evolusi manajemen kualitas dimulai dari prinsip kualitas yang · evolusi manajemen kualitas dimulai...
Post on 08-Dec-2020
25 Views
Preview:
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN LITERATUR
Bagian ini akan memaparkan tinjauan literatur yang telah dilakukan, antara
lain adalah penjelasan inti Total Quality Management, model penelitian yang
dibangun berdasarkan berbagai pemikiran para pakar kualitas, elemen-elemen yang
dianalisa, serta hipotesa awal yang diambil dalam mengerjakan penelitian ini.
Disamping itu akan dijelaskan pemikiran para tokoh kualitas serta beberapa
penghargaan yang melatarbelakangi pembentukan model.
1. TOTAL QUALITY MANAGEMENT
Dalam subbab ini, akan dibahas secara garis besar beberapa definisi dari
Manajemen Kualitas Terpadu, yang lebih sering dikenal dengan sebutan TQM
(Total Quality Management). Sebelumnya akan dijabarkan pula perabahan fase-
fase kualitas yang dimulai dari fase inspeksi, dimana fase terakhir perubahannya
adalah munculnya bentuk TQM.
1.1 Sejarah Perabahan Fase-Fase Kualitas
Manajemen kualitas telah beberapa kali mengalami perabahan.
Dale1 mengatakan bahvva pada era awal, pengendalian kualitas hanya
merupakan inspeksi, kemudian berkembang menjadi kontrol kualitas
{quality control). Lebih jauh lagi, kontrol kualitas ini membentuk sebuah
jaminan kualitas {quality assurance), dimana pada puncaknya membentuk
TQM, yang dikenal sebagai era terakhir yang ada.
Carrie G. Dale. Managing Quality, 2nd ed. (UK: Prentice Hall, 1994). p. 5.
Evolusi manajemen kualitas dimulai dari prinsip kualitas yang
paling awal pada tahun tujuh puluhan, yaitu inspeksi. Berdasarkan
BS.4778: Part 1, 1987; ISO 8402: 1994, definisi inspeksi adalah:
Aktivitas-aktivitas seperti mengukur, memeriksa, menguji, danmengukur tingkat satu atau lebih karakteristik sebuah produk ataupelayanan dan membandingkannya dengan kebutuhan-kebutuhanyang telah dispesifikasikan sebelumnya untuk menentukankesesuaian.
Era inspeksi ini meliputi beberapa kegiatan antara lain tindakan
penyelamatan produk (salvage), pemilihan (sorting), pengurutan (grading),
pencampuran ulang (reblending), tindakan pembetulan (corrective action),
dan mengidentifikasi penyebab ketidaksesuaian (sources of
nonconformance).
Dari inspeksi ini akan berkembang menjadi aktivitas kontrol
kualitas yang didefinisikan dalam BS.4778: Part 1, 1987; ISO 8402 :1994
adalah sebagai berikut:
Kontrol kualitas adalah sekumpulan teknik dan aktivitasoperasional, dimana kesemuanya ini digunakan dalam usahamemenuhi permintaan-permintaan untuk kepentingan kualitas.
Karakteristik pengendalian kualitas yang digolongkan sebagai bagian dari
kontrol kualitas adalah aktivitas pembuatan panduan kualitas (develop
quality manual), pengadaan data kinerja proses (process performance
data), inspeksi pribadi (self-inspection), pengujian produk (product
testing), perencanaan dasar kualitas (basic quality planning), penggunaan
statistika dasar (use of basic statistic), dan pemakaian kertas kontrol
(paperwork controls).
Setelah itu, tingkat manajemen kualitas meningkat menjadi
jaminan kualitas yang terdiri dari aktivitas pengembangan sistem kualitas
10
{quality system developments), perencanaan kualitas yang lebih maju
{advanced quality planning), pembuatan panduan kualitas yang
komprehensif {comprehensive quality manuals), perhitungan biaya
kualitas {quality cost), pelibatan dalam operasi-operasi manajemen
{involvement of non-production operation), analisa jenis kegagalan dan
efeknya {failure mode and effect analysis), dan penggunaan peta kendali
mutu {statistical process control). Di dalam BS.4778: Part 1, 1987; ISO
8402 : 1994 juga disebutkan definisi jaminan kualitas secara global
sebagai berikut:
Seluruh perencanaan dan berbagai tindakan sistematik inidiperlukan untuk menyediakan kepercayaan yang cukup bahvvasebuah produk atau pelayanan akan memuaskan denganpemenuhan pertnintaan kualitas.
Dari bentuk jaminan kualitas ini, akan berkembang menjadi
sebuah manajemen kualitas yang lebih terpadu, yang lebih dikenal dengan
nama TQM. Adapun karakteristik bentuk TQM ini adalah penyebaran
kebijakan {policy deployment), pelibatan seluruh pemasok dan seluruh
pelanggan, pelibatan seluruh bentuk operasional, manajemen proses,
pengukuran kinerja {performance measurement), kelompok kerja
{teamwork), dan pelibatan karyawan {employee involvement).
Selain pemaparan di atas, terdapat pula pemaparan lain yang tidak
jauh berbeda. Garvin" salah satunya, membagi era evolusi kualitas ini
menjadi empat era kualitas utama. Adapun keempat era tersebut dibagi
berdasarkan tingkat pengendalian kualitas yang dilakukan, yaitu era
2David A. Garvin. Managing Quality. (New York: The Free Press,1988). p. 37.
11
inspeksi, era penggunaan peta kendali mutu, era jaminan kualitas, dan
terakhir adalah era manajemen kualitas. Dapat dilihat pada tabel 2.1 :
Tabel2.1.
Era Evolusi Kualitas iVlenurut Garvin
Identifikasikarakteristik
Konsentrasiutama
Pandangankualitas
Penekanan
Metode
Inspeksi(1800-an)
Deteksi
Masalah yang haaisdiselesaikan
Keseragaman produk
Pengukuran
Tahapan perubahan fase-fase kualitas
Kontrol kualitassecara statistik(1930-an)
Kontrol
Masalah yang harusdiselesaikan
Keseragaman produkdengan penguranganinspeksi
Alat-alat dan teknik-teknik statistik
Jaminan kualitas(1950-an)
Koordinasi
Masalah yang hamsdiselesaikan dan dita-ngani secara proaktif
Keseluruhan rang-kaian produksi, mulaidesain sampai pema-saran, dan kontribusidari seluruh keiompokfungsional, khususnyapara desainer, untukmencegah kegagalankualitas
Program-program dansistem-sistem
Strategi manajemenkualitas(1980-an)
Dampak strategi
Kesempatankompetitrf
Kebutuhan pasar danpelanggan
Strategi perenca-naan, penetapantujuan, dan meng-gerakkan organisasi
Peran divisi Inspeksi, pemilahan, Penyelesaian masalahkualitas penghitungan, dan dan aplikasi metode
penentuan tingkat statistik
Penanggung Departemen inspeksi Departemen produksijawab kualitas
Pengukuran kualitas, Penentuan tujuan,perencanaan kualitas, pendidikan dandan desain program pelatihan, tugas-
tugas konsultasi antardepartemen, dandesain program
Seluruh departemen,tapi manajemen pun-cak hanya terlibat da-lam desain, perenca-naan, dan pelaksana-an kebijakan kualitas
Seluruh bagian dalamorganisasi, denganmanajemen puncakmempraktekkankepemimpinan yangkuat.
Orientasi dan Kualitas dalam inspeksi Kualitas dalampendekatan pengontrolan
Kualitas dalam proses Kualitas dalampengaturan
Sumber: David A. Garvin. Managing Quality.
Bila kita perhatikan, skema Garvin di atas mempunyai banyak kesamaan pembagian
era dengan Dale. Sebagai catatan, yang dimaksud Garvin dengan era strategi
manajemen kualitas adalah era TQM.
12
1.2 Definisi Total Quality Management
Banyak pakar kualitas yang berusaha mendefinisikan TQM, tetapi
sampai saat ini belum ada suatu rumusan baku. Meskipun demikian inti
dari pendefinisian tersebut mempunyai dasar pemikiran yang hampir sama.
Pada dasarnya TQM didefiniskan sebagai suatu cara meningkatkan
performansi secara terus-menerus pada setiap tingkat operasi atau proses
dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Berdasarkan BS.4778: Part
2 (1991), TQM didefinisikan sebagai berikut:
Filsafat manajemen melingkupi semua aktivitas yang di dalamnyakebutuhan-kebutuhan dan ekspektasi-ekspektasi pelanggan danmasyarakat serta tujuan-tujuan dari organisasi dipuaskan dengancara yang paling efisien dan cara pembiayaan yang paling efektifmelalui pemaksimalan potensi seluruh karyawan dalam suatugerakan yang terus berkelanjutan untuk perbaikan.
Menurut Dale3, TQM mencakup komitmen dan kepemimpinan
manajemen puncak, perencanaan dan pengorganisasian, penggunaan
peralatan-peralatan manajemen kualitas dan berbagai teknik pengendalian
kualitas, pendidikan dan training karyavvan, pelibatan karyawan, kelompok
kerja, umpan balik, serta perubahan budaya perusahaan. Berdasarkan
definisi ini, dapat terlihat bahwa TQM merupakan kesatuan yang utuh dan
mencakup seluruh bagian perusahaan.
Beberapa pakar lain memberikan sumbangsih beberapa
pengertian, antara lain Deming Prize Committee4 mendeskripsikan TQM
3Barrie G. Dale. Managing Quality, 2nd ed. (UK: Prentice Hall, 1994). p. 3.4Robin Stephen Mann. "The Development A Framework to assist in the
implementation of TQM'- Disertasi Ph.D. University of Liverpool, 1992.
13
sebagai sebuah sistem dari aktivitas-aktivitas untuk memastikan bahwa
produk dan pelayanan yang diminta oleh pelanggan telah diproduksi sesuai
dengan kualitas yang dibutuhkan dan dikirim secara ekonomis. Disamping
itu menurut Feigenbaum, TQM adalah sebuah sistem kualitas secara total
yang didefinisikan sebagai satu-satunya yang melingkupi keseluruhan
siklus kepuasan pelanggan dari interpretasi atas permintaan utamanya
sampai pada tahap-tahap pemesanan, melalui penyediaan produk dan
pelayanan pada harga yang ekonomis dan pada persepsinya terhadap
produk setelah pelanggan menggunakannya melebihi periode waktu yang
sesuai.
Dale5 berpendapat, elemen TQM meliputi pengadaan dan
penerapan kebijakan, pelibatan pemasok (supplier) dan pelanggan,
pelibatan seluruh operasi yang ada, manajemen proses, pengukuran
kinerja, kelompok kerja, dan pelibatan karyawan. Namun beberapa pakar
kualitas yang lain menitikberatkan TQM pada aspek-aspek yang berbeda.
Empat di antaranya adalah sebagai berikut6:
« Menurut Baldridge, elemen TQM mencakup kepemimpinan, analisa dan
informasi, strategi perencanaan, pengembangan sumber daya manusia,
manajemen proses, hasil-hasil bisnis, fokus pada pelanggan dan
kepuasannya, kualitas yang dikendalikan pelanggan, perbaikan yang
terus menerus, keikutsertaan secara menyeluruh, respon yang cepat,
pencegahan dan perencanaan desain, wawasan jangka panjang,
manajemen berdasarkan fakta, pengembangan secara rekanan
5Barrie G. Dale, op.cit.
14
{partnership), dan tanggung jawab masyarakat.
• Menurut Juran, elemen TQM mencakup identifikasi pelanggan dan
kebutuhan mereka, pengadaan tujuan kualitas yang optimal, pembuatan
ukuran-ukuran kualitas, perencanaan proses pencapaian tujuan, dan
tercapainya hasil-hasil yang saling berkesinambungan dan semakin baik
dalam pangsa pasar, harga pokok, dan pengurangan kesalahan.
° Menurut Crosby, elemen TQM mencakup komitmen manajemen, tim
perbaikan kualitas, ukuran-ukuran, tindakan perbaikan, perencanaan
tanpa cacat (zero-defect), pelatihan kualitas, hari kerja tanpa cacat,
penetapan tujuan, penghilangan penyebab kesalahan, pengenalan,
dewan kualitas, dan pengulangan.
o Menurut Feigenbaum, efek TQM adalah kepemimpinan kualitas,
perkenalan badan usaha secara meiuas, pemotivasian secara
berkelanjutan, pelatihan, dan pengukuran.
2. BEBERAPA PENELITIAN MODEL MANAJEMEN KUALITAS
Dari elemen-elemen yang telah dipelajari di atas, dikembangkan suatu
model yang representatif, yang didukung pula dengan model yang didapatkan
berdasarkan penelitian awal yang diperoleh melalui studi literatur. Terdapat dua
model yang digabungkan untuk diambil intinya dimana penelitian bisa di
fokuskan pada masaiah internal perasahaan terlepas dari ekonomi makro yang
ada. Kedua model tersebut adalah model yang dikembangkan oleh Donald. G.
Sluti dan model sistem manajemen kualitas formal masyarakat ekonomi Eropa
6Sudan disimpulkan dalam penelitian Robin Stephen Mann, loc. cit.
15
(European Quality Award, EQA).
Model manajemen kualitas beserta dampaknya menurut Sluti7 dapat
dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
ProduktivitasManufaktur
Gambar 2.1
Model Manajemen Kualitas Menurut Sluti
Sluti beranggapan ada korelasi yang kuat antara elemen-elemen di atas dimana
aktivitas kualitas akan mempengaruhi produktivitas manufaktur dan kinerja
manufaktur, dimana pada akhirnya kedua elemen tersebut akan memberikan
kontribusi yang nyata pada kinerja bisnis. Yang dimaksud dengan kualitas di sini
mencakup kualitas internal berupa tingkat scrap, rework, biaya kualitas, dan
kualitas ekstemal berupa hubungan dengan pelanggan. Produktivitas manufaktur
mencakup pendayagunaan proses serta pengukuran output proses. Kinerja
manufaktur meliputi tingkat WIP dan keterlambatan pengiriman. Kinerja bisnis
meliputi rasio profitabilitas seperti ROA dan ROS.
Meskipun penelitian ini juga mempertimbangkan masalah kegiatan
pengendalian kualitas, tetapi terbatas pada kegiatan yang berkaitan langsung
dengan lantai produksi, seperti model inspeksi yang dilakukan dan training
"Donald.G. Sluti, et al. "Empirical Analysis of Quality Improvement inManufacturing: Survey Instrument Development and Preliminary Results", AsiaPasific Journal of Quality Management, IV, (No. 1. 1995). p. 49.
16
karyawan. Keterbatasan model ini adalah tidak dipertimbangkannya masalah
manajemen kualitas dari awaL, padahal aktivitas kualitas tidak akan berjalan
dengan baik bila tidak didukung dengan sistem manajemen yang baik. Karena itu,
model ini akan dikembangkan lebih luas lagi dengan mempertimbangkan
masalah-masalah manajemen kualitas.
Model kedua adalah model sistem manajemen kualitas formal
masyarakat ekonomi Eropa8. Sistem ini pertama kali ditawarkan pada tahun 1992
oleh suatu lembaga yang disebut EPQM (the European Pondation for Quality
Management). Organisasi EFQM pertama kali didirikan pada tahun 1988 di
Belanda. Pada tahun 1996, EFQM menciptakan sistem manajemen kualitas
dengan misi untuk mendukung manajemen dari perusahaan-perusahaan Eropa
Barat dalam mempercepat proses penciptaan kualitas untuk mencapai keunggulan
kompetitif global. Adapun model tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 di
bawah ini:
Kepemim-pinan
Kualitas
Strategi danKebijakan
ManajemenSumber Daya
Manusia
Sumber Daya
Proses
KepuasanKaryawan
KepuasanPelanggan
>
Dampak PadaMasyarakat
Hasil-hasilBisnis
Gambar 2.2
Model Sistem Manajemen Kualitas Formal Masyarakat Ekonomi Eropa
Model di atas menggambarkan bahwa kepemimpinan kualitas
8David Lascelles et al. Self-assessment for Business Excellence.(McGrawHill, 1996). p. 107.
17
merupakan dasar dari seluruh kegiatan manajemen kualitas, dimana
kepemimpinan ini nantinya akan mempengaruhi strategi dan kebijakan,
manajemen sumber daya manusia, dan sumber daya. Disamping saling
mempengaruhi satu sama lain, ketiga elemen tersebut juga mempengaruhi proses
produksi. Proses ini akan menimbulkan dampak pada kepuasan karyawan,
kepuasan pelanggan, dan masyarakat. Pada akhirnya, ketiga elemen ini akan
mempengaruhi hasil-hasil bisnis.
Model ini sangat luas, yaitu selain mencakup hal-hal internal seperti
kepemimpinan sampai proses produksi, tetapi juga menilai masalah kepuasan
pelanggan dan dampak pada masyarakat. Untuk kedua elemen terakhir ini tidak
bisa didapatkan informasi hanya berdasarkan data perusahaan secara internal,
tetapi harus dilakukan survei kepada pengguna produk tersebut dan juga pada
masyarakat yang merasakan dampak positif maupun negatif dari industri tersebut.
Berdasarkan pertimbangan ini, model di atas akan disederhanakan untuk dapat
diuji coba terbatas pada kondisi internal perusahaan.
3. PEMBANGUNAN MODEL YANG DUELITI
Dengan mengacu pada banyak hal yang telah dipaparkan di atas, maka
diambil empat elemen utama yang memberikan pengaruh secara langsung
terhadap kualitas, yaitu kepemimpinan, strategi dan kebijakan {strategy and
policy), pekerja {employee)9, dan aktivitas kualitas {quality activity). Secara
keseluruhan, model yang dibangun dapat dilihat pada Gambar 2.3.
9Beberapa tinjauan literatur yang memberikan dukungan terhadap hipotesaini yaitu "Total Quality Management" (karangan John S. Oakland) dan "Introductionto Total Quality" (karangan David L. Goetsch dan Stanley B. Davis).
18
KEPEMIMPINAN
STRATEGI&KEBIJAKAN
KARYAWAN
AKTIVITAS KUALITAS
KUALrTASPRODUK
KINERJAMANUFAKTUR x ;
KINERJABISNIS
Aspek Manajemen Kualitas Dampak Manajemen Kualitas
Gambar 2.3
Model Penelitian
Dari keempat elemen manajemen kualitas tersebut akan dianalisa
kaitannya dengan kualitas produk dan kinerja manufaktur, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, yang signifikan pada kinerja lantai produksi. Kedua
elemen ini akan dianalisa dampaknya terhadap kinerja bisnis, yang akan
diidentifikasi bergantung pada keterbukaan perusahaan.
Hubungan ini diambil dari model kualitas yang diperkenalkan oleh Sluti
seperti yang sudah dijabarkan di atas, sehingga boleh dikatakan model penelitian
ini merupakan gabungan antara kedua model di atas disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Dari Model EFQM, dibatasi untuk pengukuran yang bersifat internal
dan dapat diukur. Untuk elemen kepemimpinan, diletakkan sejajar dengan ketiga
elemen setelahnya dengan asumsi segi kepemimpinan yang diukur di sini terbatas
pada gaya kepemimpinan yang berdampak secara nyata pada operasional lantai
produksi. Sedangkari dari penelitian Sluti akan diambil seluruh elemen yang ada,
tetapi dibatasi pada beberapa subelemen yang dapat diukur secara persentase.
Masing-masing elemen akan dibahas lebih terperinci dalam subbab-subbab
berikutnya. Sebelumnya elemen-elemen manajemen kualitas yang lebih detail
dari model di atas dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini:
19
Kepemimpinan
Komitmen~
Policy~
Keterlibatan~
Komunikasi~
Struktur~
Wewenang
Manajemen
Strategi danKebijakan
Penggunaandata
~Dokumentasi
~PemilihanPemasok
~EvaluasiPemasok
Kualitas Terpadu
1
Karyawan
Peiatihan~
Pelibatan~
KepuasanKerja
~Pemberian
Motivasi Kerja
AktivitasKualitas
PenelitianPasar
~Tanggapan
KeluhanPelanggan
PengendalianKualitas
~Kinerja Mesin
Gambar 2.4
Penjabaran Elemen-Elemen Manajemen Kualitas
3.1 Kepemimpinan
Pemimpin adalah kunci keberhasilan manajemen kualitas yang
diterapkan dalam sebuah pemsahaan. Pemimpin hams memiliki komitmen
terhadap kualitas, tahu dengan jelas apa yang dikomitmenkan,
mendelegasikannya pada yang lain, dan melakukannya (Deming)10.
Menumt Crosby11, manajemen puncak hams selalu mendemonstrasikan
masalah kualitas, sehingga dapat dibuktikan pada karyawan bahwa
manajemen puncak tidak hanya serius menanggapi masalah kualitas tetapi
10Patrick L. Townsend, et al. Quality in Action. (John Wiley & Sons Inc.1992). p. 3.
irN. Logothetis. Managing For Total Quality : From Deming to Taguchiand SPC. New York : Prentice-Hall. 1992.
20
juga bersedia terlibat dalam proses yang mendukung terciptanya produk
yang berkualitas. Harus dilakukan pengaturan terhadap kebijakan kualitas
perusahaan. Kualitas seharusnya menjadi agenda rapat yang paling utama
dalam setiap rapat manajemen. Komitmen ini seharusnya ditunjukkan dan
diuji secara berulang-ulang.
Kepemimpinan yang efektif menurut manajemen kualitas adalah
kepemimpinan yang sensitif atau peka terhadap perubahan dan melakukan
pekerjaannya secara terfokus. Memimpin berarti menentukan hal-hal yang
tepat untuk dikerjakan, menciptakan dinamika organisasi yang
dikehendaki agar semua orang memberikan komitmen, bekerja dengan
semangat dan antusias untuk mewujudkan hal-hal yang telah ditetapkan.
Vincent12 mengatakan, memimpin berarti harus dapat
mengkomunikasikan visi dan prinsip perusahaan kepada seluruh
karyawan. Kegiatan memimpin termasuk menciptakan budaya atau kultur
positif dan iklim yang harmonis dalam lingkungan perusahaan, serta
menciptakan tanggung jawab dan pemberian wewenang dalam pencapaian
tujuan bersama. Seperti juga dikatakan oleh Oakland13, bahwa semua
orang dalam organisasi dari tingkat yang paling rendah sampai ke puncak
pimpinan harus dilibatkan dalam pengendalian kualitas dalam perusahan.
Selain itu struktur perusahaan juga sangat mempengaruhi jalur komunikasi
ini. Semakin vertikal jenjang organisasi suatu perusahaan maka kegagalan
12Vincent Gaspersz. Manajemen Kualitas ; Penerapan Konsep-KonsepKualitas Dalam Manajemen Bisnis Global. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.1997. p. 199.
13John S. Oakland. Total Quality Management. Butterworth-Heinemann.1997.
21
informasi akan semakin sering terjadi karena birokrasi.
Pentingnya pengaruh kepemimpinan manajemen puncak sudah
dibuktikan oleh Jepang. Selain Deming yang merupakan pakar kualitas
Jepang, Juran14 mengidentifikasikan unsur-unsur revolusi kualitas Jepang,
yang merupakan peran besar dari kepemimpinan, sebagai berikut:
• Manajer atas mengambil tanggung jawab manajemen kualitas
« Manajemen puncak melatih keselurahan hirarki dalam proses
manajemen kualitas
• Manajemen puncak melakukan perbaikan kualitas pada tingkat
revolusioner
© Manajemen puncak melibatkan partisipasi angkatan kerja (karyawan).
« Manajemen puncak menambah sasaran kualitas kepada rencana bisnis.
The Malcom Baldridge National Quality Award15 mendefinisikan
kepemimpinan dari sisi yang berbeda, sebagai pemimpin selayaknya
menciptakan nilai-nilai dan ekspektasi-ekspektasi, penentuan arah,
menekankan pemfokusan pada keinginan pelanggan, mengembangkan
sistem kepemimpinan yang efektif, serta selalu menciptakan suasana
komunikasi yang efektif. Dengan sikap pemimpin seperti dipaparkan di
atas, maka penerapan manajemen kualitas dapat dilaksanakan secara
optimal, sehingga membuahkan hasil yang berdampak pada kinerja lantai
produksi.
14Vincent Gaspersz. loc. cit.15Mark Graham Brown. Baldridge Award Winning Quality. (Wisconsin :
ASQC Quality Press). 1997. p. 20.
22
3.2 Strategi dan Kebij akan
Menurut EFQM, strategi dan kebijakan perusahaan seharusnya
didasarkan pada kualitas total. Dua hal ini merupakan landasan bagi
rencana-rencana bisnis yang disusun berdasarkan pada informasi yang
relevan dengan kualitas total dan dikomunikasikan pada semua orang
dalam perusahaan, serta ditinjau ulang dan diperbaiki secara reguler.
Dengan kata lain, seluruh strategi serta kebijakan yang diambil harus
didasarkan pada data fakta yang aktual bukan hanya berdasarkan naluri
bisnis. Seperti disebutkan Vincent16, bahwa salah satu elemen penting dari
TQM adalah membuat keputusan berdasarkan data (fakta), dan bukan
berdasarkan opini. Data-data atau informasi yang seharusnya dijadikan
pegangan dalam penyusunan strategi dan kebijakan perusahaan adalah
umpan balik pelanggan dan supllier, data perbandingan dengan kompetitor,
data kemampuan mesin dan data kecacatan produk.
Manajemen juga perlu melakukan dokumentasi setiap kebijakan
kualitas yang telah dibuat. Dikatakan dalam ISO 9000.117, pihak
manajemen bertanggung jawab atas pendokumentasian kebijakan kualitas
tersebut, termasuk juga tujuan serta komitmen atas kualitas. Kebijakan
kualitas hendaknya sesuai dengan tujuan organisasi dan memenuhi
ekspektasi dari pelanggan. Perusahaan harus memastikan kebijakan
tersebut dimengerti, diimplementasikan dan diperbaharui untuk tiap level
organisasi. Tujuan diadakannya pendokumentasian ini adalah supaya
16Vincent Gaspersz, op.cit, p. 125.17AS/NZS ISO 9000.1:1994. Quality Management and Quality Assurance
Standarts. Parti: Guidelines for Selection and Use. sec. 4.11.
23
kebijakan kualitas tersebut dapat dievaluasi secara berkala, serta bila
didokumentasikan secara spesifik dan didistribusikan secara baik pada
karyawan akan dapat mendorong karyawan untuk bekerja sesuai dengan
kebijakan kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Salah satu kebijakan yang sangat mempengaruhi kualitas produk
adalah kebijakan atas pemilihan pemasok bahan baku. ISO 9000 sangat
menekankan hal ini, dalam bagian pembelian tercantum bagaimana
seharusnya evaluasi pemasok dilakukan. Di bawah ini merupakan kutipan
langsung subbab pembelian ISO 900118:
Pihak perusahaan seharusnya :- Mengevaluasi dan memilih pemasok berdasarkan pada
kemampuan mereka dalam memenuhi permintaan perusahaantermasuk sistem kualitas dan pennintaan jaminan kualitaslainnya.
- Mendefinisikan jenis dan tingkat kontrol pemasok. Hal iniselayaknya bergantung pada jenis produk, dampak bahan bakuyang dipasok pada kualitas produk jadi. Dan bilamemungkinkan berdampak pada laporan audit kualitas danlaporan kualitas tentang kemampuan yang telah dinyatakansebelumnya dan kinerja pemasok.
Pemilihan supplier dianggap penting karena bahan baku memberikan
dampak kualitas yang terbesar pada masalah kualitas produk. Dalam
pemilihan pemasok berkualitas ini perusahaan memang tidak diwajibkan
untuk hanya memiliki satu pemasok unggulan. Perusahaan boleh memiliki
beberapa pemasok tetap, tetapi yang terpenting adalah pelaksanaan
evaluasi pemasok secara berkala. Selain itu, hubungan yang harmonis
antara pemasok dengan perusahaan sangatlah diperlukan.
18AS/NZS ISO 9000.1:1994,op. cit, sec. 4.6.
24
3.3 Karyawan
Sudan menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar kecacatan
produk disebabkan oleh sumber daya manusianya yang kurang berkualitas.
Banyak hal yang menyebabkan karyawan tidak bisa menghasilkan kerja
yang berkualitas. Pada penelitian ini akan disoroti beberapa hal utama yang
mempengaruhi kualitas kerja karyawan antara lain :
3.3.1 Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan elemen penting
untuk pengembangan manajemen kualitas. Seluruh anggota
organisasi mulai dari manajemen puncak sampai karyawan
terendah harus memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas.
Pada dasarnya pendidikan bertujuan mendidik seluruh
anggota organisasi tentang mengapa sesuatu aktivitas dilakukan,
sedangkan pelatihan bertujuan melatih seluruh anggota organisasi
tentang bagaimana melakukan aktivitas tersebut. Tanpa pendidikan,
tidak akan terjadi perubahan tingkah laku dan sikap karyawan
menjadi lebih baik. Disamping itu, tanpa adanya pelatihan,
perusahaan akan mengalami kesulitan dalam memecahkan
problem-problem yang mungkin timbul19.
Agar pendidikan dan pelatihan dapat menjadi lebih efektif
dalam pengembangan manajemen kualitas, perlu dilakukan apa
19Barrie G. Dale, op.cit. p. 11.
25
yang disebut dengan rencana belajar strategis yang disusun oleh
manajemen puncak. Hal-hal ini mencakup jenis pendidikan dan
pelatihan, siapa yang memberikan, intensitas pelatihan, dan waktu
yang dibutuhkan. Dale20 mengatakan bahwa tidak semua karyawan
akan memperoleh tingkatan yang cukup dalam pendidikan. Mated
pelatihan yang diberikan berupa teori-teori pengembangan keahlian
saja, namun yang tidak boleh dilupakan adalah mempromosikan
pendidikan berkelanjutan serta diberikannya pelatihan
pengembangan diri, sehingga potensi karyawan dapat muncul.
Menurut Feigenbaum21, disamping hal-hal di atas terdapat
dua hal lagi yang dapat menjadikan pendidikan dan pelatihan lebih
efektif. Yang pertama adalah jenis pendidikan tersebut harus
berkaitan dengan pekerjaannya. Kedua, pendidikan dan pelatihan
tersebut harus dilakukan sebagai bagian dari upaya manajemen
kualitas, bukannya merupakan kegiatan terpisah yang diharapkan
dapat memotivasi pekerja.
3.3.2 Pelibatan
Komitmen untuk pengembangan karyawan (khususnya
yang berhubungan langsung dengan proses produksi) harus selalu
ada, yang dimulai dengan kesadaran bahwa mereka juga
merupakan modal perusahaan yang nilainya semakin lama semakin
20Barrie G. Dale, op.cit. p. 12.21Armand V. Feigenbaum. Total Quality Development Into The 1990's: An
International Perspective. Springer - Verlag : IFS Publications. 1988.
26
tinggi. Disamping itu, karyawan adalah bagian dari perusahaan
yang paling mengenal proses produksi karena merekalah yang
terlibat langsung dalam pembuatan produk. Dengan melibatkan
karyawan di dalam pengendalian kualitas maka tingkat
ketidaksesuaian kualitas produk dapat dicegah sedini mungkin,
daripada hanya mengandalkan inspeksi akhir yang mengakibatkan
kerugian biaya yang lebih besar.
Karyawan selaku operator sebaiknya dilibatkan dalam hal
pencatatan dan pengujian produk yang dihasilkannya. Dengan
demikian, mereka dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan
proses produksi. Selain itu, sebaiknya karyawan dilibatkan dalam
penyelesaian problem yang timbul dan masih dalam batas
kemampuannya untuk menangani. Hal ini akan lebili menantang
mereka dalam bekerja, bahwa mereka tidak hanya bekerja seperti
mesin tetapi mereka juga merasa puas dengan kemampuan mereka,
dan justru hal inilah yang dapat meningkatkan motivasi kerja
mereka. Selain itu dengan mendorong dan melibatkan mereka
dalam memberikan masukan berupa perbaikan atau pemecahan
permasalahan yang timbuL maka mereka dapat merasa memiliki
perusahaan tersebut karena mereka merasa dilibatkan dalam
peningkatan kinerja penisahaan.
3.3.3 Kepuasan kerj a
Para manajer seharusnya peduli akan tingkat kepuasan
kerja karyawan dalam organisasi, karena terdapat bukti yang jelas
27
bahwa karyawan yang tak terpuaskan lebih sering melewatkan
kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri.
Perusahaan yang mempunyai tingkat keluar masuk karyawan yang,
besar akan sangat dirugikan. Pekerjaan akan menjadi terhambat dan
produktivitas lantai produksi akan menurun. Disamping itu,
karyawan-karyawan yang baru akan membutuhkan masa
penyesuaian diri yang cukup mempengaruhi kinerja produksi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan karyawan mempunyai
korelasi yang cukup kuat terhadap produktivitas kerja.
Terdapat beberapa faktor22 yang menentukan kepuasan
kerja karyawan. Namun faktor-faktor tersebut berbeda-beda antara
satu jenjang organisasi dengan jenjang yang lainnya. Dalam
makalah ini, hanya akan dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor
yang menentukan kepuasan kerja karyawan di lantai produksi, yang
meliputi sistem gaji dan bonus, jenjang karir, lingkungan kerja,
evaluasi oleh atasan, komunikasi antar karyawan, komunikasi
dengan atasan, peraturan kerja, pelibatan, dan pelatihan.
3.3.4 Motivasi kerja
Motivasi adalah suatu proses yang membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku manusia dalam mencapai
suatu tujuan tertentu. Penetapan kerja tidak akan dijalankan secara
optimal tanpa pemberian motivasi pada karyawan. Sebagai contoh,
22Robins, Stephen. P. Perilaku, Organisasi : Konsep-Kontroversi-Aplikasi.Jilid 1. Alihbahasa : Hadyana Pujaatmaka. Jakarta : PT. Prenhallindo. 1996.
28
meskipun karyawan dilibatkan dalam pengendalian kualitas, namun
tanpa adanya pemberian motivasi untuk menghasilkan produk yang
berkualitas, mereka tidak akan mempunyai sesuatu yang
mendorong mereka untuk bisa bekerja secara konsisten. Gaji atau
bonus hanya dapat digunakan untuk mendorong mereka sementara
waktu, tetapi di lain pihak justru hal-hal yang nonfisik seperti
pemberian pengertian akan arti penting kualitas dan penetapan
tujuan yang jelas akan dapat lebih mendorong mereka
menghasilkan produk yang berkualitas.
Menurut prinsip Maslow, terdapat lima kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi. Dari kebutuhan 5'ang paling dasar,
lima kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan
akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan,
dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Hezberg
mengembangkan teori kebutuhan Maslow dengan memisahkan
lima jenjang kebutuhan dalam dua kelompok faktor, yakni:
• Faktor pemeliharaan (hygiene), terdiri dari kebutuhan fisiologis,
kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan sosial. Faktor ini
tidak dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi motivasi
secara positif, dan perwujudannya adalah dalam bentuk
kebijakan dan tata usaha perusahaan, pengawasan, pengupahan,
hubungan antar pribadi, dan kondisi kerja.
• Faktor motivasi (motivator), terdiri dari kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
Faktor ini dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi
29
motivasi secara positif, dan perwujudannya adalah dalam
bentuk pencapaian hasil kerja, pengakuan atas hasil kerja,
tanggung jawab, dan kesempatan untuk bertumbuh.
Bila disederhanakan, elemen-elemen motivator
berdasarkan teori Hezberg adalah sebagai berikut:
• Faktor pemeliharaan mencakup gaji yang didapat, bonus yang
diperoleh, dan slogan (moto) kerja.
• Faktor motivasi mencakup pemberian tanggung jawab, diskusi
teamwork, pelibatan dalam pengambilan keputusan, pelatihan,
pujian, dan kesempatan memberikan masukan.
3.4 Aktivitas Kualitas
Yang dimaksud dengan aktivitas kualitas dalam penelitian ini
adalah pelaksanaan pengendalian kualitas secara aktif di lantai produksi.
Sistem kualitas modem mempunyai satu karakteristik utama23, yaitu
berorientasi pada pelanggan. Maksud dari karakteristik ini adaiah bahwa
produk yang didesain haruslah sesuai dengan keinginan pelanggan melalui
suatu riset pasar, kemudian diproduksi dengan cara-cara yang baik dan
benar sehingga produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi desain
(memiliki derajat konformansi yang tinggi), serta pada akhirnya
memberikan pelayanan purna jual kepada pelanggan.
Kualitas produk harus dimulai dari desain produk yang
23Vincent membagi sistem kualitas ini menjadi lima karakteristik, danorientasi pada pelanggan merupakan karakteristik utamanya. (Gaspersz, Vincent,op.cit, p. 13.)
30
berkualitas. Untuk mendapatkan desain yang berkualitas dengan tujuan
pemenuhan keinginan pelanggan, maka perusahaan perlu melakukan
penelitian pasar. Terdapat tiga metode untuk melakukan penelitian pasar,
yaitu adanya tim khusus j'ang secara berkala melakukan survey pasar,
hanya mengandalkan umpan balik dari pihak pemasaran, dan hanya
mengandalkan masukan dari pelanggan. Metode penelitian pasar ini
berbeda-beda untuk masing-masing jenis industri. Maka, penentuan
metode penelitian pasar sangat mempengaruhi kemampuan perusahaan
dalam memenuhi keinginan pelanggan.
TQM selalu berpusat pada pemenuhan kepuasan pelanggan,
sehingga umpan balik dari pelanggan adalah hal yang sangat penting yang
harus diperhatikan. Sikap perusahan dalam menanggapi keluhan tersebut
akan mencerminkan sejauh mana perhatian perusahaan dalam menangani
umpan balik dari pelanggan. Dengan menanggapi keluhan pelanggan
secara serius, perusahaan dapat mengevaluasi sistem pengendalian
kualitasnya sehingga kesalahan yang serupa dapat dihindari, serta kejadian
produk cacat yang sampai di tangan pelanggan tidak akan terulang
kembali. Hal ini merupakan hal yang penting, karena kerugian perusahan
akan sangat besar bila produk cacat baru diketahui setelah sampai ke
pelanggan. Beberapa kerugian yang diderita antara lain kerugian bahan
baku, biaya proses produksi (termasuk waktu dan tenaga yang dibutuhkan
untuk memproduksi produk tersebut), biaya distribusi, dan kerugian yang
paling besar adalah kehilangan pelanggan.
Pengendalian kualitas secara internal pada lantai produksi perlu
dilakukan. Metode yang digunakan hams disesuaikan dengan kondisi
31
industri dan jenis produknya. Untuk perusahaan di Surabaya, diidentifikasi
adanya enam cara pengendalian kualitas yang umum digunakan. Enam
cara tersebut antara lain adalah:
• Inspeksi.
• Penggunaan alat-alat statistik: perhitungan yang dilakukan
menggunakan teori-teori statistik untuk mengukur sampel.
• Pengembangan alat dan sistem kualitas.
• Penggunaan peta kendali mutu.
« Perhitungan kecakapan proses (Cp/Cpk).
© Identifikasi dan pelacakan produk.
Disamping pengendalian kualitas dari sisi produk, juga dilakukan
pengendalian kualitas dari segi mesin yang digunakan untuk memproduksi
produk tersebut. Dua hal yang diidentifikasi dapat meningkatkan kinerja
bila dilakukan adalah:
• Perawatan mesin secara periodik.
o Pencatatan data kerusakan mesin.
Perusahaan kebanyakan melakukan inspeksi dalam tiga tahapan.
Tahapan pertama adalah inspeksi bahan baku dan bahan pembantu yang
dipasok dari perusahaan lain. Tahap kedua adalah inspeksi produk
setengah jadi, yang ada kalanya digabung dengan pengendalian proses.
Tahap terakhir adalah inspeksi produk jadi, yang dilakukan sebelum
produk didistribusikan ke pelanggan. Untuk melakukan inspeksi ini, ada
dua cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan penarikan sampel dan
inspeksi 100% (setiap produk diinspeksi). Inspeksi secara sampling
biasanya digunakan untuk produk-produk yang sangat banyak, sehingga
32
tidak memungkinkan untuk diinspeksi secara 100%. Metode ini sebagian
besar digunakan untuk mengendalikan kualitas bahan baku dan produk
jadi. Kebanyakan perusahaan menggunakan metode inspeksi 100% untuk
mengontrol kualitas produk setengah jadi yang masih dalam proses,
dimana pengendalian ini dikerjakan oleh operator yang menangani proses
tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk industri-industri
tertentu hanya melakukan sampling terhadap produk setengah jadinya, dan
terdapat pula pengendalian kualitas barang setengah jadi yang
^ menggunakan penggabungan dari kedua metode tersebut.
Kelemahan dari 100% sampling adalah membutuhkan inspektor
yang lebih banyak24, dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya biaya.
Metode ini lebih cocok digunakan untuk industri yang memproduksi
produk dengan kualitas tinggi. Tetapi seringkali mereka jatuh pada
kesalahan tidak memfokuskan proses produksi pada pemrosesan pertama
yang benar, namun lebih bergantung pada inspektor yang akan
menginspeksi apakah produk itu baik atau tidak. Disamping itu, metode
sampling juga membutuhkan sistem penarikan sampel yang tepat, yang
disesuaikan secara konsisten dengan jenis industrinya. Bila pengambilan
sampel tidak tepat, maka hasil analisa terhadap produk dap at meleset.
3.5 Kualitas Produk
Kualitas produk secara internal dan secara ekstemal, yang dapat
dilihat dalam Gambar 2.5 di bawah ini.
^Robert J. Pond. Fundamental of Statistical Quality Control. Canada :Maxwell Macmillan. 1994.
33
Kualitas Produk
Internal Eksternal
Kecacatan produkterhadap seluruh
Pengerjaan ulang producacat (rework)
Kerugian biaya akibatproduk cacat
Pengembalian produkcacat
Biaya ganti rugi terhadafj)penjualan
Keluhan order terhadapkualitas produk
Gambar 2.5
Penjabaran Elemen-Elemen Kualitas Produk
Kualitas produk yang dimaksud di sini adalah elemen-eiemen
pengukuran yang masih bisa diukur secara persentase diskrit. Menurut
Garvin25, suatu produk baru dikatakan berkualitas bila memenuhi delapan
kriteria kualitas Garvin yaitu performance, features, reliability,
conformance, durability, servicability, aesthetic, perceived quality.
Elemen-eiemen ini sangat abstrak dan luas sekali pengeitiannya antara satu
produk dengan produk yang lain. Dalam penelitian ini hanya diambil satu
ciri kualitas produk yaitu dari segi kesesuaian produk dengan standar
{conformance). Elemen kualitas produk ini lebih umum diukur dan
kebanyakan industri sudah mempunyai data-data kesesuaian produk ini.
Derajat kesesuaian produk dapat dilihat dari tingkat kecacatan yang
25Laura B. Forker, et. al. "The Contribution of Quality to BusinessPerformance". International Journal of Operation and Production Management, Vol.16, No. 8. 1996. p. 60-61.
34
dimiliki dan seberapa besar dampak kecacatan produk tersebut terhadap
penambahan biaya kualitas perusahaan. Tingkat kecacatan yang tinggi
dapat mencerminkan tingkat kemampuan industri memproduksi produk
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Biaya ketidaksesuaian kualitas produk26 biasanya dibagi dalam
dua kategori yaitu biaya kegagalan kualitas internal dan biaya kegagalan
kualitas eksternal. Yang digolongkan dalam biaya internal adalah biaya
yang disebabkan oleh produk cacat yang dibuang {scrap), produk cacat
yang bisa diperbaiki (rework), produk cacat yang dijual dibawah harga
{down grading), dan biaya inspeksi ulang. Biaya penanganan keluhan
peianggan {customer complain handling), produk cacat yang dikembalikan
{product return), dan jaminan keluhan {warranty claim) digolongkan
dalam biaya eksternal.
3.6 Kinerja Manufaktur
Kinerja manufaktur akan ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu
efisiensi penggunaan bahan baku, efisiensi proses produksi dan efisiensi
mesin. Detail elemennya adalah efisiensi bahan baku, kerusakan mesin
atau peralatan, waktu senggang karyawan, efisiensi pekerja, efisiensi
kapasitas mesin, tingkat work in process, dan keterlambatan pengirima.
Elemen kinerja manufaktur diteliti berdasarkan peneiitian yang dilakukan
oleh Sluti. Dengan mengetahui tingkat kinerja manufaktur, bisa diukur
sejauh mana perusahaan sudah mendayagunakan sumber day a yang ada,
26Jack Campanella. Principles of Quality Costs, 2nd. ed. Milwaukee :ASQC Quality Press. 1992
35
baik bahan baku, tenaga kerja, maupun mesin yang dimiliki. Tingkat
efisiensi sangat mempengaruhi kinerja bisnis. Sumber daya yang ada
menurut EFQM27 haruslah dikelola dengan baik dan bijaksana. Salah satu
elemen EFQM adalah mengevaluasi bagaimana organisasi tersebut
mengelola, menggunakan, dan mengembangkan sumber-sumber dayanya
dalam mendukung strategi dan kebijakan kualitas. Terdapat empat
subkriteria yang dinilai, mencakup sumber daya keuangan, sumber daya
informasi, sumber daya material dan aset tetap, serta aplikasi teknologi.
3.7 Kinerja Bisnis
Masalah kualitas yang sangat berdampak pada kinerja bisnis ini,
sekarang mendapat perhatian luas di kalangan perusahaan. Banyak
perusahaan yang mulai memasukkan masalah kualitas ini sebagai salah
satu perencanaan strategi bisnisnya. Feigenbaum28 mengatakan bahwa
suatu perusahaan yang menerapkan kontrol kualitas total (TQC = Total
Quality Control) akan memberikan dampak yang positif terhadap
peningkatan ROI (return on investment) dan aliran kas (cash flow)
perusahaan. Kedua indikator ini menurut Feigenbaum, dapat digunakan
untuk mengukur kinerja bisnis perusahaan yang diduga dipengaruhi oleh
manajemen kualitas yang dilakukan. Beberapa penelitian telah
membuktikan adanya korelasi yang kuat antara kualitas produk dengan
kinerja bisnis. Penelitian kaitan antara pengukuran kualitas dengan kinerja
bisnis untuk perusahaan-perusahaan di New Zealand yang dilakukan
27Vincent Gaspersz. op.cit., p. 278.28Armand V. Feigenbaum. op. cit, p. 24.
36
Sluti29 membuktikan adanya hubungan positif antara kualitas dengan ROS
(return on sales), ROA (return on asset), pertumbuhan volume penjualan
(sales volume growth), dan pertumbuhan pangsa pasar (market share
growth). Penelitian yang dilakukan Robin Stephen Mann30 membuktikan
adanya hubungan yang kuat antara aktivitas kualitas dengan kinerja bisnis,
dimana kinerja bisnis di sini dibagi dalam dua kategori, yaitu strategi dan
operasional. Penelitian Jaideep31 atas negara India juga menggambarkan
kondisi yang serupa. Difokuskan pada pencarian korelasi yang positif
antara manajemen kualitas dengan kinerja bisnis, tetapi kinerja bisnis di
sini hanya ditinjau dari tingkat produk yang ditolak pada line assembling
dan tingkat produk yang dikembalikan setelah sampai ke pelanggan.
Pengaruh dimensi kualitas Garvin terhadap kinerja bisnis juga pernah
diteliti oleh Forker32, dan didapatkan bahwa elemem-elemen kualitas
tersebut berkorelasi positif terhadap kinerja bisnis, antara lain market
share, ROS, dan pertumbuhan ROS.
Kinerja bisnis perusahaan secara internal dapat diukur melalui
beberapa indikator33 yaitu rasio finansial, posisi bersaing, dan pengukuran
terhadap nilai pelanggan. Profitabilitas tradisionai, tingkat likuiditas modal,
hutang, dan rasio aktivitas dapat menggambarkan kekuatan dan kelemahan
kinerja bisnis perusahaan. Rasio profitabilitas tersebut mencakup gross
29Donald G. Sluti, et. al. op. cit, p. 51.30Robin Stephen Mann. loc. cit.31Jaideep G. Motwani, et al. "Quality Practices of Indian Organizations: An
Empirical Analysis", International Quality Management Journal, Issue 3,[http :/7www. openhouse. org. uk/iqma/member s/iqmj/issue3/art2. htm].
32Laura B. Forker, et. al. op. cit.33Greg Bounds, et. al. op. cit., p. 232.
37
margin, ROS, ROA (yang biasanya juga disebut sebagai ROI), dan ROE
(return on equity). Disamping itu, Riggs34 mengatakan bahwa informasi
yang paling tepat yang dapat digunakan untuk mengukur kondisi finansial
suatu perusahaan adalah melalui rasio yang dimiliki. Pengelompokan rasio
ini dibagi dalam empat kelompok, yaitu likuiditas, penggunaan kebijakan
modal, struktur modal, dan profitabilitas.
Karena itu dapat diidentifikasi bahwa kinerja bisnis yang umum
dipakai sebagai indikator adalah sebagai berikut:
• Biaya produksi {Operating Cost)
• ROA (Return on Asset)
o ROS (Return on Sales)
o Pertumbuhan volume penjualan (Sales Growth)
o Pertumbuhan pangsa pasar (Market Share Growth)
o Likuiditas Modal
o Perputaran persediaan (Inventory turn-over)
• Aliran Kas (Cash Flow)
4. PENJABARANKARAKTERISTIKORGANISASI
Karakteristik organisasi sangatlah penting untuk dilibatkan dalam
analisa, karena seringkali suatu analisa menyimpang akibat mengabaikan latar
belakang responden. Ada dua macam pengujian yang biasa dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan penganalisaan, yaitu :
34Henry E. Riggs. Financial and Cost Analysis for Engineering andTechnology Management. John Wiley & Sons Inc. 1994. p. 235.
38
• Simplisitik, dimana sistem pengklasifikasian karateristik industri dapat
ditanyakan secara sederhana. Data ini hanya digunakan sebagai identitas
responden saja dan tidak dilakukan penelitian secara mendalam
o Holistik, sistem pengklasifikasian meliputi seluruh karakteristik organisasi35.
Sampai saat ini masih belum ada sistem karakteristik yang dibakukan.
Pemilihan elemennya lebih cenderung berdasarkan kepentingan analisa
penelitian. Beberapa contoh elemen karakteristik yang sudah pernah diteliti oleh
Robin Stephen Mann dan dilihat dampaknya terhadap kualitas dan kinerja bisnis,
adalah jumlah karyawan, penjualan, metode manufaktur, kompleksitas perakitan,
jumlah part assembly, teknologi yang digunakan, aktivitas manufaktur, target
pasar, kepemilikan, dan konsentrasi pasar. Beberapa elemen karakteristik
perusahaan yang diduga mempengaruhi ciri aspek manajemen kualitas dan
dampaknya dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini:
KarakteristikOrganisasi
f
ProfilPerusahaan
Tipe Kepemilikan
Jumlah Karyawan
Omzet
Sektor Industri
Segmen Pasar
TipeManufaktur
Kuantitas Produk
Metode Aliran Proses
Gambar 2.6
Penjabaran Elemen-Elemen
Perakitan
Variasi Produk
Teknologi
Karakteristik Organisasi
35Robin Stephen Mann, op. cit, p. 190.
39
5. HIPOTESA PENELITIAN
Beberapa hipotesa yang diambil adalah sebagai berikut:
l.Ho : Tidak ada hubungan antara kepemimpinan dan manajemen dengan
kualitas produk dan kinerja manufaktur.
Hi : Ada hubungan antara kepemimpinan dan manajemen dengan kualitas
produk dan kinerja manufaktur.
2. Ho: Tidak ada hubungan antara strategi dan kebijakan dengan kualitas produk
dan kinerja manufaktur.
Hi : Ada hubungan antara strategi dan kebijakan dengan kualitas produk dan
kinerja manufaktur.
3. Ho : Tidak ada hubungan antara karyawan dengan kualitas produk dan kinerja
manufaktur.
Hi : Ada hubungan antara karyawan dengan kualitas produk dan kinerja
manufaktur.
4. Ho : Tidak ada hubungan antara aktivitas kualitas dengan kualitas produk dan
kinerja manufaktur.
Hi : Ada hubungan antara aktivitas kualitas dengan kualitas produk dan kinerja
manufaktur.
5. Ho: Kualitas produk tidak berdampak pada kinerja bisnis
Hi : Kualitas produk berdampak pada kinerja bisnis
6. Ho: Kinerja manufaktur tidak berdampak pada kinerja bisnis
Hi : Kinerja manufaktur berdampak pada kinerja bisnis
top related