case appendicitis infiltrat
Post on 24-Dec-2015
37 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
LONG CASE
Nama Mahasiswa : Carissa Rhea Vashti Pratiwi
NIM : 030.08.065
Dokter Pembimbing : dr. Santi Andiani, Sp.B
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. Z Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 33 tahun Suku bangsa : WNI
Status perkawinan : kawin Agama : islam
Pekerjaan : karyawan swasta Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Pahlawan Revolusi Tanggal masuk RS : 21/06/13
ANAMNESIS
Anamnesis diambil dari autoanamnesis, tanggal 22 Juni 2013 pukul 13.00 WIB
Keluhan utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS
Keluhan tambahan
Mual dan muntah
1
Riwayat penyakit sekarang
OS laki-laki usia 33 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak
1 minggu SMRS. Nyeri perut dirasakan mendadak, tidak menjalar, disertai mual
dan muntah. Muntah cair, dengan frekuensi sekitar 5 – 6 kali dalam waktu 1
minggu. OS hanya meminum obat warung dan keluhan hilang untuk sementara.
Nafsu makan OS pun berkurang. OS tidak mengeluh demam. OS juga
menyangkal adanya kesulitan buang air besar, maupun diare. Buang air kecil OS
normal, berwarna kuning jernih dan tidak nyeri.
Pertama OS merasakan sakit serupa sekitar 6 bulan yang lalu, hilang timbul dan
mulai memberat 1 minggu SMRS, disertai dengan rasa bengkak di perut kanan
bawahnya. Rasa sakit yang dialami sekarang merupakan kekambuhan yang ke-4
kalinya, menurut pengakuan pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit kencing manis, darah tinggi, asma, alergi, ataupun maag
disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga OS tidak ada yang menderita kencing manis, darah tinggi,
ataupun asma.
Riwayat kebiasaan
2
OS memiliki kebiasaan merokok sekitar 1 bungkus per hari sejak 15 tahun yang
lalu. Pasien senang mengonsumsi makanan pedas, santan, dan soda, namun
dikurangi sejak 1 tahun yang lalu.
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 36,5oC
Pernafasaan : 20 x/menit
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 58 kg
Keadaan gizi : baik
IMT : 22,66
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Sianosis : tidak ada
Oedema umum : tidak ada
Habitus : astenikus
Cara berjalan : tidak dinilai
Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai
3
Status Generalis
Kepala : Normocephali, alis simetris
Mata : Pupil bulat isokor , CA (+/+) , SI (-/-), RCL (+/+ ), RCTL ( +/+ )
Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia , nyeri tekan tragus dan mastoid (-), sekret(-/-)
Tenggorokan : Normal, tidak hiperemis.
Mulut : lidah tampak kotor berwarna putih , Kering (-),sianosis (-)
Leher : Trakea ditengah, leher tidak kaku, KGB dan kelenjar thyroid
tidak teraba membesar
Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela
iga (-), deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II regular , mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen (lihat status lokalis)
Extremitas
4
Lengan dan Tangan Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotoni Normotoni
Massa Tidak ada Tidak ada
Sendi Bebas Bebas
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Lain-lain - -
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot Normal Normal
Tonus Normotoni Normotoni
Massa Tidak ada Tidak ada
Sendi Bebas Bebas
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Lain-lain - -
5
Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : perut datar, simetris, gerakan pernafasan abdomen (+)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : tidak dilakukan karena pasien sudah mengeluh kesakitan
Palpasi : supel, teraba massa periappendikular pada kuadran kanan
bawah berukuran 3x3 cm, defans muskular (-), nyeri tekan epigastrium
(+), nyeri tekan McBurney point (+), nyeri lepas (+), Rovsing sign (-),
Blumberg sign (-)
Pemeriksaan Khusus
Psoas sign (+), Obturator test (+)
Rectal toucher :
- Tonus sphincter ani mencengkeram kuat
- Ampula recti permukaan reguler
- Mukosa licin dan tidak teraba adanya massa
- Prostat tidak teraba membesar, kenyal, teraba licin
- Nyeri pada jam 9-11
- Tidak terdapat darah, lendir, maupun feses pada sarung tangan
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Tanggal : 21 Juni 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Ket
6
HEMATOLOGIHematologi Rutin 2Leukosit (WBC) 14.7 ribu/uL 3.8-10.6 Hemoglobin (HGB) 14.8 g/Dl 13.2-17.3Hematokrit 44 % 40-52Trombosit (PLT) 211 ribu/Ul 150-440URINALISISUrine LengkapWarna Kuning KuningKejernihan Jernih JernihGlukosa Negatif NegatifBilirubin Negatif NegatifKeton Negatif NegatifpH 6.0 4.6-8
Berat Jenis 1.0051.005-1.030
Albumin urine Negatif NegatifUrobilinogen 0.2 E.U./Dl 0.1-1Nitrit Negatif NegatifDarah Negatif NegatifEsterase Leukosit Negatif NegatifSedimen UrineLeukosit 2.-4 /LPB < 5Eritrosit 0-1 /LPB < 2Epitel Positif /LPB PositifSilinder Negatif /LPK NegatifKristal Negatif NegatifBakteri Negatif NegatifJamur Negatif /LPB Negatif
- USG Abdomen
Tanggal : 26 Juni 2013
Kesan : simple cyst ren dextra
Saran : appendicogram
- Appendicogram
Tanggal : 27 Juni 2013
7
Kesan : non filling appendix, sesuai dengan klinis appendicitis kronik
RINGKASAN
Tn.Z usia 33 tahun, datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan
nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri perut dirasakan mendadak,
tidak menjalar, disertai mual dan muntah. Muntah cair, dengan frekuensi sekitar 5
– 6 kali dalam waktu 1 minggu. OS hanya meminum obat warung dan keluhan
hilang untuk sementara. Nafsu makan OS pun berkurang. Pertama OS merasakan
sakit serupa sekitar 6 bulan yang lalu, hilang timbul dan mulai menetap 1 minggu
SMRS, disertai dengan rasa bengkak di perut kanan bawahnya. Rasa sakit yang
dialami sekarang merupakan kekambuhan yang ke-4 kalinya, menurut pengakuan
pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 64 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,5 oC. Status lokalis regio
abdomen didapatkan massa periappendikular berukuran 3x3 cm, nyeri tekan pada
McBurney point (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit darah 14.700/uL.
RENCANA PENGELOLAAN
Pengobatan konservatif
Planning : IVFD asering/8 jam
Ranitidin 2 x 50 mg amp IV
Metronidazole 2 x 500 mg amp IV
Ceftriaxone 2 x 1 g vial IV
Pro : Appendektomi
8
DIAGNOSIS KERJA
Pra bedah : appendicitis infiltrat
Dasar Diagnosis :
1. Nyeri epigastrium dan nyeri perut kanan bawah
2. Mual dan muntah
3. Nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney (+)
4. Teraba massa periappendikular di perut kanan bawah
5. Pemeriksaan laboratorium : leukosit 14.700/uL
DIAGNOSIS BANDING
1. Gastroenteritis
2. Divertikulitis
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanasionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
9
Tanggal : 26 Juni 2013
S. nyeri perut kanan bawah, demam (-) mual (+)
O. KU : compos mentis
Kesadaran : tampak sakit sedang
TD : 110/80 mmHg
N : 60 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 37,1 oC
Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang
Leher : KGB dan tiroid tidak membesar
Abdomen : status lokalis regio iliaca dextra
Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney point (+),
nyeri tekan epigastrium (+), defense muskular (-),
Illiopsoas sign (+), Obturator test (+), BU (+), massa
periapendikular 3x3 cm
X
X
Ekstremitas : akral hangat
A. Appendisitis infiltrat
10
P. Infus Asering/8 jam
Ceftriaxone 2 x 1 gr vial IV
Metronidazole 3 x 1 drip
Ranitidin 2 x 50 mg amp IV
Tradosic 2 x 1 amp IV
Tanggal : 27 Juni 2013
S. nyeri perut kanan bawah, demam (-) mual (+)
O. KU : compos mentis
Kesadaran : tampak sakit sedang
TD : 110/70 mmHg
N : 60 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,2 oC
Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang
Leher : KGB dan tiroid tidak membesar
Abdomen : status lokalis regio iliaca dextra
Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney point (+),
nyeri tekan epigastrium (+), defense muskular (-),
Illiopsoas sign (+), Obturator test (+), BU (+), massa
periapendikular 2x2 cm
11
X
X
Ekstremitas : akral hangat
A. Appendisitis infiltrat
P. Infus Asering/8 jam
Ceftriaxone 2 x 1 gr vial IV
Metronidazole 3 x 1 drip
Ranitidin 2 x 50 mg amp IV
Tradosic 2 x 1 amp IV
Tanggal : 28 Juni 2013
S. nyeri perut kanan bawah, demam (-) mual (+)
O. KU : compos mentis
Kesadaran : tampak sakit sedang
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 16 x/menit
T : 36,4 oC
Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
12
THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang
Leher : KGB dan tiroid tidak membesar
Abdomen : status lokalis regio iliaca dextra
Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney point (+),
nyeri tekan epigastrium (+), defense muskular (-),
Illiopsoas sign (+), Obturator test (+), BU (+), massa
periapendikular 2x2 cm
X
X
Ekstremitas : akral hangat
A. Appendisitis infiltrat
P. Appendektomi
Ceftazidime 3 x 1 gr vial IV
Ketopain 2 x 1 amp IV
Panzo 1 x 1 amp IV
Paracetamol 3 x 1 amp IV
Tanggal : 29 Juni 2013
S. nyeri perut lokasi operasi (+), mual (-) muntah (-) demam (-)
O. KU : compos mentis
13
Kesadaran : tampak sakit ringan
TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 16 x/menit
T : 37,0 oC
Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang
Leher : KGB dan tiroid tidak membesar
Abdomen : luka operasi tertutup verban, basah (-), nyeri (+), BU (+)
Ekstremitas : akral hangat
A. H+1 post operasi appendektomi
P. Ceftazidime 3 x 1 gr vial IV
Ketopain 2 x 1 amp IV
Panzo 1 x 1 amp IV
Paracetamol 3 x 1 amp IV
ANALISA KASUS
14
Pada anamnesa didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah.
Nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang sifatnya difus, terletak pada
midline, sekitar umbilical, tidak dapat ditunjukkan, bersifat tumpul dan tidak jelas,
tidak menetap. Referred pain sesuai persarafan yang terjadi akibat regangan
organ. Nyeri visceral pada appendicitis ini bermula di sekitar umbilicus sesuai
dengan persarafan dari N.Thorakalis X. Nyeri disebabkan oleh karena obstruksi
lumen appendiks yang akan menyebabkan peningkatan sekresi normal mucus dari
mukosa apendiks yang distensi. Makin lama mucus makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema). Pada
saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluhkan nyeri peurt kanan bawah yang hilang timbul,
nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri somatis. Yeri
ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Keluhan mual dan muntah pasien disebabkan oleh inflamasi dan tekanan
yang berlebihan pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah akan
diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen nervus vagus.
Nyeri tekan daerah McBurney terjadi karena translokasi bakteri yang
menyebabkan nyeri somatis. Illiopsoas sign menunjukkan peradangan dari
appendiks yang letaknya dekat dengan otot psoas. Obturator test juga positif
karena gerakan rotasi dari pinggang juga menghasilkan nyeri pada pasien dengan
appendiks yang juga terletak berdekatan dengan otot obturator eksternus.
15
Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan hasil tonus sphincter ani
mencengkeram kuat, ampula recti permukaan reguler, mukosa licin dan tidak
teraba adanya massa, prostat tidak teraba membesar, kenyal, teraba licin, tidak
terdapat darah, lendir, maupun feses pada sarung tangan, namun pasien merasa
nyeri pada penekanan arah jam 9-11. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan
untuk menggerakkan peritoneum, bukan untuk meraba appendiksnya.
Leukositosis yang didapatkan dari pemeriksaan darah lengkap
menunjukkan respon tubuh terhadap infeksi.
Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan appendicogram dan USG,
didapatkan hasil non filling appendix yang mendukung diagnosis appendicitis
infiltrat dimana zat kontrast tidak dapat masuk ke dalam appendiks karena
appendiks diselimuti oleh omentum dan usus halus.
Pada pasien penatalaksanaan awa hanya dilakukan tatalaksana konservatif
yaitu menginstruksikan pasien agar pasien bedrest dan melakukan posisi fowler
dengan tujuan supaya jika massa/infiltar tersebut pecah, maka tidak akan
menyebar kemana-mana. Selain itu diberikan antibiotik dan diet makanan lunak.
Tatalaksana konservatif biasanya dilakukan selama 6-8 minggu. Pasien dengan
massa periappendikular sebaiknya dilakukan penundaan operasi karena resiko
perdarahan yang bayak dan sulitnya mengambil appendiks yang meradang
tersebut.
Pasien juga diberi medikamentosa :
1. IVFD Asering/8 jam
Diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien, sekaligus sebagai
akses pemberian obat-obatan intravena.
2. IVFD Metronidazol 3 x 500 mg
Diberikan untuk bakteri anaerob
3. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ke-3, untuk
bakteri aerob
16
4. Tradosic 1 x 1 IV
Diberikan golongan OAINS untuk anti nyeri
5. Ranitidin 2 x 1 IV
Sebagai antasida untuk mengurangi keluhan nyeri epigastrium pasien
6. Panzo 1 x 1 IV
Golongan PPI, lebih kuat dari ranitidin
7. Ceftazidime 3 x 1 gr IV
Antibiotika golongan sefalosporin generasi ke-3
Pasien diperbolehkan pulang karena pada anamnesis didapatkan keluhan
pasien hilang, pada pemeriksaan fisik tanda vital stabil, pada pemeriksaan status
lokalis juga tersisa sedikit nyeri pada lokasi post operasi. Diresepkan cefixme dan
ranitidin sebagai obat pulang. Cefixime sebagai sefalosporin generasi ke-3 untuk
bakteri aerob, asam mefenamat untuk mengurangi keluhan apabila pasien merasa
nyeri di daerah post operasi. Pasien dedukasikan untuk mengonsumsi banyak
sayur dan buah, mengurangi makanan pedas. Pasien dianjurkan untuk kontrol ke
poli bedah untuk kontrol post operasi.
TINJAUAN PUSTAKA
APPENDICITIS
17
ANATOMI
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
(analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk
tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm,
dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal.(1)
Apendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya di
ileocaecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia
colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik McBurney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. (2)
Appendix vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a.apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak
2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. (3,4)
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh
darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.
Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang
disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan caecum
(inner circularlayer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh
pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia
anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks. (4)
18
Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-
8 yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari caecum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileosekal. (2)
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada
usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang kolonasendens, atau di tepi
lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. (1)
Jenis-jenis posisi apendiks: (5)
1. Promontorik : ujung apendiks menunjuk ke arah promontorium sacri
2. Retrocolic: apendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya
retroperitoneal
3. Antecaecal : apendiks berada di depan caecum
4. Paracaecal : apendiks terletak horizontal di belakang caecum
5. Pelvic descenden : apendiks menggantung ke arah pelvis minor
6. Retrocaecal : intraperitonal atau retroperitoneal; apendiks berputar ke atas ke
belakang caecum
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. (1)
Secara histologis, apendiks mempunyai basis struktur yang sama seperti
usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vaskular submukosa oleh
mukosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama.
19
Apendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh
darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoapendiks. Jika apendiks terletak
di retroperitoneal, maka apendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.
Histologis: (5)
- Tunika mukosa : memiliki kriptus tetapi tidak memiliki villus
- Tunika submukosa : banyak folikel lymphoid
- Tunika muskularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum
longitudinale (gabungan tiga taenia coli) sebelah luar
- Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari periteneum viscerale
Gambar 1 : Anatomi Apendiks (6)
FISIOLOGI
20
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. (1) Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe
disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
diseluruh tubuh. (1)
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada
jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks
komplit. (2)
DEFINISI
Appendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.
Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya. (3)
ETIOLOGI
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah
hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah
serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis
juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. (2,7)
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.
Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
21
apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis
gangrenous dengan rupture. (2)
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanyaakan
mempermudah terjadinya apendisits akut. (1)
PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. (5)
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika
sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH20.
Manusia merupakan salah satu dari sedikit yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi
yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi. (2)
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (5,8)
22
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. (5)
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (5)
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. (5)
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (1)
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah. (5)
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
23
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). (3)
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. (1)
MANIFESTASI KLINIS
Gejala Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala appendisitis akut
umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang didahului
anoreksia. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus. Nyeri menetap, kadang disertai kram yang hilang-
timbul. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada
keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
kanan bawah akan semakin progresif. (5)
Terdapat juga keluhan malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Suhu
tubuh biasanya naik hingga 38oC, tetapi pada keadaan perforasi suhu tubuh
meningkat hingga >39oC. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang
terjadi diare, mual dan muntah. Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada
awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air
besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. (9,10,11)
Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau
dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya urutan
munculnya gejala appendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah.
24
Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnsis appendisitis diragukan.
Muntah yang timbul sebelum nyeri perut mengarah pada diagnosis gastroenteritis. (9,10)
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk. (1)
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak
ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari
dorsal. (1)
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih,dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. (1)
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak
tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak
sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargi. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-
90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. (1)
25
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi. (1)
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perludiperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah.Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhantidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (1)
Tanda Klinis
Apendiks umumnya terletak di sekitar McBurney, namun perlu diingat
bahwa letak anatomis apendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o
mengelilingi pangkal caecum. Appendisitis letak retrocaecal dapat diketahui dari
adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendisitis
letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal. (12)
Secara teori, peradangan akut apendiks dapat dicurigai dengan adanya
nyeri pada pemeriksaan rektum (rectal toucher). Namun pemeriksaan ini tidak
spesifik untuk appendisitis jika tanda-tanda appendisitis lain telah positif. (12)
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik :
Rovsing’s sign
Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan nyeri di
abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dari
peritoneum. Disebut juga nyeri tekan kontralateral. Sering positif pada
appendicitis namun tidak spesifik.
Blumberg sign
Manuver dikatakan positif apabila penderita merasakan nyeri di kuadran
kanan bawah saat pemeriksa menekan di abdomen kuadran kiri bawah lalu
melepaskannya. Disebut juga nyeri lepas kontralateral.
Psoas sign
26
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan ke arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menunjukkan
apendiks mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang
saat dilakukan manuver.
Obturator test
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian
pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan
articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Test ini
positif bila pasien merasakan nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi apendiks, abses lokal,
iritasi M.Obturatorius oleh apendiks dengan letak retrocaecal, atau adanya
hernia obturatoria.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
27
Laboratorium (9,11,12,13)
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/mm2, biasanya
didapatkan pada keadaan akut. Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai
predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal
tidak ditemukan shift to the left, diagnosis appendicitis akut harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/mm2 pada
appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut
meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa
abses. Pada appendicitis infiltrat, LED akan ditemukan meningkat.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis
oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP > 8 mcg/mL, hitung
leukosit > 11000, dan persentase neutrofil > 75% memiliki sensitivitas 86% dan
spesifitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi urethra atau vesica urinaria seperti yang diakibatkan leh inflamasi apendiks.
Namun pada appendicitis akut dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan
bakteriuria.
Pemeriksaan radiologi (9,11,12,13)
Foto polos abdomen jarang membantu penegakan diagnosis appendicitis
akut, namun bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Adanya fecalith
jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis.
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
apendicitis. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan
bawahatau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan
pada apendiksmenyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter
6mm). Kondisi penyakit lainpada kuadran kanan bawah seperti inflammatory
28
bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis dan
pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil
USG.
Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG,
namun jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan
siperiksa terutama saat dicurigai adanya abses apendiks untuk melakukan
percutaneous drainage secara tepat.
CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit (tanda panah)
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada
penemuan tidak spesifik akibat dari massa ekstrinsik pada caecum dan apendiks
yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48%.
ALVARADO SCORE
Appendicitis point pain 2
Leukositosis (> 10000) 2
Vomitus 1
Anorexia 1
Rebound tenderness phenomenon 1
29
Abdominal migrate pain 1
Degree of celcius (> 37.5 oC) 1
Observation of hemogram (> 72%) 1 +
Total point 10
Dinyatakan appendicitis akut apabila > 7 point
Modified Alvarado Score tanpa observasi of hemogram:
1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut
5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi
7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan
Penanganan berdasarkan Alvarado Score:
1 – 4 observasi
5 – 6 antibiotic
7 – 10 operasi dini
DIAGNOSIS BANDING
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual dan muntah serta diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut dirasa lebih ringan dan tidak tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Demam dan leukositosis kurang menonjol.
2. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut sebelah kiri, namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi di perut sebelah kanan. Gejala klinis
sangat mirip dengan appendicitis akut.
3. Kolik traktus urinarius
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemuka. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
4. Peradangan pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat dengan apendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-oovoritis atau
30
adneksitis. Didapatkan riwayat kontak seksual pada diagnosis penyakit ini.
Suhu biasanya ebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan pada wanita. Pada
colok vaginal (vaginal toucher) terasa nyeri bila uterus diayunkan.
5. Kehamilan ektopik
Riwayat menstruasi terhambat dengan keluhan tiak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul
nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan
darah.
PENATALAKSANAAN
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa
yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini
dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga
penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadimenjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. (14)
Bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, akan dilakukan tindakan
operasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa
perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa
ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya
maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase. (14)
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periapendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas
31
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. (1)
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan
pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi
absesapendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan
sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan
pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. (15)
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih
bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau pun tanpa peritonitis umum. (15)
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak
membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. (1)
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadapkuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu
32
sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi
abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang
atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah. (1,3)
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa
hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa
mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah
terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase. (3)
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks
dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur daninfeksi dapat
menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal
5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. (3)
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
LED
Jumlah leukosit
Massa Periapendikular infiltrat. Dianggap tenang apabila:
1. Anamesis : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu
tubuh (diukur rectal danaksiler)
b. Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
33
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada
tetapi lebih kecil dibanding semula
3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal.
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
Bila LED telah menurun kurang dari 40
Tidak didapatkan leukositosis
Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa :
Apakah penderita sudah bed rest total
Pemberian makanan penderita
Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase. (3)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus. (1)
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata.
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali
Nadi semakin cepat
Defance Muskular yang menyeluruh
34
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal. (3)
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk ke rongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian. (16)
PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat dan tatalaksana pembedahan, dapat
menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Keterlambatan
diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas terutama bila telah terjadi
komplikasi. Serangan berulang juga dapat terjadi bila apendiks tiak diangkat.
KESIMPULAN
35
Appendicitis adalah peradangan pada Appendix Vermicularis.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering dijumpai.
Faktor predisposisi dan etiologinya bisa bermacam-macam, namun obstruksi
lumen adalah penyebab utamanya.
Gejala klinis meliputi nyeri perut kanan bawah tepatnya di titik McBurney
disertai nyeri epigastrium, dapat pula nyeri di seluruh perut pada fase tertentu.
Dapat dijumpai mual, muntah, anoreksia, dan demam. Dapat dilakukan manuver
Rovsing sign, Blumberg sign, Illiopsoas sign, dan Obturator test dalam membantu
penegakan diagnosis. Pemeriksaan rectal tucher juga diperlukan pada kasus ini.
Nyeri pada rectal toucher dapat mendukung penegakan diagnosis.
Pemeriksaan penunjang lain meliputi pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan UGSG, foto polos abdomen dan juga appendicogram.
Appendicitis infiltrat merupakan komplikasi dari appendicitis akut dimana
proses penyebaran peradangannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan
peritoneum di sekitarnya sehingga terbentuklah massa (appendicular mass) yang
sering dijumpai pada pasien berusia lebih dari 5 tahun karena daya tahan tubuh
yang telah berkembang dengan baik dan omentum cukup lebih panjang dan tebal
untuk membungkus peradangan. Appendicitis infiltrat dapat didiagnosis didasari
dengan riwayat appendisitis akut.
Terapi terbaik adalah terapi konservatif yang diikuti dengan appendektomi
elektif (6-8 minggu kemudian) bila massa sudah tenang dan pasien tidak lagi
merasa kesakitan seperti keluhan awal.
36
top related