daya hambat ekstrak etanolik daun keladi tikus
Post on 29-Jun-2015
383 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL LIDAH BUAYA (Aloe vera L)
TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER LIDAH (SP-C1)
(KAJIAN IN VITRO)
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi
Prodi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
Keri Pangesti Yudi Harhari
NIM : 20040340037
Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit seluler yang ditandai dengan ciri adanya sifat
pertumbuhan yang tidak terkendali diikuti proses invasi ke jaringan dan penyebaran
atau metastasis ke bagian organ tubuh yang lain (King, 2000).
Dalam daftar Badan Kesehatan Dunia(WHO) penyakit kanker masuk dalam urutan
teratas dari kelompok penyakit. Hal ini dapat dimengerti, karena penyakit ini
merupakan penyakit yang paling mematikan. Kalau didunia menempati urutan kedua,
setelah jantung, di Indonesia kanker masuk dalam urutan keenam sebagai penyebab
kematian. Penyakit kanker diperkirakan diidap oleh 15 orang per 100.000 penduduk
di dunia. Di negara maju, negara industri seperti Amerika Serikat 20-25% penduduk
menderita penyakit kanker (Saffioti, 1977).
Menurut Sudiono, 2008, diseluruh dunia, rongga mulut merupakan satu dari sepuluh
lokasi tubuh yang paling sering terserang kanker. Kanker mulut menempati peringkat
ketiga sesudah kanker lambung dan leher rahim. Ada beberapa jenis neoplasma
rongga mulut, namun lebih dari 90 % merupakan karsinoma sel skuamosa.
Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas yang berasal dari sel epitel skuamus
(Rahmadansyah, 2001). Karsinoma ini mempunyai karakteristik invasi dan metastasis
yang tinggi ke limfonodi regional dan umumnya menyebabkan rekurensi akibat
terjadinya mikro invasi atau mikro metastasis dari lokasi primer (Myoung, et al.,
2003).
Saat ini perawatan kanker rongga mulut masih menggunakan cara yang konvensional,
seperti kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, pembedahan dan terapi kombinasi.
Meskipun demikian belum menunjukan peningkatan lamanya hidup penderita secara
signifikan, oleh sebab itu diperlukan strategi terapi baru untuk menghambat
pertumbuhan sel kanker secara efektif dan efisien tanpa efek samping yang besar
(Supriatno, 2007). Sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa
apabila Allah menurunkan suatu penyakit, pasti Ia akan menurunkan penawarnya
(H.R. Al-Bukhariy).
Saat ini pemanfaatan tanaman berkhasiat obat sudah menjadi bagian dari pengobatan
tradisional masyarakat dunia yang bersifat efektif, efisien, aman, dan ekonomis. Hal
ini sejalan dengan anjuran dari Departemen Kesehatan yang menganjurkan
penggunaan dan pengembangan penelitian tanaman herbal (PP RI No.8/1999). Salah
satu tanaman herbal yang menarik untuk diteliti adalah Keladi Tikus (Typhonium
flagelliforme) yang memiliki berbagai khasiat antara lain menghambat pertumbuhan
dan menghancurkan sel kanker, menghilangkan efek buruk kemoterapi, anti virus dan
anti bakteri (”Cara bijak menaklukkan Kanker”). Selain itu, keladi tikus juga
memiliki bersifat anti radang, menghilangkan bengkak, membersihkan racun dan
menghentikan perdarahan (”Atasi kanker dengan tanaman obat”).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan apakah
ekstrak etanol Typhonim flagelliforme mempunyai kemampuan menghambat
proliferasi sel kanker rongga mulut (SP-C1) secara in Vitro
C. Keaslian Penelitian
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengkaji pengaruh ekstrak etanol Typhonium flagelliforme terhadap sel
kanker (SP-C1)
2. Tujuan Khusus
Mengkaji daya hambat proliferasi sel kanker rongga mulut (SP-C1)
menggunakan ekstrak etanol Typhonium flagelliforme
E. Manfaat Penelitian
Dengan mengkaji pengaruh ekstrak etanol Typhonium flagelliforme terhadap daya
hambat proliferasi sel kanker rongga mulut maka manfaat penelitian yang dapat
diambil :
Bagi ilmu pengetahuan
1. Dapat memberikan masukan penelitian di bidang ilmu penyakit mulut Kedokteran
Gigi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi dunia kedokteran
gigi dalam pengembangan potensi Typhoniun flagelliforme.
3. Diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
Bagi Masyarakat
1. Diharapkan Typhonium flagelliforme dapat menjadi salah satu terapi alternatif
bagi masyarakat dalam upaya penyembuhan penyakit kanker.
2. Memberi informasi kepada masyarakat untuk membudidayakan tanaman
Typhonium flagelliform.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kanker
Kanker merupakan penyakit seluler yang ditandai dengan ciri adanya
sifat pertumbuhan yang tidak terkendali diikuti proses invasi ke jaringan dan
penyebaran atau metastasis ke bagian organ tubuh yang lain (King, 2000).
Hampir semua kasus kanker disebabkan oleh mutasi atau aktivasi abnormal
gen selular yang mengendalikan pertumbuhan sel dan mitosis sel. Gen
abnormal disebut onkogen. Di dalam semua sel ditemukan antionkogen yang
menekan aktivasi dari onkogen tertentu. Inaktivasi dari antionkogen dapat
memungkinkan aktivasi dari onkogen dan mengarah kepada kanker. Hanya
sejumlah kecil dari sel yang bermutasi mengarah pada kanker. Namun
kemungkinan mutasi dapat berkali-kali lipat bila seseorang terpapar dengan
radiasi ionisasi (sinar-X, sinar gamma, bahan radioaktif, sinar ultraviolet),
bahan kimia seperti pewarna aniline dan asap rokok, bahan iritan fisik,
herediter, dan virus (Guyton & Hall, 1997).
Menurut Guyton & Hall (1997), perbedaan utama sel kanker dan sel
normal adalah : Sel kanker tidak mematuhi batas pertumbuhan sel yang biasa,
sel kanker jauh kurang melekat satu sama lain dibandingkan sel normal
sehingga sel kanker dapat menginvasi organ yang lain, dan beberapa kanker
menghasilkan faktor angiogenik yang menyebabkan banyak pembuluh darah
baru tumbuh ke dalam jaringan kanker untuk mensuplai makanan yang
diperlukan untuk pertumbuhan sel kanker.
Sel kanker dapat bersifat membunuh karena jaringan kanker
berkompetisi dengan jaringan normal untuk makanan. Proliferasi sel kanker
yang tanpa batas meningkatkan jumlah sel kanker dan sel tersebut akan
mengambil makanan yang tersedia untuk tubuh atau bagian-bagian tubuh
yang penting sehingga pada akhirnya sel-sel normal akan mati karena
kekurangan makanan (Guyton & Hall, 1997).
2. Kanker Rongga Mulut
2.1 Epidemiologi
2.2 Etiologi
2.3 Diagnosis
Langkah-langkah untuk mendiagnosis kanker rongga mulut adalah
sebagai berikut :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Klinis
c. Pemeriksaan Penunjang
2.4 Aspek Klinis dan Radiografis
2.5 Histopatologi
2.6 Siklus Sel Kanker
2.7 Perubahan Molekuler dalam Kanker Rongga Mulut
2.8 Terapi
3. Keladi Tikus
3.1 Sistematika Tanaman
3.2 Jenis
3.3 Pembiakan dan Budidaya
3.4 Manfaat
3.5 Kandungan
4. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi
dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena
panas (Anonim, 1995).
Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
ekstrak kental, ekstrak kering , dan ekstrak cair.
a. Ekstrak kental
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya
berjumlah sampai 30 %.
b. Ekstrak kering
Sediaan ini memiliki konsistensi kering melalui penguapan cairan, pengekstraksi,
dan pengeringan, sisanya akan terbentuk suatu produk yang sebaliknya memiliki
kandungan lembab yang tidak lebih dari 5 %.
c. Ekstrak cair
Ektrak cairan adalah estrak dari simplisia yang dibuat sedemilian rupa dengan
berbagai variasi konsentrasi etanol dengan zat tambahan tertentu sehingga satu
bagian simplisia sesuai dengan satu atau dua bagian ekstrak cair (Voigt, 1984).
Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak antara lain faktor biologi dan faktor
kimia.
a. Faktor biologi
Faktor biologi baik untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar)
ataupun dari tumbuhan liar yang meliputi beberapa hal, yaitu: identitas jenis,
lokasi tumbuhan asal, periode permanen hasil tumbuhan, penyimpanan bahan
tumbuhan, dan umur tumbuhan dan bagian yang digunakan (Anonim, 2000).
b. Faktor kimia
Faktor kimia tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif,
komposisi kuantitatif senyawa aktif, dan kadar total rata-rata senyawa aktif.
Faktor eksternal meliputi metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi
(diameter dan tinggi alat), ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan (Anonim,
2000).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid,
flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaaruhi
kelarutan serta stabilitas senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam
berat dan derajat keasaman, dengan diketahui nya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.
Beberapa metode ekstraksi antara lain yaitu maserasi, perkolasi, refluks, soxhlet,
digesti, infus, dekok, dan destilasi uap.
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Secara teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang
kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim,
2000)
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Perkolasi (percolare = penetasan) adalah cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Pengekstraksian dengan metode perkolasi dilakukan dengan cara menempatkan
serbuk simplisia dalam suatu bejana silinder yang bawahnya diberi sekat berpori.
Cairan penyari akan melarutkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut. Cairan
penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan
jenuh. Kekuatan yang pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, daya kapiler, dan gaya geseran
(Anonim, 1986). Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Anonim, 2000).
Keuntungan perkolasi dibanding maserasi adalah aliran cairan penyari
meyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasi
lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Selain itu,
ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tersebut,
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim, 1986).
3) Refluks
Refluks adalah cara ekstraksi dengan pada temperatur titik didihnya selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali
sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
4) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi yang mengunakan pelarut selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
5) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50º C.
6) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air bejana
infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 96-98˚C selama
waktu tertentu (15-20 menit).
7) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30ºC) dan temperatur sampai
titik didih air.
8) Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi enyawa kandungan menguap (minyak atsir) dari
bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial
senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai
sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan
menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang
memisah sempurna atau memisah sebagian.
Destilasi uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih,
namun dilewati uap air yang mendidih, namun dilewatui uap air sehingga senyawa
kandungan menguap ikut terdestilasi.
Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air
mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi (Anonim,
2000).
Shi Ming Li (2005) melaporkan bahwa, kulit jeruk manis dapat diekstraksi
menggunakan etanol, kemudian dilakukan kromatografi untuk menentukan kandungan
flavonoid dan Nobiletin. Ekstrak etanolik kulit jeruk manis efektif menurunkan jumlah
HL60 Human Leukemia Cell pada konsentrasi 200µg/ml setelah inkubasi 24 jam.
5. Pengujian Aktivitas Sitotoksik
6. Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris murni.
Penelitian dilakukan pada kultur sel skuamosa karsinoma rongga mulut Supri’s clone
1 (SP-C1) yang diujikan pada ekstrak etanol Typhonium flagelliforme. Penghitungan
jumlah biakan sel skuamosa yang hidup dilakukan dengan uji proliferasi (MTT
assay). Alat ukur proliferasi menggunakan alat Bio Rad Microplate reader dengan
panjang gelombang 540 nm
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada peneletian ini menggunakan kultur sel kanker lidah
(SP-C1) yang dibiakan dalam media Dubelcco’s modified eagle medium (DMEM)
yang diber foetal Bovine Serum 10% (FBS).
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada dan Laboratorium Penelitian Pengujian Terpadu
(LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ekstrak etanol
Typhonium flagelliforme.
2. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2009.
D. Identifikasi dalam Penelitian
1. Variabel pengaruh
Variabel pengaruh dalam penelitian ini adalah ekstrak Typhonium flagelliforme
dengan berbagai konsentrasi
2. Variabel terpengaruh
Variabel terpengaruh dalam penelitian ini adalah proliferasi sel skuamosa rongga
mulut pada lidah (SP-C1).
3. Variabel terkendali
a. Konsentrasi ekstrak etanol Typhonium flagelliforme
b. Jenis biakan sel yang digunakan
c. Jumlah sel yang digunakan
d. Waktu pengamatan proliferasi
e. Kondisi inkubasi
f. Alat ukur proliferasi menggunakan Bio Rad Microplate reader (Biorad)
g. Temperatur ruang
h. Media pertumbuhan sel
E. Definisi Operasional
a. Ekstrak etanol Typhonium flagelliforme adalah ekstrak yang diperoleh dengan
cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%
b. Konsentrasi ekstrak adalah banyaknya ekstrak Typhonium flagelliforme dalam
larutan yang akan dimasukkan biakan sel kanker SP-C1, yaitu 0, 25, 50, 75, dan
100 mg/ml
c. Proliferasi sel skuamosa karsinoma rongga mulut adalah pertumbuhan dan
perkembangan sel karsinoma akibat tidak terkontrolnya pertumbuhan sel
d. Biakan sel adalah pertumbuhan sel skuamosa karsinoma rongga mulut dalam
media pertumbuhan DMEM 10% FBS dalam cawan petri.
e. Jenis biakan sel kanker SP-C1 yang digunakan adalah sel skuamosa karsinoma
pada lidah manusia.
f. Jumlah sel adalah banyaknya sel karsinoma skuamosa rongga mulut yang
dimasukkan pada setiap sumuran pada microplate 96 sumur, yaitu sebanyak
10.000 sel/ well.
g. Waktu pengamatan proliferasi adalah waktu yang digunakan oleh peneliti untuk
mengamati proliferasi, setelah inkubasi selama hari ke-1, 2, dan 3
h. Kondisi inkubasi adalah keadaan suhu dan kelembaban ruang inkubasi (incubator)
microplate 96 sumur yang berisi sel skuamosa karsinoma rongga mulut dan
ekstrak etanol Typhonium flagelliforme, yaitu pada suhu 37o dan CO2 5%.
i. Alat ukur proliferasi adalah alat yang digunakan untuk melihat proliferasi sel
skuamosa karsinoma rongga mulut setelah diberi ekstrak etanol Typhonium
flagelliforme selama hari ke-1, 2, dan 3, menggunakan alat Bio Rad Microplate
reader dengan panjang gelombang 540 nm menggunakan larutan MTT.
j. Sel SP-C1 yang digunakan adalah passage ke-8
E. Alat dan Bahan Penelitian
a. Biakan sel skuamosa karsinoma rongga mulut (SP-C1) yang di simpan di
laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Sel SP-C1
hasil cloning dari drg. Supriatno M.Kes, Ph.D (OMFS & Oncology).
b. Ekstrak etanol Typhonium flagelliforme
c. Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM)
d. Dimethylsulphoxide (DMSO)
e. Phospat buffer saline (PBS)
f. Fetal Bovine Serum (FBS) 10%
g. Tripsin-EDTA
h. Penisilin-Streptomisin 3%
i. Fungizon 0,5 %
j. Pipet standar Eppendorf 200 μl dan 1 ml
k. Yellow tip dan blue tip
l. Disk plate diameter 100 mm
m. MTT powder
n. Etanol 96%
o. Bio Rad microplate reader
F. Cara Penelitian
Kegiatan yang akan dilakukan berupa pembuatan ekstrak etanol
Typhonium flagelliforme dan uji proliferasi sel skuamosa karsinoma rongga mulut
menggunakan BioRad microplate reader.
Tahapan penelitian sebagai berikut :
1. Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol Typhonium flagelliforme (0, 125, 250
dan 500 mg/ml). Typhonium flagelliforme dikeringkan dalam almari
pengering pada suhu 45o C, Typhonium flagelliforme yang sudah kering
dijadikan serbuk menggunakan blender sampai halus. Pembuatan ekstrak ini
menggunakan cara maserasi, yaitu dengan merendam 1000 mg bubuk
simplisia Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme) dalam 1000 ml etanol 96
% selama 1 minggu. Selanjutnya dilakukan pemisahan zat aktif dan etanol
menggunakan vaccum evaporator. Zat aktif dibuat stok 1 gr/ml, selanjutnya
diencerkan menjadi konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 mg/ml.
2. Persiapan biakan sel SP-C1
Sel SP-C1 di biakkkan dengan larutan DMEM 10% FBS dalam cawan Petri.
Sel di inkubasi pada suhu 37o C dengan kelembaban udara 95 % dan CO2 5
%.
3. Pengujian hambatan proliferasi sel SP-C1.
Sel SP-C1 yang tumbuh sub-confluent dipanen menggunakan
Tripsin-EDTA 0,25%. Sel sebanyak 1x 104 sel/sumur dimasukkkan cawan
Petri 24 sumur, sesuai jumlah konsentrasi ekstrak etanol Typhonium
flagelliforme yang digunakan. Sel di inkubasi selama 24 jam. Setelah
inkubasi, semua media dibuang dan diganti dengan media baru yang
mengandung berbagai konsentrasi ekstrak Typhonium flagelliforme Sel di
inkubasi selama 0, 24, 48 dan 72 jam.
top related