dna fingerprinting
Post on 25-Jun-2015
1.715 Views
Preview:
TRANSCRIPT
METODE ANALISIS DNA FINGER PRINTING
METODE RFLP (RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM)
DNA (deoxyribonucleic acid) dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan asam deoksiribonu-
kleat. Itu merupakan jenis asam nukleat yang menyimpan semua informasi genetika manusia. DNA
merupakan blueprint segala aktivitas sel yang nanti diturunkan ke generasi berikutnya. Jadi secara
garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik. DNA umumnya terletak di
dalam inti sel.
Sehingga DNA juga berperan dalam menentukan jenis rambut, warna kulit, dan sifat-sifat
khusus manusia. Jadi, seorang anak pasti memiliki ciri tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Hal
ini disebabkan karena komposisi DNA-nya sama dengan sang orang tua. Struktur DNA terdiri atas dua
untai yang berpilin membentuk struktur double helix. Satu untai berasal dari ibu dan satu untai lagi
dari ayah. Masing-masing untai terdiri atas rangka utama dan basa nitrogen yang menyatukan dengan
untai DNA lain.
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula
deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen
tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida. Rangka utama untai
DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa
(berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan
fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula
lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya, gula RNA adalah ribosa.
Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine),
guanin (G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan
dengan sitosin.
DNA fingerprinting adalah teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil
DNAnya. Ada 2 aspek DNA yang digunakan dalam DNA fingerprinting, yaitu di dalam satu individu
terdapat DNA yang seragam dan variasi genetik terdapat diantara individu. Prosedur DNA
fingerprinting memiliki kesamaan dengan mencocokkan sidik jari seseorang dengan orang lain. Hanya
saja perbedanya adalah proses ini dilakukan tidak menggunakan sidik jari, tetapi menggunakan DNA
individu karena secara individu DNA seseorang itu unik. Digunakan DNA karena DNA memiliki materi
hereditas yang berfungsi untuk menentukan suatu urutan keturunan dalam suatu keluarga secara
turun-menurun dengan pola yang acak (karena berasal dari fusi inti ovum dan sperma) sehingga
dapat digunakan untuk identifikasi pelaku kejahatan walaupun telah berganti wajah.
Metode DNA fingerprinting dapat diaplikasikan untuk keperluan sebagai berikut:
· Menentukan paternity
· Untuk keperluan forensik
· Untuk identifikasi pelaku ataupun korban kejahatan
· Untuk memprediksi apakah ada hereditary desease yang bisa diantisipasi untuk masa mendatang.
Pada umunya DNA yang digunakan untuk analisis adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel.
DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah, sedangkan
DNA mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu sehingga dapat berubah
seiring dengan perkawinan. Dalam bidang forensik, penggunaan kedua tes DNA tergantung pada
barang bukti apa yang ditemukan di TKP (Tempat Kejadian Perkara). Untuk kasus pemerkosaan
diambil sampel dari spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala spermatozoanya, karena
terdapat DNA inti sel didalamnya. Namun bila di TKP ditemukan satu helai rambut, sampel ini dapat
diperiksa asal ada akarnya. Namun untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan
rambut karena diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar
rambut terdapat DNA inti sel.
Pada umunya bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex.
Phenolchloroform berfungsi untuk mengisolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex
digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama dari waktu proses tergantung pada
kemudahan suatu sampel di isolasi. Tahap isolasi bisa selesai hanya dalam beberapa hari atau bahkan
berbulan-bulan.
DNA fingerprinting bergantung pada sebagian kecil dari genom. Setiap DNA tersusun dari
ekson yang merupakan daerah yang mengkode protein dan intron yang berupa daerah non-coding,
biasanya disebut junk DNA. Dalam DNA kromosom terdapat sekuens berukuran 20-100 bp yang
berulang. Potongan pengulangan ini dikenal sebagai VNTRs (Variable Number Tandem Repeats) yang
dapat diisolasi dari DNA seseorang. Setiap individu memiliki VNTRs yang diturunkan oleh ayah dan
ibu sehingga tidak ada individu yang memiliki VNTRs sama persis. Perbedaan VNTRs dari setiap
individu terletak dalam pada berapa kali sequence ini diulang dalam daerah VNTRs. Perbedaan jumlah
pengulangan ini akan menyebabkan setiap individu memiliki panjang VNTRs yang berbeda sehingga
memungkin untuk mengetahui indentitas seseorang melalui profil DNAnya.
Ada 2 prinsip utama dalam menganalisa data VNTRs, yaitu:
Ø Identity Matching.
Jika dua sample memiliki pola alel VNTRs yang sama, maka dapat disimpulkan kedua sample
tersebut berasal dari individu yang sama.
Ø Inheritance Matching.
Alel VNTR harus mengikuti pola keturunan. Seorang anak harus memiliki sebuah alel yang
cocok dengan salah satu dari masing-masing orang tuanya.
Berikut ini adalah macam-macam metode untuk melakukan DNA fingerprint, yaitu:
1. Analisa menggunakan PCR atau dot blot (slot blot)
DNA fingerprint dengan menggunakan PCR, kelebihannya yaitu kemampuan untuk
membedakannya lebih akurat dan dapat digunakan untuk menganalisa sampel yang tersedia dalam
jumlah kecil maupun yang telah terdegradasi oleh cahaya matahari. PCR mampu mengamplifikasi
sejumlah daerah spesifik yang terdapat pada DNA menggunakan primer oligonukleotida dan DNA
polimerase yang termostabil. Salah satu contoh DNA profilling menggunakan PCR adalah dengan HLA-
DQ alpha reverse dot blot strips. Pada teknik ini digunakan strips yang mengandung titik (dot) dimana
setiap dot mengandun DNA probe yang berbeda dari DNA manusia (HLA). Probe DNA berupa dot
pada strip nitroselulosa ditempeli dengan enzim yang dapat merubah substrat yang tidak berwarna
menjadi berwarna ketika probe berikatan dengan DNA. Jika DNA hasil PCR berikatan dengan probe
yang komplemen pada strip, maka titik (dot) pada strip akan berwarna.
2. Analisa STR (Short Tandem Repeats)
STR merupakan polimorfisme DNA yang terjadi karena adanya 2 atau lebih nukleotida yang
berulang. Pola pengulangannya adalah terdiri dari 2-10 bp dan terjadi pada daerah intron dari DNA.
Dengan menganalisa loci dari STR dan menghitung berapa banyak perulangan dari sekuens STR yang
terjadi di setiap locus, maka dapat terbaca profil genetik yang unik dari setiap individu. Analisa
dengan STR memerlukan teknik PCR dan elektroforesis gel agarosa. Dengan PCR daerah polimorfik
dari DNA diamplifikasi dan kemudian fragmen STR dipisahkan dengan elektroforesis agarosa
sehingga jumlah perulangan yang terjadi dapat dihitung dengan membandingkan perbedaan ukuran
dengan alelic ladder. Analisa dengan STR ini tidak dapat dilakukan apabila 2 individu merupakan
kembar monozigot.
3. AmpFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)
DNA profilling dengan menggunakan teknik AmpFLP memiliki beberapa keunggulan, yaitu
lebih cepat daripada analisa dengan RFLP dan biaya yang dibutuhkan lebih murah. Teknik ini
berdasarkan pada polimorfisme VNTR untuk membedakan alel yang berbeda. Teknik ini
menggunakan PCR untuk mengamplifikasi daerah VNTR dan kemudian hasil amplifikasi dipisahkan
dengan gel poliakrilamid dan diwarnai dengan teknik silver stained. Salah satu locus yang sering
digunakan dlam teknik ini adalah locus D1S80.
4. Analisa kromosom Y
DNA profilling dengan teknik analisa kromosom Y menggunakan primer spesifik yang akan
mengamplifikasi daerah polimorfisme pada kromosom Y (Y-STR). Pada kasus pemerkosaan, teknik ini
menghasilkan resolusi yang lebih baik karena biasanya DNA sampel yang didapat dalam keadaan
tercampur dengan DNA korban (wanita). Kromosom Y diturunkan oleh ayah sehingga analisa
kromosom Y juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan paternal seorang pria.
5. Analisa DNA mitokondria.
DNA mitokondria terdapat dalam jumlah banyak dalam sel, tidak seperti DNA kromosom yang
hanya terdapat 1 atau 2 dalam setiap sel. Hal ini memungkinkan apabila sampel yang ada telah rusak
DNA kromosomnya, maka dengan DNA mitokondriapun DNA profilling tetap dapat dibuat. Dalam
pembuatan DNA profilling dengan DNA mitokondria, bagian yang diamplifikasi adalah daerah HV1
dan HV2 dari DNA mitokondria dimana sekuens hasil amplifikasi yang didapat dapat dibandingkan
dengan pola band referensi. DNA mitokondria ini diturunkan oleh ibu.
6. Analisa RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)
RFLP adalah ukuran fragmen DNA yang diperoleh oleh pemotongan sequence VNTRs sampai
30 urutan dengan enzim restriksi di situs spesifik. VNTRs bervariasi antara spesies tanaman, seperti
melakukan nomor dan lokasi antara enzim restriksi dan situs pengenalan. Prinsip dasar dari analisa
RFLP ini adalah enzim restriksi akan memotong DNA pada sekuens yang spesifik dimana hasil
pemotongan tersebut kemudian dianalisa dengan elektoforesis gel agarosa. Sekuens RFLP ini berbeda
pada setiap individu sehingga enzim restriksi akan memotong pada daerah yang berbeda untuk setiap
individu. Ukuran fragmen yang dihasilkan bergantung pada alel yang dimiliki individu tersebut dan
panjang sekuens VNTR sehingga analisa menggunakan RFLP ini dapat digunakan untuk analisa
genetik. Pada sebuah gel agarose, RFLPs dapat terlihat menggunakan radiolabel yang komplemen
dengan sequence DNA.
Permasalahan yang umum RFLP pada metode DNA fingerprinting adalah sebagai berikut:
· Hasil tidak secara spesifik menunjukkan kesempatan kecocokan antara
dua organisme
· Proses yang melibatkan banyak uang dan tenaga kerja, banyak laboratorium yang tidak mampu.
Teknik yang digunakan dalam analisa DNA fingerprinting adalah dengan menggunakan teknik
RFLP. Pembuatan DNA fingerprinting dengan taknik analisa RFLP meliputi dua tahap, yaitu :
1. Pemotongan DNA dengan enzim restriksi
Tabung eppendorf yang berisi larutan DNA ditambahkan buffer restriksi dan BSA (Bovine
Serum Albumin). Buffer restriksi (RE buffer) berfungsi untuk membuat dan mempertahankan suasana
pH, ionic strength, dan kation yang sesuai (optimum) dengan kerja enzim restriksi sehingga enzim
restriksi dapat bekerja secara optimal. Sedangkan BSA berperan sebagai stabilisator bagi enzim
restriksi serta mencegah terjadinya adesi antara enzim dengan dinding tabung reaksi. BSA tidak akan
berpengaruh pada enzim yang tidak membutuhkan stabilisator.
2. Pemisahan hasil pemotongan dengan elektroforesis gel agarosa.
Setelah DNA dipotong dengan enzim restriksi, DNA dianalisis dengan gel elektroforesis. Gel
elektroforesis merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pemisahan, pendeteksian dan
pemurnian molekul-molekul Biologi, seperti asam nukleat dan protein. Pemisahan dilakukan pada
matriks yang berupa gel. Sampel DNA yang terpotong akan bergerak dalam gel agarosa yang telah
dialiri listrik bertegangan ± 90mV. Kemudian DNA tersebut akan membentuk band-band yang dapat
dilihat menggunakan alat berupa transiluminator UV. Kemudian akan nampak band-band, dari band
tersebut dapat dibuat peta restriksi DNA plasmid dari ukuran fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan
pada pemotongan dengan enzim restriksi dan jarak antara sisi pengenalan enzim.
Enzim restriksi yang digunakan terdiri dari campuran EcoRI dan PstI. Enzim EcoRI berasal dari
bakteri Eschericia coli, sedangkan enzim PstI berasal dari bakteri Providencia stuartii. Enzim EcoRI
akan memotong pada sekuens GAATTC .
Enzim EcoRI diisolasi pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri
Escherichia coli. Enzim EcoRI memotong DNA pada bagian yang urutan basanya adalah GAATTC
( sekuens pengenal bagi EcoRI adalah GAATTC ). Didalam sekuens pengenal tersebut, Enzim EcoRI
memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi hanya memotong pada bagian atau situs antara G
dan A. Potongan-potongan DNA untai ganda yang dihasilkan akan memliki ujung beruntai tunggal.
Ujung seperti ini yang dikenal dengan istilah sticky end. Sedangkan enzim PstI akan memotong pada
sekuens sebagai berikut :
5' - CTGCAG - 3' 3' - GACGTC - 5'
5' - CTGCA|G - 3' 3' - G|ACGTC - 5'
5' -CTGCAG- 3' 3' -GACGTC- 5'
Kerja dari enzim restriksi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
► Komposisi Buffer
Enzim restriksi yang berbeda membutuhkan ionic strength (konsentrsi garam) dan kation yang
berbeda pula. Beberapa enzim tidak dapat bekerja bila komposisi buffernya tidak sesuai. Penggunaan
buffer yang berbeda akan menyebabkan kerja enzim dalam memotong menjadi tidak optimal.
► Adanya DNA yang termetilasi
Sebagian besar enzim restriksi tidak dapat memotong DNA yang termetilasi karena enzim
tersebut tidak mampu mengenali sisi pemotongannya, hal ini disebabkan oleh adanya modifikasi atau
metilasi.
► Suhu inkubasi
Suhu inkubasi suatu enzim bergantung pada asal enzim restriksi tersebut diambil. Suhu inkubasi
enzim restriksi umumnya adalah 37oC. Namun apabila enzim restriksi tersebut diperoleh dari bakteri
termofil, suhu inkubasinya adalah sekitar 50 – 65oC.
Dalam pemotongan DNA dengan enzim restriksi sering terjadi kesalahan positif yang disebut
star activity. Star activity adalah suatu kondisi dimana enzim restriksi kehilangan spesifisitasnya
dalam memotong suatu rantai DNA pada sekuens tertentu dimana sekuens yang dipotong menjadi
berbeda dengan sekuens canonicalnya sehingga enzim akan memotong DNA pada tempat yang salah
dan abnormal. Adanya star activity ditunjukkan oleh adanya smear ataupun jumlah band yang terlalu
berlebih pada visualisasi hasil elektroforesis. Star activity ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor
sebagai berikut:
v Inkubasi yang terlalu lama
Bila inkubasinya terlalu lama, maka enzim akan memotong sisi lain selain sisi spesifiknya,
sehinga fragmen yang terbentuk menjadi kecil – kecil. Sehingga ketika divisualisasi
menyebabkanband yang terlihat smear.
v Konsentrasi enzim yang terlalu tinggi
Konsentrasi enzim yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim memotong secara berlebihan
sehingga fragmen yang terbentuk menjadi sangat kecil dan ketika divisualisasi akan terlihat
bertumpuk dan banyak.
v Konsentrasi gliserol yang terlalu tinggi
Konsentrasi gliserol dalam buffer RE terlalu tinggi dapat menghambat kerja enzim karena
larutan menjadi sangat viscous sehingga enzim sulit untuk bekerja.
v Kekuatan ionik (ionic strength) pada buffer reaksi
Kekuatan ionik dari buffer dapat berubah ketika diinkubasi. Hal ini disebabkan oleh adanya
sebagian dari air yang menguap sehingga kekuatan ionik dari buffer menjadi turun.
v pH buffer reaksi yang suboptimal
v Penggantian Mg2+ dengan ion divalen lain seperti Mn2+ atau Co2+.
v Adanya pelarut organik seperti etanol, DMSO, dll yang dapat menghambat kerja dari enzim.
(Kresna,2009).
RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)
Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik pertama
yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuen DNA. Deteksi RFLP
dilakukan berdasar pada adanya kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita yang dihasilkan
setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi terhadap DNA target/dari individu yang
berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu organisma mempengaruhi molekul DNA dengan
berbagai cara, menghasilkan fragmen-fragmen dengan panjang yang berbeda. Perbedaan panjang
fragmen ini dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi dan visualisasi.
Aplikasi teknik RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi diversitas genetic, hubungan kekerabatan,
sejarah domestikasi, asal dan evolusi suatu spesies, genetic drift dan seleksi, pemetaan keseluruhan
genom, tagging gen, mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar, mengkonstruksi
perpustakaan DNA.
Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
- Isolasi DNA
- Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
- Transfer DNA dengan Southern blotting
- Hibridisasi DNA
a. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA DNA dapat
ditemukan baik pada kromosom inti maupun pada organel yaitu pada mitokondria dan kloroplas.
Untuk mengekstrak DNA diperlukan langkah-langkah laboratorium untuk memecahkan dinding sel
dan membran inti, dan dilanjutkan dengan pemisahan DNA dari berbagai komponen sel yang lain.
Pada saat melakukannya harus dijaga agar DNA tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai
yang panjang.
Proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan
dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk mencegah DNA rusak.
Untuk membantu terjadinya lisis biasanya dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC. Dalam proses
ini biasa digunakan senyawa senyawa phenol, chloroform dan isoamyl alcohol untuk memaksimalkan
proses lisis.
Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang
tidak diinginkan. Pemisahan DNA dari komponen sel yang lain, termasuk debris sel, dilakukan dengan
sentrifugasi.
Kontaminan yang umum ditemukan adalah polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR
dengan cara menghambat aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol yang dalam bentuk teroksidasi
akan mengikat DNA secara kovalen. Untuk menghindarkan hal ini jaringan yang digunakan dijaga
tetap dingin sebelum dan selama proses ekstraksi. Selain itu dilakukan penambahan antioksidan
seperti PVP.
Setelah dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan ethanol atau
isopropanol. Selain DNA semua bahan yang lain kan larut dalam ethanol dingin. Sehingga saat
dilakukan sentrifugasi DNA akan mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan lain.
Sebagai bahan untuk RFLP harus digunakan DNA yang bersih dari kontaminan (mempunyai
kemurnian tinggi) dan dengan berat molekul yang tinggi. Selama proses ekstraksi DNA beberapa hal
yang dapat terjadi adalah :
- DNA patah-patah selama proses isolasi
- DNA terdegradasi oleh enzim nuclease
- Terjadi kontaminasi oleh polisakarida
- Metabolit sekunder ikut terisolasi
b. Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi)
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim restriksi tertentu yang dipilih dengan hati-
hati. Setiap enzim restriksi pada kondisi yang sesuai akan mengenali dan memotong DNA sehingga
dihasilkan fragmen-fragmen DNA. Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya dielektroforesis pada gel
agarosa. Karena fragmen-fragmen tersebut tidak akan terlihat sebagai smear berkesinambungan bila
diwarnai dengan ethidium bromide, maka pewarnaan saja umumnya tidak dapat mendeteksi adanya
polimorfisme. Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi dan visualisasi untuk mendeteksi
fragmen tertentu. Hibridisasi dan visuali sasi dilakukan dengan Southern blotting.
c. Transfer DNA
Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori
atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’, mengacu kepada nama
penemu teknik tersebut yaitu E.M. Southern (1975). Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi
dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu nampan. Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis
diletakkan nilon berpori atau membrane nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua
fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan
ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan sama
dengan yang berada pada gel.
d. Hibridisasi dan Visualisasi
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya dihibridisasi
dengan probe. Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila antara probe dan DNA target
merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan dilabeli maka
selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi hibridisasi yang digunakan mempunyai
stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang
mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog. Jadi probe DNA akan mengenali hanya sekuen
yang komplemen dan secara ideal homolog diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen
yang bermigrasi sepanjang gel. Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan
pemaparan membrane yang telah mengalami hibridisasi pada film.
Probe DNA umumnya berasal dari perpustakaan DNA (DNA library), baik dari genom maupun cDNA,
yang merupakan sekumpulan vector yang mengandung wakil dari DNA original yang dipotong
menjadi banyak potongan. Vektor tersebut dapat ditransfer pada bakteri sehingga DNA yang
dibawanya dapat dilipatgandakan. Probe DNA juga dikonversi menjadi molekul untai tunggal dan
dilabeli menggunakan metode standar seperti radioisotope dan digoxygenin, dan selanjutnya
digunakan untuk hibridisasi.
Hasil visualisasi dari fragmen-fragmen RFLP dapat digambarkan sebagai berikut :
Mutasi akan menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada suatu sekuen DNA. Pada
gambar di atas terlihat munculnya 2 pita baru yang lebih kecil pada mutan. Teknologi RFLP secara
ideal akan menghasilkan sutau seri pita pada gel, yang dapat diskor berdasarkan ada atau tidaknya
pita tertentu atau sebagai marker kodominan. Perbedaan antar genotip biasanya divisualisasikan
sebagai pola fragmen restriksi yang berbeda.
Pada diagram di atas, adanya mutasi menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru
pada lokasi pengenalan probe. Sebagi konsekuensinya probe akan berhibridisai dengan kedua
fragmen baru tersebut, sementara pada segmen B, dimana tidak terjadi mutasi, hanya satu segmen
yang terhibridisasi oleh probe. Pada saat dilakukan elektroforesis, kedua segmen dari A akan
bermigrasi lebih jauh sepanjang gel dibandingkan dengan segmen B yang berukuran lebih besar
menghasilkan polimorfisme seperti terlihat pada inset disebelah kanan.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEKNIK RFLP
RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi dan mudah ditransfer antar
laboratorium, bersifat kodominan sehingga dapat mendeteksi adanya heterozigositas, tidak
diperlukan informasi sekuen target, dan arena berdasar pada homologi sekuen maka sering
direkomendasikan untuk analisis filogenetik antar spesies yang berkerabat. RFLP cocok untuk
membuat peta linkage, merupakan marker yang locus specific, dan mempunyai kemampuan
memisahkan yang tinggi baik pada tingkat populasi, spesies atau individual. RFLP merupakan teknik
yang sederhana, bila probe tersedia.
Kekurangan RFLP adalah dibutuhkan DNA dengan kemurnian tinggi dalam jumlah banyak,
tidak mungkin dilakukan outomatisasi, pada beberapa spesies mempunyai level polimorfisme yang
rendah, sedikit lokus yang terdeteksi, memerlukan perpustakaan probe yang sesuai, membutuhkan
waktu yang banyak, membutuhkan biaya yang banyak (Fachtiyah,2006).
DNA FINGERPRINTING DAN ANALISIS FORENSIK
Di Indonesia, DNA fingerprint mencuat namanya sebagai cara identifikasi kejahatan dan
korban yang telah hancur setelah terjadi peristiwa peledakan bom di tanah air seperti kasus bom Bali,
bom Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia dan lain-lain. Pengunaan informasi DNA
fingerprint di Indonesia boleh dibilang masih sangat baru sedangkan di negara-negara maju, hal ini
telah biasa dilakukan (Putra, 2007).
Steven Friedland dalam artikelnya “The Criminal Law Implications of The Human Genom” di
Kentucky Law Journal tahun 1997 menyebutkan bahwa dengan menangani dan menggunakan barang
bukti DNA secara tepat, kasus-kasus yang sulit terungkap bukan tidak mungkin akan terpecahkan.
Dengan teknologi DNA ini pula hukum dan keadilan akan lebih dipercaya (Kompas Cybermedia dan
Berbagai Sumber, 2007).
Dengan teknologi DNA ini pula hukum dan keadilan akan lebih dipercaya. Menurut Dr Bruce
Weir, profesor ilmu statistik-genetik dari North Carolina State University, DNA fingerprinting atau tes
DNA adalah karakterisasi DNA untuk mengidentifikasi susunan DNA seseorang. Barang bukti DNA
dapat diambil dari barang bukti biologis, baik dalam keadaan utuh maupun tidak utuh. Berbeda
dengan analisis sidik jari, yang mudah rusak atau hilang dan akurasinya sangat tergantung dengan
keutuhan Menurut Beverly Himick, seorang peneliti forensik dari Washington State Patrol Crime Lab,
tes DNA dapat dilakukan hanya dengan barang bukti DNA yang jumlahnya sedikit (Kompas
Cybermedia dan Berbagai Sumber, 2007).
Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah salah satu jenis asam nukleat. Asam nukleat merupakan
senyawa-senyawa polimer yang menyimpan semua informasi tentang genetika. Penemuan tehnik
Polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan perubahan yang cukup revolusioner di berbagai
bidang. Hasil aplikasi dari tehnik PCR ini disebut dengan DNA fingerprint yang merupakan gambaran
pola potongan DNA dari setiap individu. Karena setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang
berbeda maka dalam kasus forensik, informasi ini bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di
pengadilan (Putra, 2007).
DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. DNA yang
paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah sedangkan DNA dalam
mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring
dengan perkawinan keturunannya. Dalam kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA diatas,
bergantung pada barang bukti apa yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Seperti jika
ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat dalam epitel bibir
karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok.
Epitel ini masih menggandung unsur DNA yang dapat dilacak (Putra, 2007).
Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala
spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan jika di TKP ditemukan satu helai
rambut maka sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun untuk DNA mitokondria tidak
harus ada akar, cukup potongan rambut karena diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA
mitokondria sedangkan akar rambut terdapat DNA inti sel. Bagian-bagian tubuh lainnya yang dapat
diperiksa selain epitel bibir, sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang dan kuku (Putra, 2007).
Sistematika analisis DNA fingerprint sama dengan metode analisis ilmiah yang biasa dilakukan
di laboratorium kimia. Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel sampai ke analisis
dengan PCR. Pada pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan yang
digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan isolasi untuk
mendapatkan sampel DNA. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan
Chilex. Phenolchloroform biasa digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex
digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama waktu proses tergantung dari
kemudahan suatu sampel di isolasi, bisa saja hanya beberapa hari atau bahkan bisa berbulan-bulan
(Putra, 2007).
Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah dasar
penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (pembesaran) sebuah set potongan
DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampur sebuah primer
amplifikasi dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untuk membuat plate
reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi satu tetes darah kering, dari sel-sel yang
melekat pada pangkal rambut atau dari sampel jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian
primer amplifikasi tersebut digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan
basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA Sampel
(Putra, 2007).
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola
pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola
elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprint. Adanya
kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil
kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta. Finishing dari metode ini adalah mencocokkan
tipe-tipe DNA fingerprint dengan pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan) (Putra, 2007).
1 Pendahuluan DNA Fingerprinting dan Forensik
Ilmu forensik merupakan gabungan dari hukum dan ilmu pengetahuan. Banyak kasus peradilan
yang bergantung pada bukti ilmiah. Sains tidak hanya digunakan untuk menghukum yang bersalah
atau membebaskan orang yang tidak bersalah, tetapi juga digunakan untuk mengungkap kasus
kejahatan. Sepanjang tahun, sains telah mengembangkan teknologi baru dan hukum dengan cepat
menggunakan informasi baru ini untuk membantu mengungkap kebenaran.
Pada akhir tahun 1800-an, dalam usaha memberantas kejahatan telah digunakan teknologi yang
telah sdiperbaharui, yaitu fotografi yang memungkinkan untuk menggambar kasus kejahatan dalam
bentuk dokumentasi sehingga gambar-gambar tersebut dapat digunakan sebagai referensi yang tetap
akurat. Namun hal ini memiliki banyak kelemahan yaitu para penjahat telah menemukan banyak cara
untuk mengubah penampilan sehingga tidak memungkinkan identifikasi pelaku berdasarkan foto
yang ada.
Kurang lebih 100 tahun yang lalu, ilmuwan menemukan bahwa tapak dan lingkaran di kulit pada
sidik jari dapat digunakan untuk menentukan identitas seseorang. Setelah hasil tes darah yang
ditemukan pada sebuah peti uang membantu terungkapnya pembunuhan di Inggris, secara rutin
dilakukan proses stempel jari-jari tersangka dan pengumpulan sidik jari. FBI, CIA dan badan hukum
lainnya mengumpulkan hasil pencatatan tersebut.
Pada tahun 1985, telah terjadi revolusi teknologi sebagai suatu alat yang sangat berperan dalam
ferensik. Berdasar pada goresan sidik jari yang tertinggal di lokasi kejahatan berlangsung, para
penyelidik dapat melihat jenis baru ”sidik jari, tanda unik yang ditemukan pada masing-masing
susunan genetik manusia.
2 Apakah DNA Fingerprinting itu?
Setiap manusia membawa set gen khusus. Struktur kimia DNA selalu sama, tetapi dengan urutan
pasngan basa yanng berbeda. Setiap sel mengandung sebuah salinan DNA yang mendefinisikan
organisme sebagai keseluruhan sel-sel individu yang memiliki fungsi berbeda-beda (sel otot jantung
menjaga denyut jantung, neuron mengirimkan sinyal ke pikiran kita, sel limfosit T mencegah infeksi).
Tiap-tiap sel dalam tubuh memberikan DNA yang sama, sel yang didapatkan dengan menyapubagian
dalam pipi seseorang akan menjadi pasangan yang sempurna dengan sel yang ditemukan pada sel
darah putih, sel kulit atau jaringan lainya.
Untungnya, hal ini tidak perlu untuk mengelompokkan setiap basa berpasangan dalam individu
untuk memperoleh tanda penenal. Meski demikian, pemprofilan DNA berdasarkan pada sejumlah
kecil genom. Setiap untaian dari DNA mengandung informasi genetik aktif yang mengkode protein
(sebagian yang diketahui adalah akson) dan disebut juga DNA sampah, dimana belm diketahui
fungsinya bagi perkembangan organisme.bagian DNA tersebut mengandung urutan berulang antara
20-100 pasang basa. Rangkaian ini disebut Variable Number Tandem Repeats (VNTRs), merupakan
bagian yang selalu sama dalam penentuan identitas genetik. Setiap orang memiliki VNTRs yang
diturunkan dari ayah dan ibunya. Tidak ada seorangpun yang memiliki VNTRs yang sama dengan
orang tua (ini hanya terjadi dengan hasil kloning). VNTRs merupakan variasi pengulangan dari daerah
DNA yang berurutan. Sekumpulan VNTRs individu memberikan petunjuk penyelidikan untuk
mengenali identitas seseorang yang dikenal dengan sidik jari DNA. Sidik jari DNA biasa digunakan
untuk mendeteksi keberadaan mikrosatelit, yang mana satu, dua, tiga atau empat nukleotida ulangan
diedarkan melalui kromosom (berlawanan dengan minisatelit dan mikrosatelit yang berada dalam
sentromer dan telomer kromosom). Karena daerah pengulangan tersebut dapat terbentuk di banyak
lokasi, digunakanlah probe untuk mengidentifikasi daerah komplemen DNA yang mengelilingi
mikrosatelit tertentu yang telah dianalisis.
3 Persiapan DNA Fingerprint
Pengumpulan spesimen
Investigator peristiwa kriminal secara rutin mencari sumber DNA: binatu kotor, jilatan amplop,
puntung rokok, sebuah cangkir kopi, atau lainnya yang merupakan sumber sel manusia. Bercak darah,
noda air mani yang telah kering, atau bekas ludah semua diambil untuk memcahkan sebuah kasus.
Setiap makhluk hidup memiliki DNA, jadi setiap lokasi kasus kejahatan pasti penuh dengan sumber-
sumber yang telah terkontaminasi. Dengan alasan tersebut, perhatian yang cermat sangat dibutuhkan
pada saat mengumpulkan bukti. Untuk melindungi bukti-bukti tersebut, petugas pada lokasi
kejahatan harus melakukan tindakan pencegahan sebagai berikut:
· Menggunakan dan menyediakan sarung tangan dan menggantinya secara teratur.
· Menggunakan peralatan yang disediakan (seperti penjepit atau kain lap). Bila alat-alat yang
diperlukan tidak tersedia, pastikan bahwa peralatan yang digunakan bersih sepenuhnya baik
sebelum maupun sesudah memegang masing-masing sampel.
· Tidak berbicara, bersin, dan batuk untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme dari ludah.
· Tidak menyentuk barang apapun yang mengandung DNA (seperti wajah, hidung, mulut sendiri)
selama memegang barang bukti.
Sinar matahari dan suhu tinggi dapat merusak DNA. Bakteri sebagai dekomposer dapat
mengkontaminasi sebelum atau selama pemeliharaan sampel. Jadi barang bukti tidak boleh disimpan
dalam kantong plastik karena dapat merusak kelembaban.
DNA fingerprinting merupakan proses perbandingan, yaitu DNA dari lokasi kejahatan
dibandingkan dengan sampel DNA tersangka. Spesimen yang dibandingkan sebanyak 1 ml atau lebih
ditambah agen anti pembekuan yang disebut Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA)
Ekstraksi DNA Untuk Analisis
Setelah sampel terkumpul, para teknisi bertanggung jawab untuk menetapkan riwayat genetiknya.
Pertama, ekstraksi DNA dari sampel. DNA dapat dipurifikasi secara kimiawi (menggunakan detergen
yang dapat melepaskan materi sel yang tidak diinginkan) atau secara mekanis (menggunkan tekanan
untuk memaksa DNA keluar sel)
Analisis RFLP
Karena proses ini akan memakan banyak waktu untuk menganalisis tiga milyar pasang basa,
digunakan sebuah metode yang bergantung pada VNTRs. Konsentrasi pada urutan yang berulang
lebih bijaksana daripada menganalisis masing-masing pasang basa. Untuk isolasi VNTRs, DNA
diperlakukan dengan enzim restriksi endonuklease, yang memotong heliks DNA dimanapun urutan
spesifik muncul pada rantai. Proses tersebut disebut Restriction Fragment Length Polymorfism (RFLP).
Restriksi endonuklease ditemukan pada bakteri E. coli.
Setelah berbentuk fragmen, teknisi menggunakan elekroforesis untuk memisahkan potongan-
potongan tersebut. Fragmen DNA berjalan melewati medium gel menuju ke sisi positif elektroda.
Pergerakan fragmen diperlambat oleh adanya pori-pori pada gel. Fragmen yang lebih kecil dan ringan
berjalan lebih cepat. Jadi fragmen-fragmen tersebut berjalan lebih jauh melewati gel. Hasilnya adalah
sebuah gel dengan DNA pendek pada ujung fragmen genetik. Gel kemudian diperlakukan secara
kimiawi atau dipanaskan untuk mendenaturasi DNA dan membentuk kembali double-heliks.
4 Penggunaan DNA untuk Tes
Pembunuhan di Desa Narborough
Penggunaan teknik sidik jari dalam menyelesaikan kasus kriminal yang menyangkut
pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis sekolah dilakukan oleh sir Alex Jefferies dan rekan
kerjanya yaitu Dr. Peter Gill dan Dr. Dave warret di Inggris. Mereka melakukan penyelidikan dengan
memeriksa bukti berupa noda yang sudah mengering. Yang terpenting yang dilakukan oleh Dr. Gill
adalah mengembangkan penyelidikan dengan metode memeriksa sebaran sperma di sekitar sel
vagina. Deterjen bisa menghilangkan sel vagina tapi tidak untuk sel sperma. Tanpa pengembangan ini
sangat sulit untuk menggunakan DNA sebagai bukti dalam menangani kasus-kasus pemerkosaan.
Jefri dan rekan kerjanya membandingkan bukti DNA yang dikumpulkan dalam kasus yang
mereka tangani dengan contoh air mani dari pembunuhan yang mirip yang terjadi sebelumnya. Hasil
analisis menunjukkan bahwa kedua kejahatan itu dilakukan oleh orang yang sama. Dari sini, polisi
memiliki satu tersangka utama. Tetapi ketika bukti DNA yang ada dibandingkan dengan darah
tersangka ternyata sangat jelas perbedaanya. Kedua DNA tersebut sama sekali tidak cocok.
Penyelidikan kemudian dilanjutkan, polisi mengumpulkan bukti-bukti DNA sebanyak 5500
buah dari berbagai populasi dengan cara tes darah sederhana, dari sini kemudian diambil 10 % untuk
penyelidikan lebih lanjut. Setelah perdebatan yang cukup rumit tentang hasil analisis, penyelidikan
akhirnya dihentikan karena tidak ada profil yang cocok dengan si pembunuh.
Setelah beberapa lama muncullah titik terang, seorang pria berkata bahwa ia dapat
memberikan sampel atas nama temannya, pria itu kemudian diperiksa, ternyata serangkaian tes bisa
dimengerti dan DNAnyapun dianalisis. Hasilnya ternyata pola dari DNA pria itu cocok dengan DNA
dalam semen tersangka. Pria tersebut akhirmya mengaku telah melakukan dua kejahatan dan
akhirnya harus mendekam dalam penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya itu.
Kasus ini digunakan sebagai salah satu dasar penting tentang keterbatasan penggunaan DNA
sebagai barang bukti. Dari kasus tersebut terlihat bahwa apabila tidak ada sampel yang sudah terlebih
dahulu diketahui untuk dibuat perbandingan sangat sulit untuk menentukan identitas orang yang
dicari. Contohnya, apabila sampel darah dari korban dan tersangka sudah diketahui, penyelidik sangat
mungkin untuk menentukan tersangka tunggal lewat darah DNA yang ditemukan di pakaian
tersangka.
Pemerkosaan Forest Hill
Pembuktian dengan menggunakan DNA pertama kali digunakan di Amerika Serikat dan bisa
memberikan penjelasan ilmiah terhadap ribuan kasus kriminal. Pentingnya penggunaan bukti DNA
lebih berguna ketika digunakan untuk menunjukkan kesalahan pernyataan saksi mata. Pernyataan
saksi yang mungkin terlihat sebagai bukti standar pada umumnya dapat keliru. Pada tahun 1988
Victor Lopez, dituduh melakukan penyerangan seksual terhadap tiga orang wanita. Ketiga wanita itu
melapor kepada polisi bahwa mereka diserang oleh lelaki berkulit hitam. Pada kenyataannya Vicor
Lopez tidak berkulit hitam, kejadian ini diangkat sebagai kasus yang tidak jelas. Apakah Victor Lopez
adalah seorang pria tidak bersalah yang tertuduh oleh sebuah sistem? Darah Victor dianalisis dan
dibandingkan dengan sperma yang tertinggal di tempat kejadian, ternyata DNA itu cocok. Akhirnya
Lopez diketahui bersalah atas kasus penyerangan seksual.
5 DNA dan Aturan Pembuktian
Sebelum sidik jari dapat digunakan di dunia peradilan, sidik jari harus memenuhi standar yang
memperhatikan boleh atau tidaknya dalam pembuktian. Pengadilan menggunakan standar yang ada
untuk menentukan apakah cara-cara ilmiah digunakan di dalam suatu kasus. Pengujian digunakan
atas jurisdiksi itu. Ketika suatu metode teknik baru digunakan untuk mengumpulkan, memproses,
atau menganalisis bukti harus memenuhi salah satu atau beberapa patokan ini.
· Tes relevansi (aturan pembuktian aturan federal 401, 402, dan 403), intinya memperbolehkan
segala sesuatu yang relevan.
· Standar Frye (1923), penelitian harus berdasarkan teori dan teknik, penelitian ini harus cukup bisa
digunakan dan diuji oleh masyarakat sains dan memiliki penerimaan umum.
· Standar Capolino (1968), memperbolehkan ilmu pengetahuan baru atau kontroversial digunakan
jika landasan yang sesuai diberikan.
· Standar Marx (1975) secara dasra merupakan pengujian menurut pandangan umum yang
mensyaratkan bahwa pengadilan dapat memahami dan mengevaluasi bukti ilmiah yang diajukan.
· Standar Daubert (1993) mensyaratkan adanya dengar pendapat sebelum uji coba secara khusus
untuk pembuktian ilmiah.
Bukti ilmiah ini telah menjadi pembuktian yang lebih canggih yang berkembang dalam dunia
hukum. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa metode ilmiah dan keahlian untuk memberikan
bukti dapat dipercaya.
Sidik jari DNA dan Pembunuh Simpson/Goldman
Suatu analisis DNA merupakan alat forensik baru ketika keplisian Los Angels di hampir semua
percobaan terkenal dalam sejarah masa kini. Pada tahun 1994, Nicole Brown Simpson dan Ronald
Goldman dibunuh, dan mantan suami Simpson, O.J Simpson menjadi salah satu tersangka. Empat
puluh lima sampel dikumpulkan untuk analisis DNA termasuk sampel darah yang dikenali dari dua
korban dan tersanka seperti tetesan darah yang ditemukan di rumah O.J. Simpson. Selama
penyelidikan pendahuluan, diumumkan bahwa DNA yang dikumpulkan di tempat kejadian perkara
cocok dengan DNA O.J Simpson.
Pembela O.J Simpson segera melayangkan bantahannya. Selama uji coba, pembela menunjukkan suatu
video dari metode pengumpulan sampel dan digambarkan dengan kesaksian ahli untuk menyatakan
keraguan atas bukti yang diberikan. Pembela menekankan bahwa kontaminasi bisa saja terjadi ketika
seorang teknisi menyentuh tanah, sat kantong plasti digunakan untuk menyimpan bekas cairan, dan
ketika wadah pengumpulan sampel dibersihkan. Ketika berdiri, seorang saksi penuntut salah
menyebut sampel, kemungkinannya bukti itu tercemar secara nyata di mata pengadilandan hakim.
Akibatnya bukti DNA yang dimintauntuk penuntutan dianngap tidak efektif. Akhirnya O.J simpson
dinyatakan tidak bersalah. Ketika bukti DNA ini terpatahkan, maka sampel Dna seperti kehilangan
nilai di mata peradilan.
DNA dan Kehakiman
Untuk dapat menggunakan bukti DNA, hakim yang menilai harus memahaminya. Hal ini
dikarenakan bukti DNA merupakan statistik di alam, sehingga hasilnya dapat membingungkan bagi
beberapa orang, khususnya ketika sebagian dari mereka dijadikan sebagai anggota dari juri panel
untuk mendengarkan bahwa di dalam DNA terdapat 50 milyar kasus dalam satu rangkaian. Hal ini
memungkinkan mereka untuk fokus pada satu hal dan menggambarkan keanehan lain yang saling
bertentangan. Jika bukti DNA tidak dapat dimengerti dengan tepat maka buti tersebut dapat
diabaikan.
6 Hubungan Keluarga dan Profil DNA
DNA fingerprinting tidak hanya digunakan untuk penanganan kasus kejahatan. Karena DNA dipunyai
dari anggota keluarga yang sama, suatu hubungan dapat dibedakan dengan membandingkan dua
sampel individu. Baru-baru ini terdapat teknologi reproduksi yang baru yaitu fertilisasi in-vitro dan
inseminasi buatan.
DNA Mitrokondria
Terdapat beberapa teknik lainnya dalam tes DNA, di antaranya analisis DNA mitokondria.
Mitokondria adalah salah satu perangkat sel yang berfungsi dalam respirasi sel, disebut juga “hidung
sel”. Uniknya, setiap anak perempuan memiliki DNA mitokondria yang sama dengan DNA mitokondria
ibunya. Karena itulah analisis DNA mitokondria umumnya dilakukan untuk mengidentifikasi
keturunan dari garis ibu, dan sering pula digunakan dalam penelusuran orang hilang (Kompas
Cybermedia dan Berbagai Sumber, 2007).
DNA analisis dapat digunakan DNA yang berada di mitokondria dari sel hewan. Tidak seperti
gen inti, yang terkombinasi dari kedua orang tua, mDNA di dapat dari keturunan ibu (didalam
sitoplasma telur). mDNA selalu sama dari generasi ke generasi, perubahan hanya terjadi pada
beberapa waktu karena adanya mutasi yang acak. Konsekuensinya hubungan bisa ditemukan melalui
garis keibuan yang jelas.
7 Analisis DNA Selain Manusia
Tidak hanya setiap kasus atau pertanyaan dari pengidentifikasian manusia. Banyak pertanyaan
seperti ilmu pengetahuan telah terjawab oleh profil genetik tanaman dan hewan.
top related