era klasik hingga modern (studi perbadingan kitab-kitab
Post on 16-Oct-2021
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Diskursus Syarat-Syarat Mufassir
Era Klasik hingga Modern
(Studi Perbadingan Kitab-Kitab Ulumul Qur’an )
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Agama (S.Ag)
Oleh :
Siti Hazrotun Halaliyatul Muharromah
NIM.14210629
Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
2018 M / 1439 H
Diskursus Syarat-Syarat Mufassir
Era Klasik hingga Modern
(Studi Perbadingan Kitab-Kitab Ulumul Qur’an )
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Agama (S.Ag)
Oleh :
Siti Hazrotun Halaliyatul Muharromah
NIM.14210629
Pembimbing,
Dr.Muhammad Ulinnuha, Lc.MA
Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
2018 M / 1439 H
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “ DISKURSUS SYARAT-SYARAT MUFASSIR
ERA KLASIK HINGGA MODERN STUDI PERBANDINGAN
KITAB-KITAB ULUMUL QUR’AN” yang disusun oleh Siti Hazrotun
Halaliyatul Muharromah dengan Nomor Induk Mahasiswa 14210629 telah
diperiksa dan disetujui untuk diajukan ke sidang Munaqasyah.
Jakarta, 12 Juli 2018 M
Pembimbing,
Dr.Muhammad Ulinnuha, Lc.MA.
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “ DISKURSUS SYARAT-SYARAT MUFASSIR
ERA KLASIK HINGGA MODERN STUDI PERBANDINGAN
KITAB-KITAB ULUMUL QUR’AN” oleh Siti Hazrotun Halaliyatul
Muharromah dengan Nomor Induk Mahasiswa 14210629 telah diujikan pada
sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-
Qur‟an (IIQ) Jakarta pada tanggal 02 Agustus 2018.
Jakarta,16 Agustus 2018
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta
Dra.Hj. Maria Ulfa, MA
Sidang Munaqasyah,
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Dra.Hj.Maria Ulfa, MA Dra.Ruqayah Tamimi
Penguji I, Penguji II,
Prof.Dr. Ahsin Sakho Muhammad,MA Istiqomah,MA
Pembimbing,
Dr.Muhammad Ulinnuha, Lc.MA
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Siti Hazrotun Halaliyatul Muharromah
NIM : 14210629
Tempat/ Tanggal Lahir : Jember, 22 Mei 1995
Menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “ DISKURSUS SYARAT-
SYARAT MUFASSIR ERA KLASIK HINGGA MODERN STUDI
PERBANDINGAN KITAB-KITAB ULUMUL QUR’AN” adalah benar-
benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah saya sebutkan.
Kesalahan dan kekurangan dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab saya.
Jakarta, 12 Juli 2018 M
Yang Membuat Pernyataan
(Siti Hazrotun Halaliyatul Muharromah)
iv
PERSEMBAHAN
Teruntuk Abahku tercinta Nur Hasanuddin Ali Mustofa Sosok lelaki
teladan bagi keluarga, menjadi cahaya ketika mata ini terasa gelap tak
lagi menemukan jalan, beliau selalu rela menghantarkanku pada
kepastian dalam harapan.
Umiku tersayang Juma‟ati, Perempuan hebat, menjadi penyejuk ketika
hati ini mulai gersang dengan panasnya kehidupan. Engkau telah berhasil
menjadi sosok ibu, aku bangga menjadi anakmu.
Kepada keduanya aku haturkan do‟a, semoga disetiap langkah kakinya,
setetes keringat usahanya selalu mendapatkan keberkahan.
Kepada Murobbi, Almh. Gus Lukman Al Karim ra. Memang jasadmu tak
lagi bersama kami, tapi aku yakin engkau tidak akan pernah
meninggalkan kami. Semoga engkau masih mau mengenaliku sebagai
muridmu hingga kelak di hari kiamat. Bisa bertemu dan berkumpul
dengan mu wahai guru dunia akhiratku.
Untuk suamiku Mukhammad Sofiyanto, Engkaulah harapan dan tumpuan
hidupku, semoga engkau mampu membawaku ke surga Tuhanku yang
Maha Agung.
Do‟akan aku, semoga aku bisa menjadi apa yang kalian harapkan.
Karena kebahagiaan kalian adalah puncak keberhasilanku.
v
MOTTO
“HARTA dan KECERDASAN bukanlah sebuah tujuan
HIDUP karena RIDHA ALLAH swt. lah yang paling utama.
Lebih Baik MATI dari pada HIDUP ber-HARTA dan ber-
ILMU tapi tak bisa MEMBERI MANFAAT”
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diskursus Syarat-syarat Mufassîr
Era Klasik Hingga Modern”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda
Rasulullah Saw, keluarganya, para sahabat, serta para pengikutnya hingga
akhir zaman. Semoga kita semua kelak akan mendapatkan syafa‟atnya.
Skripsi ini merupakan salah satu hasil karya tulis Ilmiah yang pernah
penulis tulis. Walaupun dalam penyelesaiannya mengalami berbagai
kesulitan karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki sehingga tidak
pernah lepas dari adanya bantuan, bimbingan, motivasi serta saran-saran dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah swt. yang selalu memberikan petunjuk dan pertolongan.
2. Ibu Prof.Dr.Khuzaimah T Yanggo,MA. Selaku Rektor Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
3. Ibu Dra.Maria Ulfa,MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Dakwah Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
4. Dr.Muhammad Ulinnuha, Lc.MA Selaku Ketua Prodi Ilmu Al-
Qur‟an Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur‟an
(IIQ) Jakarta. dan Tafsir sekaligus Dosen pembimbing skripsi yang
telah sabar dan berkenan memberikan saran dan ilmunya kepada
penulis.
vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis selama masa perkuliyahan.
6. Seluruh Staf Fakultas Ushuluddin dan Dakwah yang telah membantu
penulis dalam pembuatan skripsi.
7. Bapak Dr.KH.Ahmad Fathoni,Lc.MA. dan segenap instruktur
Tahfidz yang telah membimbing penulis dalam menghafal Al-Qur‟an
8. Terima kasih kepada Abahku Nur Hasanuddin Ali Mustofa dan umi
Juma‟ati yang selalu memberikan do‟a, kasih sayang, serta motivasi
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Guru tercinta Almh. Gus Lukman Al-Karim. Tanpamu penulis tak
ada apa-apanya. Bagai telur yang tak bisa menetas kehilangan
induknya. Engkau banyak mengajarkan kami arti kehidupan yang
sesungguhnya. Dari perkataanmu yang selalu penulis ingat “Sabar itu
adalah puncak solusi dari segala permasalahan. Syukur adalah modal
hidup bahagiamu”. Semoga kelak di akhirat bisa berkumpul
denganmu wahai murabbi dunia akhirat. Kami sangat merindukanmu.
10. Terima kasih tak terhingga, kepada Umi Iis dan ibu Irni beserta
keluarga. Atas segala dukungan, baik moril dan materil kepada
penulis. Tak ada kalimat terindah kecuali do‟a yang tak akan pernah
putus penulis panjatkan. Hanya Allah yang mampu membalas segala
kebaikan umi dan ibu. Semoga kemanfaatan yang beliau ajarkan
dapat penulis teruskan.
11. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada suami tercinta
Mukhammad Sofiyanto yang telah memberikan insprirasi bahkan
berperan aktif membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama hal
penterjemahan kitab-kitab klasik.
viii
12. Untuk semua adik-adikku Siti Wardatun „Ainiyatul Jannah dan Siti
Wardiniyatuz Zahidatut Thoyyibah yang telah menjadi
penyemangatku. Senyum kalian yang membuat kakak semakin kuat.
Semoga kalian kelak menjadi wanita-wanita panutan umat.
13. Sahabat-sahabat seperjuaganku di Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta,
Isyroqotun Nashoikha, Ni‟amah Lailul Husna, Fazat Azizah dan
Mabrurotul Hasanah. Terimakasih karena selalu menjadi tempat
berteduh dikala jiwa dan raga ini mulai merasa letih menghadapi
penatnya kehidupan. Solusi, candaan dan semua hal yang kalian
lakukan banyak memberikan pelajaran yang tak akan pernah aku
lupakan.
14. Untuk adik-adikku Pesantren Bahrul Maghfiroh Malang, Ni‟matus
Sholihah, Nur Farida, Lutfiyah Sulistina, Hymmah Amaliyah Zahroh
dan Rifka Ismanul Hasanah. Terima kasih telah men-support penulis.
Semoga kalian bisa menjadi wanita yang amanah dengan apa yag
telah guru kita ajarkan.
15. Seluruh teman-teman angkatan 2014, khususnya teman-teman
jurusan Ilmu Al Qur‟an dan Tafsir atas kebersamaannya.
Tak lupa penulis ucapkan permohonan maaf, jika dalam
penyusunan skripsi ini terdapat suatu hal yang kurang berkenan. Tidak
ada makhluk yang sempurna. Dan Tentu skripsi ini jauh dari kata
sempurna kritik dan saran konstruktif sangat penulis harapkan. Akhir
kata semoga karya ini bermafaat bagi penulis dan para pembaca
Jakarta, 12 Juli 2018 M
Siti Hazrotun Halaliyatul Muharromah
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................ii
PERNYATAAN PENULIS...........................................................................iii
PERSEMBAHAN..........................................................................................iv
MOTTO..........................................................................................................v
KATA PENGANTAR...................................................................................vi
DAFTAR ISI..................................................................................................ix
PEDOMAN TRANSLITRASI......................................................................xi
ABSTRAK....................................................................................................xiv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar belakang.....................................................................................1
B. Identifikasi Masalah............................................................................7
C. Batasan dan Rumusan Masalah...........................................................8
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan............................................................9
E. Tinjauan Pustaka.................................................................................9
F. Metode Penelitian..............................................................................11
G. Sistematika Penulisan........................................................................14
BAB II: TINJAUAN UMUM SYARAT-SYARAT MUFASSIR
A. Pengertian Tafsir dan Mufassir..........................................................16
B. Sejarah Munculnya Syarat-syarat Mufassir.......................................19
C. Urgensi syarat-syarat Mufassir..........................................................23
D. Klasifikasi Syarat-Syarat Mufassir
1. Syarat Syar‟iyyah dan Akhlaqiyah. .............................................28
2. Syarat „Aqliyyah ..........................................................................31
3. Syarat Ilmiyyah.............................................................................33
4. Syarat li Anwa‟i at Tafsir..............................................................36
BAB III: LITERATUR ULUMUL QUR’AN DALAM SYARAT-
SYARAT MUFASSIR
x
A. Kondisi Keilmuan Masyarakat
1. Periode Klasik (abad I-II H/VII-VIII M)
a. Nabi dan para sahabat (abad I H/VII M) ...............................46
b. Tabi‟in dan Tabi‟inat Tabi‟in (abad II H/VIII M) .................94
2. Periode Tengah (abad III-XII H/IX-XIX M)
a. Ulama Mutaqaddimin (abad III-VIII H/IX-XIII M) .............50
b. Ulama Muta‟akhhirin (abad IX-XII H/XIII-XVIII M) .........59
3. Periode Modern (abad XIII H/XVIII- Sekarang).......................56
B. Tokoh-tokoh Ulumul Qur‟an
1. Periode Klasik.............................................................................94
2. Periode Tengah...........................................................................60
3. Periode Modern abad 13-14 H....................................................62
BAB IV: PERIODESASI SYARAT-SYARAT MUFASSIR
A. Periode Klasik (Dari abad I-II H/VII-VIII M)
1. Kriteria Mufassir Periode Nabi dan Sahabat (abad I H/VII M)...66
2. Kriteria Mufassir Periode Tabi‟in dan tabi‟ Tabi‟in (abad II
H/VIII M).....................................................................................72
B. Periode Pertengahan (Dari Abad III-XII H/ 9-15 M)
1. Kriteria Mufassir Periode Ulama Mutaqaddimin Mutaqaddimin
abad 3-7H/9-13M..........................................................................74
2. Kriteria Mufassir Periode Ulama Muta‟akhhirin abad 8-11H/14-
17M...............................................................................................79
C. Kriteria Mufassir Periode Modern-Kontemporer (abad 12-14H/18-
21M)...................................................................................................84
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................91
B. Saran .................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................95
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin mengikuti pedoman yang diberlakukan dalam
petunjuk praktis penulisan skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
A. Konsonan
No Huruf
Arab Huruf Latin No
Huruf
Arab Huruf Latin
Sh ص A 14 ا 1
Dh ض B 15 ب 2
Th ط T 16 ت 3
Zh ظ Ts 17 ث 4
„ ع J 18 ج 5
Gh غ H 19 ح 6
F ف Kh 20 خ 7
Q ق D 21 د 8
K ك Dz 22 ذ 9
L ل R 23 ر 10
M م Z 24 ز 11
N ن S 25 س 12
W و Sy 26 ش 13
xii
No Huruf Arab Huruf Latin
H ه 27
„ ء 28
Y ي 29
B. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah : a آ : ȃ ي... : ai
Kasrah : i ي : ȋ و... : au
Dhammah : u و: ȗ
C. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال)qamariyah
Kata sandang yang diikuti alif lam (ال)qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh: -al :البقرة
Baqarah.
b. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال)syamsiyah
Kata sandang yang diikuti alif lam (ال)syamsiyahditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya. Contoh: الرجل: ar-rajul
c. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah (Tasydȋd)dalam sistem aksara Arab digunakan lambang
( ), sedangkan untuk alih aksaran ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda
xiii
tasydȋd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydȋd yang
berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah
kata sandang yang diikuti oelh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
اللها Ȃmanna billȃhi :أمنابا
d. Ta’ Marbȗthah (ة)
Ta’ Marbȗthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh
kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi
huruf “h”. Contoh: ف ئادةا al-Af'idah :ال
Sedangkan ta’ Marbȗthah (ة) yang diikuti atau disambungkan
(di-washal) dengan kata benda (isim) maka dialih aksarakan
menjadi huruf “t”. Contoh: بة لةنصا Ȃmilatun Nȃshibah„ :عاما
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan
tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti
penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD
berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic),
atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun nama diri
yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis
kapital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh:
„Alȋ Hasan al-„Ȃridh. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur`an dan
nama-nama surah menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-
Qur`an, Al-Baqarah, dan seterusnya.
xiv
Abstrak
Menjadi seorang mufassir tentu tidaklah mudah, diperlukan beberapa
keahlian khusus yang harus dimiliki dan dipahami oleh seorang mufassir.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah penafsiran akibat tidak adanya ilmu
yang mumpuni yang dikuasai mufassir. Sejarah penetapan syarat-syarat
mufassir tidak lepas dari sejarah kodifikasi ‘Ulûm Al-Qurân. Seiring dengan
semakin luasnya daerah yang dipengaruhi oleh Islam. Tafsir Al-Qur‟an
mengalami perkembangan sedemikian rupa sesuai dengan tendensi dan
kecenderungan kelompok mufassir itu sendiri. Menurut Quraish shihab
bahwa syarat-syarat yang ditetapkan oleh sebagian ulama adalah syarat
mufassir yang ingin menafsirkan Al-Qur‟an secara kamil dengan ijtihad
mereka. Akan tetapi hal tersebut berlaku pada masanya, sebab pada periode
modern ini, sangat sulit menemukan seseorang yang ahli dalam berbagai
ilmu.
Minimnya pembahasan tentang masalah syarat mufassir memancing
ghiroh penulis untuk meneliti tema ini. Setiap tokoh ulama memiliki
ketentuan syarat yang berbeda. Bahkan pada abad-abad awal munculnya
kajian ‘Ulumul Qur’an, belum adanya sistematisasi syarat bagi mufassir.
Sebagian dari mereka menyebutkan syarat tersebut pada muqaddimah sebuah
tafsir, ada sebagian yang menyebutkan secara khusus dalam sebuah bab.
Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk menganalisis perbedaan-
perbedaan penetapan syarat-syarat bagi mufassir yang diajukan oleh
beberapa ulama dari zaman klasik hingga kontemporer melalui kajian kitab-
kitab ‘Ulumul Qur’an dengan menggunakan pendekatan histories-
sosisologis, Penelitian ini juga bersifat deskriptif-analitis. Penulis
mengklasifikasikan syarat-syarat tersebut kedalam empat bagian. Yaitu
pertama, syarat Syar‟iyyah atau Akhlaqiyah, kedua, syarat Aqliyah, ketiga
syarat Ilmiyah, keempat, syarat li Anwa‟i at Tafsir. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah penulis dalam mengidentifikasi syarat-syarat disetiap
periodenya.
Adapun kesimpulan dari penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa
embrio dari syarat dan ketentuan bagi seorang mufassir sudah ada sejak masa
sahabat. Dan mulai berkembang pada abad pertengahan, pada masa ini
penetapan syarat-syarat bagi mufassir lebih lengkap dan sistematis
dibadingkan dengan masa sebelumnya. dan menjadi sebuah kajian khusus
Key words: Syarat Mufassir, Klasik, Pertengahan, Modern
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Allah memerintahkan kepada manusia, untuk berfikir tentang ayat-
ayat-Nya dan mengecam terhadap mereka yang hanya sekedar mengikuti
pendapat atau tradisi lama tanpa suatu dasar. Dengan dasar pemikiran
tersebut, seseorang tidak dapat dihalangi untuk merenungkan, memahami
dan menafsirkan Al-Qur‟an karena hal ini merupakan perintah Al-Qur‟an
sendiri. Sebagaimana setiap pendapat yang diajukan seseorang walaupun
berbeda dengan pendapat lain, harus ditampung.
Inilah konsekuensi logis dari perintah tersebut, Selama pemahaman
dan penafsiran tersebut dilakukan secara sadar dan penuh tanggung jawab.
Kebebasan yang bertanggung jawab inilah timbul pembatasan-pembatasan
dalam menafsirkan Al-Qur‟an, sebagaimana pembatasan-pembatasan yang
ditemukan dalam setiap disiplin ilmu. Sebab mengabaikan pembatasan
tersebut dapat menimbulkan polusi dalam pemikiran bahkan malapetaka
dalam kehidupan. Dapat dibayangkan jika seseorang bebas menafsirkan Al-
Qur‟an tanpa memiliki persyaratan yang menjamin dari ketersesatan dan
menyesatkan orang lain.
Bidang kedokteran misalnya, seseorang tidak diperkenankan
menangani pasien jika tidak menguasai ilmu kedokteran dengan baik.
Bahkan jika ia nekad membuka praktek dan ternyata pasien malah bertambah
sakit, ia akan dituduh melakukan malpraktek sehingga bisa dituntut ke
pengadilan. Demikian juga halnya dengan tafsir Al-Qur‟an, syarat yang ketat
diperlukan agar tidak terjadi kesalahan atau kerancuan dalam penafsiran.
Pada abad pertama Islam, para ulama sangat berhati-hati dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an. Seorang pernah bertanya kepada Abû Bakr
2
tentang makna abbâ dalam ayat (QS.Abasa [80]: 31). Abû Bakr
menjawab, “Di bumi apa aku berpijak, dan di langit mana aku berteduh bila
aku mengatakan di dalam Al-Qur‟an dengan pendapatku”. Hal ini
menunjukkan peran ijtihad masih sangat dihindari, demi menjaga kemurnian
Al-Qur‟an.1
Ibn „Abbâs, yang dinilai sebagai salah seorang sahabat Nabi yang
paling tahu maksud firman-firman Allah, menyatakan bahwa tafsir terdiri
dari empat bagian. Pertama, yang dimengerti secara umum oleh orang-orang
Arab berdasarkan pengetahuan bahasa mereka. Kedua, yang tidak ada alasan
bagi seseorang untuk tidak mengetahuinya. Ketiga, yang tidak diketahui
kecuali oleh para ulama. Kelima, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.2
Penjelasan yang diutarakan oleh Abû Bakr dan Ibn Abbâs hanya
sebagai bukti kehati-hatian beliau dalam menjelaskan suatu hal yang
berhubungan dengan Al-Qur‟an dan hal tersebut memberikan isyarat bahwa
pada masa sahabat sudah ada pembatasan terkait ruang lingkup bagi seorang
yang ahli ilmu, sebab tidak semua ayat Al-Qur‟an bisa ditafsirkan oleh
semua orang.
Pada abad-abad berikutnya, sebagian ulama berpendapat bahwa setiap
orang boleh menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an selama ia memiliki syarat-
syarat tertentu seperti menguasai ‘ilm nahwu, sharf, balâghah, isytiqâq3, ‘ilm
ushûl ad-dîn, ‘ilm qirâ’ât4, asbâb an nuzûl5, nâsikh wa mansûkh6, dan lain
1 Al furqon, “Kaidah Kualifikasi Intelektual Mufasir Dan Urgensinya” dalam Jurnal
Mutawâtir, Vol.1 No.2 Juli 2011, h.22 2
Badr al-Dîn Muhammad Abdullâh al-Zarkasyî, al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân
(Mesir: al-Halabî, 1957), h.164. 3 Isytiqaq adalah kata-kata yang mempunyai bentuk berbeda tetapi mempunyai
keterkaitan dalam tiga huruf asli, pada fa‟, „ain, dan lam fi‟ilnya 4
Suatu aliran di dalam melafalkan Al-Quran yang dipakai oleh salah seorang imam
qurra’ yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Quran al karim, berdasarkan
sanad-sanadnya yang bersambung kepada Rasulullah saw. Lihat Rosihan Anwar, Ulumul
Quran, (Cet. I: Bandung : Pustaka Setia, 2000), h.147
3
sebagainya.7 Perincian syarat-syarat yang disebutkan diatas muncul pada
abad-abad terakhir yaitu pada abad ke-4 hijriah bukan pada masa Rasulullah
ataupun sahabat, akan tetapi embrio syarat bagi seorang mufassir telah ada
sejak masa sahabat bahkan Rasulullah walaupun tidak secara jelas dan
terperinci. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan dalam berbagai aspek
di setiap periodenya, baik dalam hal keilmuan maupun pengaruh lingkungan
masyarakat. Sehingga syarat bagi mufassir mulai tersistematis hingga
sekarang.
Dengan adanya perbedaan pemahaman dalam memahami Al-Qur‟an
dan Ulȗmul Qur’an di era klasik hingga modern maka konteks sosio-
historis Al-Qur‟an sangat penting. Khususnya pada pembahasan tentang
diskursus perkembangan syarat-syarat mufassir. Sebab dengan melihat dan
mempertimbangkan keadaan, perlu adanya penyelarasan pendapat-pendapat
para ulama terdahulu mengenai penetapan syarat bagi mufassir dengan
kondisi keilmuan agar lebih relevan dengan kehidupan muslim pada masa
sekarang.
Adapun persyaratan bagi seorang mufassir dalam beberapa literatur
kitab ‘Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Menurut Syekh Muhammad Hussein adz-Dzâhâbi mensyaratkan
seorang mufassir harus mengetahui ilmu bahasa dan rahasianya,
mengetahui adat istiadat dan kebiasaan orang Arab, mengetahui
keadaan orang Yahudi dan Nasrani pada saat Al-Qur‟an diturunkan,
5
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa turunnya ayat, baik sebelum maupun
sesudah turunnya, dimana kandungan ayat tersebut berkaitan/dapat dikaitkan dengan
peristiwa itu. Lihat Kaidah Tafsir karya Muhammad Quraish Shihab, h.235 6
Pembatalan hukum syar‟i akibat hadirnya hukum syar‟i yang baru yang bertolak
belakang dengan hukum syar‟i yang sebelumnya. Lihat Kaidah Tafsir karya Muhammad
Quraish Shihab, h.283 7
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat,(Bandung: Penerbit Mizan, 1998), h.46
4
Mengetahui asbâb an-nuzûl, Mempunyai pemahaman yang kuat dan
pengetahuan yang luas.8
2. Syekh Manna‟ al-Qâththan mensyaratkan seorang mufassir dan tata
cara menafsirkan adalah Akidah yang benar, bebas dari hawa nafsu,
memulai menafsirkan Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, mencari tafsir dari
as Sunnah9, pendapat dari tabi‟in, mengetahui bahasa Arab dengan
semua cabangnya, mengetahui pokok-pokok ilmu yang berhubungan
dengan ilmu Al-Qur‟an, dan memiliki ketajaman berpikir.10
3. Khâlid as-Sabt: Syarat bagi seorang mufassir (yang hampir semuanya
mengenai bahasa Arab) yaitu harus mengetahui Fiqh lughah11, Hukum
kalimah, al-bayân,, al-ma‘ânî dan, al-badî‘, mûbham12 dan
mufasshal13, ‘Am dan khas, Ilmu Kalam, dan ‘Ilm Qira’at.14
4. Imam as-Suyûti: Dalam kitabnya al-Itqan menyebutkan beberapa jenis
ilmu yang diperlukan dalam menafsirkan Al-Qur‟an, yaitu: Ilmu
Lughat, Ilmu nahwû15, Ilmu sharaf16, Ilmu Isytiqâq, Ilmu Balâghah
(retorika, metafora). Ilmu Qira‟at, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Ushul Fiqh,
8 Muhammad Husain adz-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Vol. 1 (Kairo: t.p,
1987), h.59 9 Sunnah ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum menjadi
rasul maupun sesudahnya. 10
Manna‟ Khalil al Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Al- Qur’an, Terj. Mudzakir, (Jakarta:
PT. Pustaka Litera Antar Nusa: 1992), Cet.1, h.457-460 11
Ilmu yang berkaitan dengan pemahaman bahasa, dan pelajaran problematikanya,
dan tema-temanya. Dalam pengertian lain, fiqih lughah, yaitu ilmu yang dipelajari dan
memperoleh tema-tema tertentu dari sebagian kejadian yang telah terjadi. 12
Hadits yang nama rawinya atau orang yang memiliki hubungan dengan riwayat
tersebut tidak jelas, baik pada matan maupun pada sanad.
13 Menjelaskan secara terperinci.
14 Khalid As Sabt, Qawaid at Tafsir, (Cairo:Dar Ibnu Affan,tt), h.382
15 Ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenali kalimat-kalimat bahasa
arab dari sisi i'rab dan bina'-nya 16
Ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenal pola-pola kalimat dan
kondisi-kondisinya.
5
Ilmu Asbabu an-Nuzul, Ilmu Nasikh dan Mansukh, Ilmu Hadits, Ilmu
Mubhamah, Ilmu sains dan teknologi.17
Melihat beberapa persyaratan secara umum yang dikemukakan oleh
beberapa ulama terkait syarat sebagai mufassir yang penulis kutip, memiliki
perbedaan titik tumpu. Ada yang mengutamakan sisi keilmuan baik ilmu
bahasa, sosial, politik dan lain sebagainya. Khususnya bahasa Arab dan yang
terkait. Ada pula yang mengutamakan sisi spiritualitas mufassir. Hal ini
menujukkan bahwa adanya faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut,
baik dari faktor perbedaan masa, geografis, budaya dan kondisi keilmuan
masyarakat ketika itu.
Dengan demikian perlu adanya telaah ulang sebagai proses untuk
mewujudkan idealitas penafsiran dengan melihat perkembangan syarat-
syarat yang ada disetiap masanya. Sebab semakin bertambah masanya,
semakin banyak bermunculan corak-corak penafsiran dan metode-metode
yang beragam. Seyogyanya syarat bagi seorang mufassir memiliki
kemungkinan akan bertambah bahkan akan menjadi lebih sederhana
dibandingkan dengan masa sebelumnya. Misalnya pada masa sahabat,
kecenderungan penafsiran mereka hanya berkutat pada periwayatan dan
asbâb an-nuzûl. Pada masa selanjutnya mulai bermunculan pemikiran baru,
bahkan pada periode kontemporer kebebasan berfikir lebih luas dibandingan
masa sebelumnya, sehingga syarat bagi mufassir-nya pun berbeda.
Muhammad Quraish Shihab -seorang ulama kontemporer- berpendapat
bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan menyangkut syarat-syarat yang begitu
banyak dan rumit, diantaranya adalah:
1. Syarat-syarat tersebut ditujukan kepada orang yang ingin
mengemukakan pendapat baru berdasarkan analisisnya
17
Imam Jalaluddin As Suyuthi, Samudera Ulumul Qur’an, Terj. Farikh Marzuqi
Ammar dan Imam Fauzi Ja‟iz, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 2007), Cet.1, h.248
6
menyangkut ayat-ayat Al-Qur‟an, bukan bagi mereka yang hanya
menyampaikan pendapat mufassir yang selama ini telah
dikemukakan oleh pakar tafsir;
2. Syarat-syarat tersebut adalah bagi mereka yang ingin menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur‟an secara keseluruhan. Jika mereka hanya ingin
menafsirkan ayat Al-Qur‟an yang membahas tentang satu ilmu
misalkan tentang astronomi maka tidaklah mutlak baginya
mengetahui ilmu ushûl fiqh atau naskh mansûkh, atau ‘ilm al fiqh.
Tetapi cukup hanya dengan salah satu yang mutlak baginya adalah
ilmu tentang astronomi ditambah dengan bahsa Arab. Sebab
mustahil mengerti Al-Qur‟an tanpa bahasa Arab;
3. Sebagian dari syarat-syarat yang dikemukakan oleh para ulama
klasik dipandang perlu adanya revisi atau diberi pemaknaan yang
berbeda, seperti syarat lurusnya akidah penafsir. Syarat ini
menjadikan penafsiran orientalis (non muslim) tidak dapat
diterima. Tetapi bila syarat itu diganti dengan kalimat objektivitas,
maka siapapun yang objektif, ia berpotensi memahami ayat-ayat
Al-Qur‟an dengan baik selama syarat minimal telah dimilikinya;
4. Diperlukan penambahan syarat yaitu pengetahuan tentang objek
uraian ayat. Seseorang tidak mungkin akan memahami dengan baik
syarat-syarat yang berbicara, misalnya tentang embriologi, atau
ekonomi, jika ia tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang
memadai menyangkut disiplin ilmu-ilmu tersebut.18
Dapat dilihat secara jelas, bagaimana perbedaan pola pikir ulama pada
masa klasik seperti Ibnu Abbâs, Ibnu Jârir at Thabâri, Imam As Suyûti
hingga Quraish Shihab. Hal ini dapat dibenarkan jika melihat sumber daya
manusia yang kurang meumpuni prasyarat bagi mufassir, berbanding terbalik
18
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,(Tangerang: Lentera Hati,2013) h.397-398
7
dengan berbagai peristiwa dan permasalahan yang menuntut para ulama
untuk menyelesaikan permasalahan umat modern. Dengan menyeimbangkan
pola pikir dengan perkembangan zaman.
Diperkirakan pada suatu titik para ulama dan mufassir utamanya akan
hilang ditelan zaman karna tidak adanya atsar-atsar keilmuan yang hanya
menjadi kenangan. Sedangkan di sisi lain umat dalam kebingungan
menghadapi permasalahan-permasalahan baru yang mereka tidak
menemukannya di dalam rujukan tafsir sebelumnya. Hal tersebut dapat
menimbulkan kekacauan dimasa yang akan datang.
Minimnya pembahasan tentang masalah syarat mufassir memancing
semangat penulis untuk meneliti topik ini. Sebab banyak para ulama
menyebutkannya secara terpisah dan setiap tokoh ulama memiliki ketentuan
syarat yang berbeda. Tulisan ini mencoba untuk menganalisis perbedaan-
perbedaan dalam menetapkan syarat-syarat bagi mufassir yang diajukan oleh
beberapa ulama dari zaman klasik hingga kontemporer melalui kajian kitab-
kitab ‘Ulumul Qur’an dengan menggunakan pendekatan sosio-historis, dan
menemukan relevansi bagi perkembangan literatur tafsir. Penulis berusaha
mengaktualisasikannya dengan mengklasfikasikan syarat-syarat tersebut,
agar lebih mudah mengidentifikasi perbedaan antara syarat mutlak bagi
mufassir dan syarat penunjang bagi mufassir.
B. Identifikasi Masalah
Terdapat beberapa aspek yang perlu dibahas terkait syarat-syarat
mufassir, melihat adanya perbedaan syarat yang diajukan oleh para ulama di
setiap masanya. Sebab permasalahan yang berbeda, kebutuhan masyarakat
yang bervarian, kapasitas keilmuan yang dimiliki bahkan konflik para tokoh
yang mendorong munculnya syarat-syarat bagi mufassir.
Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan, Apakah setiap orang
memiliki otoritas untuk menafsirkan Al-Qur‟an? Lantas, siapakah yang
8
memiliki otoritas untuk menafsirkan Al-Qur‟an dan apa saja yang harus
dipenuhi olehnya? Apa yang menyebabkan adanya perbedaan syarat yang
dikemukakan oleh para ulama ? Apakah ada suatu hal yang mempengaruhi
para ulama terkait penetapan syarat sebagai mufassir ? Apakah sebagai
seorang mufassir harus mencangkup semua persyarat ? Bagaimana cara
untuk menambah khazanah referensi tafsir jika kebanyakan dari mereka
merasa tidak mumpuni untuk menafsirkan Al-Qur‟an dan hal ini berbanding
terbalik dengan perkembangan dan kebutuhan zaman? Apakah perlu adanya
penyelarasan bahkan pembaharuan dengan metode pengkolaborasian yang
disaring dengan sederhana terkait syarat-syarat mufassir modern, demi
meningkatkan motivasi masyarakat untuk lebih banyak mencurahkan
perhatiannya terhadap Al-Qur‟an?.
Mengingat bahwa semakin minimnya kajian tentang Al-Qur‟an dapat
menimbulkan kekacauan dimasa yang akan datang. Hal ini dipandang perlu
untuk mensinergikan syarat-syarat mufassir dengan kebutuhan zamannya
dan realitas permaslahan umat, agar keilmuan tidak berhenti hanya pada
zaman permasalahan klasik.
C. Batasan dan Rumusan masalah
Melihat identifikasi masalah di atas, penulis akan meneliti terkait
syarat-syarat mufassir yang terbatas pada permasalahan diskursus
perkembangan dan perbedaan syarat-syarat mufassir mulai dari era klasik
hingga modern. Untuk menemukan kolerasi antara syarat-syarat bagi
mufassir pada era klasik, pertengahan dan kontemporer. Sehingga dapat
mengetahui bagaimana relevansi disetiap masanya terhadap perkembangan
kajian tafsir, serta memancing ghiroh para ulama untuk lebih intens dalam
menjawab permasalahan umat dengan mempertimbangkan kebutuhan zaman
yang terus meningkat demi mempertahakan stabilitas keilmuan Islam.
9
Penulis berharap keilmuan dibidang tafsir tidak berhenti hanya pada
level mengetahui ilmu-ilmu Al-Qur‟an tanpa adanya perkembangan dalam
pengaplikasian Al-Qur‟an dalam menjawab tantangan zaman utamanya
dalam bidang tafsir. Melalui pertanyaan-pertanyaan diatas, maka penulis
memfokuskan pada pembahasan: Bagaimana diskurus perkembangan syarat-
syarat mufassir dalam literatur kitab ‘Ulumul Qur’an periode klasik hingga
modern ?
D. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penulisan karya tulis ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan
makalah ini adalah sebagai tugas akhir strata satu untuk menempuh gelar
sarjana. Adapun Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah untuk
mengetahui dinamika perkembangan syarat-syarat mufassir melalui kajian
literatur kitab ‘Ulumul Qur’an klasik hingga modern.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian Pustaka ini dilakukan agar tidak terjadi pengulangan terhadap
objek yang sama. Sepanjang penelitian yang telah dilakukan, belum
ditemukan penelitian yang secara spesifik membahas mengenai Diskursus
syarat-syarat mufassir klasik hingga modern. Juga belum ditemukan skripsi
atau tesis yang fokus membahas penelitian tersebut di Insitut Ilmu Al-Qur‟an
Jakarta. Berikut akan ditampilkan beberapa penelitian yang terkait yang kami
temukan ditempat lain:
1. Jurnal yang berjudul Kaidah Kualifikasi Intelektual Mufasir Dan
Urgensinya karya Al furqon (2011).19
Jurnal ini menjelaskan tentang
syarat-syarat mufassir menurut beberapa tokoh. Terdapat lima tokoh
yang sempat disinggung di dalam jurnal ini, seperti Jum‟ah Ali Abdu
19
Al Furqon, “Kaidah Kualifikasi Intelektual Mufasir Dan Urgensinya”, dalam
Mutawâtir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis,Vol.1, No.2 Desember 2011, h.217-227
10
al Qadir, Quraish Shihab, Ibnu Taimiyah, Abu A‟ala al Mandudi dan
Muhammad Husain Adz-Dzahabi. Akan tetapi jurnal ini menyebutkan
syarat-syarat mufassir secara acak tanpa memperhatikan runtutan
masa. Sehingga tidak terlihat dengan jelas perbedaan perkembangan
antar tokoh disetiap masanya.
Disisi lain jurnal ini memiliki kontribusi yang cukup besar
terhadap materi yang akan penulis kaji, sebab terdapat beberapa
pendapat tokoh yang sudah dibahas, sehingga membantu mengurangi
beban penulis dalam menggali informasi terkait pendapat tokoh-tokoh
tentang syarat-syarat bagi mufassir.
2. Buku yang berjudul Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an karya
Dr.H.Abdul Mustaqim (2016). Buku ini membahas tentang dinamika
sejarah penafsiran Al-Qur‟an yang mengkombinasikan dan
mendialogkan pendekatan historis-periodik dengan pendekatan
filosofis-konseptual dalam memotret perkembangan aliran-aliran tafsir
dari era klasik, pertengahan sampai modern-kontemporer.20
Buku ini juga sangat berkontribusi pada penelitian kami, sebab
penulis dapat mengetahui kondisi masyarakat masa klasik hingga
modern dan dapat membaca peta konsep pola pikir ulama ketika itu,
sehingga berimbas kepada penetapan syarat-syarat bagi para mufassir.
Sebab hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi masyarakat dan latar
belakang seseorang mempengaruhi pola pikirnya.
3. Jurnal yang berjudul Qawa’id al Tafsir Hubungannya dengan
Bahasa Arab Karya Jabal Nur (2013). Di dalam Jurnal ini
menjelaskan tentang pentingnya adanya syarat-syarat bagi mufassir
utamanya pengetahuan tentang Qaw â’id at Tafsîr dan bahasa Arab
20
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Idea
Press,2016), Cet.2, h.195-197
11
agar penafsiran Al-Qur‟an mendekati makna yang akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Jurnal ini tidak membahas secara fokus terkait pendapat para
ulama tentang syarat-syarat bagi mufassir. Penyebutan syarat-syarat
mufassir hanya sekedar sebagai penekanan bahwa syarat-syarat yang
dikemukakan oleh para ulama wajib dimiliki sebagai seorang mufassir,
utamanya ilmu Qaw â’id at Tafsîr dan bahasa Arab. Akan tetapi Jurnal
ini juga berkontribusi kepada penulis terkait referensi-referensi yang
digunakan, dapat menjadi tambahan rujukan bagi penulis.
F. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh sebuah kajian yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, maka penelitian dalam skripsi ini menggunakan metodologi
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu
penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Data-data yang digunakan bersumber dari
kepustakaan (Library research) yakni keseluruhan data dan bahan yang
digunakan merupakan data atau bahan pustaka yang sesuai dengan
permasalahan yang diangkat. Penelitian ini juga bersifat deskriptif-
analitis, yang akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam
rumusan masalah, berdasarkan pembacaan dan interpretasi terhadap data-
data yang berhubungan dengan tema yang akan diteliti. Sedangkan bahan
pustaka yang dijadikan objek penelitian adalah buku-buku, jurnal atau
tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan tema.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan histories-
sosisologis. Pendekatan historis dipakai untuk memperoleh pengetahuan
12
data-data sejarah baik yang bersumber langsung integral dari literatur
yang dijadikan objek penelitian, maupun objek luar yang diteliti.
Pendekatan historis dimaksudkan juga untuk mengemukakan asal usul
dan latar bekang objek yang diteliti, dinamika perkembangan, fungsi,
pengaruh dan hubungannya dengan kondisi sekitar. Dan untuk
menemukan informasi apa yang melatar belakangi perbedaan syarat bagi
mufassir disetiap periode. Sedangkan pendekatan sosiologis digunakan
untuk mengetahui kondisi sosio kultur para mufassir yakni kondisi
masyarakat dan kecenderungan masyarakat pada setiap masanya.
Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:
pertama, penulis akan menginventaris data dan menyeleksinya. Kedua,
penulis dengan cermat mengkaji data tersebut secara komprehensif
kemudian mengabstraksikan melalui pendekatan yang telah penulis
jelaskan diatas.
3. Sumber Data
Adapun data-data yang disiapkan dalam penelitian ini adalah yang
bersumber dari literatur yaitu mengadakan riset pustaka (library research)
yang bertujuan untuk mengumpulkan data informasi dengan bantuan
bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan.
Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, seperti data
primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut:
a. Data primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung
dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Sumber data primer
dalam penulisan skripsi ini adalah kitab Muqadimah fî Ushûl at-Tafsîr
karya Ibn Taymîyah, kitab Mabâhits fi ’Ulumi Al-Qur’an karya Manna
al Qhaththan, kitab al Itqon fi ‘Ulumi Al-Qur’an karya Jalaluddin
„Abdul ar Rahman ibnu Abi Bakar as Suyuti, kitab Al Burhân fi ‘Ulumi
13
Al-Qur’an karya Imam Az Zarkasyi dan kitab Tafsir Mufassirûn karya
Muhammad Husain Adz Dzahabi.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dari
catatan pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti laporan atau
catatan historis yang telah dipublikasikan dan tidak dipublikasikan.
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah tafsir-tafsir
yang dijadikan rujukan yakni buku Kaidah Tafsir karya M.Quraish
Shihab, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an karya Abdul Mustaqim,
„Ulûmul Qur’an karya Ayatullah Muhammad Baqir Hakim,
Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani Manâhilul ‘Irfan fi ‘Ulûm Al-
Qur’an, Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia karya
Nashruddin Baidan, Studi Islam Komperhensif karya Abudin Nata dan
buku-buku yang berkaitan dengan sejarah tafsir klasik hingga modern.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan Observasi tidak langsung,
melalui pengamatan dan pencatatan yang tampak pada objek penelitian
yang pelaksanaannya tidak langsung di tempat peristiwa atau saat
kejadian.21
Dan menggunakan metode dokumentasi terhadap data primer
dan data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah Kitab-kitab kaidah
tafsir dan Sejarah Tafsir, khususnya bab yang menjelaskan tentang syarat-
syarat mufassir. Sedangkan data sekunder merupakan bahan-bahan
kepustakaan yang memiliki kaitan lansung maupun tidak langsung dengan
data primer.
21
M. Alfatih Suryadilaga dkk, Metodologi Ilmu Tafsir,(Yogyakarta: Teras, 2005),
cet.1, h.172
14
G. Teknik dan Sistematika Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang disusun oleh TIM
Institut Ilmu Al Qur‟an Jakarta- yang diterbitkan oleh IIQ Pers- tahun
2017.
Secara keseluruhan, Untuk mempermudah penulisan, peneliti
membagi pembahasan skripsi ini ke dalam lima bab dengan rincian
sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang menyajikan latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi Tinjauan umum tentang syarat-syarat mufassir.
Uraian ini meliputi Pengertian tafsir dan mufassir, Sejarah muculnya
syarat-syarat mufassir, Urgensi syarat-syarat mufassir, Klasifikasi Syarat-
Syarat mufassir yang diantaranya Syarat Syar’iyyah dan Akhlaqiyah,
Syarat ‘Aqliyyah, Syarat Ilmiyyah, Syarat li Anwa’i at Tafsir.
Pada Bab ketiga penulis akan berusaha mengelompokkan
kecenderungan syarat-syarat bagi mufassir disetiap periodenya. Mulai
dari periode klasik yang dimulai dari ulama Mutaqaddimin, ulama
muta’akhhirin dan ulama modern atau kontemporer yang meliputi Profil
Tokoh-tokoh ‘Ulum Al-Qur’an pada masanya, Kondisi Keilmuan
Masyarakat pada masanya, Kriteria mufassir disetiap periodenya.
Bab keempat adalah analisis syarat-syarat mufassir yang meliputi
perkembangan syarat-syarat mufassir dalam literatur kitab ‘Ulumul
Qur’an klasik hingga modern
Bab kelima merupakan penutup yang berisikan kesimpulan saran-
saran bagi kajian selanjutnya
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa penulis bahwa kriteria bagi seorang mufassir ada
sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. walaupun masih bersifat embriologi
yakni belum tersusun secara sistematis. Sebab selama Nabi Muhammad
masih ada, tidak ada seorangpun yang berani berbicara terkait makna Al-
Qur’an. Nabilah satu-satunya mufassir yang mengetahui informasi secara
langsung dari Allah.
Adapun syarat bagi mufassir pada periode sahabat dan tabi’in serta
tabi’ut tabi’in tidak mengalami perbedaan yang berarti kecuali hanya
perbedaan pada syarat syar’iyah dan akhlaqiyah menurut klasifikasi penulis.
Yaitu tidak terlalu percaya pada cerita-cerita isrâiliyyât yang didapat dari
para pendeta, walaupun mereka telah menjadi seorang muslim.
Syarat mufassir yang tersirat dalam pernyataan Ibnu Abbâs, secara
umum dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, pengetahuan tentang
bahasa Arab dalam berbagai aspeknya. Kedua, pengetahuan tentang ilmu-
ilmu Al-Qur’an, (sejarah turunnya, muhkam dan mutasyabih). Ketiga,
pengetahuan tentang prinsip-prinsip pokok keagamaan. Keempat,
pengetahuan tentang disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat.
Kelima, bagi mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas tidak
dibenarkan untuk menafsirkan Al-Qur’an.
Pada periode pertengahan yakni ulama mutaqaddimin dan ulama
muta’akhirîn perkembangan ‘ulum Al-Qur’an semakin membaik. Walaupun
pada masa ulama mutaqaddimîn keilmuan tidak begitu berkembang pesat
dibandingkan dengan masa ulama muta’akhirîn. Hal ini ditandai dengan
sistematika pembahasan persyaratan bagi mufassir pada masa ulama
mutaqaddimîn yang masih berbentuk sederhana. Seperti yang disampaikan
92
oleh Ibnu Jârîr Ath Thabâri (310 H) dalam muqaddimah tafsirnya. Akan
tetapi pada abad terakhir dari periode mutaqaddimin yang diwakili oleh
Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah Az Zarkasy memiliki perbedaan
dalam menyebutkan syarat mufassir. Beliau menambahkan bahwa seorang
mufassir harus banyak mendengar dan mengikuti kajian-kajian tentang
segala hal tentang ‘Ulumul Qur’an dan harus memahami makna dhahir ayat
dan makna bathin ayat.
Perbedaan semakin jelas setelah masuk pada periode ulama
muta’akhkhirin. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa ulama
muta’akhirîn menjadi puncak kejayaan dalam bidang ‘ulumul Qur’an. Hal
ini ditandai dengan munculnya karya legendaris imam As Suyûti. Walaupun
disisi lain ulama ‘ulumul Qur’an pada masa ini tidak sebanyak pada masa
ulama mutaqaddimin. Akan tetapi keahlian yang dimiliki oleh ulama
muta’akhirin lebih sistematis. Seperti prasyarat bagi mufassir telah menjadi
sebuah kajian khusus dalam suatu bab dan lebih komperhensif dari masa
sebelumnya. Tidak seperti pada masa ulama mutaqaddimîn yang masih
memasukkan pembahasan syarat mufassir pada pembahasan umum kitab.
Dalam kitab karangan Imam As Suyuti al Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an
merupakan kitab yang relatif lengkap dibandingkan dengan kitab-kitab
sebelumnya bahkan menjadi satu-satunya ulama ‘ulumul Qur’an pada masa
ini. Beliau membahas secara khusus terkait syarat-syarat mufassir yang harus
dipenuhi seorang mufassir dalam kitabnya pada bab ke-78. Walaupun jika
dibandingkan dengan masa setelahnya yakni periode modern, perkembangan
‘ulumul Qur’an jauh lebih pesat.
Pada periode modern-kontemporer seorang mufassir khususnya,
diharuskan menguasai Ilmu-Ilmu modern seperti fisafat, Ilmu-ilmu sosial
dan Sains bahkan ilmu-ilmu penunjang lainnya seperti politik dan ekonomi.
Sebab melihat begitu banyaknya fenomena-fenomena yang terjadi sehingga
93
melahirkan berbagai macam permasalah-permasalahn baru. Akan tetapi hal
ini tidak bisa dipungkiri bahwa sangatlah sulit menemukan seorang yang
memiliki keahlian yang komperhensif dalam berbagai disiplin Ilmu.
Menurut hasil analisis sederhana penulis, bahwa syarat-syarat yang
dikemukakan oleh para ulama modern begitu rumit. Penulis lebih cenderung
bahwa seseorang yang ingin menafsirkan Al-Qur’an tidak diharuskan untuk
menguasai semua keilmuan yang disebutkan di atas. Mufassir hanya dituntut
untuk fokus kepada keahlian masing-masing dalam mengeksplorasi makna
Al-Qur’an. Hal ini dilakukan agar mendapatkan hasil yang maksimal dan
dapat dipertanggung jawabkan. Seperti yang dikatakan oleh Quraish Shihab
dalam bukunya Kaidah Tafsir. Bahkan ulama kita memperbolehkan suatu
kelompok melakukan aktivitas penafsiran atau dilakukan secara kolektif.
Meskipun apa yang tercantum dalam tulisan ini bukanlah batasan yang
final atau syarat mufassir yang mutlak terbatas pada point-point diatas karena
begitu banyaknya etika (tata krama) yang umumnya dimiliki oleh manusia,
tetapi setidaknya itulah garis besar yang menjadi pondasi fundamental bagi
para mufassir.
B. Saran
Setelah menyimpulkan, penulis memiliki beberapa saran yang kiranya
dapat bermanfaat bagi kelanjutan kajian penulis ataupun kajian-kajian lain
yang sejenis. Terutama yang terkait tentang kajian sejarah. Seperti yang
penulis angkat dalam skripsi ini yaitu diskursus syarat-syarat mufassir dari
era klasik hingga modern. Ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan
bahwa:
1. Kajian ini merupakan kajian yang sanagt sederhana, namun kajian ini
merupakan adalah kajian pertama terkait diskursus perkembangan
‘ulumul Qur’an spesialis syarat bagi mufassir. Sangat jarang bahkan
tidak ada kajian komperhensif tentang judul yang penulis angkat.
94
2. Penelitian yang penulis lakukan masih dalam kajian sederhana. Penulis
hanya terfokus pada beberapa kitab ‘Ulumul Qur’an sebagi sample.
Maka penulis harap di masa yang akan datang kajian ini berlanjut
sebab banyak hal yang penulis rasa belum terbahas secara lengkap.
3. Walaupun banyak kitab ‘Ulumul Qur’an akan tetapi tidak semua
membahas tentang tema penulis. Kesulitan penulis dapatkan ketika
mencari data pada era klasik, sebab pada era klasik belum adanya
sistematisasi syarat-syarat bagi mufassir. Dan adanya keterbatasan
waktu dalam memahami kitab-kitab klasik.
Akhirnya tidak ada manusia yang sempurna, setiap manusia memiliki
potensi melakukan kesalahan, namun sebaik-baiknya manusia adalah yang
mengakui kekurangannya dan selalu bertaubat akan kesalahan yang
diperbuat. Tidak kata terindah yang dapat penulis uraikan. Kecuali do’a,
semoga tulisan ini bermanfaat bagi seluruh pembaca dan penulis khususnya.
Semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan kekeliruan baik yang
disengaja dn tidak disengaja dalam tulisan ini.
95
Daftar Pustaka
Abu Syuhbah, Muhammad, Al-Isrâiliyât wa Al-Maudhû‘ât fî Kutub At-
Tafsîr, KSA: Maktabah As-Sunnah, 1408 H
Anshori, Tafsir bi Ar Ra’yi, Jakarta: Gaung Persada Pers, 2010.
Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Bandung : Pustaka Setia, 2005
Baidan, Nasaruddin, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, Solo:
PT.Tiga Serangkai, 2003, Cet.1
___________, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Jakarta: Dana Bakti Prima yasa,
2000
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, Cet.III
Al Dzahabi, Muhammad Hussein, Tafsir wa al Mufassirun, Beirut:
Maktabah al Wahbah, 2000.
____________Vol.1, Kairo: t.p, 1987
____________‘Ilmu At-Tafsir, Kairo: Dâr Al-Ma’ârif,1987, Vol.1
Al Ghazali, Muhammad, Al Qur’an Kitab Zaman Kita, Terj. Masykur Hakim
dan Ubaidillah, Bandung: Al Mizan, 2008.
Fahd, Ar-Rumy bin Abdurrahman bin Sulaiman, Buhûts fî Ushûl At-Tafsîr
wa Manâhijuhu, KSA: Maktabah At-Taubah, 1419 H
Hakim, Ayatullah Muhammad Baqir, Ulumul Qur’an, Jakarta: Al-Huda,
2012, Cet.2
Al-Harby, Husain bin Ali bin Husain. Qawâ‘id at-Tarjîh ‘Inda al-
Mufassirîn; Dirâsah Nazhâriyyah Tathbîqiyyah, Riyadh: Dâr al-
Qâsim,1996, Juz 1.
Ibn Mansyur, Abi Fadhal Jamal ad Din Muhammad ibn Mukarram, Lisan al
‘Arab,Riyadh: Dar ‘alam al kutub, 2003, Juz 6
Ibn Taymîyah, Taqiy al-Dîn Abû Abbâs, Muqadimah fî Ushûl al-Tafsîr
Beirût: Maktabah al-Hayât, 1980.
96
Ilyas, Yunahar Kuliyah Ulumul Qur’an,Yogyakarta: Itqan Publishing, 2014,
Cet.III
Izzan, Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur, 2011
Muchlas, Imam, Metode Penafsiran Al Quran, Malang: UMM Press, 2003
Mustaqim, Abdul, Dinamika Sejarah Tafsir Al Qur’an, Yogyakarta: Idea
Press, 2016.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2012
Al Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an, Terj. Mudzakir,
Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa: 1992.
Al Sabt, Khalid Qawaid al Tafsir, Cairo: Dar Ibnu Affan,tt.
Saeed, Abdullah, Paradigma prinsip dan metode penafsiran kontekstualitas
atas Al Qur’an, terj. Lien Iffah Naf’atu Fina dan Ari Henri,
Yogyakarya: Lembaga Ladang kata, 2017.
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014
Al Shalib, Subhi, Ulum al Hadis wa Mustalahuhu, Beirut: Dar al ‘Ilmi li
Malayin,1988, Cet.17
Shihab, Muhammad Quraish, Kaidah Tafsir,Tangerang: Lentera Hati, 2013.
_____________, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
______________, Dkk, Sejarah dan Ulum al-Qur’an, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008, Cet.4
Suryadilaga, M. Alfatih dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras,
2005. Cet.1
As Suyuthi, Imam Jaaluddin, Samudera Ulumul qur’an, Terj. Farikh
Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, Surabaya: PT.Bina Ilmu, 2007.
Al-Thabari, Abu Ja’far Muḥammad ibn Jarīr, Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta`wīl Áyi
al-Qur`ān, juz 5
97
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam,
Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012
Ushama, Thameem, terj.Hasan Basri dan Amroeni, Metodologi Tafsir Al-
Qur’an, Jakarta : Riora Cipta, 2000
al-Zarkashî, Badr Al-Dîn Muhammad Abd Allâh, al-Burhân fî ‘Ulûm al-
Qur’ân, Mesir: al-Halabî, 1957
Al-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim, Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulum Al-
Qur’an, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2001
Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: CV. asy-Syifa’, t.t.
The Holy Qur’an English translation of the meanings and Commentary,
Madinah: King Fahd Holy Qur’an Printing Complex, 1420 H
Jurnal Innovatio: Melacak Metodologi tafsir Al-Quran, Vol.6, No.12, 2007
Jurnal Mutawâtir: Keilmuan Tafsir Hadis,Vol.1, No.2 Desember 2011.
______________Kaidah Kualifikasi Intelektual Mufasir Dan Urgensinya,
Vol.1,No.2, 2011
Jurnal An Nida’ : Ijtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam, Vol.40,No.1,
2015
top related