faktor-faktor yang berhubungan dengan insomnia …
Post on 27-Oct-2021
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSOMNIA PADA PASIEN HEMODIALISIS
Anggita Swastiara1, Lestari Sukmarini2
1. Program Studi Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
*Email: anggita.swastiara@gmail.com
Abstrak
Gangguan tidur khususnya insomnia banyak terjadi pada pasien hemodialisis. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab insomnia pada pasien hemodialisis, diantaranya faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada pasien hemodialisis. Penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang, dengan sampel 50 pasien hemodialisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa insomnia dialami oleh 54% responden dan ditemukan hubungan insomnia dengan umur (p=0,012), sesak napas (p=0,035), pruritus (p=0,002), sakit kepala (p=0,015), stress (p=0,000), jadwal hemodialisis (p=0,042), lama hemodialisis (p=0,012), dan quick of blood (p=0,011). Penelitian ini menyimpulkan bahwa insomnia berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Pengkajian masalah insomnia pada pasien hemodialisis harus dilakukan secara akurat agar dapat menjadi dasar untuk menyusun rencana asuhan keperawatan yang efektif bagi pasien hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.
Kata kunci: gagal ginjal kronik, hemodialisis, insomnia.
Abstract
Insomnia is the most common sleep disorder in hemodialysis patients. Various factors predicted to be the cause of insomnia, which are biological, psychological, and dialysis factors. The purpose of this study was to identify factors associated with insomnia on hemodialysis patients. This study used cross-sectional study design, with 50 hemodialysis patients. The result showed that insomnia was experienced by 54% respondents and there were relationship between insomnia and age (p=0.012), physical complaints included dyspnea (p=0.035), pruritus (p=0.002), headache (p=0.015), stress (p=0.000), hemodialysis schedule (p=0.042), dialysis vintage (p=0.012), and quick of blood (p=0.011). The study concluded that insomnia associated with biological, psychological, and dialysis factors. The assessment of insomnia should be done accurately in order to make an effective nursing care plan in hemodialysis patients who experience sleep disorder.
Keywords: chronic kidney disease, hemodialysis, insomnia.
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
2 Pendahuluan
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan dari
ginjal atau berkurangnya fungsi ginjal yang
ditandai dengan menurunnya nilai GFR
(Glomerular Filtration Rate) hingga ≤ 60
ml/min/1,73m2 dalam 3 bulan atau lebih (The
National Kidney Foundation Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative, 2002; Bomback &
Bakris, 2011; Greenberg & Cheung, 2005).
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, angka kejadian
penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia
mencapai 0,2% per 5 tahun. Pasien dengan
penyakit ginjal tahap akhir memiliki fungsi
ginjal yang sangat minim yaitu 10% dari fungsi
normal sehingga memerlukan transplantasi atau
terapi pengganti ginjal (dialisis) (Lewis,
Heitkemper, Dirksen, Bucher, & Mariann,
2011).
Hemodialisis merupakan terapi pengganti
fungsi ginjal untuk membuang zat-zat sisa
metabolisme tubuh (Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2009). Walaupun sering disebut terapi
pengganti fungsi ginjal dan membantu pasien
mempertahankan hidup, hemodialisis tidak
dapat menyembuhkan kerusakan ginjal dan
menggantikan tugas ginjal secara sempurna
misalnya dalam memproduksi beberapa hormon
penting bagi tubuh misalnya eritropoetin,
kalsitriol, dan renin.
Banyak efek samping yang dirasakan pasien
hemodialisis dari terapi hemodialisis antara lain
kejadian anemia, uremia, kram otot, muntah,
mual, pruritus, hipertensi, dan hipotensi
(Smeltzer et al., 2009). Salah satu efek samping
lain yang sering dialami adalah berbagai
macam gangguan tidur. Sampai saat ini angka
kejadian insomnia paling banyak terjadi pada
pasien hemodialisis yaitu 45%-69,1%
(Sabbatini et al., 2002; Al-Ameedy, 2013;
Merlino et al., 2006).
Insomnia adalah ketidakadekuatan waktu tidur
pada seseorang yang meliputi kesulitan untuk
tidur, mempertahankan tidur, terbangun pada
malam hari dan sulit tidur kembali yang terjadi
pada kurun waktu tiga malam dalam seminggu
selama satu bulan (Morin & Espie, 2003).
Insomnia dapat menyebabkan penyimpangan
dan fragmentasi pola tidur, ketidakadekuatan
kuantitas dan kualitas tidur restoratif, gangguan
aktivitas pada siang hari, keletihan, kelelahan,
dan mengantuk (Novak, Shapiro, Mendelssohn,
Mucsi, 2006), penurunan kesejahteraan hidup
stress (Al-Jahdali et al., 2010), depresi,
penurunan suasana hati yang tidak menentu
(mood swing), sehingga pasien enggan
melakukan interaksi sosial (Kutner, Zhang,
Huang, Bliwise, 2007; Siversten et al., 2006).
Terdapat beberapa faktor penyebab yang
berhubungan dengan kejadian insomnia pada
pasien hemodialisis antara lain lama
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
3 hemodialisis, jadwal hemodialisis, tingkat
parathyroid hormone (PTH) (Sabbatini et al.,
2002) , kadar trigliserida, tingkat adekuasi,
tingkat albumin, gender (Chang & Yang, 2011),
umur, restless leg syndrome, gaya hidup
(konsumsi kopi) (Al-Ameedy, 2013), faktor
psikologis (kecemasan), dan faktor biologis
(nutrisi, anemia, penyakit penyebab GGK)
(Rosdiana, 2011).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia sehingga gangguan tidur khususnya
insomnia menjadi salah satu hal yang sangat
diperhatikan dan membutuhkan penanganan
segera dalam dunia keperawatan. Jika
kebutuhan tidur tidak dapat terpenuhi secara
adekuat akan terjadi banyak dampak buruk bagi
kesehatan baik secara fisik dan psikologis.
Masalah ini dapat terselesaikan ketika diketahui
penyebab-penyebab terjadinya insomnia
sebagai bentuk data dalam pengkajian
keperawatan sehingga perawat dapat
melakukan asuhan keperawatan yang tepat dan
efektif bagi masalah gangguan tidur yang
dialami serta secara langsung dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh
karena itu, perlu diteliti apa saja faktor
penyebab kejadian insomnia pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
Rumah Sakit Islam Jakarta ?
Metode
Desain penelitian yang digunakan adalah
deskriptif korelasi menggunakan pendekatan
cross sectional. Pada studi cross sectional
pengumpulan data dilakukan pada satu titik
waktu atau selama satu kali periode
pengumpulan data (Swarjana, 2012). Penelitian
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen.
Variabel independen penelitian ini adalah umur,
keluhan fisik (pruritus, sakit kepala, sesak
napas), stress psikologis, jadwal hemodialisis,
lama hemodialisis, dan quick of blood.
Sedangkan variabel dependen pada penelitian
ini adalah insomnia. Pengambilan sampel
penelitian menggunakan metode stratified
random sampling kepada 50 responden yaitu
pasien hemodialisis yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi penelitian.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis
univariat dan analisis bivariate. Analisis
univariat bertujuan untuk menjelaskan dan
mengetahui frekuensi atau proporsi dari setiap
variabel yang akan diteliti. Analisis bivariat
berguna untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
Penetuan teknik uji statistik yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis data yang terdapat
pada variabel independen dan dependen serta
distribusi data yang normal atau tidak melalui
uji normalitas.
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
4
Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik
Karakteristik Insomnia
Ya Tidak n % n %
Jenis Kelamin a. Laki-Laki b. Perempuan
12 15
44,44 55,56
14 9
60,87 39,13
Total 27 100 23 100 Tingkat Pendidikan
a. PT b. SMA c. SMP d. SD
2
11 8 6
7,41 40,74 29,63 22,22
4 10 5 4
17,39 43,48 21,74 17,39
Total 27 100 23 100
Hasil
Karakteristik Individu
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak
52% responden berjenis kelamin laki-laki dan
48% berjenis kelamin perempuan. Reponden
yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak
20%, tingkat SMP sebanyak 26%, tingkat SMA
sebanyak 42%, dan tingkat Perguruan Tinggi
sebanyak 12%. Responden yang mengalami
insomnia sebanyak 27 orang (54%), sedangkan
sebanyak 23 orang (46%) tidak mengalami
insomnia.
Faktor Biologis, Faktor Psikologis, Faktor
Dialisis
Berdasarkan hasil analisis diperoleh umur
responden < 50 tahun sebanyak 46%
Sedangkan responden dengan umur > 50 tahun
yaitu 54%. Keluhan fisik yang dialami
responden selama satu bulan terakhir yaitu
berupa gatal-gatal atau pruritus sebanyak 50%,
keluhan sesak napas dialami oleh 42%,
sedangkan untuk keluhan fisik berupa sakit
kepala dialami 40%. Responden memiliki dua
jadwal hemodialisis yang berbeda yaitu pagi
sebanyak 54% sedangkan pada jadwal siang
hari terdapat 46%. Pada variabel lama
hemodialisis dikategorikan menjadi dua yaitu
lebih dari 3 tahun sebanyak 66% dan kurang
dari tiga tahun sebanyak 34%. Rata-rata tingkat
QB responden adalah 259,4 mL/menit (SD=
32,41; CI= 95%). Sedangkan rata-rata tingkat
stress responden adalah 16,62 (SD=5,43; CI=
95%).
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
5
Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Umur, Keluhan Fisik, Jadwal, dan Lama Hemodialisis
Variabel Frekuensi Persentase (%) Umur a. < 50 tahun b. > 50 tahun
23 27
46% 54%
Pruritus a. Ya b. Tidak
25 25
50% 50%
Sesak Napas a. Ya b. Tidak
21 29
42% 58%
Sakit Kepala a. Ya b. Tidak
20 30
40% 60%
Jadwal Hemodialisis: a. Pagi b. Siang
27 23
54% 46%
Lama Hemodialisis a. > 3 tahun b. < 3 tahun
33 17
66% 34%
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Quick of Blood dan Stress Psikologis
Variabel Mean ± SD Median Minimal-Maksimal 95% CI Quick of Blood 259,4 ± 32,41 250 210 - 330 250,18 – 268,61
Stress Psikologis 16,62 ± 5,43 18 6 - 27 15,07 – 18,16
Hubungan Faktor Biologis, Faktor
Psikologis, Faktor Dialisis dengan Insomnia
Diperoleh bahwa sebanyak 29,6% berumur <50
tahun yang mengalami insomnia dan sebanyak
70,4% berumur >50 tahun. Hasil uji statistik
menunjukan adanya hubungan antara umur
dengan kejadian insomnia (p=0,012; α=0,05).
Peluang responden dengan umur lebih dari 50
tahun untuk mengalami insomnia lebih besar
4,45 kali lebih besar (OR=4,45; CI 95%: 1,35-
14,65).
Hasil analisis diperoleh bahwa 70,37%
responden dengan keluhan pruritus mengalami
insomnia, sedangkan responden yang
mengalami insomnia tanpa ada keluhan pruritus
sebanyak 29,63%. Hasil uji statistik
menunjukan adanya hubungan antara pruritus
dengan kejadian insomnia pada responden
(p=0,002; α=0,05; OR=6,73; CI 95%: 1,94-
23,26).
Responden dengan keluhan sesak napas yang
mengalami insomnia sebanyak 55,56%,
sedangkan 44,44% yang tidak ada keluhan
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
6 sesak napas, mengalami insomnia. Hasil uji
statistik menunjukan adanya hubungan antara
sesak napas dengan kejadian insomnia pada
responden (p=0,035; α=0,05; OR=3,54; CI
95%: 1,07-11,78)
Hasil analisis diperoleh sebanyak 55,56%
responden dengan keluhan sakit kepala
mengalami insomnia, sedangkan responden
yang mengalami insomnia tanpa ada keluhan
sakit kepala sebanyak 44,44%. Hasil uji
statistik menunjukan ada hubungan antara sakit
kepala dengan kejadian insomnia pada
responden (p=0,015; α=0,05; OR=4,50; CI
95%: 1,07-11,78).
Melalui hasil analisis diperoleh bahwa
responden yang menjalani hemodialisis pada
jadwal pagi hari sebanyak 40,74% mengalami
insomnia, sedangkan yang tidak mengalami
insomnia sebanyak 69,57%. Responden yang
menjalani hemodialisis pada jadwal siang hari
sebanyak 59,26% mengalami insomnia,
sedangkan yang tidak mengalami insomnia
sebanyak 30,43%. Hasil uji statistik adanya
hubungan antara jadwal hemodialisa dengan
kejadian insomnia pada responden (p=0,042;
α=0,05; OR=3,32; CI 95%: 1,03-10,76).
Pada hasil analisis diperoleh sebanyak 18,51%)
yang telah menjalani hemodialisis kurang dari 3
tahun mengalami insomnia, sedangkan
responden yang telah menjalani hemodialisis
lebih dari 3 tahun sebanyak 81,48% mengalami
insomnia. Melalui hasil uji statistik didapatkan
bahwa ada hubungan antara lama hemodialisis
dengan kejadian insomnia pada responden (p =
0,012; α=0,05; OR=4,8; I 95%: 1,35-17,08).
Pada rata-rata tingkat QB sebesar 248,89
(SD=22,25; CI 95%), responden mengalami
insomnia sedangkan pada rata-rata tingkat QB
sebesar 271,74 (SD=38,22 CI 95%), responden
tidak mengalami insomnia. Melalui hasil uji
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan nilai rata-rata tingkat quick of blood
antara responden yang mengalami insomnia
dan tidak insomnia (p = 0,011; α=0,05).
Pada rata-rata tingkat stress psikologis sebesar
20,26 (SD=3,57; CI 95%), responden
mengalami insomnia, sedangkan pada rata-rata
tingkat stress psikologis sebesar 12,35
(SD=3,93; CI 95%), responden tidak
mengalami insomnia. Melalui hasil uji
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan nilai rata-rata tingkat stress
psikologis antara responden yang mengalami
insomnia dan tidak insomnia (p = 0,000;
α=0,05).
Pembahasan
Insomnia
Pada penelitian ini prevalensi insomnia
dilaporkan masih cukup tinggi yaitu 54%.
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
7 Tabel 4. Hasil Uji Statistik Chi Square
*nilai signifikan; α = 0,05
Tabel 5. Hasil Uji Statistik T Independen Insomnia dan Stress Psikologis
Variabel Mean ± SD SE n p value
Insomnia 0,000* a. Ya 20,26 ± 3,57 0,69 27
b. Tidak 12,35 ± 3,93 0,82 23
*nilai signifikan; α = 0,05
Tabel 6. Hasil Uji Statistik T Independen Insomnia dan Quick of Blood
Variabel Mean ± SD SE n p value Insomnia
0,011*
a. Ya 248,89 ± 22,25 4,28 27 b. Tidak 271,74 ± 38,22 7,97 23
*nilai signifikan; α = 0,05
Hal tersebut sejalan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya yang menyatakan
kejadian insomnia pada pasien hemodialisis
masih menjadi masalah tidur utama termasuk di
Indonesia seperti yang dilaporkan oleh
Rosdiana (2012), bahwa sebanyak 54,7%
pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis
mengalami insomnia.
Insomnia yang dikaji pada penelitian ini adalah
insomnia kronik yang gejalanya meliputi
Variabel Insomnia p value OR Ya Tidak
n % n % Umur
a. < 50 tahun b. > 50 tahun
8
19
29,6 70,4
15 8
65,2 34,8
0,012* 4,45 (1,35-14,65)
Pruritus a. Ya b. Tidak
19 8
70,37 29,63
6
17
26,09 73,91
0,002*
6,73
(1,94-23,36) Sesak Napas
a. Ya b. Tidak
15 12
55,56 44,44
6 17
26,09 73,91
0,035*
3,54 (1,07-11,78)
Sakit Kepala a. Ya b. Tidak
15 12
55,56 44,44
5
18
21,74 78,26
0,015* 4,50 (1,29-15,68)
Jadwal HD a. Pagi b. Siang
11 16
40,74 59,26
16 7
69,57 30,43
0,042* 3,32 (1,03-10,76)
Lama HD a. < 3 tahun b. > 3 tahun
5
22
18,51 81,48
12 11
52,17 47,83
0,012* 4,80
(1,35-17,08)
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
8 kesulitan untuk tidur, terbangun pada saat
malam atau dini hari, serta tidak merasa segar
setelah bangun tidur dan telah dialami lebih
dari satu bulan. Menurut Novak et al., (2006)
insomnia jenis ini sering terjadi pada pasien
yang menjalani hemodialisis akibat perubahan
biokimia dan metabolik, faktor gaya hidup,
depresi, stress, kecemasan, penyakit tidur
lainnya serta keadaan azotemia atau uremia.
Hubungan Umur dengan Kejadian Insomnia
Pada Pasien hemodialisis
Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa ada
hubungan antara umur dan kejadian insomnia
pada responden. Mayoritas responden yang
mengalami insomnia memiliki umur di atas 50
tahun yang masuk dalam kategori dewasa akhir
hingga lanjut usia. Hasil penelitian ini selaras
dengan penelitian oleh Al-Ameedy (2013),
didapatkan 89,4% pasien hemodialisis dengan
hemodialisis yang mengalami insomnia berusia
lebih dari 60 tahun.
Perubahan tidur pada populasi lansia sangat
berperan dalam keluhan insomnia pada pasien
uremia. Perubahan tersebut meliputi
pemanjangan tahap NREM 1 serta diikuti
dengan NREM 3 dan NREM 4 yang memendek
bahkan sangat jarang memasuki tahap tidur
REM (Miller, 2012). Pemanjangan tahap
NREM 1 membuat pasien sulit untuk
menginisiasi tidur dan mudah terbangun dengan
rangsangan minimal. Sedangkan pemendekan
NREM 3 dan 4 membuat kualitas serta
kuantitas tidur menurun pada pasien (Coon,
2006).
Hubungan Keluhan Fisik dengan Kejadian
Insomnia Pada Pasien hemodialisis
Keluhan fisik dalam penelitian ini terdiri dari
pruritus, sesak napas, dan sakit kepala pada
responden. Hasil analisis diketahui bahwa ada
hubungan antara pruritus dengan kejadian
insomnia pada responden. Hal ini sejalan
dengan penelitian oleh Einollahi (2014) yang
menyebutkan pasien hemodialisis yang
mengalami gatal-gatal pada kulit memiliki
kualitas tidur yang lebih buruk (p value<0,05).
Gatal-gatal yang dirasakan tanpa penyebab
yang jelas pada pasien hemodialisis biasanya
disebut pruritus uremik. Penyebab utama
pruritus uremik adalah keadaan uremia,
ketidakseimbangan elektrolit seperti
magnesium, abnormalitas metabolisme
kalsium-fosfor sehingga terjadi deposit di
dalam kulit, proliferasi sel mast kulit,
hipertiroidisme, kulit kering, ketidakadekuatan
dialisis dan anemia defisiensi zat besi (Kumar,
2015). Sebanyak 12% pasien hemodialisis
mengalami hiperparatiroidisme sekunder yang
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya
pruritus (Levin et al., 2006). Keadaan ini
menstimulasi sel mast untuk melepaskan
histamin dan menyebabkan mikropresipitasi
garam, kalsium, dan magnesium di kulit
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
9 (Roswati, 2013). Hal tersebut menjadi salah
satu pemicu rasa gatal pada kulit.
Hasil analisis selanjutnya diketahui bahwa ada
hubungan antara sakit kepala dengan kejadian
insomnia pada responden. Lebih dari setengah
jumlah responden yang mengalami insomnia
memiliki keluhan sakit kepala. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Yeung, Chung, dan
Wong (2009) yang melaporkan bahwa
sebanyak 56,1% responden di China mengalami
sakit kepada dan terdapat hubungan antara
insomnia dan sakit kepala dengan frekuensi
minimal sekali dalam seminggu.
Pada penelitian ini belum dikaji secara spesifik
mengenai jenis sakit kepala yang dialami
responden namun, sakit kepala yang dirasakan
responden mayoritas terjadi setelah menjalani
sesi hemodialisis. Goksan et al (2004)
melaporkan kejadian sakit kepala dialisis terjadi
pada 57,5%. Sakit kepala tersebut secara
patofisiologis belum diketahui namun, ada
beberapa faktor yang dapat memicu yaitu
perubahan tekanan darah, tingkat sodium dan
magnesium selama sesi hemodialisis, deprivasi
cafein, dan stress (Yusuf, 2014). Menurut
peneliti, sakit kepala dapat menyebabkan
insomnia. Rasa nyeri ini memberikan rasa tidak
nyaman dan menimbulkan kecemasan serta
kegelisahan pada pasien sehingga pasien sulit
untuk memulai tidur, mudah terbangun pada
saat malam hari karena rasa nyeri yang
dirasakan dan berakibat pada penurunan
kualitas tidur.
Hasil analisis selanjutnya diketahui bahwa ada
hubungan antara sesak napas dengan kejadian
insomnia pada responden. Sesak napas yang
terjadi pada responden terjadi karena asupan
cairan yang berlebihan sehingga antara
masukan dan keluaran cairan tidak seimbang.
Hubungan Stress Psikologis dengan
Kejadian Insomnia Pada Pasien hemodialisis
Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa ada
perbedaan rata-rata stress psikologis yang
signifikan antara yang mengalami insomnia dan
yang tidak mengalami insomnia pada
responden. Secara tidak langsung dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai stress
yang didapatkan semakin tinggi pula tingkat
atau keparahan insomnia. Penelitian Anees
(2008) memperkuat hasil penelitian ini, ia
melaporkan sebanyak 56,1% pasien
hemodialisis mengalami stress yang mengacu
pada depresi dan menyebabkan gangguan tidur
seperti insomnia dan EDS. Hal ini dipicu oleh
beberapa faktor yaitu status sosioekonomi,
perubahan fungsional tubuh akibat sakit,
perubahan status kepegawaian, perubahan
peran, status perkawinan, serta dinamika dalam
keluarga.
Rasa stress yang dialami oleh pasien dapat
merangsang saraf simpatis untuk mengeluarkan
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
10 katekolamin dan kortisol-steroid yang dapat
meningkatkan rasa gelisah, ketegangan otot,
frekuensi napas meningkat, serta hipertensi. Hal
ini juga menstimulasi Reticular Activating
System (RAS) yang mengatur siklus tidur
sehingga meningkatkan latensi tidur, dan
mengurangi efisiensi tidur yaitu peningkatan
frekuensi terbangun di malam hari (Pandi-
Perumal & Kramer, 2010). Hal tersebut dapat
menginduksi terjadinya insomnia pada pasien
hemodialisis.
Hubungan Jadwal Hemodialisis dengan
Kejadian Insomnia Pada Pasien hemodialisis
Pada penelitian ini diperoleh bahwa terdapat
hubungan antara jadwal hemodialisa dengan
kejadian insomnia pada responden. Kejadian
insomnia lebih banyak dialami oleh responden
yang menjalani hemodialisis dengan jadwal
siang hari dari pada yang memiliki jadwal pagi
hari. Hal ini sejalan dengan penelitian Eryavuz
et al (2008) di Turki dan Al-Jahdali et al
(2010) di Arab Saudi yang melaporkan kejadian
insomnia lebih banyak dialami oleh pasien
hemodialisis dengan jadwal siang. Sedangkan
penelitian Merlino et all (2006) di Itali
menyatakan hal berbeda yaitu pasien
hemodialisis dengan jadwal pagi hari lebih
berisiko 1,92 kali mengalami insomnia.
Menurut Merlino, hal ini terjadi karena
peningkatan perasaan stress psikologis dan
depresi akibat bangun terlalu pagi untuk
menjalani hemodialisis (Sabbatini et al., 2002;
Merlino et al., 2006).
Insomnia pada pasien hemodialisis dengan
jadwal siang hari juga terjadi karena
berubahnya irama sirkandian tidur (Al-Jahdali,
2010). Mayoritas pasien hemodialisis merasa
mengantuk dan tidur pada saat proses
hemodialisis berlangsung (Wang et al., 2013).
Terapi hemodialisis pada jadwal siang hari
berakhir menjelang malam sehingga waktu
tidur pada saat hemodialisis berlangsung dekat
dengan waktu tidur normal yaitu pada malam
hari. Hal rutin tersebut terjadi setiap 2 kali
dalam seminggu sehingga merubah jadwal
biologis dari tidur. Perubahan ini yang
menyebabkan responden pada malam hari
mengalami kesulitan untuk tertidur dan harus
bangun pada pagi hari untuk bekerja sehingga
kualitas dan waktu tidur sangat berkurang.
Hubungan Lama Hemodialisis dengan
Kejadian Insomnia Pada Pasien hemodialisis
Melalui hasil analisis lebih lanjut diketahui
adanya hubungan antara lama hemodialisis
dengan kejadian insomnia pada pasien
hemodialisis. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian Sabbatini et al (2002) yang
mengungkapkan sebanyak 75,4% responden
yang mengalami insomnia telah menjalani
hemodialisis lebih dari 13 bulan sehingga
disimpulkan terdapat kejadian insomnia yang
tinggi pada pasien yang telah lama menjalani
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
11 hemodialisis (p < 0,005). Keterbatasan
penelitian pada variabel ini adalah lama
hemodialisis belum dispesifikan menjadi satuan
bulandan hanya dapat dibulatkan dalam satuan
tahun karena keterbatasan data rekam medis di
rumah sakit sehingga tidak dapat divalidasi
ulang secara lebih rinci lamanya hemodialisis
yang telah dijalani oleh responden
Pasien yang telah menjalani terapi hemodialisis
lebih dari 12 bulan akan berkurang kemampuan
tubuhnya untuk beradaptasi dan waktu
pemulihan memanjang setelah sesi hemodialisis
sehingga dapat menyebabkan kerentanan
terhadap terjadinya komplikasi (Jaber, 2010).
Pada penelitian Sabbatini et al (2002) juga
dijelaskan bahwa kejadian insomnia tersebut
dikarenakan makin progresifnya gejala serta
penyakit yang mendasari terapi hemodialisis
dan akibat komplikasi yang timbul seperti
masalah kardiovaskuler dan neurologis yang
sering muncul pada pasien hemodialisis jangka
panjang. Terlebih jika terjadi penumpukan
ureum akibat ketidakadekuasian hemodialisa
sehingga lama kelamaan menimbulkan keadaan
uremia atau azotemia yang dapat menimbulkan
gejala-gejala fisik yang mengganggu pada
pasien sehingga menyebabkan terganggunya
tidur dan mengarah pada insomnia kronik.
Hubungan Quick of Blood dengan Kejadian
Insomnia Pada Pasien hemodialisis
Rekomendasai kecepatan aliran darah rata-rata
dalam durasi hemodialisis 4-5 jam adalah 250-
400 mL/ menit (NIDDK, 2009; Pernefri, 2003).
Pada penelitian ini didapatkan adanya
hubungan antara tingkat QB dengan kejadian
insomnia pada responden. NKF-KDOQI juga
tidak menganjurkan hemodialisis 2 kali
seminggu. Frekuensi ini hanya dilakukan untuk
sementara waktu dan pada pasien yang
memiliki berat badan yang ringan atau kurus.
Pada responden rata-rata QB pada pasien
hemodialisis yang mengalami insomnia adalah
248,89 mL/menit dan rata-rata tersebut di
bawah rekomendasi yang telah ditetapkan.
Durasi hemodialisis 5 jam setiap sesi dan
dilakukan 2 kali seminggu. Jumlah jam dalam
seminggu yang direkomendasikan di Indonesia
adalah 10-15 jam/minggu (Pernefri, 2011). Jika
dihitung, responden memiliki durasi 10
jam/minggu yang merupakan standar durasi
paling minimal pada terapi hemodialisis.
Walaupun hanya dilihat melalui tingkat quick of
blood dan durasi hemodialisis tanpa
menghitung rumus Kt/v atau URR karena
kurangnya data penunjang dari Rumah Sakit,
hal-hal tersebut dapat mengacu kepada
ketidakadekuasian dari terapi hemodialisis.
Pernyataan tersebut ini diperkuat oleh
penelitian Lambie et al (2003) yang
menyatakan adekuasi hemodialisis bergantung
kepada durasi waktu hemodialisis dan
kombinasi dari fungsi akses vaskuler yang
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
12 meliputi QB, minimum dan rata-rata arterial
line pressures, dan nilai minimum serta
maksimum venous line pressures.
Ketidakadekuasian HD dapat memicu
terjadinya masalah tidur. Ketidakadekuasian
HD tidak dapat mengkoreksi secara baik nilai
BUN dan kreatinin pasien sehingga lama
kelamaan akan menimbulkan keadaan
azotemia. Keadaan azotemia dapat
menimbulkan keluhan-keluhan fisik yang dapat
mengganggu tidur seperti uremik pruritus serta
sakit kepala dan jika tidak ditangani akan
berlanjut pada insomnia.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa insomnia
berhubungan dengan umur, keluhan fisik, stress
psikologis, lama hemodialisis, jadwal
hemodialisis, dan QB. Perawat harus lebih
kritis dan teliti dalam mengidentifikasi berbagai
masalah kesehatan yang dialami pasien
khususnya masalah tidur yang dapat berakibat
buruk bagi kesehatan baik dari segi fisik
maupun psikologis. Setelah mengidentifikasi
masalah, perawat juga perlu mengidentifikasi
faktor pencetus masalah tidur tersebut agar
dapat membuat rencana asuhan keperawatan
yang tepat. Perawat juga perlu mengembangkan
intervensi untuk pencegahan maupun untuk
mengatasi masalah insomnia seperti terapi
relaksasi dan sleep hygiene.
Referensi
Anees, M., Barki, H., Masood, M., Ibrahim, M.,
Muntaz, A. (2008). Depression in
hemodialysis patients. Pakistan
Journal of Medical Sciences, 24(4),
560-565.
Al-Ameedy, W. A. (2013). Insomnia in patients
with renal failure undergoing
hemodialysis. Medical Journal of
Babylon, 10(3), 600-612. Retrieved
from
www.medicaljb.com/articles/issue.asp
x?volx=10&isid=3
Al-Jahdali, H., Khogeer, H., Al-Qadhi, W.,
Baharoon, S., Tamin, H., Al-Hejaili,
F. …Al-Sayyari, A. (2010). Insomnia
in chronic renal patients on dialysis in
Saudi Arabia. Journal of Circadian
Rhythm, 8, 7. doi: 10.1186/1740-
3391-8-7
Bomback, A., & Bakris, G. (2011). Chronic
kidney disease and hypertension
essentials. London: Jones & Bartlett
Learning.
Chang, Shu-Yu & Yang, Te-Cheng. (2011).
Sleep quality and associated factors in
Hemodialysis patients. Acta
Nephrologica, 25(3), 97-104.
Retrieved from
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
13
www.tsn.org.tw/tsnFile/journal/catalo
g/D8CE4CA8D4F5FDEE
Coon, D. (2006). Phychology: A Modular
Approach to Mind and Behavior.
Belmont: Thomson Higher Education.
Einollahi, B., Motalebi, M., Rostami, Z.,
Nemati, E., Salesi, M. (2014) Sleep
quality among Iranian hemodialysis
patients: A multicenter study. Nephro-
Urology Monthly,7(1), e23849.
doi: 10.5812/numonthly.23849
Eryavuz, N., Yuksel, S., Acarturk, G., Uslan, I.,
Demir, S., Demir, M., Sezer, M. T.
(2008). Comparison of sleep quality
between hemodialysis and peritoneal
dialysis patients. International
Urology and Nephrology, 40(3), 785-
791. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
18427944
Goksan, B., Karaali-Savrun, F., Ertan, S., &
Savrun, M. (2004). Haemodialysis-
related headache. Cephalgia, 24(4),
284-287. doi: 10.1111/j.1468-
2982.2004.00668.x.
Greenberg, A., & Cheung, A. K. (2005). Primer
on kidney diseases. Philadephia:
Saunders Elsevier.
Jaber, B. L., Lee, Y., Collins, A. J., Hull, A. R.,
Kraus, M. A., McCarthy, J.,
…Finkelstein, F. O. (2010). Effect of
Daily Hemodialysis on Depressive
Symptoms and Postdialysis Recovery
Time: Interim Report From the
FREEDOM (Following
Rehabilitation, Economics and
Everyday-Dialysis Outcome
Measurements) Study. American
Journal of Kidney Diseases, 56(3),
531-539. doi:
10.1053/j.ajkd.2010.04.019
Kumar, R. A., Ushaskehar, Baksaran,
Appandraj. (2015). Prevalence of
uremic pruritus among chronic renal
failure patients who are on
hemodialysis-a case report.
International Journal of Advances in
Case Reports, 2(4), 232-234.
Retrieved from
www.mcmed.us/journal/ijacr.
Kutner, N. G., Zhang, R., Huang, Y., Bliwise,
D. L. (2007). Association of Sleep
Difficulty with Kidney Disease
Quality of Life Cognitive Function
Score Reported by Patients Who
Recently Started Dialysis. Clinical
Journal of the American Society of
Nephrology, 2(2), 284-289. doi:
10.2215/CJN.03000906
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
14 Lambie, S. H., Taal, M. W., Fluck, R. J.,
McIntyre, C. W. (2003). Analysis of
factors associated with variability in
haemodialysis adequacy. Nephrology
Dialysis Transplantation, 19(2), 406-
412
Lewis, S. M., Heitkemper, M. M., Dirksen, S.
R., Bucher, L., & Mariann, H. (2011).
Medical-surgical nursing: Assessment
and management of clinical Problems
(8th Ed). Missouri: Mosby Elsevier.
Merlino, G., Piani, A., Dolso, P., Adorati, M.,
Cancelli, I., Valente, M., & Gigli, G.
(2006). Sleep disorders in patients
with end stage renal disease
undergoing dialysis therapy. Nephrol
Dial Transplan, 21, 184-190. doi:
10.1093/ndt/gfi144
Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in
older adult (6th Ed). Philadelpia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Morin, C. M., & Espie, C. A. (2003). Insomnia:
A clinician’s guide to assessment and
treatment. Kluwer Academic: New
York.
National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases (NIDDK). (2006).
Treatment methods for kidney failure.
USA: Clearinghouse. Retrieved from
http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases
/pubs/hemodialysis/
NKF K/DOQI. (2002). Clinical practice
guidelines for chronic kidney disease:
Evaluation, Classification, and
Stratification. Retrieved from
http://www.kidneyorg/professionals/k
doqi/guidline_ckd/htm
Novak, M., Shapiro, C. M., Mendelssohn,
D., Mucsi, I. (2006). Diagnosis and
Management of Insomnia in Dialysis
Patients. Seminars in Dialysis,
19(1), 25–31. doi: 10.1111/j.1525-
139X.2006.00116.
Pandi-Perumal, S. R., & Kramer, M. (2010).
Sleep an Mental Illness. United States
of America: Cambridge University
Press.
Perkumpulan Nefrologi Indonesia (Pernefri).
(2011). 4th Report of Indonesian renal
registry. Retrieved from
www.pernefri-
inasn.org/Laporan/4thAnnualReport
Rosdiana, Ida. (2011). Analisis Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian
Insomnia Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisis
di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Tasikmalaya dan Garut (Tesis).
Retrieved from
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
15
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2028
1435-TIdaRosdiana/
Roswati, E. (2013). Pruritus pada pasien
hemodialisis. Cermin Dunia
Kedokteran, 40(4), 260-266.
Retrieved from
http://www.kalbemed.com/Portals/6/0
8_203Pruritus%20pada%20Pasien%2
0Hemodialisis.pdf
Sabbatini, M., Minale, B., Crispo, A., Pisani,
A., Ragosta, A., Esposito, R.
...Andreucci, V. E. (2002). Insomnia
in maintenance haemodialysis
patients. Nephrology Dialysis
Transplantation, 17, 852-856.
Retrieved from
www.ndt.oxfordjournals.org/cgi/conte
nt/short/17/5/852
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., &
Cheever, K. H. (2009). Brunner &
Suddarth’s textbook of medical-
surgical nursing: in one volume (12th
Ed). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Wang MY, Chan SF, Chang LI, et al. Better
sleep quality in chronic
haemodialyzed patients is associated
with morning-shift dialysis: a cross-
sectional observational study. Int J
Nurs Stud 2013;50:1468–73.
Yeung, W., Chung, K., Wong, C. (2010).
Relationship between insomnia and
headache in community-based middle-
aged Hong Kong Chinese women.
Journal Headache Pain, 11, 187-195.
doi: 10.1007/s10194-010-0199-y.
Faktor-Faktor ..., Anggita Swastiara, FIK UI, 2016
top related