eksplorasi komoditas hiu ordo orectolobiformes …repository.ub.ac.id/7668/1/annis...
Post on 19-Oct-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EKSPLORASI KOMODITAS HIU ORDO ORECTOLOBIFORMES YANG
DIDARATKAN DI PPN BRONDONG LAMONGAN DAN STATUS
KONSERVASI MENURUT IUCN
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh :
ANNISA FARDANIYAH
NIM. 125080600111094
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
EKSPLORASI KOMODITAS HIU ORDO ORECTOLOBIFORMES YANG
DIDARATKAN DI PPN BRONDONG LAMONGAN DAN STATUS
KONSERVASI MENURUT IUCN
SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Oleh : ANNISA FARDANIYAH NIM. 125080600111094
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
NOVEMBER, 2017
i
ii
Judul : Eksplorasi Komoditas Hiu Ordo Orectolobiformes Yang
Didaratkan Di PPN Brondong Lamongan dan Status
Konservasi Menurut IUCN
Nama Mahasiswa : Annisa Fardaniyah
NIM : 125080600111094
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Guntur, MS
Pembimbing 2 : Dwi Candra Pratiwi, S.Pi., M.Sc., MP
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING
Dosen Penguji 1 : Feni Iranawati, S.Pi., M.Sc., Ph.D
Dosen Penguji 2 : Citra Satrya Utama Dewi, S.Pi., M.Si
Tanggal Ujian : 22 November 2017
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Annisa Fardaniyah
Nim : 125080600111094
Prodi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan skripsi yang berjudul
“Eksplorasi Komoditas Hiu Ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN
Brondong Lamongan dan Status Konservasi Menurut IUCN” adalah benar
merupakan hasil tulisan dan hasil karya saya sendiri, yang dibantu oleh dosen
pembimbing. Adapun data dan informasi yang diperoleh berasal dari beberapa
sumber tertulis, dan sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah dituliskan atau dipublikasi oleh orang lain selain yang
tertulis dalam laporan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila
dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa laporan skripsi ini
merupakan hasil penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi
atas perbuatan tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, November 2017
Mahasiswa,
Annisa Fardaniyah NIM. 125080600111094
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Annisa Fardaniyah
NIM : 125080600111094
Tempat / Tgl Lahir : Malang/ 09 Maret 1994
No. Tes Masuk P.T. : 1125510036
Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan / Pemanfaatan
SumberdayaPerikanan dan Kelautan / Sosial Ekonomi
Perikanan dan Kelautan *)
Program Studi : Ilmu Kelautan
Status Mahasiswa : Biasa / Pindahan / Tugas Belajar / Ijin Belajar
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Agama : Islam
Status Perkawinan : ( Sudah Kawin / Belum Kawin *)
Alamat : Jalan Kolonel Sugiono 21B No.28 Malang
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan Tahun
Keterangan Masuk Lulus
1 S.D 2000 2006
2 S.L.T.P 2006 2009
3 S.L.T.A 2009 2012
4 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)
2012 2017
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan saya sanggup menanggung segala
akibatnya.
Malang, November 2017
Hormat kami
(Annisa Fardaniyah) NIM. 125080600111094
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan bantuan beberapa pihak laporan yang berjudul “Eksplorasi
Komoditas Hiu Ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong
Lamongan dan Status Konservasi Menurut IUCN” dapat diselesaikan. Untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan laporan skripsi ini.
2. Keluarga, terutama untuk kedua orang tua penulis. Bapak M. Fadil Agil
Al-Vad‟aq dan Ibu Siti Aminatussya‟diyah yang tiada henti-hentinya
mensupport, memotivasi, memarahi dan yang selalu memberikan
dukungan lahir batin baik moril maupun materi, serta do‟a yang tak
pernah putus. Kak Seli dan mas Rizki yang membantu dalam proses
pengambilan data serta dukungan moril dan materi. Kak Dila dan adik di
rumah yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada
penulis. Adik bayi Fahri yang menggemaskan membuat lupa tentang
keluh kesah skripsi, serta anggota keluarga baru Haci si kucing sebatang
kara yang selalu menemani bergadang mengerjakan revisian skripsi.
3. Bapak Dr. Ir. Guntur, MS selaku dosen pembimbing I dan ibu Dwi Candra
Pratiwi., S.Pi., M.Sc, MP selaku dosen pembimbing II yang dengan
sangat baik dan sabar, selalu memberi solusi dan inspirasi, tulus serta
tidak pernah lelah membimbing saya yang terkadang lemot.
4. Ibu Feni Iranawati, S.Pi., M.Sc., Ph.D dan ibu Citra Satrya Utama Dewi,
S.Pi., M.Si sebagai dosen penguji dalam ujian skripsi.
5. Para nelayan, bakul, dan pengepul ikan di PPN Brondong yang
senantiasa meminjamkan ikan dan mengizinkan penulis melakukan
penelitian di wilayahnya.
vi
6. Eddo Alfianto, Fayakun, ibunda dari Fayakun, Eka N. Mufida beserta
keluarga, dan teman-teman lainnya yang mendukung saya selama
pengambilan data di Lamongan.
7. I Gede „pangeran‟ Septian, Elsa Renindya, Kirana Fajar, Vacyn,
Syakanov Murian dan keluarga besar poseidon yang mendukung dan
memberi informasi.
8. Teman bermain Dini Ria, Nurania Amrieta, Lila Nur Rachim, Indah
Alriestya, Iqbal Haudli, geng dremulen, Gita, Sheila, Saraya Atikah.
9. Sahabat LDR kak Ratna, Mia, Alfis, Ara
10. Para pejuang skripsi sang Power Ranger Galang, Faisal, Mahendra,
Yunidha
11. Keluarga besar POSEIDON yang telah memberi dukungan moril selama
perjalanan menyelesaikan laporan ini.
12. Adek tingkat ATLANTIK, Bethrix, Lestari, Rizal, Romantino, dan semua
adik tingkat yang telah membantu selama proses penyelesaian laporan
ini.
13. Bapak dan mas gojek, grab, yang senantiasa mengatar penulis ke
kampus, tukang print FP dan gang tikus, serta semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian laporan ini.
vii
ABSTRAK
Hiu semakin marak ditangkap karena hiu memiliki nilai ekonomis yang tinggi.Penangkapan hiu secara berlebihan dapat menjadi masalah karena sebagian besar hiu tidak bereproduksi dengan cepat, yang berarti sangat rentan terhadap eksploitasi. Apabila stok ikan hiu semakin berkurang, maka akan menyebabkan tidak seimbangnya ekosistem, karena hiu merupakan predator puncak di ekosistem perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan hiu ordo Orectolobiformes dan status konservasi (IUCN) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong-Lamongan. Data yang dikumpulkan meliputi panjang total, jenis kelamin hiu dan tingkat kematangan clasper. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh jenis hiu yang ditemukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara adalah Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium punctatum, Chiloscyllium plagiosum, dan Stegostoma fasciatum. Sebaran frekuensi panjang total hiu Chiloscyllium griseum yang tertangkap yaitu pada ukuran 72cm– 79cm, Chiloscyllium punctatum pada ukuran 72cm– 77cm, Chiloscyllium plagiosum pada ukuran 62 cm, Stegostoma fasciatum pada ukuran 134 cm. Berdasarkan rasio jenis kelamin, hiu yang tertangkap didominasi oleh hiu jantan. Tingkat kematangan clasper hiu jantan yangdidaratkan terbanyak adalah Non Clacification (NC) sebesar 57%. Beberapa hiu mempunyai status hampir terancam yaitu: Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium punctatum, Chiloscyllium plagiosum, sedangkan hiu Stegostoma fasciatum mempunyai status rentan punah. Kata kunci: Ekplorasi, hiu, status konservasi, Brondong Lamongan
ABSTRACT
Catching shark are increase sincethey have a high economic value. The overwhelm of catching shark could make some matters because mostly shark are not reproducting rapidly, it meansthis case is verysuspectible toward the exploitation. If shark stock decrease, it will cause unstabil of ecosystem since shark are the top predator in coastal ecosystem. The purpose of this study are knowing the utilization of Orectolobiformes shark order and the conservation status (based on IUCN) in Brondong-Lamongan port. The data which have been collected are total length, shark sex and clasper maturity. Based on identify result they are several type of shark found in port an they areChiloscyllium griseum, Chiloscyllium punctatum, Chiloscyllium plagiosum, and Stegostoma fasciatum. Distribution of the total length of Chiloscyllium griseum that was caught on the range of 72cm - 79cm, Chiloscyllium punctatum on range 72cm - 77cm, Chiloscyllium plagiosum at size 62 cm, Stegostoma fasciatum at size 134 cm. Based on sex ratio, mostly sharks catched are male sharks. Clasper maturity grade of male sherks landed are generally dominated by Non Clacification (NC) about 57%. Some of the sharks have a near-threatened (NT) status and they are: Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium punctatum, Chiloscyllium plagiosum, besides the other, Stegostoma fasciatum have vulnurable (VU) status. Key Words: Eploration, sharks, conservation status, Brondong Lamongan
viii
RINGKASAN
ANNISA FARDANIYAH.Laporan skripsi tentang Eksplorasi Komoditas Hiu Ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong Lamongan dan Status Konservasi Menurut IUCN, (di bawah bimbingan Guntur dan Dwi Candra Pratiwi)
Ikan hiu mempunyai peran sebagai predator tingkat atas pada rantai makanan yang menentukan serta mengontrol keseimbangan jaring-jaring makanan komplek. Eksploitasi perikanan hiu dan pari di perairan Indonesia bersifat multi spesies dan multi gear. Penangkapan hiu secara berlebihan dapat menjadi masalah karena sebagian besar hiu tidak bereproduksi dengan cepat seperti ikan lainnya, yang berarti bahwa hiu sangat rentan terhadap eksploitasi besar-besaran. Hiu banyak diburu sebagai tangkapan utama maupun tangkapan sampingan (by catch), salah satunya yaitu wilayah pengolaan perikanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong Kabupaten Lamongan yang merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di perairan utara Jawa Timur.
Tujuan penelitian ini adalah menghitung sebaran frekuensi panjang total hiu, membandingkan jumlah jenis kelamin, mengetahui rata-rata kondisi kematangan clasper (hiu jantan), serta menganalisis status konservasi hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong. Metode penelitian yang digunakan adalah sampling acak yang dilakukan pada beberapa pedagang ikan. Prosedur pengambilan data dimulai dari proses identifikasi untuk menentukan spesies dari ordo Orectolobiformes yang ditemukan, selanjutnya yaitu pengukuran morfometrik hiu, jenis kelamin, serta kematangan clasper. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data sebaran frekuensi panjang, analisis data jenis kelamin dan kematangan clasper, serta analisis status konservasi.
Hasil penelitian ini, spesies yang ditemukan pada ordo Orectolobiformes yaitu Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium punctatum, Chiloscyllium plagiosum, dan Stegostoma fasciatum. Sebaran frekuensi panjang total hiu untuk spesies Chiloscyllium griseum yang tertangkap, terdistribusi pada ukuran antara 72cm–79cm, Chiloscyllium punctatum terdistribusi pada ukuran antara 72cm–77cm, Chiloscyllium plagiosum pada ukuran 62 cm, sedangkan Stegostoma fasciatum pada ukuran 134 cm. Dari keseluruhan data tangkapan hiu jantan dan betina, hiu jantan dominan paling banyak ditangkap, perbandingan jenis kelamin yang tidak seimbang, dapat menurunkan jumlah populasi dalam jangka waktu tertentu. Rata-rata kondisi kematangan clasper pada hiu jantan ordo Orectolobiformes yang di daratkan di PPN Brondong yaitu 57% kategori NC (Non Calcification), 34% kategori NFC (Non Full Calcification), 9% kategori FC (Full Calcification). Hiu jantan dengan kategori NFC paling besar persentasenya, hal itu berarti bahwa hiu jantan yang berusia remaja dan hampir siap membuahi hiu betina, paling banyak ditangkap. Status konservasi hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong paling banyak ditemukan pada spesies Chiloscyllium punctatum mempunyai status hampir terancam (Near Threatened). Spesies Chiloscyllium griseum dan Chiloscyllium plagiosum juga mempunyai status hampir terancam (Near Threatened). Selain itu ditemukan hasil tangkapan spesies Stegostoma fasciatum yang mempunyai status terancam (Vulnerable). Penangkapan ikan hiu ordo Orectolobiformes yang dilakukan di PPN Brondong tidak ideal dan tidak sesuai dengan tata cara penangkapan yang bertanggung jawab. Apabila penangkapan dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan kepunahan dan dapat diprediksi stok ikan hiu akan habis dalam jangka waktu dekat.
ix
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul :“ Eksplorasi Komoditas Hiu Ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN
Brondong Lamongan dan Status Konservasi Menurut IUCN”. Tujuan dibuatnya
Laporan Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
Laporan Skripsi ini menyajikan pokok-pokok ulasan mengenai Eksplorasi
Komoditas Hiu Ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong
Lamongan dan Status Konservasi Menurut IUCN.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada di
dalam proposal Skripsi ini. Demi kesempurnaan dari proposal skripsi ini maka
penulis membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
menjadikan proposal Skripsi yang lebih baik nantinya
Malang, November 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... v
RINGKASAN ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ...................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan ......................................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Morfologi dan Sebaran Hiu Ordo Orectolobiformes ... Error! Bookmark not
defined.
2.1.1 Family Hemiscyllidae ............................ Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Family Stegostomatidae ....................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Identifikasi Morfologi Hiu ............................. Error! Bookmark not defined.
2.3 Nisbah Kelamin ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Tingkat Kematangan Clasper ...................... Error! Bookmark not defined.
2.5 Status Hiu Berdasarkan International Union for the Conservation of Nature
and Natural Resources (IUCN) .......................... Error! Bookmark not defined.
2.5.1 Extinct (EX) ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.5.2 Extinct in the Wild (EW) ........................ Error! Bookmark not defined.
2.5.3 Critically Endangered (CR) ................... Error! Bookmark not defined.
2.5.4 Endangered (EN) .................................. Error! Bookmark not defined.
2.5.5 Vulnerable (VU) .................................... Error! Bookmark not defined.
2.5.6 Near Threatened (NT) ........................... Error! Bookmark not defined.
2.5.7 Least Concern (LC)............................... Error! Bookmark not defined.
2.5.8 Data Deficient (DD) ............................... Error! Bookmark not defined.
xi
2.6 Penelitian Terdahulu ................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III. METODE ................................................. Error! Bookmark not defined.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Alat dan Bahan ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.3 Prosedur Pengumpulan Data ...................... Error! Bookmark not defined.
3.3.1 Identifikasi Spesies ............................... Error! Bookmark not defined.
3.3.2 Morfometri ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.3.3 Jenis Kelamin ....................................... Error! Bookmark not defined.
3.3.4 Kematangan clasper pada hiu jantan .... Error! Bookmark not defined.
3.4 Analisis Data Morfometri Panjang Total Hiu Error! Bookmark not defined.
3.5 Analisis Status konservasi ........................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................... Error! Bookmark not defined.
4.1. Kondisi PPN Brondong ............................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Hasil Identifikasi Spesies ............................. Error! Bookmark not defined.
4.2.1 Chiloscyllium griseum .......................... Error! Bookmark not defined.
4.2.2 Chiloscyllium punctatum ...................... Error! Bookmark not defined.
4.2.3 Chiloscyllium plagiosum ........................ Error! Bookmark not defined.
4.2.4 Stegostoma fasciatum .......................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Komposisi Hiu Ordo Orectolobiformes ......... Error! Bookmark not defined.
4.3 Hasil Morfometrik Hiu Ordo Orectolobiformes ........... Error! Bookmark not
defined.
4.3.1 Sebaran Frekuensi Panjang Total (Total Length) Error! Bookmark not
defined.
4.3.2 Proporsi Jenis Kelamin ......................... Error! Bookmark not defined.
4.3.3 Tingkat Kematangan clasper hiu jantan Error! Bookmark not defined.
4.4 Analisis Status konservasiordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN
Brondong .......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB V. PENUTUP ................................................ Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran .......................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................................. Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penelitian terdahulu ................................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. Daftar alat dan fungsinya ........................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. Daftar bahan dan fungsinya .................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. Kalsifikasi kematangan clasper pada hiu jantan .... Error! Bookmark not
defined.
Tabel 5. Kategori status konservasi hiu menurut IUCN ....... Error! Bookmark not
defined.
Tabel 6. Penciri spesies Chiloscyllium griseum ..... Error! Bookmark not defined.
Tabel 7. Penciri spesies Chiloscyllium punctatum . Error! Bookmark not defined.
Tabel 8. Penciri spesies Chiloscyllium plagiosum . Error! Bookmark not defined.
Tabel 9. Penciri spesies Stegostoma fasciatum .... Error! Bookmark not defined.
Tabel 10. Komposisi spesies yang ditemukan di PPN Brondong Error! Bookmark
not defined.
Tabel 11. panjang total hiu Chiloscyllium plagiosum ........... Error! Bookmark not
defined.
Tabel 12. panjang total hiu stegostoma fasciatum Error! Bookmark not defined.
Tabel 13. Status konservasi hiu ordo Orectolobiformes ...... Error! Bookmark not
defined.
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sebaran Hiu ordo Orectolobiformes di Perairan Indonesia (Sumber:
White et al., 2006) ................................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. Family Hemiscyllidae (Sumber: White et al., 2006) .. Error! Bookmark
not defined.
Gambar 3. Family Stegostomatidae (Sumber: White et al., 2006) ................ Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4. Peta pengambilan sampel ................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Teknik Pengkodean (Sumber: BPSPL, 2015) .... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 6. Contoh ikan hiu yang telah diberi kode Error! Bookmark not defined.
Gambar 7. Teknik pengambilan gambar (Sumber: BPSPL, 2015) .............. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8. Pengukuran total length (TL) pada hiu (Sumber: Compagno, 1984)
............................................................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 9. Kelamin betina (tidak mempunyai clasper) ........ Error! Bookmark not
defined.
Gambar 10. Kelamin jantan (mempunyai clasper) Error! Bookmark not defined.
Gambar 11. Keadaan PPN Brondong ................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 12. Diagram proporsi jumlah ikan hiu per spesies . Error! Bookmark not
defined.
Gambar 13. Sebaran frekuensi panjang total spesies A. Chiloscyllium griseum B.
Chiloscyllium punctatum ....................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 14. Proporsi jenis kelamin ....................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 15. Diagram tingkat kematangan clasper pada hiu jantan .............. Error!
Bookmark not defined.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data pengukuran hiu hari 1 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2. Data pengukuran hiu hari 2 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 3. Data pengukuran hiu hari 3 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4. Data pengukuran hiu hari 4 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 5. Data pengukuran hiu hari 5 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 6. Data pengukuran hiu hari 6 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 7. Data pengukuran hiu hari 7 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 8. Data pengukuran hiu hari 8 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 9. Data pengukuran hiu hari 9 ............... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 10. Data pengukuran hiu hari 10 ........... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 11. Data pengukuran hiu hari 11 ........... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 12. Data pengukuran hiu hari 12 ........... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 13. Data pengukuran hiu hari 13 ........... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 14. Data pengukuran hiu hari 14 ........... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 15. spesies Chiloscyllium griseum saat dewasa .. Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 16. spesies Chiloscyllium griseum saat juvenile .. Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 17. Kepala Chiloscyllium griseum tampak samping .... Error! Bookmark
not defined.
Lampiran 18. Kepala Chiloscyllium griseum tampak bawah Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 19. Bagian perut bawah Chiloscyllium griseum ... Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 20. spesies Chiloscyllium punctatum saat juvenil Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 21. spesies Chiloscyllium punctatum saat dewasa ..... Error! Bookmark
not defined.
Lampiran 22. Kepala Chyloscillium punctatum tampak atas Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 23. Kepala Chyloscillium punctatum tampak samping Error! Bookmark
not defined.
Lampiran 24. Gigi Chyloscillium punctatum .......... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 25. Ekor Chyloscillium punctatum ......... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 26. Spesies Chiloscyllium plagiosum .... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 27. Sirip dorsal 1 dan 2 Chiloscyllium plagiosum . Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 28. Posisi sirip dorsal terhadap sirip pelvic Chiloscyllium plagiosum
............................................................................. Error! Bookmark not defined.
Lampiran 29. Kepala Chiloscyllium plagiosum tampak bawah ... Error! Bookmark
not defined.
Lampiran 30. Spesies Stegostoma fasciatum ....... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 31. Kepala Stegostoma fasciatum tampak atas ... Error! Bookmark not
defined.
xv
Lampiran 32. Alat tangkap payang ....................... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 33. Proses pengambilan data ................ Error! Bookmark not defined.
Lampiran 34. Proses wawancara kepada nelayan Error! Bookmark not defined.
Lampiran 35. Gudang pengelolahan sirip hiu ........ Error! Bookmark not defined.
Lampiran 36. Proses pengelolahan sirip hiu ......... Error! Bookmark not defined.
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan hiu merupakan hewan predator yang hidup di lepas pantai dan
beberapa jenis lainnya hidup di lingkungan terumbu karang. Hiu mempunyai
peran sebagai predator tingkat atas pada rantai makanan yang menentukan
serta mengontrol keseimbangan jaring-jaring makanan yang komplek (Ayotte,
2005). Hiu dan pari banyak diburu sebagai tangkapan utama maupun tangkapan
sampingan (by catch) di beberapa lokasi di Indonesia seperti Laut Jawa, Selat
Karimata, Selat Makassar, serta dekat Samudera Hindia, Laut Tiongkok Selatan
dan Samudera Pasifik. Penangkapan hiu secara berlebihan dapat menjadi
masalah karena sebagian besar hiu tidak bereproduksi dengan cepat seperti ikan
lainnya, yang berarti sangat rentan terhadap eksploitasi besar-besaran. Hiu-hiu
pelagis tingkat reproduksinya hanya 2-3 keturunan saja setiap tahun dan sangat
lambat untuk mencapai usia matang. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi hiu
untuk mencapai usia matang (IUCN , 2010).
Salah satu wilayah pengolaan perikanan di perairan Jawa Timur adalah
pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Brondong Kabupaten Lamongan. PPN
Brondong merupakan pelabuhan perikanan yang memiliki potensi perikanan
tangkap terbesar di Jawa Timur sebesar 61.436,5 ton, dibandingkan dengan
tempat lainnya, seperti di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Gresik yang memiliki
potensi perikanan tangkap sebesar 10.070,4 ton dan 16.671,7 ton pada Tahun
2010. Jumlah ini diduga akan terus mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya permintaan hiu di pasar dunia (Pusat Data Statistik dan Informasi,
2015).
Eksploitasi perikanan hiu dan pari di perairan Indonesia bersifat multi
spesies dan multi gear. Mengingat harga komoditi perikanan hiu dan pari yang
2
tinggi, maka banyak nelayan yang memburu ikan ini sebagai hasil tangkapan
utama. Nelayan Indonesia hampir memanfaatkan seluruh bagian dari hiu dan
pari, misalnya daging untuk konsumsi, sirip untuk komoditas ekspor, kulit untuk
disamak, hati untuk diambil minyaknya, tulang untuk bahan lem atau bahkan
sebagai bahan baku obat penghambat pertumbuhan sel ganas dalam tubuh
manusia. Pelaksanaan monitoring populasi jenis ikan hiu merupakan tindakan
nyata terhadap program konservasi dan pengelolaan sumber daya (Parluhutan,
2013).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status eksploitasi ikan hiu ordo
Orectolobiformes yang ditemukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Brondong Kabupaten Lamongan. Dengan mengetahui rata-rata ukuran panjang
total pada spesies jantan dan betina, serta dengan mengetahui kematangan
clasper pada spesies hiu yamg didaratkan di PPN Brondong, maka akan
diketahui tingkat pemanfaatan spesies hiu tersebut apakah berlebihan atau tidak.
Dari data tersebut dapat ditentukan status konservasi hiu yang terdapat di PPN
Brondong.
1.2 Rumusan Masalah
Pengetahuan mengenai pengenalan jenis hiu yang ada di Indonesia
amatlah dibutuhkan seiring dengan tingkat pemanfaatan yang amat tinggi
terhadap populasi jenis ini, serta untuk memperoleh data yang akurat dalam
penentuan kebijakan terhadap pengelolaan sumber daya tersebut. Sifat biologi
ikan hiu yang tumbuh lamban, berumur panjang, matang seksual pada umur
relatif tua dan hanya menghasilkan sedikit anak, sifat sifat seperti itu membuat
hiu sangat sensitif terhadap penangkapan berlebihan (FAO, 2000).
Dari permasalahan tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini
yaitu:
3
1. Berapa frekuensi sebaran panjang total hiu ordo Orectolobiformes yang
didaratkan di PPN Brondong?
2. Berapa perbandingan jumlah jenis kelamin hiu ordo Orectolobiformes jantan
dan betina yang di daratkan di PPN Brondong?
3. Bagaimana tingkat kematangan clasper pada hiu jantan ordo
Orectolobiformes yang di daratkan di PPN Brondong?
4. Bagaimana status konservasi hiu ordo Orectolobiformes di PPN Brondong?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menghitung sebaran frekuensi panjang total hiu ordo Orectolobiformes yang
didaratkan di PPN Brondong.
2. Membandingkan jumlah jenis kelamin hiu ordo Orectolobiformes jantan dan
betina yang di daratkan di PPN Brondong.
3. Mengetahui rata-rata kondisi kematangan clasper pada hiu jantan ordo
Orectolobiformes yang di daratkan di PPN Brondong.
4. Menganalisis status konservasi hiu ordo Orectolobiformes di PPN Brondong.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam penelitian
selanjutnya. Pada penelitian ini untuk mengetahui status konservasi hiu di PPN
Brondong dilakukan dengan teknik sampling pengukuran panjang total hiu,
menghitung perbandingan hiu jantan dan betina, serta mengidentifikasi
kematangan clasper pada hiu jantan ordo Orectolobiformes yang didaratkan di
PPN Brondong. Dengan mendapatkan data tersebut dapat membantu
pemerintah dalam pengelolaan perikanan hiu di perairan jawa timur khususnya di
PPN Brondong kabupaten Lamongan.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Sebaran Hiu Ordo Orectolobiformes
Hiu ordo Orectolobiformes atau biasa disebut oleh masyarakat setempat
dengan hiu karpet. Hiu ini mempunyai dua famili yaitu famili Hemiscyllidae dan
famili Stegostomatidae. Hiu famili Hemiscyllidae biasa disebut dengan Bamboo
Sharks sedangkan hiu famili Stegostomatidae biasa disebut zebra sharks (Fish
Base, 2017).
Menurut White et al (2006), sebaran hiu ordo Orectolobiformes meliputi
perairan tropis dan subtropis hangat (18-300C). Hiu ordo Orectolobiformes dapat
dijumpai di perairan lepas hingga perairan pantai. Mayoritas spesises dari hiu
ordo Orectolobiformes tersebar luas di perairan Indo-Pasifik Barat. Di perairan
Indonesia, hiu ordo ini ditemukan hampir diseluruh perairan Indonesia, mulai
Samudera Hindia, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Pasifik, Selat Makasar,
Laut Sulawesi, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Banda dan Laut Arafura (Gambar
1).
Gambar 1. Sebaran Hiu ordo Orectolobiformes di Perairan Indonesia (Sumber:
White et al., 2006)
5
2.1.1 Family Hemiscyllidae
Menurut White et al (2006), hiu famili Hemiscyllidae merupakan hiu kecil
berbentuk batang silindris atau sedikit kompres. Jarak precaudal tail lebih
panjang dari kepala dan trunk. Hiu ini, terdapat 5 celah insang kecil, 3 celah kecil
yang terakhir terdapat di atas dasar sirip dada. Spirakel yang dimiliki hiu ini
sangat besar dan terletak di belakang bawah mata. Lubang hidung pada hiu
famili ini terdapat sungut. Hiu famili Hemiscyllidae tidak memiliki selaput kelopak
mata. Moncong pendek hingga agak panjang, sedikit kompres, berbentuk
parabola hingga bulat melebar. Mulut kecil, hampir melintang, dan terletak di
depan mata. Mempunyai gigi kecil. Mempunyai dua sirip punggung, sirip pertama
berukuran sedang, sedangkan sirip punggung kedua memiliki besar yang sama
dengan sirip punggung pertama dan dengan bentuk yang sama (Gambar 2).
Gambar 2. Family Hemiscyllidae (Sumber: White et al., 2006)
Menurut Fish Base (2017), hiu famili Hemiscyllidae memiliki sirip anal agak
besar, sangat rendah, luas dan bulat, terletak jauh di belakang sirip punggung
kedua dan dipisahkan oleh notch dari sirip ekor. Ekor berbentuk batang silindris,
tanpa percabangan precaudal atau keels. Hiu famili Hemiscyllidae memiliki
beberapa species, antara lain :
a) Chiloscyllium griseum
b) Chiloscyllium hasselti
6
c) Chiloscyllium indicum
d) Chiloscyllium plagiosum
e) Chiloscyllium punctatum
f) Hemiscyllium freycineti
g) Hemiscyllium hallstromi
h) Hemiscyllium ocellatum
i) Hemiscyllium strahani
j) Hemiscyllium trispeculare
2.1.2 Family Stegostomatidae
Family Stegostomatidae hanya memiliki 1 species yaitu Stegostoma
fasciatum. Berukuran besar, tubuh hiu cukup gemuk dengan punggung menonjol
di samping. Kepala dengan 5 celah insang kecil, yang 3 belakang sirip dada dan
2 sangat dekat satu sama lain, tidak ada insang rakers. Spirakel tidak sama
dengan ukuran mata. Lubang hidung dekat depan moncong, dengan sungut
pendek. Tidak ada selaput pada kelopak mata bawah. Moncong sangat pendek,
luas dan benar - benar bulat. Mulut pendek, hampir melintang, dan terletak di
ujung depan kepala, serta memiliki gigi kecil. Memiliki dua sirip dorsal, pangkal
sirip dorsal pertama membentang kedepan sejajar dengan sirip dada/ pectoral
seperti dataran tinggi hingga mencapai puncaknya sejajar dengan letak sirip
pelvic. Sirip dorsal kedua 1/2 ukuran sirip dorsal pertama atau kurang. Terdapat
sirip anal. Sirip caudal hampir 1/2 dari total length (Gambar 3). Batang ekor tidak
sepenuhnya dipres, tanpa keels lateral atau precaudal pits, tetapi dengan gurat
sisi membentang ke depan di sisi atas. Warna hiu muda di bawah 60 cm dengan
punggung coklat gelap atau kehitaman, dengan batang vertikal berwarna kuning,
bintik-bintik dan retikulasi (White et al., 2006).
7
Gambar 3. Family Stegostomatidae (Sumber: White et al., 2006)
2.2 Identifikasi Morfologi Hiu
Identifikasi merupakan suatu kegiatan mencari dan mengenal ciri-ciri
taksonomi individu yang beraneka ragam dan memasukannya dalam suatu
takson. Identifikasi mempunyai arti penting yang ditinjau dari segi ilmiah, sebab
seluruh pekerjaan berikutnya tergantung dari hasil identifikasi yang benar dari
suatu spesies yang sedang diteliti. Pada proses identifikasi ikan, buku kunci
identifikasi ikan sangat dibutuhkan. Identifikasi ikan mengacu pada morfometrik
dan meristik yang dilakukan sesuai dengan petunjuk identifikasi (Emiliya et al,
2016).
Identifikasi ikan secara morfologi didasarkan pada kajian morfometrik dan
meristrik. Studi morfometrik merupakan kajian yang berkaitan dengan variasi dan
perubahan bentuk (ukuran dan bentuk) dari organisme atau individu, meliputi
pengukuran panjang dan analisis kerangka secara kuantitatif. Sedangkan,
karakter meristik merupakan perhitungan bagian tertentu pada tubuh ikan
(counting method), misalnya meliputi jumlah sisik pada ikan, jumlah jari-jari keras
dan lemah pada sirip ikan, dan jumlah sisik melintang tubuh. Selain itu,
pengamatan karakter morfologi yang lain juga diperlukan dalam proses
identifikasi. Hasil pengukuran karakter morfometrik, perhitungan karakter meristik
dan pengamatan karakter morfologi yang lain disesuaikan dengan kunci
identifikasi yang sesuai dan mendekati (Taqwin et al, 2014).
8
2.3 Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan
jumlah ikan betina yang dinyatakan dalam persen dari jumlah total individu.
Nisbah kelamin menunjukkan banyaknya individu yang menyusun suatu
populasi. Nisbah kelamin dapat dijadikan indikator bahwa populasi ikan di suatu
lokasi berada dalam kondisi ideal. Keseimbangan komposisi antara ikan jantan
dan ikan betina diharapkan dapat menjaga populasi ikan dari kepunahan. Kondisi
yang ideal umumnya didukung oleh kondisi lingkungan dan habitat yang baik
bagi kelangsungan hidup ikan tersebut. Nisbah kelamin diduga memiliki
keterkaitan dengan habitat ikan. Pada habitat yang ideal untuk melakukan
pemijahan, umumnya komposisi ikan jantan dan ikan betina seimbang (Nasution,
2004).
Nisbah kelamin ikan perlu diketahui karena mempunyai pengaruh
terhadap kestabilan populasi ikan tersebut. Dalam satu populasi apabila nisbah
kelamin tidak seimbang, maka perkembangan populasinya akan terhambat.
Perbedaan ukuran dan jumlah salah satu jenis kelamin dalam populasi
disebabkan adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur, awal
kematangan gonad, adanya penambahan jenis ikan baru pada suatu populasi
ikan yang sudah ada (Nikolsky, 1963).
2.4 Tingkat Kematangan Clasper
Semua ikan bertulang rawan (elasmobranchii) bangsa ikan hiu
mempunyai pola reproduksi dengan pembuahan internal. Sirip perut pada ikan
jantan telah dimodifkasi menjadi lebih lancip dan bercelah, hal ini yang disebut
dengan clasper. Clasper adalah alat seksual ikan hiu jantan dan digunakan untuk
menyalurkan sperma selama kopulasi (pembuahan). Terdapat dua bagian pada
clasper yaitu kanan dan kiri yang berfungsi sebagai alat reproduksi, namun
9
hanya satu yang menyalurkan sperma ke dalam kloaka betina selama proses
kopulasi. Kematangan seksual pada ikan hiu jantan dilakukan secara visual yaitu
dengan melihat perkembangan dari mixopetrygia atau clasper itu sendiri.
Semakin panjang clasper, clasper juga akan semakin besar karena proses
terjadinya kalsifikasi atau proses pengapuran (White et al., 2006).
Menurut Dharmadi et al (2012), tingkat kematangan kelamin ikan hiu
jantan ditentukan berdasarkan tingkat pengapuran clasper. Proses kalsifikasi dan
perkembangan (kekerasan dan kekakuan) pada clasper digunakan sebagai
standar untuk menentukan tingkat kematangan seksual pada hiu. Kematangan
seksual hiu jantan dibedakan menjadi 3 kategori kalsifikasi yaitu :
1. Non-Calcification (NC), yang berarti hiu belum mengalami pengapuran
sehingga belum siap membuahi
2. Non-Full Calcification (NFC), yaitu kondisi clasper sebagian mengandung zat
kapur terjadi pada hiu jantan dalam usia remaja yang hampir siap untuk
membuahi hiu betina.
3. Full-Calcification (FC), yang berarti hiu jantan telah siap untuk melakukan
pembuahan terhadap sel telur hiu betina, dimana kondisi clasper keras dan kaku
karena penuh mengandung zat kapur.
2.5 Status Hiu Berdasarkan International Union for the Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN)
Status konservasi keberadaan spesies hiu pada ordo Orectolobiformes
dapat diketahui berdasarkan IUCN. Kategori konservasi IUCN dikeluarkan IUCN
untuk membantu dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies yang
terancam kepunahan. Kategori konservasi IUCN telah mengalami tujuh kali
revisi.
10
2.5.1 Extinct (EX)
Sebuah takson adalah Extinct ketika tidak ada keraguan bahwa individu
terakhir telah mati. Sebuah takson dianggap punah saat survei lengkap di habitat
yang diketahui atau diharapkan, pada waktu yang tepat (diurnal, musiman,
tahunan), di seluruh rentang sejarah yang telah gagal untuk menemukan
individu tersebut. Survei harus selama jangka waktu yang sesuai untuk siklus
hidup dan bentuk kehidupan takson ini.
2.5.2 Extinct in the Wild (EW)
Sebuah takson adalah Extinct in the Wild ketika diketahui hanya untuk
bertahan hidup dalam budidaya, di penangkaran atau sebagai populasi. Sebuah
takson dianggap punah di alam liar ketika survei lengkap di habitat yang
diketahui atau diharapkan, pada waktu yang tepat (diurnal, musiman, tahunan),
di seluruh rentang sejarah yang telah gagal untuk menemukan individu tersebut.
Survei harus selama jangka waktu yang sesuai untuk siklus hidup dan bentuk
kehidupan takson ini.
2.5.3 Critically Endangered (CR)
Sebuah takson dikatakan Critically Endangered ketika bukti terbaik yang
tersedia menunjukkan bahwa memenuhi salah satu kriteria yang dianggap akan
memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap kepunahan di alam liar. Kriteria untuk
status Critically Endangered, sebagai berikut :
1. Penurunan jumlah populasi ≥ 90% dalam suatu wilayah selama 10 tahun
terakhir.
2. Penurunan jumlah spesies dewasa kurang dari 250 dalam suatu wilayah
selama 3 tahun terakhir.
11
2.5.4 Endangered (EN)
Sebuah takson dikatakan Endangered ketika bukti terbaik yang tersedia
memenuhi salah satu kriteria, karena itu dianggap akan menghadapi resiko yang
sangat tinggi kepunahan di alam liar. Kriteria untuk status Endangered, sebagai
berikut :
1. Penurunan jumlah populasi ≥ 70% dalam suatu wilayah selama 10 tahun
terakhir.
2. Penurunan jumlah spesies dewasa kurang dari 2.500 dalam suatu wilayah
selama 3 tahun terakhir.
2.5.5 Vulnerable (VU)
Sebuah takson dikatakan Vulnerable ketika bukti terbaik yang tersedia
memenuhi salah satu kriteria, karena itu dianggap akan menghadapi risiko tinggi
kepunahan di alam liar. Kriteria untuk status Vulnerable, sebagai berikut :
1. Penurunan jumlah populasi ≥ 50% dalam suatu wilayah selama 10 tahun
terakhir.
2. Penurunan jumlah spesies dewasa kurang dari 10.000 dalam suatu wilayah
selama 3 tahun terakhir.
2.5.6 Near Threatened (NT)
Sebuah takson yang Near Threatened ketika telah dievaluasi terhadap
kriteria tetapi tidak memenuhi syarat untuk Critically Endangered (CE),
Endangered (EN) atau Vulnurable (VU), tapi dekat dengan kualifikasi yang
memenuhi syarat untuk kategori terancam dalam waktu dekat.
2.5.7 Least Concern (LC)
Sebuah takson adalah Least Concern ketika telah dievaluasi terhadap
kriteria dan tidak memenuhi syarat untuk Critically Endangered (CE),
12
Endangered (EN) atau Vulnurable (VU) atau Near Threatened (NT). Takson yang
tersebar luas dan berlimpah termasuk dalam kategori ini.
2.5.8 Data Deficient (DD)
Sebuah takson dikatakan Data Deficient ketika ada informasi yang tidak
memadai, langsung maupun tidak langsung, penilaian risiko kepunahan
berdasarkan distribusi dan status populasi. Sebuah takson dalam kategori ini
dapat dipelajari dengan baik, dan secara biologi dapat dikenali, namun data
kelimpahan dan distribusi yang sesuai masih kurang. Oleh karena itu Data
Deficient bukanlah kategori ancaman. Daftar takson dalam kategori ini
menunjukkan bahwa informasi lebih lanjut diperlukan dan terdapat kemungkinan
bahwa penelitian di masa depan akan menunjukkan bahwa klasifikasi yang
terancam telah sesuai.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini berdasar pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan
oleh Fuad., et al (2015) dan penelitian yang dilakukan oleh Damora dan Ranny
(2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang
hasil tangkapan hiu yang didaratkan agar mengetahui pemanfaatan hiu di
masing-masing lokasi apakah pemanfaatan hiu terindikasi berlebih atau tidak.
Kedua penelitian ini melakukan teknik pengumpulan data yang sama, yaitu
melakukan pengukuran total lenght pada hiu untuk mengetahui sebaran
frekuensi panjang hiu sehingga dapat di analisis untuk tingkat pemanfaatan hiu
tersebut berlebihan atau tidak. Dari data yang diperoleh, dapat digunakan
sebagai dasar evaluasi dalam pengelolaan dan pelestarian hiu berkelanjutan
(Tabel 1).
13
Tabel 1. Penelitian terdahulu
No. Nama Peneliti Judul Metode Hasil
1. Adrian Damora dan Ranny Ramadhani Yuneni (2015)
Estimasi Pertumbuhan, Mortalitasdan Eksploitasi Hiu Kejen (Carcharhinus falciformis) dengan Basis Pendaratan di Banyuwangi, Jawa Timur
-Teknik pengumpulan data dengan mengukur ikan sebanyak-banyaknya saat ikan didaratkan. -Pengamatan biometrik hiu kejen yang dilakukan meliputi identifikasi jenis, pengukuran panjang total, bobot individu dan jenis kelamin -Penghitungan rata-rata ukuran pertama kali Tertangkap (Lc) menggunakan pendekatan selektivitas celah pelolosan dengan fungsi logistik -
Hiu kejen (C. falciformis) yang didaratkan di Muncar, memiliki ukuran yang lebar, yakni berkisar antara 88–318 cm TL untuk hiu betina dan 104-300 cm TL untuk hiu jantan. Ukuran panjang rata-rata tertangkap (LC) yang rendah, yakni 180.08 cm TL (betina) dan 178.36 cm TL (hiu jantan). Tingkat pemanfaatan penangkapan hiu kejen sudah menunjukkan upaya tangkap lebih sehingga perlu dilakukan upaya pengelolaan konservatif.
2. Fuad, Dwi Ariyoga Gautama, Sunardi, Citra Satrya Utama Dewi (2015)
Pendataan Hiu Hasil Tangkapan Sampingan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
-Teknik pengumpulan data mulai dari catch record, pengukuran total lenght (TL) ikan -Menganalisis jenis hiu yang di data, sebaran frekuensi panjang ikan, perbandingan presentase hiu berdasarkan jenis yang didaratkan, fluktuasi jumlah hiu yang didapatkan, data hiu berdasarkan jenis
Sebagian besar hiu yang tertangkap masih berukuran kecil terutama hiu jantan, dimana 70,6 % masih belum siap untuk membuahi. Hasil tangkapan hiu persatuan upaya paling besar pada bulan Oktober dan Pebruari yaitu sekitar 8,04
14
kelamin, tingkat kematangan clasper pada hiu jantan yang didaratkan.
dan 7,83 ton/unit. Jenis hiu paling banyak didaratkan di PPN Brondong adalah Scalloped Hammerhead Shark sejumlah 3.061 ekor dan jenis hiu Blacktip Shark sejumlah 835 ekor
15
BAB III. METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Brondong di Desa Brondong Kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan.
Penelitian dilakukan selama 14 hari dimulai pada tanggal 5 Juli 2017 sampai
tanggal18 Juli 2017. Gambar 4 merupakan gambar peta lokasi pengambilan
sampel.
Gambar 1. Peta pengambilan sampel
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penilitian skripsi adalah alat yang menunjang
dalam pengambilan data di lapang. Adapun alat-alat yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 2.
16
Tabel 1. Daftar alat dan fungsinya
No. Alat Fungsi
1. Buku pedoman identifikasi hiu Mengidentifikasi jenis spesies hiu yang
didaratkan
2. Tabel from Mencatat data-data yang diperlukan
3. Alat Tulis Peralatan tulis untuk mencatat data
yang didapat
4. Meteran Mengukur panjang total ikan
5. Kamera Mendokumentasikan segala aktifitas
ataupun ikan hiu yang di dapat di PPN
Brondong
Bahan yang digunakan dalam penilitian skripsi ini adalah bahan yang
menunjang dalam pengambilan data di lapang. Adapun bahan yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Daftar bahan dan fungsinya
No. Bahan Fungsi
1. Air Membersihkan ikan sebelum proses
pengambilan gambar
2. Tissue Membersihkan ikan sebelum proses
pengambilan gambar
3.3 Prosedur Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara sampling pada beberapa
nelayan yang menangkap ikan hiu ordo Orectolobiformes di PPN Brondong.
Sampling yang diteliti yaitu sebanyak 25 sampel ikan hiu setiap harinya selama
14 hari (Noviyanti et al, 2015). Sampling dilakukan untuk mengetahui spesies,
17
ukuran panjang total ikan, jenis kelamin ikan, serta tingkat kematangan clasper
pada hiu ordo Orectolobiformes.
3.3.1 Identifikasi Spesies
Identifikasi spesies dilakukan dua kali yaitu secara langsung (saat
dilapang) dan secara tidak langsung (identifikasi sampel yang sudah difoto)
untuk mendapatkan data yang sesuai. Ikan hiu diteliti secara visual untuk
mengidentifikasi sampel yang diambil, dengan cara pengamatan karakter
morfologi dan mengenal ciri-ciri taksonomi individu. Kemudian pengamatan
karakter dan ciri-cicri morfologi tersebut disesuaikan dengan buku pedoman
identifikasi hiu yang sesuai dan mendekati, sehingga dapat menentukan individu
tersebut termasuk dalam spesies apa. Identifikasi dilakukan sampai tingkat
spesies dengan mengikuti kunci identifikasi dari Carpenter (1998), White et.al
(2006), serta Compagno (1984).
Pada pengambilan data foto atau dokumentasi sampel hiu, ada beberapa
teknik yang perlu diperhatikan. Teknik yang perlu diperhatikan yaitu teknik
pengkodean ikan dan pengambilan foto hiu. Sampel ikan hiu yang digunakan
untuk pengambilan foto diupayakan ikan hiu utuh agar memudahkan untuk
mengidentifikasi ikan hiu.
Pengkodean ikan ini dilakukan dengan format huruf dan angka. Huruf
abjad A–Z sebagai penanda hari dan angka ialah sebagai penanda nomer urut
ikan yang diukur. Teknik ini disebut teknik photo id. Dibawah ini adalah contoh
teknik photo id (Gambar 5).
18
Gambar 2. Teknik Pengkodean (Sumber: BPSPL, 2015)
Jika pengkodean telah melebihi abjad Z, maka kembali lagi ke abjad
awal. Abjad awal tersebut ditambahkan dengan abjad baru. Pengkodean ini
dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan identifikasi hiu. Gambar 6
merupakan contoh foto hiu yang telah diberi kode.
Gambar 3. Contoh ikan hiu yang telah diberi kode
Pengambilan foto dilapang dimaksudkan untuk mengkoreksi ulang hasil
identifikasi jenis spesies hiu dilapang. Teknik photo id merupakan teknik
mengambil gambar untuk mempermudah dalam pendataan sampel. Setelah
diberikan pengkodean kemudian ikan tersebut di foto untuk dokumentasi.
Adapun teknik pengambilan gambar photo id dapat dilakukan sesuai Gambar 7.
19
Gambar 4. Teknik pengambilan gambar (Sumber: BPSPL, 2015)
3.3.2 Morfometri
Terdapat banyak karakter pada teknik pengukuran morfometri, namun
pada pada penelitian ini hanya karakter panjang total (Total Lenght) yang akan
diukur. Data panjang total (TL) hiu yang didaratkan di PPN Brondong digunakan
sebagai data dalam penentuan sebaran frekuensi panjang (TL) hiu ordo
Orectolobiformes. Total length (TL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong
mulut sampai ujung ekor atas (panjang total) seperti pada Gambar 8.
Pengukuran dilakukan menggunakan meteran. Hasil pengukuran dicatat pada
tabel form yang telah tersedia.
Gambar 5. Pengukuran total length (TL) pada hiu (Sumber: Compagno, 1984)
3.3.3 Jenis Kelamin
Hiu secara visual terlihat perbedaan antara kelamin jantan dan kelamin
betina (seksual dimorfik). Cara untuk mengetahui jenis kelamin ikan hiu yaitu
20
dengan melihat adanya clasper pada ikan tersebut. Jika terdapat clasper, maka
ikan hiu tersebut adalah berkelamin jantan. Jika tidak memiliki clasper berarti
ikan hiu tersebut betina seperi yang terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 6. Kelamin betina (tidak mempunyai clasper)
Gambar 7. Kelamin jantan (mempunyai clasper)
3.3.4 Kematangan clasper pada hiu jantan
Tingkat kematangan clasper ikan hiu jantan ditentukan berdasarkan
tingkat pengapuran clasper. Proses kalsifikasi dan perkembangan (kekerasan
dan kekakuan) pada clasper digunakan sebagai standar untuk menentukan
tingkat kematangan seksual pada hiu. Pengumpulan data kematangan clasper
hiu jantan dibedakan menjadi 3 kategori kalsifikasi sesuai dengan Tabel 4.
Tabel 3. Kalsifikasi kematangan clasper pada hiu jantan
No. Kalsifikasi Kondisi clasper Keterangan
1 Non-Calcification
(NC)
Tidak keras
(lembek)
Belum mengalami pengapuran
(belum siap membuahi)
21
2 Non-Full
Calcification
(NFC)
Sebagian keras
(agak keras)
Sebagian mengandung zat kapur
(pengapuran sebagian) sehingga
hampir siap untuk membuahi
3 Full-Calcification
(FC)
Keras Clasper penuh mengandung zat
kapur (siap untuk membuahi hiu
betina)
3.4 Analisis Data Morfometri Panjang Total Hiu
Data morfometri diolah dengan menganalisis sebaran frekuensi panjang
total hiu. Menurut Fuad et al. (2015), sebaran frekuensi panjang adalah untuk
mengetahui distribusi ukuran panjang pada kelompok panjang tertentu. Sebaran
frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah
kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Dalam penenlitian ini, untuk
menganalisis sebaran frekuensi panjang, menggunakan tahapan-tahapan
sebagai berikut :
1. Menentukan nilai maksimum dan minimum dari seluruh panjang total hiu
setiap spesies pada ordo orectolobiformes.
2. Menentukan jumlah kelas dan selang kelas.
3. Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas yang pertama dan kemudian
limit atas kelasnya. Limit atas didapatkan dengan cara menambah lebar kelas
pada limit bawah kelas.
4. Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.
5. Menentukan nilai tengah kelas bagi masing masing kelas dengan merata
ratakan limit kelas.
6. Menentukan frekuensi bagi masing masing kelas dan memasukkan frekuensi
masing-masing kelas panjang masing-masing spesies ikan hiu pada selang
22
yang telah ditentukan. Setelah distribusi frekuensi panjang ditentukan maka
selang kelas yang sama di plot kan dalam sebuah grafik.
3.5 Analisis Status konservasi
Analisis status konservasi hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan di
PPN Brondong dapat dilihat dengan indikator sebaran frekuensi panjang, rasio
jenis kelamin, dan kematangan clasper pada hiu jantan. Mengacu pada IUCN
(2013), tools untuk menentukan status konservasi yaitu dengan cara skoring atau
pemberian nilai. Data analisis sebaran frekuensi panjang hiu, rasio jenis kelamin,
serta tingkat kematangan clasper pada hiu dapat digunakan untuk menentukan
status konservasi dan status penangkapan hiu ordo Orectolobiformes yang
didaratkan di PPN Brondong. Indikator pertama yaitu sebaran frekuensi panjang
total hiu, dimana sebaran frekuensi ini didapatkan dari pengolahan data statistik
melalui microsoft excel yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan literatur
untuk menentukan status konservasi hiu ordo Orectolobiformes yang tertangkap
dan didaratkan di PPN Brondong. Pada indikator kedua dan ketiga yaitu rasio
jenis kelamin dan kematangan clasper pada hiu jantan, hal yang dilakukan sama
dengan indikator yang pertama, yaitu pengolahan data menggunakan microsoft
excel yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan literatur untuk menentukan
status konservasi hiu ordo Orectolobiformes yang tertangkap dan didaratkan di
PPN Brondong. Tabel 5 merupakan kategori status konservasi dalam IUCN
redlist.
Tabel 4. Kategori status konservasi hiu menurut IUCN
No. Status Konservasi Keterangan
1. Extinct (EX) Punah
2. Extinct in the Wild (EW) Punah di alam liar
3. Critically Endangered (CR) Kritis, mempunyai resiko yang sangat tinggi
terhadap kepunahan
4. Endangered (EN) Terancam punah
23
5. Vulnerable (VU) Rentan punah
6. Near Threatened (NT) Hampir terancam punah
7. Least Cocern (LC) Beresiko rendah
8. Data deficient (DD) Informasi kurang
24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi PPN Brondong
Aktifitas di PPN Brondong sangat padat, terdapat kurang lebih 312 bakul
ikan. Mayoritas nelayan disana menggunakan alat tangkap payang, namun juga
ada beberapa nelayan menggunakan pukat cincin serta pancing. Seperti yang
terlihat pada Gambar 11, keadaan TPI di PPN Brondong sangat ramai oleh
pedagang, pembeli, dan keranjang ikan yang baru diangkut dari kapal di
dermaga. Aktivitas bongkar dilakukan mulai subuh hingga pagi hari sekitar jam 9.
Setiap hari terdapat kegiatan bongkar, kecuali pada hari raya tertentu. Hasil
tangkapan nelayan yang didaratkan di PPN Brondong berton-ton ikan.
Gambar 1. Keadaan PPN Brondong
4.2 Hasil Identifikasi Spesies
Hasil pengambilan data selama 14 hari penelitian dilapang dengan
sampling hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong. Dari data
sampling tersebut kemudian diolah dan diidentifikasi. Pada penelitian ini, hasil
identifikasi hiu ditemukan 4 spesies yang meliputi Chiloscyllium griseum,
Chiloscyllium punctatum, Chiloscyllium plagiosum, dan Stegostoma fasciatum.
25
4.2.1 Chiloscyllium griseum
Pada penelitian lapang ditemukan spesies Chiloscyllium griseum, berikut
adalah klasifikasi taksonomi pada spesies Chiloscyllium griseum.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Chondrichthyes
Subclass : Elasmobranchii
Order : Orectolobiformes
Family : Hemiscylliidae
Genus : Chiloscyllium
Spesies : Chiloscyllium griseum
Hiu spesies Chiloscyllium griseum atau biasa disebut grey bambooshark
termasuk dalam hiu berukuran kecil. Tubuh cukup gemuk dan tidak mempunyai
punggung lateral pada batang tubuh. Hiu ini mempunyai mulut kecil dan
melintang yang terletak di depan mata, gigi kecil serta moncongnya bulat
melebar. Spesies ini mempunyai 2 sirip dorsal, kedua sirip dorsal hampir sama
besar. Letak sirip dorsal pertama mulai dari 1/3 letak sirip pelvic hingga lebih
(berada di belakang sirip pelvic). Mempunyai ekor yang memanjang dan tebal.
Sirip precaudal cukup gemuk. Memiliki 5 celah insang kecil. Spirakel besar pada
spesies ini terletak dibawah mata. Lubang hidung subterminal, dengan sungut
pendek. Hiu spesies Chiloscyllium griseum memiliki sirip anal yang panjang,
rendah dan bulat melebar. Ekor berbentuk silinder batang, tanpa keels atau
lubang precaudal. Warna spesies ini ketika juvenil adalah coklat muda, kuning-
coklat atau abu-abu-coklat, dengan 12 atau 13 bands garis yang melintang
(belang-belang) yang kemudian akan memudar seiring dengan pertumbuhan dan
menghilang pada saat dewasa, sehingga pada saat dewasa hiu ini berwarna
coklat. Tabel 6 merupakan tabel penciri spesies Chiloscyllium griseum.
26
Tabel 1. Penciri spesies Chiloscyllium griseum
No Gambar Ciri-ciri
1
(Compagno, 1984)
Tubuh cukup gemuk
2
Bentuk kepala melebar
3.
(Compagno, 1984)
Celah insang hiu
27
4.
(Compagno, 1984)
Posisi sirip dorsal 1
terhadap sirip pelvic
Chyloscillium griseum,
sirip dorsal terletak mulai
dari 1/3 letak sirip pelvic
hingga lebih.
5.
(Compagno, 1984)
Corak warna saat juvenil
yaitu garis-garis melintang
kuning-coklat atau abu-
abu-coklat, ketika dewasa
corak warna memudar.
4.2.2 Chiloscyllium punctatum
Pada penelitian lapang ditemukan spesies Chiloscyllium punctatum,
berikut adalah klasifikasi taksonomi pada spesies Chiloscyllium punctatum.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Chondrichthyes
Subclass : Elasmobranchii
Order : Orectolobiformes
Family : Hemiscylliidae
Genus : Chiloscyllium
Spesies : Chiloscyllium punctatum
28
Hiu spesies Chiloscyllium punctatum merupakan hiu kecil yang
mempunyai nama lain brown banded bambooshark. Hiu ini mempunyai tubuh
ramping dan ekor yang ramping, serta tidak mempunyai keels (lubang
precaudal). Dasar sirip anal jauh lebih pendek daripada dasar cuping sirip ekor
bagian bawah. Tidak mempunyai lateralis di punggung, sirip precaudal
(precaudal fin) mempunyai ukuran cukup ramping. Mempunyai bentuk kepala
lebih panjang (agak mengerucut). Hiu ini memiliki 5 celah insang kecil. Terdapat
spirakel besar di bawah mata. Lubang hidung pada hiu ini berbentuk subterminal,
dengan sungut pendek. Hiu ini mempunyai mulut kecil dan melintang yang
terletak di depan mata. Gigi pada hiu ini berukuran kecil, memiliki susunan
serupa pada kedua rahang. Chiloscyllium punctatum memiliki dua sirip dorsal
yang berukuran besar. Letak sirip dorsal pertama berada pas diatas sirip pelvic.
Warna tubuh garis-garis melintang coklat yang samar dan terdapatbintik-bintik
gelap pada hiu juvenil, saat dewasa corak tersebut akan memudar dan warnanya
akan menjadi coklat ke abu-abuan tanpa pola warna. Tabel 7 merupakan tabel
penciri spesies Chiloscyllium punctatum.
Tabel 2. Penciri spesies Chiloscyllium punctatum
No. Gambar Ciri-ciri
1
(Compagno, 1984)
Mempunyai tubuh
ramping.
29
2
mulut kecil dan terletak
melintang di depan
mata, serta memiliki
spirakel dibawah mata
3
(Compagno, 1984)
Celah insang hiu
4
(Compagno, 1984)
Moncong dan mulut
Chyloscillium punctatum
tampak bawah. Memiliki
gigi berukuran kecil dan
sungut pendek
5
Posisi sirip dorsal 1
terhadap sirip pelvic
Chyloscillium punctatum,
sirip dorsal terletak
diatas atau sejajar sirip
pelvic
30
6
Corak warna saat juvenil
yaitu garis-garis
melintang coklat yang
samar dan terdapat
bintik-bintik hitam
4.2.3 Chiloscyllium plagiosum
Pada penelitian lapang ditemukan spesies Chiloscyllium plagiosum,
berikut adalah klasifikasi taksonomi pada spesies Chiloscyllium plagiosum.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Chondrichthyes
Subclass : Elasmobranchii
Order : Orectolobiformes
Family : Hemiscylliidae
Genus : Chiloscyllium
Spesies : Chiloscyllium plagiosum
Hiu spesies Chiloscyllium plagiosum atau biasa disebut Whitespotted
bambooshark merupakan hiu kecil, mempunyai tubuh cukup gemuk, dengan
punggung lateral. Bentuk moncong bulat anterior, memiliki 5 celah insang kecil,
serta terdapat spirakel besar dan terletak dibawah mata. Hiu ini tidak memiliki
selaput kelopak mata. Spesies ini mempunyai ekor precaudal (precaudal tail)
yang gemuk. Memiliki sungut pendek. Memiliki mulut kecil, melintang yang
terletak di depan mata, serta mempunyai ukuran gigi kecil yang serupa pada
kedua rahang, dengan puncak kecil tunggal. Memiliki dua sirip dorsal, hampir
sama dengan ukuran sirip pelvic. Letak sirip dorsal pertama terletak di belakang
sirip pelvic, sirip dorsal kedua hampir sama besar dengan yang pertama. Sirip
31
ekor kurang dari 1/3 panjang sisa hiu. Ekor batang silinder, tanpa keels atau
lubang precaudal. Warna pada spesies ini mempunyai pola warna yang menonjol
yaitu terdapat bintik-bintik putih yang banyak berlatar belakang warna coklat
gelap, dengan garis melintang coklat atau kehitaman. Tabel 8 merupakan tabel
penciri spesies Chiloscyllium plagiosum.
Tabel 3. Penciri spesies Chiloscyllium plagiosum
No. Gambar Ciri-ciri
1
(Compagno, 1984)
Tubuh relatif gemuk
2
Mempunyai spirakel
dibawah mata
3
Celah insang hiu
Chiloscyllium plagiosum
32
4
(Compagno, 1984)
Letak sirip dorsal
pertama terletak di
belakang sirip pelvic
4.
Corak warna yaitu bintik-
bintik putih berlatar
belakang warna coklat,
dengan garis melintang
coklat atau kehitaman.
4.2.4 Stegostoma fasciatum
Pada penelitian lapang ditemukan spesies Stegostoma fasciatum, berikut
adalah klasifikasi taksonomi pada spesies Stegostoma fasciatum.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Chondrichthyes
Subclass : Elasmobranchii
Order : Orectolobiformes
Family : Stegostomatidae
Spesies : Stegostoma fasciatum
Stegostoma fasciatum atau biasa disebut Zebra shark termasuk dalam
family Stegostomatidae yang merupakan hiu berukuran besar, tubuh hiu ini
cukup gemuk dengan punggung menonjol di samping. Spesies ini mempunyai 5
celah insang kecil, yang 3 berada belakang sirip dada dan 2 sangat dekat satu
33
sama lain. Spirakel mempunyai ukuran sama dengan ukuran mata. Lubang
hidung dekat depan moncong, dengan sungut pendek. Tidak mempunyai selaput
pada kelopak mata bawah. Moncong sangat pendek, lebar dan benar - benar
bulat. Spesies ini mempunyai mulut pendek, hampir melintang, dan terletak di
ujung depan kepala serta mempunyai gigi kecil. Memiliki dua sirip dorsal, pangkal
sirip dorsal pertama membentang kedepan sejajar dengan sirip dada/pectoral
seperti dataran tinggi hingga mencapai puncaknya sejajar dengan letak sirip
pelvic. Sirip dorsal kedua 1/2 ukuran sirip dorsal pertama atau kurang. Hiu ini
mempunyai sirip anal, dan sirip caudalnya hampir 1/2 dari total length. Batang
ekor tidak sepenuhnya berbentuk depress dan tidak mempunyai keels lateral
atau precaudal pits. Warna hiu muda (juvenil) yaitu punggung coklat gelap atau
kehitaman, dengan pola warna vertikal bar berwarna kuning bintik-bintik dan
serupa pola jala. Tabel 9 merupakan tabel penciri spesies Stegostoma fasciatum.
Tabel 4. Penciri spesies Stegostoma fasciatum
No. Gambar Ciri-ciri
1.
(Compagno, 1984)
Mempunyai tubuh besar,
gemuk, dan punggung
menonjol ke samping
2.
Bentuk kepala melebar
dan bulat
34
3.
(Compagno, 1984)
Kepala dari samping,
celah insang ada 5,
ukuran spirakel sama
dengan ukuran mata
4.
(Compagno, 1984)
Lubang hidung dekat
depan moncong, dengan
sungut pendek
5.
(Compagno, 1984)
sirip caudalnya hampir
1/2 dari total length
35
6.
pola warna vertikal bar
berwarna kuning bintik-
bintik dan serupa pola
jala.
4.2 Komposisi Hiu Ordo Orectolobiformes
Pengambilan data dilakukan di PPN Brondong, pada penelitian ini
ditemukan 4 spesies hiu meliputi Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium punctatum,
Chiloscyllium plagiosum, dan Stegostoma fasciatum. Gambar 12 merupakan
grafik proporsi total jumlah individu dari 4 spesies yang didaratkan di PPN
Brondong.
Gambar 2. Diagram proporsi jumlah ikan hiu per spesies
Grafik total jumlah ikan hiu per spesies yang didapat selama
pendataan di lapang. Dari Gambar 12 tersebut dapat diketahui bahwa spesies
yang paling banyak ditemukan yaitu spesies Chiloscyllium punctatum.
Persentase ikan hiu paling mendominasi adalah spesies Chiloscyllium punctatum
yaitu sebanyak 270 ekor dengan persentase 77,14% dari total keseluruhan 350
sampel. Dengan jumlah total 350 sampel yang diambil selama 14 hari di PPN
Brondong Lamongan. Jumlah species Chiloscyllium griseum yang ditemukan di
lapang sebanyak 18,29% dari total keseluruhan sampel. Jumlah species
Chiloscyllium plagiosum yang ditemukan di lapang sebanyak 11 ekor dengan
18,29%
77,14%
3,14% 1,43%
Chiloscyllium griseum
Chiloscyllium punctatum
Chiloscyllium plagiosum
Stegostoma fasciatum
36
persentase 3,14% dari total keseluruhan sampel. Jumlah species Stegostoma
fasciatum yang ditemukan di lapang sebanyak 5 ekor dengan persentase 1,43%
dari total keseluruhan sampel.
Jenis ikan hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong
yaitu sebanyak 4 jenis hiu. Dimana masing-masing jenis hiu mempunyai jumlah
tangkapan yang berbeda setiap harinya. Jumlah dan jenis ikan hiu ordo
Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 5. Komposisi spesies yang ditemukan di PPN Brondong
Hari Chiloscyllium
griseum
Chiloscyllium
punctatum
Chiloscyllium
plagiosum
Stegostoma
fasciatum
1 3 18 2 2
2 17 5 2 1
3 5 18 2 -
4 3 21 1 -
5 3 22 - -
6 1 21 3 -
7 4 20 1 -
8 5 19 - 1
9 5 19 - 1
10 7 18 - -
11 3 22 - -
12 3 22 - -
13 2 23 - -
14 3 22 - -
Total 64 270 11 5
Rata-rata 4 19 2 1
Standar Deviasi
3,877237036 4,46229626 0,752772653 0,5
Dari tabel komposisi spesies diatas (Tabel 9), dapat diketahui rata-rata
kemunculan ikan hiu spesies Chiloscyllium griseum yaitu 4 ekor perhari. Rata-
rata kemunculan ikan hiu Chiloscyllium punctatum yaitu 19 ekor perhari,
kemunculan ikan hiu Chiloscyllium plagiosum yaitu 2 ekor per hari, sedangkan
spesies Stegostoma fasciatum kemunculannnya hanya sekali dalam sehari,
bahkan hampir jarang muncul. Rata-rata kemunculan terbanyak yaitu hiu spesies
Chiloscyllium punctatum, hal ini dikarenakan lokasi fishing ground para nelayan
37
Brondong terletak di perairan Masalembu. Lokasi fishing ground di perairan
Masalembu memenuhi kriteria tempat hidup dan habitat spesies Chiloscyllium
punctatum yaitu perairan yang berlumpur. Selain itu alat tangkap juga
mempengaruhi penangkapan hiu Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium
punctatum, Chiloscyllium plagiosum. Alat tangkap yang digunakan yaitu payang.
Penangkapan hiu di PPN Brondong bukanlah tangkapan utama melainkan
tangkapan sampingan (by catch), karena ke 3 spesies hiu tersebut merupakan
hiu kecil, maka hiu-hiu tersebut sering tertangkap dalam alat tangkap payang.
4.3 Hasil Morfometrik Hiu Ordo Orectolobiformes
Adapun hasil dari pengukuran morfometrik ikan hiu Ordo
Orectolobiformes yang terdiri dari 4 spesies didapatkan selama penelitian lapang
yaitu meliputi pengukuran panjang total (TL) ikan, jenis kelamin hiu, serta tingkat
kematangan clasper pada hiu jantan yang ditemukan di PPN Brondong.
4.3.1 Sebaran Frekuensi Panjang Total (Total Length)
Berikut adalah sebaran frekuensi dari 350 individu hiu yang berhasil di
data, terdiri dari 4 spesies. Setiap spesies mempunyai sebaran frekuensi panjang
total (TL) yang berbeda-beda. Gambar 13 merupakan sebaran frekuensi panjang
total pada spesies Chiloscyllium griseum dan spesies Chiloscyllium punctatum.
38
Gambar 3. Sebaran frekuensi panjang total spesies A. Chiloscyllium griseum B.
Chiloscyllium punctatum
Hasil pengukuran (Gambar 13) menunjukkan bahwa hiu spesies
Chiloscyllium griseum yang tertangkap terdistribusi pada ukuran antara 72cm –
79cm dengan nilai tengah 75,5cm. Menurut Compagno (1984) dan Last et al
(2010), panjang total (total lenght) hiu Chiloscyllium griseum dengan panjang 74
cm merupakan panjang ideal hiu tersebut berusia matang (mature). Itu berarti
bahwa mayoritas hiu Chiloscyllium griseum yang tertangkap di PPN Brondong
merupakan hiu yang sudah matang dan siap untuh melakukan pembuahan.
Hasil pengukuran panjang total (total lenght) hiu Chiloscyllium punctatum
(Gambar 13) menunjukkan bahwa spesies ini yang tertangkap terdistribusi pada
ukuran antara 72cm – 77cm dengan nilai tengah 74,5 cm. Menurut Last et al
(2010), panjang total (total lenght) hiu Chiloscyllium punctatum dengan panjang
67-72 cm merupakan panjang ideal hiu jantan dan betina berusia matang
(mature). Sedangkan menurut White et al (2006), panjang hiu jantan berusia
matang yaitu 67-70 cm. Hal itu berarti bahwa mayoritas hiu Chiloscyllium
punctatum yang tertangkap merupakan hiu yang sudah matang dan siap untuk
melakukan pembuahan.
39
Data hiu Chiloscyllium plagiosum dan Stegostoma fasciatum yang didapat
dilapang sedikit, sehingga data tersebut tidak memenuhi syarat pengelolahan
sebaran frekuensi. Pengolahan data panjang total hiu Chiloscyllium plagiosum
dan Stegostoma fasciatum dilakukan dengan mencari rata-rata panjang total dari
spesies Chiloscyllium plagiosum dan Stegostoma fasciatum. Tabel 11 dan Tabel
12 merupakan hasil pengukuran panjang total hiu Chiloscyllium plagiosum dan
Stegostoma fasciatum yang ditangkap di PPN Brondong.
Tabel 6. panjang total hiu Chiloscyllium plagiosum
Nama spesies Total Lenght (TL)
Chiloscyllium plagiosum 64
Chiloscyllium plagiosum 64
Chiloscyllium plagiosum 66
Chiloscyllium plagiosum 54
Chiloscyllium plagiosum 63
Chiloscyllium plagiosum 70
Chiloscyllium plagiosum 64
Chiloscyllium plagiosum 66
Chiloscyllium plagiosum 51
Chiloscyllium plagiosum 63
Chiloscyllium plagiosum 59
rata-rata 62,18181818
Berdasarkan data dari hasil penelitan (Tabel 11), panjang total (TL) rata-
rata hiu Chiloscyllium plagiosum yang ditangkap di PPN Brondong yaitu 62 cm.
Menurut Compagno (1984), panjang total (total lenght) hiu Chiloscyllium
plagiosum dengan panjang 69 cm merupakan panjang ideal hiu jantan berusia
matang (mature). Sedangkan menurut White et al (2006), panjang hiu jantan
berusia matang yaitu 63 cm. Itu berarti bahwa mayoritas hiu Chiloscyllium
plagiosum yang tertangkap merupakan hiu yang belum matang.
Tabel 7. panjang total hiu stegostoma fasciatum
Nama spesies Total Lenght (TL)
stegostoma fasciatum 114
stegostoma fasciatum 180
Stegosoma fasciatum 113
40
stegostoma fasciatum 187
stegostoma fasciatum 79
rata-rata 134,6
Berdasarkan data dari hasil penelitan (Tabel 12) , panjang total (TL) rata-
rata hiu stegostoma fasciatum yang ditangkap di PPN Brondong yaitu 134 cm.
Menurut Compagno (1984), panjang total (total lenght) hiu stegostoma
fasciatumuntuk hiu betina yaitu panjang total (TL) 169 cm – 171 cm merupakan
panjang ideal hiu berusia matang (mature). Sedangkan menurut White et al
(2006), panjang hiu jantan dan betina berusia matang yaitu 170 cm. Itu berarti
bahwa mayoritas hiu stegostoma fasciatum yang tertangkap merupakan hiu yang
belum matang.
4.3.2 Proporsi Jenis Kelamin
Proporsi rasio jenis kelamin hiu ordo Orectolobiformes yang ditemukan
selama penelitian disajikan pada Gambar 14. Berdasarkan dari hasil data yang
diperoleh, dapat ditunjukkan bahwa rasio jantan dan betina untuk 4 spesies hiu
yang diamati relatif tidak seimbang. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa
rasio jenis kelamin jantan yang didaratkan lebih tinggi dibanding betina. Menurut
Nasution (2004), Nisbah kelamin yang ideal yaitu komposisi ikan jantan dan ikan
betina yang seimbang. Dalam satu populasi apabila nisbah kelamin tidak
seimbang, maka perkembangan populasinya akan terhambat. Komposisi jenis
kelamin hiu yang ditangkap di PPN Brondong tidak seimbang, yaitu lebih besar
rasio jantan, maka dapat mempengaruhi dan menghambat perkembangan
populasi ikan hiu di perairan tersebut. Persebaran dan keberadaan hiu jantan di
area fishing ground lebih mendominasi dari pada hiu betina, selain itu,
penangkapan dengan menggunakan alat tangkap payang yang dilakukan di
fishing ground diduga juga berpengaruh terhadap perbedaan rasio kelamin.
41
Gambar 4. Proporsi jenis kelamin
4.3.3 Tingkat Kematangan clasper hiu jantan
Dari data hasil tangkapan hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan di
PPN Brondong, terdapat 231 ekor hiu jantan yang ditemukan. Dari diagram
tersebut (Gambar 15), 57% hiu jantan kategori NC paling banyak ditangkap di
Lamongan, itu berarti bahwa hiu jantan yang berusia kecil (juvenil), paling
banyak ditangkap. Sedangkan 34% hiu jantan kategori NFC yang ditangkap
masih berusia remaja mempunyai clasper yang hampir matang. Hiu jantan
kategori FC yang tertangkap sebanyak 9% merupakan hiu yang siap untuk
membuahi.
Gambar 5. Diagram tingkat kematangan clasper pada hiu jantan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Chiloscyllium griseum
Chiloscyllium punctatum
Chiloscyllium plagiosum
Stegostoma fasciatum
per
sen
tase
Spesies
female
male
57%34%
9%
NC (Non Calcification)
NFC (Non Full Cacification)
FC (Full Calcification)
42
4.4 Analisis Status konservasi ordo Orectolobiformes yang didaratkan di
PPN Brondong
Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi hiu ordo Orectolobiformes
yang didaratkan di PPN Brondong, ditemukan 4 jenis spesies hiu yaitu
Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium plagiosum, Chiloscyllium punctatum, dan
Stegostoma fasciatum. Pada analisis sebaran frekuensi panjang total hiu,
spesies Chiloscyllium griseum yang tertangkap yaitu rentan ukuran 72 cm – 79
cm. Distribusi sebaran panjang hiu spesies Chiloscyllium punctatum yang
tertangkap di PPN Brondong yaitu pada ukuran 72 cm – 77 cm. Rata- rata
panjang total hiu Chiloscyllium plagiosum yang tertangkap di PPN Brondong
yaitu 62 cm. Rata- rata panjang total hiu Stegostoma fasciatum yang tertangkap
di PPN Brondong yaitu 134 cm. Ditinjau dari indikator sebaran frekuensi panjang
total hiu, rata-rata hiu ordo Orectolobiformes yang ditangkap di PPN Brondong
adalah hiu matang (dewasa) yang sudah siap atau telah bereproduksi. Jika
tekanan penangkapan terus meningkat dikhawatirkan terjadi tekanan populasi
yang menyebabkan recruitment overfishing.
Data rasio jenis kelamin hiu ordo Orectolobiformes yang ditangkap di
PPN Brondong, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masing-masing
spesies memiliki rasio jantan dan betina yang tidak seimbang. Dari keseluruhan
data tangkapan hiu jantan dan betina, perbandingan jenis kelamin hiu jantan
yang ditangkap lebih besar daripada hiu betina. Jika rasio jenis kelamin tidak
seimbang, maka dapat menurunkan jumlah populasi dalam jangka waktu
tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa penangkapan hiu ordo Orectolobiformes di
PPN Brondong tidak sesuai dengan tata cara penangkapan yang bertanggung
jawab.
Data hasil penelitian rata-rata kondisi kematangan clasper pada hiu
jantan ordo Orectolobiformes yang di daratkan di PPN Brondong yaitu 34%
43
kategori NFC, 57% kategori NC, 9% kategori FC. Hiu jantan dengan kategori
kematangan clasper NFC dan NC paling banyak ditangkap di PPN Brondong.
Jika nilai presentase hasil tangkapan hiu jantan NC dan NFC lebih besar
daripada FC, hal itu berarti bahwa hiu jantan yang belum dan hampir siap
membuahi hiu betina, paling banyak ditangkap. Dari data tersebut
mengindikasikan bahwa individu yang didaratkan/ ditangkap belum memiliki
kesempatan berkontribusi dalam bereproduksi untuk peningkatan jumlah
populasi hiu.
Tabel 8. Status konservasi hiu ordo Orectolobiformes
No. Nama Spesies Status Konservasi
1. Chiloscyllium griseum Near Threatened (NT)
2. Chiloscyllium punctatum Near Threatened (NT)
3. Chiloscyllium plagiosum Near Threatened (NT)
4. Stegostoma fasciatum Vulnurable (VU)
Menurut IUCN (Tabel 13) status Chiloscyllium griseum, Chiloscyllium
plagiosum, Chiloscyllium punctatum dikategorikan Near Threatened (NT), yang
berarti hampir terancam. Sedangkan status Stegostoma fasciatum dikategorikan
Vulnurable (VU), yang berarti rentan terancam dan memiliki resiko akan
kepunahan. Dari indikator sebaran frekuensi panjang total hiu, rasio jenis
kelamin, dan tingkat kematangan clasper hiu ordo Orectolobiformes yang
didaratkan di PPN Brondong, dapat disimpulkan bahwa penangkapan hiu disana
tidak sesuai dengan tata laksana penangkapan yang bertanggung jawab.
Menurut IUCN (2013), tata laksana penangkapan perikanan yang
bertanggung jawab salah satunya yaitu efisiensi dan optimalisasi penggunaan
alat tangkap yang ramah lingkungan. Selain itu penangkapan harus
memperhatikan potensi lestari ikan yang di tangkap. Ditinjau dari perbandingan
jumlah jenis kelamin ikan hiu yang ditangkap di PPN Brondong tidak seimbang,
sehingga dapat mempengaruhi keseimbangan stok ikan, serta ditinjau dari
44
kematangan clasper pada hiu jantan yang mayoritas tertangkap yaitu hiu berusia
kecil yang belum siap untuk membuahi.
Melihat penangkapan hiu di PPN Brondong tidak sesuai dengan tata
laksana penangkapan yang bertanggung jawab, maka dapat memungkinkan
terjadinya pergeseran status konservasi ikan hiu dari hampir terancam punah
(NT) menjadi rentan punah (VU), dan status rentan punah (VU) menjadi
terancam punah (EN). Dari data penelitian, penangkapan paling tinggi terjadi
pada spesies Chiloscyllium punctatum, sedangkan pada spesies Stegostoma
fasciatum, nelayan seharusnya tidak diperbolehkan menangkap spesies ini.
Apabila terjadi penangkapan tidak bertanggung jawab secara terus-menerus
maka dapat diprediksi stok ikan hiu akan habis dalam jangka waktu dekat.
45
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang berjudul Eksplorasi Komoditas Hiu Ordo
Orectolobiformes yang didaratkan di PPN Brondong Lamongan Sebagai dan
Status Konservasi menurut IUCN dapat disimpulkan :
1) Sebaran frekuensi panjang total hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan
di PPN Brondong, untuk spesies Chiloscyllium griseum yang tertangkap,
terdistribusi pada ukuran antara 72cm– 79cm, Chiloscyllium punctatum
terdistribusi pada ukuran antara 72cm– 77cm, Chiloscyllium plagiosum pada
ukuran 62 cm, sedangkan Stegostoma fasciatum pada ukuran 134 cm.
2) Perbandingan hiu jantan dan betina spesies Chiloscyllium griseum 67%
jantan dan 35% betina, spesies Chiloscyllium punctatum 66% jantan dan
34% betina, spesies Chiloscyllium plagiosum 82% jantan dan 18% betina,
Stegostoma fasciatum 60% jantan dan 40%. Dari keseluruhan data
tangkapan hiu jantan dan betina, perbandingan tangkapan hiu jantan dan
betina tidak seimbang dan dapat menurunkan jumlah populasi dalam jangka
waktu tertentu.
3) Rata-rata kondisi kematangan clasper pada hiu jantan ordo Orectolobiformes
yang di daratkan di PPN Brondong yaitu 34% kategori NFC, 57% kategori
NC, 9% kategori FC. Hiu jantan dengan kategori NC paling besar
persentasenya, hal itu berarti bahwa hiu jantan yang berusia kecil (juvenil)
paling banyak ditangkap.
4) Status konservasi hiu ordo Orectolobiformes yang didaratkan di PPN
Brondong menurut IUCN paling banyak ditemukan pada spesies
Chiloscyllium punctatum mempunyai status hampir terancam (NT). Spesies
Chiloscyllium griseum dan Chiloscyllium plagiosum juga mempunyai status
46
hampir terancam (NT). Selain itu ditemukan hasil tangkapan spesies
Stegostoma fasciatum yang mempunyai status rentan punah. Penangkapan
ikan hiu ordo Orectolobiformes yang dilakukan di PPN Brondong tidak ideal
dan tidak sesuai dengan tata cara penangkapan yang bertanggung jawab.
Apabila penangkapan dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan
kepunahan dan dapat diprediksi stok ikan hiu akan habis dalam jangka waktu
dekat.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pendataan dan penelitian secara terus – menerus, untuk
mengetahui status dari setiap spesies ikan tersebut agar tetap terjaga
populasinya. Pemantauan terhadap status populasi hiu ordo Orectolobiformes
dan elasmobranchii lainnya perlu dilakukan agar dapat diterapkan suatu upaya
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Selain itu, perlu adanya peran
pemerintah setempat untuk memberi pengarahan pada nelayan dan pelaku
usahaperikanan tangkap agar melakukan penangkapan berbasis konservasi dan
keberlanjutan, untuk mempertahankan populasi ikan hiu.
47
DAFTAR PUSTAKA
Ayotte, L. 2005. Sharks-Educator’s Guide. 3D Entertainment ltd. And United
Nations Environment Program.
Carpenter, Kent E. 1998. The Living Marine Resources Of The Western Central
Pasific. FAO. Rome
Compagno, L.J.V. 1984. FAO species catalogue. Vol. 4.Sharks of the world. An
annotated and illustrated catalogue of sharks species known to date. Part
1. Hexanchiformes to Lamniformes. FAO Fish Synop.,(125)Vol.4,Pt.1:249
Dharmadi, Fahmi & Wiadnyana, N.. 2000. Identification of Vulnerale Species and
Biological of Sharks from Indian Ocean. SEASTAR 2000. Kyoto University
Research Information Repository.
FAO. 2000. Fisheries Management. Conservation and Management of Sharks.
Fishbase. 2017. www.fishbase.org. Diakses tanggal 10 Mei 2017.
Fuad, Dwi Ariyoga Gautama, Sunardi, Citra Satrya Utama Dewi. 2015.Pendataan
Hiu Hasil Tangkapan Sampingan di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Brondong. Di dalam: Dharmadi dan Fahmi, editor. Prosiding Simposium
Hiu dan Pari di Indonesia; 2015 Juni 10; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
Kementrian Kelautan dan Perikanan. hlm 69-75.
Hapsari, Irma. 2016. Hiu Termasuk Hewan Ovipar atau
Ovovivipar?.http://www.astalog.com/1504/hiu-termasuk-hewan-ovipar-
atau-ovovivipar.htm. Diakses tanggal 10 Mei 2017.
48
Hoeve, U. W. 1988. Ensiklopedi Indonesia Serial Ikan. P.T. Dai Nippon Printing
Indonesia. Jakarta. 252.
Holden, M. J. and D. F. S. Raitt. 1975. Manual of Fisheries Science. Part 2.
Method of Resources Investigation and Their Application. FAO Fish.
Tech. Pap. 214.
IUCN, 2013. Seperlima spesies reptil dunia terancam punah.
www.mongabay.co.id/2013. Diakses tanggal 10 Mei 2017.
King, M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and Management. Fishing News
Books. London. 342.
Last PR, William T. White, Janine N. Caira, Dharmadi, Fahmi, Kirsten Jensen,
Annie P.K. Lim, B. Mabel Manjaji-Matsumoto, Gavin J.P. Naylor, John J.
Pogonoski, John D. Stevens, Gordon K. Yearsley. 2010. Sharks and rays
of Borneo. Canberra (AU) : Australian Centre for International Agricultural
Research.
Nasution SH. 2004. Distribusi dan perkembang- an gonad ikan endemik rainbow
celeben-sis (Telmatherina celebensis Boulenger) di Danau Towuti,
Sulawesi Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor. 87 hlm.
Nenden Siti Noviyanti, Mohammad Mukhlis Kamal, Yusli Wardiatno. 2015. Di
dalam: Dharmadi dan Fahmi, editor. Simposium Hiu dan Pari di
Indonesia; 2015 Juni 10; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Kementrian
Kelautan dan Perikanan. hlm 115-119.
Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Translated from Russian by L. Birkett.
Academic Press, New York. 352 p.
49
Pusat Data Statistik Dan Informasi. 2013. Profil Kelautan Dan Perikanan Provinsi
Jawa Timur Untuk Mendukung Industrialisasi KP. Kementerian Kelautan
dan Perikanan: jakarta.
Parluhutan, Djumadi dan Khajar Imaniar.2013. Keragaman Jenis Ikan Hiu yang
Didaratkan di TPI Bom Kalianda, Lampung Selatan. Di dalam: Dharmadi
dan Fahmi, editor. Prosiding Simposium Hiu dan Pari di Indonesia; 2015
Juni 10; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Kementrian Kelautan dan
Perikanan. hlm 15-21.
White WT, Last PR, Stevens JD, Yearsley GK, Fahmi, Dharmadi. 2006.
Economically important sharks and rays of Indonesia. Canberra (AU) :
Australian Centre for International Agricultural Research.
top related