editorial - bi.go.id bi jan... · bank sentral dalam pengaturan dan pengawasan bank ... huan dan...
Post on 17-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Editorial
Berbagi & Berkoordinasi
Fitrah Bank Indonesia adalah berbagi dan berkoordinasi.Berbagi, terutama karena sejak awal tahun ini, fungsi bank sentral dalam pengaturan dan pengawasan bank
beralih ke OJK. Dalam konstelasi baru ini, OJK akan mengawal kebijakan mikroprudensial perbankan, sedangkan BI menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial.
Pembagian ini tentu tidak serta merta mengenyampingkan fungsi BI dalam ikut menjaga kesehatan industri perbankan nasional. Karena dalam lingkup tugas yang baru, BI harus bisa terus memastikan kontribusi konstruktif perbankan nasional dalam sistem keuangan.
Bagi BI, menjalankan peran sebagai pengawal stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial bukanlah barang baru. Sesuai amanah UndangUndang No. 23 tahun 1999 tentang BI, upaya menjalankan fungsi itu sudah mulai dirintis sejak awal tahun 2000an.
Awalnya dibentuk Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK) dibawah naungan Direktorat Penelitian dan Pe ngaturan Perbankan (DPNP). Beberapa ketentuan yang mengacu pada kebijakan makroprudensial sudah dihasilkan dan dirasakan manfaatnya. Secara rutin hasil penelitian diterbitkan sebagai Kajian Stabilitas Sistem Keuangan dalam website BI sejak 2003.
Dengan beralihnya seluruh fungsi pengaturan dan pe
nga wasan perbankan ke OJK, telah dibentuk dua departemen baru sebagai metamorfosa BSSK. Yang pertama adalah Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) dan kedua Departemen Surveillance Sistem Keuangan (DSSK).
Berkoordinasi juga menjadi fitrah BI. Misalnya dalam menjalankan tugas dan wewenang di bidang sistem pembayaran yang tidak berubah, sejak berlakunya UU No. 21/2011 tentang OJK. BI tetap memiliki peran sebagai regulator, operator maupun fasilitator di bidang sistem pembayaran, termasuk fungsi perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. BI pun tetap dapat melakukan pemeriksaan kepada bank jika dianggap perlu.
Dengan begitu, koordinasi antara BIOJK di bidang sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh bank menjadi hal yang mutlak dilakukan. Karena dalam pelaksanaan tugas ada banyak persinggungan antara kedua lembaga, misalnya terkait tugas di bidang perizinan, pengawasan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh bank termasuk aspek perlindungan konsumen.
Koordinasi juga menjadi sebuah keharusan, karena kemudian dilembagakan menjadi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dengan keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih luas. Tidak hanya BI dan OJK, forum itu juga melibatkan Kementerian Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan.
Penanggung JawabTirta SegaraPemimpin RedaksiPeter Jacobs
Redaksi PelaksanaRizana NoorDwi Mukti WibowoErnawati JatiningrumWahyu Indra SukmaSurya NanggalaDahlia DessianayanthiLina Ernawati
Redaksi menerimakiriman naskahdan mengeditnaskah sebelumdipublikasikan. Naskah dikirim ke bicara@bi.go.id
REDAKSI
Tujuan Proses SID BIYth. Redaksi Gerai Info
Saya baru beberapa hari menutup kartu kredit, dan telah melunasi semua tagihan, serta telah diproses oleh pihak bank. Namun, tibatiba dari pihak pe nyelenggara kartu meminta saya untuk mengisi form Sistem Informasi Debitur (SID) BI, sedangkan saya tidak sedang mengajukan permohonan kredit atau kartu kredit atau pembiayaan lainnya pada bank/penyelenggara kartu tersebut.
Apa maksud dan tujuan dari penyelengara kartu untuk meminta proses SID BI? Mohon pencerahannya. Terima kasih.
Agus Ramadhan - Jakarta
Jawaban:Yth. Bapak Agus,
Kami informasikan bahwa permintaan Informasi Debitur Individual (IDI) dapat dilakukan oleh beberapa pihak yaitu, pela por, debitur, dan pihak lain (pihak lain dalam pelaksanaan undangundang dan permintaannya harus ke Bank Indonesia)
Sepertinya pertanyaan Bapak terkait dengan tujuan dari permintaan IDI oleh Pelapor (Bank dan Lembaga Keuangan non Bank Pelapor SID).
Pelapor dapat meminta IDI untuk 3 tujuan yaitu kelancaran proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas debitur untuk pemenuhan ketentuan (BI) yang berlaku.
Selama Bapak masih merupakan debitur dan/atau calon debitur bank tersebut, bank dapat meminta IDI atas Bapak.
Jika Bapak sudah bukan debitur dan bukan merupakan calon debitur (sedang mengajukan pembiayaan), bank tidak berwenang meminta IDI atas nama Bapak.
Bahkan jika terdapat form permintaan dari debitur untuk keperluan debitur sendiri, bank tidak diperkenankan mengecek IDI karena debitur hanya dapat mengajukan permintaan IDI kepada BI atau bank yang memberikan penyediaan dana kepada debitur.
Semoga bermanfaat.Redaksi
Alamat Redaksi: Departemen Komunikasi Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 - Jakarta,
Telp. Contact Center BICARA: (Kode Area) 500131,
e-mail: bicara@bi.go.id, website: www.bi.go.id,
@bank_indonesia
flip.it/7A9uk
bankindonesia
BankIndonesiaChannel
2
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
Kondisi perekonomian global yang sebelumnya sudah mulai kondusif berubah pada tahun 2013, dipicu oleh bergesernya faktorfaktor global yang sebelumnya menguntungkan per
ekonomian Indonesia. Krisis global sejak 2007 memang menghadirkan tantangan
terbesar di bidang kebijakan ekonomi bagi generasi sekarang. Dari krisis yang berkepanjangan ini muncul kesadaran adanya tiga persoalan utama dalam mengelola perekonomian, yaitu: adanya ketidakstabilan dari tingkat harga, meningkatnya potensi risiko pada sistem keuangan terutama terkait leverage, dan meningkatnya hubungan ketergantungan antar berbagai jaringan insitusi keuangan. Ketiganya langsung atau tidak langsung berada dalam konteks ruang lingkup yang menjadi tanggung jawab bank sentral. Dan ketiganya dapat bersifat sistemik.
Sebelum krisis terjadi, regulasi pada sektor keuangan di hampir semua negara dirancang dalam konteks mikroprudensial untuk memastikan kesehatan tiap individu institusi keuangan, terutama bank komersial. Fokus ini cenderung mengabaikan adanya interaksi yang penting, bahwa usaha dari suatu lembaga keuangan untuk bertahan hidup pada suatu krisis dapat berdampak negatif pada lembaga keuangan lainnya, bahkan mempengaruhi kestabilan sistem keuangan.
Selain itu, fokus terhadap kelangsungan usaha institusi keuangan secara individual justru dapat menyebabkan regulator mengabaikan perubahan penting pada sistem keuangan. Sebagai contoh, walaupun pasar dari aset sekuritisasi tumbuh pesat menjelang krisis dan memberikan keuntungan bagi institusi keuangan yang memanfaatkannya, kewaspadaan dan pe ngaturan di area ini tidak secepat perkembangan yang ada sehingga meningkatkan risiko pada sistem keuangan.
Kesadaran seperti di atas memunculkan kebutuhan perlunya otoritas atau regulator yang mampu mengelola risikorisiko di sistem keuangan. Lembaga ini mengatur dan mengawasi secara makroprudensial dan memprioritaskan terjaga nya stabilitas sistem keuangan daripada kelangsungan usaha individual institusi keuangan. Pada tataran global, institusi ini dikenal sebagai otoritas makroprudensial atau regulator sistemik. Dalam menjalankan perannya, regulator ini akan melakukan halhal sebagai berikut:
Pertama, mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan informasi mengenai interaksi dan risiko yang signifikan di antara lembaga keuangan. Kedua, memutuskan lembagalembaga keuangan yang sedemikian signifikannya sehingga dapat berkontribusi pada risiko sistemik di sistem keuangan. Ketiga, merancang dan mengimplementasikan peraturan makroprudensial, seperti ketentuan modal yang lebih besar dan counter- cyclical bagi lembaga keuangan yang penting bagi sistem (systemically important financial institution). Keempat, berkoordinasi dengan regulator lain serta otoritas fiskal untuk mengelola krisis sistemik.
Ada empat alasan untuk menjadikan bank sentral sebagai regulator sistemik. Pertama, bank sentral memiliki hubungan
jualbeli aset keuangan dengan pelaku pasar keuangan setiap hari. Oleh karena itu bank sentral berada di posisi yang tepat untuk memonitor apa saja yang terjadi di pasar keuangan dan mendeteksi sejak awal persoalan yang membahayakan di sistem ke uangan. Tidak ada lembaga publik lain yang memiliki pengetahuan dan akses pada sistem keuangan selain bank sentral.
Kedua, mandat dari bank sentral untuk menjaga stabilitas makroekonomi selaras dengan peran menjaga stabilitas sistem keuangan. Sejarah mencatat kontraksi perekonomian yang parah di suatu negara selalu berasosiasi dengan krisis keuangan. Oleh karena itu bank sentral selalu mempertimbangkan interaksi antara sektor keuangan dan kebijakan moneter dalam melaksanakan tugastugas utamanya.
Ketiga, keberhasilan pelaksanaan tugas regulator sistemik membutuhkan fokus dalam horizon jangka panjang, melebihi horizon dari siklus politik. Horizon panjang dari kebijakan bank sentral, beserta kredibilitas dan independensinya menjadikan bank sentral kandidat yang alamiah sebagai regulator sistemik.
Keempat, bank sentral merupakan entitas satusatunya yang dapat berfungsi sebagai pemberi pinjaman terakhir, yaitu de ngan menyediakan pendanaan darurat saat terjadi krisis. Sebagai regulator sistemik, bank sentral dapat memperoleh informasi tangan pertama melalui pemeriksaan on-site langsung pada lembagalembaga keuangan yang penting secara sistemik, sehingga dapat meng ambil langkah yang tepat apakah kesulitan likuiditas suatu institusi keuangan perlu dibantu atau tidak.
Walaupun terdapat argumen yang kuat, masih ada tantangan bank sentral dalam menjalankan peran sebagai regulator sistemik. Pertama, fokus untuk mencapai stabilitas harga dapat menjadi lebih kompleks saat bank sentral juga memiliki tujuan menjaga stabilitas keuangan. Kedua, ada potensi naiknya tekanan politik pada independensi bank sentral, saat bank sentral mengeluarkan kebijakan untuk menahan atau mengendalikan perilaku yang berisiko dari suatu systemically important institution. Ketiga, bank sentral mungkin belum memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan peran sebagai regulator sistemik.
Namun demikian, mengingat pentingnya tujuan mencapai stabilitas keuangan dan harus ada institusi yang berperan sebagai regulator sistemik, bank sentral seyogyanya mengambil peran ini walaupun masih ada tantangan. Sejumlah hal dapat dilakukan untuk memitigasi persoalan yang mungkin timbul. Sebagai contoh, beberapa bank sentral seperti Bank Indonesia tetap menggunakan target inflasi numerik yang eksplisit untuk memastikan tujuan pencapaian stabilitas harga merupakan yang utama.
Salah satu pelajaran utama dari krisis keuangan dunia terakhir ini adalah tiap perekonomian sangat membutuhkan regulator sistemik, dan tampaknya bank sentral merupakan satusatunya pilihan. Saya percaya Bank Indonesia sudah seyogyanya me ngambil peran ini dan mulai bergerak aktif. Kami berharap pemerintah dan parlemen juga dapat sejalan dalam hal ini sebagai bagian dari dukungan terhadap independensi bank sentral.
Bank Sentral Sebagai Regulator Sistemik2013 merupakan tahun yang tidak mudah bagi perekonomian Indonesia. Dinamika perekonomian global yang kurang menguntungkan, masih sebagai lanjutan krisis
ekonomi dunia, telah memberikan tekanan pada perekonomian dan pasar keuangan domestik sepanjang tahun, baik melalui jalur perdagangan dan investasi, maupun
melalui jalur ekspektasi dan sentimen.
ARAH
AguS DW MARtoWARDojo Gubernur Bank Indonesia
3
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
BI Pasca OJKMencegah guncangan
Ibarat hutan dan pepohonan, begitulah kiasan yang digunakan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah untuk menggambarkan hubungan antara kebijakan makroprudensial dan mikroprudential dalam sistem keuangan di Indonesia.
Jika dianalogikan, kebijakan mikroprudensial tak ubahnya seperti upaya memantau setiap pohon untuk memastikan pertumbuhan yang sehat. Sedangkan, kebijakan makroprudensial menyangkut ruang lingkup yang lebih luas, yakni strategi
untuk menjaga kondisi hutan secara keseluruhan.Sejak fungsi pengaturan dan pengawasan industri per
bankan—yang merupakan kebijakan mikroprudensial—dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Desember 2013, maka tidak berarti peran Bank Indonesia serta merta tereduksi.
Saat ini, fokus BI melebar kepada kebijakan makroprudensial sebagai salah satu bagian dari pilar stabilitas
sistem keuangan pascape ngalihan sebagian tugas kepada OJK. Dua pilar lain yang tak kalah penting adalah kebijakan moneter dan sistem pembayaran. Ketiga pilar tersebut menjadi instrumen utama untuk memastikan terciptanya stabilitas perekonomian. Sebuah tugas yang menantang, di te ngah ancaman krisis ekonomi global yang semakin sering datang dan magnitude yang luar biasa besar.
Lantas, apa sesungguhnya yang dilakukan oleh BI untuk menjalankan ketiga pilar tersebut? Bagaimana BI mengimplementasikan fungsi tersebut dalam bentuk kebijakan yang nyata?
Dimulai dari kewenangan BI di bidang makroprudensial. Istilah makropudensial mulai muncul sejak masa
SOROT
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
4
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Para pemimpin negara G20 dalam pertemuan di Seoul pada 2010 meminta Financial Stability Board (FSB), International Monetary Fund (IMF), dan Bank for International Settlement (BIS) untuk mengembangkan kerangka kebijakan makroprudensial guna mencegah terjadinya risiko sistemik pada sektor keuangan.
t
g20.org
pemulihan krisis keuangan Asia pada akhir 1990an. Saat itu, dunia mulai sadar bahwa krisis keuangan yang terjadi bukan sematamata bersumber dari industri jasa keuangan. Lebih dari itu, kondisi makroekonomi yang lebih luas sangat mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itulah, dalam menentukan kebijakan, Bank Sentral harus melihat segala sesuatunya secara heli-copter view alias menyeluruh.
Istilah makroprudensial kemudian benarbenar po puler pascakrisis keuangan 2008. Krisis mahadahsyat yang memporakporandakan perekonomian dunia itu berasal dari masalah subprime mortgage pada sektor perbankan Amerika Serikat. Pengalaman pahit itu mengajarkan bahwa risiko yang terjadi di sektor finansial, terutama perbankan, dapat merembet sangat luas. Ada hubungan yang sangat erat antara makroekonomi dengan sektor perbankan.
Berkaca pada tragedi tersebut, para pemimpin ne gara G20 dalam pertemuan di Seoul pada 2010 meminta Financial Stability Board (FSB), International Monetary Fund (IMF), dan Bank for International Settlement (BIS) untuk mengembangkan kerangka kebijakan makroprudensial guna mencegah terjadinya risiko sistemik pada sektor keuangan. Mereka tak ingin krisis keuangan kembali terjadi.
Tujuan utama kebijakan makroprudensial adalah mencegah terjadinya guncangan terhadap stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, seluruh kebijakan diarahkan untuk mencermati risiko sistemik di sektor keuangan, termasuk mencegah terbentuknya risiko kredit dan likuiditas akibat terseret pertumbuhan yang terlampau cepat.
Upaya yang dilakukan bermacammacam, yang secara singkat dapat dibagi ke dalam enam tahap. Dimulai dari monitoring terhadap sistem keuangan, identifikasi risiko, penilaian risiko, pemberian sinyal risiko, desain dan implementasi kebijakan, hingga evaluasi atas efektivitas kebijakan yang diambil.
Pada kenyataannya, dalam melaksanakan fungsi ini, BI berwenang melakukan pemeriksaan terhadap perbankan yang dinilai memiliki risiko sistemik sehingga membahayakan kondisi keuangan secara keseluruhan. Dalam hal ini, pemeriksaan dilakukan bukan dalam rangka memeriksa tingkat kesehatan bank terkait, melainkan dilihat sebagai bagian integral dari satu gambaran penuh industri keuang an.
Di sini lah terkadang terjadi persinggungan dengan fungsi dan tugas OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, yakni ketika setiap institusi melakukan peme riksaan terhadap bank. Namun, sesungguhnya ilustrasi yang disebutkan oleh Halim Alamsyah mengenai hutan dan pepohonan kurang lebih telah menjelaskan gambar an besar ruang lingkup kedua hal tersebut. Keduanya merupakan dua hal yang berbeda tetapi sangat erat berhubungan. Oleh sebab itu, koordinasi mutlak diperlukan.
Fungsi utama BI yang tak kalah pentingnya adalah kewenangan untuk mengambil kebijakan di bidang moneter. Kebijakan moneter BI tak melulu menyangkut pe ngaturan nilai tukar, penentuan suku bunga acuan, dan uang beredar.
BI juga mengarahkan agar industri perbankan tumbuh lebih sehat. Sejumlah instrumen kebijakan diambil untuk mencapai tujuan ini, seperti penetapan suku bunga acuan yang cukup tinggi dan pembatasan nilai pinjaman (loan to value/LTV), khusus untuk kredit pemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor.
Adapun, terkait sistem pembayaran, Bank Sentral berpe ran mengatur, mengawasi, dan menjadi fasilitator pengembangan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien. Pengaturan sistem pembayaran menjadi semakin kompleks karena arah bisnis perbankan semakin berat ke arah electronic banking.
SOROT
5
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
SOROT
Di sini lah peran BI sebagai pengatur, pengawas, sekaligus fasilitator di bidang sistem pembayaran diperlukan. Bank Sentral harus mengupayakan agar bisnis berkembang baik, sekaligus memastikan pengawasan tidak kendor.
BAURAN KEBIJAKANPada praktiknya, kebijakan yang diambil oleh BI tak
pernah dilakukan secara terpisahpisah. Tantangan yang dihadapi cukup kompleks, sehingga apapun langkah yang diambil harus ditempuh secara seimbang, terukur, dan tepat. Sejumlah ‘amunisi’ disusun sedemikian rupa menjadi sebuah policy mix alias bauran kebijakan yang meng arah kepada satu tujuan yang ingin dicapai.
Kebijakan makroprudensial menjadi salah satu elemen yang digunakan untuk merespons tantangan yang ada selain elemen lainnya yakni kebijakan moneter. Selain itu, bauran kebijakan juga melibatkan OJK se bagai pemegang otoritas kewenangan mikroprudensial di bidang industri jasa keuang an. Tentu saja, elemen yang tak kalah penting adalah kebijakan fiskal yang merupakan bagian dari fungsi pemerintah untuk memperbaiki kondisi struktural.
Di antara bentuk bauran kebijakan yang diambil untuk merespons kondisi ekonomi nasional maupun global adalah keputusan untuk menaikkan BI rate sebanyak 175 bps dalam lima tahap sepanjang tahun lalu. Kenaikan BI rate yang kemudian diikuti dengan kenaikan bunga kredit perbankan secara otomatis akan memperlambat laju pertumbuhan kredit. Kebijakan ini memang sengaja dirancang demikian untuk menjaga pertumbuhan yang berkualitas.
Di saat yang bersamaan, lembaga yang dipimpin oleh Agus D.W. Martowardojo juga terus memperkuat operasi moneter guna menjaga stabilitas nilai tukar
rupiah. Ketika rupiah melemah akibat naiknya permintaan, Bank Sentral akan mengguyurkan valuta asing ke pasar guna menyeimbangkan kurva penawaran dan permintaan.
Cara lain yang diambil untuk menahan fluktuasi rupiah adalah melakukan Foreign Exchange Swap (FX Swap) alias lelang valuta asing. Setelah melakukan FX Swap, BI akan mendapatkan pasokan valas untuk menambah cadang an devisa yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan intervensi moneter jika diperlukan. Selain itu, instrumen ini juga diyakini dapat menjaga nilai tukar rupiah karena pembentukan harga rupiah dilakukan secara efisien dan transparan, yakni melalui lelang.
Di sisi lain, upaya menjaga stabilitas juga dilakukan melalui pendalaman pasar keuangan domestik. Ketika dukungan dari dalam negeri kuat, maka ancaman krisis global setidak nya dapat ditahan.
Pendalaman pasar keuangan di industri perbankan di antaranya dilakukan melalui pengembangan pasar Repo dengan menggunakan skema Master Repurchase Agreement (MRA). Implementasi dari kebijakan ini telah dilakukan di industri perbankan konvensional, dan tengah dirintis agar dapat juga dilakukan oleh industri perbankan syariah.
Seluruh strategi tersebut dinilai masih sesuai dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga 2015. Namun, tentu saja kemungkinan adanya sejumlah penyesuaian masih selalu terbuka.
Dalam melaksanakan seluruh fungsi ini, BI selalu bekerja sama dengan stakeholder yang lain termasuk Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan tentu saja OJK. Pada akhirnya, tugas menjaga stabilitas sistem keuangan dan ekonomi nasional secara keseluruhan memerlukan dukungan dari semua pihak.
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
6
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Sejak pertama kali berdiri dalam era Indonesia merdeka, Bank Indonesia mengalami metaformosa sebanyak tiga kali. Ditetapkan sebagai “Bank Indonesia” pada 1953, 1968 diberi
wewenang sebagai pengawas bank, dan kemudian pada 1999 di nyatakan sebagai bank sentral yang independen. Akhir 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan tidak lagi berada di BI.
Kelenturan dalam beradaptasi mengikuti perkembangan zaman dan perubahan paradigma politik itu membuat BI menjadi lembaga yang tidak kaku. Namun tetap kuat dan tetap berada pada sejatinya suatu bank sentral yaitu sebagai bankers bank, circulation bank, dan pengawal kestabilan ekonomi makro.
Itu semua seharusnya memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa tidak ada yang hilang pada BI de ngan berkurangnya fungsi perbankan sejak 31 Desember 2013. Justru, tanggal tersebut menjadi titik balik melesat ke atas. Mungkin kita tidak menyadari masih banyak ruang kreasi yang belum tersentuh oleh “BI lama”. Apabila BI memanfaatkan kesempatan itu, hilang satu tumbuh seribu bukan lagi layaknya sebagai periba hasa.
Sekarang kita masuk ke halhal yang lebih konkrit. Moneter yang dulu hanya identik dengan suku bunga, nilai tukar, harga, dan uang ber edar, kemudian meluas dengan memasukkan komponen seperti kredit dan permodalan bank, sistem pembayaran, komunikasi, serta koordinasi dengan pemerintah. Dulu hanya melihat dari kacamata agregat nasional, di masa depan akan masuk ke ruangruang regional.
Sistem pembayaran yang aman dan efisien mungkin bukan lagi jargon yang pas. BI tidak akan melihat sistem pembayaran sebagai sekadar sarana untuk efektivitas kebijakan moneter, melainkan menjadi bagian dari kebijakan utama. Ke depan, kebijakan sistem pembayaran akan mempengaruhi pencapaian tujuan BI secara langsung, sebagaimana kebijakan suku bunga acuan BI rate. Ini bukan sekedar mandat dan kewenangan, namun bagian dari efektivitas kebijakan BI.
“Perginya” pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK menyisakan pertanyaan, atau bisa juga disebut persoalan, apakah perbankan tidak dapat disentuh secara langsung oleh kebijakan BI. Secara halus kita harus menjawab “tidak”. Bankbank itu harus siap diatur dan diawasi oleh ba nyak pihak, termasuk BI.
Ada sisi makro, selain mikro kegiatan perbankan. Perbankan bukan hanya tentang kesehatan, kehatihatian, dan kelembagaan. Perbankan punya kaitan dengan aspek makro. Bersama dengan lembaga keuangan lain, kegiatan usaha yang dihasilkan mempenga ruhi stabilitas sistem keuang an. Buku teks lama memang bicara hubungan kebijakan moneter dengan stabilitas sistem moneter. Saat
ini ekonomi dunia menuntut bank sentral terjun langsung mempengaruhi industri keuangan, tidak hanya perbankan.
Survei Bank International of Settlement menunjukkan 90% bank sentral memiliki tanggung jawab dalam menetapkan kebijakan dan mengawasi sistem keuangan. Ini berarti, BI harus mempunyai pengaruh pada stabilitas sistem keuangan bank maupun non bak melalui kebijakan makroprudensial. Penjelasan Pasal 7 UU Otoritas Jasa Keuangan jelas menyebutkan peran BI di bidang makroprudensial, baik pengaturan maupun pengawasan. Sementara OJK di bidang mikroprudensial.
BElUm TERSENTUhSaat ini, BI mempunyai 41 kantor perwakilan di daerah dan akan
terus bertambah. Ada ruang yang belum tersentuh pada isu fungsi kantor perwakilan. Isu pertama mengenai pe nguatan caracara untuk mengendalikan laju inflasi. Kita mafhum inflasi dipengaruhi oleh lebih banyak sisi penawaran dibandingkan sisi permintaan. Apakah dengan demikian, BI akan terjun ke sektor riil, ada “operasi pasar” untuk melengkapi operasi moneter? Janganjangan itu benar dan bukan sekadar bercanda. Kantor perwakilan saat ini fokus pada koordinasi dan advisory. Kedepan, kerjasama langsung de ngan berbagai institusi daerah akan meningkat. Tandatanda itu telah muncul sejalan dengan permintaan perlunya TPID di setiap kabupaten.
Kedua, kita perlu sepakat bahwa sebenarnya pembangunan nasional adalah fungsi dari keterkaitan antarpembangunan daerah. Daerah bukan lagi tumbuh karena faktor sumber daya yang dimiliki tetapi karena kontribusi sumber daya daerah lain. Forum Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional sudah lama dimulai dan kita dapat mengembangkannya untuk merajut pembangunan daerah tersebut.
2015 sudah di depan mata. Dengan mulai diimplementasikannya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun itu, persaing an keras antarnegara Asean semakin kentara. Pilihannya tinggal dua, yaitu apakah Indonesia “ditinggalkan” atau “meninggalkan”. Fungsi intelejen dan diplomasi Kantor Perwakilan di luar negeri harus ditingkatkan. BI harus siap punya informasi awal rencanarencana kebijakan negaranegara te tangga yang akan mempengaruhi ekonomi Indonesia.
BI saat ini mempunyai nilainilai strategis yang baru, yaitu Trust & Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Cooperation & Teamwork. Semua itu diharapkan mendukung pencapai an visi BI untuk menjadi lembaga yang kredibel dan terbaik di regional. “BI pasca OJK” adalah “BI baru” yang harus dipandang sebagai harapan, tantang an, dan peluang. Semoga kita dapat mewujudkannya.
BI Baru itu, Diisi Semangat dan Harapan BaruApabila ada masyarakat bertanya ke mana Bank Indonesia akan menuju setelah 31 Desember 2013, jawab annya adalah ke sebuah tempat di mana BI akan bertransformasi menuju “BI baru”. Di sana, BI akan terus menum-buhkan kekuatan secara internal dan mengembangkan pengaruh-pengaruh positif bagi bangsa dan negara.
Oleh: Dody Budi WaluyoDirektur Eksekutif -
Departemen Manajemen Strategis dan Tata Kelola
SOROT
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
7
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Seperti dokter yang tak selalu memberikan antibiotik untuk seluruh jenis penyakit, maka bank sentral sebuah negara pun tak mesti mencontoh strategi negara lain untuk men
jaga stabilitas sistem keuangan di negaranya. Setiap kebijakan dan tindakan yang diambil harus selalu disesuaikan dengan gejala yang muncul.
Tujuan utama dari kebijakan makroprudensial, sesungguhnya, adalah menjaga stabilitas sistem keuangan. Apapun strategi yang diambil, hasil akhirnya harus dapat dinilai secara terukur.
Sejumlah negara mungkin saja menggunakan strategi yang hampir sama, karena latar belakang masalahnya serupa. Ambil contoh, Indonesia dan Hong Kong.
Hong Kong yang disebutsebut sebagai salah satu Macan Asia mencatatkan pertumbuhan ekonomi mencengangkan selama beberapa waktu terakhir. Namun ternyata, di balik pertumbuhan yang impresif tersembunyi potensi krisis yang mengintai.
Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh konsumsi, terutama di sektor properti. Industri perbankan gencar menyalurkan kredit perumahan hingga muncul potensi property bubble yang mengancam stabilitas ekonomi jika sampai kebablasan.
Melihat gejala seperti itu, Otoritas Moneter Hong Kong mengambil kebijakan makroprudensial berupa pembatasan rasio pembiayaan terhadap pendanaan (loan to deposit ratio/LDR) dan pembatasan besaran pinjaman (loan to value/LTV) dalam penyaluran kredit, khususnya di sektor properti.
Indonesia kurang lebih mengalami kondisi serupa, terlihat dari kencangnya realisasi kredit ke sektor konsumsi terutama properti dan kendaraan. Di sisi lain, likuiditas perbankan mulai mengetat, tercermin dari pertumbuhan penghimpunan dana yang tak se agresif pertumbuhan kredit. Jika dibiarkan tak tertangani, kombinasi dari kedua hal tersebut dapat meruntuhkan stabilitas ekonomi.
Tak perlu menunggu hingga gejalagejala ‘penyakit’ itu semakin memburuk, Bank Indonesia segera mengambil langkah antisipasi dengan menelurkan kebijakan pembatasan LDR dan LTV. Harapannya, pertumbuhan dapat lebih stabil dan sehat.
Formulasi berbeda diambil oleh negaranegara di kawasan Zona Euro. Kebijakan makroprudensial di wilayah tersebut lebih diarahkan pada pembatasan eksposur interbank, sebab memang sumber masalahnya ada di sana.
Sejumlah bank bertumbangan di Yunani dan Spanyol. Jika Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) tidak bergerak cepat untuk membatasi eksposure interbank, maka bukan tidak mungkin bankbank gagal itu akan menarik bank dari wilayah lain ke dalam krisis keuangan.
Brasil, Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Korea, bisa jadi menerapkan strategi yang sama sekali berbeda. Namun tetap saja, seluruh upaya tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Kebijakan Makroprudensial
Dari hong Kong hingga EropaTak ada satu ramuan tunggal untuk mengatasi
setiap jenis penyakit. Demikian pula, tak ada satu
formula kebijakan makroprudensial tertentu yang
dapat dengan sempurna diberlakukan untuk se-
tiap negara.
SOROT
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
8
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
POTRET DAERAH
Di Kalimantan Selatan (Kalsel), kantor BI hanya ada di Kota Banjarmasin dan berfungsi se bagai kantor wilayah seKalimantan.
Namun hal itu tidak membatasi peranan BI untuk berkiprah di 12 kota/kabupaten lainnya. Bahkan, meskipun pengawasan bank sudah tidak lagi menjadi tugas BI, tapi tugas di bidang lainnya tidak bisa dipandang sebelah mata.
Kantor Perwakilan BI Wilayah II Kalimantan yang berkeduduk an di Kalsel telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) tingkat provinsi dan 10 TPID di tingkat kabupaten. Meskipun hanya dua daerah yang dihitung inflasinya oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tapi BI turut mendorong kelahiran TPID di seluruh kabupaten/kota di Kalsel. Diperkirakan di awal tahun ini, terbentuk TPID 13 kabupaten/kota. Dengan upaya itu, program pemerintah dapat lebih tersinergi dengan upaya pe ngendalian inflasi.
TPID Kalsel pada tahun ini mengeluarkan program 6 M untuk pengendalian inflasi, yaitu enam topik kegiatan untuk mengendalikan inflasi, yaitu meningkatkan produksi pangan, memperlancar distribusi barang, memberi kepastian ketersediaan energi, memperkuat kelembagaan dan koordinasi TPID, meningkatkan kerjasama antardaerah, dan meningkatkan di seminasi/informasi kepada publik.
SISTEm PEmBAYARANMeski fungsi pengawasan bank kini ditangani Otoritas Jasa
Keuangan, BI masih tetap memiliki kewenangan dalam mengawasi sistem pembayaran di bank. Sebagai bankers bank, BI masih menerima setoran perbankan dan menyalurkan uang tunai kepada perbankan.
Kantor Perwakilan BI Wilayah II setiap harinya juga membuka layanan penukaran uang bagi masyarakat. Penukaran uang tidak hanya dilayani di kantor, tapi melalui kas keliling di daerah yang tidak terjangkau. Selain mobil, kas keliling juga menggunakan perahu untuk melayani masyarakat di pasar terapung.
Untuk meningkatkan akses layanan keuangan, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), Kantor Perwakilan BI Wilayah II memberikan bantuan teknis berupa penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan/atau fasilitasi.
Salah satu kegi atannya adalah Program Penguatan Ketahanan Pangan dalam bentuk pengembangan klaster.
Program yang dilaksanakan adalah klaster cabai besar merah di Kab. Hulu Sungai Selatan, klaster padi unggul di Kab. Tanah Bumbu, klaster sapi di Kab. Tanah Laut, klaster kerajinan anyaman purun dan ilung di Kabupaten Hulu Sungai Utara, serta klaster bawang merah di Kabupaten Tapin. Program ini dijalankan bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalsel dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Kalsel.
Pada tahun ini, BI Kalimantan juga berkoordinasi dengan Pemprov seba gai dukungan pengoperasian PT Jamkrida Kalsel. Keberadaan perusahaan penjaminan ini akan membantu dan memudahkan UMKM dalam mengakses pembiayaan melalui penerbitan Peraturan Daerah No. 15/2012 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah Kalimantan Selatan.
Saat ini, BI pun dikenal sebagai lembaga yang memiliki kajian ekonomi dan keuangan regional (KEKR). Dengan publikasi KEKR setiap bulan dan dikomunikasikan melalui media massa, serta seminar menunjukkan kebijakan BI didukung dengan kajian ekonomi yang aktual dan komprehensif.
Kajian ekonomi dari Kantor Perwakilan BI Wilayah II sering menjadi rujukan untuk pengembangan ekonomi di Kalsel. Bahkan akhirakhir ini, dari tingkat kabupaten/kota juga meminta masukan dari BI mengenai prospek ekonomi mereka dalam rangka perencanaan pembangunan ke depan.
Pada akhirnya, semua kegiatan itu bermuara pada tujuan utama BI yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dengan BI yang lebih dikenal, maka kebijakan bank sentral lebih mudah diterima masyarakat.
Kantor Perwakilan BI Wilayah II Kalimantan
Kantor Bank Indonesia di daerah memang tidak tersebar di seluruh pelosok nu santara. Jumlahnya hanya 41, itu pun lebih banyak berada di ibu kota provinsi. Malah ada provinsi yang tidak ada kantor BI-nya.
Rakor TPID seKalimantan Selatan.
Penukaran uang di pasar terapung Lhok Baintan, Banjar.
Stabilisasi dari Pasar Terapung Hingga Kajian Ekonomi
Oleh: m. Dadi AryadiKepala Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah Kalimantan
9
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
Paska krisis 2008, menjaga stabilitas sistem keuangan menjadi aspek yang semakin penting, bahkan menjadi prioritas bagi bank sentral di berbagai negara. Krisis yang bersumber dari permasalahan subprime mortgage pada sektor perbankan
Amerika Serikat tersebut, tidak hanya memperburuk kinerja sektor keuangan, tapi juga berdampak negatif terhadap indikator makroekonomi di negara lain.
Untuk menghindari berulangnya kembali krisis, disadari bahwa kebijakan mikroprudensial semata tidak lagi memadai. Namun, perlu didukung oleh kebijakan makroprudensial. Secara best practise, kebanyakan bank sentral di dunia mulai menerapkan kerangka kerja kebijakan makroprudensial sebagai bagian tugas bank sentral untuk mendukung stabilitas sistem keuangan.
Kebijakan makroprudensial di Indonesia.Sejak pendirian Biro Stabilitas Sistem Keuangan di Bank Indone
sia (BI) pada 2003, BI telah terlibat dalam mendukung terjadi nya kestabilan sistem keuangan. Hal ini kemudian dipertegas melalui UU No.21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuang an (OJK), yang menyatakan pengaturan dan pengawasan makro prudensial merupakan kewe nang an BI. Hal inilah yang menjadi dasar bagi BI untuk melaksanakan kebijakan makroprudensial. Selanjutnya, kebijakan makroprudensial menjadi bagian dari strategi bauran kebijakan BI untuk mendukung stabilitas perekonomian.
Kebijakan makroprudensial ditujukan untuk mengatur dan mengawasi sistem keuangan, termasuk perbankan dalam rangka mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan akses dan efisiensi sistem keuangan.
Penerapan kebijakan di bidang makroprudensial di BI dilakukan melalui fungsi pengaturan, pengawasan (surveillance), serta pengembangan dan perluasan akses keuangan.
Berbeda dengan kebijakan mikroprudensial yang lebih berorientasi kepada kesehatan individu lembaga keuangan dan perlindungan nasabah, kebijakan makroprudensial lebih berorientasi pada sistem keuangan secara agregat. Walaupun bersifat makro, kebijakan makroprudensial dapat diarahkan untuk mengendalikan risiko sektor tertentu (targeted), seperti kebijakan Loan to Value Ratio untuk kredit perumahan dan batasan uang muka minimum sektor otomotif. Selain itu, sifat kebijakan makroprudensial yang countercyclical bermanfaat dalam meredam volatilitas makro ekonomi.
Sampai saat ini, BI telah menerbitkan tiga kebijakan makropruden
sial, yaitu pembatasan pemberian kredit (Loan to ValueLTV) untuk mencegah penyaluran kredit perumahan rakyat dan kredit kendaraan bermotor yang berlebihan, kebijakan dalam menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dan pelaksanaan fungsi intermediasi secara optimal melalui pengaturan likuiditas (Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib MinimumLoan to Deposit), dan pengaturan transparansi informasi suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk meningkatkan transparansi pricing suku bunga kredit, sekaligus mencerminkan efektivitas transmisi suku bunga kebijakan dari bank sentral.
Secara keseluruhan, kebijakankebijakan ini telah mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan Indonesia sampai saat ini.
Tantangan ke DepanMemperhatikan international best practise dan kondisi Indonesia
saat ini dan masa mendatang, instrumen kebijakan makroprudensial yang perlu dikembangkan di Indonesia antara lain:1. Instrumen pengaturan untuk mencegah dan mengurangi
pertumbuhan kredit yang berlebihan antara lain penetapan acuan risiko pertumbuhan kredit dalam rencana bisnis lembaga keuangan, pengaturan rasio kredit terhadap nilai pasar agunan (load to value ratio) dan rasio hutang terhadap pendapatan (debt to income ratio).
2. Instrumen pengaturan untuk mencegah dan mengurangi leverage yang berlebihan antara lain pengaturan tambahan permodalan untuk antisipasi kondisi siklikal, dan macroprudential leverage ratio.
3. Instrumen pengaturan untuk mencegah dan mengurangi maturity mismatch yang berlebihan dan tidak likuidnya pasar antara lain pengaturan macroprudencial adjustment to liquidity ratio (liqudity coverage ratio), macroprudencial restrictions on funding sources (net stable funding ratio).
4. Instrumen pengaturan untuk membatasi konsentrasi eksposur antara lain pengaturan batasan pemberian kredit kepada sektor tertentu dan persyaratan central counterparties (CCP).
5. Instrumen pengaturan untuk membatasi dampak sistemik dari systemically important financial institutions antara lain pengaturan tambahan permodalan (capital surcharges).
6. Instrumen pengaturan untuk memperkuat ketahanan infrastruktur sistem keuangan antara lain pengaturan disclosure (transparansi) dan persyaratan margin dan haircut terhadap central counterparties . Bank Indonesia berkomitmen untuk memperkuat kerja sama
dan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional.
Stabilitas Sistem Keuangan
Mikroprudensial Saja Tidak Lagi Memadai
Oleh: DarsonoDirektur Eksekutif Departemen
Kebijakan Makroprudensial
Cepatnya perkembangan sektor keuangan dekade terakhir, baik lembaga maupun produknya berdampak terhadap meningkatnya kompleksitas dan koneksitas antarlembaga keuangan dalam suatu sistem, sehingga potensi risiko dan instabilitas yang dihadapi semakin besar.
PERSPEKTIF
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
10
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Penyediaan akses keuangan dengan produk yang sesuai hingga ke pelosok daerah akan memberikan dampak positif bagi perbankan. Sebab, hal itu dapat membantu me nurunkan tekanan risiko likuiditas dan risiko kredit
melalui diversifikasi dikedua aspek tersebut. Hal ini juga mendorong terjadinya peningkatan persaingan di retail banking sehingga mendorong peningkatan efisiensi.
Bagi Bank Indonesia, keuangan inklusif mempunyai dampak besar atas tugas dan fungsinya baik di sisi moneter, sistem pembayaran maupun fungsi baru di bidang makroprudensial. Dari sisi moneter, keuangan inklusif membantu efektivitas kebijakan suku bunga karena perubahan tingkat suku bunga berdampak langsung ke seluruh nasabah hingga pelosok daerah.
Sementara dari sisi sistem pembayaran, keuangan inklusif membantu terhubungnya masyarakat dengan jasa sistem pembayaran formal serta mendukung kebijakan less cash society. Hal ini membantu efesiensi transaksi keuangan baik bagi masyarakat maupun perekonomian secara keseluruhan.
Dari sisi makroprudensial, keuangan inklusif membuka market retail baru yang dulunya sulit dan mahal dijangkau. Market retail baru menjadi tambahan sumber dana ritel yang tercatat relatif lebih stabil serta pasar untuk diversifikasi portfolio kredit skala UMK. Lebih jauh, sektor perbankan sebagai pemain dominan menjadi lebih tahan terhadap goncangan.
Namun demikian, upaya keuangan inklusif apabila tidak dilakukan secara benar dan hatihati dapat berpotensi risiko bagi pelaku sendiri, perekonomian dan stabilitas. Upaya mitigasi risiko harus dilakukan, salah satunya melalui pemberian edukasi secara konsisten, terutama aspek keuangan.
Implementasi edukasi memiliki tantangan besar karena bersifat jangka panjang, target masyarakat yang besar, dan tingkat melek keuangan yang rendah. Untuk itu diperlukan keterlibatan berbagai instansi untuk percepatannya. Dengan adanya Otoritas Jasa keuangan (OJK), yang juga mempunyai tugas di bidang perlindungan konsumen, akan sangat membantu percepatan implementasi edukasi di bidang keuangan.
Adanya OJK, program edukasi keuangan BI mengalami penyesuaian strategi untuk menciptakan sinergi, yaitu yang semula berfokus pada pengenalan produk keuangan, kini ditekankan pada pengelolaan keuangan sederhana. Formulasi ini mampu membantu memberi pemahaman masyarakat unbanked
dalam mengelola keuangan seharihari secara mudah dengan memanfaatkan layanan jasa dan produk keuangan.
PERIlAKU KoNSUmTIfEdukasi keuangan merupakan backbone atas kesuksesan dari
program keuangan inklusif secara keseluruhan, yaitu:• Program Layanan Keuangan Digital (dulunya branchless banking)
adalah channel layanan keuangan dengan memanfaatkan teknologi dan jaringan agen, dan menggunakan uang elektronik registered. Ini adalah tahapan awal untuk masuk ke produk dan layanan perbankan yang lebih luas, lebih mudah dan terjangkau. LKD yang menggunakan handphone dalam bertransaksi merupakan konsep baru, sehingga perlu dikomunikasikan secara tepat. Melalui edukasi LKD y ang disertai simulasi, masyarakat dapat memanfaatkan layanan dengan aman, murah, mudah dan bijaksana, sehingga tidak terjebak perilaku konsumtif.
• Program penyediaan sistem informasi bagi petani dan nelayan (SIPN) adalah penyediaan informasi input output berbasis handphone. informasi ini berisi harga input, harga output, dan pendukung. Kultur baru ini harus diajarkan, sehingga membantu untuk membuat keputusan lebih baik.
• Financial Identity Number (FIN), yaitu penyediaan data basic unbanked dalam bentuk nomor unik sehingga membantu mengurangi assymetric information, sekaligus menyediakan market pembiayaan kredit mikro/kecil baru bagi perbankan. Hal ini perlu didukung oleh edukasi kepada calon penerima FIN akan manfaatnya dan mempermudah perbankan mengenal mereka apabila suatu saat memerlukan jasa dari perbankan.
• Program penyaluran bantuan pemerintah. Program Keluarga Harapan (PKH) kepada masyarakat miskin saat ini dilakukan berbasis cash melalui kantor pos. Untuk efisiensi dan memberikan value added, penyaluran dapat diarahkan sebagian atas dasar account based dengan media e-money, sehingga masyarakat tidak perlu antri sekaligus mendapat sarana untuk menyimpan dan mengurangi tendensi konsumtif. Progam G2P ini akan dihubungkan dengan LKD untuk kemudahannya.Program di atas akan dibarengi dengan edukasi keuangan,
sehingga meningkatkan tingkat literasi keuangan sekaligus ke uang an inklusif. Peningkatan kapabilitas masyarakat itu diharapkan membantu menghindari low income trap dan poverty allevia-tion secara gradual sambil membantu efektivitas tugas utama BI.
Edukasi Keuangan Inklusif
Simulasi Untuk Cegah Sikap KonsumtifKeuangan inklusif dan stabilitas sistem keuangan dipercaya merupakan dua hal yang bertalian erat, terutama bagi negara berkembang yang penduduknya masih banyak yang belum terhubung dengan sektor keuangan formal.
Oleh: Pungky Purnomo WibowoDirektur Departemen Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
PERSPEKTIF
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
11
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
LIPUTAN
Gadisgadis remaja cantik berpakaian tradisional khas Lombok menyiapkan bokorbokor berisi kain tenun indah untuk
upacara, remaja pria yang gagah bersiap memainkan gamelan dan demonstrasi tabuhan perkusi khas Lombok. Beberapa pejabat berpakaian batik, tidak biasanya tampak di Bun Mudrak, kali ini hadir se perti pamer keanggunan.
Perhatian penduduk dusun itu kemudian terfokus pada nyaringnya suara tabuh an gamelan dan perkusi, menyambut kedatangan rombongan Wakil Gubernur NTB dan Deputi Gubernur Senior BI. Mobil rombong an seperti magnit yang mengundang semua kemeriahan yang disiapkan lama. Hari itu memang puncak pencapaian, perayaan setelah proses panjang untuk mewujudkan mimpi Bun Mudrak menjadi dusun ekonomi mandiri.
Berawal dari 2010, Komunitas Sasak sebagai pendamping mengajukan proposal pengembangan yang ditangkap Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI). Dusun Bun Mudrak kemudian diangkat menjadi Desa Binaan, dan bantuan diberikan dalam bentuk pembangunan infrastruktur. Melihat potensi yang tersedia, pada 2011 ditandatangani nota kesepahaman antara Pemkab Lombok dan BI untuk menjalankan program Desa Mandiri Ekonomi. Bantuan lebih luas diberikan berupa pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan dan bantuan teknis, serta penyediaan sarana dan prasarana fisik.
Perayaan yang meriah me mang wajar dilakukan, “Dusun Bun Mudrak telah bertransformasi, dari desa yang secara sosial dan ekonomi tertinggal, menjadi desa yang mandiri secara ekonomi dan modern dalam tataran konsep lingkungan pemukiman,” kata Junaifin, mantan Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Nusa Tenggara Barat (NTB) yang intens mengawal proses program pengembangan dusun Bun Mudrak.
Sebelumnya, penduduk hidup dari berternak dan bertani. Sekarang dari perternakan juga dihasilkan Bio Digester dan Pupuk Organik. Yang pertama adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari kotoran sapi, menjadi pengganti minyak tanah. Sebagian besar keluarga telah memanfaatkan bahan bakar ini untuk memasak.
Yang kedua, Pupuk Organik, adalah pupuk yang berasal dari kotoran sapi yang diolah menjadi bentuk butiran (granul). Produk itu kini telah mendapat sertifikasi uji lab dari BPTB provinsi NTB. Pupuk Organik ini dimanfaatkan untuk lahan pertanian anggota kelompok dan juga dijual ke petani lain di sekitar dusun. Permintaan pun sudah datang dari Dinas Pertanian setempat.
Selain berternak sapi, peduduk juga berternak kambing Etawa. Pembibitannya mengalami perkembangan signifikan, karena kelompok sudah menerapkan manajemen ternak yang baik. Popu
lasi berkembang menjadi 62 ekor dari 29 induk, bebe rapa dijual untuk memberikan penghasilan tambahan. Susu segar kambing Etawa diolah dan menghasilkan produk turunan susu, seperti permen.
LIPUTAN
Merajut Mimpi Dusun Mandiri
Sinar mentari pagi yang cerah menerangi Bun Mudrak, sebuah dusun di desa
Sukarara, terletak di sisi By Pass Kota Mataram menuju bandara Selaparang,
Lombok Tengah. Suasana pagi itu sangat terasa lain dari biasanya, akan ada
kemeriahan dan penduduk dusun tampak sibuk menyiapkan perayaan.
Oleh: Rizana Noor Departemen Komunikasi
12
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
Ibuibu rumah tangga di Bun Mudrak telah dapat menghasilkan kain tenun yang indah, relatif lebih baik dari hasil tenun dusun lainnya, berkat pendampingan dan pelatihan teknis disain produk maupun pewarnaan yang difasilitasi BI. Waktu keseharian dapat dimanfaatkan secara produktif, menghasilkan nilai tambah dan meningkatkan produktivitas dan daya saing di tingkat dusun. Memang inilah tujuan utama Program Desa Mandiri Ekonomi.
Peningkatan produktivitas dan daya saing dihasilkan melalui pemberdayaan masyarakat dalam skim Program Bantuan Sosial BI (PSBI). Meliputi antara lain penguatan kelembagaan kelompok, manajemen kelembagaan dusun, manajemen usaha, manajemen pemasaran, dan bantuan untuk mening katkan akses pemasaran.
Kepala KPw BI Provinsi NTB, Bambang Himawan mengatakan program sosial BI merupakan ide dan bentuk tanggung jawab sosial untuk membantu membangun dan memberdayakan warga dusun Bun Mudrak. “Ini ibarat anak panah yang dilepas dari dusun dan telah memberikan manfaat kesekelilingnya.”
Pada hari itu, perayaan yang meriah dilakukan dalam rangka penandatanganan prasasti desa binaan. Maksudnya sebagai peringatan penyerahan dusun setelah selesainya pelaksanaan pro
gram kepada pemerintah setempat. Pada kesempatan itu, Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin menyatakan program sangat berarti dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Pemerintah Lombok Tengah mengucapkan terima kasih kepada BI yang menjadikan dusun ini sebagai desa binaan. Program se perti ini sangat berarti dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
PERlU PEmBERDAYAANDeputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengungkap
kan BI siap memberikan bantuan untuk menciptakan desa binaan serupa di wilayah lain. “Tentunya masih banyak dusun lain yang perlu pemberdayaan seperti ini dan BI siap membantu,” ujar Mirza saat memberikan sambutan di Dusun Bun Mudrak.
BI, lanjutnya, siap membantu pendanaan, tenaga ahli, ataupun dalam bentuk pelatihan. Tentunya dengan melihat proposal yang diajukan kelompok masyarakat dan potensi yang tersedia.
Keberadaan Dusun Bun Mudrak terbukti berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat setempat. Dia mencontohkan warga dusun dapat memperluas pasar pemasaran kerajinan tenun yang sudah menjadi tradisi turun menurun.
Di sisi lain, penduduk setempat juga dapat menghasilkan pupuk organik dan menjualnya ke wilayah sekitar Lombok. Program seperti ini, diungkapkan Mirza, juga mempertegas keberadaan dan keterlibatan Bank Sentral dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Melalui desa binaan, masyarakat yang awam fungsi Bank Sentral juga sekaligus tersosialisasikan akan peranan BI. “Kami ingin dekat ke masyarakat, bahwa ada juga kegiatan langsung yang menyentuh masyarakat,” tuturnya.
Bagi BI, program di Dusun Bun Mudrak adalah potongan kecil, yang bersama potonganpotongan kecil lainnya akan membentuk gambaran mimpi besar masyarakat negara yang mandiri.
Panas semakin terik, tapi gema tabuhan perkusi pemuda Dusun Bun Mudrak terus bergema mengawal semangat untuk mewujudkan mimpi kemandirian.
Apa Itu Kebijakan Makroprudensial?Sebagaimana disebutkan dalam Un dang
Undang No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peran Bank Indonesia adalah untuk menjalankan kebijakan makroprudensial. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kebijakan makroprudensial?
Ada beragam sumber yang menyebutkan arti dan bentukbentuk kebijakan ma kroprudensial. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kebijakan ma kroprudensial yang menjadi tugas utama Bank Indonesia adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Apapun bentuknya.
Di Indonesia, ketika risiko instabilitas sistem keuangan berasal dari tekanan inflasi dan volatilitas nilai tukar rupiah, maka kebi
jakan makroprudensial yang diambil oleh BI akan selalu mengarah kepada usaha untuk menuntaskan kedua masalah tersebut. Sebut saja, misalnya, pengetatan moneter melalui penaikan suku bunga acuan.
Ketika suku bunga acuan naik, maka secara otomatis akan mengerek bunga kredit perbankan. Akibatnya bisa ditebak, yakni permintaan kredit akan melambat. BI sengaja mengambil kebijakan ini untuk menjaga pertumbuhan kredit agar tidak terlalu tinggi, terutama kredit konsumsi yang ditopang oleh kredit perumahan dan kendaraan. BI tak mau ada pertumbuhan yang terlampau cepat karena dapat meng ancam stabilitas jika mendadak terjadi krisis keuangan.
BI benarbenar serius untuk mengerem kredit. Selain menaikkan suku bunga, Bank Sentral juga menaikkan batas pinjaman (loan to value/LTV) untuk kredit perumahan dan kendaraan.
Sementara itu, nilai rupiah dijaga sedemikian rupa agar stabil. Stabil, bukan selalu berarti rendah, namun disesuaikan dengan kebutuhan.
Kebijakan makroprudensial dimulai sejak tahap awal yakni pemetaan dan pemantauan risiko, hingga berlanjut ke tahap pemilihan instrumen kebijakan yang diperlukan beirkut implementasinya. Tahap terakhir adalah evaluasi untuk mengetahui efektivitas tindakan yang diambil.
Monetaria
LIPUTAN
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
13
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Dua majalah ekonomi, The Economist dan Financial Times, meng apreasi kebi
jakan Bank Indonesia dalam meng atasi gejolak ekonomi 2013.
The Economist meng acung kan jempol atas langkah BI mening katkan suku bunga lebih awal diban dingkan negara Fragile Five lainnya yang dianggap menunggu terlalu lama dan pada akhirnya malah over-reacted ketika merespons gejolak ekonomi yang terjadi di negaranya.
Fragile five merujuk pada julukan dari Morgan Stanley terhadap Indonesia, Brazil, Afrika Selatan, India, dan Turki. Indonesia dinilai paling berhasil menghadapi gejolak ekonomi selama 2013 di antara negaranegara tersebut.
Penilaian itu diulas oleh Majalah The Economist dalam artikel pada 22 Februari 2014 de ngan judul “Capital Flow In Indonesia: Fragile No More”. The Economist yang secara tidak langsung mengapresiasi langkah BI dalam mengatasi gejolak ekonomi.
Langkah BI menaikkan suku bunga lebih awal dianggap mampu meredam permintaan dan tidak menyebabkan resesi. Selain itu, depresiasi nilai tukar yang tidak direspons
BI secara agresif dianggap langkah tepat karena kurs yang melemah membuat ekspor makin murah dan impor semakin mahal. Kondisi itu mengurangi defisit transaksi berjalan sampai dengan 2% dari Produk Domestik Bruto pada akhir 2013.
Pengakuan tidak hanya datang dari The Economist. Sebelumnya, media massa keuangan terkenal dunia, Financial Times, menobatkan BI sebagai bank sentral yang secara ahead of the curve paling mampu mengarahkan perekonomian dan pasar keuangan.
BI dimasukkan dalam kelompok Bank Sentral yang disebut seba gai The
Guiders. Sebagai pengarah dari pasar, BI dihormati atas kebijakannya yang semakin market-friendly, serta stance moneter yang secara agresif diarahkan kepada siklus pe ngetatan sepanjang semester II tahun lalu.
Pengakuan yang menggembirakan tersebut merupakan hasil kerja keras bersama. Hal ini semoga menjadi motivasi bagi kita semua, untuk dapat berkiprah lebih baik lagi.
Acungan Jempol The Economist untuk BI
Tak Kalah Strategis Buat orang yang bekerja, paling tidak nyaman keti
ka ditanya, “Kamu kerjanya apa aja sih?” karena dalam pertanyaan itu terdapat asumsi bahwa yang
bertanya meragukan pentingnya pekerjaan yang sedang kita lakukan.
Suatu kali ada orang bertanya, “Apa lagi pekerjaan Bank Indonesia setelah fungsi pengawasan bank pindah ke Otoritas Jasa Keuangan?“. Pertanyaan yang dimuat suatu media ini langsung menarik perhatian, karena kemudian dikaitan dengan gaji pegawai BI yang dianggap terlalu tinggi. Apakah memang tugas mengawasi dan mengatur bank merupakan tugas yang selama ini paling penting?
Tak kenal maka tak sayang. Ketidaktahuan tentang tugas dan fungsi BI diluar fungsi pengawasan dan pengaturan bank menjadi penyebab berbagai pandangan keliru di atas. Menariknya, krisis ekonomi
di Asia tahun 19971998 yang melanda Indonesia bukan saja telah menimbulkan gagasan pemisahan fungsi bank sentral di atas, tapi juga mengagas peran lain yang sangat strategis dalam menghadapi krisis ekonomi.
Selain tugas pokok yang selama ini telah dijalankan dengan baik, yaitu menjaga kestabil an nilai rupiah, Bank Indonesia akan menjadi lembaga istimewa karena juga dituntut untuk menjaga kestabilan sistem keuangan di Indonesia. BI pun ditantang untuk mengembangkan sistem pembayaran yang mampu mendukung transaksi keuangan menjadi lebih cepat, aman dan efisien. Kebijakan yang akan dihasilkan juga berbaur menjadi sinergi yang akan mengawal perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
Hilangnya satu peran melahirkan peran lain yang tak kalah stra tegis bagi perekonomian Indonesia. BI, OJK, LPS, dan Pemerintah akan menjadi lembaga penting dalam menjaga pilar perekonomian bangsa. Tentu saja koordinasi akan mejadi kata kuncinya.
Oleh: Peter JacobsDirektur Departemen Komunikasi
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
DINAMIKA
14
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
DINAMIKA
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Wilayah IX Sumut dan Aceh menyalurkan bantuan tahap ketiga bagi korban erupsi Gunung
Sinabung, Sumatera Utara. Hingga 6 Februari 2014, korban erupsi gunung tersebut 16 jiwa meninggal dunia dan memaksa 31.400 orang mengungsi.
Para pengungsi telah menempati posko selama kurang lebih tiga bulan dan umumnya tidak memiliki kegiatan produktif. Beranjak dari hal tersebut, KPw BI Wilayah IX menyerahkan bantuan tahap ketiga melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), di Posko Media Center Kabanjahe, pada 8 Februari 2014. Bantuan diserahkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah kepada perwakilan pengungsi di Posko Tanjung Mbelang dan Tanjung Pulo dengan total 352 kepala keluarga.
Ba ntuan ini difokuskan pada upaya pemulihan psikologis dan produktivitas seperti terapi trauma, peningkatan keterampilan bagi ibuibu dan remaja berupa pelatihan kerajinan dan rajutan, membuat aksesoris kristal, serta membuat kue/snack.
Program produktif bagi pria adalah budidaya di bidang pertanian tanam an sayuran dan budidaya ikan lele menggunakan media drum.
Kepedulian Bank Indonesia ini sangat dihargai masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo, dan mereka berharap kegiatan yang akan dilaksanakan bermanfaat secara optimal bagi mereka.
Program Sosial BI, Kail Bagi Pengungsi Sinabung
Kampoeng Organik Picu Kemandirian Petani
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Su lawesi Tengah mencanangkan kawasan Kampoeng Organik di Desa
Bulupontu Jaya, Kabupaten Sigi. Kampoeng Organik adalah kawasan yang mensinergikan beberapa unsur pertanian secara terpadu, yakni peternakan, per ikanan, penyediaan pupuk organik, termasuk penyedia an sumber energi terbarukan.
Dalam pencanangannya 22 Januari, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulteng, Purjoko mengemukakan salah satu tujuan dari Kampoeng Organik meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan petani setempat.
“Pertanian yang terintegrasi akan meningkatkan ke tersediaan pupuk organik bagi petani, dan menghasilkan energi yang terbarukan, meningkatkan pendapat an kelompok petani, termasuk penyediaan produk hasil pertanian yang sehat melalui produksi tanaman organik tadi,” kata Purjoko pada pencanangan yang dihadiri oleh Gubernur Sulteng Longki Djanggola dan Bupati Sigi, Aswadin Randalembah di kawasan transmigrasi tersebut.
Longki Djanggola, mengapresiasi langkah BI bersama sejumlah lembaga pertanian, akademisi dan pemerintah daerah, dengan menghadirkan sistem pertanian terpadu dalam satu kawasan kampung organik melalui pemberdayaan kelompok tani mandiri (Hipetanik).
Seperti halnya pengembangan pertanian di Desa Sidondo III (binaan BI) yang berhasil meningkatkan produktivitas petani, Gubernur Sulteng meminta pengembangan pertanian terpadu melalui Kampung Organik dikembangkan di daerah lain di
provinsi tersebut. Jika keberhasilannya berkesinambungan dan menunjukkan
perubahan signifikan bagi peningkatan produksi dan kesejahteraan masyarakat maka sudah selayaknya kawasan kampung organik ini direplikasi lebih luas.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah memberikan batuan program budidaya ikan lele menggunakan
media drum kepada pengungsi Posko Tanjung Mbe-lang dan Tanjung Pulo.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan Kepala Kantor Per-wakilan BI Sulawesi Tengah Purjoko meninjau Kampoeng Organik.
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
15
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Pulau Dewata dengan segala pesona dan eksotikanya telah lama identik dengan ingarbingar dunia pariwisata. Saban hari penuhsesak oleh pelancong, tak jarang nama Bali jauh lebih kondang ketimbang Indonesia.
Tak sedikit yang mulai khawatir serbuan budaya pendatang itu pada gilirannya akan mengikis ciri kultural yang justru menjadi daya tarik unik mereka. Normanorma yang dulu dipegang teguh bisa saja longgar dan kerisauan itulah yang mendorong mereka berpikir ulang tentang konsep pariwisata.
Lalu, bagaimana cara mempertahankan kearifan lokal Bali dalam gilasan arus deras industri wisata? Datanglah ke Desa Penglipuran di Kabupaten Bang li. Berjarak sekitar 45 km, arah timur laut Denpasar, masyarakat yang bermukim di ketinggian 700 meter dari permukaan laut itu bahumembahu merancang konsep pariwisata community based tourism.
Sejak dari pintu gerbang utama desa, kawasan yang dikelilingi hutan bambu dan perkebunan kopi itu tampak nyata keunikannya. Deretan rumahrumah beratap bilah bambu yang disusun dan berdinding gedek di kirikanan jalan memperlihatkan corak bangunan dan arsitektur yang berbeda dari perkampungan lain di wilayah Bangli.
Deretan rumah warga terbagi menjadi jejer Timur dan jejer Barat. Warga Penglipuran menyebut kearifan arsitektur ini dengan istilah “Tri Mandala” atau tiga lingkaran atau kawasan fungsi. Bagian depan rumah dipercayai sebagai tempat suci, yang biasanya dilambangkan dengan tempat pemujaan, bagian tengah dan dapur sebagai tempat tinggal semua anggota keluarga, dan bagian belakang yang berfungsi sebagai kandang bagi
hewan peliharaan.Geliat pariwisata di Penglipuran secara langsung digerak
kan oleh masyarakat di bawah lembaga bernama Kelompok Sadar Wisata. Kedatangan tamu, akomodasi, konsumsi, dan paket atraksi dirancang melibatkan tokoh masyarakat, pemangku adat, anakanak muda, hingga ibuibu rumah tangga.
“Selama ini kami hanya melihat tamutamu yang datang dan pergi. Tapi sekarang, kami dapat berbicara langsung dan menyiapkan segala macam kebutuhan mereka,” kata I Wa yan Budiarta (33), anak muda Penglipuran yang saban hari me ngurus operasional paketpaket wisata, dalam bincangbincang pada suatu petang di Bale Banjar.
Kerisauan terhadap gencarnya serbuan budaya dari luar membuat beberapa desa di Bali mengembangkan konsep wisata berbasis komunitas. upaya menjaga kearifan lokal, sekaligus memastikan manfaat ekonomi merembes sampai ke bawah.
Agar Turis Tak Cuma Datang dan Pergi
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
16
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
“Selama ini kami hanya melihat tamu-tamu yang datang dan pergi. tapi sekarang, kami dapat
berbicara langsung dan menyiapkan segala macam kebutuhan mereka.”
BI PEDULI
Wayan pula yang selama ini bertugas sebagai pemandu tamu, karena ia sarjana bahasa Inggris. Ia pun kini membim bing sejumlah rekannya untuk dipersiapkan menjadi pemandu, sebab kian hari jumlah pengunjung terutama wisatawan mancanegara semakin meningkat.
Program sosial Bank Indonesia meleng kapi fasilitas pe nginapan milik pemerintah desa itu dengan furniture, televisi, dan perangkat lain sebagai penunjang kenyamanan tamu. Ada pula 10 rumah warga yang ditata sebagai penginapan, yang fasilitas pendukungnya juga dibantu oleh Bank Indonesia.
Meski dari segi jumlah belum dapat dikatakan memadai, tamutamu yang menginap di Penglipuran meng hidup kan aktivitas ekonomi warga setempat. Ibuibu rumah tangga berperan aktif dalam pelayanan makanan, para seniman me mentaskan
pertunjukan musik dan tari, sedangkan pengrajin dapat menjual produk cinderamata.
“Untuk promosi, Bank Indonesia juga memberikan bantuan dalam bentuk brosur, penunjuk arah, bak sampah, dan kartu nama para pengelola paket wisata di sana, reservasi online,” kata I Nengah Moneng (55), pensiunan PNS yang dipercaya sebagai ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Penglipuran.
Sejak Penglipuran ditetapkan sebagai desa wisata, kesadaran masyarakat untuk menjaga nilai kearifan lokal semakin kuat. Rumah beratap bambu dan berdinding gedek khas Bali semakin banyak jumlahnya, bahkan yang terlanjur memba ngun rumah permanen dengan arsitektur modern, tak segan mengembalikannya menjadi rumah khas Penglipuran. “Itulah yang sesungguhnya hendak kami capai. Kesadaran melestarikan nilai luhur warisan nenek moyang,” ujar I Nengah Moneng.
Lain Penglipuran, lain pula dengan desa wisata Pinge di Kabupaten Tabanan. Masyarakat yang juga bermukim di dataran tinggi berhawa sejuk, lebih kurang 45 km di sebelah utara Denpasar itu menonjolkan keunikan desa mereka dengan semboyan Unique Accomodation.
Kelompok Sadar Wisata yang dipimpin I Made Denayasa bekerja sama dengan agensi wisata My Bali Homestay dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Desa ini punya kuliner unik seperti kue Mbung Gdang dan juga berbagai paket wisata khas, seperti village tracking (berjalan keliling kampung) dan kesenian tari sakral Gebyok dan Leko yang ditampilkan se bagai atraksi menyambut tamu.
Desa ini pun memiliki banyak seniman musik tradisional yang bukan saja dapat mempertontonkan pertunjukan, tapi juga memproduksi alat musik seperti Rindik dan Saxoflute. Rindik adalah sejenis instrumen perkusi dari bahan bambu, sedang kan Saxoflute sejenis alat musik tradisional yang merupakan kombinasi antara seruling dan saksofon.
Seniman musik I Wayan Sadriana (39) telah memproduksi alatalat musik semacam itu sejak lama. Selain bermain musik, dalam paketpaket wisata Desa Pinge, ia juga bisa memperlihatkan cara kerja pembuatan alat musik, bahkan mengajarkannya pada para pengunjung yang berminat.
Sebagaimana bantuan fasilitas pendukung di Penglipuran, di Pinge pun Bank Indonesia mengarahkan programnya berupa kelengkapan penunjang seperti website, brosur, penunjuk arah, hingga fasilitas penyokong pekerjaan di kantor pengelola dan Bale Banjar, yang kerap dirancang sebagai ruang pertemuan untuk pengunjung.
Dukungan serupa diterima oleh Kelompok Sadar Wisata Desa Bedulu, Kabupaten Gianyar. Desa yang berjarak 5 km dari Ibukota Kabupaten Gianyar itu pun memiliki keunikan, seperti situs arkeologi Goa Gajah, Sarcophagi, dan relief Yeh Wulu.
Dalam program Bank Indonesia di wilayah Provinsi Bali, ada 7 desa wisata yang menerima bantuan fasilitas pendukung, antara lain; Penglipuran (Bangli), Bedulu (Gianyar), Pinge (Tabanan), Jasri (Karangasem), Budakeling (Karang asem), Blimbingsari (Jembrana), dan Pancasari (Buleleng). Untuk menentukan desadesa yang layak masuk kategori sebagai desa wisata, Bank Indonesia bekerja sama dengan Bali Hotel Asociation (BHA).
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
17
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
KORIDOR
Saat itu juga Dea menelepon call center bank penerbit kartu kredit untuk menyampaikan keluhan atas transaksi yang tidak dilakukannya. Dia merasa tidak puas dengan respon dari
call center yang hanya menginformasikan bahwa secara sistem, transaksi senilai Rp18 juta benar tercatat dan keluhannya itu akan diinvestigasi lebih lanjut.
Ketidakpuasan Dea kembali berlanjut karena merasa di pingpong oleh pihak bank penerbit saat menindaklanjuti permasalahannya. Dea lalu menyampaikan keluhannya kepada Bank Indonesia (BI), karena dia tahu bank sentral memiliki fungsi konsultasi dan fasilitasi. Akhirnya keluhan pemegang kartu kredit itu dapat diselesaikan melalui kesepakatan antara pemegang kartu dengan bank penerbit kartu.
Kasus di atas hanya satu contoh dari sekian banyak keluhan pengguna kartu kredit. BI juga sering menerima keluhan pengguna instrumen pembayaran non tunai lainnya, seperti kartu ATM, kartu debet, uang elektronik, atau cek dan bilyet giro.
Penggunaan instrumen pembayaran non tunai dalam beberapa tahun terakhir memang berkembang pesat. Yang banyak digunakan adalah alat pembayaran kartu (APMK), seperti kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit.
Penggunaan cek, bilyet giro, transfer kredit elektronik melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia juga masih banyak digunakan untuk melakukan pembayaran. Instrumen pembayaran non tunai yang paling mutakhir berkembang di masyarakat adalah uang elektronik.
Selama 2013 ratarata per hari transaksi menggunakan instrumen pembayaran non tunai dan SKNBI mencapai Rp21,38 triliun. Seiring dengan meningkatnya aktivitas dari transaksi pembayaran menggunakan instrumen itu, muncul berbagai permasalahan yang dihadapi nasabah.
Sebagai respons atas berbagai keluhan masyarakat, BI yang memiliki fungsi perlindungan konsumen akan membantu nasabah pengguna jasa sistem pembayaran menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Sejak berlakunya UU No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fungsi pengaturan dan pengawasan bank beralih kepada lembaga tersebut. Sejatinya, pengalihan tugas tersebut tidak terlalu berpengaruh pada tugas BI di bidang sistem pembayaran. Alasannya, sebelum beralih maupun pasca pengalihan tugas pe ngaturan dan pengawasan bank, tugas dan wewenang BI di bidang sistem pembayaran dalam UU BI tidak berubah. Dengan demikian, BI tetap memiliki peran sebagai Regulator, Operator dan Fasilitator di bidang sistem pembayaran, termasuk fungsi perlindungan kon
sumen jasa sistem pembayaran.Adapun ruang lingkup perlindungan konsumen jasa sistem
pembayaran adalah perlindungan terhadap pengguna instrumen cek dan bilyet giro, APMK, uang elektronik, layanan transfer dana, serta penyediaan/penyetoran uang Rupiah, baik yang diselenggarakan oleh bank maupun lembaga selain bank. Melihat cakupan tersebut, sangat dimungkinkan adanya irisan permasalahan dalam hal permintaan informasi maupun pengaduan konsumen. BI dan OJK memiliki mekanisme koordinasi untuk menyelesaikan permasalahan yang beririsan, sehingga pengaduan masyarakat tetap dapat ditangani.
PENYElESAIAN AKhIRSebagai Regulator di bidang sistem pembayaran, BI berwenang
membuat peraturan dan kebijakan di bidang sistem pembayaran, termasuk aspek perizinan, pengawasan dan perlindungan konsumen. Sementara sebagai Operator, BI merupakan penyelenggara sistem pembayaran dan penyelesaian akhir pembayaran (setelmen), baik untuk nilai di atas Rp500 juta atau bersifat urgent melalui Sistem BIRTGS maupun nilai di bawah Rp500juta melalui SKNBI. Selanjutnya, peran BI sebagai Fasilitator adalah melakukan kegiatan fasilitasi terhadap industri sistem pembayaran, seperti pengembangan infrastruktur setelmen transaksi sistem pembayaran ritel.
Terkait kewenangan BI selaku pengawas sistem pembayaran, BI berwenang mengawasi sistem pembayaran baik yang diselenggarakan oleh BI maupun pihak selain BI. Sistem pembayaran yang diselenggarakan BI meliputi Sistem BIRTGS, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BISSSS), dan SKNBI, sedangkan yang diselenggarakan pihak selain BI meliputi penyelenggaraan APMK, uang elektronik, dan transfer dana. Pengawasan tersebut dilakukan melalui metode monitoring, asesmen maupun mendorong perubahan (inducing change).
Pasca pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan bank kepada OJK, menuntut sinergi dan koordinasi BI dan OJK terkait tugas di bidang sistem pembayaran, seperti perizinan dan pengawasan sistem pembayaran, termasuk aspek perlindungan konsumen. Kondisi tersebut diperlukan agar tidak terjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas yang memiliki persinggungan antara kedua lembaga.
Dalam pemberian izin dan pengawasan penyelenggara sistem pembayaran, BI berkoordinasi dengan OJK dalam bentuk tukarmenukar informasi dan penyusunan pengaturan, sesuai dengan mekanisme koordinasi yang telah disepakati.
Kewenangan BI Tidak Berubah
Dea, ibu muda karyawati sebuah perusahaan konsultan di Jakarta, kaget
melihat tagihan kartu kredit yang diterimanya lewat surat elektronik. Tagihannya
Rp25 juta, padahal selama ini rata-rata tagihan kartu kreditnya sekitar Rp7
juta. Setelah diteliti, ternyata Rp18 juta sisanya dilakukan oleh pihak lain untuk
berbelanja online.
Oleh Rosmaya hadi Direktur Eksekutif
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran
18
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
RILEKS
KUIS
Jawab pertanyaan di bawah ini dan dapatkan hadiah menarik dari Gerai Info Bank Indonesia:1. Apa tujuan utama dari kebijakan makroprudensial?2. Apa nama dusun, tempat dilaksanakannya Program Desa Mandiri Ekonomi yang diulas dalam Gerai Info edisi sekarang?
Jawaban KUIS dan TEBAK KATA di email ke: bicara@bi.go.id paling lambat 30 Juni 2014. Di dalam subyek email cantumkan “Kuis” atau “Tebak Kata” Edisi 46 / 2014,” dan sertakan pula nama lengkap, alamat, profesi, dan nomor telpon yang dapat dihubungi. Pemenang akan diumumkan dalam Gerai Info Bank Indonesia edisi selanjutnya.
TEBAK KATACarilah 10 istilah ekonomi pada rangkaian huruf yang disusun mendatar, menurun atau diagonal.
1. Pembiayaan
2. aktiva
3. inflasi
4. angsur
5. bank
6. bunga
7. umkm
8. moneter
9. Progresif
10. keuangan
Info GrafisPertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 diperkirakan berada pada kisaran
5,5%-5,9% dengan sumber pertumbuh-an yang lebih seimbang antara
permintaan eksternal dan permintaan domestik.
Permintaan eksternal diperkirakan terus membaik sehingga ekspor akan
meningkat, sedangkan permintaan domestik masih moderat sehingga
impor dan in�asi akan tetap terkendali. Dengan demikian, rasio de�sit transaksi
berjalan terhadap PDB diperkirakan akan menurun menjadi di bawah 3,0%
dan laju in�asi diperkirakan akan berada pada kisaran sasaran 4,5%±1%.
2014
5,5-5,9%Inflasi
4,5+1%Rasio Defisit Transaksi Berjalan terhadap PDB
<3%
Pertumbuhan Ekonomi
Prospek Ekonomi 2014
Sumber: Bank Indonesia
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
19
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
EKSPOSE
Stabilitas merupakan pondasi utama guna menciptakan daya saing nasional yang kompetitif, di antaranya untuk menghadapi implementasi Komunitas Ekonomi Asean pada 2015 mendatang.
Hendar, Deputi Gubernur BI, mengatakan bahwa sebagai otoritas moneter, BI senantiasa memantau kondisi ekonomi terkini. Bank Sentral juga selalu siap merespons berbagai tantangan yang tengah dan akan dihadapi di masa mendatang.
Menurutnya, sektor keuangan memiliki fungsi penting se bagai katalisator pertumbuhan nasional, khususnya dalam peningkatan kapasitas perekonomian.
Untuk menjaga stabilitas perekonomian, bauran kebijakan yang telah dihasilkan BI di antaranya adalah penaikan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 175 bps yang dimulai pada Juni 2013. BI Rate naik dari posisi 5,75% menjadi 7,5% dalam tiga tahap.
Menurut Hendar, kebijakan terkait suku bunga ini merupakan sebuah keputusan yang berorientasi jauh ke depan untuk menge lola ekspektasi inflasi. Kebijakan ini diambil saat emerg-ing market lainnya bahkan belum melakukan pengetatan suku bunga.
Dalam mengelola nilai tukar, BI membiarkan rupiah lebih fleksibel dengan nilai sesuai dengan faktorfaktor fundamentalnya.
BI juga memperkuat operasi moneter, kebijakan makroprudensial, serta melakukan pendalaman pasar keuangan untuk meredam gejolak dan potensi risiko di pasar keuangan baik global maupun domestik. Selain itu,Bank Sentral juga berupaya terus meningkatkan kualitas koordinasi dengan pemerintah.
Hendar menilai strategi tersebut tepat dan berjalan secara efektif. Simpulan itu merujuk pada berbagai indikator yang menunjukkan bahwa bauran kebijakan yang telah diambil mulai menunjukkan hasil.
Pertumbuhan ekonomi 2013 bisa tumbuh dengan tingkat yang lebih sehat sebesar 5,8%, cukup kuat untuk digunakan se bagai cushion aktivitas perekonomian.
Tingkat inflasi telah kembali ke lintasan normal setelah mening kat tajam pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 2013. Inflasi Maret 2014 sebesar 7,23% year on year menunjukkan tren penurunan yang masih terus berlanjut.
Pada sisi eksternal, defisit current account juga bergerak ke arah yang lebih sehat dan pada tingkat yang sustainable. Defisit neraca pada triwulan terakhir 2013 tercatat 1,98% dari produk domestik bruto (PDB), menurun dibandingkan posisi pada triwulan sebelumnya sebesar 3,85% dari PDB.
Kinerja perdagangan pun terus membaik. Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus 0,79 miliar dolar AS pada Februari 2014, yang didukung surplus neraca perdagangan nonmigas.
Pada akhirnya, fundamental perekonomian yang baik menghasilkan dampak positif pada nilai tukar Rupiah. Pada akhir Maret 2014, Rupiah telah mengalami apresiasi 6,62% (year to date) dan premi credit default swap turun dari 233 bps pada Desember 2013 ke 178 bps.
Seluruh indikator positif tersebut pada akhirnya telah membawa perekonomian Indonesia lepas dari kelompok the fragile five.
Komunitas Ekonomi Asean 2015
Bank Indonesia (BI) menyiapkan sejumlah bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, terutama di sektor keuangan.
BI Perkuat Pondasi makroekonomi
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
20
GERA
I INFO
BA
NK IN
DO
NESIA
top related