. Penelitian ini adalah menggunakan data
sekunder yaitu SDKI tahun 2012 sehingga desain studi yang digunakan pun
mengikuti SDKI 2012 yaitu cross sectional. Analisis data dilakukan
menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 5%. 14.8% remaja pria di
Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual berisiko IMS. 68.3% remaja pria di
Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang terkait perilaku seksual
yang berisiko IMS. 56.9% remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap
negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. 52.3% remaja pria di Indonesia
tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi
kesehatan reproduksi. 72.4% remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan
adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya. Terdapat
hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, pengaruh
teman sebaya, dan peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan
reproduksi, dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia
tahun 2012. Maka, diharapkan kepada Kemenkes untuk membuat dan memantau
pelaksanaan program perubahan perilaku dengan menyediakan layanan,
meningkatkan pengetahuan, dan sikap remaja terkait kesehatan reproduksi
khususnya perilaku berisiko IMS. Demikian pula halnya dengan Kemendikbud
dan Kemenristekdikti untuk berperan dalam upaya perubahan perilaku,
peningkatan pengetahuan dan sikap remaja.
Kata Kunci: Perilaku seksual, Remaja Pria, faktor yang berhubungan
Daftar Bacaan: 58 (1948-2015)
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH DEPARTEMENT
HEALTH PROMOTION CONCENTRATION
Undergraduate thesis, Maret 2016
Nadra Anniswah, SIN: 1111101000040
Factors Related to Risk Sexual Behavior of STI’s of Indonesian Male
Adolescent in 2012 (Analysis of Indonesia Demographic and Health Survey 2012)
xiv + 100 pages, 2 tables, 3 figures, 2 attachments
ABSTRACT
Adolescent sexual behavior may present a risk to the occurrence of STIs. Young
men are more likely than women to behave sexually. This study aims to determine
the factors associated with STI sexual risk behavior in Indonesia male adolescent
in 2012. This research is using secondary data, which is IDHS 2012 so that the
study design is cross sectional. Data analysis was performed using chi square test
with significance level of 5%. The number of sample of this study is 9160 male
adolescent aged 15-24 years. 14.8% Indonesian male adolescent’s sexual
behavior in 2012 are at risk for STI. 68.3% Indonesian male adolescent have low
knowledge about sexual behaviour wick risky to STI. 56.9% Indonesian male
adolescent have negative attitude regarding sexual behaviour wick risky to STI.
52.3% Indonesian male adolescent considers his school did not act as providers
of reproductive health information.72.4% Indonesian male adolescent did not feel
any peer influence in shaping their sexual behavior. Based on the results of chi
square test is known that there are significant relationship between age, education
level, knowledge, attitude, the peer influences, and the role of schools as
providers of reproductive health information with Indonesian male adolescent
sexual behavior in 2012. There is no a significant relationship between residence
with Indonesian male adolescent sexual behavior in 2012. Thus, it is expected that
the Ministry of Health to create and monitor the implementation of the program
behavior change by providing services, increase knowledge, and attitudes related
to adolescent reproductive health in particular STI risk behaviors. Similarly to
Ministry of Education and Culture and Ministry of Research, Technology and
Higher Education to play a role in efforts to change behavior, increase knowledge
and adolescent attitude.
Keywords: sexual behavior, STI, male adolescent, determinant factors
References: 58 (1948-2015)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko IMS pada Remaja Pria di
Indonesia”. Shalawat serta salam kepada Rasulullah saw. yang senantiasa
menjadi penautan penulis. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir/Skripsi Program
Studi Kesehatan Masyarakat semester VIII Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikaan rasa terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam proses penyususnan laporan ini, yakni kepada:
1. Orang tua dan keluarga penulis (Bunda Ramadanura, alm. Ayah Fidaus,
Tante Mira, Om Syarif, Oma Nursima, Aliffa, Tsabita, Kamil dan klg
Besar Basyir Ma‟ruf), yang senantiasa mendoakan setiap langkah yang
penulis kerjakan serta memberi kasih sayang dan nasihat agar tetap
semangat dalam menjalani kehidupan.
2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Dosen Pembimbing yang
mendampingi hingga tahap siding proposal dan revisinya, terimakasih
telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan
dan bimbingan selama magang dan penyusunan proposal.
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing I, terimakasih
telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan
dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini
vii
6. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku penguji seminar proposal yang
saat ini menjadi Dosen Pembimbing II, terimakasih telah sabar dan
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan dan bimbingan
selama penyusunan laporan skripsi ini
7. Sahabat2 terbaik genk remponkz BONANZA: Wulan SKM, Pewe SKM,
Upit, SKM, Safira Hilwa SKM, mbake Lia dan Falah (soon gonna be)
SKM too; + Fuji SKM, Pipi SKM.
8. Sahabat MATATTA: Riah S. Farm, Taufik, Emen, Maulidah S.T, Pito
(S.Kom soon gonna be), Ichsan S.H, dan seeemuuaanya yang senantiasa
memberi semangat, ngajak hang out dan tempat berbagi dikala jenuh.
Terimakasih atas keceriaan yang kita bagi bersama, serta bully-bullyan
tanda sayang dari kalian.
9. Kak Ida, kak Septi dan kak Ami menyumbangkan ide dan memberikan
banyak masukan pada penulis dalam pembuatan skripsi ini, serta telah
mengijinkan penulis menumpang di lab kakak kakak baik hati.
10. Sahabat seperjuangan, kesmas 2011, khususnya Proms 11 yang senantiasa
saling menyemangati dan mendoakan.
11. Dina Amu SKM dan Kemal SKM, epiders cemerlang yang memberi
banyak masukan dalam tahap analisis data dan penyusunan laporan skripsi
ini. sarah ajeng dan rizal yang bersedia mengoreksi bagian abstract.
12. Keluarga besar PASIFIK, Paduan suara FKIK; keluarga bersar Paduan
Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta; keluarga besar PROMS, HPSA; dan
keluarga besar Komunitas SAHABAT MUDA; yang telah memberi
banyak pembelajaran dan pengalaman berharga, serta senantiasa
menyemangati Penulis dengan keceriaan.
13. Seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
FKIK.
14. Semua sahabat dan teman-teman yang senantiasa memberi bantuan,
semangat dan dorongan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
15. Last but not least: Cikul terimakasih pernah saling menyemangati, tetap
semangat melanjutkan perjuangan menggarap skripsi; kak Secco yang
viii
sering menyemangati penulis dan membantu berbagai hal; pemilik akun
soundcloud rizalindis yang sering menjadi penghibur dengan tembangnya.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih
kurang dari sempurna, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis
harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang. Semoga
pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana. Aamiin.
Ciputat, April 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................... ii
ABSTRACT ...................................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xiv
DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xvi
BAB I ................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 7
1.3. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 8
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 9
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 11
2.1 Perilaku ............................................................................................................. 13
2.2 Perilaku Seksual ............................................................................................... 17
2.5.1 Perilaku Seksual Berisiko IMS ......................................................................... 21
2.3 Remaja .............................................................................................................. 22
2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja ................... 28
2.4.1 Umur ......................................................................................................... 28
2.4.2 Tempat tinggal .......................................................................................... 29
x
2.4.3 Pendidikan ................................................................................................. 30
2.4.4 Pengetahuan .............................................................................................. 30
2.4.5 Sikap .......................................................................................................... 31
2.4.6 Peran orang tua, sekolah, dan media sebagai penyedia informasi tentang
kesehatan Reproduksi pada Remaja ......................................................... 33
2.4.6.1. Peran orang tua .......................................................................................... 33
2.4.6.2. Peran sekolah ............................................................................................ 35
2.4.6.3. Paparan media ........................................................................................... 35
2.4.7 Pengaruh teman sebaya ............................................................................. 36
2.4.8 Perilaku Pacaran ........................................................................................ 36
2.5 Dampak Perilaku Seksual ................................................................................. 37
2.5.1 Ketagihan .................................................................................................. 37
2.5.2 IMS ............................................................................................................ 38
2.6 Kerangka Teori ................................................................................................. 39
BAB III ........................................................................................................................... 41
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS .................. 41
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................. 41
3.2 Definisi Operasional ......................................................................................... 42
3.3 Hipotesis ........................................................................................................... 44
BAB IV ........................................................................................................................... 45
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................... 45
4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 45
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 45
4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 46
4.5 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 49
xi
4.6 Pengolahan Data ............................................................................................... 49
4.7 Analisis Data .................................................................................................... 50
BAB V ............................................................................................................................ 52
HASIL ............................................................................................................................ 52
5.1 Analisis Univariat ............................................................................................. 52
5.2 Analisis Bivariat ............................................................................................... 55
BAB VI ........................................................................................................................... 57
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 57
6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 57
6.2 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Indonesa Tahun 2012 ............................. 58
6.3 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012
.......................................................................................................................... 60
6.4 Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa
Tahun 2012 ...................................................................................................... 61
6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 ................. 64
6.6 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia
Tahun 2012 ...................................................................................................... 66
6.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012
.......................................................................................................................... 69
6.8 Hubungan Peran Sekolah dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia
Tahun 2012 ...................................................................................................... 71
6.9 Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di
Indonesia Tahun 2012 ...................................................................................... 74
BAB VII ......................................................................................................................... 77
PENUTUP ...................................................................................................................... 77
7.1 Simpulan ........................................................................................................... 77
7.2 Saran ................................................................................................................. 78
xii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 82
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52
Tabel 5.2 .............................................................................................................. 525
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Analisis Data .................................................................................... 89
Lampiran 2: Kuesioner SDKI ........................................................................... RP-1
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................ 5239
Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52
Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
Depkes : Departemen Kesehatan
HIV : Human Immunodeviciency Virus
IDHS : Indonesia Demographic and Health Survey
IMS : Infeksi Menular Seksual
Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kenudayaan
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
Kemenristekdikti : Kementerian Riset, Tekonlogi dan Pendidikan Tinggi
KTD : Kehamilan yang Tidak Diinginkan
RI : Republik Indonesia
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SKRRI : Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
STI : Sexually Transmitted Disease
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku seksual berisiko merupakan salah satu amsalah kesehatan
reproduksi pada remaja dewasa ini. Perilaku seksual yang tidak
bertanggung jawab dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Di
antara perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab adalah perilaku
seksual yang dilakukan remaja diluar ikatan pernikahan yang sah.
Berdasarkan data WHO yang melakukan penelitian dibeberapa Negara
berkembang menunjukkan sekitar 40% remaja umur 18 tahun telah
melakukan hubungan seks meskipun tanpa ada ikatan pernikahan. Akibat
dari hubungan seksual, sekitar 12% telah positif terkena Penyakit
Menular Seksual sekitar 27% positif HIV (Mangando et al., 2014)
Menurut L‟Engle mendseskripsikan perlaku seksual mulai dari
memiliki perasaan tertarik/naksir, pergi berkencan, berduaan di tempat
sepi, ciuman kering, ciuman basah/faench kiss, meraba payudara, meraba
vagina atau penis, melakukan oral seks, dan melakukan penetrasi kelamin
(sexual intercourse) (L‟Engle et al., 2005). SDKI 2012 membuat
pengelompokan yang lebih general namun kulan lebih sama dengan yang
dibuat oleh L‟Engle. Bentuk-bentuk perilaku seksual remaja berdasarkan
laporan SDKI 2012 antara lain adalah berpacaran (hampir 100% pernah
berpacaran), berpegangan tangan (79.6% pria dan 71.6% wanita), cium
2
bibir (48.1% pria dan 29.3% wanita), meraba/merangsang (29.5% pria
dan 6.2% wanita), penetrasi kelamin (8.3% pria dan 0.9% wanita).
Hubungan seksual adalah bagian dari perilaku seksual. Hal ini jika
dilakukan secara tidak bertanggung jawab, tidak aman, dan bukan dengan
pasangan yang tetap sangat berisiko menimbulkan berbagai masalah
kesehatan. Diantara masalah tersebut adalah pada terjadinya kehamilan
yang tidak diinginkan, penularan IMS, bahkan penularan HIV/AIDS.
Infeksi Menular Seksual menempati peringkat 10 besar alasan
berobat di banyak negara berkembang (Kemenkes, 2011). World Health
Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta
penderita baru Infeksi Menular Seksual (IMS) di negara berkembang
seperti di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara
maju prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara
berkembang prevalensi gonore menempati tempat teratas dari semua
jenis IMS (Arfrianti et al., 2008).
Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Angka
kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti
Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibia. Prevalensi IMS di
Negara berkembng jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Negara
maju. Pada perempuan hamil di Negara berkembang, angka kejadian
gonore 10-15 kali lebih tinggi, infeksi klamidia 2-3 kali lebih tinggi, dan
sifilis 10-100 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka
kejadiannya pada Negara maju (Sarwono, 2011).
3
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu pintu masuk
HIV. Total kasus IMS yang ditangani pada tahun 2012 adalah 140.803
kasus dari 430 layanan IMS. Jumlah kasus IMS terbanyak adalah duh
tubuh vagina (klinis) 20.962 dan servicitis/ proctitis (lab) 33.025
(Kemenkes, 2013).
Penularan HIV/AIDS memang bukan hanya melalui hubungan
seksual. Namun hubungan seksual dengan pasangan berbeda jenis
(heteroseksual) merupakan faktor risiko tertinggi pada penularan
HIV/AIDS. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin
berdasarkan Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga September
2014 adalah 55.799 kasus dengan faktor risiko tertinggi heteroseksual
sebesar 34305 kasus (61,48%), yang disusul dengan faktor risiko tak
diketahui sebesar 9536 kasus (17,09%), pengguna narkoba suntik sebesar
8462 kasus (15,17%), transmisi perinatal sebesar 1506 kasus (2,7%),
homo/biseksual sebesar 1366 kasus (2,45%), transfusi darah sebesar 130
kasus (0,23%). (Ditjen PP&PL Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data
tersebut hubungan seksual berbeda jenis (heteroseksual) merupakan
bagian dari perilaku seksual yang menjadi penyumbang terbesar
penularan HIV/AIDS.
Kelompok ini memang didominasi oleh dewasa muda, dan hanya
sebagian kecil di antaranya yang masih berstatus remaja tengah hingga
akhir. Namun, virus HIV membutuhkan waktu 5-10 tahun untuk
terdeteksi pada tubuh penderitanya hingga dinyatakan AIDS positif
4
membutuhkan waktu 5-10 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor
risiko HIV/AIDS sudah tentu terjadi pada saat penderita dalam masa
remaja awal, tengah hingga akhir.
Perilaku seksual dilakukan oleh remaja mengalami peningkatan. Hal
ini berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
(B2P3KS), Departemen Sosial Republik Indonesia. Peningkatan status
gizi dan usia kematangan seksual semakin cepat, sedangkan remaja
menunda usia pernikahan karena alasan pendidikan dan karir. Pada
situasi ini, remaja membutuhkan saluran untuk memenuhi kebutuhan
seksualnya namun belum dapat terpenuhi sehingga berisiko melakukan
perilaku seksual tanpa ikatan pernikahan (Maryatun, 2008).
Usia kematangan seksual yang meningkat dibuktikan oleh data usia
pertama mimpi basah yang tercatat pada SKRRI 2007 dan 2012. Pada
SKRRI 2007 populasi terbesar menjawab usia pertama mimpi basah
adalah 15 tahun (26%). Pada SDKI 2012 25% remaja menjawab usia
mimpi basah pertama kali adah 14 tahun. Salin itu, pada SKRRI 2007,
kelompok umur remaja awal (15-19) mengalami mimpi basah lebih awal
dibandingkan kelompok umur remaja akhir (20-24) (BPS et al., 2008).
Masa remaja meupakan salah satu fase perkembangan yang harus di
lalui seseorang dalam proses menuju dewasa. Fase ini sering kali disebut
sebagai fase peralihan di mana seseorang sudah bukan lagi kanak-kanak,
namun belum sepenuhnya dapat dianggap dewasa. Kondisi seperti ini
5
menimbulkan kebingungan bagi remaja yang bersangkutan dalam
menghadapi tugas perkembangan yang harus diselesaikannya.
Terdapat beberapa definisi remaja. Diantara definisi tersebut adalah
yang dicanangkan oleh WHO. Menurut WHO, remaja adalah individu
yang sedang mengalami peralihan; dari segi kematangan biologis seksual
sedang berangsur-angsur sedang menunjukkan karakteristik seks yang
sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi kejiwaan, jiwanya
sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa; dari segi
ekonomi sosial dia adalah individu yang beralih dari ketergantungan
menjadi relatif bebas (BKKBN, 2008).
Sering kali remaja tidak mendapatkan informasi yang akurat dan
benar tentang kesehatan reproduksi. Hal ini memaksa remaja mencari
akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Majalah, buku, dan film
pornografi dan pornoaksi memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa
mengajarkan tanggung jawab dan risiko yang harus dihadapi, menjadi
acuan utama mereka. Mereka juga mempelajari seks dari internet.
Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini
sudah melakukan hubungan seks di usia dini, yakni 13-15 tahun (Depsos
RI, 2008).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam
teori precede proceed yang dicetuskan oleh Lawrence Green faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku dikelompokkan menjadi 3
bagian. Pertama, predisposing factor atau faktor predisposisi merupakan
6
faktor mempermudah terjadinya perlaku dan berasal dari dalam diri
individu (diantaranya seperti pengetahuan, sikap, nilai-nilai, tradisi,
kepercayaan dan lain-lain). Kedua, enabling factor atau faktor
pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu atau
kelompok berperilaku tertentu (diantaranya ketersediaan akses,
pelayanan kesehatan, paparan media/informasi dan lain-lain). Ketiga,
reinforcing factor atau faktor pendorong adalah faktor yang memperkuat
terjadinya perilaku (di antaranya dorongan tokoh masyarakat, keluarga,
teman sebaya, pemerintah, adanya peraturan, penghargaan dan hukuman)
(GreendanKreuter, 2000).
Dalam penelitian yang dilakukan Azinar, diketahui bahwa faktor-
faktor yang secara signifikan mempengaruhi perilaku seksual pada
mahasiswa adalah religiusitas, sikap terhadap seksualitas, akses dan
kontak dengan media informasi, sikap teman dekat serta perilaku seksual
teman dekat. Adapun faktor yang paling dominan mempengaruhi dan
menjadi prediktor perilaku seksual pada mahasiswa adalah perilaku
seksual teman dekat, sikap mereka terhadap seksualitas dan tingkat
religiusitas (Azinar, 2013). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat
hubungan signifikan antara pengetahuan seksual dan kualitas komunikasi
orang tua-anak dengan perilaku seks bebas (Merita et al., 2013)
Dalam penelitian yang dilakukan padatahun 2011 diketahui bahwa
perilaku berisiko pada remaja di Indonesia berhubungan signifikan
dengan pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status
7
ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua,
dan adanya teman yang berperilaku berisiko. Faktor yang paling dominan
hubungannya adalah jenis kelamin. Remaja laki-laki berpeluang 5 kali
lebih besar untuk melakukan hubungan seksual, jika dibandingkan
dengan remaja perempuan (LestarydanSugiharti, 2011). Selain itu, studi
yang dilaukan pada murid SMU Negeri di kota Padang menunjukkan
bahwa laki-laki mempunyai peluang untuk berperilaku seskual berisiko
berat sebesar 4,41 kali dibandingkan perempuan dengan 95% CI = 2,48 -
8,81 (Nursal, 2007).
Dari 10980 remaja pria (15-24 tahun, belum kawin) SDKI 2012 yang
dapat dianalisis adalah 9144 atau 83,28%. Hal ini menunjukkan bahwa
data ini cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut. Data SDKI merupakan
salah satu survey yang jika ditinjau dari atribut data dan kekhasan data
dapat digunakan untuk penelitian terkait kesehatan reproduksi remaja.
SDKI 2012 adalah hasil survei terbaru yang telah dipublikasikan. Oleh
sebab itu peneliti ingin melakukan penelitian lanjutan dengan
menganalisa data SDKI tahun 2012 terkait faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remja pria di
Indonesia berdasarkan data SDKI 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Perilaku seksual merupakan salah satu masalah kesehatan remaja
yang berdampak pada status kesehatan masyarakat. Tingginya kasus
HIV dan IMS di Indonesia sebagai dampak dari perilaku seksual remaja
8
yang berisiko. Hal tersebut hendaknya dapat ditekan dan diturunkan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu,
peneliti tertarik melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang
berhubungan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di
Indonesia berdasarkan data SDKI 2012.
1.3. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimanakah gambaran perilaku seksual berisiko IMS pada remaja
pria di Indonesia tahun 2012?
b. Bagaimanakah gambaran umur remaja pria di Indonesia tahun 2012?
c. Bagaimanakah gambaran tempat tinggal remaja pria di Indonesia
tahun 2012?
d. Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan remaja pria di Indonesia
tahun 2012?
e. Bagaimanakah gambaran pengetahuan terkait perilaku seksual
berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?
f. Bagaimanakah gambaran sikap remaja Indonesia tahun 2012
terhadap perilaku seksual berisiko IMS?
g. Bagaimanakah gambaran peran sekolah sebagai penyedia informasi
kesehatan reproduksi pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?
h. Bagaimanakah gambaran pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk
perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012?
i. Adakah hubungan umur dengan perilaku seksual berisiko IMS pada
remaja pria di Indonesia tahun 2012?\
9
j. Adakah hubungan tempat tinggal dengan perilaku seksual berisiko
IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?
k. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku seksual
berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?
l. Adakah hubungan pengetahuan terkait perilaku seksual berisiko IMS
pada dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di
Indonesia tahun 2012?
m. Adakah hubungan sikap terhadap perilaku seksual berisiko IMS
dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia
tahun 2012?
n. Adakah hubungan peran sekolah sebagai penyedia informasi
kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada
remaja pria di Indonesia tahun 2012?
o. Adakah hubungan pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk
perilaku seksual dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja
pria di Indonesia tahun 2012?
1.4. Tujuan Penelitian
1.1.1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
1.1.2. Tujuan Khusus
10
a. Diketahuinya gambaran perilaku seksual berisiko IMS pada remaja
pria di Indonesia tahun 2012
b. Diketahuinya gambaran umur remaja pria di Indonesia tahun 2012?
c. Diketahuinya gambaran tempat tinggal remaja pria di Indonesia
tahun 2012?
d. Diketahuinya gambaran tingkat pendidikan remaja pria di
Indonesia tahun 2012?
e. Diketahuinya gambaran pengetahuan terkait perilaku seksual pada
remaja pria di Indonesia tahun 2012
f. Diketahuinya gambaran sikap remaja pria di Indonesia tekait isu
kesehatan reproduksi tahun 2012
g. Diketahuinya gambaran peran sekolah sebagai penyedia informasi
kesehatan reproduksi pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
h. Diketahuinya gambaran pengaruh teman sebaya sebagai
pembentuk perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012
i. Diketahuinya hubungan umur dengan perilaku seksual berisiko
IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
j. Diketahuinya hubungan tempat tinggal dengan perilaku seksual
berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
k. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku
seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
11
l. Diketahuinya hubungan pengetahuan terkait perilaku seksual
dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di
Indonesia tahun 2012
m. Diketahuinya hubungan sikap terkait isu kesehatan reproduksi
dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di
Indonesia tahun 2012
n. Diketahuinya hubungan peran sekolah sebagai penyedia informasi
kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada
remaja pria di Indonesia tahun 2012
o. Diketahuinya hubungan pengaruh teman sebaya dengan perilaku
seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia berdasarkan
data SDKI 2012
1.5. Manfaat Penelitian
1.1.3. Manfaat bagi penyelenggara SDKI (BKKBN, Kemenkes, BPS)
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu analisis lanjut
dari data yang sudah dikumpulkan. Selain itu dapat pula menjadi
salah satu bahan evaluasi terkait kualitas data yang ada.
1.1.4. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dan
sumber data untuk penelitian selanjutnya.
1.1.5. Manfaat bagi Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam pembuatan kebijakan kesehatan khususnya
12
tingkat nasional. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber
informasi terkait perilaku seksual remaja pria dan faktor-faktor
yang berhubungan dengannya.
1.1.6. Manfaat bagi institusi Pedidikan baik dasar maupun tinggi, serta
Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
informasi terkait keadaan remaja saat ini, khususnya terkait
perilaku seskualnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi agar
dapat menentukan sikap dan membuat kebijakan terkait pembinaan
remaja yang menjadi tanggungjawab masing-masing pihak.
1.2. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian (Analisis Data) dilaksanakan pada bulan Desember 2015 –
Januari 2016 dengan target seluruh propinsi di Indonesia menggunakan
data sekunder SDKI tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan, sikap peran sekolah sebagai penyedia
informasi kesehatan reproduksi dan pengaruh teman sebaya dengan
perilaku seksual remaja pria di Indonesia. Survei ini dilakukan dengan
metode penelitian cross sectional (potong lintang) dengan analisis univat
dan bivariat menggunakan uji chi square untuk melihat hubungan variabel
independen dengan variabel dependen. Jumlah sampel pada penelitian ini
adalah 9160 remaja pria dari seluruh Indonesia.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
Tinjauan pustaka ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan
perilaku seksual remaja pria di Indonesia dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui faktor
yang berhubungan dengan perilaku sekual remaja pria di Indonesia antara
lain karakteristik individu seperti usia, tempat tinggal, dan tingkat
pendidikan; predisposing factor seperti pengetahuan seputar kesehatan
reproduksi, sikap terhadap perilaku seksual dan dampak yang
mengikutinya; reinforcing factor seperti pengaruh teman sebaya; serta
enabeling factor seperti paparan informasi terkait perilaku seksual,
dampak dan cara menghindarinya.
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan aktivitas
organisme (makhluk hidup). Perilaku merupakan semua respon (yang
dapat diamati) terhadap stimulus atau sebuah aksi yang memiliki
frekuensi, durasi dan tujuan yang spesifik, baik yang disadari maupun
yang tidak disadari (GreendanKreuter, 2000). Skiner (1938), seorang
ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
14
Dalam Teori perilaku Max Waber, Perilaku memiliki makna
subjektif. Karena setiap perilaku didorong oleh keinginan atau
motivasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Artinya setelah adanya
stimulus yang diterima oleh individu, maka stimulus itu melalui
proses dalam diri individu tersebut seperti adanya pengalaman
terdahulu, persepsi, pemahaman ataupun penafsiran individu yang
kemudian menghasilkan perilaku. Dengan demikian perilaku yang
dimaksud adalah perbuatan manusia yang berarti bagi si pelaku, baik
perbuatan yang terlihat maupun tidak terlihat seperti perenungan,
perencanaan, atau pengambilan keputusan.
Berbeda dengan Teori Weber, Talcot Parson mengatakan bahwa
tindakan manusia tidak mutlak ditentukan oleh individu. Menurut
Parson peran individu tersebut sewaktu-waktu akan atau bisa lenyap
di balik peran-peran yang dilambagakan melalui struktur sosial dan
pola-pola prilaku. Itu artinya menurut Parson, di samping otoritas
individu manusia bertindak sesuai dengan peran apa yang ditentukan
dan ditetapkan oleh kebudayaan setempat bagi pelaku. Perilaku bisa
saja menjadi positif (menguntungkan) dan bisa juga menjadi negatif
(merugikan).
2.1.2 Bentuk Perilaku
Perilaku dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu perilaku
tertutup/terselubung dan perilaku terbuka/nyata (Gunarsa, 1991).
15
a. Perilaku terselubung (Covert Behavior) yang merupakan respon
internal yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung
dapat dilihat seperti berpikir, berniat, merenung.
b. Perilaku nyata (Overt Behavior) yang merupakan perilaku yang
telah ditunjukan dalam tindakan nyata.
2.1.3 Domain Perilaku
Benyamin Bloom (dalam Sunaryo, 2004) membagi perilaku
dalam 3 domain atau ranah dan memiliki hasil ukur masing-masing.
a. Ranah Kognitif (cognitive domain) yang terukur oleh pengetahuan
(knowledge)
b. Ranah Afektif (affective domain) yang terukur oleh sikap (attitude)
c. Ranah Psikomotor (psychomotor domain) yang terukur oleh
tindakan (practice)
Menurut para ahli, seseorang terutama yang berusia dewasa yang
akan mengadopsi perilaku baru dimulai dari domain kognitif. Subjek
tersebut tahu terlebih dahulu tentang stimulus berupa materi atau
objek yang kemudian memunculkan pengetahuan baru bagi subjek.
Pengetahuan tersebut kemudian menimbulkan respon dalam individu
tersebut berupa sikap yang kemudian diwujudkan dalam perilaku.
2.1.4 Determinan perilaku
Perilaku manusia dipengaruhi oleh resultansi dari berbagai
faktor baik internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku manusia
16
sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, persepsi, sikap, keyakinan, dan lain-lain. Tetapi pada
kenyataannya sulit diketahui gejala kejiwaan yang menentukan
perilaku seseorang. Jika dikaji lebih dalam maka faktor kejiwaan
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sarana fisik, sosial budaya
masyarakat, pengalaman, keyakinan dan lain sebagainya. Ada
beberapa teori yang mengjelaskan sebab-sebab individu/kelompok
berperilaku, diantaranya teori precede procede (GreendanKreuter,
2000).
2.1.4.1 Teori Precede Proceed (1980)
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada teori precede-proceede theory yang digagas oleh Lawrence
Green (1980) dalam bukunya Health Promotion Planning an
Education and Environtmental Approach. Teori ini mencoba
menganalisis perilaku sekelompok individu (masyarakat) dari segi
kesehatan. Kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan non perilaku (non-behavior causes).
Selanjutnya faktor perilaku dibentuk dari 3 faktor, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai. Factor predisposisi dapat
diartikan juga sebagai faktor yang bersal dari dalam diri
individu.
17
b. Faktor pemungkin (enabling factors) yang terwujud dalam
tersedianya sumber daya kesehatan, aksesibilitas sumber daya
kesehatan, prioritas dan komitmen untuk kesehatan komunitas/
hukum pemerintah, keterampilan kesehatan.
c. Faktor penguat (reinforcing factors) berupa keluarga, teman
sebaya, guru, pemberi pekerjaan, penyedia layanan kesehatan.
2.2 Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.bentuk-
bentuk perilaku ini beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2005).
Perilaku seksual pranikah menurut Sari (2007) adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya melalui
Gambar. 2.1 teori Precede Procede
18
perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual yang paling
ringan hingga tahap yang paling berat.
Sekarrini dalam penelitiannya pada tahun 2011 mengkategorikan
perilaku seksual menjadi perilaku seksual berisiko berat dan perilaku
seksual berisiko ringan. Perilaku seksual berisiko ringan mulai dari
mengobrol, nonton film, pegangan tangan, jalan-jalan, pelukan, sampai
cium pipi. Sedangkan perilaku seksual berisiko berat mulai dari ciuman
bibir, ciuman mulut, ciuman leher, meraba daerah erogen, petting, dan
intercourse (Sekarrini, 2012).
Menurut Yuliantini, 2012 perilaku seksual yang sering ditemukan pada
remaja antara lain:
a. Berfantasi, yakni membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas
seksual untuk menimbulkan perasaan erotisme
b. Berpegangan tangan, merupakan bentuk pernyataan afeksi atas
perasaan sayang berupa sentuhan. Aktifitas ini memang tidak terlalu
menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul
keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya
c. Cium kering yakni aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi
(touching), pipi dengan bibir, atau bibir dengan leher (necking)
d. Cium basah, yakni aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir
atau biasa disebut kissing
19
e. Meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitive rangsang
seksual (erogen) seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis, dan
pantat
f. Berpelukan
g. Masturbasi, yakni perilaku merangsang organ kelamin dengan tangan
ataau tanpa melakukan hubungan intim
h. Oral sex yakni memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan
yang dapat terjadi pada kaum heteroseksual maupun homoseksual (gay
dan lesbian)
i. Petting merupakan keseluruhan aktivitas non intercourse (hingga
menempelkan alat kelamin)
j. Sexual intercourse (hubungan seksual) yakni aktivitas memasukkan
alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelalmin perempuan pada kaum
heteroseksual, dan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus
laki-laki pada kaum homoseksual (gay) (Yuliantini, 2012).
perilaku seksual dibedakan kedalam dua jenis yaitu perilaku
seksual berisiko meliputi berciuman bibir, made-out, meraba-raba alat
kelamin (bermasturbasi), menggesek-gesek alat kelamin dan
melakukan hubungan seks (senggama) serta perilaku seksual yang
tidak berisiko meliputi berpacaran, berpegangan tangan, berangkulan,
berpelukan dan berciuman pipi (BanundanSetyorogo, 2013).
20
Menurut Kinsey (1948), perilaku seksual dibagi menjadi 4 tahapan
dimana yang lebih tinggi akan didahului oleh tahapan sebelumnya.
Tahapan tersebut antara lain (Kinsey et al., 1948):
a. Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan, sampai
berpelukan.
b. Berciuman (kissing), mulai dari berciuman singkat sampai berciuman
bibir dengan mempermainkan lidah pasangannya (deep kissing).
c. Bercumbuan (petting), menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh
pasangannya dan mengarah pada pembangkitan gairan seksual.
d. Berhubungan kelamin (sexual intercourse), melakukan penetrasi penis
ke dalam vagina
Kinsey juga mengelompokkan tingkatan perilaku seksual menjadi 2
bagian, yakni perilaku seksual ringan dan perilaku seksual berat. Perilaku
seksual dikatakan ringan jika seseorang pernah berpegangan tangan,
berpelukan, sampai berciuman bibir. Perilaku seksual dikatakan berat jika
seseorang pernah melakukan perilaku sekual meraba dada/alat kelamin
pasangan, saling menggesekkan alat kelamin dengan pasangan, oral seks,
dan melakukan hubungan seksual (intercourse) (Kinsey et al., 1948).
L‟Engle mengelompokkan perilaku seksual menjadi 2 yakni perilaku
seksual ringan dan perilaku seksual berat. Perilaku seksual ringan meliputi
perasaan tertarik, berkencan, berduaan (di tempat sepi), berciuman ringan,
dan berciuman dengan lidah. Sementara perilaku seksual berat meliputi
21
memegang dada, memegang vagina atau penis, melakukan seks oral, dan
berhubungan seksual (penetrasi/sexual intercourse) (L‟Engle et al., 2005).
2.5.1 Perilaku Seksual Berisiko IMS
Ditjen PPM&PL dalam Buku Saku IMS menjelaskan bahwa IMS
dapat menular melalui hubungan seksual yang tidak aman di
antaranya hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom,
hubungan seks lewat dubur tanpa kondom, dan seks oral. Selain itu
IMS dapat pula menular melalui transfusi darah, saling bertukar jarum
suntik atau benda tajam lainnya pada pemakaian obat bius, menindik
kuping atau tato. Penularan IMS dapat juga terjadi dari ibu hamil ke
janin, saat hamil, melahirkan atau melalui ASI saat menyusui
(Kemenkes, 2015).
IMS tidak menular melalui sentuhan kulit, air liur, keringat, dan
udara. Bibit IMS terutama ada dalam cairan kelamin dan darah. IMS
menular teutama bila cairan kelamin atau darah seseorang yang sudah
terkena IMS masuk ke dalam tubuh orang lain (Kemenkes, 2015).
Perilaku yang berisiko terhadap IMS diantaranya adalah behubungan
seksual tanpa menggunakan kondom (Chayati, 2011). Dapat
disimpulkan bahwa perilaku seksual yang berisiko terhadap IMS
adalah berhubungan seksual baik melalui vagina, oral, maupun anus.
Sedangakan perilaku seksual lainnya seperti berpegangan tangan,
berciuman, dan merangsang tidak berisiko terhadap penularan IMS.
22
2.3 Remaja
2.1.5 Definisi Remaja
Muss menjelaskan bahwa remaja dalam arti adolescence (Inggris)
berasal dari kata Latin (adolescere) yang artinya tumbuh ke arah
kematangan. Masa remaja dapat ditinjau sejak mulainya seseorang
menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga dicapainya
kematangan seksual (Sarwono, 1994).
Santrock mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun remaja mempunyai
ciri unik, yang terjadi pada masa remaja akan saling berkaitan dengan
perkembangan dan pengalaman pada masa anak-anak dan dewasa
(Santrock, 2003).
Masa awal remaja adalah waktu di mana konflik orang tua dengan
remaja meningkat lebih dari konflik orang tua dengan anak.
Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang melibatkan
pendewasaan remaja dan pendewasaan orang tua, meliputi perubahan
biologis, pubertas, perubahan kognitif termasuk meningkatnya
idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berpusat pada
kebebasan dan jati diri, dan harapan yang tak tercapai (Santrock,
2003).
Mappiare menguraikan masa remaja dimulai dari usia 13 tahun dan
berakhir pada usia 21 tahun yang dibagi dalam masa remaja awal usia
13 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 tahun sampai 21 tahun
23
(Mappiare, 1982). Soekanto memberikan batasan golongan remaja
putri adalah para gadis berusia 13 tahun sampai 17 tahun, dan bagi
remaja laki-laki berusia 14 tahun sampai 17 tahun.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kriteria remaja
dilihat berdasarkan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.
Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling
mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan yang
terlalu awal. Berdasarkan permasalahan tersebut, WHO menetapkan
batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja. Kehamilan pada usia
tersebut mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada usia di atasnya.
WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja
awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 1994).
Dalam SDKI 2012, yang dimaksud remaja adalah usia 15-24 tahun
dan belum menikah. Itu artinya perilaku seksual yang dilakukan oleh
remaja, adalah perilaku seksual yang diluar ikatan pernikahan atau
perilaku seksual.
2.1.6 Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Sarwono (2006) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam
proses penyesuaian diri menuju dewasa :
a. Remaja Awal (Early Adolescence)
Seseorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih
terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada
24
tubuhnya sendiri dan dorong-dorongan yang menyertai perubahan-
perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan
berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para
remaja awal sulit dimengerti orang dewasa.
b. Remaja Madya (Middle Adolescence)
Tahap ini berusia 13-15 tahun.Pada tahap ini remaja sangat
membutuhkan kawan-kawan.Ia sangat senang kalau banyak teman
yang menyukainya. Ada kecenderungan Narastic, yaitu mencintai
diri sendiri. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena
ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak perlu,
ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau
meterialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri
dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan
dari lawan jenis.
c. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode
dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini:
1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
25
2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang
lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain.
5. Tumbuh „dinding‟ yang memisahkan diri pribadinya (private
self) dan masyarakat umum (the public).
2.1.7 Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst antara lain (Gunarsa
1991):
a. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara
lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun
perempuan akan memperoleh peranan sosial
b. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
c. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa
lainnya
d. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri
sendiri
e. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
f. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
g. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
26
2.1.8 Perkembangan Seksualitas Remaja
Perkembangan seksualitas remaja meliputi (Potter dan Perry, 2005):
1. Perubahan Fisik
a. Perempuan
1) Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling
muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun.
2) Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara
lain: uterus membesar; vagina memanjang; mulai tumbuhnya
rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina baik spontan
maupun akibat rangsangan.
3) Menarke sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan
tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya
tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi
pertama.
b. Laki-Laki
1) Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan
ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya
rambut pubis, wajah.
2) Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan
mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matang sekitar
usia 12 – 14 tahun.
3) Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi
nokturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah
27
dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang
sangat memalukan.
4) Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski
ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi
mereka akan segera menjadi subur.
2. Perubahan Psikologis
a. Periode ini ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan
asimilasi pengharapan masyarakat
b. Remaja dihadapkan pada pengambilan sebuah keputusan
seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi
yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas
seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual.
c. Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang
didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini
menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun
kehamilan tidak akan terjadi padanya, sehingga ia cenderung
melakukan aktivitas seks tanpa kehatihatian.
d. Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi
seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu
pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika
pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka,
walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak
28
ndividu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah
pengalaman demikian.
e. Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai
homoseksual yang jelas akan merasa kebingungan sehingga
membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber
(Bimbingan Konselor, penasihat spiritual, keluarga, maupun
profesional kesehatan mental)
2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja
2.4.1 Umur
Menurut Depkes (2008) umur adalah masa hidup responden dalam
tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun
terakhir (Depkes, 2008). Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Musthofa
dan Winarti pada mahasiswa di Pekalongan, diketahui bahwa terhapat
hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual
(MusthofadanWinarti, 2010). Hasil penelitian Sabon (2003) juga
menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan perilaku berisiko
HIV/AIDS (perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003 (Sabon,
2003). Demikian pula temuan Nursal pada tahun 2007 remaja yang
mengalami usia pubertas dini mempunyai peluang berperilaku seksual
berisiko berat 4,65 kali dibanding responden dengan usia pubertas normal
(95%CI=1,99-10,85) (Nursal, 2007).
Namun berdasarkan studi yang dilakukan Juleha pada tahun yang
sama, diketahui bahwa tidak ada hubungan umur dengan perilaku seksual
29
(Juleha, 2007). Begitu pula hasil temuan pada SMK kesehatan di
Kabupaten Bogor tahun 2011 (Sekarrini, 2012). Pada remaja di Pasir
Gunung Selatan, Depok tahun 2012 (Dewi, 2012), diketahui tidak ada
hubungan antara usia pertama pacaran dengan perilaku seksual.
2.4.2 Tempat tinggal
Tempat tinggal menurut Depkes adalah lokasi rumah sesorang yang
dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008). Untuk
menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan,
digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau
nilainya didasarkan pada tiga variabel yaitu: kepadatan penduduk,
presentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Voeten, Egasah, dan
Hebbema di Provinsi Nyanza, Kenya diketahui bahwa perilaku seksual
wanita di pedesaan lebih berisiko dibandingkan di perkotaan. Sedangkan
untuk pria, perilaku seksual sama tinggi untuk daerah pedesaan dan
perkotaan (Voeten et al., 2004). Hasil yang serupa didaatkan oleh Pratiwi
dan Basuki yakni terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan
antara tempat tinggal dengan perilaku seks tidak aman dengan p = 0,000
pada alfa 0,05 yang berarti remaja yang tinggal di desa lebih berisiko
berperilaku seksual tidak aman dibandingkan remaja yang tinggal di kota
(PratiwidanBasuki, 2011). Hasil riset Sabon menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku berisiko
HIV/AIDS (perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003, dimana
30
perilaku berisiko remaja perkotaan lebih tinggi daripada remaja pedesaan
(Sabon, 2003).
2.4.3 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang
secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu
usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo,
2003).
Berdasarkan hasil studi di Remaja dengan tingkat pendidikan tinggi
kecenderungan berperilaku berisiko lebih besar dibandingkan remaja yang
berpendidikan rendah (Hidayangsih et al., 2011, Depkes, 2008). Demikian
pula hasil penelitian yang dilakukan da remaja di Pasir Gunung Selatan,
Depok tahun 2012. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pendidikan dengan perilaku seksual, dimana remaja yang pendidikannya
lebih tinggi memiliki peluang lebih besar sebanyak 1,89 kali dibandingkan
remaja dengan pendidikan lebih rendah (Dewi, 2012).
2.4.4 Pengetahuan
Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan merupakan kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam
bentuk bukti jawaban baik lisan, atau tuliasan yang merupakan stimulasi
dari pertanyaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
31
menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian atau
responden. (Notoatmojo, 2007)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMAN Mandai Maros
tahun 2014, diketahui ada hubungan antara pengetahuan seksual dan/atau
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual
remaja (Rasmiani et al., 2014). Begitupula dengan studi yang dilakukan di
SMKN 8 Semarang (Solehyanti, 2008) dan Yogyakarta pada tahun 2013
(Andriani, 2013). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Bandar lampung
menyatakan pengetahuan tidak berhubungan dengan perilaku seksual
(Samino, 2012). Demikian pula halnya dengan penelitian yang dilakukan
oleh Anesia dan Notobroto di Situbondo pada tahun 2013
(C.P.danNotobroto, 2013) dan Juleha pada tahun 2007 (Juleha, 2007).
2.4.5 Sikap
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah
terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan
dengannya (Widayatun, 2009). Masri (1972), mengartikan sikap sebagai
kesediaan yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu.
Berkman dan Gilson (1981) mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu
yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap berbagai elemen di luar
dirinya. Allfort (dalam Assael, 1984) mendefinisikan sikap adalah keadaan
siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang
secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau
32
menolak (unfavorable) (Apsari, 2009). Hawkins Dkk (1986)
menyebutkan, sikap adalah pengorganisasian secara ajeg dan bertahan
(enduring) atas motif, keadaan emosional, persepsi dan proses-proses
kognitif untuk memberikan respon terhadap dunia luar (Choerunnisa,
2008).
Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai
sesuatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian
diinternalisasikan ke dalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan
berpengaruh pada perilakunya. Kalau apa yang dipersepsikan tersebut
bersifat positif, maka seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan
persepsinya. Sebab ia merasa setuju dengan apa yang diketahuinya.
Namun sebaliknya, kalau ia mempersipkan secara negatif, maka ia
cenderung menghindari atau tidak melakukan hal itu dalam perilakunya.
Tetapi seringkali dalam kehidupan realitasnya, ada banyak faktor lain yang
emperngaruhi seseorang, bukan hanya sikap dan pengetahuan seseorang,
melainkan bisa juga lingkungan sosial, situasi, atau kesempatan.
Akibatnya perilakunya tidak konsisten dengan pengetahuan dan sikapnya
(AmaliyasaridanPuspitasari, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Andriani pada mahasiswa kebidanan
FIK Universitas Respati Yogyakarta tahun 2013 menunjukkan adanya
hubungan antara skiap dengan perilaku seksual (Andriani, 2013).
Demikian pula halnya denganhasil studi yang dilakukan di Manado pada
tahun yang sama (Mangando et al., 2014). Sementara studi yang dilakukan
33
di Semarang pada tahun yang sama menyatakan bahwa tidak ada hubngan
antara sikap dengan perilaku seksual (Lestari et al., 2014). Begitu pula
hasil studi yang dilakukan pada kelas III SMU Negeri Cirebon tahun 2007,
tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual (Juleha, 2007)
2.4.6 Peran orang tua, sekolah, dan media sebagai penyedia informasi
tentang kesehatan Reproduksi pada Remaja
2.4.6.1. Peran orang tua
Orang tua adalah bagian penting dalam program Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR). Pikiran, pandangan, dukungan dan
keterlibatan mereka akan sangat menentukan kebeerhasilan
program KRR. Banyak program gagal karena tidak mendapatkan
dukungan orang tua remaja. Sebaliknya, terbukti bawa sebuah
program KRR bisa berhasil karena memperoleh dukungan dari
orang tua (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterlibtan orang
tua secara langsung dalam program akan meningkatkan
keberhasilan program. Keterlibatan langsung ini paling nyata
dalam hal komunikasi terbuka antara anak dan orang tua
mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi.Pengetahuan dan
sikap orang tua mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi
sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap anak/remaja
terhadap masalah tersebut.semakin baik pengetahuan dan semakin
terbuka sikap orang tau, maka semakin besar pula peluang
34
anak/remaja terlindungi dari bahaya atau risiko-risiko kesehatan
reproduksi (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004).
Orang tua perlu dibekali pemahaman KRR yang benar,
sebagai berikut (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004):
a. Proses tumbuh kembang yang dialami remaja, baik secara
fisik, psikologis, maupun emosi,
b. Organ-organ reproduksi beserta fungsinya
c. Pacaran dan pergaulan yang bertanggungjawab
d. Akibat dari hubungan seks yang tidak aman (KTD, aborsi,
IMS, HIV/AIDS)
e. Bagaimana membekali anak dengan keterampilan hidup yang
bisa melindungi mereka dari risiko kesehatan reproduksi
f. Bagaimana berkomunikasi dengan anak
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasmiani dkk
di SMAN Mandai Maros tahun 2014, diketahui ada hubungan
antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja (Rasmiani
et al., 2014). Demikian pula hasil penelitian Puspita dkk di
Jeneponto (Puspita et al., 2012). Sementara studi yang dilakukan
oleh Lestari, Fibriana dan Prameswari pada mahasiswa
Universitas Negeri Semarang, menunjukkan behwa peran orang
tua tidak berhubungan dengan perilaku seksual (Lestari et al.,
2014).
35
2.4.6.2. Peran sekolah
Untuk mencegah perilaku seksual remaja yang tidak
terkendali dan berisiko menimbulkan masalah kesehatan
reproduksi pada remaja perlu adanya suatu cara penyampaian
informasi tentang bahaya-bahaya dari sebuah dampak pergaulan
bebas. Untuk mendapatkan informasi tersebut peran sekolah dan
keluarga sangatlah penting dibutuhkan untuk pemberian
informasi. Dari sekolah misal bisa melalui peran Bimbingan
Konseling (BK) atau melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Sayangnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Sabon
menunjukkan bahwa variabel sekolah sebagai sumber informasi
tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku seksual
(Sabon, 2003).
2.4.6.3. Paparan media
Penyebaran media informasi tentang masalah sekual
melalui media cetak atau elektronik yang menyuguhkan gambar
porno, film porno, dan semua hal yang berbau pornografi, dapat
menyebabkan perilaku seksual pada remaja semakin meningkat
(Harmoko, 2007). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lestari,
Fibriana dan Prameswari pada mahasiswa Universitas Negeri
Semarang, diketahui behwa keterpaparan media pornografi
berhubungan dengan perilaku seksual (Lestari et al., 2014).
Namun hasil studi pada siswa kelas III SMUN 9 Cirebon
36
diketahui tidak ada hubungan sumber informasi kesehatan
reproduksi dengan perilaku seksual (Juleha, 2007).
2.4.7 Pengaruh teman sebaya
Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang nilainya dianut oleh
remaja lain (Rice, 2005). Sanrtock (2005) menyatakan teman sebaya
berfungsi sebagai tempat bagi remaja berbagi dan sering perubahan
perilaku remaja disebabkan transfer perilaku sesame teman sebaya.
Teman sebaya sebagai kelompok kelompok acuan untuk berhubungan
dengan lingkungan social, dimana remaja menyerap norma dan nilai-nilai
yang akhirnya menjadi standar nilai yang mempengaruhi pribadi remaja
(Santrock, 2005).
Menurut Jones dan Furman (2010), berkeinginan untuk memiliki
teman sebaya atau kelompok merulakan bagian dari proses tumbuh
kembang yang dialami remaja. Teman sebaya adalah remaja dengan
tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya
merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang berpengaruh pada
remaja. Kelompok remaja memiliki ciri yang khas dalam orientasi, nilai-
nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam
kelompok tersebut (StanhopedanLancaster, 2004).
2.4.8 Perilaku Pacaran
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani,
dirasai, ditanggung) (KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga
sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan
37
peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat
tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Daehler &
Bukatko, 1985 dalam Syah, 1003).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pacar didefinisikan sebagai
teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan
cinta kasih; kekasih. Sementara berpacaran didefinisikan dengan
bercnintaan; berkasih-kasihan. Berpacaran disamakan maknanya dengan
pacaran.Menurut mulamawitri pacaran adalah hubungan pertemanan
antar lawan jenis yang diwarnai keintiman. Keduanya terlibat dalam
perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar
(Mulamawitri, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Samino di Bandar Lampung tahun
2013 menunjukkan adanya hubungan status pacaran dengan perilaku
seksual (Samino, 2012). Demikian pula dengan penelitian Nurhidayah
dkk pada remaja di Kota Bekasi, terdapat hubungan signifikan antara
memiliki pacar dengan perilaku seks (Nurhidayah et al., 2012).
2.5 Dampak Perilaku Seksual
2.5.1 Ketagihan
Sekarrini mengungkapkan bahwa perilaku seksual yang ringan
seperti berpegangan tangan, berpelukan, cium kering terutama
berciuman bibir dapat menimbulkan rasa ketagihan. Hal ini
membuat remaja yang meakukannya ingin melakukannya
38
berulang-ulang. Seiring meningkatnya frekuensi remaja dalam
berperilaku seksual maka riksiko penularan penyakit juga
meningkat. Ketika remaja mulai berani melakukan perilaku seksual
ringan, ada keenderungan mulai mencoba perilaku seksual yang
lebih berat dan besar risikonya (Sekarrini, 2012).
2.5.2 IMS
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual baik melalui vagina, mulut, maupun anus.
Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri (misalnya sifilis),
jamur, virus (misalnya herpes, HIV), atau parasit (misalnya kutu)
(BKKBN, 2012). Semua orang yang sudah pernah melakukan
hubungan seksual berisiko tertular IMS. Risiko tersebut akan lebih
tinggi pada orang yang melakukan hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan (multipartner), melakukan hubungan
seksual dengan seseorang yang multipartner, melakukan hubungan
seksual tanpa pengaman (kondom) (BKKBN, 2012).
IMS menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap
serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar, sakit
berkepanjangan, kemandulan dan kematian. WHO menyatakan
bahwa pantang dari hubungan seksual (abstinence) dan inisiasi
tertunda perilaku seksual (terutama menghindari seks pranikah)
adalah beberapa komponen utama dari upaya pencegahan IMS bagi
kaum muda. Monogami dan pengurangan jumlah pasangan seksual
39
(be faithful) serta meningkatkan akses dan layanan pencegahan
komprehensif, termasuk pendidikan pencegahan dan penyediaan
kondom (condoms) sangat penting bagi orang-orang muda yang
aktif secara seksual (BKKBN, 2012).
2.6 Kerangka Teori
Berdasarkan ulasan pada tinjauan pustaka, maka dapat dibangun
sebuah kerangka teori seperti berikut ini:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Kerangka teori ini mengadopsi teori Precede Proceede Lawrence
Green (1980). Teori ini dibuat untuk perencanaan dan evaluasi program
kesehatan. Dalam hal ini terdapat kesesuaian antara tujuan teori Precede
Proceede dengan penelitian yang dilakukan. Dari analisis lanjut data SDKI
2012 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual
Predisposing factor
1. Faktor demografi (umur,
tempat tinggal, tingkat
pendidikan)
2. Pengetahuan
3. Sikap
Enabling factor
1. Peran sekolah sebagai
penyedia informasi kespro
2. Peran masyarakat sebagai
penyedia informasi kespro
3. Paparan media
4. Perilaku pacaran
Perilaku
seksual
Reinforcing factor
Pengaruh teman sebaya
40
remaja pria di Indonesia diharapkan dapat menjadi bahan perencanaan
untuk penanggulangan masalah perilaku seksual yang berisiko pada
remaja pria di Indonesia.
41
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini dibuat sesuai dengan variabel yang datanya
tersedia dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012.
Variabel tersebut meliputi karakteristik individu, pengetahuan, sikap,
peran sekolah, dan masyarakat sebagai faktor-faktor yang berpengaruh
pada perilaku seksual remaja Indonesia. Variabel paparan media tidak
akan diteliti dalam penelitian ini dikarenakan terlalu banyak data SDKI
2012 yang tidak lengkap (missing data) pada bagian ini. Sedangkan
variabel lainnya tetap diteliti karena jumlah sampel mencukupi dan tidak
terlalu banyak missing data. Kerangka konsep ini dibangun berdasarkan
modifikasi dari teori precede proceed Lawrence Green.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Predisposing factor
1. Faktor demografi (umur,
tempat tinggal, tingkat
pendidikan)
2. Pengetahuan
3. Sikap
Enabling factor
Peran sekolah sebagai penyedia
informasi kesehatan reproduksi
Perilaku seksual
remaja pria di
Indonesia tahun
2012
Reinforcing factor
Pengaruh Teman Sebaya
42
3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Variabel Dependen
1 Perilaku seksual
berisiko IMS
Aktivitas responden yang dilakukan
berdasarkan dorongan hasrat seksual mulai
dari berpacaran, berpegangan tangan,
berciuman, meraba/merangsang organ
sensitif, hingga sexual intercourse yang
berpeluang pada penularan IMS
Wawancara
SDKI
Kuesioner nomor
704a-704c, 705
0. Berisiko IMS, jika sexual
intercourse
1. Tidak Berisiko IMS jika,
berpacaran dan/atau
berpegangan tangan
dan/atau beciuman bibir,
dan/atau
meraba/merangsang
organ sensitif
(Kemenkes, 2015)
Ordinal
Variabel Independen
2 Umur
Masa hidup responden dalam tahun dengan
pembulatan kebawah atau umur pada waktu
ulang tahun terakhir (Depkes, 2008)
Wawancara
SDKI
Kuesioner nomor
102
0. Remaja awal (15-19)
1. Remaja akhir (20-24)
Ordinal
3 Tempat tinggal
Lokasi rumah responden yang dibedakan
menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes,
2008)
Wawancara
SDKI Kuesioner nomor 5
0. Rural, jika pedesaan
1. Urban, jika perkotaan
(Depkes, 2008)
Ordinal
4 Pendidikan Tingkat pendidikan formal tertinggi yang
telah dicapai oleh responden (Depkes, 2008)
Wawancara
SDKI
Kuesioner nomor
105
0. Rendah, jika tamat <
SMA
1. Tinggi, jika tamat ≥ SMA
Ordinal
43
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
5 Pengetahuan
Kemampuan responden untuk
mengungkapkan kembali apa yang
diketahuinya terkait IMS dan perilaku
seksual yang berisiko pada penularan IMS
(Depkes, 2008)
Wawancara
SDKI
Kuesioner nomor
216B,216C, 602,
604,617, 619,620
0. Kurang, jika jika skor ≤ 4
1. Baik, jika skor > 4 Ordinal
6 Sikap
Tanggapan responden terkait pernyataan
mengenai perilaku seksual yang berisiko
pada penularan IMS
Wawancara
SDKI Kuesioner nomor
717a-720e
0. Negatif jika skor ≤ 8
1. Positif, jika skor > 8 Ordinal
7
Peran sekolah
sebagai penyedia
informasi
kesehatan
reproduksi
Kontribusi Sekolah dalam memberikan
infomasi dan edukasi terkait kesehatan
reprosuksi pada siswa (remaja pria)
Wawancara
SDKI
Kuesioner nomor
403A-403D
0. Tidak berperan, jika skor
≤ 2
1. Berperan jika skor > 2
Ordinal
8 Pengaruh Teman
sebaya
Dorongan dari teman sebaya yang pernah
melakukan hubungan seksual dalam
membentuk perilaku seksual responden
Wawancara
SDKI
Kuesioner nomor
715 dan 716
0. Berpengaruh jika skor =
2
1. Tidak berpengaruh skor <
dari 2
Ordinal
44
3.3 Hipotesis
Berdasarkanpenelitian terdahulu diketahui hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara umur dengan perilaku seksual berisiko IMS pada
remaja pria di Indonesia tahun 2012
2. Ada hubungan antara tempat tinggal dengan perilaku seksual berisiko IMS
pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku seksual berisiko
IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual berisiko IMS
pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
5. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual berisiko IMS pada
remaja pria di Indonesia tahun 2012
6. Ada hubungan antara peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan
reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di
Indonesia tahun 2012
7. Ada hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual
berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012
45
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode cross sectional karena penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran dengan mempelajari dinamika korelasi antara variabel
independen dengan variabel dependen dalam satu waktu. Menurut Murti (2006)
metode cross sectional yaitu mempelajari variabel yang termasuk faktor resiko
dan variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, tempat tinggal,
pendidikan, pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, sikap terhadap
perilaku seksual beserta dampaknya, pengalaman pacaran, peran orang tua dan
keluarga, peran sekolah dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi.
Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku seksual
remaja pria di Indonesia berdasarkan SDKI 2012.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan penelitian
berskala nasional yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. SDKI 2012
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan
Kementerian Kesehatan. Pengambilan sampel remaja pria dari seluruh Indonesia
46
telah dilakukan pada tahun 2012 dalam rangka pengumpulan data SDKI 2012
dan dianalisis pada bulan September 2015
4.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan
diduga. Anggota unit populasi disebut elemen populasi (Murti, 2006).
Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam SDKI 2012
yaitu seluruh remaja pria di Indonesia usia 15-24 tahun dengan total populasi
10980.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau di
ukur. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini mengunakan total
sampling atau sampel jenuh (Murti, 2006). Metode sampling yang digunakan
dalam SDKI 2012 adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama adalah
memilih sejumlah Primary Sampling Unit (PSU) dari kerangka sampel
PSU secara Probability Proportional to Size (PPS). PSU adalah kelompok
blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim
Sensus Penduduk 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus
secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25
rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik (BPS,
2013).
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh remaja pria usia 15-24 tahun.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9160 remaja
pria. Jumlah ini diperoleh setelah melalui proses cleaning data atau
47
pembersihan data dalam tahap pengambilan sampel yang diperlukan dalam
penelitian ini. Setelah mendapatkan jumlah sampel, dilakukan perhitungan
kekuatan uji, dimana didapatkan nilai 1 - β yang digunakan dalam penelitian
ini sebesar 93.728%
Rumus sampling yang digunakan dalam SDKI 2012 adalah sebagai
berikut:
Dimana
nh: jumlah sampel blok sensus strata-h
mh: jumlah sampel rumah tangga strata h
n: target sampel blok sensus, dan
k: jumlah alokasi dominan
Sedangkan untuk mengukur kekuatan uji digunakan rumus uji hipotesis
beda 2 proporsi sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah sampel yang dibutuhkan
Z 1- α/2 = derajat kemaknaan (5% = 1,96)
Z 1-β = kekuatan uji
P = proporsi rata-rata
48
P1 = proporsi remaja dengan tingkat pengetahuan rendah yang
memiliki perilaku seksual berisiko = 36,4% = 0,364 (Rasmiani et
al., 2014)
P2 = proporsi remaja dengan tingkat pengetahuan tinggi yang
memiliki perilaku seksual berisiko = 38,9% = 0.389 (Hakim,
2013)
DE = desain effect = 2
Bagan 4.1 Penentuan Sampel
4.4 Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu
menggunakan data sekunder dari data SDKI 2012. Data ini diperoleh dari Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Indonesia.Sebelum
pengambilan data, peneliti melakukan observasi kuesioner SDKI tahun 2012
untuk mengetahui pertanyaan apa saja yang berkaitan dengan perilaku seksual
dan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku seksual.
Remaja priausia 15-24 tahun yang memenuhi syarat
untuk diwawancarai dalam SDKI 2012 diseluruh
Indonesia = 10980 remaja pria
Setelah melalui proses cleaning untuk variabel
dependen jumlah sampel yang diperoleh sebesar 9160
remaja pria
Target responden SDKI 2012 remaja Pria usia 15-24
tahun 23000
49
Pengumpulan data SDKI tahun 2012 dilakukan oleh para enumerator
terlatih dengan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
kuesioner untuk memperoleh informasi terkait umur, pendidikan, menanyakan
beberapa pertanyaan terkait perilaku seksual, pengetahuan, sikap, peran orang
tua, sekolah dan pengalaman pacaran responden.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SDKI
2012 yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku seksual remaja di
Indonesia. Pertanyaaan-pertanyaan yang menjadi variabel independen dalam
penelitian ini yang meliputi variebel karakteristik individu (umur dari kuesioner
nomor 102 dan 103, tempat tinggal dari kuesioner nomor 5, pendidikan dari
kuesioner nomor 105); pengetahuan (dari kuesioner nomor 216b-216c, 602, 604,
617, 619, 620); sikap (dari kuesioner nomor 717a-717b, 718-720e); peran
sekolah (dari kuesioner nomor 404a-404d), dan peran teman sebaya (dari
kuesioner nomor 715 dan 716). Dalam pelaksanaan SDKI 2012 sudah
memperhatikan validitas dan reabilitas kuesioner penelitian.
4.6 Pengolahan Data
Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan data dengan urutan
sebagai berikut:
a. Filter
Yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Terlebih
dahulu peneliti mengidentifikasi pertanyaan kuesioner SDKI 2012 yang
dianggap berkaitan dengan perilaku seksual remaja dan faktor-faktor yang
50
mempengaruhinya sesuai dengan referensi yang telah didapatkan dan
berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.
b. Pembersihan Data (Data Cleaning)
Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari
kesalahan yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya
dilakukan pegecekan ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan
menilai kelogisan serta konsistensinya, mengetahui variasi data dan untuk
mengetahui adanya data yang missing/hilang.
c. Rescoring
Setelah cleaning data maka dilakukan rescoring atau scoring ulang pada
data yang telah dipilih untuk digunakan dan sudah dijumlahkan menurut
variabel yang ditentukan. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui skor
maksimal suatu variabel untuk selanjutkan akan dikategorisasi dengan cara
recoding.
d. Transformasi Data/Recoding
Setelah dilakukan rescoring, maka dilakukan transformasi data berupa
pengkodean ulang/recoding terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan
peneliti. Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi data yang diperoleh sesuai
dengan tujuan penelitian.
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik data
setiap variabel yang diteliti. Penyajian data univariat berupa distribusi
frekuensi masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel
51
dependen (perilaku seksual remaja) dan variabel independen (umur, tempat
tinggal, pendidikan, pengethuan, sikap, peran orang tua, peran sekolah dalam
memberikan informasi kesehatan reproduksi, dan pengalaman pacaran)
tersebut.
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dan dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini dengan uji
Chi Square dengan melihat hubungan antara variabel kategorik independent
dan variabel kategorik dependent dengan derajat kepercayaan (α)=5%.
52
BAB V
HASIL
5.1 Analisis Univariat
Tabel 5.1
Gambaran Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Tahun 2012
Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)
Perilaku Seksual
Berisiko IMS 1356 14.8
Tidak Berisiko IMS 7804 85.2
Jumlah 9160 100.0
Umur
Remaja Akhir 4938 53.9
Remaja Awal 4222 46.1
Total 9160 100.0
Tempat Tinggal
Rural 3972 43.4
Urban 5188 56.6
Total 9160 100.0
Pendidikan
Tinggi 5964 65.1
Rendah 3150 34.4
Total 9114 99.5
Missing 46 0.5
Pengetahuan
Kurang 6253 68.3
Baik 2907 31.7
Jumlah 9160 100.0
Sikap
Negatif 5209 56.9
Positif 3951 43.1
Jumlah 9160 100.0
Peran Sekolah
Tidak Berperan 4787 52.3
Berperan 4373 47.7
Jumlah 9160 100.0
Pengaruh Teman
Sebaya
Ada Pengaruh 2525 27.6
Tidak ada Pengaruh 6635 72.4
Jumlah 9160 100.0
53
Sebagian besar perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012
tidak berisiko IMS yakni 85.2 %. diketahui bahwa lebih dari separuh
remaja pria di Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden berada pada
kelompok umur remaja akhir (53.9%). Menurut karakteristik tempat
tinggal, lebih dari separuh remaja pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di
daerah perkotaan (urban) yakni sebesar 56.6%. Jika dikelompokkan
berdasarkan karakteristik tingkat pandidikan, sebagian besar remaja pria di
Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi (65.1%). Pada variabel
pendidikan terdapat missing data sebanyak 5%. Sebagian besar (68.3 %)
remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang
terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (56.9 %)
remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap negatif terkait perilaku
seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (52.3%) remaja pria di
Indonesia tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai
penyedia informasi kesehatan reproduksi. Sebagian besar (72.4%) remaja
pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan adanya pengaruh teman
sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya.
Untuk sementara, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja
pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual tidak berisiko IMS,
memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS, dan
tidak menganngap adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan
perilaku seskualnya. Pada variabel pengetahuan dan remaja pria tersebar
hampir seimbang pada pengetahuan baik dan kurang. Pada variabel peran
sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi juga
54
menunjukkan hasil serupa, yakni hampir seimbang antara yan menjawab
berperan dan tidak berperan.
55
5.2 Analisis Bivariat
Berikut tabel 5.2 menampilkan tabel silang hubugan antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Tabel 5.2 Hubungan Pengetahuan, Sikap, Peran Sekolah dan Pengruh Teman Sebaya
dengan Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012
Variabel
Perilaku Seksual Jumlah P value
Berisiko IMS Tidak
Berisiko IMS
n % n % n %
Umur
Remaja Akhir 1040 21.1 3898 79.8 4938 100 0.000
Remaja Awal 316 7.5 3906 92.5 4222 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Tempat Tinggal
Rural 584 14.7 3388 85.3 3972 100 0.836
Urban 772 14.9 4416 85.1 5188 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Pendidikan
Tinggi 915 15.3 5049 84.7 5964 100 0.000
Rendah 434 13.8 2716 86.2 3150 100
Missing
46 0.5
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Pengetahuan
Kurang 694 11.1 5559 88.9 6253 100 0.000
Baik 662 22.8 2245 77.2 2907 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Sikap
Negatif 1250 24 3959 76 5209 100 0.000
Positif 106 2.7 3845 97.3 3951 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Peran Sekolah sebagai Penyedia Informasi Kesehatan Reproduksi
Tidak Berperan 670 14 4117 86 4787 100 0.025
Berperan 686 15.7 3687 84.3 4373 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
Pengaruh Teman Sebaya
Ada Pengaruh 935 37 1590 63 2525 100 0.000
Tidak ada Pengaruh 421 6.3 6214 93.7 6635 100
Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100
56
Variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di
Indonesia tahun 2012 adalah umur (P value 0.00), tingkat pendidikan (P value
0.00), pengetahuan (P value 0.00), sikap (P value 0.00), peran sekolah sebagai
penyedia informasi kesehatan reproduksi (P value 0.025), dan pengaruh teman
sebaya (P value 0.00). Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku seksual
remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah tempat tinggal (P value 0.836).
Remaja pria yang berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak berasal
dari kelompok umur remaja akhir (21.1 %) dari pada remaja awal (7.5 %), lebih
bayak bertempat tinggal di pedesaan/rural (14.7 %) dari pada perkotaan/urban
(14.9 %), dan lebih banyak yang berpendidikan tinggi (15.3 %) dari pada
berpendidikan rendah (13.8 %). Remaja pria yang memiliki pengetahuan kurang
dan berperilaku seksual berisiko IMS (11.1 %) lebih sedikit dari pada remaja
pria yang memiliki pengetahuan baik dan berperilaku seksual berisiko IMS
(22.8 %). Remaja pria yang bersikap negatif (24 %) lebih banyak yang
berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan remaja pria yang bersikap positif
(2.7 %).
Remaja pria yang menganggap sekolahnya berperan sebagai penyedia
informasi kesehatan reproduksi lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko
IMS (15.7%) dibandingkan remaja pria yang menganggap sekolahnya tidak
berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Remaja pria yang
merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku
seksualnya lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS (37.0%)
dibandingkan remaja pria yang tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya
sebagai pembentuk perilaku seksualnya (6.3%)
57
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku seksual remaja pria di Indonesia Tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional atau potong
lintang dimana veriabel dependen dan independen diukur pada waktu bersamaan.
Oleh sebab itu hubungan sebab akibat yang dapat diukur berupa hubungan asosiatif.
Hasil ukur variabel dependen (perilaku seksual) terdiri dari berisiko IMS dan
tidak berisiko IMS. Penelitian ini hanya mengukur perilaku berisiko IMS dan bukan
perilaku berisiko terhadap kesehatan secara umum. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui lebih spesifik risiko kesehatan yang dapat terjadi dari perilaku seksual
tersebut. Jika mengukur risiko kesehatan secara umum maka akan menjadi sangat
umum, tidak fokus dan spesifik. Karena perilaku yang berbeda akan menimbulkan
risiko kesehatan yang berbeda pula. Segala perilaku yang melibatkan interaksi fisik
dengan orang lain pasti memiliki risiko kesehatan, bahkan hanya berdekatan sekali
pun. Misalnya virus atau bakteri yang dapat menular melalui udara. Dalam
penelitian ini hanya difokuskan pada perilaku seksual yang berisiko IMS, yakni
sexual intercourse. Oleh sebab itu pada hasil ukur variabel dependen peneliti hanya
mengkategorikan secara spesifik perilaku berisiko IMS dan tidak berisiko IMS.
58
SDKI 2012 menyediakan sebuah buku yang berisikan pedoman wawancara
sebagai panduan untuk para enumerator saat mengumpulkan data di lapangan.
Termasuk panduan untuk wawancara pada responden remaja pria. Pada pedoman
wawancara SDKI 2012 untuk remaja pria tidak disediakan probing atau pertanyaan
untuk mengantisipasi jawaban yang bersifat normatif dari responden terkait
pertanyaan yang sangat sensitif, yakni pertanyaan nomor 704 (pernah berhubungan
seksual). Hal ini bisa saja responden berbohong dan tidak menjawab dengan jujur.
Bahkanpada buku panduan tesebut responden diperolehkan tidak menjawab apabila
tidak berkenan (menolak). Hal ini memang merupakan hak prerogatif responden.
Namun hal ini juga membuka peluang bias pada data, seperti banyaknya missing
data.
6.2 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Indonesa Tahun 2012
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa remaja yang berperilaku
seksual berisiko IMS sebesar 14.8%, angka ini termasuk besar untuk ukuran remaja
Indonesia. Tidak ada standar khusus untuk toleransi perilaku seksual remaja
menurut WHO. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi Negara tetangga pada
tahun yang sama, Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia yang hanya 8.3% remaja
pernah berhubugan seksual (N et al., 2014). Pada tahun 2015 perilaku seksual
remaja pria di Malaysia hanya mendingkat sebesar 0.6% menjadi 8.9% (Awaluddin
et al., 2015).
Artinya, data Indonesia menunjukkan bahwa 1356 dari 7804 remaja pria di
Indonesia berperilaku berisiko IMS, yakni sexual intercourse. Hasil ini serupa
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiyowati (2008) pada remaja santri
Pondok Pesantren di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang
59
yang menyatakan bahwa sebesar 13% remaja berperilaku seksual berisiko. Selain
itu, hasil penelitian Pratiwi dan Basuki juga sejalan dengan penelitian ini bahwa
ditemukan sebesar 9.4% remaja berperilaku seksual tak aman. Angka tersebut cukup
besar untuk proporsi perilaku seksual. Seharusnya tindakan ini (perilaku seksual
berisiko, misalnya sexual intercourse) tidak dilakukan oleh remaja, terutama bagi
yang belum menikah dan masih usia sekolah. Tindakan ini hanya boleh dilakukan
pada waktu yang tepat yaitu setelah menikah dan dengan tidak berganti-ganti
pasangan yang tidak sah. Jika tidak, maka berisiko pada penularan IMS.
Berdasarkan literatur yang ada, diketahui bahwa perilaku seksual yang dapat
menularkan IMS adalah behubungan seksual (penetrasi kelamin) tanpa kondom
(Kemenkes, 2015). Namun hal ini tidak berarti bahwa jika berhubungan seksual
dengan memakai kondom sama sekali tidak ada kemungkinan tertular IMS. IMS
dapat menular melalui cairan kelamin yang juga dihasilkan pada saat pra ejakulasi.
Selain itu akurasi kondom sebagai alat pencegah kehamilan tidak 100%. Hal ini
menandakan penularan penyakit juga masih dapat terjadi.
Selain itu, pada kuesioner SDKI untuk remaja pria tidak terdapat pertanyaan
terkait penggunaan alat pelindung diri dari IMS secara spesifik. Pertanyaan yang
ada hanyalah seputar penggunaan alat pencegah kehamilan saat berhubungan
seksual. Alat pencegah kehamilan belum tentu dapat mencegah peularan IMS,
sejauh ini hanya kondom yang dapat berfungsi sebagai pencegah kehamilan dan
penularan IMS sementara alat kontrasepsi lainnya tidak mencegah IMS. Oleh sebab
itu, penelitian ini tidak mengukur variabel perilaku penggunaan kondom sebagai
salah satu kriteria perilaku seksual berisiko IMS.
60
Usia remaja seharusnya dimafaatkan untuk mengembangkan minat dan bakat
pada hal yang positif, bukan terjerumus pada perilaku yang berisiko terhadap
kesehatan. Perilaku demikian dapat menimbulkan ketagihan dan menjadi sarana
penularan penyakit. Jika sudah ketagihan, prestasi menjadi sulit diraih karena fokus
dan konsentrasi terhadap pencapaian prestasi jadi menurun. Berawal dari
kecanduan, jika semakin sering melakukan maka semakin besar peluang terkena
IMS, terutama jika pasangan berganti dan tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD), dalam hal ini kondom (untuk mencegah terjadinya interaksi cairan kelamin
yang dapat berakibat pada penularan IMS).
6.3 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012
Menurut Depkes (2008) umur adalah masa hidup responden dalam tahun dengan
pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun terakhir (Depkes, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari separuh remaja pria di
Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden pada kelompok umur remaja akhir
(53.9%). Kelompok umur remaja akhir lebih banyak yang berperilaku seksual
berisiko IMS (21.1%) dibandingkan dengan kelompok umur remaja awal (7.5%).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi dan Basuki pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa remaja akhir lebih banyak yang berperilaku seksual tak aman
dibandingkan remaja awal dan remaja tengah (PratiwidanBasuki, 2011). Hal ini juga
sesuai dengan temuan Sabon pada Tesisnya, semakin bertambah umur, semakin
remaja berperilaku berisiko HIV/AIDS (Sabon, 2003). Ini artinya, umur berbanding
lurus dengan potensi berperilaku berisiko.
Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual remaja pria
61
di Indonesia (p value = 0.000). Hal ini sejalan dengan hasil studi pada mahasiswa di
Pekalongan, yakni terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku
seksual (MusthofadanWinarti, 2010). Hasil penelitian Sabon (2003) juga
menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan perilaku berisiko HIV/AIDS
(perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003 (Sabon, 2003).
Secara biologis, kelompok umur remaja akhir perkembangan seksual mulai
matang. Kadar testosterone meningkat, organ seksual mulai berkembang dan
berfungsi (Potter dan Perry, 2005). Situasi ini menyebabkan hasrat seksual remaja
akhir lebih menggebu dibandingkan dengan remaja awal.
Secara psikologis, remaja akhir lebih berani dan percaya diri dibandingkan
remaja awal. Selain itu, ketergantungan pada orang lain juga menurun. Hal ini
cenderung membuat remaja mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dan tidak
terlalu mementingkan pendapat orang lain.
Secara sosial, pada remaja akhir mulai tumbuh „dinding‟ yang memisahkan diri
pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2005).
Remaja akhir biasanya merasa punya kebebasan dan mengendornya kontrol
keluarga dan masyakat atas dirinya. Dalam situasi ini, jika remaja tidak memiliki
pertahan diri yang baik akan mudah sekali terjerumus pada pergaulan yang negatif
bahkan perilaku seksual berisiko IMS.
6.4 Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa
Tahun 2012
Tempat tinggal menurut Depkes adalah lokasi rumah sesorang yang dibedakan
menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008). Untuk menentukan suatu
kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator
komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada tiga variabel
62
yaitu: kepadatan penduduk, presentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas
umum (BPS, 2007). Menurut karakteristik tempat tinggal, lebih dari separuh remaja
pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di daerah perkotaan (urban) yakni sebesar
56.6%.
Remaja pria di perkotaan dan pedesaan yang berperilaku seksual berisiko IMS
persentasenya hampir sama. Perbedaan proporsi remaja yang berperilaku seksual
berisiko IMS di pedesaan dan perkotaan sangat tipis yaitu hanya 0.2%, namun
proporsi di perkotaan lebih tinggi yakni 14.9%, sedangkan di pedesaan sebesar
14.7%. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Sabon yang menunjukkan bahwa
perilaku berisiko HIV/AIDS remaja perkotaan lebih tinggi daripada remaja
pedesaan (Sabon, 2003).
Peristiwa semacam ini bisa saja dikarenakan karakteristik masyarakat kota yang
lebih permisif terkait perilaku pacaran remaja dan individualisme yang cukup tinggi.
Sikap permisif masyarakat kota berkaitan dengan tingginya individualisme.
Masyarakat cenderung enggan mencampuri urusan orang lain. Di daerah perkotaan,
terlebih kota-kota besar, pemandangan seperti melihat remaja bermesraan
(melakukan perilaku seksual ringan seperti berpegangan tangan, berpelukan dan
berciuman ringan) di tempat umum adalah hal yang lumrah. Memang masih ada
yang mencegah dan memberi peringatan, namun tak sedikit pula yang membiarkan
dengan alasan tidak mau mencampuri urusan orang lain. Selain itu, di kota besar
tersedia sarana seperti café remang remang, night club, dan diskotik yang
menunjang terjadinya perilaku seks berisiko IMS pada remaja.
Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku
63
seksual remaja pria di Indonesia (p value = 0.836). Hal ini sejalan dengan studi pada
remaja Indonesia, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan sgnifikan
antara tempat tinggal dengan perilaku seksual remaja (Wijaya, 2015). Analisis
lanjur SKRRI 2007 juga menunjukkan hasil serupa, yakni tidak terdapah hubungan
bermakna antara variabel daerah tempat tinggal dengan perilaku berisiko pada
remaja. Dalam hal ini perilaku berisiko pada remaja meliputi perilaku merokok,
konsumsi alkohol, pengunaan narkoba, dan hubungan seksual pranikah
(LestarydanSugiharti, 2011).
Tidak didapatkannya hubungan bermakna antara variabel tempat tinggal dengan
perilaku seksual dapat disebabkan beberapa hal. Boleh jadi karena perbedaan
proporsi remaja pria yang berperlaku seksual berisiko IMS di perkotaan dan
pedesaan sangat tipis, sehingga tidak ditemukan beda proporsi yang signifikan.
Selain itu dapat pula karena pembentukan perilaku dipengaruhi banyak faktor, dan
tidak pernah dipengaruhi oleh faktor tunggal. Diantara faktor yang mempengaruhi
dapat dikelompokkan menjadi faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.
Faktor demografi merupkan salah satu tidak dapat dirubah.
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang cukup luas. Maka itu, tidak dapat
disamaratakan status ekonomi sosial demografinya. Secara umum wilayah di
Indonesia dikelompokkan manjadi rural (pedesaan) dan urban (perkotaan). Dalam
hal ini akan dibahas masing-masing variabel inti menurut disaparias desa dan kota.
Pada umumnya, wilayah pedesaan/rural identik dengan ketertinggalan, sulitnya
pelayanan, minimnya fasilitas dan infrastruktur, namun kekeluargaan pada
masyarakatnya juga cukup tinggi. Sementara di perkotaan identik dengan
individualisme, kemewahan, fasilitas dan infrastruktur yang memadai.
64
Remaja pria dengan pengetahuan terkait perilaku seksual berisikoo IMS kurang
lebih banyak terdapat di pedesaan (76,9%) dibandingkan dengan perkotaan (61.6%).
Hal ini diasumsikan
Remaja pria yang memilki sikap negatif terhadap perilaku seskual berisiko IMS
hampir sama antara di pedesaan dan perkotaan, yakni 57.5% di pedesaan dan 56.4%
di perkotaan. Ini artinya baik di rural maupun urban, lebih banyak remaja pria yang
bersikap negatif terhadap perilaku seksual berisiko. Dalam hal ini bersikap negatif
artinya setuju terhadap perilaku seksual berisiko dan sikap positif artinya tidak
mendukung perilaku seksual berisiko.
Diantara remaja pria Indonesia yang menganggap sekolahnya tidak berperan
sebagai penyedia informasi terkait kesehatan reproduksi, lebih banyak yang
bertempat tinggal di pedesaan (61.5%) daripada di perkotaan (45.2%). Ini artinya
lebih banyak sekolah di pedesaan yang belum memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi secara komprehensif pada siswanya dibandingkan di perkotaan.
Remaja pria yang menganggap teman sebaya berpengaruh dalam pembentukan
perilaku seksualnya hampir sama antara di pedasaan dan perkotaan. Diantara
keduanya hanya terpaut selisih 1% dimana di perkotaan lebih tinggi (28%). Ini
artinya, remaja di perkotaan lebih banyak yang merasakan pengaruh teman sebaya
dalam pembentukan perilaku seksualnya.
6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara
intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2003). Jika dikelompokkan
65
berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, sebagian besar remaja pria di
Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi (65.1%). Pada variabel pendidikan
terdapat missing data sebanyak 5%. Remaja pria berpendidikan tinggi lebih banyak
berperilaku seksual berisiko IMS (15.3%) dibandingkan dengan remaja pria
berpendidikan rendah (13.8%).
Hasil studi yang dilakukan di Makassar sejalan dengan penelitian ini, bahwa
Remaja dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki kecenderungan berperilaku
berisiko lebih besar dibandingkan remaja yang berpendidikan rendah (Hidayangsih
et al., 2011, Depkes, 2008). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
pada remaja Indoesia yang menunjukkan bahwa lebih banyak remaja berpendidikan
rendah yang berperilaku seksual tak aman dibandingkan dengan remaja yang
berpendidikan tinggi dan menengah (PratiwidanBasuki, 2011).
Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku
seksual remaja pria di Indonesia (p value = 0.000). hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan pada remaja di Pasir Gunung Selatan, Depok tahun 2012,
sesuai dengan hasil penelitian ini, yakni ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pendidikan dengan perilaku seksual, dimana remaja yang pendidikannya lebih tinggi
memiliki peluang lebih besar sebanyak 1,89 kali dibandingkan remaja dengan
pendidikan lebih rendah (Dewi, 2012).
Berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja pria, didapatkan bahwa pendidikan
yang tinggi cenderung lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS yaitu
sebesar 15.3%. Menurut (Looze, 2012) pada remaja 12-16 tahun di Belanda, remaja
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kencenderungan yang lebih
66
besar untuk terjadinya perilaku seksual berisiko dibandingkan dengan remaja yang
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Dewi (2012) juga mengatakan bahwa
remaja dengan pendidikan tinggi lebih berpeluang berperilaku seksual berisiko 1.89
kali lebih besar disbanding remaja dengan pendidikan rendah (Dewi, 2012).
Remaja dengan pendidikan tinggi bisa saja beranggapan sudah memiliki cukup
pengetahuan tentang resiko yang akan dihadapi, walaupun belum tentu informasi
yang didapatkan selama ini sudah benar. Pendidikan yang tinggi akan menimbulkan
keberanian dan rasa percaya diri yang lebih besar pada diri seseorang untuk
membuat keputusan atas tindakannya. Remaja dengan pendidikan rendah cenderung
memiliki keberanian dan rasa percaya diri yang kurang terkait risiko yang akan
dihadapi terkait keputusan yan diambilnya dalam berperilaku.
6.6 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia
Tahun 2012
Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan merupakan kemampuan seseorang
untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban
baik lisan, atau tuliasan yang merupakan stimulasi dari pertanyaan. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain terpenting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian
atau responden. (Notoatmojo, 2007)
Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa, remaja pria dengan pengetahuan
kurang (68.3%) jauh lebih banyak dibandingkan remaja dengan pengetahuan baik
(31.7%). Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya kurangnya paparan informasi,
atau informasi yang memapari tidak efektif. Menurut laporan SDKI tahun 2012
67
persentase pria belum kawin yang membaca surat kabar atau mendengar radio lebih
rendah dibandingkan SKRRI tahun 2007. Ini merupakan fakta menarik komponen
kesehatan reproduksi remaja (KRR) (BKKBN, 2013). Paparan informasi yang
kurang efektif tidak dapat mempengaruhi pengetahuan remaja. Menurut Surono
(1997), pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya daripada tidak
tahu sama sekali, tapi bukan berarti tidak memiliki pengetahuan adalah tidak
membahayakan. pengetahuan yang setengah-setengah bisa menimbulkan salah
persepsi dan mendorong remaja untuk mencoba-coba (Surono, 1997).
Selain itu, remaja pria dengan pengetahuan baik lebih banyak berperilaku
seksual berisiko IMS dibandingkan dengan remaja pria berpengetahuan kurang.
Idealnya, secara umum, semakin baik pengetahuan seseoarang, maka semakin
rendah kecenderungannya untuk berperilaku berisiko. Statemen tersebut diduking
oleh hasil penelitian yang membuktikan bahwa responden dengan pengetahuan
rendah 3.16 kali lebih berpeluang melakukan perilaku seksual berisiko
dibandingkan responden dengan pengetahuan tinggi (Andriani, 2013). Namun hal
bertolak belakang dengan hasil penelitian. Asumsinya karena mereka yang
berpengetahuan baik dianggap paham akan resiko dan dampak yang akan timbul
dari perilaku yang mereka miliki. Namun pada kenyataanya, perilaku tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan saja, melainkan ada banyak hal lain yang tidak hanya
berasal dari dalam diri individu tapi juga dari luar misalnya pengaruh lingkungan
sosial dan paparan informasi.
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.00. Artinya,
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku seksual
68
remaja pria di Indonesia tahun 2012. Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan
salah satu domain perilaku adalah pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan terkait perilaku seksual berisiko
IMS salah satunya yang perlu diintervensi adalah pengetahuan. Informasi tentang
kesehatan reproduksi, IMS, dan HIV/AIDS, khususnya terkait perilaku seksual
berisiko IMS perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga
mereka akan berpikir dengan cermat sebelum melakukan hubungan seksual
pranikah (Dewi, 2009). Sebagaimana dijelaskan Bandura (1990), perilaku bukan
merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau keterampilan, melainkan suatu
proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan,
harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya
untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai
situasi yang sulit (Bandura, 1990). Jadi, tidak bisa hanya mengintervensi salah satu
atau sebagian faktor saja.
Beberapa penelitian yang hasilnya sejalan antara lain penelitian yang dilakukan
pada siswa SMK 4 Jeneponto (Puspita et al., 2012). Selain itu penelitian pada
mahasiswa program DIII Kebidanan Universitas Respati Yogyakarta juga
menunjukkan adanya hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku
seksual remaja (Andriani, 2013). Subekti dalam Tesisnya juga menemukan adanya
hubungan penetahuan PMS dengan perilaku seksual berisiko PMS pada anak
jalanan (Subekti, 2015).
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengarhi perilaku. Beberpa
teori perilaku sepakat dengan pernyatan tersebut, diantaranya adalah model precede
69
proceed Green. Menurut Green, pengetahuan termasuk faktor yang mempredisposisi
perilaku (GreendanKreuter, 2000). Jika seseorang memiliki pengetahuan yang
cukup baik terkait suatu isu, maka individu atau kelompok tersebut memiliki
kecenderungan untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah diketahuinya.
Namun perlu diingat, pengetahuan bukan faktor tunggal yang mempengarui
perilaku. Selalu ada faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku dan dapat pula
berinteraksi denga faktor pengetahuan tersebut.
6.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun
2012
Hasil analisis univariat diketahui bahwa 56.9% remaja pria bersikap negatif
terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Artinya lebih dari separuh remaja pria
memiliki permisifitas yang cukup tinggi terkait terhadap perilaku seksual. Temuan
ini cukup mengkhawatirkan. Sikap remaja yang negatif terhadap isu kesehatan
reproduksi atau cenderung persmisif terhadap perilaku seksual. Sikap yang
demikian berpotensi pada perilaku seksual.
Sikap merupakan salah satu domain yang menetukan perilaku (Notoatmodjo,
2010). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, yang tertera pada hasil
bahwa remaja yang bersikap negatif lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS
(24%) dibandingkan remaja yang bersikap positif (2.7%). Berdasarhan hasil analisis
bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 yang berarti terdapat hubungan signifikan
antara sikap dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012.
Pernyataan Notoatmojo dan hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Andriani 2013 di Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Yogyakarta (Andriani, 2013) dan Puspita 2012 di SMKN 4
70
Jeneponto bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dan perilaku
seksual remaja (Puspita et al., 2012). Hasil penelitian Andriani juga ditemukan
bahwa responden dengan sikap negatif lebih banyak melakukan perilaku seksual
berisiko (54.6%) dibandingkan responden yang bersikap positif (28.1%) (Andriani,
2013). Terdapat kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian andriani (2013)
yakni kesamaan subjek penelitian, yaitu remaja. Selain itu analisis bivariat yang
dilakukan Andriani (2013) juga sama dengan yang peneliti lakukan, yakni
menggunakan uji chi-square. Demikian pula halnya dengan penelitian Puspita et. al.
(2012), responden yang memiliki perilaku seks berat dengan sikap negatif (82,1%)
lebih banyak dari sikap positif (29,1%). Penelitian Puspita et al serupa dengan yang
dilakukan peneliti, dari segi metode sama-sama menggunakan uji chi-square untuk
analisis bivariat dan subjek penelitian juga pada remaja.
Pratiwi dan Basuki pada studinya yang dilakukan tahun 2011 juga menemukan
adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual tak aman
(PratiwidanBasuki, 2011). Hasil studi Hakim 2012 pun menunjukkan hasil serupa,
dimana ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian perilaku seks
berisiko pada remaja tunarungu di SMALB Kota Padang (Hakim, 2012).
Jika memiliki sikap positif terkait suatu isu, seseorang memiliki kecenderungan
berperilaku yang sesuai dengan isu tersebut. Begitupun sebaliknya, jika memiliki
sikap negatif, cukup besar potensi seseorang untuk berperilaku berlawanan dengan
isu tersebut. Jadi tidaklah janggal bila lebih banyak remaja Indonesia yang bersikap
negatif berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak daripada yang bersikap
positif.
71
6.8 Hubungan Peran Sekolah dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia
Tahun 2012
Sekolah merupakan salah satu tempat dimana remaja (yang masih sekolah)
menghabiskan waktu cukup banyak. Sekitar sepertiga waktu dalam sehari (kecuali
hari libur) dihabiskan di sekolah. Oleh sebab itu sekolah dirasa dapat
berperan/memiliki peran cukup penting sebagai penyedia informasi kesehatan
reproduksi bagi remaja. Tidak harus pada jam pelajaran, informasi ini bisa juga
disampaikan melalui kegiatan ekstrakulikuler atupun pelajaran tambahan lainnya.
Sekolah merupakan institusi pendidikan yang resmi, diharapkan sekolah dapat
berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi yang komperhensif bagi
siswa. Hal ini disebabkan karena bersumber dari lembaga sekolah diharapkan
informasinya dapat dipertanggungjawabkan, sehingga siswa tidak mencari informasi
dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dengan cara yang tidak
tepat.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja pria tidak
merasakan adanya peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi
(52.3%). Diduga hal ini disebabkan oleh tabunya pembicaraan terkait pendidikan
seksual dan kesehatan reproduksi. Sekalipun sudah masuk dalam kurikulum, namun
pelaksanaan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi dirasa belum cukup
efektif dan komperhensif. Remaja yang memiliki rasa penasaran akan mencari
informasi dari berbagai sumber yang kebenarannya belum tentu dapat
dipertangguungjawabkan. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih
berbahaya bagi remaja, karena menantang remaja untuk mencoba-coba dan dapat
menimbulkan kesalahan persepsi (Surono, 1997).
72
Berdasarhan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.025 yang berarti
terdapat hubungan signifikan antara peran sekolah dengan perilaku seksual remaja
pria di Indonesia tahun 2012. Hal ini tidak sejalan dengan Sabon yang dalam
studinya berdasarkan SKRRI 2002-2003 menyatakan berdasarkan analisis
inferensial variabel eksternal, pengaruh variabel sekolah sebagai sumber informasi
HIV/AIDS tidak signifikan. Hal ini diduga karena kesehatan reproduksi (saat itu)
belum dimasukkan dalam kurikulum (Sabon, 2003). Saat ini materi kesehatan
reproduksi sudah mulai dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan. Saat Sabon
(2003) pendidikan kesehatan reproduksi belum masuk kedalam kurikulum. Hal
inilah yang mendasari perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitan yang
dilakukan Sabon pada tahun 2003.
Di sekolah, guru merupakan pihak yang cukup dominan dan memiliki
wewenang. Menurut penelitian Sulistyoningrum (2013) yang dilakukan pada siswa
slow learner SMP Galuh Handayani (Maria Montessori) Surabaya, ada hubungan
antara dukungan sosial (dukungan guru: p = 0.002, r = 0.514) dengan perhitungan
perilaku sehat reproduksi. Penelitian tersebut menunjukkan hubungan positif yang
konsisten antara dukungan guru dan perilaku sehat reproduksi. Sulistyoningrum
menyarankan adanya peningkatan dukungan guru untuk meningkatkan perilaku
sehat reproduksi pada remaja slow learner.
Peran sekolah sebagai menyedia informasi kesehatan reproduksi tak lepas dari
kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Pendidikan kesehatan
reproduksi dianggap cukup berperan dalam peningkatan pengetahuan dan sikap
remaja terkait isu kesehatan reproduksi. Oleh sebab itu, secara tidak langsug
pendidikan kesehatan reproduksi khususnya yang diberikan oleh pihak sekolah
73
berpengaruh pada perilaku seksual remaja. Rompas et. al. (2014) menyatakan
bahwa pendidikan kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat
pengetahuam dan sikap remaja tengatng penyakit menular seksual di SMK Fajar
Bolaang Mongondow Timur (Rompas et al., 2014). Kepada institusi pendidikan
diharapkan memperhatikan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi bagi siswa
agar dapat melindungi siswa dari pengetahuan tidak tepat yang berasal dari sumber
yang tidak bertanggungjawab.
Pada dasarnya pemerintah sudah menyadari pentingnya pemberian pendidikan
kesehatan reproduksi secara komprehensif. Hal ini dibuktikan dengan telah terbitnya
modul pendidikan Kesehatan Reprodukasi untuk Peserta Didik yang terdiri dari 3
seri yakni untuk SD/MI dan Sederajat, SMP/MTs dan Sederajat,SMA/SMK/MA
dan Sederajat. Modul ini dibuat atas kerja sama kementerian Pedidikan,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, UNFPA, dan UNESCO pada tahun
2014.
Menurut laporan SDKI 2012 diketahui bahwa sebagian besar anak usia sekolah
(15-19 tahun) masih bersekolah yakni 62% sedangkan 38% sisanya putus sekolah
dengan berbagai alasan. Untuk itu, sekolah merupakan salah satu lembaga yang
memiliki peran penting untuk meningkatkan pemahaman, sikap, dan membentuk
perilaku remaja.
Tidak hanya intitusi pendidikan resmi saja, mengingat ada 38% remaja yang
putus sekolah. Diharapkan berbagai pihak lainnya ikut membantu peningkatan
pengetahuan dan pemahaman remaja putus sekolah ini terkait kesehatan reprouksi,
khususnya pengetahuan terkait perilaku seksual berisiko IMS. Diantara pihak
74
tersebut adalah masyarakat yang mungkin dapat menyediakan wadah untuk remaja
agar bisa mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif.
6.9 Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di
Indonesia Tahun 2012
Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang nilainya dianut oleh remaja lain
(Rice, 2005). Sanrtock (2005) menyatakan teman sebaya berfungsi sebagai tempat
bagi remaja berbagi dan sering perubahan perilaku remaja disebabkan transfer
perilaku sesama teman sebaya. Teman sebaya sebagai kelompok kelompok acuan
untuk berhubungan dengan lingkungan sosial, dimana remaja menyerap norma dan
nilai-nilai yang akhirnya menjadi standar nilai yang mempengaruhi pribadi remaja
(Santrock, 2005).
Menurut Jones dan Furman (2010), berkeinginan untuk memiliki teman sebaya
atau kelompok merupakan bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami
remaja. Teman sebaya adalah remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan
yang sama. Teman sebaya merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang
berpengaruh pada remaja. Kelompok remaja memiliki ciri yang khas dalam
orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku
dalam kelompok tersebut (StanhopedanLancaster, 2004).
Hasil analisis univariat, ditemukan bahwa sebagian besar remaja pria
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh teman sebaya, yakni 72.4%. Pada remaja
yang berperilaku seksual berisiko IMS, 37% menyatakan ada pengaruh teman
sebaya. Sementara hanya 6.3% dari remaja berperilaku seksual berisiko IMS yang
merasakan bahwa teman sebaya tidak berpengaruh.
75
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 yang berarti
terdapat hubungan signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual
remaja pria di Indonesia tahun 2012. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Subekti 2015 dalam thesisnya, yakni adanya hubungan peran teman
sebaya degan perilaku berisiko penyakit menular seksual (Subekti, 2015). Demikian
pula halnya dengan studi yang dilakukan Lestari dkk pada tahun 2014 yang
dilakukan pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang, peran teman sebaya
berhubungan dengan perilaku seksual pranikah mahasiswa (Lestari et al., 2014).
Hasil studi Hakim 2012 juga menunjukkan hasil serupa, dimana ada hubungan yang
bermakna antara peran teman sebaya dengan kejadian perilaku seks berisiko pada
remaja tunarungu di SMALB Kota Padang (Hakim, 2012). Sabon dalam studinya
menyatakan bahwa pengaruh teman sebaya sanagat kuat karena perilaku berisiko
HIV/AIDS remaja yang memiliki teman sebaya berperilaku berisiko HIV/AIDS
lebih tinggi daripada yang tidak memiliki teman sebaya berperilaku berisiko
HIV/AIDS (Sabon, 2003).
Usia remaja biasanya sedang sangat mementingkan eksistensi diri. Remaja akan
berlaku senormal mungkin menurut kelompoknya, atau akan menghadirkan tren
baru yang dianggap keren dan kekinian. Teman sebaya dianggap sebagai faktor
yang cukup kuat mempengaruhi perilaku remaja. Remaja sebisa mungkin akan
mengikuti norma yang berlaku pada kelompok teman sebayanya agar dapat diterima
dan diakui dalam kelompoknya. Oleh sebab itu, remaja cenderung mengikuti
perilaku teman sebayanya. Inilah mengapa variabel pengaruh teman sebaya
berhubungan dengan perilaku seskual remaja. Kepada seluruh remaja, khususnya
remaja pria sebagai subjek penelitian ini, disarankan untuk memilih lingkungan
76
pergaulan teman sebaya yang positif agar tidak terjerumus pada pergaulan yang
salah, dalam hal ini perilaku seksual berisiko.
77
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
a. 14. 8% remaja pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual berisiko
IMS
b. Lebih dari separuh (53.9%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang
menjadi sampel penelitian berasal dari kelompok umur remaja awal
c. Lebih dari separuh (56.6%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang
menjadi sampel penelitian tinggal di daerah perkotaan
d. Sebagian besar (65.1%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang menjadi
sampel penelitian memiliki tingkat pendidikan tinggi
e. Sebagian besar (68.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki
pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang.
f. Lebih dari separuh (56.9%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki
sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS.
g. Lebih dari separuh (52.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012
menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi
kesehatan reproduksi.
h. Sebagian besar (72.4%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak
merasakan adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku
seksualnya.
i. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual
remaja pria di Indonesia tahun 2012
78
j. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan
perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012
k. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat dengan perilaku seksual
remaja pria di Indonesia tahun 2012
l. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan
reproduksi dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012
m. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual
remaja pria di Indonesia tahun 2012
n. Terdapat hubungan yang signifikan antara peran sekolah sebagai penyedia
informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja pria di
Indonesia tahun 2012
o. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan
perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012
p. Secara umum, faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual
remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah umur, tingkat pendidikan,
pengetahuan, sikap, peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan
reproduksi, dan pengaruh teman sebaya. Hal ini sesuai dengan teori precede-
proceed (GreendanKreuter, 2000). Ada variabel yang tidak berhubungan
dengan perilaku seskual remaja, yakni variabel tempat tinggal.
7.2 Saran
7.1.1 Untuk Penyelenggara SDKI (BKKBN, Kemenkes, BPS)
Pada penyelenggaraan SDKI selanjutnya diharapkan untuk lebih
memperhatikan dan meminimalisasi human error baik pada
pengumpulan maupun entri data. Pada pengumpulan data hendaknya
79
dipastikan bahwa responden menjawab seleuruh pertanyaan yang ada
pada kuesioner. Pada entri data hendaknya lebih diperhatikan pengisian
untuk pertanyaan loncatan, untuk menjaga kualitas data, menghindari
tingginya missing data.
7.1.2 Untuk Peneliti Selanjutnya
Sebaiknya dilakukan penelitian dengan mengukur nilai OR agar
diketahui berapa besar potensi suatu variabel terhadap perilaku seksual.
Selain itu dapat pula dilakukan penelitan hingga tahap multivariat agar
dapat diketahui variabel mana yang paling dominan mempengaruhi
perilaku seksual berdasarkan data SDKI.
7.1.3 Untuk Kementerian Kesehatan, Kemendibud, dan Kemenristekdikti
Kementerian Kesehatan disarankan untuk melakukan intervensi
pada sasaran dan dengan cara yang tepat berdasarkan hasil penelitian ini
untuk menurunkan proporsi perilaku seksual pada remaja, khususnya
yang berisiko IMS. Misalnya dengan membuat program nasional edukasi
dan promosi kesehatan terkait kesehatan reproduksi untuk remaja, dan
memantau pelaksanaan program sejenis yang sudah dibuat. Hal ini untuk
mengatasi rendahnya pengetahuan remaja pria terkait perilaku seksual
berisiko IMS.
Selain itu, untuk mengatasi rendahnya pengetahuan remaja terkait
perilaku seksual berisiko IMS dan rendahnya peran sekolah yang
dirasakan remaja sebagai penyedia informasi kespro, Kementerian
80
kesehatan sebagai perancang regulasi dan program hendaknya membuat
regulasi dan program intervensi yang dapat mengatasi masalah terkait
perilaku seksual remaja, khususnya yang berisiko IMS tingkat nasional.
Kemendikbud dan Kemenristekdikti misalnya dapat membuat
regulasi dan memantau berlangsungnya pelaksanaan pendidikan
kesehatan reproduksi komprehensif. Hal ini diharapkan dapat mengatasi
permaslahan seputar rendahnya peran institusi pendidikan sebagai
penyedia informasi. Diperlukan adanya evaluasi, lebih baik lagi jika
dapat diberlakukan reward dan punishmen agar pihak pelaksana lebih
bersemangat. Namun yang lebih penting adalah bagaimana
menumbuhkan dan meningatkan kesadaran institusi dan tenaga pendidik
akan pentingnya pemberian pendidikan kesehatan reperoduksi
komprehensif bagi peserta didiknya dan seluruh anak Indonesia.
7.1.4 Untuk Institusi Pendidikan Dasar, Pendidikan Tinggi dan
Masyarakat
Institusi pendidikan disarankan untuk lebih memperhatikan
perencanaan dan memantau pelaksanaan kurikulum pendidikan
kesehatan reproduksi secara komprehensif. Hal ini untuk mengatasi rasa
penasaran siswa seputar kesehatan reproduksi dan menghindarkan
mereka dari sumber informasi dan pengetahuan yang tidak tepat. Selain
itu, disiapkan juga guru sebagai konselor kesehatan reproduksi di luar
kegiatan belajar mengajar, misalnya kegiatan ekstra kulikuler atau
bimbingan konseling. Tahap ini diharapkan dapat mengatasi rendahnya
81
pengetahuan dan membentuk sikap yang lebih positif terkait kesehatan
reprosuksi. Tujuannya agar remaja menghindari perilaku seksual,
khususnya yang berisiko IMS.
Demikian pula halnya dengan institusi pendidikan tinggi,
hendaknya dapat mewadahi mahasiswa dalam mendapatkan informasi
kesehatan reproduksi. Wadah ini dapat berupa unit kegiatan
masahasiswa lembaga kampus yang bergerak di biang kesehtan. Selain
itu diperlukan juga adanya kerja sama dengan LSM atau organisasi yang
bergerak di bidang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi. Hal ini
lebih ditekankan pada pembentukan sikap yang lebih positif dan
peningkatan peran institusi pendidikan sebagai sumber informasi. Selain
itu juga dapat mengatasi permaslahan terkait peran teman sebaya. Jika
teman sebaya sama memiliki pengetahuan baik dan sikap positif, remaja
dapat terhindar dari perilaku seksual, khususnya yang berisiko IMS
Masyarakat disarankan agar lebih peka dan peduli terhadap
masalah kesehatan reproduksi remaja. Misalnya dengan menyediakan
wadah dan sarana penyediaan informasi kesehatan reproduksi untuk
remaja semacam karang taruna atau yang lainnya. Tentunya dengan cara
dan pendekatan yang tepat untuk remaja agar remaja tertarik
mengikutinya.
82
DAFTAR PUSTAKA
Amaliyasari, Y. & Puspitasari, N. 2008. Perilaku Seksual Anak Usia Pra Remaja di
Sekitar Lokalisasi dan Faktor yang Mempengaruhi. Jurnal Penelitian Dinas
Sosial, Vol. 7 No. 1.
Andriani, G. 2013. Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Seksual Remaja pada
Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Respati Yogyakarta Tahun 2013.
Apsari, I. 2009. Gambaran Konsep Diri pada Remaja Ahir Indigo. Strata 1, Universitas
Indonesia.
Arfrianti, N. A., Harbandinah & P, P. N. 2008. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Niat
Wanita Pekerja Seks (WPS) yang Menderita IMS Berperilaku Seks Aman (Safe
Sex) Dalam Melayani Pelanggan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol. 3
No. 2.
Awaluddin, S. M., Ahmad, N. A., Saleh, N. M., Aris, T., Kasim, N. M., Sapri, N. A. M.
& Rashid, N. R. N. A. 2015. Prevalence of Sexual Activity in older Malaysian
Adolescents and Associated Factors. Journal of Public Health Aspects, 2.
Azinar, M. 2013. Perilaku Seksual Pranikah Berisiko terhadap Kehamilan Tidak
Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 153-160.
Bandura, A. 1990. Perceived Self Efficacy in The Exercise of Control Over AIDS
Infection.
Banun, F. O. S. & Setyorogo, S. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Semester V STIKes X Jakarta
Timur 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 5 No. 1.
83
BKKBN 2012. Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi Infeksi
Menular Seksual dan HIV/AIDS, Jakarta.
BKKBN 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Kesehatan
Reproduksi Remaja. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,
Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, MEASURE DHS ICF
International.
BPS, B. P. S. 2007. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004. Jakarta.
BPS, B. P. S., BKKBN, N. F. P. C. B., KEMENKES, M. O. H. & CALVERTON, M.
U. 2008. Indonesian Young Adult Reproductive Health Survey 2007. Jakarta.
C.P., F. A. & Notobroto, H. B. 2013. Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual
Pranikah Remaja yang Bertunangan. Jurnal Biometrika dan Kependudukan,
Vol. 2, No. 2.
Chayati, W. H. 2011. Gambaran Perilaku Seksual Waria Penderita Infeksi Menular
Seksual di Kota Semarang Tahun 2011. Semarang: Jurusan Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jendral
Soedirman.
Choerunnisa, I. O. 2008. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Merek
untuk Meningkatkan Kepuasan Pasien pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
Depkes, D. K. R. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dewi, A. P. 2012. Hubungan Karakteristik Remaja, Peran Teman Sebaya, dan Paparan
Pornografi dengan Perilaku Seksual Remaja di Kelurahan Pasir Gunung
Selatan Depok. Strata 2, Universitas Indonesia.
84
Dewi, I. N. C. T. 2009. Pengaruh Personal dan Lingkungan terhadap Perilaku Seksual
Pranikah pada Remaja di SMA Negeri 1 Baturaden dan SMA 1 Purwokerto.
Strata 2, Universitas Diponegoro.
Green, L. W. & Kreuter, M. W. 2000. Health Promotion Planning London, Mayfield
Publishing Company.
Hakim, D. M. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perilaku Seks
Berisiko pada Remaja Tunarungu di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
(SMALB) Kota Padang Tahun 2012. Padang.
Hidayangsih, P. S., Mubasyiroh, D. H. T. R. & Supanni 2011. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Berisiko Remaja DI Kota Makassar tahun 2009.
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol 39, No 2.
Juleha, E. 2007. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja
(Studi pada Kelas III SMU Negeri 9 Cirebon).
Kemenkes 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan.
Kemenkes 2015. Buku Saku Penjangkau Masyarakat: Alat Kelamin dan Semua yang
Perlu Kita Ketahui tentang Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Ditjen PPM&PL
Diakses dari http
https://drive.google.com/file/d/0B_zrsCXLykV9RzdsVWV0S1JoRnM/view
pada 10 Desember 2015.
Kemenkes, K. K. R. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual
2011, Jakarta, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyaklit dan Penyehatan
Lingkungan.
85
Kinsey, A. C., Pomeroy, W. B. & Martin, C. E. 1948. Sexual Behavior in The Human
Male, Philadelphia, W. B. Saunders.
L‟ENGLE, K. L., Brown, J. D. & Kenneavy, K. 2005. The Mass Media are an
Important Context for Adolescents Sexual Behavior. Journal of Adolescent
Health.
Lestari, I. A., Fibriana, A. I. & Prameswari, G. N. 2014. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa UNNES. Unnes
Journal of Public Health 3.
Lestary, H. & Sugiharti 2011. Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut Survey
Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal
Kesehatan Reproduksi, Vol. 1 No. 3, 136-144.
Looze, E. A. 2012. The Use of The Risky Sex Scale Among Adolecents Receiving
Treatment Services for Substance Use Problem: Factor Structure and Predictive
Validity. Journal of Adolocent Health, 10 (4), 413-417.
Mangando, E. N. S., Lampus, B. S., Siagian, I. E. T., Kandou, G. D., Pandelaki, A. J. &
Kaunang, W. P. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja
Dengan Tindakan Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI Di SMK Negeri 2
Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, II No. 1.
Maryatun 2008. Kajian Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja.
Merita, E. N., Hidayat, T. & Yuliadi, I. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan
Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak dengan Perilaku
Seks Bebas pada Remaja Siswa Siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.
86
Musthofa, S. B. & Winarti, P. 2010. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah
Mahasiswa di Pekalongan Tahun 2009-2010. Jurnal Kesehatan Reproduksi,
Vol. 1 No. 1.
N, A., SM, A., H, I., R, S. & N, N. A. R. 2014. Sexual Activity among Malaysian
School-Going adolescents: What Are the Risk and Protective Factors? Asia
Pacific Journal Public Health.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rineka Cipta.
Nurhidayah, S., Prestana, N. D. I. & Bayani, I. 2012. Pengasuhan, Peer Group, Self
Efficacy dan Perilaku Seks pada Remaja di Kota Bekasi. Jurnal Soul, Vol. 5 No
2.
Nursal, D. G. A. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual
Murid SMU Negeri di Kota Padang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Pratiwi, N. L. & Basuki, H. 2011. Hubungan Karakteristik Remaja Terkait Perilaku
Seks Tidak Aman di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 14
No. 4.
Puspita, S. P. M., Iksan, M. & Rahma 2012. Pengetahun, Sikap, Peran Orang Tua,
Perilaku Seks Remaja Siswa SMK Negeri 4 Jeneponto.
Rasmiani, E., Irmayani & Mallo, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Seksual Remaja Kelas II di SMA Negeri 8 Mandai - Maros. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 5 Nomor 1 Tahun 2014.
Rice, F. P. 2005. The Adolescent Development, Relationship, and Culture, USA, Allyn
and Bacon.
87
Rompas, S., Karundeng, M. & Mamonto, S. F. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan
terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular
Seksual di SMK Fajar Bolaang Mongondow Timur. Manado: Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Sabon, S. S. 2003. Determinan Perilaku Berisiko HIV/AIDS di kalangan remaja tidak
kawin usia 15-24 tahun : Sebuah analisis data sekunder hasil Survey Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2002-2003. Strata 2, Universitas
Indonesia.
Samino 2012. Analisis Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandarlampung 2011. Jurnal
Dunia Kesmas, Volume 1. Nomor 4.
Santrock 2005. Adolecent, New York, The McGraw Hill. Co. Inc.
Sarwono, S. W. 2005. Psikologi Remaja, Jakarta, PT. Raja Grafindo.
Sekarrini, L. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja
di SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2011. Strata 1, Universitas
Indonesia.
Solehyanti, D. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Seksual Remaja SMK Negeri 8 Semarang Tahun 2008.
Stanhope, M. & Lancaster, J. 2004. Community and Public Health Nursing, St. Louis,
Mosby-Year Book, Inc.
Subekti, Y. Y. 2015. Pengaruh Jenis Kelamin, Pajanan Media, Peran Teman Sebaya,
Pengetahuan Penyakit Menular Seksual, Kedekatan Keluarga terhadap Perilaku
Berisiko Penyakit Menular Seksual pada Anak Jalanan. Universitas Sebelas
Maret.
88
Surono, A. 1997. Remaja dan Hubungan Seks Pranikah. Artikel Lepas Intisari. Maret
2007 ed.
Voeten, H. A. C. M., EGESAH, O. B. & HABBEMA, J. D. F. 2004. Sexual Behavior is
More Risky in Rural Than in Urban Areas Among Young Women in Nyanza
Province, Kenya. Sexually Trasnmitted Diseases Vol. 31, No. 8 481-487.
Widayatun, T. R. 2009. Ilmu Perilaku, Jakarta, CV Agung Seto.
Wijaya, E. C. 2015. Akses Informasi, Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, dan
Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja di Indonesia (Analisis Lanjut Data
SDKI 2012). Undergraduate, Universitas Jember.
Yuliantini, H. 2012. Tingkat Pengetahuan HIV/AIDS dan Sikap Remaja terhadap
Perilaku Seksual Pranikah di SMA "X" di Jakarta Timur. Universitas Indonesia.
89
LAMPIRAN 1
HASIL ANALISIS DATA
8.1 Analisis Univariat
Frequencies
Statistics
Berpegangan
tangan ciuman
Meraba/
merangsang
Sexual
intercourse
N Valid 9160 9160 9160 9160
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
Berpegangan tangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 606 6.6 6.6 6.6
Ya 8554 93.4 93.4 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Berciuman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 3787 41.3 41.3 41.3
Ya 5373 58.7 58.7 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Meraba/merangsang
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 5660 61.8 61.8 61.8
1 3500 38.2 38.2 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Sexual Itercourse
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 7804 85.2 85.2 85.2
5 1356 14.8 14.8 100.0
Total 9160 100.0 100.0
90
Frequency Table
Perilaku Seksual Remaja Pria
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Berisiko
IMS 1356 14.8 14.8 14.8
Tidak 7804 85.2 85.2 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Umur
Frequen
cy Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Remaja
Akhir 4938 53.9 53.9 53.9
Remaja Awal 4222 46.1 46.1 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Tempat Tinggal
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulati
ve
Percent
Valid Rural 3972 43.4 43.4 43.4
Urban 5188 56.6 56.6 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Tingkat Pendidikan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tinggi 5964 65.1 65.4 65.4
Rendah 3150 34.4 34.6 100.0
Total 9114 99.5 100.0
Missing System 46 .5
Total 9160 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 6253 68.3 68.3 68.3
Baik 2907 31.7 31.7 100.0
Total 9160 100.0 100.0
91
Sikap
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Negatif 5209 56.9 56.9 56.9
Positif 3951 43.1 43.1 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Peran Sekolah sebagai penyedia Info Kespro
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak
Berperan 4787 52.3 52.3 52.3
Berperan 4373 47.7 47.7 100.0
Total 9160 100.0 100.0
Pengaruh Teman Sebaya
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada Pengaruh 2525 27.6 27.6 27.6
Tidak ada Pengaruh 6635 72.4 72.4 100.0
Total 9160 100.0 100.0
92
8.2 Analisis Bivariat
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umur * Perilaku
Seksual 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Tempat Tinggal *
Perilaku Seksual 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Pendidikan * Perilaku
Seksual 9114 99.5% 46 .5% 9160 100.0%
Pengaruh Teman
Sebaya * Perilaku
Seksual
9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Peran Sekolah *
Perilaku Seksual 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Pengetahuan * Perilaku
Seksual 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Sikap * Perilaku
Seksual 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0%
Crosstab
Prisek_Kat
Total
Risiko
IMS Tidak
Penget_Kat Kurang Count 694 5559 6253
% within
Penget_Kat 11.1% 88.9% 100.0%
Baik Count 662 2245 2907
% within
Penget_Kat 22.8% 77.2% 100.0%
Total Count 1356 7804 9160
% within
Penget_Kat 14.8% 85.2% 100.0%
93
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.144E2a 1 .000
Continuity Correctionb 213.506 1 .000
Likelihood Ratio 202.754 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 214.407 1 .000
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 430.34.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Penget_Kat (Kurang /
Baik)
.423 .377 .476
For cohort Prisek_Kat =
Risiko IMS .487 .442 .537
For cohort Prisek_Kat =
Tidak 1.151 1.127 1.176
N of Valid Cases 9160
94
Sikap_kat * Prisek_Kat
Crosstab
Prisek_Kat
Total
Risiko
IMS Tidak
Sikap_kat Negatif Count 1250 3959 5209
% within
Sikap_kat 24.0% 76.0% 100.0%
Positif Count 106 3845 3951
% within
Sikap_kat 2.7% 97.3% 100.0%
Total Count 1356 7804 9160
% within
Sikap_kat 14.8% 85.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.093E2a 1 .000
Continuity Correctionb 807.616 1 .000
Likelihood Ratio 964.318 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 809.217 1 .000
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 584.89.
b. Computed only for a 2x2 table
95
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Sikap_kat (Negatif /
Positif)
11.453 9.347 14.033
For cohort Prisek_Kat =
Risiko IMS 8.945 7.368 10.859
For cohort Prisek_Kat =
Tidak .781 .768 .794
N of Valid Cases 9160
Peran Sekolah * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Total
Berisiko
IMS Tidak
Peran Sekolah Tidak
Berperan
Count 670 4117 4787
% within Peran Sekolah 14.0% 86.0% 100.0%
Berperan Count 686 3687 4373
% within Peran Sekolah 15.7% 84.3% 100.0%
Total Count 1356 7804 9160
% within Peran Sekolah 14.8% 85.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.181a 1 .023
Continuity Correctionb 5.048 1 .025
Likelihood Ratio 5.176 1 .023
Fisher's Exact Test .023 .012
Linear-by-Linear
Association 5.180 1 .023
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 647.36.
b. Computed only for a 2x2 table
96
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Peran
Sekolah (Tidak
Berperan / Berperan)
.875 .779 .982
For cohort Perilaku
Seksual = Berisiko IMS .892 .809 .984
For cohort Perilaku
Seksual = Tidak 1.020 1.003 1.038
N of Valid Cases 9160
Pengaruh Teman Sebaya * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Total
Berisiko
IMS Tidak
Pengaruh
Teman
Sebaya
Ada Pengaruh Count 935 1590 2525
% within
Pengaruh Teman
Sebaya
37.0% 63.0% 100.0%
Tidak ada
Pengaruh
Count 421 6214 6635
% within
Pengaruh Teman
Sebaya
6.3% 93.7% 100.0%
Total Count 1356 7804 9160
% within
Pengaruh Teman
Sebaya
14.8% 85.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.365E3a 1 .000
Continuity Correctionb 1.363E3 1 .000
Likelihood Ratio 1.216E3 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 1.365E3 1 .000
N of Valid Casesb 9160
97
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 373.79.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Pengaruh Teman
Sebaya (Ada Pengaruh /
Tidak ada Pengaruh)
8.680 7.640 9.860
For cohort Perilaku
Seksual = Berisiko IMS 5.836 5.252 6.485
For cohort Perilaku
Seksual = Tidak .672 .652 .693
N of Valid Cases 9160
Pendidikan * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Total
Berisiko
IMS Tidak
Pendidikan Tinggi Count 915 5049 5964
% within
Pendidikan 15.3% 84.7% 100.0%
Rendah Count 434 2716 3150
% within
Pendidikan 13.8% 86.2% 100.0%
Total Count 1349 7765 9114
% within
Pendidikan 14.8% 85.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.000a 1 .046
Continuity Correctionb 3.877 1 .049
Likelihood Ratio 4.038 1 .044
Fisher's Exact Test .047 .024
Linear-by-Linear
Association 3.999 1 .046
N of Valid Casesb 9114
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 466.24.
98
Crosstab
Perilaku Seksual
Total
Berisiko
IMS Tidak
Pendidikan Tinggi Count 915 5049 5964
% within
Pendidikan 15.3% 84.7% 100.0%
Rendah Count 434 2716 3150
% within
Pendidikan 13.8% 86.2% 100.0%
Total Count 1349 7765 9114
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Pendidikan (Tinggi /
Rendah)
1.134 1.002 1.283
For cohort Perilaku
Seksual = Berisiko IMS 1.114 1.002 1.238
For cohort Perilaku
Seksual = Tidak .982 .965 .999
N of Valid Cases 9114
Tempat Tinggal * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Total
Berisiko
IMS Tidak
Tempat Tinggal Rural Count 584 3388 3972
% within Tempat
Tinggal 14.7% 85.3% 100.0%
Urban Count 772 4416 5188
% within Tempat
Tinggal 14.9% 85.1% 100.0%
Total Count 1356 7804 9160
% within Tempat
Tinggal 14.8% 85.2% 100.0%
99
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .056a 1 .813
Continuity Correctionb .043 1 .836
Likelihood Ratio .056 1 .812
Fisher's Exact Test .835 .418
Linear-by-Linear
Association .056 1 .813
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 587.99.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Tempat
Tinggal (Rural / Urban) .986 .878 1.108
For cohort Perilaku
Seksual = Berisiko IMS .988 .895 1.091
For cohort Perilaku
Seksual = Tidak 1.002 .985 1.019
N of Valid Cases 9160
umur * Perilaku Seksual
Crosstab
Perilaku Seksual
Total
Berisiko
IMS Tidak
umur Remaja
Akhir
Count 1040 3898 4938
% within
umur 21.1% 78.9% 100.0%
Remaja Awal Count 316 3906 4222
% within
umur 7.5% 92.5% 100.0%
Total Count 1356 7804 9160
% within
umur 14.8% 85.2% 100.0%
100
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.326E2a 1 .000
Continuity Correctionb 331.559 1 .000
Likelihood Ratio 351.396 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 332.598 1 .000
N of Valid Casesb 9160
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 625.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for umur
(Remaja Akhir /
Remaja Awal)
3.298 2.886 3.769
For cohort Perilaku
Seksual = Berisiko IMS 2.814 2.498 3.170
For cohort Perilaku
Seksual = Tidak .853 .839 .868
N of Valid Cases 9160
SDKI12-RP
Rahasia
1. PROVINSI
2. KABUPATEN/KOTA *)
3. KECAMATAN
4. DESA/KELURAHAN *)
5. DAERAH **) PERKOTAAN - 1 PERDESAAN - 2
6. NOMOR BLOK SENSUS
7. NOMOR KODE SAMPEL SDKI12
8. NOMOR URUT RUMAH TANGGA SAMPEL
9. NAMA KEPALA RUMAH TANGGA
10. NAMA RESPONDEN
11. NOMOR URUT RESPONDEN
KUNJUNGAN AKHIR
TANGGAL WAWANCARA
PEWA-NAMA PEWAWANCARA WANCARA
HASIL KUNJUNGAN ***)
KUNJ. BERIKUT TGL
JUMLAH
JAM KUNJUNGAN
***) PILIH SALAH SATU DAN ISIKAN KODE HASIL KUNJUNGAN
1 SELESAI 4 DITOLAK
2 RESP. TIDAK ADA DI RUMAH 5 SELESAI SEBAGIAN 7 LAINNYA
3 DITANGGUHKAN 6 RESPONDEN TDK/KURANG MAMPU MENJAWAB (TULISKAN)
NAMA
TANGGAL
*) Coret yang tidak sesuai
**) Lingkari salah satu
EDITOR LAPANGAN PENGAWAS EDITOR BPS PONSER
0
B
HASIL KUNJUNGAN
12TAHUN
SURVEI DEMOGRAFI DAN KESEHATAN INDONESIA 2012DAFTAR PERTANYAAN REMAJA PRIA
3
I. PENGENALAN TEMPAT KODE
2
II. KUNJUNGAN PETUGAS
1
TANGGAL
BULAN
2
RP- 1
… 1 … 2 SELESAI
BAGIAN 1
Tanda tangan pewawancara: Tanggal:
PERSETUJUAN ORANG TUA/WALI
(DIBACAKAN KEPADA ORANG TUA/WALI RESPONDEN PRIA YANG BERUMUR 15-24 TAHUN)
ORANG TUA/WALI
RESPONDEN
SETUJU
ORANG TUA/WALI
RESPONDEN
TIDAK SETUJU
Pada survei ini, Kami akan mewawancarai pria belum kawin usia 15-24 tahun secara perorangan. Kami akan menanyakan mengenai
pengetahuan, pendapat dan perilaku mereka dalam kesehatan reproduksi. Informasi ini akan membantu pemerintah dalam perencanaan
program-program pelayanan kesehatan yang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan remaja.
Kami sangat mengharapkan izin Bapak/Ibu untuk memperkenankan putra Bapak/Ibu berperan serta dalam survei ini. Wawancara biasanya
berlangsung selama kurang lebih 25 menit. Informasi apapun yang diberikan oleh putra Bapak/Ibu tidak akan diberitahukan kepada orang
lain.
Apakah saya diperbolehkan meminta (NAMA ANAK) untuk diwawancarai secara pribadi? Jika Bapak/Ibu memutuskan untuk melarang putra
Bapak/Ibu untuk diwawancarai, kami akan menghormati keputusan Bapak/Ibu. Sekarang bagaimana keputusan Bapak/Ibu?
RP- 3
Apakah ada yang ingin Saudara tanyakan mengenai survei ini? (JAWAB DENGAN JELAS DAN SINGKAT)
Apakah saya boleh mewawancarai Saudara sekarang?
RESPONDEN SETUJU DIWAWANCARAI . . . . . 1 RESPONDEN TIDAK SETUJU DIWAWANCARAI . . . 2 SELESAI
BAGIAN 1
Tanda tangan pewawancara: Tanggal:
Selamat (pagi, siang, sore, ...). Nama saya .............. Saya adalah petugas dari Badan Pusat Statistik yang sedang melaksanakan survei
dengan cakupan nasional mengenai pria belum kawin usia 15 sampai 24 tahun. Saya ingin bertanya mengenai pengetahuan, pendapat dan
perilaku kesehatan Saudara.
Keterangan ini akan membantu pemerintah untuk merencanakan pelayanan kesehatan, khusus untuk memenuhi kebutuhan orang
muda/remaja. Kami akan sangat menghargai kesertaan Saudara dalam survei ini. Wawancara akan berlangsung sekitar 25 menit.
Keterangan apapun yang Saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain.
Partisipasi Saudara dalam survei ini bersifat sukarela dan Saudara dapat memilih untuk tidak menjawab beberapa atau semua pertanyaan.
Namun, kami berharap Saudara tidak akan menolak untuk diwawancarai karena pandangan dan jawaban Saudara sangat diperlukan.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
RP- 4
101 CATAT WAKTU
JAM . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
MENIT . . . . . . . . . . . . . . . . .
102 Pada bulan apa dan tahun berapa Saudara dilahirkan?
BULAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .
TIDAK TAHU BULAN . . . . . . . . . . . .
TAHUN . . . . . . . . .
TIDAK TAHU TAHUN . . . . . . . . . . . . 9998
103 Berapakah umur Saudara sekarang?
UMUR DALAM TAHUN . . . . .
104 Apakah Saudara pernah/sedang sekolah? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 110
105 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . 1
SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . 2
SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIVERSITAS . . . . . . . . . 5
106
KELAS/TINGKAT . . . . . . . . . . . .
TAHUN PERTAMA = 0 TAMAT = 7
TIDAK TAHU/TT = 8
107 Apakah Saudara masih sekolah? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 109
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
108 Mengapa Saudara tidak bersekolah lagi? SUDAH SELESAI/MERASA CUKUP . . . 01
MENGURUS ART LAIN . . . . . . . . . . . 02
DIBUTUHKAN MEMBANTU
USAHA KELUARGA . . . . . . . . . . . 03
TIDAK ADA BIAYA . . . . . . . . . . . . . . . 04
PERLU CARI UANG . . . . . . . . . . . . . . . 05
TIDAK SUKA SEKOLAH (LAGI) . . . . . 06
TIDAK LULUS UJIAN . . . . . . . . . . . . . 07
SEKOLAH JAUH (TAK TERJANGKAU) 08
LAINNYA 96
(TULISKAN)
PERTANYAAN DAN SARINGAN
98
Apakah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah/sedang
Saudara duduki: sekolah dasar, sekolah menengah pertama,
sekolah menengah atas, akademi atau universitas?
BAGIAN 1. LATAR BELAKANG RESPONDEN
TERUS KEKODENO.
BANDINGKAN DAN PERBAIKI 102 DAN ATAU 103 JIKA TIDAK
SESUAI. JIKA UMUR KURANG DARI 15 TAHUN ATAU LEBIH
DARI 24 TAHUN WAWANCARA SELESAI. PERBAIKI DAFTAR
SDKI12-RT BLOK III KOLOM (7).
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI KODE JAWABAN YANG PALING UTAMA.
Apakah kelas/tingkat tertinggi yang Saudara selesaikan pada
jenjang tersebut?
RP- 5
PERTANYAAN DAN SARINGAN TERUS KEKODENO.
109 LIHAT 105:
KODE '1' DILINGKARI KODE '2', '3', '4' ATAU '5'
DILINGKARI 112
110 TIDAK DAPAT MEMBACA
SAMA SEKALI . . . . . . . . . . . . . . . 1
BISA MEMBACA SEBAGIAN
KALIMAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
BISA MEMBACA SELURUH
Dapatkah Saudara membaca sebagian kalimat ini? KALIMAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
BUTA/GANGGUAN PENGLIHATAN . . . 4
111 LIHAT 110:
KODE '2' ATAU '3' KODE '1' ATAU '4'
DILINGKARI DILINGKARI 114
112 PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1
JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 114
113
YA TIDAK
- Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2
- Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang narkoba? NARKOBA . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS . . . . . . . . . 1 2
- Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2
114 PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1
JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 116
115
YA TIDAK
- Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2
- Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang narkoba? NARKOBA . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS . . . . . . . . . 1 2
- Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2
Sekarang saya mohon Saudara untuk membacakan kalimat ini.
TUNJUKKAN SALAH SATU KARTU. JIKA RESPONDEN TIDAK
DAPAT MEMBACA KALIMAT SECARA LENGKAP, TANYAKAN:
Apakah Saudara membaca surat kabar atau majalah paling
sedikit sekali seminggu, jarang atau tidak pernah?
Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah membaca artikel
di surat kabar/majalah:
Apakah Saudara mendengarkan radio paling sedikit sekali
seminggu, jarang, atau tidak pernah?
Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah mendengar
radio yang menyiarkan:
RP- 6
PERTANYAAN DAN SARINGAN TERUS KEKODENO.
116 PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1
JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 118
117
YA TIDAK
- Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2
- Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang narkoba? NARKOBA . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS . . . . . . . . . 1 2
- Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2
118 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 121
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
119 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 121
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
120 Dalam 12 bulan terakhir apakah Saudara pernah bekerja? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 201
121 Apakah jenis pekerjaan utama Saudara?
PROFESIONAL, TEKNISI . . . . . . . . . . . . 01
KEPEMIMPINAN DAN
KETATALAKSANAAN . . . . . . . . . . . . 02
PEJABAT PELAKSANA
DAN TATA USAHA . . . . . . . . . . . . . . 03
TENAGA USAHA PENJUALAN . . . . . 04
TENAGA USAHA JASA . . . . . . . . . . . . 05
TENAGA USAHA PERTANIAN . . . . . 06
TENAGA PRODUKSI . . . . . . . . . . . . . . 07
LAINNYA 96
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
121A PEKERJA KELUARGA . . . . . . . . . . . 1
BURUH/KARYAWAN . . . . . . . . . . . . . 2
BERUSAHA/MEMPUNYAI USAHA . . . 3
122 SEPANJANG TAHUN . . . . . . . . . . . . . 1
MUSIMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
SESEKALI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
123 UANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
UANG DAN BARANG . . . . . . . . . . . . . 2
BARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
TIDAK DIBAYAR . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
Selama tujuh hari yang lalu, apakah Saudara melakukan
kegiatan bekerja paling sedikit satu jam terus menerus?
(TULIS SELENGKAP MUNGKIN, JANGAN MELINGKARI KODE
JAWABAN DAN JANGAN MENGISI KOTAK).
(DIISI BPS)
(TULISKAN)
Apakah Saudara bekerja untuk anggota keluarga, orang lain atau
mempunyai usaha sendiri?
Apakah Saudara dibayar dengan uang atau barang atau tidak
dibayar sama sekali untuk pekerjaan tersebut?
Apakah Saudara menonton televisi paling sedikit sekali
seminggu, jarang, atau tidak pernah?
Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah menonton
televisi yang menyiarkan/menayangkan:
Apakah Saudara bekerja sepanjang tahun, musiman, atau
sesekali saja?
Meskipun Saudara tidak bekerja dalam tujuh hari yang lalu,
apakah Saudara mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara
tidak bekerja karena cuti, sakit, bepergian, atau alasan lain?
RP- 7
201 BADAN MULAI BEROTOT . . . . . . . . . A
SUARA MENJADI BESAR . . . . . . . . . B
TUMBUH RAMBUT DI WAJAH,
SEKITAR ALAT KELAMIN, KETIAK,
DADA, KAKI ATAU LENGAN . . . . . C
Ada lagi? GAIRAH SEKS MENINGKAT . . . . . . . D
MIMPI BASAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
TULANG JAKUN MENONJOL . . . . . . . F
PUTING SUSU MENGERAS . . . . . . . G
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
202 TUMBUH RAMBUT DI SEKITAR ALAT
KELAMIN ATAU KETIAK . . . . . . . A
PAYUDARA MEMBESAR . . . . . . . . . B
PINGGUL MEMBESAR . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? GAIRAH SEKS MENINGKAT . . . . . . . D
MULAI HAID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
203 LIHAT 201 DAN 202
TIDAK ADA KODE 'Z' KEDUANYA
YANG DILINGKARI ATAU BERKODE 'Z' 205
SALAH SATU KODE 'Z' DILINGKARI
204 TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? SAUDARA KANDUNG . . . . . . . . . . . . D
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . G
PEMUKA AGAMA . . . . . . . . . . . . . . . . H
TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I
RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . J
BUKU/MAJALAH/SURAT KABAR . . . K
INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK ADA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
205 BELUM PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . 00 208
UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .
Kalau seorang anak laki-laki mulai menjadi remaja, biasa disebut
akil baliq atau puber, ia mengalami perubahan pada tubuh.
Dapatkah Saudara menyebutkan perubahan-perubahan itu?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
BAGIAN 2. PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN MENGENAI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA
Dari mana Saudara mendapat informasi mengenai perubahan
pada tubuh dari anak-anak ke remaja?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE
Kalau seorang anak perempuan mulai menjadi remaja, ia juga
mengalami perubahan pada tubuh. Dapatkah Saudara
menyebutkan perubahan-perubahan itu?
Berapa umur Saudara ketika pertama kali mengalami mimpi
basah?
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
Sekarang saya akan bertanya mengenai perubahan dari anak-anak ke remaja, sistem reproduksi dan hal-hal yang terkait.
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
TERUS KE
RP- 8
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
206 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 208
207 Siapa yang berbicara tentang mimpi basah dengan Saudara? TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? SAUDARA KANDUNG . . . . . . . . . . . . . . D
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . G
PEMUKA AGAMA . . . . . . . . . . . . . . . . H
LAINNYA X
(TULISKAN)
208 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 210
209 MENJELANG HAID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
SELAMA HAID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
SEGERA SETELAH HAID
BERAKHIR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
DI TENGAH ANTARA DUA HAID . . . . . 4
LAINNYA 6
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
210 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
211 TIDAK BERHUBUNGAN SEKS . . . . . . . A
MENGGUNAKAN METODE
JIKA 'TAHU': Bagaimana caranya? KONTRASEPSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? PANTANG BERKALA . . . . . . . . . . . . . . C
SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D
MINUM JAMU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
Apakah hari-hari tersebut menjelang haid, selama haid, segera
setelah haid berakhir, atau di tengah antara dua haid?
Sebelum Saudara mengalami mimpi basah pertama kali, apakah
ada seseorang yang berbicara dengan Saudara tentang mimpi
basah?
Apakah seorang wanita dapat hamil hanya dengan sekali
melakukan hubungan seksual?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
Pada wanita yang sudah haid umumnya, apakah ada masa
subur?
Masa subur yang dimaksud di sini ialah antara hari pertama haid
dan hari pertama haid berikutnya, dimana ada hari-hari tertentu
seorang wanita mempunyai kesempatan lebih besar dari hari-hari
lain untuk hamil apabila berhubungan seks.
Apakah Saudara tahu bagaimana cara menghindari kehamilan?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
RP- 9
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
01. Sterilisasi Wanita/Tubektomi/MOW YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Wanita dapat dioperasi agar tidak mempunyai anak lagi.
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
02. Sterilisasi Pria/Vasektomi/MOP YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Pria dapat dioperasi agar tidak mempunyai anak lagi.TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
03. IUD/AKDR/Spiral YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
04. Suntikan/Injeksi YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
05. Susuk KB/Implan
YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
06. Pil YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Wanita dapat minum pil setiap hari untuk mencegah kehamilan. TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
07. Kondom/Karet KB YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
08. Intravag/Diafragma YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
09.
YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Wanita menyusui bayi dengan kondisi : umur bayi kurang
dari 6 bulan, bayi hanya diberi ASI saja, dan ibu belum haid TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
kembali.
10. Pantang Berkala/Kalender YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
11. Sanggama Terputus YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
12. Kontrasepsi Darurat/Emergency YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
13. Cara-cara Lain YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
(TULISKAN)
(TULISKAN)
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
212
Apakah Saudara pernah mendegar cara atau alat lain yang
dapat dipakai oleh wanita atau pria untuk mencegah
kehamilan atau kelahiran?
Pasangan sengaja tidak berhubungan seksual pada hari-hari
tertentu pada waktu wanita berkemungkinan besar untuk
menjadi hamil.
Pria dapat mengeluarkan air maninya di luar vagina ketika
berhubungan seksual.
Wanita dapat mencegah kehamilan dengan minum pil khusus
dalam tiga hari setelah berhubungan seks. Biasanya cara ini
dipakai hanya dalam situasi terpaksa (darurat).
Sekarang saya ingin menanyakan tentang keluarga berencana. Ada berbagai macam alat atau cara yang dapat digunakan pasangan untuk
menunda atau mencegah kehamilan.
Wanita bisa disuntik oleh dokter atau bidan untuk mencegah
kehamilan selama satu bulan atau lebih.
Wanita bisa dipasangi spiral dalam rahimnya oleh dokter atau
bidan.
Metode Menyusui Alami/Metode Amenorrhea Laktasi
(MAL)
Wanita bisa meletakkan tisu atau diafragma dalam vagina
sebelum berhubungan seksual.
Pria dapat memakai sarung dari karet pada alat kelaminnya
selama berhubungan seksual.
Apakah Saudara pernah mendengar (metode)?
Wanita dapat diberi dua batang susuk di bawah kulit lengan
atas untuk mencegah terjadinya kehamilan selama satu tahun
atau lebih.
RP- 10
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
213 LIHAT 212:
ADA KODE '1' TIDAK ADA KODE '1'
YANG DILINGKARI YANG DILINGKARI 217
214 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 216
215 YA TIDAK
- Penyuluhan: Kegiatan yang menjelaskan kesehatan PENYULUHAN . . . . . . . . . 1 2
reproduksi dan metode KB?
- Konseling: Konsultasi penggunaan alat/cara KB? KONSELING . . . . . . . . . 1 2
- Penyediaan: Penyediaan/pemasangan dan pelayanan
alat/ cara KB? PENYEDIAAN . . . . . . . . . 1 2
216
TIDAK
TAHU
- Kondom dapat digunakan untuk mencegah kehamilan. CEGAH HAMIL . . . . . 1 8
- Kondom dapat mencegah penularan HIV/AIDS dan CEGAH HIV/AIDS
infeksi menular seksual lainnya. DAN IMS . . . . . 1 8
- Kondom dapat dipakai ulang. PAKAI ULANG . . . . . 1 8
217
YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 301
218 Menurut Saudara apakah anemia tersebut? HAEMOGLOBIN (Hb) RENDAH . . . . . A
KURANG ZAT BESI . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? KEKURANGAN SEL DARAH MERAH . . C
KURANG DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . D
KURANG VITAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . E
TEKANAN DARAH RENDAH . . . . . . . F
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
219 KURANG MAKAN DAGING, AYAM,
IKAN, HATI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
KURANG MAKAN SAYUR-SAYURAN
Ada lagi? DAN BUAH-BUAHAN . . . . . . . . . . . . B
PERDARAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
SEDANG MENDAPAT HAID . . . . . . . . . D
KURANG MAKAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
PENYAKIT MENULAR . . . . . . . . . . . . . . F
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
220 Dapatkan anemia diobati? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 301
221 Bagaimana cara mengobati penderita anemia? MINUM PIL TAMBAH DARAH . . . . . . . A
MINUM PIL ZAT BESI . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? BANYAK MAKAN DAGING, AYAM,
IKAN, HATI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
BANYAK MAKAN SAYUR-SAYURAN
DAN BUAH-BUAHAN YANG
MENGANDUNG ZAT BESI . . . . . . . D
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
TIDAK
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
Apakah Saudara pernah mendengar anemia?
Sekarang saya ingin membicarakan tentang suatu penyakit
yang disebut anemia.
Sekarang saya akan membacakan beberapa pernyataan
mengenai pendapat Saudara tentang penggunaan kondom.
Apakah Saudara setuju atau tidak setuju dengan pernyataan ini:
SE- SE-
2
2
Menurut pendapat Saudara, pelayanan KB apa yang perlu
tersedia bagi remaja yang belum menikah?
Apakah Saudara akan memakai suatu cara KB untuk
menunda kehamilan, suatu ketika nanti?
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
Menurut Saudara mengapa seseorang dapat menderita anemia?
Sekarang saya akan menanyakan tentang masa yang akan
datang, terutama dalam hal pemakaian alat/cara KB.
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
TUJU TUJU
2
RP- 11
301 Pada umur berapa Saudara merencanakan untuk menikah?
UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .
TIDAK AKAN KAWIN . . . . . . . . . . . . . . 95
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
302 Menurut pendapat Saudara, pada umur berapa seorang
perempuan sebaiknya menikah? UMUR DALAM TAHUN . . . . .
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
303 Menurut pendapat Saudara, pada umur berapa seorang
laki-laki sebaiknya menikah? UMUR DALAM TAHUN . . . . .
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
304 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 306
305 Pemeriksaan apa? BADAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? AIR SENI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
306 SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
ORANG TUA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
KELUARGA LAINNYA . . . . . . . . . . . . . . 3
BERSAMA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
307
JUMLAH ANAK . . . . . . . . . . . .
LAINNYA 96 309
(TULISKAN)
308
JUMLAH
LAINNYA
(TULISKAN)
309 ISTRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
SUAMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
BERDUA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
310
UMUR DALAM TAHUN . . . . .
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
999996
Setelah Saudara menikah nanti, berapakah jumlah anak yang
Saudara inginkan selama hidup?
Menurut pendapat Saudara, siapa yang seharusnya menentukan
banyaknya anak suatu pasangan suami-istri: istri, suami, atau
berdua ?
Menurut Saudara pada umur berapa sebaiknya seorang wanita
mempunyai anak pertama kali?
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
PEREM-
PUAN
APA
SAJA
LAKI-
LAKI
'APA SAJA' ADALAH JUMLAH ANAK YANG DIINGINKAN
TANPA PREFERENSI JENIS KELAMIN TERTENTU.
Menurut Saudara apakah pasangan yang akan menikah perlu
memeriksakan kesehatannya?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
Sekarang saya akan menanyakan pendapat Saudara mengenai perkawinan dan anak.
Siapakah yang akan menentukan pasangan Saudara ketika
Saudara menikah nantinya: Saudara sendiri, orang tua Saudara,
keluarga lainnya, atau bersama?
Dari jumlah tersebut, berapa anak laki-laki, berapa anak
perempuan dan berapa anak yang diharapkan tanpa
memperhatikan jenis kelamin?
BAGIAN 3. PERKAWINAN DAN ANAK
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
RP- 12
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
311
UMUR DALAM TAHUN . . . . .
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
312
BULAN . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TAHUN . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . .
313 MELAHIRKAN DAN DIRAWAT
SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
MELAHIRKAN DAN DIASUH
ORANG LAIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
MENGGUGURKAN . . . . . . . . . . . . . . . . 3
TERSERAH KEPADA WANITA ITU . . . 4
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
314
TIDAK
SETUJU TAHU
- Kehamilannya membahayakan kesehatan? KESEHATAN . . . . . . 1 8
- Kehamilannya mengancam jiwa? JIWA . . . . . . . . . . . . 1 8
- Janin cacat tubuh? JANIN CACAT . . . . . 1 8
- Hamil akibat pemerkosaan? DIPERKOSA . . . . . 1 8
- Wanita belum menikah? BELUM NIKAH . . . . . 1 8
- Pasangan suami-istri tak mampu merawat anak? TIDAK MAMPU . . . 1 8
- Masih sekolah? MASIH SEKOLAH . . 1 82
TIDAK
SETUJU
2
2
2
2
2
998
Menurut Saudara apakah seorang wanita berhak menggugurkan
kandungannya karena:
Menurut Saudara pada umur berapa sebaiknya seorang laki-laki
mempunyai anak pertama kali?
2
Menurut Saudara berapa sebaiknya jarak antara dua kelahiran?
Jika seorang wanita hamil, tetapi ia tidak menginginkan
kandungannya, menurut Saudara apa yang seharusnya ia
lakukan: melahirkan dan merawat sendiri bayinya, melahirkan
dan memberikan bayinya kepada orang lain untuk diasuh,
menggugurkan kandungannya, atau terserah kepada wanita itu?
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan seorang wanita
mungkin mempertimbangkan untuk menggugurkan
kandungannya.
RP- 13
401 Saya ingin tahu dengan siapa Saudara membicarakan atau
menanyakan hal-hal mengenai kesehatan reproduksi.
Apakah Saudara pernah membicarakan hal-hal itu dengan: YA TIDAK
- Teman? TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Ibu? IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Bapak? BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Saudara kandung? SAUDARA KANDUNG . . . 1 2
- Keluarga? KELUARGA . . . . . . . . . . . . 1 2
- Guru? GURU . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Petugas kesehatan? PETUGAS KESEHATAN . . 1 2
- Pemuka agama? PEMUKA AGAMA . . . . . . . 1 2
402
TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
SAUDARA KANDUNG . . . . . . . . . . . . D
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E
Siapa lagi? GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . G
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. PEMUKA AGAMA . . . . . . . . . . . . . . . . H
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK ADA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
403 LIHAT 104:KODE '1' DILINGKARI KODE '2' DLINGKARI
404. 405.
A. Sistem reproduksi manusia. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV . . . . . . . . . . . . . . 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
B. Cara mengatur kelahiran. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV . . . . . . . . . . . . . . 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
C. HIV/AIDS. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV . . . . . . . . . . . . . . 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
D. Infeksi Menular Seksual lainnya YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV . . . . . . . . . . . . . . 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . 3
AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . 4
DIPLOMA IV/UNIV . . . . . . . . . . . . . . 5
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8406
E. NAPZA (Narkotika, Alkohol,
Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya)
Apakah Saudara pernah diberi
pelajaran di sekolah tentang
(TOPIK)?
Apakah jenjang sekolah Saudara ketika
pertama kali diberi pelajaran di sekolah
tentang (TOPIK)?
TOPIK
Kalau Saudara ingin tahu lebih jauh mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan reproduksi, pada siapa
Saudara akan bertanya?
406
BAGIAN 4. PERAN KELUARGA, SEKOLAH, MASYARAKAT DAN MEDIA
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
Sekarang saya ingin menanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan peran keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai sumber
informasi tentang kesehatan reproduksi yaitu hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas dan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS,
serta hal lain seperti penggunaan obat-obat terlarang dan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya).
RP- 14
406 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 408
407
KARANG TARUNA . . . . . . . . . . . . . . . . A
PERKUMPULAN AGAMA . . . . . . . . . B
Ada lagi? BINA KELUARGA REMAJA/BKR . . . C
PENYULUHAN DARI LSM . . . . . . . . . D
PENYULUHAN PEMERINTAH . . . . . E
LAINNYA (_______________________) X
TULISKAN
408 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 501
409 Apa nama wadah tersebut?
PIK-KRR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
PKRR/PIKER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
(TULISKAN) YOUTH CENTRE . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
LAINNYA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . X
TIDAK INGAT/TIDAK TAHU . . . . . . . . . Z
410 Apakah Saudara mengetahui di mana tempat tersebut? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 501
411 Apakah Saudara pernah mengunjungi tempat tersebut? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 501
412 Pelayanan apa saja yang sudah tersedia di tempat tersebut? INFORMASI KESPRO . . . . . . . . . . . . . . A
KONSELING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? PEMERIKSAAN KESEHATAN . . . . . . . C
PENGOBATAN IMS . . . . . . . . . . . . . . . . D
ALAT/CARA KB . . . . . . . . . . . . . . . . E
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
413 INFORMASI KESPRO . . . . . . . . . . . . . . A
KONSELING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
PEMERIKSAAN KESEHATAN . . . . . . . C
PENGOBATAN IMS . . . . . . . . . . . . . . . . D
Ada lagi? ALAT/CARA KB . . . . . . . . . . . . . . . . E
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
Selain yang sudah tersedia, pelayanan kesehatan reproduksi apa
saja yang Saudara inginkan tersedia di tempat tersebut?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
Apakah Saudara pernah mendengar tentang wadah/tempat bagi
remaja untuk memperoleh informasi dan konsultasi mengenai
kesehatan reproduksi remaja?
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN TERUS KEKODE
Apakah Saudara pernah menghadiri pertemuan masyarakat yang
membahas kesehatan reproduksi?
Apakah bentuk pertemuan masyarakat yang pernah Saudara
hadiri?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
RP- 15
501 Apakah Saudara pernah mencoba merokok? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 506
502 Umur berapa Saudara pertama kali merokok?
UMUR DALAM TAHUN . . . . .
TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
503 Umur berapa Saudara mulai merokok secara teratur?
UMUR DALAM TAHUN . . . . .
HANYA MENCOBA . . . . . . . . . . . . . . . . 94
TIDAK PERNAH TERATUR . . . . . . . 95
TIDAK INGAT/TIDAK TAHU . . . . . . . 98
504 Apakah saat ini Saudara merokok? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 506
505
BATANG ROKOK . . . . . . . . .
506 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 508
507 PIPA/CANGKLONG . . . . . . . . . . . . . . . . A
TEMBAKAU KUNYAH . . . . . . . . . . . . . . B
TEMBAKAU HIRUP . . . . . . . . . . . . . . C
LINGKARI SEMUA YANG DISEBUTKAN
LAINNYA X
(TULISKAN)
508 Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
lain untuk merokok? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
509 Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
lain untuk tidak merokok? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
510 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 514
511
UMUR DALAM TAHUN . . . . .
TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
512
JUMLAH HARI . . . . . . . . . . . . . .
JIKA SETIAP HARI : CATAT ‘90’. TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
Sekarang saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan
mengenai minuman beralkohol seperti arak, tuak, bir, dsb.
Apakah Saudara pernah minum minuman beralkohol?
Dalam tiga bulan terakhir, berapa hari Saudara minum minuman
beralkohol?
Dalam 24 jam terakhir, berapa batang rokok yang Saudara
hisap?
BAGIAN 5. ROKOK, MINUMAN BERALKOHOL DAN OBAT-OBATAN TERLARANG
NO. TERUS KEKODEPERTANYAAN DAN SARINGAN
Sekarang saya akan menanyakan beberapa hal mengenai merokok, minum minuman beralkohol, dan pemakaian obat-obatan
terlarang. Seperti telah saya katakan, Saudara dapat menolak untuk menjawab beberapa atau semua pertanyaan. Meskipun
demikian, saya harap Saudara akan terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini karena pendapat Saudara sangat
penting. Informasi yang Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk studi ilmiah.
JIKA TIDAK MEROKOK, CATAT '00'
Umur berapa Saudara pertama kali minum minuman beralkohol?
Bagaimana cara Saudara mengkonsumsi tembakau?
Apakah Saudara saat ini mengkonsumsi tembakau dengan cara
lain?
RP- 16
NO. TERUS KEKODEPERTANYAAN DAN SARINGAN
513 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
514 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
515 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
516
YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
517 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 525
518 Bagaimana cara Saudara memakainya ? DIHISAP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
DIHIRUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
Ada lagi? DISUNTIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
DIMINUM/DITELAN . . . . . . . . . . . . . . . . D
LAINNYA X
519 LIHAT 518:
KODE 'A', 'B', 'D' ATAU 'E' KODE 'C'
DILINGKARI DILINGKARI 525
520 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 525
521
UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .
TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
522 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 524
523 Sesering apakah Saudara nyuntik obat-obatan tersebut? SETIAP HARI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 01
BEBERAPA HARI DALAM SEMINGGU 02
SETIAP MINGGU . . . . . . . . . . . . . . . . 03
KURANG DARI SEKALI SEMINGGU . . 04
SETIAP BULAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05
KURANG DARI SEKALI SEBULAN . . 06
LAINNYA 96
(TULISKAN)
524 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
525 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
526 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Apakah Saudara sendiri pernah mencoba mengkonsumsi obat-
obatan seperti itu?
(TULISKAN)
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang
lain untuk tidak minum minuman beralkohol?
Apakah Saudara pernah mabuk karena minum minuman
beralkohol?
Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang
lain untuk tidak menggunakan obat-obatan terlarang?
Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang
lain untuk minum minuman beralkohol?
Apakah Saudara pernah menggunakan alat suntik yang sama
secara bergantian?
Apakah Saudara nyuntik obat-obatan tersebut dalam 12 bulan
terakhir?
Apakah Saudara pernah nyuntik obat-obatan yang bisa berakibat
teler, flai, hai, on ?
Ada obat-obatan, seperti ganja, putau, shabu-shabu, dsb, yang
bisa dikonsumsi untuk bersenang-senang, atau ngehai, ngeflai,
ngeboat , berfantasi.
Apakah Saudara mengetahui seseorang yang mengkonsumsi
obat-obatan seperti itu?
Umur berapa Saudara pertama kali nyuntik obat-obatan
tersebut?
Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang
lain untuk menggunakan obat-obatan terlarang?
RP- 17
601 Sekarang saya ingin membicarakan hal lain. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 616
601A Dari mana Saudara mengetahui tentang HIV/AIDS? RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
SURAT KABAR/MAJALAH . . . . . . . . . C
Ada sumber lain? SELEBARAN/POSTER . . . . . . . . . . . . D
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . E
PERKUMPULAN KEAGAMAAN . . . . . F
SEKOLAH/GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
PERTEMUAN MASYARAKAT . . . . . . . H
TEMAN/KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . I
TEMPAT KERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . J
INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . K
LAINNYA X
(TULISKAN)
602 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
603 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
604 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
605 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
606 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
606A YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
607 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
608 YA TIDAK TT
- Selama hamil? SELAMA HAMIL . . . . . 1 2 8
- Saat melahirkan? SAAT MELAHIRKAN . . 1 2 8
- Selama menyusui? SELAMA MENYUSUI . .,1 2 8
609 DENGAN MENGENALI FISIK . . . . . . . A
DENGAN MENGENALI PERILAKU
Ada cara lain? ORANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
DENGAN TES DARAH . . . . . . . . . . . . . . C
LAINNYA X
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
Apakah virus penyebab AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu
ke anaknya:
Bagaimana cara mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS?
JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP
KODE JAWABAN YANG SESUAI.
BAGIAN 6. HIV/AIDS
Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS karena diguna-guna
atau didukuni atau disantet?
Bisakah seseorang mengurangi kemungkinan tertular virus
HIV/AIDS dengan cara memakai kondom setiap melakukan
hubungan seks?
Bisakah seseorang mengurangi kemungkinan tertular virus
HIV/AIDS dengan membatasi hubungan seks hanya dengan
seorang yang tidak mempunyai pasangan lain?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
Apakah mungkin seseorang yang penampilannya tampak sehat
ternyata ia telah tertular virus HIV/AIDS?
TERUS KENO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE
Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS dengan cara makan
sepiring dengan orang yang sudah terkena virus HIV/AIDS?
Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS karena menggunakan
jarum suntik yang sama secara bergantian?
Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS melalui gigitan
nyamuk?
Apakah Saudara pernah mendengar tentang suatu penyakit yang
disebut AIDS?
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
RP- 18
TERUS KENO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE
610 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 612
610A YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 612
611 PEMERINTAH:
RUMAH SAKIT . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
PUSKESMAS/PUSTU . . . . . . . . . . . . B
KLINIK UMUM . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
KLINIK KHUSUS VCT . . . . . . . . . . . . D
LAINNYA E
(TULISKAN)
SWASTA:
RUMAH SAKIT . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
KLINIK UMUM . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
KLINIK KHUSUS VCT . . . . . . . . . . . . H
DOKTER PRAKTEK . . . . . . . . . . . . I
BIDAN/PERAWAT . . . . . . . . . . . . . . J
LAINNYA K
(TULISKAN)
LAINNYA X
(TULISKAN)
612 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
613 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 8
614 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 8
615 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 8
616 LIHAT 601:
KODE '1' DILINGKARI KODE '2' DILINGKARI YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Selain AIDS, apakah TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 701
Saudara pernah
mendengar infeksi lain
yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual?
Ada lagi?
JIKA TIDAK DAPAT MENENTUKAN APAKAH RUMAH SAKIT
ATAU KLINIK DIKELOLA OLEH PEMERINTAH ATAU SWASTA,
TULISKAN NAMANYA.
(NAMA TEMPAT)
JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP
KODE JAWABAN YANG SESUAI.
Apakah Saudara pernah
mendengar infeksi yang dapat
ditularkan melalui hubungan
seksual ?
Jika salah satu anggota keluarga Saudara menderita AIDS,
apakah Saudara bersedia merawatnya di rumah Saudara?
Apakah Saudara akan membeli sayuran segar dari petani atau
penjual yang Saudara ketahui terinfeksi HIV/AIDS?
Jika seorang guru wanita diketahui tertular virus HIV/AIDS tapi
tidak kelihatan sakit, menurut pendapat Saudara apakah ia
sebaiknya diperbolehkan tetap mengajar di sekolah?
Jika salah satu anggota keluarga tertular virus HIV/AIDS, apakah
Saudara akan merahasiakannya?
Apakah Saudara tahu tentang adanya tes HIV/AIDS secara
sukarela yang didahului dengan konseling yang dikenal dengan
VCT yaitu Voluntary Counseling and Testing ?
Apakah Saudara mengetahui dimana memperoleh pelayanan VCT?
Dimana?
RP- 19
TERUS KENO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE
617 Infeksi apa yang Saudara ketahui? SIPHILIS/RAJA SINGA . . . . . . . . . . . . . . A
GONORRHEA/KENCING NANAH . . . . . B
Ada lagi? KONDILOMA AKUMINATA . . . . . . . . . C
CHANROID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . D
CLAMYDIA/KLAMIDIA . . . . . . . . . . . . . . E
KANDIDIASIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
HERPES GENITAL . . . . . . . . . . . . . . . . G
LAINNYA X
618 RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
SURAT KABAR/MAJALAH . . . . . . . . . C
Ada lagi? SELEBARAN/POSTER . . . . . . . . . . . . D
PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . E
PERKUMPULAN KEAGAMAAN . . . . . F
SEKOLAH/GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
PERTEMUAN MASYARAKAT . . . . . . . H
TEMAN/KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . I
TEMPAT KERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . J
INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . K
LAINNYA X
619 NYERI PERUT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
NANAH KELUAR DARI ALAT
KELAMIN (KENCING NANAH) . . . . . B
CAIRAN BAU KELUAR DARI
ALAT KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? RASA NYERI/PANAS PADA
SALURAN KENCING . . . . . . . . . . . . D
KEMERAHAN / RADANG PADA
ALAT KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . E
BENGKAK PADA ALAT KELAMIN . . . F
LUKA / BISUL PADA ALAT
KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
KUTIL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . H
GATAL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . I
KENCING DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . J
BERAT BADAN TURUN . . . . . . . . . . . . K
IMPOTEN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L
LAINNYA X
TIDAK BERGEJALA / TAMPAK . . . . . Y
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP
KODE GEJALA YANG DISEBUT.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
(TULISKAN)
Jika seorang laki-laki tertular infeksi menular seksual (IMS),
apakah gejala-gejalanya?
(TULISKAN)
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT.
(TULISKAN)
Dari manakah Saudara memperoleh informasi tentang infeksi
menular seksual (IMS)?
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
RP- 20
TERUS KENO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE
620 NYERI PERUT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
KEPUTIHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
KEPUTIHAN YANG BERBAU . . . . . . . C
RASA NYERI/PANAS PADA
Ada lagi? SALURAN KENCING . . . . . . . . . . . . D
KEMERAHAN / RADANG PADA
ALAT KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . E
BENGKAK PADA ALAT KELAMIN . . . F
LUKA / BISUL PADA ALAT
KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . G
KUTIL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . H
GATAL PADA ALAT KELAMIN . . . . . I
KENCING DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . J
BERAT BADAN TURUN . . . . . . . . . . . . K
SULIT HAMIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L
LAINNYA X
TIDAK BERGEJALA / TAMPAK . . . . . . Y
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP
KODE GEJALA YANG DISEBUT.
(TULISKAN)
Jika seorang perempuan tertular infeksi menular seksual (IMS),
apakah gejala-gejalanya?
RP- 21
701 Apakah Saudara sekarang mempunyai pacar? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 703
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
702 Apakah Saudara pernah punya pacar? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 705
703 Berapa umur Saudara ketika pertama kali punya pacar?
UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
704 Dalam berpacaran, pada saat berduaan dengan pasangan
(pacar yang sekarang ataupun yang sebelumnya), untuk
mengungkapkan rasa kasih sayang atau sekedar mencoba
ataupun ingin tahu, apakah Saudara pernah: YA TIDAK
- Berpegangan tangan atau jemari? PEGANG TANGAN . . . . . . . 1 2
- Berciuman bibir? CIUM BIBIR . . . . . . . . . . . . . . 1 2
- Meraba (diraba)/merangsang (dirangsang) bagian tubuh lain MERANGSANG . . . . . . . . . 1 2
yang sensitif seperti sekitar alat kelamin, payudara, paha dll?
705 Apakah Saudara pernah melakukan hubungan seksual? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 715
706 TERJADI BEGITU SAJA . . . . . . . . . . . . 01
PENASARAN/INGIN TAHU . . . . . . . . . 02
DIPAKSA OLEH PASANGAN . . . . . . . 03
MEMERLUKAN UANG UNTUK
HIDUP/SEKOLAH . . . . . . . . . . . . . . . . 04
INGIN MENIKAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05
IKUTAN TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 06
LAINNYA 96
(TULISKAN)
TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
707 DI RUMAH SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . 01
DI RUMAH PASANGAN . . . . . . . . . . . . 02
HOTEL/MOTEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . 03
TEMPAT KOST . . . . . . . . . . . . . . . . . . 04
TEMPAT PELACURAN . . . . . . . . . . . . . . 05
JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. KENDARAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 06
LAINNYA 96
(TULISKAN)
TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
708
UMUR DALAM TAHUN . . . . . . .
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
BAGIAN 7. PACARAN DAN PERILAKU SEKSUAL
Sekarang saya akan menanyakan beberapa pertanyaan berhubungan dengan seksualitas. Kita Ingin mengetahui apakah orang muda seusia
Saudara aktif secara seksual. Informasi yang Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk studi ilmiah.
JIKA RESPONDEN MERASA TIDAK NYAMAN DENGAN PERTANYAAN INI, KATAKAN BAHWA PERTANYAAN
INI MEMANG SENSITIF TAPI SANGAT PENTING UNTUK MENDAPATKAN INFORMASI YANG AKURAT.
YAKINKAN SEKALI LAGI BAHWA KERAHASIAAN INFORMASI INI TERJAMIN.
JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN.
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE
Apa alasan utama Saudara melakukan hubungan seksual untuk
pertama kalinya?
TERUS KE
Umur berapa Saudara ketika pertama kali melakukan hubungan
seksual?
Di mana Saudara melakukan hubungan seksual untuk pertama
kalinya?
RP- 22
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
709 TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 01
PACAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 02
KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 03
IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 04
PELACUR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05
JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. LAINNYA 96
(TULISKAN)
710 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU/TIDAK INGAT . . . . . . . . . 8 712
711 KONDOM . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
PIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
DIAFRAGMA/INTRAVAG . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)
712
HARI LALU . . . . . . . . . . . . . . 1
MINGGU LALU . . . . . . . . . . . . 2
BULAN LALU . . . . . . . . . . . . 3
TAHUN LALU . . . . . . . . . . . . 4
713 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU/TIDAK INGAT . . . . . . . . . 8 715
714 KONDOM . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
PIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
DIAFRAGMA/INTRAVAG . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D
PANTANG BERKALA/KALENDER . . . E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN . LAINNYA X
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN)
715 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 717
716 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
717
YA TDK TT
- Setuju bila seorang pria mempunyai banyak pasangan/pacar LAKI-LAKI
pada waktu bersamaan BANYAK PACAR . . . . . 1 8
- Setuju bila seorang wanita mempunyai banyak pasangan/ PEREMPUAN
pacar pada waktu bersamaan BANYAK PACAR . . . . . 1 8
Pada waktu pertama kali melakukan hubungan seksual tersebut,
apakah Saudara atau pasangan memakai pencegah
kehamilan/alat/cara KB untuk mencegah kehamilan?
Kapan Saudara melakukan hubungan seksual terakhir kali?
Pencegah kehamilan/alat/cara KB apa yang Saudara atau
pasangan Saudara pakai?
Saat terakhir kali Saudara melakukan hubungan seksual, apakah
Saudara atau pasangan memakai pencegah kehamilan/alat
kontrasepsi/alat KB untuk mencegah kehamilan?
Karena Saudara mempunyai teman yang sudah melakukan
hubungan seksual, apakah Saudara merasakan semacam
dorongan atau pengaruh untuk melakukan hubungan seksual?
Apakah Saudara setuju atau tidak setuju dengan pernyataan
berikut:
Dengan siapa Saudara melakukan hubungan seksual yang
pertama kali?
Apakah Saudara mempunyai teman yang sudah melakukan
hubungan seksual sebelum menikah?
Pencegah kehamilan/alat kontrasepsi/alat KB apa yang Saudara
atau pasangan Saudara pakai?
2
2
RP- 23
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
718 SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TERGANTUNG . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
719 SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TERGANTUNG . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
720 TIDAK
SETUJU SETUJU
- Kedua belah pihak sama-sama senang melakukan hubungan. SUKA-SAMA SUKA . . . 1 2
- Keduanya saling mencintai. SALING CINTA . . . . . . . 1 2
- Keduanya merencanakan untuk menikah. AKAN MENIKAH . . . . . . . 1 2
- Wanita sudah dewasa dan sadar terhadap akibat-akibat
yang akan timbul. WANITA DEWASA . . . . . 1 2
- Ingin menunjukkan rasa cinta. TUNJUKKAN CINTA . . . 1 2
721 SANGAT SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . 1
SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
722 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
723 LIHAT 705:
'TIDAK'/ 'YA'
'TIDAK TAHU'
724 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TERGANTUNG . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
725 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
726 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
727 LIHAT 705:
KODE '1' DILINGKARI KODE '2' ATAU '8' DILINGKARI
728
YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 734
729 Berapa kali terjadi kehamilan yang tidak diinginkan tersebut? SEKALI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
BEBERAPA KALI . . . . . . . . . . . . . . . . 2
725
734
Apakah Saudara sangat setuju, setuju, atau tidak setuju dengan
pendapat bahwa mempertahankan keperawanan sebelum
menikah penting bagi wanita?
Apakah Saudara setuju seseorang melakukan hubungan seksual
sebelum menikah, jika:
Apakah Saudara setuju jika seorang pria melakukan hubungan
seksual sebelum menikah?
Apakah Saudara pernah menganjurkan teman/orang lain untuk
melakukan hubungan seksual sebelum menikah?
Menurut pendapat Saudara apakah laki-laki pada umumnya
masih menganggap penting keperawanan bagi wanita?
Adakalanya seorang wanita hamil pada waktu sebenarnya ia
tidak ingin hamil.
Apakah Saudara setuju jika seorang wanita melakukan hubungan
seksual sebelum menikah?
Jika Saudara belum pernah melakukan hubungan seksual,
apakah Saudara sudah punya niat ingin melakukannya?
Apakah Saudara pernah punya pasangan yang hamil tetapi
sebenarnya Saudara tidak menginginkan kehamilan tersebut?
Apakah Saudara pernah mengingatkan teman/orang lain untuk
tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah?
RP- 24
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
730 LIHAT 729:
KODE '1' KODE '2'
DILINGKARI DILINGKARI MENERUSKAN KEHAMILAN . . . . . . . 1
BERUSAHA MENGGUGURKAN
KANDUNGAN TETAPI GAGAL . . . 2
MENGGUGURKAN KANDUNGAN . . . 3 732
KEGUGURAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
LAINNYA 6
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 734
731 Apa yang Saudara lakukan dengan bayi tersebut? DIASUH SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
DIASUH ORANG LAIN . . . . . . . . . . . . . . 2
LAINNYA 6
(TULISKAN)
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
732 LIHAT 730:
KODE '2' ATAU '3' KODE '1'
DILINGKARI DILINGKARI 734
733 DOKTER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A
BIDAN/PERAWAT . . . . . . . . . . . . . . . . B
DUKUN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C
Ada lagi? APOTEKER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . D
TEMAN/KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . E
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN . SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z
734 YA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
735 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
736 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
737 LIHAT 705:
KODE '1' KODE '2' DAN '3'
DILINGKARI DILINGKARI
738 LIHAT 616:
KODE '1' KODE '2'
DILINGKARI DILINGKARI
Ketika kehamilan yang
tidak diinginkan tersebut
terjadi, apa yang
Saudara lakukan
terhadap kehamilan yang
terakhir?
Siapa yang membantu Saudara menggugurkan kandungan atau
berusaha menggugurkan kandungan tersebut?
Ketika kehamilan yang tidak
diinginkan tersebut terjadi,
apa yang Saudara lakukan
terhadap kehamilan itu?
(TULISKAN)
Apakah Saudara pernah mengingatkan teman/orang lain untuk
tidak menggugurkan kandungannya?
Apakah Saudara pernah menganjurkan teman/orang lain untuk
menggugurkan kandungannya?
Tahukah Saudara ada seseorang remaja belum menikah yang
Saudara kenal secara pribadi, yang berusaha mencoba
menggugurkan kandungannya atau yang telah menggugurkan
kandungannya?
745
741
RP- 25
NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE
739 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
741 Kadangkala pria mempunyai luka/sakit atau bisul di daerah
alat kelaminnya. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Selama 12 bulan terakhir, apakah Saudara mempunyai luka/ TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
sakit atau bisul di daerah alat kelamin?
742 LIHAT 739,741:
PERNAH MENGALAMI INFEKSI TIDAK PERNAH MENGALAMI
(ADA KODE 'YA') INFEKSI ATAU TIDAK TAHU
743 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 745
744 DIOBATI SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . A
PUSKESMAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B
RUMAH SAKIT/KLINIK . . . . . . . . . . . . . . C
DOKTER PRAKTEK . . . . . . . . . . . . . . D
BIDAN PRAKTEK . . . . . . . . . . . . . . . . E
TOKO OBAT/APOTEK . . . . . . . . . . . . . . F
DUKUN / 'ORANG PINTAR' . . . . . . . . . G
TEMAN/SAUDARA . . . . . . . . . . . . . . . . H
JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN.
LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X
(TULISKAN)
745 CATAT WAKTU JAM . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
MENIT . . . . . . . . . . . . . . . . .
Beberapa waktu lalu Saudara pernah mengalami infeksi
(MASALAH DARI 739,740,741), apakah Saudara mencari
nasehat atau pengobatan?
Kemana Saudara pergi?
Ada lagi?
Sekarang saya akan menanyakan beberapa pertanyaan
mengenai kesehatan Saudara dalam 12 bulan terakhir. Selama
12 bulan terakhir, apakah Saudara pernah mendapat penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seksual?
745
RP- 26
NAMA PENGAWAS: TANGGAL:
CATATAN PEWAWANCARA
CATATAN PENGAWAS / EDITOR
RP- 27
top related