kemampuan daya hambat trichoderma sp. dan …

26
KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp. TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum sp. DAN Phythopthora sp. OLEH : NUR FATMA SARI G111 13 038 DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp.

TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum sp. DAN Phythopthora sp.

OLEH :

NUR FATMA SARI

G111 13 038

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

ii

KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp.

TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum sp. DAN Phythopthora sp.

Oleh :

NUR FATMA SARI

G111 13 038

Laporan Praktik Lapang dalam Mata Ajaran Minat Utama

IlmuHama dan Penyakit Tumbuhan

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian

Universitas Hasanuddin

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

iii

Page 4: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

iv

ABSTRAK

NUR FATMA SARI. Kemampuan Daya Hambat Trichoderma sp. dan

Gliocladium sp. Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum sp. dan Phythopthora

sp.dibawah bimbingan Untung Surapati T, dan Sylvia Syam.

Pengendalian terhadap patogen tanaman saat ini masih bertumpu pada

penggunaan pestisida sintetik. Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. diketahui

memiliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen, sehingga berpotensi

digunakan sebagai agens hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi

penghambatan mikroba antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. terhadap

Colletotrichumsp. dan Phytopthora sp. secara in vitro. Metode Penelitian : 1.

Pembuatan Media BMA (Bean Meal Agar), 2. Perbanyakan Isolat Mikroba

Antagonis dan Patogen, 3. Pengujian In vitro dengan metode Dual Kultur. Hasil

Pengujian dual kultur menunjukkan bahwa Isolat Trichoderma sp. pada

Phythopthora sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 25 %,

dan terendah pada hari ke - 2 yaitu 8,51 %. Isolat Gliocladium sp. pada

Phythopthora sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 40 %,

dan terendah pada hari ke - 5 yaitu 6,56 %. Isolat Trichoderma sp. pada

Colletotrichum sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 100

%, dan terendah pada hari ke - 2 yaitu 18,21 %. Isolat Gliocladium sp. pada

Colletotrichum sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 40

%, dan terendah pada hari ke - 5 yaitu 2,22 %.

Kata kunci: Trichoderma sp., Gliocladium sp., Isolat, Antagonis, dan

Cendawan Patogen.

Page 5: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

v

ABSTRACT

Nur Fatma Sari. Ability of Resistance Trichoderma sp. and Gliocladium sp.

Against the Growth of Colletotrichum sp. and Phythopthora sp.supervised

byUntung Surapati T, Sylvia Syam.

Control of plant pathogens is currently still based on the use of synthetic

pesticides. Trichoderma sp. and Gliocladium sp. known to have antagonistic

ability against pathogenic fungi, so it is potentially used as a biological agent.

This study aims to determine the potential inhibition of antagonistic microbes

Trichoderma sp. And Gliocladium sp. Against Colletotrichum sp. And

Phytopthora sp. In vitro. Research Methods: 1. Making of PDA Media (Potato

Dextrose Agar), 2. Making of Media of BMA (Bean Meal Agar), 3. Propagation

of Microbe Isolate Antagonist and Pathogen, 4. In vitro Test with Dual Culture

method. The result of dual culture test showed that Isolate Trichoderma sp. On

Phythopthora sp. Showed the highest inhibition on day 1 that is 25%, and the

lowest on day-2 that is 8,51%. Isolate Gliocladium sp. On Phythopthora sp.

Showed the highest inhibition on day 1 of 40%, and the lowest on day-5 of 6.56%.

Isolate Trichoderma sp. On Colletotrichum sp. Shows the highest inhibition

power on day-1 that is 100%, and the lowest on day-2 is 18.21%. Isolate

Gliocladium sp. On Colletotrichum sp. Showed the highest inhibition on day 1 of

40%, and the lowest on day-5 of 2.22%.

Keywords: Trichoderma sp., Gliocladium sp., Isolate, Antagonists, and

Pathogen Fungi.

Page 6: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Subhanawataala karena atas Berkah, Rahmat dan nikmat darinyalah sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Tak lupa pula

penulis kirimkan shalawat dan salam kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad

Sallalahualaihi Wasallam semoga segala aktifitas kita bernilai ibadah disisi-

NyaAmin.

Penulis telah menyelesaikan salah satu persyaratan menyelesaikan studi S1

(Strata Satu) pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan Universitas Hasanuddin dengan judul “Kemampuan Daya Hambat

Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum

sp. dan Phythopthora sp.”.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,

bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

menyampaikan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda tercinta Abdurrahman dan Ibunda yang

kusayangi Hj. Husnawati Abbas yang telah mencurahkan segenap cinta dan

kasih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Allah

Subhanawataala selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan

keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada

penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Untung Surapati, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Sylvia Syam, MSselaku

Pembimbing atas segala keikhlasan, kesabaran dan ketulusannya

mengarahkan, memberikan bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran kepada

penulis mulai dari penyusunan rencana penelitian hingga penyusunan skripsi

ini.

Page 7: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

vii

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ade Rosmana, DEA selaku penguji bersama Bapak Prof.

Dr. Ir. Baharuddin, Dip. Ing. Agr dan Ibu Dr. Sri Nur Aminah Ngatimin, SP,

M.Siselakupenguji yang banyakmemberikanmasukankepadapenulispadasaat

seminar.

4. Ibu Dr. Ir Melina, M.P selaku Ketua Departemen Hama dan Penyakit

Tumbuhan serta Ibu Prof. Dr. Ir. Itji Diana Daud, MS selaku Penasihat

Akademik atas saran, dan motivasinya kepada penulis selama perkuliahan

dan penelitian.

5. Para Pegawai dan Staf Laboratorium Departemen Hama dan Penyakit

Tumbuhan, Ibu Rahmatiah, SH., Ibu Nirwana Rahman, SE., Bapak

Kamaruddin, Bapak Ardan, serta kakak - kakak di Laboratorium Penyakit (

Kak Nurhardina, MS, Kak Rianingsih, SP., Kak Rahma, Kak Jasman, SP. dan

Kak Jeni yang telah banyak membantu penulis sehingga bisa menyelesaikan

penelitian ini.

6. Saudara - saudaraku Mega Anjar Sari, A.Md., Nur Fadilla Rahma Sari, Nita

Puspita Dewi, A.Md., Astiani Ruslan, SKM., Fitriani Tahir, S.Kep., Fatmah

Damayanti, S.Si., Razanah Amin Umar, S.ST., Syahrianti A.Md., Nursam

Jafar, Hutami Adyningsih Alisyar. Terima kasih atas kesetiaan menemani dan

motivasinya dalam menyelesaikan penelitian.

7. Teman - teman seperjuangan penelitianNilamtika, SP., Andi Nurul Magfirah,

SP., Nur Azizah Salimah, SP., Arindah Upik Masithah, Suherni Telo, Angrini

Mario Kesia, Ishmah Jannah, SP., Nur Mutmainnah, SP., Nur Azizah,Nidia

Fibroin Layuk Allo,Zulfidah, Astri Asia, Andi Rahma Hidayah, Sinar Arifin,

Atikah, Muh. Nuzul Ramadhan, Yudha Immanuel M, Dhia Reski Amaliah,

Dayanara Haditama Khomsah, Lela Anggreani, teman - teman Nektar 2013,

Agroteknologi 2013 dan KKN Gelombang 93 Kelurahan Lancirang (

Mujahidah, Ainun Raudya, Marhana, S.Si., Azharul Nugraha, SH., Zulfadly

Ahmad, S.Pi.) yang telah membantu selama jalannya penelitian ini hingga

penulis mampu mencapai tahap wisuda.

Akhirnya, Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak

dan apabila ada yang tidak tersebutkan Penulis mohon maaf, dengan besar

harapan semoga skripsi yang ditulis oleh Penulis ini dapat bermanfaat khususnya

Page 8: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

viii

bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak yang

telahmembantu dalam penulisan skripsi ini semoga segala amal dan kebaikannya

mendapatkan balasan yang berlimpah dari Tuhan yang maha Esa, Amin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Mei 2017

Penulis

Nur Fatma Sari

Page 9: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMANPENGESAHAN ............................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................ iv

ABSTRACT .............................................................................................. v

KATA PENGANTAR .............................................................................. vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

..................................................................................................................... xiiDAF

TAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2Tujuan dan Kegunaan ...................................................................... 1

1.3Hipotesis ........................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trichoderma sp. ............................................................................. 3

2.2 Gliocladium sp. ........ ....................................................................... 5

2.3 Phythopthorasp. .............................................................................. 8

2.4 Colletotrichum sp. ……………………………..……….….……... 10

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu. ........................................................................ 14

3.2 Metode Penelitian.. ....................................................................... 14

3.2.1 Pembuatan Media BMA ......................................................... 14

Page 10: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

x

3.2.2 Perbanyakan Isolat Mikroba Antagonis dan Patogen..…….. 14

3.2.3 Pengujian In vitro Dengan Metode Dual Kultur………..……. 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil . ............................................................................................. 17

4.1.1 Potensi Daya Hambat Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.

Terhadap Phythopthora sp. ............................................... 17

4.1.2 Potensi Daya Hambat Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.

Terhadap Colletotrichum sp. ............................................... 18

4.2 Pembahasan. ................................................................................... 18

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan . .................................................................................. 23

5.2 Saran. ............................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA . .............................................................................. 24

LAMPIRAN . ............................................................................................. 28

Page 11: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

xi

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Hasil Pengamatan Rata-rata Persentase Daya Hambat Cendawan

Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap Phythopthora sp.….. 17

2. Hasil Pengamatan Rata-rata Persentase Daya Hambat Cendawan

Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap Colletotrichum sp. …. 18

Page 12: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

xii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. a. Bentuk Mikroskopis Trichoderma sp. ……………………………3

b. Bentuk Mikroskopis Gliocladium sp. …………………………….. 6

c. Bentuk Mikroskopis Phythopthora sp. ……………………………. 8

d. Bentuk Mikroskopis Colletotrichum sp. .......................................... 11

2. Peletakan isolat dan cara pengukuran koloni cendawan untuk

menghitung persentase penghambatan oleh cendawan antagonis dalam

cawan petri. ........................................................................................... 15

Page 13: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Trichoderma sp. + patogenColletotrichumsp. pada media BMA.…..28

2. Trichoderma sp.+ patogenPhythopthorasp. pada media BMA…….. 28

3. Gliocladium sp.+ patogenColletotrichumsp. pada media BMA…..... 29

4. Gliocladiumsp. + patogenPhythopthorasp. pada media BMA……..... 29

5. Isolat Mikroba Antagonis dan Patogen Pada Media ………….……... 30

Page 14: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Colletotrichum sp. adalah patogen yang menyerang tanaman cabai pada

semua fase tumbuh, sejak dari persemaian sampai berbuah. Perkembangan

penyakit ini didukung oleh kondisi lembap dan suhu relatif tinggi. Kerugian

karena patogen ini menjadi berlipat karena kerusakan dapat pula terjadi pada cabai

di penyimpanan.

Phythopthora sp. adalah penyebab penyakit penting pada kakao, antara lain

penyakit busuk buah, kanker batang, hawar daun, hawar bibit, dan layu tunas air. Di

antara penyakit tersebut, busuk buah merupakan penyakit paling penting karena

menyebabkan kerugian yang berkisar antara 10 sampai 30% di seluruh dunia, dan

kerugian yang jauh lebih tinggi terjadi di daerah endemis, terutama di daerah basah

pada musim hujan.

Upaya pengendalian alternatif yang mempunyai potensi mereduksi

penggunaan pestisida sintetik adalah penggunaan mikroorganisme antagonis

yaituTrichodermasp.yangdiketahui memiliki kemampuan antagonis terhadap

cendawan patogen, Trichoderma sp.mudah ditemukan pada ekosistem tanah dan akar

tanaman. Cendawan ini adalah mikroorganisme yang menguntungkan, avirulen

terhadap tanaman inang, dan dapat memarasit cendawan lainnya (Harman et al.,

2004).

Hasil penelitian Sriwati et al., (2009) dalam Yuni (2011) melaporkan, bahwa

cendawan Trichoderma merupakan salah satu cendawan antagonis yang ditemukan

endofit pada daun kakao. Nutrisi seperti protein banyak terkandung di dalam

Page 15: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

2

beberapa daun, salah satunya daun lamtoro (Yuni, 2011). Kadar Protein di dalam

daun lamtoro mencapai 25,90% (Muelen et al., 1979).

Cendawan Gliocladium sp. merupakan mikroba antagonis yang mampu

mengendalikan berbagai patogen yang menginfeksi tanaman dan bersifat saprofit,

sehingga berpotensi digunakan sebagai agens hayati. Selain itu, dapat

menghasilkan senyawa metabolit sebagai gliotoksin dan viridian yang bersifat

fungitoksik terhadappatogen. Seperti penyakit layu pada tanaman tomat dan

hawar pada tanaman kacang panjang (Gusnawati, 2013).

Berdasarkan uraian di atas dengan asumsi bahwa Trichoderma sp. dan

Gliocladium sp.memiliki kemampuan antagonis yang tinggi maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui daya hambat Trichoderma sp.danGliocladium

sp.terhadap cendawan Colletotrichum sp dan Phytophthora sp. secara in vitro.

1.2 Hipotesis

Trichoderma sp. danGliocladium sp. memiliki kemampuan dalam menghambat

cendawan patogen Colletotrichum sp. dan Phytopthora sp.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi

penghambatan mikroba antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. terhadap

Colletotrichumsp. dan Phytopthora sp. secara in vitro.

Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan informasi kepada yang

membutuhkan dan sebagai pertimbangan kepada petani dalam strategi

pengendalian hayati berupa mikroba antagonis yang dapat menghambat

perkembangan Colletotrichum sp dan Phytopthora sp.

Page 16: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trichoderma sp.

Klasifikasi cendawan Trichoderma sp. menurut Barnett & Hunter (1972), sebagai

berikut: Kingdom : Fungi, Divisi : Amastigomycota, Subdivisi : Deuteromycotina,

Kelas : Deuteromycetes, Ordo : Moniliales, Famili : Moniliaceae, Genus :

Trichoderma, Spesies : Trichoderma spp.

Gambar 1. Bentuk Mikroskopis Trichoderma sp.

(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)

Cendawan Trichoderma sp. mempunyai morfologi seperti

konidioforahylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau

berkelompok, konidia hylin, oval, satu sel, biasanya mudah dikenali dengan

pertumbuhan yang cepat dan bantalan konidia yang hijau. Koloni Trichoderma sp.

pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan

berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada

ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada

akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau. Konidiafor dapat bercabang

Page 17: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

4

menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang iteral yang berulang-ulang,

sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Failed tampak

langsing dan panjang terutama apeks dari cabang dan berukuran (2,8 - 3,2) µm x

(2,5 - 2,8) µm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam

miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya

bulat,berwarna hialin dan berdinding halus (Tandion, 2008).

Trichoderma sp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah dan

mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi

parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap

jenis-jenis cendawan fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang

dapat dikendalikan oleh Trichoderma sp. antara lain : Rhizoctonia solani,

Fusarium spp, Lentinus lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea, Gleosporium

gleosporoides, dan Sclerotium foflsii yang menyerang tanaman jagung, kedelai,

kentang, tomat dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah, pohon

buah-buahan, semak dan tanaman hias (Tandion, 2008).

Trichoderma sp. merupakan genus cendawan yang mampu dijadikan

sebagai agens pengendali patogen secara hayati. Mekanisme antagonis yang

dilakukan Trichoderma sp. dalam menghambat pertumbuhan patogen antara lain

kompetisi, parasitisme, antibiosis, dan lisis. mekanisme antagonisme Trichoderma

sp. terhadap cendawan patogen dilakukan dengan mengeluarkan toksin berupa

enzim β-1,3 glukanase, kitinase, dan selulase yang dapat menghambat

pertumbuhan bahkan dapat membunuh patogen. Sifat antagonis Trichoderma sp.

dapat dimanfaatkan sebagai alternatif dalam pengendalian patogen yang bersifat

ramah lingkungan (Purwantisari & Rini 2009).

Page 18: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

5

Potensi penggunaan Trichoderma sp. sebagai agen pengendalian hayati

telah disarankan lebih dari 75 tahun yang lalu oleh Weindling berdasarkan

aktivitas penghambatan Trichoderma spp. terhadap patogen tular tanah

Rhizoctonia solani.

Menurut Sivan dan Chet (1986) dan Calvet et al. (1990) beberapa jenis

Trichoderma sp. dapat mengurangi insiden patogen tular tanah pada kondisi

alamiah. Faktor seperti pH tanah, aerasi dan sumber nutrisi merupakan faktor

yang mempengaruhi perkembangan Trichoderma sp di lapangan. Trichoderma sp.

banyak digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan patogen tular tanah

Sclerotinia sp., Fusarium sp., Pythium sp., Rhizoctonia sp., Ganoderma sp. dan

Rigidoporus microporus (Widyastuti, 2006; Jayasuriya dan Thennakoon, 2007).

2.2 Gliocladium sp.

Klasifikasi cendawan antagonis Gliocladium sp. menurut Ainsworth

(1971), sebagai berikut: Kingdom : Eumycota, Divisi : Deuteromycotina, Kelas :

Hypomycetes, Ordo : Hypomycetales, Famili : Moniliaceae, Genus : Gliocladium,

Spesies : Gliocladium sp.

Gambar 2. Bentuk Mikroskopis Gliocladium sp.

(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)

Page 19: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

6

Gliocladium sp. merupakan cendawan tanah yang umum dan tersebar di

berbagai jenis tanah, misalnya tanah hutan dan pada beragam rizosfer tanaman.

Gliocladium sp. tumbuh dengan cepat, teksturnya berbulu halus, putih pada

awalnya dan menjadi pucat hingga hijau tua dengan sporulasi (Gandjar, 2006).

Gliocladium sp. memiliki konidiofor yang bersepta dan bercabang keatas

dengan struktur sikat yang kompak (penicilate). Masing-masing percabangan

membentuk alur berputar yang memiliki 4-5 kelompok konidia. Konidia

berbentuk lonjong sampai pipih dan hyaline (Barnett & Hunter, 1998).

Gliocladium sp. mirip penicilium akan tetapi percabangan yang

menyangga massa spora seolah-olah terikat atau konidia dalam satu kepala

konidia. Cendawan Gliocladium sp. memarasit inangnya dengan cara menutupi

atau membungkus patogen, memproduksi enzim-enzim dan menghancurkan

dinding sel patogen hingga patogen mati. Mekanisme antagonistik dari

Gliocladium sp. terhadaporganisme lain adalah hiperparasitisme, antibiosis dan

lisis atau kombinasi keduanya. Cendawan ini pertama kali dilaporkan

memproduksi bahan anti cendawan (Anti Fungal) gliotoxin dan virin (Barnett dan

Hunter, 1998).

Suhu optimum perkembangan cendawan ini berkisar antara 25ºC - 28ºC

dan dapat tumbuh pada suhu minimum 4ºC - 8ºC. suhu yang dibutuhkan untuk

perkembangan cendawan beda-beda tergantung dari spesies. Gliocladium

catenulatum Gilm membutuhkan suhu optimum antara 26ºC - 28ºC, sedangkan

Gliocladium roseum Bain tumbuh pada suhu 25ºC - 28ºC, pH optimum untuk

Gliocladium catenulatum adalah 5,6 dan tumbuh kisaran 6,4-8,0 tetapi kisaran pH

yang dapat ditoleransi adalah 3,2 - 10,5 (Barnett dan Hunter, 1972).

Page 20: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

7

Diketahui terdapat cendawan tanah organik yang efektif sebagai agens

pengendalian hayati pada berbagai macam patogen soil borne di antaranya

Gliocladium virens dan Gliocladium roseum. Cendawan ini dapat hidup baik

sebagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, dapat berkompetisi akan

makanan, dapat menghasilkan zat penghambat dan bersifat hiperparasit

(Papavizas, 1985).

Gliocladium virens pertama kali dilaporkan memproduksi bahan anti

cendawan (antifungal) gliotoxin dan viridian. G. virens antibiosis dan hiperparasit

karena dapat menghasilkan beberapa macam toksin yaitu gliotoxin dan gliovirin

(Brian dan Mc Gowan, 1945).

Mengevaluasi lima isolat Gliocladium sp yang dikoleksi dari kedelai.

Hasil pengujian pada media PDA menunjukkan bahwa isolat-isolat Gliocladium

sp bersifat antagonistic terhadap P. aphanidermatum, R. solani, S. rolfsii dan F.

oxysporum. Aplikasi ekstrak kultur antagonis tersebut ke dalam tanah di rumah

kaca tujuh hari sebelum penanaman kedelai menunjukkan isolat Gliocladium

dapat menekan serangan P. aphanidermatum sebesar 90%, R. solani 88,4%, S.

rolfsii 85% (Baker dan Cook, 1974).

Hubungan organisme antara agens antagonis dengan patogen dapat

membantu melalui beberapa hal yaitu parasitisme, antibiosis, kompetisi, predasi

dan lisis Mekanisme antagonis dari Gliocladium sp dan Trichoderma sp terhadap

organisme lain adalah hiperparasitisme, antibiosis dan lisis atau kombinasi

keduanya (Paulitz, 1992; Chet dan Henis, 1985).

Page 21: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

8

2.3 Phythopthora sp.

Phytopthora sp. di areal pertanaman kakao menyebabkan kerugian yang

cukup besar pada daerah-daerah yang beriklim rendah bercurah hujan tinggi.

Penurunan produksi akibat Phythopthora sp. biasa mencapai 10-20%. Infeksi

Phythopthora sp. dapat terjadi pada daun, tunas, batang, akar dan bunga. Namun,

infeksi pada buah, khususnya buah pentil (cherelle), merupakan infeksi yang

menimbulkan kerugian (Siregar, dkk, 1992).

Menurut Menurut Barnet dan Hunter, 1998; Watanabe, 1937; Samson dkk,

1995; Bessey, 1979, klasifikasi Phythopthora sp. adalah sebagai berikut :

Kingdom : Fungi, Divisi : Oomycota, Sub divisi :Phycomycotina,

Kelas : Phycomycetes, Ordo : Peronosporales, Famili : Pythiaceae, Genus

: Phythopthora, Spesies : Phythopthora sp.

Gambar 3. Bentuk mikroskopis Phythopthora sp.

(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)

Cendawan ini mempunyai miselium terdiri dari hifa yang tidak bersepta

berbentuk ramping. Sporangia yang dihasilkan spesifik dalam simpodial,

sporangioforanya bercabang dengan pertumbuhan yang tidak terbatas.

Sporangium dapat terinduksi untuk menghasilkan zoospora. Sporangiumnya yang

gugur langsung berkecambah pada suhu 24ºC, jika suhu udara berkisar 27ºC

terbentuk zoospore yang akan berenang, kemudian membentuk sista apabila

Page 22: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

9

keadaan lingkungan kurang menguntungkan (Alexopoulus, 1962). Zoosporanya

mempunyai dua flagella yang sama panjang, satu flagellum polos menjurus

kebelakang dan satu flagella berbulu menjurus ke depan (Dwidjoseputro, 1978).

Klamidospora aseksual, berdinding tebal dan atau tipis dapat juga

terbentuk dari miselial Phythopthora pada kondisi yang kaya akan nutrisi setelah

2-4 minggu di atas medium V8. Sporangia, zoospora dan klamidospora

Phythopthora sp. keberadaannya dapat ditemukan di tanah dan buah kakao

(Maddison dan Griffin, 1981).

Perkembangan Phythopthora sp., termasuk P. palmivora dipengaruhi

beberapa faktor, diantaranya kelembaban dan suhu (Agrios, 1981). Pembentukan

sporangiumnya optimum pada kelembaban udara 91 - 100%, pada kelembaban

udara 90% selama 7 hari, 47% sporangiumnya masih hidup dan 1% pada

kelembaban udara 60% (Alexopoulus, 1962). Suhu optimum untuk perkembangan

P. palmivora adalah 18-22ºC dan suhu minimum adalah 3ºC dan suhu maksimum

26ºC. Sporangiumnya berkecambah pada suhu yang berkisar antara 15-24ºC dan

suhu optimum 17ºC (Frohlich dan Rodewald, 1970).

Gejala infeksi Phythopthora sp. pada buah adalah terjadi bercak berwarna

kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak

mengandung air yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam.

Bagian buah menjadi busuk dan biji pun turut membusuk. Pembentukan spora

Phythopthora sp. terlihat dengan adanya warna putih diatas bercak hitam yang

telah meluas tadi. Pada temperature 27,5-30ºC dan kelembaban 60-80%,

pembentukan spora sangat giat. Pada batang, gejala yang terlihat berupa bercak

Page 23: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

10

bulat berwarna cokelat didekat pembukaan tanah. Bila kulit kayu dikerok akan

terlihat warna cokelat dan bagian dalam kayu membusuk (Siregar, dkk, 2012).

Menurut Nasaruddin (2012), serangan busuk buah umumnya dimulai dari

pangkal buah dekat tangkai buah menjalar ke bagian ujung buah, tetapi kadang-

kadang dijumpai serangan dimulai dari bagian tengah buah. Penyebaran penyakit

busuk buah terjadi melalui sporangium atau klamidospora yang terbawa atau

terpercik air hujan. Saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan didalam tanah

dengan membentuk klamidospora. Penyakit berkembang dengan cepat pada kebun

yang mempunyai curah hujan tinggi.

2.4 Colletotrichum sp.

Menurut Alexopoulos (1952) jamur yang disebut Colletotrichum dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Phylum : Eumycophyta,

Class : Deuteromycetes, Ordo : Melanconiales, Family : Melanconiales, Genus :

Colletotrichum, Spesies : Colletotrichum sp.

Gambar 4. Bentuk mikroskopis Colletotrichum sp.

(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)

Colletotrichum sp. adalah patogen yang menyerang tanaman cabai pada

semua fase tumbuh, sejak dari pesemaian sampai berbuah. Perkembangan

penyakit ini didukung oleh kondisi lembap dan suhu relatif tinggi. Kehilangan

hasil pada pertanaman cabai dapat mencapai 50−100 % di musim hujan. Kerugian

Page 24: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

11

karena patogen ini menjadi berlipat karena kerusakan dapat pula terjadi pada cabai

di penyimpanan. Patogen menjadi makin penting karena dapat menginfeksi biji

yang akan digunakan sebagai benih. Melihat besarnya potensi kerugian yang

ditimbulkan, maka segala usaha diupayakan untuk mengendalikan Colletotrichum

sp. (Martoredjo, 1984; Williams et al. 1993; Semangun, 2000; Kuswanto, 2000).

Colletotrichum sp. umumnya mempunyai konidium hialin, bersel satu,

berukuran 9-24 x 3-6 μm tidak bersekat, jorong memanjang, terbentuk pada ujung

konidiofor yang sederhana. Pada saat berkecambah konidium yang bersel satu tadi

membentuk sekat. Pembuluh kecambah membentuk apresorium sebelum

mengadakan infeksi. Diantara konidiofor biasanya terdapat rambut-rambut (seta)

yang kaku dan berwarna coklat tua. Spora Colletotrichumsp. tumbuh baik pada

suhu 25-28°C, sedang suhu di bawah 5°C dan diatas 40°C tidak dapat

berkecambah. Pada kondisi yang lembab, bercak - bercak pada daun akan

menghasilkan kumpulan konidia yang berwarna putih. Faktor lingkungan yang

kurang menguntungkan seperti peneduh yang kurang, kesuburan tanah yang

rendah, atau cabang yang menjadi lemah karena adanya kanker batang. Jamur

juga dapat menginfeksi melalui bekas tusukan atau gigitan serangga (Semangun,

2000).

Cendawan Colletotrichum sp. menghasilkan konidia dalam jumlah

banyak. Konidia terbentuk pada permukaan bercak pada daun terinfeksi, dan

konidia tersebut mudah lepas bila ditiup angin atau bila kena percikan air hujan.

Konidia sangat ringan dan dapat menyebar terbawa angin sampai ratusan

kilometer sehingga penyakit tersebar luas dalam waktu yang singkat (Soepena,

1995).

Page 25: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

12

Pengendalian penyakit antraknosa yang paling umum adalah dengan

fungisida karena dianggap dapat mengendalikan penyakit secara cepat,

pengaruhnya langsung dapat dilihat dan praktis (Bailey & Jeger, 1992; Untung,

2001) Berdasarkan cara kerjanya pada tanaman, fungisida dibedakan atas

fungisida kontak dan fungisida sistemik. Fungisida kontak hanyamenutup

permukaan tanaman dan mematikan atau menghambat patogen yang kontak atau

bersentuhan dengannya. Kelebihan fungisida kontak adalah cara meracunnya

dalam tubuh jamur yang beragam sehingga tidak menimbulkan ketahanan.

Berbeda dengan fungisida kontak, fungisida sistemik diserap oleh tanaman,

kemudian didistribusikan ke seluruh bagian tanaman sehingga dapat menghambat

perkembangan patogen dalam tanaman yang telah terinfeksi.

Kelemahan fungisida sistemik adalah memiliki sasaran bunuh yang

spesifik sehingga mengakibatkan munculnya ketahanan dari patogen. Ketahanan

adalah keadaan alami yang timbul sebagai reaksi perlawanan dari patogen yang

terpapar suatu senyawa kimia secara terus menerus, terutama senyawa yang

memiliki sasaran bunuh yang spesifik. Risiko semacam ini telah dilaporkan dan

masih menjadi masalah di bidang pertanian. Ketahanan dapat dihindari, yaitu

dengan aplikasi bergantian antara fungisida sistemik dengan fungisida kontak.

Cara ini memerlukan banyak biaya, waktu, dan tenaga. Cara lain adalah dengan

menggunakan campuran fungisida sistemik dan kontak (Georgopoulos, 1982).

Penyakit ini menyerang hampir diseluruh tahap pertumbuhan tanaman,

termasuk saat pasca panen. Serangan pada persemaian dapat juga terjadi akibatnya

bibit tanaman akan mengalami rebah kecambah atau dumping off. Pada tanaman

dewasa dapat menyebabkan mati pucuk (dieback), kemudian diikuti infeksi lebih

Page 26: KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …

13

lanjut pada buah. Serangan Colletorichumsp. menyerang daun, buah hijau, batang

dan buah matang . Gejala utama timbul terutama pada buah, baik buah muda atau

buah tua (matang) akan tampak bercak-bercak yang semakin lama semakin

melebar. Serangan pada buah, awalnya hanya timbul bercak kecil yang lama-

kelamaan akan melebar ke bawah dan memenuhi seluruh bagian tanaman. Pada

bercak tersebut jika diperhatikan dengan seksama pada bagian tanaman yang

terserang akan tampak bintik-bintik yang merupakan cendawan penyakit tersebut.

Selanjutnya buah akan mengerut dan akhirnya akan mengering dengan warna

kehitaman (Rusli,dkk,1997).

Tanda selanjutnya ialah buah akan membusuk dan rontok. Serangan yang

berat dapat menyebabkan seluruh buah mengering dan mengerut (keriput).

Cendawan tersebut bereproduksi dengan membentuk massa dalam aservulus. Bila

menyerang bagian tanaman yang lain gejala-gejalanya akan tampak mulai dari

bagian ujung atau pucuk tanaman. Cara terbaik untuk mengurangi sumber

inokulum penyakit ini melalui penggunaan benih yang bebas penyakit antraknosa

hujan (Semangun, 2000).