dampak pekerjaan terhadap penyakit tht

Post on 25-Oct-2015

43 Views

Category:

Documents

4 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

dampak pekerjaan terhadap penyakit tht

TRANSCRIPT

PEMBIMBING:DR. WAHYU HIDAYAT,SP.THT

DISUSUN OLEH:FARIDA ARRIYANI (FK-TRISAKTI 06.089)JOANNE NATASHA (FK-TRISAKTI 06.131)

Pembimbing

…………………………..Dr. Wahyu Hidayat, Sp. THT

(Jakarta, Februari 2011)

Sejak dimulainya revolusi industri, ilmu pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan maupun dampak akibat pekerjaan telah berkembang pesat sesuai kebutuhan masyarakat industri.

Salah satu faktor yang dapat mengganggu kesehatan pekerja adalah kebisingan di tempat kerja. Selain itu adanya debu di tempat pabrik atau pekerja yang sering terpapar dengan bahan-bahan kimia juga dapat mengakibatkan dampak pada kesehatan , terutama yang akan dibahas dalam bidang THT

DAMPAK PEKERJAAN TERHADAP TELINGA

Telinga : bagian luar, tengah, dan dalamFungsi : keseimbangan

pendengaran

Telinga luar Daun telinga : tulang rawan elastin dan

kulit. Liang telinga : tulang rawan pada sepertiga

bagian luar dan dua per tiga dalam terdiri dari tulang. Terdapat kelenjar serumen dan rambut.

Membran timpani

Telinga Tengahterletak di dalam pars petrosa ossa temporalis yang terdiri dari cavum timpani

batas luar yaitu membrane timpani : pars flaksida (bagian atas), pars tensa ( bagian bawah)

batas depan tuba eustachius batas bawah vena jugularis batas belakang aditus ad antrum, canalis

fasialis pars vertikalis, batas atas yaitu tegmen timpani(meningen/otak)

batas dalam yaitu canalis semisircularis horizontal, canalis facialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium

Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran:

anterior superioranterior inferiorposterior superiorposterior inferiorTulang pendengaran : maleus, inkus,

stapesTuba eustachius : menghubungkan

daerah nasofaring dengan telinga tengah

Telinga Dalamterletak pada pars petrosa os temporalTerdiri dari : vestibulum canalis semisircularis koklea sebagai labirin osseus serta utriculus,

saculus tiga ductus semisircularis dalam canalis

semisircularis, dan ductus cochlearis sebagai labirin membranaceus

Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval,berukuran 5x3mm yang memisahkan koklea dan kanalis semisircularis. Terdapat utriculus dan saculus di dalamnya.

Canalis Semisircularis terbagi menjadi 3 buah yaitu superior, posterior dan latetral, yang saling tegak lurus satu sama lain dan masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran.

Koklea berbentuk seperti rumah siput. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibula di bagian atas, skala timpani di bagian bawah, dan skala media (duktus koklearis) di antara nya. Skala vestibula dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.Dasar skala vestibule disebut sebagai membrane Reissner sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis, dimana pada membran ini terdapat organ corti. Pada membrane basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar yang membentuk organ corti.

energi bunyi dari telinga luar ditangkap getarkan membrane timpani telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, incus, stapes) jendela oval gerakan pada cairan telinga dalam (koklea) getarkan membrana basilaris pembengkokan rambut sel-sel rambut reseptor organ corti perubahan potensial di sel-sel reseptor perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang terbentuk di saraf auditorius perambatan potensial aksi ke korteks auditorius di lobus temporalis untuk persepsi suara. (area 39-40).

Bunyi /Nada/Suarasesuatu yang dapat didengarmerupakan energi yang merambat melalui media (padat, cair, gas) diterima oleh telingaKualitas bunyi tergantung: intensitas suara, frekuensi getaran, dan level tekananTelinga manusia frekuensi 20 sampai 20.000 siklus per detik ,paling peka antara 1000-4000 siklus per detik (Hz)Yang sering mengalami kerusakan organ Corti untuk reseptor bunyi berfrekuensi 3.000 sampai 6.000 Hz dan yang terberat pada frekuensi bunyi 4.000 Hz

Intensitas atau Kepekakan suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara .

Semakin besar amplitudo , semakin keras (pekak) suara

Kepekakan dinyatakan dalam desibel (db), dimana setiap 10 db menandakan kepekakan sepuluh kali lipat. Bising yang intensitasnya 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam.

Nilai ambang batas kebisingan adalah besarnya level suara dimana tenaga kerja masih dalam batas aman untuk bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.

Bisingcampuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensiKebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak

dikehendakiJenis paparan bising : a). Bising terus menerus (continuous): bising relatif

stabil , tidak terputus-putus, dimana seorang tenaga kerja terpajan untuk masa kerja 8 jam per hari atau 40 jam seminggu. Biasanya dihasilkan oleh mesin-mesin berputar (rotary equipment) ataupun udara yang keluar dengan tekanan tinggi pada saluran yang sempit

b). Bising yang terputus-putus (Intermittent): diterima pekerja secara terputus-putus selama 8 jam kerja per hari, misalnya seorang pengawa yang sedang memeriksa pegawainya

c). Bising yang menghentak dan terputus-putus (Impulsive/Impact Type Noise): terputus-putus dan menghentak dengan keras, biasanya ditimbulkan oleh hentakan palu penumbuk tiang pancang, mesin press, ledakan,senjata api.

Suara Kekuatan Dalam Desibel (dB)

Perbandingan dengan suara terhalus yang masih dapat didengar

Ambang dengarGemerisik DaunDetak Jam Tangan, bisikanKantor yang tenangPembicaraan NormalVacuum CleanerTeriakan, mesin pabrikKonser musik rock Pesawat jet lepas landas

0 db10 db20 db50 db60 db70 db90 db120 db150 db

10 kali lebih kuat100 kali lebih kuat1 juta kali lebuh kuat1 miliar kali lebih kuat1 triliun kali lebih kuat1 kuadriliun kali lebih kuat

Tabel 1. Kekuatan Relatif Suara Yang Biasa Didengar2,4

Maka ambang dengar yang dapat didengar manusia adalah 0 db yang terendah, sedangkan yang tertinggi adalah 140db

Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekuensi bunyi, intensitas, dan lama waktu paparan, dapat berupa

(i). Adaptasi, dimana mula-mula telinga akan terganggu dengan bising , dan lama kelamaan telinga terbiasa

(ii). Peningkatan ambang dengar sementara, berlangsung beberapa menit samapi beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya

(iii). Pendengaran ambang dengar menetap, terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, antara 3-20 tahun terjadi pemaparan

bersifat akut akibat bunyi atau ledakan yang sangat keras. Kelainan ini terbatas pada efek akibat paparan tunggal atau paparan berulang yang relatif jarang akibat bunyi yang sangat keras. Intensitas suara yang sangat tinggi dapat merusak struktur yang terdapat dalam telinga yang mengakibatkan gangguan fungsi. Contoh: ledakan yang sangat keras dapat menyebabkan pecahnya gendang telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran atau koklea.

Disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja

Sifat ketuliannya : tuli saraf koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga

Hal yang mempermudah : intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga ( obat ototoxic), kerentanan individu, jenis kelamin, usia, kelainan di telinga tengah

Ketulian Sementara ( Noise Induced Temporary Threshold Shift / NITTS)Disebabkan oleh peningkatan ambang pendengaran akibat paparan bising yang menyebabkan gangguan sensitivitas pendengaran yang bersifat reversibel. Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan bervariasi tergantung pada intensitas bising dan lamanya paparan. Apabila beristirahat di luar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal.

Ketulian Permanen (Noise Induced Permanent Threshold Shift/ NIPTS)Disebabkan oleh efek kumulatif paparan bising yang berulang selama beberapa tahun (periode yang lama) yang bersifat irreversibel dan tidak ada kemungkinan pulih kembali. Jika keadaan ini berlangsung terus-menerus maka pemulihan akan terhambat dan mengakibatkan ketulian permanen.

“Standar pemajanan bising telah

ditetapkan oleh Kepmenaker No.51 tahun

1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika di tempat kerja, menetapkan

pemajanan maksimum yang diperbolehkan

uaitu 85 dBA untuk 8 jam sehari tanpa alat

perlindungan pendengaran”

Paparan bising yang berulang selama periode waktu yang panjang dapat

merusak struktur telinga dalam (koklea). Struktur tersebut sangat peka

terhadap pengaruh bising yang merusak sel-sel reseptor (sel-sel rambut).

Tergantung dari derajat beratnya, paparan bising dapat mengakibatkan

kerusakan yang terbatas pada sel rambut , dimana stereosilia pada sel-sel

rambut menjadi kuarang kaku sehingga mengurangi respon terhadap

stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan

dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia dan lebih

lanjut menyebabkan kerusakan total pada organ Corti. Mekanisme primer

dari ketulian akibat bising adalah perubahan fisiologi dan kimia yang

menyebabkan stres metabolik yang menyebabkan disfungsi sel rambut

dengan akibat ketulian sementara atau destruksi sel rambut yang

mengakibatkan ketulian permanen.

Tuli akibat bising selain berpengaruh terhadap pendengaran, juga dapat mempengaruhi non auditory, berpengaruh dalam komunikasi berbicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai fungsi sosial . Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. NIHL bermanifestasi sebagai kurang pendengaran terkadang disertai tinnitus ( berdenging di telinga), bersifat tuli sensorineural, hampir selalu bilateral. Bila sudah cukup berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti.

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik, dan otoscopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.

Anamnesa riwayat pekerjaan : tempat kerja pada saat awal terganggu pendengarannya, jenis tugas yang dilaksanakan,lama kerja ,usia pada masa aktivitas kerja, lokasi tempat bekerja, Produk yang dihasilkan, jenis pelayanan tugas kerja, kondisi alat pelindung diri dan lama penggunaan saat bekerja, intensitas suara bising di tempat kerja, jenis suara bising, lama paparan pada tiap tahapan, suasana si sekeliling sumber bising dihasilkan, jauhnya paparan dari sumber bising, posisi pada saat bekerja, riwayat pekerjaan militer, riwayat penyakit telinga yang pernah diderita.

Pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan Pemeriksaan audiologi: tes penala didapatkan tes rinne

positive, weber lateralisasi ke telinga yang pendengaran nya lebih baik dan schwabach memendek.Kesan jenis ketulian nya adalah sensorineural

Pemeriksaan audiometric nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik.

Orang yang menderita tuli saraf koklea sangat terganggu dengan bising latar belakang sehingga bila berkomunikasi di tempat ramai, akan kesulitan mendengar3,5.

a). Intensitas bisingIntensitas bising maksimal yang dapat di toleransi adalah di bawah 85 dB

b). Durasi dan lamanya paparanUntuk mencegah timbulnya gangguan pendengaran pada pekerja yang bekerja pada lingkungan dengan intensitas bising di atas 85 dB, durasi paparan per hari dibatasi sesuai dengan intensitas bising. Durasi paparan yang diperbolehkan menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration)

Intensitas Bising (dB) Lama Kerja per Hari (jam)

85-90

92

95

97

100

102

105

110

115

8

6

4

3

2

1,5

1

0,5

0,25

Tabel 2. Durasi Paparan Per Hari Menurut Intensitas Bising

c). Faktor Biologi Pekerja(i).usia(ii). Status kesehatan(iii). Penggunaan obat-obat Ototoxic(iv). Penggunaan alat pelindung

telinga

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerja nya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga berupa sumbat telingam tutup telinga dan pelindung kepala. Tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan komunikasi dapat dicoba alat bantu dengar (ABD). Latihan pendengaran dengan ABD dibantu dengan ucapan bibir, mimikm dan gerakan anggota badan, serta bahas isyarat untuk dapat berkomunikasi3.

Pengukuran Pendengaran : pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja dan pengukuran pendengaran secara periodik dengan audiometer.

Pengendalian suara bising . a). Pengendalian pada sumber bising (noise source)b). Pengendalian admministratif (pembatasan waktu pemajanan),c). Penggunaan alat pelindung pendengaran

Analisa Bising : menilai intensitas bising, frekuensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising, dengan alat Sound Level Meter (SLM)

DAMPAK PEKERJAAN TERHADAP HIDUNG

Hidung luar : kerangka tulang dan tulang rawan

Kerangka tulang : tulang hidung (os nasal) prosessur frontalis os maksila dan prosesus nasalais os frontal

Kerangka tulang rawan : sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis inferior (kartilago alar mayor) dan tepi anterior kartilago septum.

medial : septum nasi lateral : 4 buah konka (inferior,

media, superior, suprema) inferior : dasar rongga hidung,

dibentuk oleh os maksila dan os palatum

superior : dibentuk oleh lamina kribriformis

Meatus inferior : muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius : muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior

meatus superior : muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid

Bagian atas rongga hidung : a.etmoid anterior dan posterior a.oftalmika a.karotis interna

Bagian bawah rongga hidung : cabang a.maksilaris interna (a.palatina mayor dan a.sfenopalatina)

Bagian depan hidung : cabang-cabang a.fasialis Bagian depan septum : anastomosis

a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor pleksus Kiesselbach

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya

Bagian depan dan atas rongga hidung : n.etmoidalis anterior n.nasosiliaris n.oftalmikus

Rongga hidung lainnya : n.maksila melalui ganglion sfenopalatina.

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius.

Mukosa pernafasan (mukosa respiratori): epitel torak berlapis semu (pseudostratified columnar epithelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet sebagian besar rongga hidung

Mukosa penghidu (mukosa olfaktorius) : epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium) atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum

Mukosa diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya

Fungsi silia : gerakan silia yang teratur palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring membersihkan dirinya sendiri dan mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.

Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local.

Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu.

Fungsi fonetik yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas

Refleks nasal

Rinitis :radang membran mukosa hidung.

RHINITIS ALERGI Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang

disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986)

WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasanMisalnya: tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan serta jamur.

Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makananMisalnya: susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting dan kacang-kacangan.

Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukanMisalnya: penisilin dan sengatan lebah.

Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosaMisalnya: bahan kosmetik, perhiasan.

Dahulu dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya:

Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Saat ini berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi 3:

Intermiten (kadang-kadang) : Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

Persisten/menetap : Bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Anamnesis : serangan bersin yang berulang (khas),terjadi lebih dari 5 kali tiap serangan, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang disertai banyak air mata keluar (lakrimasi), alergic shiner yaitu terdapat bayangan gelap di bawah mata terjadi karena stasis veba sejunder akibat obstruksi hidung, alergic salute yaitu pasien sering menggosok-gosok bagian hidung nya, yang lama kelamaan akan menimbulkan garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah yang disebut alergic crease.

Pemeriksaan fisik: Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan hitung eosinofil dalam darah tepi, dapat ditemukan hasil normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria

Terbaik menghindari kontak dengan allergen penyebabnya dan eliminasi.Simptomatis

(i). Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1 (klasik) dan generasi 2 (non sedatif)

(ii). Dekongestan, Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun sistemik. Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah pseudoephedrine HCl dan Phenylpropanolamin HCl.

(iii). Kortikosteroid, terutama untuk sumbatan hidung , yang sering dipakai adalah kortikosteroid topical (beklometason, budesonid, flutikason)Operatif : konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat3

Rhinitis non alergika harus dapat dibedakan dengan rhinitis alergika.

Kedua nya merupakan keadaan inflamasi dari mukosa hidung yang juga mempunyai gejala klinis rinore, bersin-bersin, hidung gatal, serta hidung tersumbat.

Diagram 1. Epidemiologi Rhinitis

(1). Rhinitis infeksiosa (2). Rhinitis vasomotor(3). Rhinitis akibat pekerjaan atau

Occupational Rhinitis(4). Rhinitis hormonal(5). Drug induced Rhinitis(6). Rhinitis Gustatory(7). Rhinitis non alergi dengan eosinofilia

sindrom

Rhinitis akibat pekerjaan (Occupational Rhinitis) akan menimbulkan gejala hanya bila di tempat pekerjaan. Hal ini biasanya disebabkan oleh alregen iritan yang ada pada bidang pekerjaan seperti debu kayu, bulu binatang, bahan-bahan kimia yang terhirup, dan metal salts. Rhinitis akibat pekerjaan diklasifikasikan menjadi rhinitis yang disebabkan karena pekerjaan dan rhinitis yang dieksaserbasikan akibat perkerjaan. Untuk dapat membedakannya dengan anamnesis gejala klinis yang dialami pasien serta riwayat pekerjaan nya, termasuk tugas pekerja, keadaan dalam lingkungan kerja, perubahan yang ada dalam material kerja, keadaan kebersihan lingkungan kerja.Untuk menegakan diagnosis Rhinitis non alergi didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, juga uji provokasi hidung (nasal provocation test).

DAMPAK PEKERJAAN TERHADAP TENGGOROK

Rongga Laring Batas atas : aditus laring batas bawah : pinggir bawah kartilago krikoid Batas depan : permukaan belakang epiglotis,

tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid

Batas lateral : membrane kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid

Batas belakang : m. aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.

Lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu)

Antara plika vokalis kiri dan kanan rima glottis

Antara kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli

Rongga laring : vestibulum laring, glotik dan subglotik.

Persarafan Laring cabang-cabang nervus vagus : n. laringis superior dan n.laringis inferior (campuran saraf motorik dan sensorik)

Pendarahana. laringis superior cabang a. tiroid superior memperdarahi mukosa dan otot-otot laringa. laringis inferior cabang dari a. tiroid inferior memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a. laringis superior.

Laring berfungsi untuk :ProteksiBatukRespirasiSirkulasiMenelanEmosiFonasi

Penyalahgunaan suara (vocal abuse) adalah setiap perilaku atau peristiwa yang melukai lipatan vokal (pita suara) berbicara berlebihan, kliring tenggorokan, batuk, menghirup bahan iritasi, merokok, menjerit, atau berteriak perubahan sementara atau permanen fungsi vokal, kualitas suara, dan kemungkinan kehilangan suara.

PengacaraGuruPendetaPemandu sorakPengguna suara profesional seperti

penyanyi dan aktor

"gangguan suara hyperfunctional" Laringitis

Laringitis adalah peradangan atau pembengkakan lipatan vokal. Ini mungkin disebabkan oleh penggunaan suara yang berlebihan, infeksi bakteri atau virus, bahan kimia iritan yang terhirup atau akibat gastroesophageal reflux.

Vocal nodulekecil dan jinak, tumbuh pada pita suara paling umum yang langsung berhubungan dengan penyalahgunaan suara "singer’s nodesNodul vocal biasanya terbentuk berpasangan, satu pada setiap lipatan vokal. Nodul terbentuk di daerah yang menerima tekanan yang paling tinggi ketika lipatan berkumpul untuk bergetargejala : suara serak, bernada rendah, dan sedikit desah.

Vocal polip (edema Reinke atau polypoid degenerasi)pertumbuhan jinak yang mirip dengan nodul vokal tetapi lebih lembut. Sering terbentuk hanya pada satu pita suaraGejala : desah suara bernada rendah, serak mirip dengan suara orang yang telah nodul vokal.

Contact ulcersjarang terjadi pada penyalahgunaan vokal. Pada orang yang menggunakan terlalu banyak tenaga saat menggunakan vokal lipatan untuk berbicara. Gaya yang berlebihan menyebabkan luka atau ulserasi dekat kartilago laring.gejala : suara mereka mudah lelah dan mungkin merasa nyeri pada tenggorokan, terutama saat berbicara.

Vokal polip

Contact Ulcer

Vokal Nodul

anamnesis : suara serak suara yang mendesah nyeri pada tenggorok pekerjaan pasien

pemeriksaan : laringoskopi hiperemis pada tepi atau difus lipatan vocal dengan kongesti vascular, nodul, polip, ulcer

o dari laringitis (suara serak pada saat bangun)

o disfonia psikogenik (bervariasi, terjadinya tanda tidak tetap)

o disfonia hormonal (pola konstan disfungsi)

o disfonia hyperfuntional primer

hilangkan perilaku vokal yang menciptakan gangguan suara terapi suara dengan mempelajari teknik-teknik vokal baik seperti dukungan nafas yang tepat untuk pembicaraan atau menghilangkan penyuaraan yang kuat dengan tidak banyak berbicara (vocal rest).

beberapa kasus mungkin operasi diperlukan untuk menghilangkan pertumbuhan dari lipatan vokal

TERIMAKASIH

top related