definisi
Post on 17-Jan-2016
2 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
A. Definisi
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare
disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di
seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis),kolon
(colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan
sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
B. Klasifikasi
Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkann :
1. Lama waktu diare
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines
(2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek
dengan jumlah lebih banyak dari normal,berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare akut biasanya sembuh sendiri,lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan
akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong,
2009).
b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2. Mekanisme patofisiologik
a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
b. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
c. Malabsorbsi asam empedu.
d. Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f. Gangguan permeabilitas usus.
g. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
h. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
3. Penyakit infektif atau non-infektif.
4. Penyakit organik atau fungsional.
C. Faktor resiko
Secara umum faktor risiko Diare pada dewasa yang sangat
berpengaruh terjadinya penyakit Diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air
bersih , jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah),
perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan,
alergi, malabsorpsi, keracunan, immuno defisiensi serta sebab-sebab lain.
Sedangkan pada balita faktor risiko terjadinya Diare selain faktor
intrinsik dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh prilaku ibu atau
pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan
sangat tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu balita atau pengasuh
balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian Diare
pada balita tidak dapat dihindari.
Penularan penyakit Diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral
terutama karena :
1. Menelan makanan yang terkontaminasi
2. Kontak dengan tangan yang terkontaminasi
3. Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut :
Tidak memadainya penyediaan air bersih
Kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja
Penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.
4. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlalu dini, susu
botol, pemberian ASI yang diselang-seling dengan susu botol pada 4-6 bulan
pertama).
Selain beberapa faktor diatas kemungkinan penularan Diare pada
balita juga sangat dipengaruhi oleh :
a. Gizi kurang
b. Kurang kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh
c. Berkurangnya keasaman lambung
d. Menurunnya motilitas usus
Penyebab diare berupa infeksi masih merupakan permasalahan yang
serius di Negara berkembang, ini dapat berupa infeksi parenteral (infeksi jalan
nafas, saluran kencing dan infeksi sistemik) serta infeksi enteral (bakteri,
virus, jamur dan parasit). Sekarang diakui bahwa faktor-faktor penyebab
timbulnya diare tidak berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya
faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial
budaya serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh
kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, sistim pencernaan
serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh
faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan .
Beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian diare balita disamping
dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain
diantaranya adalah :
1) Faktor infeksi.
Faktor infeksi penyebab diare dapat dibag dalam infeksi parenteral dan
infeksi enteral. Di Negara berkembang campak yang disertai dengan diare
merupakan faktor yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas anak.
Walaupun mekanisme sinergik antara campak dan diare pada anak belum
diketahui, diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai penyebab diare
secara enteropatogen. Walaupun diakui pada umumnya bahwa
enteropatogen tersebut biasanya sangat kompleks dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor umur, tempat, waktu dan keadaan sosio ekonomi.
2) Faktor umur
Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare,
karena semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih
belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna. Kejadian
diare terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena :
Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana
risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi
(terutama jika sterilisasinya kurang).
Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga anti bodi yang masuk
bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai
membentuk sendiri anti bodi dalam jumlah cukup (untuk defence
mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.
3) Faktor status gizi.
Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi.
Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang
diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap
infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Status gizi ini sangat
dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidak tahuan dan penyakit. Begitu pula
rangkaian antara pendapatan, biaya pemeliharaan kesehatan dan penyakit,
keadaan sosio ekonomi yang kurang, hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan
penduduk rumah, pendidikan tentang pengertian penyakit, cara
penanggulangan penyakit serta pemeliharaan kesehatan.
4) Faktor lingkungan
Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dimana sebagian besar penularan melalui faecal oral yang sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang
memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup sehat dari keluarga Oleh
karena itu dalam usaha mencegah timbulnya diare yaitu dengan melalui
penyediaan fasilitas jamban keluarga yang disertai dengan penyediaan air
yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Upaya tersebut harus diikuti
dengan peningkatan pengetahuan dan sosial ekonomi masyarakat, karena
tingkat pendidikan dan ekonomi seseorang dapat berpengaruh pada upaya
perbaikan lingkungan.
5) Faktor susunan makanan
Faktor susunan makanan berpengaruh terhadap terjadinya diare
disebabkan karena kemampuan usus untuk menghadapi kendala baik itu
yang berupa :
a. Antigen : susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog
sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana
kondisi ketahanan lokal usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi
molekul makro.
b. Osmolaritas : susunan makanan baik berupa formula susu maupun
makanan padat yang memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat
menimbulkan diare.
c. Malabsorpsi : kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat,
lemak maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi
maupun alergi sehingga terjadi diare pada balita.
d. Mekanik : kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan
secara mekanik dapat merusak fungsi usus sehingga timbul diare.
(Sinthamurniwaty. 2006)
D. Epidemiologi
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-
nya yang masih tinggi. Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil survei Sub Direktorat
Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan (ISP) Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI,
Angka Kesakitan Diare semua umur tahun 2010 adalah 411 per 1.000
penduduk, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 214 per 1.000 penduduk.
Dan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,
Diare merupakan penyebab kematian nomor empat (13,2%) pada semua
umur dalam kelompok penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor satu pada bayi post neonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%).
Di Jawa Timur cakupan pelayanan penderita Diare tahun tahun 2011
sebesar 69%, sedangkan tahun 2012 sebesar 72,43% (masih di bawah target
Nasional 100%). Dilihat hasil cakupan pelayanan diare di kabupaten/kota
tahun 2012, 7 (tujuh) kabupaten/Kota sudah mencapai target 100%, yakni
Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Sampang, Kota Kediri, Kota Pasuruan dan Kota Mojokerto.
Sedangkan kabupaten/kota belum bisa mencapai target, karena ketepatan
dan kelengkapan laporan dari Puskesmas ke kabupaten atau kota sangat
rendah.
Perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan dasar baik dari
Pondok Kesehatan Desa (PONKESDES), Puskesmas Pembantu (PUSTU)
maupun Puskesmas serta Dinas Kesehatan kabupaten atau kota untuk
memberikan laporan secara lengkap agar data Diare yang masuk ke Dinas
Kesehatan Provinsi dapat menggambarkan besaran masalah Diare di wilayah
terkait. (Depkes RI. 2012)
Persentase Penemuan Penderita Diare yang Ditangani
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 Sama bagan ya di buat PPT
Sumber : Laporan Program Diare
Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4)
adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990
sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),
Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat
baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian
karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat. (Depkes RI.2011).
E. Patofisiologi (terlampir)
F. Manifestasi Klinis
Balita biasanya rewel karena diare menyebabkan kekurangan cairan,
sehingga perlu diberi minum yang banyak.
Pada keadaan dehidrasi ringan-sedang, balita akan terlihat gelisah.
Diare ditandai disentriform yaitu tinja berlendir, cair dan kadang-kadang
berdarah.
Diare disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus yang ditandai dengan
suhu tubuh meningkat.
Nafsu makan menurun akibat diare harus diimbangi makan yang cukup
supaya kondisi tubuh membaik.
Balita biasanya akan muntah sebelum atau sesudah makan karena
merupakan gejala dari beberapa penyakit antara lain keracunan makanan,
infeksi appendiks, gula darah yang sangat rendah, dan lain-lain yang
merupakan factor penyebab diare.
Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tingkatan dehidrasi ada tiga, yaitu :
a. Dehidrasi Ringan
Muka memerah, rasa haus yang sangat, kulit hangat dan kering,
tidak buang air atau volume urine berkurang atau berwarna lebih gelap,
pusing dan lemah, kram pada otot kaki dan tangan, menangis dengan
sedikit atau tidak ada air mata, mengantuk, mulut dan lidah disertai
berkurangnya air liur.
b. Dehidrasi Sedang
Tekanan darah menurun, pingsan, kontraksi yang kuat pada otot
lengan, kaki, perut dan punggung, kejang, perut kembung, gagal jantung,
dan ubun-ubun cekung, denyut nadi cepat dan lemah.
c. Dehidrasi Berat
Gejala-gejala dehidrasi ringan terlihat semakin jelas dan mengarah
pada keadaan yang lebih berat dengan tanda dan gejala sebagai berikut :
Berkurangnya kesadaran, tidak buang air kecil, tangan teraba dingin dan
lembab, denyut nadi yang semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba,
tekanan darah yang menurun hingga tidak terukur, kebiruan pada ujung
kuku, mulut, dan lidah. Jika tidak diatasi keadaan ini dapat mengancam
jiwa atau kematian.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik
tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung
kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah
banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi
sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan
dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi
ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan
khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,
malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara
umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan (Simadibrata, 2006).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).Penilaian beratnya
atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan
menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain (Juffrie, 2010).
PENILAIAN A B C
LIHAT :
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu,
lunglai, atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat
cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada
Mulut dan lidah
Basah Kering Sangat
kering
Rasa haus Minum biasa
tidak haus
*haus, ingin minum
banyak
*malas
minum atau
tidak bisa
minum
Periksa: turgor
kulit
Kembali cepat *kembali lambat *kembali
sangat
lambat
Hasil
pemeriksaan:
Tanpa
Dehidrasi
Dehidrasi
ringan/sedang
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Dehidrasi
berat
Bila ada 1
tanda *
ditambah 1
atau lebih
tanda lain
Terapi Rencana
Terapi A
Rencana Terapi B Rencana
Terapi C
Sumber: Juffrie, 2010
Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :
a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)
b. Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala
kunci (yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain
(minimal 1 gejala) pada kolom yang sama.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Pemeriksaan
tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk
menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan
bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain.
Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing,
parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002).
H. Penatalaksanaan medis
Umum
Diare Akut
1. Rehidrasi
Langkah penatalaksanaan adalah mengistirahatkan usus dan memberi
rehidrasi secara parental
2. Obati penyakit yang mendasari
Antibiotik atau steroid bisa diberikan jika pada pemeriksaan penunjang
ditemukan paatogen spesifik atau bukti adanya penyakit inflamasi usus.
Metronidazol atau vankomisin dipakai pada kolitis pseudomembranosa.
Kemungkinan relaps mencapai 20% dan diterapi dengan
metronidazol/vankomisin lanjutan.
Diare Kronis
Tangani penyakit penyerta
Di tingkat puskesmas
Pengkajian
1. Tanyakan sudah berapa lama klien diare
2. Tanyakan apakah ada darah dalam tinja klien
3. Lihat dan raba:
a. Lihat keadaan umum anak:
Apakah:
- Letargis atau tidak sadar?
- Gelisah dan rewel/mudah marah?
b. Lihat apakah mata cekung
c. Beri klien minum. Apakah:
- Tidak bisa minum atau malas minum?
- Haus, minum dengan lahap?
d. Cubit kulit perut untuk mengetahui turgor. Apakah kembalinya:
- Sangat lambat (lebih dari 2 detik)?
- Lambat?
Tindakan/Pengobatan di tingkat Puskesmas
Dehidrasi
1. Diare tanpa Dehidrasi
a. Rencana Terapi A
b. Nasihati kapan kembali segera
c. Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan
2. Diare Dehidrasi Ringan/Sedang
a. Rencana Terapi B
b. Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain:
- Rujuk segera
- Jika masih bisa minum, berikan ASI dan larutan oralit selama
perjalanan
c. Nasihati kapan kembali segera
d. Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan
3. Diare Dehidrasi Berat
a. Jika tidak ada klasifikasi berat lain:
- Rencana Terapi C
b. Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain:
- Rujuk segera
- Jika masih bisa minum berikan ASI dan larutan oralit selama
perjalanan
c. Jika ada kolera di daerah tersebut, beri antibiotik untuk kolera.
Diare Lebih dari 14 Hari atau Lebih
1. Ada Dehidrasi
a. Atasi dehidrasi sebelum dirujuk, kecuali ada klasifikasi berat lain
b. Rujuk
2. Diare Persisten
- Nasihati pemberian makan untuk diare persisten
- Kunjungan ulang 5 hari
Darah Dalam Tinja (Disentri)
a. Beri antibiotik yang sesuai
b. Nasihati kapan kembali segera
c. Kunjungan ulang 2 hari
Penatalaksanaan diare akut pada anak:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Cara menilai derajat dehidrasi
Kehilangan berat badan :
2,5 % tidak ada dehidrasi
2,5-5% Dehidrasi ringan
5-10 % dehidrasi sedang
> 10% dehidrasi berat
Skor Maurice King
Bagian Tubuh N I L A I
Yang Diperiksa 0 1 2
Keadaan Umum
Turgor
Mata
UUB
Mulut
Denyut Nadi
Sehat
Normal
Nomral
Normal
Normal
Kuat
< 120
Gelisah cengeng,
apatis, ngantuk
Sedikit, kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang
(120-140)
Mengigau,
koma/syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering, sianosis
Lemah
> 140
KETERANGAN :
Skor :
0-2 dehidrasi ringan
7-12 dehidrasi sedang
7-12 ehidrasi berat
Pada anak-anak Ubun Ubun Besar sudah menutup
Untuk kekenyalan kulit :
1 detik : dehidrasi ringan
1-2 detik : dehidrasi sedang
> 2 detik : dehidrasi berat
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi
yang cepat dan akurat, yaitu:
1. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat
diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul
Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare
akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.
2. Jumlah cairan yang hendak diberikan
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan
cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
———————- x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
- diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
- diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
- diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
Metode Perbandingan BB dan Umur
BB (kg) Umur PWL NWL CWL Total Kehilangan
Cairan
< 3
3-10
10-15
15-25
< 1 bln
1 bln-2 thn
2-5 thn
5-10 thn
150
125
100
080
125
100
080
025
25
25
25
25
300
250
205
130
Sumber: Ngastiyah (1997)
Keterangan:
PWL : Previus Water Lose (ml/kgBB) = cairan muntah
NWL : Normal Water Lose (ml/kgBB) = cairan diuresis, penguapan,
pernapasan
CWL : Concomitant Water Lose (ml/KgBB) = cairan diare dan muntah yang
terus menerus.
Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1. Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan
peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa.
Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium
90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2. Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan
rincian sebagai berikut:
Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran
1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset
berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau
10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau
7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau
3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam,
jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1
ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa
10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
3. Dietetik
Untuk mencegah kekurangan nutrisi, diet pada anak diare harus tetap
dipertahankan. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak
jenuh
Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai
sedang atau tak jenuh.
4. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Obat-obatan yang
diberikan pada anak diare adalah:
- Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
- Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
- Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick. 2005. Medicine at a Glance. Blackwell Science Ltd : UK
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya : Salemba
Medika
Depkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Jendela Data dan Informasi
Kesehatan
Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. Surabaya :
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Sinthamurniwaty. (2006). FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT
PADA BALITA (Studi Kasus Di Kabupaten Semarang). Universitas Diponegoro,
Semarang.
Putra, I. S., Firmansyah, A., Hegar, B., Boediarso, A. D., Muzal, Kadim, et al.
(2008). Faktor Risiko Diare Persisten pada Pasien yang Dirawat di Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri, 10. From
http://journal.ui.ac.id/health/article/viewFile/212/208
Hannif, Mulyani, N. S., & Kuscithawati, S. (2011). Faktor Risiko Diare Akut pada
Balita. Berita Kedokteran Masyarakat, 27. From https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0CGEQFjAG&url
=http%3A%2F%2Fwww.berita-kedokteran-masyarakat.org%2Findex.php%2FBKM
%2Farticle%2Fview
%2F78%2F10&ei=cDLxVOWVFIHiuQTpxoKYDg&usg=AFQjCNF6lJiQ5LP7f7sAu5l
0GziIz-UZ1g
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta :
Balai Penerbit IDAI.
Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Bandung : Penerbit Alumni.
top related