chapter i
Post on 30-Jul-2015
24 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan peradaban modern eksistensi suatu perusahaan atau dunia usaha
terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian
dunia usaha hingga saat ini adalah soal tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility) yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Sebagai
bagian dari konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan
tanggung jawab sosial perusahaan mengalami rumusan konseptual yang terus
berubah, sejalan dengan perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri.
Pada awalnya dan untuk waktu yang sangat panjang, dunia usaha barang kali tidak
perlu atau tidak pernah berfikir mengenai tanggung jawab sosial. Hal ini karena
proposi teori klasik, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith tugas korporasi
diletakkan semata-mata mencari keuntungan, “the only duty of the corporation is to
make profit.1 Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah
meningkatkan keuntungan.
Secara perlahan ideologi “ the only duty of the corporation is to make profit”
yang dianut oleh korporasi telah berubah dengan munculnya kesadaran kolektif
bahwa kontiunitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa dukungan
yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya seperti, manajer, konsumen,
1 Sofyan Djalil, Kontek Teoritis dan Praktis Corporate Social Responsibility, Jurnal Reformasi
Ekonomi Vol.4. No.1 Januari-Desember 2003, hal.4.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
buruh dan anggota masyarakat. Inti dari pandangan ini adalah bahwa dunia usaha
tidak akan sejahtera jika stakeholdernya juga tidak sejahtera.2
Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki sisi tangung jawab
ekonomis kepada para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan
menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah, seperti
membayar pajak, memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan), dan ketentuan lainnya. Namun, jika perusahaan ingin eksis dan
ekseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial.3
CSR pertama kali muncul dalam diskursus resmi-akademik sejak hadirnya
tulisan Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen tahun 1953 (Harper
and Row, New York). CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu kewajiban pelaku
bisnis untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan berbagai tindakan
yang harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Singkatnya,
konsep CSR mengandung makna, perusahaan atau pelaku bisnis umumnya memiliki
tanggung jawab yang meliputi tanggung jawab legal, ekonomi, etis, dan lingkungan.
Lebih khusus lagi, CSR menekankan aspek etis dan sosial dari perilaku korporasi,
seperti etika bisnis, kepatuhan pada hukum, pencegahan penyalahgunaan kekuasaan
dan pencaplokan hak milik masyarakat, praktik tenaga kerja yang manusiawi, hak
2 Eddie Riyadi, Tanggung Jawab Bisnis Terhadap Ham, (diakses tanggal 16 Januari 2008,
http://www.elsam.or.id. 3 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Surabaya : CV.Ashkaf Media
Grafika, 2007), hal.xxiii.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
asasi manusia, keamanan dan kesehatan, perlindungan konsumen, sumbangan sosial,
standar-standar pelimpahan kerja dan barang, serta operasi antar negara.4
Wacana CSR semakin terasa dengan diterbitkannya buku ”Silent Spring”
karangan Rachel Carson yang membahas pertama kalinya tentang persoalan
lingkungan dalam tataran global. Karyanya menyadarkan bahwa tingkah laku
korporasi mesti dicermati sebelum berdampak menuju kehancuran.Sejak itu,
perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat
perhatian kian luas.Pemikiran korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam
The future Capitalism yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Menurutnya,
kapitalisme-yang menjadi mainstream saat itu tidak hanya berkutat pada masalah
ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis
apa yang nantinya disebut sustainable society. 5
Di era 1970 an CSR dianggap sebagai isu marjinal tetapi kemudian para
pebisnis dan pemimpin pemerintahan menyadari sepenuhnya bahwa mustahil
membebankan seluruh pemecahan masalah kemiskinan dan kerusakan lingkungan
dipundak pemerintah, sementara di lain sisi, pihak perusahaan punya kekuatan yang
hampir sama dengan pemerintah karena kemampuan ekonominya.6
Di Indonesia kesadaran para pelaku bisnis dalam menerapkan CSR relatif baru,
yaitu awal 1990. Adanya anggapan para pelaku bisnis di Indonesia bahwa tanggung
4 Eddie Riyadi, op.cit ., 5 Yusuf Wibisono, op.cit., hal. 5. 6 Eddie Riyadi, loc.cit.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
jawab sosial dipandang sebagai aktivitas yang bersifat buang-buang biaya. Padahal
program CSR justru memberikan banyak keuntungan pada perusahaan.7
Secara perlahan dalam dunia usaha di Indonesia mulai muncul spektrum baru
berkaitan dengan pentingnya dunia usaha mempertajam kesadaran mereka tentang
tanggung jawab sosial perusahaan. Korporasi harus memandang bahwa tanggung
jawab sosial perusahaan perlu diupayakan di lingkungan internal dan eksternal
perusahaan. Dalam lingkup internal perusahaan, implementasi CSR merupakan
keputusan strategis perusahaan yang secara sadar di desain sejak awal untuk
menerapkan lingkungan kerja yang sehat, kesejahteraan karyawan, aspek bahan baku
dan limbah yang ramah lingkungan, serta semua aspek dalam menjalankan usaha
dijamin tidak menerapkan praktek-praktek jahat. Dalam lingkup eksternal
implementasi CSR harus dapat memperbaiki dalam aspek sosial dan ekonomi pada
lingkungan sekitar perusahaan pada khususnya serta lingkungan masyarakat pada
umumnya. Tanggung jawab eksternal ini menjadi kewajiban bersama antar entitas
bisnis untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan yang
berkelanjutan. Maka tidak berlebihan seperti judul dalam konperensi CSR,
bahwa dalam sebuah entitas bisnis, responsible business is good business. 8
Pembangunan industri sebenarnya memiliki dampak positif dapat
menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi
aset pembangunan nasional maupun daerah. Namun kenyataan selama puluhan
7 http://www.masyarakatmandiri.org, (diakses tanggal, 11 September 2008) 8 Ibid.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
tahun praktik bisnis dan industri korporasi Indonesia cenderung memarginalkan
masyarakat sekitar, tetap tidak bisa ditampik. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, mengenai permasalahan dan agenda
pembangunan, menegaskan bahwa telah terjadi ekses negatif dari pembangunan,
yaitu kesenjangan antar golongan pendapatan, antar wilayah dan antar kelompok
masyarakat.9
Masyarakat yang sejak awal telah miskin, kenyataannya semakin
termarginalkan dengan kehadiran berbagai jenis korporasi. Korporasi tidak
melaksanakan CSR secara baik terhadap masyarakat. Alih-alih melibatkan dan
memberdayakan masyarakat sekitar dengan melakukan community
development,10 korporasi cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Jika
pun ada program yang dilakukan oleh korporasi, biasanya bersifat charity, seperti
memberi sumbangan, santunan, sembako, dan lain-lain. Program charity ini menjadi
dalih bahwa mereka juga memiliki kepedulian sosial. Dengan konsep charity,
kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula, tetap marginal.
Charity menjadi program yang tidak tepat sasaran karena tidak bisa memutus rantai
kemiskinan.11
9 Oky Syaiful R.Harahap, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http: //www. sarwono. net/
artikel.php?id (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008) 10 Baca Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial,
Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains, 2007) hal.234 bahwa Arif Bidimanta menyatakan Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna tercapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya.
11 Oky Syaiful R.Harahap., op.cit
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat
merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para
pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang
harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi, dalam hal
ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang
terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan
subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab
hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, dimana tanggung jawab moral ini
dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut.12
Dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu
sendiri, diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya punya
tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer
perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung
jawab dan kewajiban moral kepada orang banyak dan pihak lain yang berkaitan
dengan kegiatan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer
perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan
hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur masyarakat setempat
dan seterusnya.Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer
12 I Nyoman Tjager, et al, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas
Bisnis Indonesia), (Jakarta : PT. Prehalindo, 2002), hal. 142
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
perusahaan tidak hanya tertuju kepada shareholders (pemegang saham) tetapi juga
kepada stakeholders pada umumnya.13
Selain itu perusahaan sebagai subjek hukum seyogyanya juga menjadi mahluk
sosial yang pemperhatikan lingkungan sosialnya sehingga perusahaan itu tidak
dirasakan sebagai sesuatu yang asing di lingkungannya. Hal ini sangat penting,
terutama jika kita berbicara tentang perusahaan raksasa yang terkadang merupakan
“negara dalam negara” karena besarnya. Banyak perusahaan raksasa yang justru
berprilaku sebagai penguasa daerah dan mendikte pemerintah daerah. Satu dan lain
hal karena pemerintahan daerah sangat bergantung pada perusahaan raksasa tersebut,
baik itu pajak, retribusi, lapangan kerja, realisasi maupun pembangunan masyarakat
(Community Development).14
Mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial di dalam pengertian
good governance, yang subtansi dan pelaksanaanya menunjang pembangunan yang
stabil dengan syarat yang utama efisiensi dan pemerataan. Dalam pelaksanaannya,
good governance mengandalkan rule of law terutama yang mencakup bidang
ekonomi dan politik, penentuan kebijakan yang transparan, pelaksanaan kebijakan
yang accountable, birokrasi yang berkualitas dan juga masyarakat yang capable.15
13 Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, (Bandung : CV. Alfabeta, 2007), hal.28 14 Todung Mulia Lubis, Corporate Responsibility, http://www.com.id.org, (diakses pada
tanggal, 18 Januari 2008) 15 Emil Salim, Good Governance dan Masyarakat Warga, Jurnal Transparansi Edisi 15/Des
1999, Jurnal Transparansi Online http://www.transparansi.or.id/ majalah/edisi15/15 berita (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008)
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Mochtar Kusumaatmadja mencatat bahwa hukum sebagai sarana pembangunan
bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur
arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan.
Dalam konteks perusahaan, berarti hukum berperan penting tidak hanya terhadap
pemegang saham (shareholders), tapi juga mengatur berbagai pihak (stakeholders)
dalam kegiatan korporasi agar berjalan sesuai dengan koridor keadilan sosial, selain
untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi secara teratur.16
Harapan adanya peraturan yang baik serta dijalankannya law enforcement.
Peraturan yang baik berarti peraturan yang memenuhi nilai-nilai yang hidup dan
berkembang di masyarakat (living law). Bukan saja masyarakat sekitar lokasi
perusahaan, melainkan juga masyarakat dunia usaha itu sendiri. Beberapa korporasi
mulai sadar akan pentingnya menjalankan tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat, tapi lebih banyak lagi korporasi yang mangkir dari kewajibannya itu.
Karena itu perlu suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur konsep dan
jenis CSR dalam rangka law enforcement dan peningkatan ekonomi lokal dan
nasional. 17
Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai CSR diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Sebagai pengganti Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam Undang-undang
PT Nomor 40 Tahun 2007, pasal 74 ayat (1) menyatakan perseroan yang
16 Oky Syaiful R. Harahap, op.cit. 17 ibid
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan lingkungannya. Ayat (2)
berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat (3) menyatakan
perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) berbunyi ketentuan
lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan
pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa CSR, sangat dipandang perlu dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari korporasi.
Diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas ini, mengisyaratkan bahwa CSR awalnya bersifat sukarela menjadi sebuah
tanggung jawab yang diwajibkan. Namun Undang-undang Perseroan Terbatas secara
eksplisit tidak mengatur berapa jumlah nominal dan atau berapa besaran persen laba
bersih dari suatu perusahaan yang harus disumbangkan. Karena, pengaturan lebih
lanjut merupakan domain daripada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai manifestasi
dari Undang-undang, dan saat ini Peraturan Pemerintah tersebut masih dibahas oleh
pemerintah.18
Jauh Sebelum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan
Terbatas ini diundangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menerapkan
18 Andi Firman, Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan, http://www. kutaikartanegara. com/ forum/
viewtopic (diakses tanggal, 18 Januari 2008)
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
CSR yang diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sebagai manipestasinya
telah dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003
tanggal 17 Juni 2003 dan Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003
tanggal 16 September 2003. Dengan demikian BUMN dapat dikatakan telah jelas
aturan mainnya karena sudah ada Undang-undang tersendiri. BUMN merupakan
perusahaan yang dimiliki oleh negara, bahkan pola CSR mereka sudah rinci aturan
pelaksananya.
Praktik CSR oleh BUMN ini menarik untuk dikaji disebabkan oleh faktor
pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan kedermawanan sosial BUMN
ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena sifat dan statusnya sebagai
perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh motif pengurangan pajak (tax
deduction) sebagaimana menjadi pengharapan perusahaan-perusahaan swasta.
Kendati pajak tetap merupakan kewajiban bagi BUMN, kewajiban ini tidak serta
merta mempengaruhi kelancaran kegiatan atau operasi BUMN.Kedua, terdapat
instrumen ”pemaksa” berupa kebijakan pemerintah; dimana melalui Kepmen BUMN
Nomor: Kep-236/MBU/2003, perusahaan BUMN menjalankan Program Bina
Lingkungan (PKBL). Sehingga dengan praktik derma yang imperatif tersebut
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
dimungkinkan bahwa potensi rata-rata sumbangan sosial perusahaan-perusahaan
BUMN lebih besar dari perusahaan-perusahaan swasta.19
BUMN merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi strategis
negara-negara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai pengaruh utama dalam
pembangunan negara-negara dunia ketiga. Setidaknya, BUMN diperlukan dalam
pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan menempatkan dirinya untuk
berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas ekonomi. 20
Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis tertarik menganalisis Implementasi
Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap masyarakat di lingkungan PTPN
IV (Studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan
BUMN?
2. Bagaimanakah implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan
PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?
3. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility terhadap
masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?
19 Fajar Nussahid, Praktik Kedermawanan Sosial BUMN : Analisis terhadap Model
Kedermawanan PT.Krakatau Steel, PT.Pertamina dan PT.Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang Vol.1 No.2, Januari 2006 hal.5
20 Ibid, hal.8
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
C. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan
penulis, penelitian mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility terhadap
masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir belum pernah dilakukan.
Namun penelitian yang membahas tentang Corporate Social Responsibility sudah
pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Adapun yang membedakan penelitian
penulis dengan peneliti sebelumya, adalah sebagai berikut :
1. Corporate Social Responsibility yang dianalisa dari Undang-undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, selanjutnya:
2. Corporate Social Responsibility, dengan landasan hukum Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007, Tentang Penanaman Modal.
Secara subtansial yang membedakan penelitian penulis dengan peneliti
terdahulu adalah sebagai berikut :
1. penelitian ini difokuskan pada BUMN, dengan landasan yuridis Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2003, Tentang Badan Usaha Milik Negara dan
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep.236/MBU/2003, tentang Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan yang wajib dilaksanakan oleh BUMN.
2. penelitian menitik beratkan pada aspek implementasi
Dengan demikian penelitian ini merupakan hal yang baru dan asli karena sesuai
dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun terkait dengan topik dan
permasalahan dalam penelitian ini.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian tesis ini adalah:
1. Untuk mengetahui peraturan-peraturan mengenai Corporate Social Responsibility
yang berlaku pada BUMN.
2. Untuk mengetahui implementasi Corporate Social Responsibility dalam
permberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan PTPN IV Unit Kebun
Dolok Ilir Kabupaten Simalungun.
3. Untuk mengetahui dampak implementasi Corporate Social Responsibility pada
masyarakat dan lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten
Simalungun.
E. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu
pengetahuan, khususnya hukum perusahaan dan hukum bisnis di Indonesia.
Diharapkan juga penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan
perangkat peraturan mengenai CSR khususnya badan usaha yang berbentuk BUMN,
umumnya dan bentuk badan usaha perseroan lainnya.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada kalangan pelaku bisnis di semua
sektor usaha untuk dapat lebih membuka cakrawala berpikir berkaitan dengan CSR
dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi
yang dominan di masyarakat dan harus mengambil tanggung jawab untuk
kepentingan bersama, setiap keputusan yang dibuat. Setiap tindakan yang diambil
haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut… demikian ungkapan Dr.
David C. korten penulis Buku laris berjudul When Corporations Rule the World. Apa
yang ditandaskan Korten itu melukiskan betapa nyata tindakan yang diambil
korporasi membawa dampak terhadap kualitas kehidupan manusia, terhadap individu,
masyarakat dan seluruh kehidupan di bumi ini. Fenomena ini kemudian bisa
menjadikan wacana dan warna CSR.21
Kerangka teori tesis ini mengunakan teori utilitas (utilitarisme) yang
dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart
Mill. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos= tujuan), sebab
menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan
perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-
apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.22 Teori utilitas merupakan
21 http://www.bi.go.id (diakses pada tanggal 18 Januari 2008) 22 K.Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, (Yogyakarta : Kanisius, 1989),
hal.67
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak
pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatestnumber). Artinya,
bahwa hal ini benar didefinisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik
atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat
pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan
hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism
(dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme
karena sangat berpotensi pada hasil perbuatan.23
Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam
meniali baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan-baik buruknya-tergantung
pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan
mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran,
kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik.
Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat,
perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan
seluruh kualitas moralnya.24
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu
harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam
rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
23 Erni R. Ernawan, op.cit., hal.93 24 K.Bertens, op.cit,.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang
mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan
yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya merupakan
tanggung jawab moril individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu
membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi
atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam
melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama
sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau
perusahaan. 25
Persoalannya adalah apakah perusahaan dengan sukarela atau dengan
ikhlas menciptakan perubahan dalam lingkungan masyarakat di tempat
perusahaan itu berada. Karena pada dasarnya dunia usaha memegang teguh
adagium-bahwa tugas pokok pebisnis adalah mencari untung sebesar-besarnya.
Di sinilah pentingnya moralitas dalam kegiatan ekonomi menurut Adam
Smith dalam bukunya “Theory of Moral Sentiments”, mengungkapkan bahwa
kegiatan ekonomi yang bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, maka
perusahaan harus dapat mengimplementasikan nilai keadilan dalam
25 Ibid.,hal.66
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
kebijakan perusahaan karena negara hanya berlaku sebagai ” impartial
spectator”.26
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith, Guru Besar dalam bidang
Filsafat moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun
1750,27 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan
bahwa” tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of
justice to secure from injury).28 Prinsip keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan
yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama.29
Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang
bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan.
Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia,
yaitu individu-individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan
bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekedar
26 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Dalam
Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 17 April 2004, hal 11, menerangkan bahwa Adam Smith sekaligus sebagai ahli teori hukum “Bapak Ekonomi Modern” telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice).Dalam Prolog dari Neil Mac Cormick ”Adam Smith On Law”, bahwa yang dimakud “impartial Spectator” adalah bahwa peran Negara atau Pemerintah itu hanya sebatas fungsinya sebagai “penonton”
27 Ibid, hal.4-5. 28 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Sebagaimana dikutif dari D.W. Proh, “A. text-book of
Jurisprudence”, London: Sweet & Mazwell, 1966 hal 221, (Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V , 2000
29 John Rawls, A theory of Justice, (London : Harvard University Press, 1971), hal.23-24.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
akumulasi bagian-bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan
dapat membantu mencapai sasaran kolektif.30
Keberadaan suatu perusahaan akan selalu berinteraksi dengan masyarakat
sekitar yang kemudian menimbulkan kepentingan-kepentingan yang kadang saling
bertentangan. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat, ini akan
menimbulkan persoalan wajar tidak wajar, patut tidak patut, yang pada akhirnya
pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat.31
Pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat dalam kegiatan sosial dan kegiatan
ekonomi perusahaan dapat terjadi karenanya hukum diperlukan untuk melindungi hak
masyarakat tersebut. Roscoe Pound menyatakan bahwa tugas pokok pemikiran
modern adalah “rekayasa sosial”. Untuk memudahkan dan menguatkan tugas
rekayasa sosial, Roscoe Pound menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial,
untuk kesinambungan hukum yang berkembang melalui daftar kepentingan yang
mengalami perkembangan, sehingga tiga kepentingan harus dilindungi, yaitu,
kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan pribadi.32
Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung lama dan dalam jangka panjang
bisnis harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi
masyarakat itu apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat
30 Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan
Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi Bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 2007) hal. 114
31 Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, hal.1
32 Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Idealisme dan Problem Keadilan, Jilid 2 (terjemahan Achmad Nasir Budiman dan Sulemen Daqib) (Jakarta : Rajawali Pers, 1990) hal.140.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar,
yang bertitik dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi definisi
dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa
kegiatan usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan
yang lebih bermutu. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan
kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelola bisnis.33 Adanya
konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk nyata perusahaan
untuk memberi kesenangan dan kebahagiaan bagi masyarakat dan juga merupakan
perbuatan etis. Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan
bukan hubungan bisnis. Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki
tanggung jawab sosial atau CSR.34
CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung
jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksud
adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan
tidak memperhitungkan untung atau rugi.35
Konsep CSR sebenarnya relatif baru. Bahkan dalam teori korporasi klasik, akar-
akar konsep CSR sulit ditemukan. Namun demikian persoalan CSR jika dicari akar-
33 O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, September
2003), hal.55 34 Apoan Simorangkir, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep dan Wujud Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deliserdang, Disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1
35 K.Bertens, op.cit., hal.296-297
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
akar teoritisnya, konsep CSR mendapat pijakan yang relatif kuat karena dua
perkembangan berikut ini:
Pertama, dalam realitasnya agen pemerintah tidak selamanya bisa menjalankan
kesejahteraan masyarakat secara memuaskan. Kedua, pasar terkadang gagal
mengalokasikan sumber daya secara efisien.36 Hal itu terjadi apabila, salah satu
tindakan agen pasar, ternyata menimbulkan dampak bagi kesejahteraan atau kondisi
pihak lainnya. Sayangnya, dampak ini terkadang tidak diperhatikan oleh agen yang
bersangkutan. Kegiatan ekonomi atau perusahaan seyogyanya dapat memberikan
dampak positif bagi perubahan masyarakat di lingkungan perusahaan itu sendiri.
Perubahan tersebut tentunya dilandasi oleh kemauan yang tulus yang lahir dari
dalam diri pelaku usaha/perusahaan. Hal ini tentunya bertujuan pengelolaan sumber
daya ekonomi dan sosial dalam pelaksanaanya menunjang pembangunan yang stabil
dengan syarat utama yaitu efisien dan pemerataan.37
Dalam Pengertian yang luas, CSR dipahami sebagai konsep yang lebih
“manusiawi” dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena
itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi bisnis, harus menjunjung
tinggi moralitas.38
Untuk itu terdapat tiga pilar penting dalam merangsang pertumbuhan CSR
yang mampu mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan. Yang pertama adalah
mencari bentuk CSR yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan (unsur
36 Sofyan Djalil, op.cit., hal.4. 37 Ibid 38 Fajar Nussahid, op.cit.,hal.5
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
lokalitas), yang kedua mengkakulasi kapasitas SDM dan institusi untuk merangsang
pelaksanaan CSR (masyarakat, pembuat UU, pekerja, pelaku bisnis), dan yang ketiga
adalah peraturan dan perundangan serta kode etik dalam dunia usaha. Pada akhirnya
tiga pilar ini tidak akan mampu bekerja dengan baik tanpa dukungan sektor publik
untuk menjamin bahwa pelaksanaan CSR oleh perusahaan sejalan dan seiring dengan
strategi pengembangan dan pembangunan sektor publik.39
Dalam konteks inilah CSR berusaha bagaimana korporasi sebagai agen
ekonomi selalu patuh terhadap hukum dan peraturan, peduli terhadap persoalan sosial
di sekitarnya, peduli terhadap perlindungan lingkungan hidup, kesehatan kerja dan
sebagainya. Korporasi harus meminimalkan eksternalitas negatif yang harus
ditanggung masyarakat. Dan korporasi harus bertindak sebagai good corporate
citizenship.40
Konsep CSR di Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru karena CSR sudah
dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya
yang kelasik CSR masih dipersepsikan sebagai idiologi yang bersifat amal (charity)
dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan.
Disamping itu masih banyak pihak yang mengidentikkan CSR dengan Community
Development (CD). CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community
Development (CD) karena sesungguhnya secara historis keberadaan Community
Development (CD) dan CSR sangat berbeda. Community Development (CD)
39 Dyah Pitaloka, Memperkuat CSR, Memberantas Kemiskinan, http:// www. suaramerdeka. com/ harian/0708/02/opi04.htm (diakses pada tangal 18 Januari 2008)
40 Ibid, hal.5
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
merupakan kerelaan perusahaan untuk memberikan berbentuk benefit bagi
masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, sedangkan CSR muncul sebagai sebuah
reaksi atas tuntutan masyarakat yang didasarkan pemikiran bahwa keberadaan
perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak-hak masyarakat
setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar memberikan
berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha.41
Definisi CSR secara etimoligi di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai
tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR Madang juga disebut
sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usa.
Namun apabila disebut salah satunya darinya, konotasinya pastilah kembali kepada
CSR. Kendati tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah
kesamaan, yaitu kesinambungan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan
perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan, (konsep economic, sustainability,
environment sustainability dan social sustainability) . 42
Pandangan lebih komprehensif mengenai CSR dikemukakan oleh Carrol yang
mengemukakan teori Piramida CSR. Menurutnya, tangung jawab perusahaan dapat
dilihat berdasarkan empat jenjang (ekonomis, hukum, etis dan filantrofis) yang
merupakan satu kesatuan.43
41 Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social
Responsibility (CSR) berbasis HAM, dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1-2
42 Yusuf Wibisono, op.cit., hal.8 43 Fajar Nursahid, op.cit., hal.7
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang
menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang
mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan
hubungan baik dengan semua stakeholders.44
Implementasi CSR merupakan salah satu penerapan prinsip Good Corporate
Governance (GCG) yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada
publik.45 Intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti
sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan
direksi demi tercapainya tujuan korporasi (perusahaan). Dan dalam arti luas, yaitu
mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara
proporsional. GCG juga, dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan
dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Di Indonesia lebih dari sepuluh tahun terakhir hubungan antara perusahaan
dengan masyarakat sekitar telah dipertanyakan. Terutama dalam konteks kontribusi
dan peranannya dalam membantu penyelesaian masalah sosial masyarakat seperti
kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakadilan. Hal ini didasari oleh sejumlah fakta
berkenaan dengan banyaknya konflik antara perusahaan dan masyarakat, baik dalam
44 Badaruddin, Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi,
disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.2
45 Muh Arief Effendi, CSR Melalui Community Development, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id, (diakses tanggal 18 januari 2008), Lihat juga Undang-undang No. 19 Tahun 2003, tentang BUMN Pasal 2 butir e .
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
soal hak-hak sumber daya, kesempatan kerja maupun ketimpangan sosial ekonomi.
Dalam teori realitis (teori organ) yang menganggap bahwa keberadaan suatu
perusahaan yang berbadan hukum dalam suatu tata hukum, sama saja layaknya
dengan keberadaan manusia selaku subjek hukum. Jadi badan hukum bukanlah hanya
hanyalan semata dari hukum sebagaimana diajarkan dalam teori fiksi akan tetapi
benar adanya dalam kehidupan hukum. Dalam hal ini badan hukum tersebut
bentindak lewat organ-organnya.46
Lebih jauh, Garriga dan Mele memetakan teori-teori dan konsep-konsep
mengenai CSR. Dalam kesimpulannya, Garriga dan Mele menjelaskan CSR
mempunyai fokus pada empat aspek utama, yakni mencapai tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, kedua menggunakan kekuatan bisnis
secara bertanggungjawab, ketiga, mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan sosial,
keempat, berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang
beretika. secara praktis dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok teori yang
berdimensi profit, politis, sosial, dan nilai-nilai etis. 47
Dalam pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang
menyatakan: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
serta mewujudkan keadilan sosial ….” Selanjutnya juga tercermin dalam Pasal 33
46 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya di dalam Hukum
Indonesia,, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal,4. 47 Teddy Lesmana, CSR Untuk Kesejahteraan Rakyat, http://www.media-indonesia.com ,
(diakses tanggal 18 Januari 2008)
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
ayat (3) UUD 1945, menyatakan, “ Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Lebih lanjut peran sosial BUMN dapat dilihat dari dimensi ganda yang melekat
padanya. Menurut hasil diskusi Kelompok Tangiier pada 1981, sebuah institusi
digambarkan sebagai BUMN jika mempunyai dua dimensi: dimensi publik (public
dimension) dan dimensi badan usaha. Dimensi publik, BUMN mengsyaratkan bukan
saja pemilikan dan pengawasan oleh publik, tetapi juga menggambarkan konsep
mengenai public purpose (bertujuan publik, masyarakat). Sementara dimensi badan
usaha bertautan dengan konsep komersial (bidang usaha).48
Sejalan dengan hal tersebut landasan hukum telah diterbitkan oleh Kementerian
BUMN yaitu : Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/ 2003 tanggal 17
Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Pelaksanaan
Bina Lingkungan. Dana dari program kemitraan ini diambilkan dari penyisihan
1-3 persen laba bersih yang diperoleh BUMN. Kita berharap agar kebijakan tersebut
menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan kondisi lingkungan sosial
masyarakat sekitar BUMN berdomisili. 49
Selanjutnya berdasarkan Lampiran Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-
433/MBU/ 2003 tanggal 16 September 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program
Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan antara lain
48 Fajar Fajar Nussahid, op.cit., hal.8 49 Muh Arief Effendi, op.cit.,
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
diatur mengenai pembentukan Unit PKBL yang merupakan bagian dari
organisasi perusahaan secara keseluruhan. Fungsi PKBL adalah melakukan
pembinaan berupa evaluasi, penyaluran, penagihan, pelatihan, monitoring, promosi,
dan fungsi administrasi dan keuangan. Masalah koordinasi telah diatur dalam
Pasal 11 ayat (1) butir b keputusan Menteri BUMN tersebut, minimal dalam bentuk
menyampaikan daftar calon mitra binaan yang akan diberikan dana
pinjaman kepada BUMN koordinator untuk menghindari duplikasi
pinjaman.
Apabila program ini dapat di implementasikan dengan sebaik mungkin dan
dikelola secara optimal, maka keberadaan program kemitraan dapat menjangkau
pengusaha kecil (mitra binaan) secara lebih luas, sehingga multiplier effect-nya
dapat dinikmati secara nasional. Sudah saatnya perusahaan meningkatkan
kepedulian terhadap masyarakat sekitar sebagai bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap publik, sehingga perusahaan dapat mempertahankan
sustainable company. Akhirnya semoga program CSR tersebut dapat dikelola
secara profesional dan transparan sehingga CSR benar-benar bermanfaat
bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat disekitar lokasi perusahaan.
Yang pada akhirnya akan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat
luas.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
G. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yaitu Implementasi Corporate Social
Responsibility (CSR), pada masyarakat di Lingkungan PTPN IV, maka lokasi
penelitian dilakukan di Unit Kebun Dolok Ilir yang berada di Kabupaten
Simalungun. Dasar dari penelitian pada PTPN IV ini adalah bahwa PTPN VI adalah
salah satu BUMN yang merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi
strategis negara berkembang. Pemilihan lokasi ini didasarkan kepada keberadaan Unit
Kebun Dolok Ilir merupakan salah satu unit terbesar dari PTPN IV. Dekatnya jarak
dengan objek penelitian, tepatnya di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera
Utara.
2. Spesifikasi Penelitian
Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian ini adalah jenis, sifat dan
pendekatan penelitian yang digunakan. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif
analisis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan
(menggambarkan) secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap populasi tertentu
atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu,50
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Metode
yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji peraturan-
peraturan hukum mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR),
50 Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997),
hal. 36
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV (studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di
Kabupaten Simalungun).
Penelitian tentang Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), pada
masyarakat dan Lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten
Simalungun, ini bersifat deskriptif analisis karena akan menggambarkan dan
menerangkan permasalahan hukum yang berkaitan dengan Implementasi CSR,
kemudian akan dianalisis secara cermat apa saja yang menjadi dampak atau akibat
yang timbul dari implementasi CSR terhadap masyarakat dan lingkungan pada PTPN
IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun.
Menurut Hillway dalam bukunya introduction to Research, penelitian tidak lain
dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati
dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat
terhadap masalah tersebut.51
3. Sumber Data
Sumber Utama diperoleh dari data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
1. Bahan hukum primer, terdiri dari : Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas dan
Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep.236/MBU/2003, tentang Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan.
51 J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Bandung : PT.Rineka Cipta, 2003)
hal.1
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
2. Bahan hukum sekunder, seperti: hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk mapun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder,
seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-
bahan primer, sekunder dan tersier penunjang di luar bidang hukum, misalnya
yang berasal dari bidang ekonomi, filsafat dan lainnya yang dipergunakan untuk
melengkapi atau menunjang data penelitian.
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya dipilih guna
memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian tentang kaedah-
kaedah hukum yang mengatur masalah CSR BUMN dalam Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan, selanjutnya disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi
yang selaras dengan permasalahan yang ditelaah dalam tesis ini.
Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian
lapangan field research untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil
yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari informan, laporan-laporan
perusahaan, dan lain-lain yang relevan dengan objek telaah penelitian ini.52
Selain itu peneliti juga melakukan observasi langsung, ke lokasi tempat
dilaksanakannya CSR di PTPN IV Unit kebun Dolok Ilir.
52 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982)
hal.24
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Dalam penelitian ini nantinya mungkin saja akan bersinggungan dengan disiplin
ilmu lainnya, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena
persfektif disiplin lainnya hanya merupakan ilmu pembantu.
4. Alat Pengumpulan data
Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan studi dokumen, dan wawancara. Kegiatan wawancara
dilakukan terhadap narasumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan
rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dijelaskan. Sehingga dengan adanya
wawancara diharapkan dapat memperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang
masalah yang diteliti.
5. Analisis Data
Setelah data sekunder diperoleh, maka dilakukan pengeditan data, sehingga
keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan
menjajaki kembali sumber datanya yang didukung oleh data primer dari beberapa
informan.
Setelah proses pengeditan data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya
pengolahan data baik primer maupun sekunder dianalisis dengan mempergunakan
metode induktif melalui pendekatan kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban
yang ada dalam penelitian ini .
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
top related