blusukan wujud kepemimpinan demokratis (studi pada era
Post on 04-Oct-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
1
Blusukan Wujud Kepemimpinan Demokratis (Studi Pada Era Kepemimpinan Jokowi)
Ega Pratiwi a Farida Nuranib
a,b Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
——— Corresponding author. e-mail: egaprrr@student.ub.ac.id
1. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat
hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau
berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan.
Manusia hidup berkelompok baik dalam
kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah.
Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang
harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu
ABST RACT
Kata kunci: Negara demokrasi, gaya
kepemimpinan, kepemimpinan
demokratis
Indonesia as a country that adheres to a democratic sistem that requires a
ruling leadership, also involves the community and special social organizations, requires leaders who are close to their people, pay attention
to their people and can live out their roles and functions. When society and
organizations are led by powerful leaders, there is hope that our nation will support the democratic process and then achieve the ideals of a just and
prosperous life in accordance with the ideals. Leadership (leadership) can
help as a complex process whereby one influences others to fulfill a
mission, task, or goal and direct an organization that is coherent and makes more sense. As ideal leaders without having a sense of importance with the
interests of some parties, asking leaders who can help the needs of the
people that we expect. And as leaders must be able to harmonize this diversity so that nothing needs to be excluded, this is one of the challenges
that can be used in all modernization.
INTISARI
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi membutuhkan
pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis pula,
dikarenakan masyarakat umum dan organisasi-organisasi kemasyarakatan khususnya, memerlukan pemimpin-pemimpin yang dekat
sama rakyatnya, perhatian kepada rakyatnya serta dapat menghayati peran
dan fungsinya. Bila masyarakat dan organisasi dipimpin oleh pemimpin yang demokratis, maka ada harapan bahwa bangsa kita akan berhasil
menjalani proses demokratisasi dan kemudian mencapai cita-cita
kehidupan yang adil dan makmur sesuai yang dicita-citakan. Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai suatu proses yang
kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk
menunaikan suatu misi, tugas, atau tujuan dan mengarahkan organisasi yang
membuatnya padu dan lebih masuk akal. Dan pemimpin harus dapat menselaraskan kebergaman ini sehingga tidak ada yang merasa di
kucilkan, inilah salah satu tantangan yang berada dalam kondisi serba
modernisasi.
.
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
2
selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap
insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang
harmonis adalah tugas manusia. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola
dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu
dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin
dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia
akan dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan
masalah yang relatif sulit. Disinilah dituntut kearifan
seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui
kesuksesan pemimpin adalah mempelajari gayanya,
yang akan melahirkan berbagai tipe kepemimpinan yang dikenal salah satunya adalah Kepemimpinan
Demokratis.
Salah satu pemimpin yang gaya kepemimpinannya sangat disorot adalah presiden
Indonesia yaitu Presiden Joko Widodo, seorang
pemimpin seperti Jokowi memiliki gaya
kepemimpinan yang unik dan melekat pada dirinya yaitu melalui gaya blusukannnya, selain itu ia juga
suka menampung aspirasi rakyat dan lebih banyak
bertindak dibandingkan mengumbar janji, meskipun banyak pihak-pihak yang menneyang keputusannya
untuk menjadi capres pada pilpres 2014, jokowi
punya banyak alasan mengapa dirinya mengambil keputusan yang sebelumnya ia sanggah, dengan
berbagai pertimbangan Jokowi berjanji akan
mengubah Indonesia menjadi lebih baik dengan
segala program yang telah dipersiapkan serta tidak melupakan Jakarta.
Lalu bagaimanakah gaya kepemimpanan Jokowi
selama menjabat sebagai presiden Indonesia yang sudah memasuki dua periode? Dengan aktivitas
politiknya yang sering blusukan ke berbagai daerah
baik di kota hingga turun ke desa.
2. Teori
2.1 Konsep Negara Demokrasi
2.1.1 Konsep Negara
Negara diterjemahkan dari kata-kata asing “Staat” (bahasa Belanda dan Jerman); “State” (bahasa
Inggris); “Etat” (bahasa Perancis). Istilah “Staat”
mempunyai sejarah sendiri. Istilah itu mula- mula diperkenalkan pada abad ke-15 di Eropa Barat.
Anggapan umum yang diterima adalah bahwa kata
“Staat” itu dialihkan dari bahasa Latin “Status” atau
“Statum”.
Istilah Negara (Indonesia) merupakan terjemahan
dari perkataan state (Inggris), staat (Jerman dan
Belanda) atau Etat (Perancis) yang diserap dari bahasa Latin status atau statum yang artinya sesuatu
yang memiliki sifat-sifat yang tetap dan tegak. Bahasa
Latin status atau statum itu berkaitan dengan istilah lo
stato yang diperkenalkan pertama kali dalam buku The Prince karya Niccolo Negara (state) telah dikenal
sejak masa Yunani Klasik, yaitu Polis yang berarti
kota (city) yang merupakan suatu negara, sehingga polis dikenal juga dengan sebutan negara (state) atau
negara kota (city state). Polis atau negara kota
memiliki wilayah yang tidak luas dan penduduknya tidak banyak sehingga dapat saling mengenal satu
dengan lainnya. Itulah sebabnya negara kota (polis)
dalam sejarahnya menerapkan “demokrasi langsung”
yang diawali oleh pidato Pericles di depan masyarakat
Athena pada zaman Yunani Klasik sebelum Masehi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan
bahwa negara diartikan pertama; sebagai organisasi
di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah yang ditaati oleh rakyat. Kedua; Negara
diartikan sebagai kelompok sosial yang menduduki
wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di
bawah lembaga politk dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga
berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Negara merupakan integrasi dari kekuatan politik, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik.
Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam
masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerja
sama, sekaligus suasana antagonistis dan penuh
pertentangan.
Negara adalah organisasi yang dalam suatu
wilayah yang dapat memaksakan kekuasannya secara
sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan
bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-
batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan
dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri.
Dengan demikian ia dapat mengintegrasikan dan
membmbing kegiatan-kegiatan sosial dari
penduduknya ke arah tujuan bersama.
Negara mempunyai tugas yang penting yaitu
mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan
yang timbul dalam masyarakat yang bertentangan satu
sama lain, disamping itu negara juga mempunyai tugas untuk mengorganisasi dan mengintegrasi
aktivitas individu/orang perseorangan dan golongan
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
3
agar dapat dicapai tujuan-tujuan dari masyarakat
seluruhnya seperti apa yang mereka cita-citakan.
2.1.2 Negara Demokrasi
Demokrasi merupakan sebuah bentuk sistem
politik suatu negara dan juga merupakan budaya
politik suatu bangsa. Namun Wilson Churchill mengakui secara jujur bahwa demokrasi
sesungguhnya bukanlah sistem pemerintahan yang
terbaik, tetapi belum ada juga sistem lain yang lebih baik dari padanya. Hal ini menunjukkan bahwa
demokrasi ini memang unik. Beragam jenis rezim
politik di seluruh dunia ini menyebut dirinya demokrasi, meskipun yang dikatakan dan diperbuat
oleh rezim yang satu dengan yang lain sering berbeda
secara substansial. Memang sejarah konsepsi
demokrasi itu sangatlah kompleks dan banyak
ditandai dengan konflik konsepsi.
Secara etimologis istilah demokrasi berarti
pemerintahan oleh rakyat (demos berarti rakyat;
kratos berarti pemerintahan). Tetapi dalam sejarah perkembangannya, istilah demokrasi itu mengandung
pengertian yang berbeda-beda. Demokrasi dijelaskan
sebagai bentuk pemerintahan dimana hak-hak untuk
membuat keputusan-kepuutusan politik digunakan secara langsung oleh setiap warga negara, yang
diaktualisasikan melalui prosedur pemerintahan
mayoritas, yang biasa dikenal dengan istilah demokrasi langsung. Demokrasi juga dijelaskan
sebagai bentuk pemerintahan dimana warga negara
menggunakan hak yang sama tidak secara pribadi tetapi melalui para wakil yang duduk di lembaga
Dewan Perwakilan Rakyat. Wakil-wakil itu dipilih
oleh rakyat dan bertanggung jawab terhadap rakyat.
Ini yang disebut demokrasi perwakilan. Atas nama rakyat pejabat-pejabat iitu dapat berunding mengenai
berbagai isu masyarakat yang rumit lewat cara
bijaksana dan sistematis, membutuhkan waktu dan
tenaga.
Pengertian demokrasi tersebut menunjukkan
bahwa rakyat memegang kekuasaan, pembuat dan
penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam
penyelenggaraan negara dan pemerintahan serta mengontrol terhadap pelaksanaan kebijakan baik yang
dilakukan secara langsung oleh rakyat atau wakilnya
melalui lembaga perwakilan. Karena itu negara yang menganut sistem demokrasi diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat mayorits
dan juga tidak mengesampingkan rakyat minoritas.
Pemerintahan yang tidak berasal dari rakyat tidak mempunyai legitimasi. Pemerintahan yang tidak
dijalankan oleh rakyat disebut pemerintahan otoriter.
Pemerintahan yang dijalankan tidak untuk rakyat
adalah pemerintahan korup. Dengan demikian ketiga
bentuk pemerintahan tersebut dinamakan pemerintahan tidak demokratis. Karena suatu
pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam
mekanisme pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip
dan nilai-nilai demokrasi. Selanjutnya dalam pandangan Suseno suatu negara disebut demokratis
bila terdapat 5 gugus dalam negara tersebut yaitu :
negara hukum, kontrol masyarakat terhadap pemerintah, pemilihan umum yang bebas, prinsip
mayoritas dan adanya jaminan terhadap hak-hak dasar
rakyat,
Meskipun demokrasi itu telah menimbulkan
banyak penafsiran, serta banyak kritik dan kendala dalam penerapannya, namun harus dipahami bahwa
demokrasi pada dasarnya memiliki potensi untuk
memberikan sesuatu yang baik bagi manusia terutama dalam menghadapi kekuasaan yang represif.
Demokrasi juga memandang adanya kesetaraan dalam
poltik dan dapat melindungi hak-hak individu atau hak asasi manusia, termasuk hak untuk memperoleh
penghidupan yang layak, hak untuk berkumpul dan
menyatakan pendapat secara bebas dan bertanggung
jawab, serta hak- hak lainnya.
2.1.3 Prinsip-prinsip Negara Demokrasi
Demokrasi adalah mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Salah satu pilar demokrasi yang umum
dikenal adalah prinsip pembatasaan kekuasaan yang
memisahkan kekuasaan eksekutif, legislatif dan
yudikatif dengan prinsip saling mengimbangi dan mengawasi (checks and balances). Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya dengan
pembatasan kekuasaan dalam suatu negara dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat, juga
harus digunakan untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Prinsip pembatasan kekuasaan (semacam trias politica) menjadi saat penting untuk
diperhatikan ketika fakta-fakta sejarah mencatat
kekuasaan pemerintah/raja yang begitu besar ternyata
tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbukan pelanggaran terhadap Hak-
Hak Asasi Manusia. Demokrasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk
pemerintahan yang diorganisasikan berdasarkan
prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, kesamaan politik
konsultasi atau dialog dengan rakyat dan berdasarkan pada aturan suara mayoritas.
Suatu negara atau pemerintahan dikatakan
demokratis apabila dalam sistem pemerintahannya
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
4
mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut
Dahl terdapat enam prinsip demokrasi yang harus ada
dalam sistem pemerintahan, yaitu: 1. Adanya control atau kendali atas keputusan
pemerintahan.
Pemerintahan dalam mengambil keputusan
masih dikontrol oleh lembaga legislative yaitu
DPR dan DPRD. Dalam penyusunan kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk
pengangkatan pejabat negara yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Adanya pemilihan yang teliti dan jujur.
Demokrasi dapat berjalan dengan baik apabila
adanya partisipasi aktif dari warga negara dan
partisipasi tersebut dilakukan dengan teliti dan jujur.
3. Adanya hak memilih dan dipilih.
Hak memilih untuk memberikan hak pengawasan rakyat terhadap pemerintahan, serta memutuskan
pilihan yang terbaik sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai rakyat. Hak dipilih memberikan
kesempatan kepada setiap warga negara yang mempunyai kemampuan dan kemauan serta
memenuhi persaratan untuk dipilih dalam menjalankan amanat dari warga pemilihnya.
4. Adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman.
Demokrasi membutuhkan kebebasan dalam
menyampaikan pendapat, berserikat dengan rasa aman.
5. Adanya kebebasan mengakses informasi.
Demokrasi membutuhkan informasi yang akurat, untuk itu setiap warga negara harus mendapatkan akses informasi yang memadai.
6. Adanya kebebasan berserikat yang terbuka.
Kebebasan untuk berserikat ini memberikan
dorongan bagi warga negara yang merasa lemah, dan
untuk memperkuatnya membutuhkan teman atau
kelompok dalam bentuk serikat. Bagaimana dengan kondisi di Indonesia, apakah sudah menerapkan
sistem demokrasi? Sistem kontrol sudah ada yaitu
DPR dan perannya sudah meningkat, namun seringkali adanya intervensi dari partai politik atau
pemerintah membuat anggota DPR tidak dapat
bekerja secara optimal. Kebebasan berserikat dan berpolitik juga sudah dijamin undang-undang.
Seperti dikemukakan di atas, di Indonesia, prinsip-prinsip negara demokratis telah dilakukan,
walaupun masih ada beberapa kelemahan dalam
pelaksanaannya. Untuk mengukur seberapa jauh
kadar demokrasi sebuah negara, diperlukan suatu ukuran atau parameter.
2.2 Konsep kepemimpinan
2.2.1 Definisi Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan pada dasarnya berasal
dari kata “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun
dan dari kata “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi
memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan kepemimpinan sendiri
yaitu kemampuan seseorang dalam mempengaruhi
orang lain dalam mencapai tujuan. Menurut James L. Gibson dalam Pasolong (2010:110), Kepemimpinan
adalah suatu usaha menggunakan suatu gaya
mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Menurut Ralph M.
Stogdill dalam Sulistyani (2008:13), Kepemimpinan
adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan-
kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
Menurut Joseph C. Rost dalam Sulistyani
(2008:13), Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan
pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang
mencerminkan tujuan bersamanya. Pemimpin adalah mereka yang menggunakan
wewenang formal untuk mengorganisasikan,
mengarahkan, mengontrol para bawahan yang
bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu
menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Secara sederhana
pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu
mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya
mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
Menurut Kartono (2003: 48) mengemukakan
kepemimpinan sebagai berikut: Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan bagi situasi khusus.
Sebab dalam satu kelompok yang melakukan
aktivitasaktivitas tertentu, dan punya tujuan serta peralatan khusus, pemimpin kelompok dengan ciri-
ciri karakteristiknya itu merupakan fungsi dari situasi
khusus tadi. Jelasnya sifat-sifat utama dari pemimpin
dan kepemimpinannya harus sesuai dan bisa diterima oleh kelompoknya, juga bersangkutan, serta cocok-
pas dengan situasi dan zamannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin
dalam mempengaruhi bawahan dengan karakteristik
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
5
tententu sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Faktor keberhasilan seorang pemimpin
salah satunya tergantung dengan teknik kepemimpinan yang dilakukan dalam menciptakan
situasi sehingga menyebabkan orang yang
dipimpinnya timbul kesadarannya untuk
melaksanakan apa yang dikehendaki. Dengan kata lain, efektif atau tidaknya seorang pemimpin
tergantung dari bagaimana kemampuannya dalam
mengelola dan menerapkan pola kepemimpinannya sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi tersebut.
2.2.2 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang
terlibat dalam oleh pemimpin ketika berhadapan
dengan karyawan. Efektivitas gaya kepemimpinan
tergantung pada situasi organisasi (Omolayo, 2004 dalam Umaru., et al. 2015). Gaya kepemimpinan
adalah pendekatan yang memberikan arahan,
melaksanakan rencana, dan memotivasi orang (Northouse, 2015). Pemimpin harus mengidentifikasi
gaya kepemimpinan terbaik untuk mengelola
karyawan mereka dalam sebuah organisasi. Dalam bisnis, kepemimpinan sangat terkait dengan kinerja.
Pemimpin yang efektif adalah mereka yang mampu
meningkatkan perusahaan mereka. Kepemimpinan
sangat penting untuk mengelola karyawan dan organisasi. Kesesuaian gaya kepemimpinan yang
akan digunakan dalam sebuah organisasi berdasarkan
sektor usaha di mana mereka beroperasi. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang tahu
bagaimana untuk menginspirasi dan berhubungan
dengan bawahan, tahu bagaimana meningkatkan
kinerja karyawan dan membuat karyawan loyal
kepada organisasi.
2.2.3 Tipe dan Gaya Kepemimpinan
Dalam memimpin, seorang pemimpin tentu
memiliki gaya dan style yang berdeda-beda dengan
pemimpin lain. Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian
sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku
dan gayanya sendiri yang membedakan
dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya akan berpengaruh terhadap gaya kepemimpinannya.
Kartono dalam Pasolong (2010:118), membagi tipe
kepemimpinan dalam delapan tipe, yaitu (1) Tipe Karismatik, (2) Tipe Peternalistik, (3) Tipe
Militeristik, (4) Tipe Otokratis,, (5) Tipe Laissez
Faire, (6) Tipe Populistis, (7) Tipe Administratif/Eksekutif, (8) Tipe Demokratis yang
kemudian dirangkum dalam lima tipe kepemimpinan
yaitu:
1. Tipe Kharismatik Tipe ini mempunyai daya tarik dan pembawaan
yang luar biasa, sehingga mereka mempunyai
pengikut yang jumlahnya besar. Kesetiaan dan
kepatuhan pengikutnya timbul dari kepercayaan
terhadap pemimpin itu. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan yangdiperoleh dari
kekuatanYang Maha Kuasa.
2. Tipe Paternalistik Tipe Kepemimpinan dengan sifat-sifat antara lain;
a. Menganggap bawahannya belum dewasa
b. bersikap terlalu melindungi c. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk
mengambil keputusan
d. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Otoriter Pemimpin tipe otoriter mempunyai sifat sebagai
berikut: a. Pemimipin organisasi sebagai miliknnya
b. Pemimpin bertindak sebagai dictator
c. Cara menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman.
4. Tipe Militeristik Dalam tipe ini pemimpin mempunyai siafat sifat: a. menuntut kedisiplinan yang keras dan kaku
b. lebih banyak menggunakan sistem perintah
c. menghendaki keputusan mutlak dari bawahan d. Formalitas yang berlebih-lebihan
e. Tidak menerima saran dan kritik dari bawahan
f. Sifat komunikasi hanya sepihak
5. Tipe Demokrasi Tipe demokrasi mengutamkan masalah kerja sama
sehingga terdapat koordinasi pekerjaan dari semua bawahan. Kepemimpinan demokrasi menghadapi
potensi sikap individu, mau mendengarkan saran dan
kritik yang sifatnya membangun. Jadi pemimpin menitikberatkan pada aktifitas setiap anggota
kelompok, sehingga semua unsure organisasi
dilibatkan dalam akatifitas, yang dimulai penentuan tujuan,, pembuatan rencana keputusan, disiplin.
2.2.4 Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokrartis pada umumnya berasumsi bahwa pendapat orang banyak lebih baik
dari pendapatnya sendiri dan adanya partisipasi akan
menimbulkan tanggung jawab bagi pelaksanaanya. Asumsi lain bahwa partisipasi memberikan
kesempatan kepada para anggota untuk
mengembangkan diri para karyawannya sehingga para karyawan dapat terus inovatif dan kreatif (Rivai,
2014).
Rivai (2014) menyatakan bahwa terdapat
beberapa karakteristik yang dimiliki seseorang
pemimpin demokratis adalah senang menerima saran
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
6
dan pendapat bahkan kritikan dari karyawannya;
selalu berusaha mengutamakan kerja sama
(teamwork) dalam usaha pencapaian tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
karyawan berbuat kesalahan yang kemudian
diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat
kesalahan yang kemudian diperbaiki agar karyawan tidak berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani
berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk
meenjadikan karyawan lebih sukses daripada pemimpinnya, dan berusaha untuk mengembangkan
kapasitas diri sebagai pemimpin.
Menurut Robbins (2003:167) gaya
kepemimpinan demokratis menggambarkan
pemimpin yang cenderung melibatkan karyawan dalam mengambil keputusan, mendelegasikan
wewenang, mendorong partisipasi dalam memutuskan
metode dan sasaran kerja, dan menggunakan umpan balik sebagai peluang untuk melatih karyawan. Di
samping itu, dalam mengambil sebuah keputusan,
pemimpin selalu bermusyawarah dan berkonsultasi dengan orang-orang bawahannya. Dengan demikian
kepemimpinan dengan gaya ini cenderung
menghargai setiap potensi yang dimiliki individu dan
mau mendengarkan bawahan.
Robbins (2003:168) mengemukakan bahwa terdapat beberapa ciri gaya kepemimpinan demokratis
yang membedakan dengan gaya kepemimpinan lain
yaitu:
1. Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan
dorongan dan bantuan pemimpin.
2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-
langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis,
pemimpin menyarankan dua atau lebih
alternatif prosedur yang dapat dipilih. 3. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja
yang mereka pilih dan pembagian tugas
ditentukan oleh kelompok. 4. Lebih memperhatikan bawahan untuk
mencapai tujuan organisasi.
5. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan
tugas. 6. Pemimpin adalah objektif dalam pujian dan
kecamannya dan mencoba menjadi seorang
anggota kelompok biasa dalam jiwa dan
semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
Siagian (2002:121) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa indikator gaya kepemimpinan
demokratis adalah : Pengawasan dilakukan secara
wajar, menghargai ide dari bawahan,
memperhitungkan perasaan bawahan, perhatian pada
kenyamanan kerja bawahan, menjalin hubungan baik
dengan bawahan, bisa beradaptasi dengan kondisi, teliti dengan keputusan yang akan diambil, bersahabat
dan ramah, memberikan pengarahan pada tugas-tugas
yang diberikan, komunikasi yang baik dengan
bawahan, pengambilan keputusan bersama,
mendorong bawahan meningkatkan keterampilan.
Gaya kepemimpinan demokratis banyak dinilai
merupakan gaya kepmimpinan yang paling ampuh
untuk membawa kesuksesan perusahaan. Gaya kepemimpinan ini dinilai dapat memberikan motivasi
tersendiri bagi karyawan. Menurut Kontz (1986:150),
seorang pemimpin dalam kepemimpinan gaya
demokratis ini tidak banyak menggunakan kekuasaannya, melainkan memberikan kesempatan
sebanyak-banyaknya kepada bawahan untuk mandiri
dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pemimpin seperti ini akan bergantung pada bawahan mereka
untuk menetapkan sendiri tujuan dan cara bawahan
dalam hal pencapaian tujuan perusahaan, dan tugas pemimpin adalah menjalin komunikasi baik dengan
bawahannya untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan seorang karyawan dalam penyelesaian
pekerjaannya di dalam perusahaan untuk pencapaian
tujuan dari perusahaan.
2.2.5 Sifat-sifat Kepemimpinan Demokratis
Menurut Purwanto terdapat beberapa sifat
didalam gaya kepemimpinan demokratis, diantaranya
adalah: 1. Senang menerima saran, pendapat, dan kritik
dari bawahan
2. Mengutamakan kerjasama dalam mencapai
tujuan 3. Selalu berusaha menyinkronkan kepentingan
dari tujuan pribadi bawahan
4. Memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya
5. Mengusahakan agar bawahan dapat lebih
sukses dari pada dirinya
Kemudian Siagian menyatakan bahwa pemimpin
yang demokratis memiliki sifat-sifat sebagai berikut. 1. Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak
dari anggapan bahwa manusia merupakan
mahkluk yang paling mulia di dunia. 2. Senang menerima saran, pendapat dan kritik
dari bawahan.
3. Mengutamakan kerja sama dalam mencapai tujuan.
4. Memberikan kebebasan kepada bawahan
tetapi juga tetap membimbingnya.
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
7
2.2.6 Ciri-ciri Kepemimpinan Demokratis
Menurut Danim bahwa kepemimpinan demokratis
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Beban kerja organisasi menjadi tanggung
jawab bersama,
2. Pimpinan menganggap bawahan sebagai komponen pelaksana, dan secara integral
harus diberi tugas dan tanggung jawab.
3. Disiplin, tetapi tidak kaku, jika ada masalah diselesaikan bersama,
4. Memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap
bawahan dengan tidak melepaskan tanggung jawab pengawasan, dan cara yang paling
cocok dengan jiwa kelompok dan situasinya.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Sudarwan Danim,
adapun ciri-ciri
5. Komunikasi bersifat terbuka dan dua arah
3. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan pendekatan berupa
studi kepustakaan (library research). Studi
Kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang
ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi
obyek penelitian.Menurut Sugiyono, studi
kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan
norma yang berkembang pada situasi sosial yang
diteliti, selain itu studi kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan
penelitian tidak akan lepas dari literatur-literatur
Ilmiah (Sugiyono, 2012 : 291). Studi keputsakan dalam penulisan ini digunakan
untuk mengungkapkan informasi yang berupa data
deskriptif yang mendukung dalam proses bernegara
yang menganut sistem demokrasi dan juga untuk menggambarkan kepemimpinan demokratis yang
diterapkan oleh presiden Joko Widodo melalui
berbagai studi literatur yang ada baik dari buku, penelotian terdahulu seperti jurnal, skripsi dan juga
tesis serta artikel yang dikutip daei koran online
seperti kompas.com.
4. Diskusi dan Hasil
4.1 Diskusi
Didalam pasal 1 UUD Indonesia menyatakan
bahwa negara Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional dan negara hokum. Disini tampak
bahwa negara demokrasi itu terwujud karena negara
Indonesia menghormati hak-hak asasi manusia dalam memberikan rakyat indoensia suara, untuk memilih
aturan Indonesia dengan baik dan benar. Tampak
dengan adanya pemilu, dimana yang dipilih adalah
rakyat Indonesia sendiri untuk mewakili rakyat
indonesia dalam mengatur tatanan pemerintah
indoensia dan sistem Indonesia itu sendiri.
Maka dari itu, tampak bahwa Indonesia menganut sistem demokrasi karena sesuai sejarah, pola pikir
masyarakat Indonesia telah terbentuk untuk memiliki
sistem demokrasi. Pada sistem demokrasi di Indonesia
sendiri, telah dikenal dan diterapkan sejak zaman Yunani kuno, pada pelaksanaannya, rakyat dapat
terlibat secara langsung dalam proses pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan keberlangsungan suatu negara. Saat itu, sistem demokrasi seperti di
zaman Yunani kuno sangat sulit untuk diterapkan
pada suatu negara negara yang wilayahnya sangat luas
dengan jumlah penduduk yang banyak
Misalnya, saja Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta
jiwa tentunya sistem demokrasi Yunani kuno tidak
relevan jika diterapkan. Hal itulah yang kemudian menjadi alasan mengapa Indonesia membentuk
lembaga perwakilan rakyat, yaitu Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Jadi, DPR ini berperan untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.
Kondisi ini kemudian memunculkan demokrasi
perwakilan atau demokrasi tidak langsung
Salah satu upaya menciptakan negara demokrasi
dengan mendahulukan kepentingan rakyat di atas segalanya melalui gaya kepemimpinan blusukan yang
mungkin baru dikenal dalam 5 tahun ke belakang.
Blusukan mungkin bisa dianggap kata yang dipopulerkan oleh Presiden Jokowi. Sejak menjadi
walikota Solo, Presiden Jokowi memang sering
melakukan ini, blusukan dilakukan untuk mengerti
dan memahami masalah di publik dan mendengar suara rakyat secara langsung, aksi yang langsung
terjun ke lapangan terutama di tempat yang sedang
ada masalah atau bencana memang menjadi nilai positif bagi Presiden. Beliau bahkan tidak tanggung-
tanggung untuk langsung meninjau lokasi kejadian
tanpa memandang status untuk melihat situasi apa yang sebenarnya terjadi.
Sejak Jokowi dilantik menjadi presiden, ada
beberapa blusukannya yang paling menyita perhatian
masyarakat seperti yang telah dikutip oleh penulis dari website kompas.com. Pertama adalah blusukan
perdananya ke Sinabung, Inilah blusukan pertama
Jokowi setelah dilantik menjadi Presiden. Jokowi memberikan bantuan uang tunai serta membagikan
Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar
kepada pengungsi. Jokowi juga enggan terikat oleh
protokoler dan jadwal resmi. Di Kabanjahe, ia tak mau hadir dalam acara resmi pemaparan kondisi
terakhir pengungsi dan Gunung Sinabung. Ia
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
8
menggantinya dengan rapat singkat tertutup. Jokowi
juga tak segan berjalan jauh untuk menemui warga.
Blusukan Presiden Jokowi yang kedua adalah ketika ia menginspeksi pelayanan di Pelabuhan
Tanjung Priok, Jakarta Utara, 17 Juni 2015.
Kunjungan untuk memeriksa waktu tunggu kontainer
(dwell time) itu berakhir dengan kemarahan Presiden jokowi. Ia kecewa mendapati dwell time di sana
masih 5,5 hari. Itu di bawah target pemerintah, yakni
4,7 hari. Jokowi marah karena tak kunjung mendapat jawaban dari petugas di sana tentang penyebab
lamanya dwell time. Ia berjanji akan memberi sanksi
tegas kepada siapa pun yang tidak becus membenahi pelayanan itu. Kegaduhan di Pelabuhan Tanjung
Priok berlanjut pada langkah Bareskrim Polri yang
membongkar dugaan korupsi di Pelindo II terkait
pengadaan mobile crane. Selanjutnya, blusukan presiden jokowi yang
ketiga adalah ketika kebakaran hutan terjadi, foto
Jokowi yang tengah berjalan di lahan berasap di Desa Guntung Damar, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 23
September 2015, menjadi pembicaraan di media
sosial. Dengan melepas masker, Jokowi menyusuri
lahan yang berubah hitam dan diselimuti asap karena terbakar. Beragam reaksi masyarakat bermunculan
atas foto itu. Ada yang memuji Jokowi dan
membandingkan hal itu dengan presiden sebelumnya. Ada juga yang mengkritiknya. Jokowi dianggap telat
dan tidak mampu menghentikan penderitaan korban
bencana asap. Sebaliknya, ketika DPR membahas pembentukan panitia khusus soal kebakaran hutan,
pimpinan DPR justru menggunakan masker dalam
rapat paripurna di Gedung DPR RI, 30 Oktober 2015.
Blusukan Presiden Jokowi yang selanjutnya adalah saat Jokowi blusukan menangani kebakaran
hutan dan lahan. Media sosial dibuat heboh oleh foto
Jokowi saat menemui warga Suku Anak Dalam. Pada tanggal 30/10/2015, ia menemui warga Suku Anak
Dalam di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam,
Kabupaten Sarolangun. Foto-foto pertemuan Jokowi dan Suku Anak Dalam itulah yang mengundang
polemik. Muncul tuduhan bahwa foto itu hasil
rekayasa seolah pertemuan itu sudah diarahkan
sedemikian rupa agar Jokowi tampak merakyat. (Liputan6. 2019)
Dengan gaya kepemimpinan “blusukan”, para
pemimpin politik bisa memeriksa langsung, apakah keputusan yang telah ia buat dijalankan dengan baik
atau tidak. Dari sudut pandangan metode berpikir
ilmiah, ini disebut juga verifikasi. Banyak pemimpin
lupa memeriksa lagi, apakah kebijakan yang telah dibuat sungguh membantu masyarakat atau tidak.
Dengan politik blusukan, gaya lama semacam ini bisa
dihindari. Namun, “blusukan” juga memiliki kelemahannya.
Blusukan bisa merosot menjadi politik
pencitraan, ketika pimpinan politik hanya berkeliling
di masyarakat, supaya terlihat peduli, namun tak ada keputusan nyata yang bisa membantu memecahkan
pesoalan-persoalan sosial masyarakat. Presiden Joko
Widodo kerap dikritik dengan dalih tak pantas
seorang penguasa yang prestisius dan berwibawa menyusuri gorong-gorong berlumpur, mengunjungi
pasar-pasar tradisional, berdesak-desakan di antara
kerumunan pedagang dan penjual serta tempat blusukan yang lainnya.
Akan tetapi sikap Jokowi yang bertindak
langsung dan suka blusukan memang telah menimbulkan perdebatan. Tidak sedikit yang
menuduh tindakan itu hanya pencitraan, seperti yang
dikatakan oleh pengamat perkotaan, Yayan
Supriyatna yang dikutip dari website thejak.co. ia menilai aksi blusukan Jokowi tak efektif, Jokowi
malah diminta menghentikan sementara blusukannya.
Sudah cukup blusukannya. Stop blusukan dulu deh. Dia memang tipenya di lapangan tapi perlu
mengejar target prioritas dulu supaya rencana besar
itu bisa direalisasikan,”Selain itu, permasalahan yang
dialami masyarakat sangat banyak, pastilah tidak mungkin semuanya bisa diselesaikan dengan blusukan
dan tindakan langsung. Untuk itu membangun sistem
yang transparan dan efektif dan menjadikan blusukan serta tindakan langsung sebagai bagiannya akan lebih
bermanfaat.
Gaya kepemimpinan Presiden Jokowi ini mendapat persepsi yang berbeda di kalangan
masyarakat. Persepsi merupakan suatu penilaian atau
kesan seseorang terhadap suatu objek yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Adapun komponen yang termasuk dalam persepsi
yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan) dan
evaluatif (penilaian). Sebagian masyarakat sangat setuju dengan gaya kepemimpinan Presiden Jokowi
ini, karena dianggap mampu menyelesaikan banyak
persoalan, namun di sisi lain justru merasa Presiden Jokowi hanya melakukan pencitraan dan kadang
justru mengabaikan pekerjaan yang seharusnya
dikerjakan. Keadaan ini tentunya tidak terlepas dari
persepsi masyarakat dalam menanggapi dan menilai seorang sebagai presiden dan gaya kepemimpinannya,
baik persepsi masyarakat yang menerima atau
menolak. Oleh karena itu permasalahan ini perlu diteliti untuk mendapat jawaban yang jelas tentang
persepsi masyarakat mengenai gaya kepemimpinan
Presiden Joko Widodo.
Jokowi termasuk pemimpin muda yang diharapkan banyak pihak mampu mengubah Jakarta,
bahkan wajah Indonesia. Pria kelahiran 21 Juni 1961
ini dipandang memiliki track record leadership yang baik. Lulusan fakultas Kehutanan UGM ini memulai
karier sebagai pengusaha mebel, yang oleh Jokowi
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
9
sendiri diakui sebagai tukang kayu karena ikut
membuat langsung mebel yang diproduksinya. Sukses
sebagai eksportir mebel, dirinya masuk ke arena politik setelah dipinang PDI-P untuk menjadi calon
walikota Solo hingga berlanjut sampai sekarang.
Selama menjabat, banyak perubahan yang
dicapai, di antara branding untuk kota Solo, yaitu: “The Spirit of Java", merelokasi pedagang barang
bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak,
merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan
kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung
rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat, taman Balekambang yang
terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya,
dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik
investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Jokowi juga berhasil mengajukan
Solo atau nama resminya Surakarta untuk menjadi
anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006, termasuk menfasilitasi
perdamaian keluarga Kraton Surakarta yang terlibat
konflik antar keturunan Pakubuwono XII sejak tahun
2004. Sebagai kepala pemerintahan, Jokowi memiliki
leadership seperti yang diharapkan oleh masyarakat.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang (pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain sehingga
orang yang dipengaruhi bertingkah laku seperti yang
dikehendaki oleh pemimpin. Kepemimpinan ada yang bersifat resmi (formal leadership) ada pula yang tidak
resmi (informal leadership). Kemunculan seorang
pemimpin merupakan hasil dari proses dinamis
memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompok (Soekanto, 2002). Sosok Jokowi ketika menemui
warga di kampung-kampung di Jakarta dengan
pakaian bebas, tanpa pengawalan ketat, bahkan tanpa protokoler kegubernuran sejatinya menampilkan
dirinya sebagai pemimpin informal bagi
masyarakatnya. Ketika Jokowi mengambil keputusan-keputusan secara cepat ketika persoalan yang ada di
lapangan, maka Jokowi juga memperlihatkan diri
sebagai pemimpin formal bahwa dirinya adalah
gubernur yang memiliki otoritas untuk mengambil keputusan .
Secara teori, ada banyak gaya model
kepemimpinan mulai dari kepemimpinan kharismatik, otoritaristik, paternalistic hingga demokratis. Dari
berbagai gaya kepemimpinan tersebut jokowi lebih
menonjolkan gaya kepemimpinan demokratis dalam
perannya sebagai pemimpin untuk melakukan perubahan-perubahan secara mendasar di dalam
organisasi, sehingga kinerja birokrasi menjadi lebih
efektif dan efisien.
4.2 Hasil
Joko Widodo juga menerapkan model
kepemimpinan demokratis dengan selalu menekankan
pendekatan partisipatif dalam menjalankan kekuasaannya. Blusukan adalah merupakan cara Joko
Widodo untuk melibatkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan kota sekaligus pengejawantahan
dari demokrasi sejati, menjelaskan, model kepemimpinan demokratis selalu meyakini bahwa
dana yang banyak akan sia-sia jika tidak digunakan
oleh manusia demi mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Pemimpin demokratis selalu
memperhatikan kesejahteraan bawahan. Dalam
penilaian Joni Hari Sumantri (pada suatu wawancara pada Rabu, 27 Mei 2015, di Solo), Joko Widodo
termasuk pemimpin yang selalu memberi perhatian
kepada para PNS. Ia selalu berupaya agar ada
kenaikan gaji yang pantas kepada para PNS yang
telah bekerja dan melayani masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh White dan Lippit
dalam Pasolong, model kepemimpinan demokratik
disebut juga dengan model kepemimpinan partisipatif yang selalu mempergunakan pengetahuan para
anggota dalam membuat suatu keputusan. Menurut
Indah (dalam suatu wawancara, pada Rabu, 27 Mei
2015 di Solo), Joko Widodo selalu melibatkan partisipasi wartawan sebelum mengambil keputusan
tertentu, termasuk menentukan lokasi blusukan. Indah
mencontohkan, ketika Joko Widodo akan menikahkan anaknya, ia bahkan mengajak wartawan Solo untuk
makan bersama sekaligus menanyakan bagaimana
bentuk acara yang diharapkan oleh teman-teman wartawan. Joko Widodo paham, wartawan ingin
memberitakan acara pernikahan anaknya oleh sebab
itu, ia meminta konsep acara yang bagus sehingga
wartawan juga mudah untuk meliputnya.
Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sama-sama menerapkan model kepemimpinan
demokratis. Hanya SBY kadang berlebihan atau
keliru dalam memaknai demokrasi. Atas sikapnya yang selalu menunggu banyak masukan sebelum
mengambil keputusan, maka, beberapa pihak
menganggapnya sebagai presiden yang selalu lamban
dalam mengambil keputusan misalnya, perseteruan KPK dan Polri yang melibatkan komisioner KPK,
Bibit Samad Rianto, Chandra M Hamzah serta Ketua
KPK Antasari Azhar yang ditahan oleh Bareskrim Polri. Begitupun kasus ganti rugi korban lumpur
Lapindo yang bertahun-tahun tanpa kejelasan.
Sementara, Joko Widodo menerapkan
kepemimpinan demokratis yang tidak kebablasan
dengan senantiasa mengambil sikap tegas untuk melindungi rakyatnya, misalnya ia berani membuat
aturan terkait lokasi dan jam operasional su-
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
10
permarket untuk memberi perlindungan kepada
pedagang kecil. Ia juga tegas menolak izin baru untuk
pendirian mal demi menjaga eksistensi pasar
tradisional.
Hal lain yang membedakan kepemimpinan
demokratis SBY dengan Joko Widodo adalah
penerapan demokrasi Joko Widodo yang lebih
subtantif. Blusukan Joko Widodo merupakan bentuk dari demokrasi sejati, di sini rakyat dihadirkan dalam
politik bukan hanya pada saat pemilu, namun, mereka
dilibatkan pada setiap harinya. Hampir tidak ada kebijakan yang diputuskan tanpa terlebih dahulu
mendengar masukan langsung dari rakyat. Atas
sikapnya tersebut, ia dianggap menerapkan
“demokrasi jalanan” karena langsung bertemu masyarakat. Ia lebih banyak berada di jalan, kampung
kumuh, terminal, dan pasar-pasar daripada di kantor.
Beberapa wartawan asing memberikan beberapa julukan kepadanya, seperti, “the street democracy”,
“Jokowi, a Governor at Home on the Streets”, dan
“man of the people”. karena, setiap saat rakyat dihadirkan dalam politik. Bukan hanya pada saat
pemilu berlangsung. (BeritaSatu. 2014)
Sehingga dari semua pemaparan di atas bisa
disimpulkan blusukan merupakan salah satu cara
presiden Jokowi untuk menerapkan gaya kepemimpinan demokratis karena salah satu ciri-ciri
kepemimpinan demokratis menurut siagian yaitu
Senang menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan yaitu dibuktikan dengan adanya blusukan
Presiden Jokowi dapat mengerti dan memahami
masalah di publik dan mendengar suara rakyat secara
langsung, dengan mendengar suara rakyat maka secara tidak langsung Jokowi selalu mendapat saran
serta kritik mengenai apa yang Indonesia hadapi saat
ini. Selain itu melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan
masyarakat yang membuktikan bahwa Jokowi selalu
menerima semua pendapat masyarakat atas dirinya
dan Indonesia.
Dengan menerapkan model kepemimpinan
demokratis Jokowi selalu menekankan pendekatan
partisipatif dalam menjalankan kekuasaannya melalui
Blusukan yang merupakan cara Joko Widodo untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan kota sekaligus pengejawantahan dari
demokrasi sejati, menjelaskan, model kepemimpinan demokratis selalu meyakini bahwa dana yang banyak
akan sia-sia jika tidak digunakan oleh manusia demi
mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Pemimpin
demokratis selalu memperhatikan kesejahteraan bawahan.
Tidak hanya melibatkan partisipasi masyarakt
saja bahkan Joko Widodo selalu melibatkan
partisipasi wartawan sebelum mengambil keputusan tertentu, termasuk menentukan lokasi blusukan.
Tidak hanya kepada masyarakat saja Joko
Widodo termasuk pemimpin yang selalu memberi
perhatian kepada para PNS. Ia selalu berupaya agar ada kenaikan gaji yang pantas kepada para PNS yang
telah bekerja dan melayani masyarakat. Sehingga
dengan adanya hal tersebut Jokowi mengharapkan masyarakat Indonesia dapat diberikan pelayanan yang
pantas oleh para pemberi layanan.
Jadi, Blusukan Joko Widodo merupakan bentuk dari demokrasi sejati, di sini rakyat dihadirkan dalam
politik bukan hanya pada saat pemilu, namun, mereka
dilibatkan pada setiap harinya. Dan dengan adanya
blusukan ini membuat terciptanya Komunikasi bersifat terbuka dan dua arah antara kepala negara
serta pemerintah dan rakyatnya yang merupakan ciri-
ciri kepemimpinan demokratis menurut Danim. Blusukan merupakan salah satu cara yang
dilakukan oleh presiden Jokowi untuk menerapkan
gaya kepemimpinan demokratis karena dengan
adanya blusukan Jokowi dapat menerima saran, pendapat, dan kritik dari masyarakt secara langsung,
selalu berusaha menyinkronkan kepentingan dari
tujuan pribadi bawahan dan juga menciptakan komunikasi yang terbuka dan dua arah antara
pemerintah dan masyarakat yang hal tersebut
merupakan ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis. Sehingga jika masyarakat selalu didengar dan
diperhatikan akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah.
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa model
kepemimpinan yang khas Joko Widodo yakni blusukan. Blusukan telah membuat nama
JokoWidodo semakin populer tidak hanya di Solo
serta di Indonesia, bahkan di dunia internasional sehingga, ia mendapatkan julukan sebagai “the street
democracy”, “Jokowi, a Governor at Home on the
Streets”, dan “man of the peopl”. Selanjutnya,
banyaknya tokoh dunia, seperti pendiri media sosial Facebook Mark Zuckerberg, Perdana Menteri
Belanda Mark Rutte, Perdana Menteri Australia
Malcolm Turnbull, dan lainnya yang tertarik ingin merasakan langsung blusukan agar dapat
membuktikan kuatnya citra atau identitas tersebut
dalam kepemimpinan Joko Widodo. Blusukan seperti
telah menjadi milik Joko Widodo. Secara tegas dapat dikatakan, Joko Widodo adalah blusukan dan
blusukan adalah Joko Widodo.
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
11
Dalam penulisan ini ditemukan bahwa blusukan
merupakan ciri yang sangat menonjol dalam
kepemimpinan politik Joko Widodo. Blusukan merupakan gaya kepemimpinan demokratis yang
ditunjukan oleh Joko Widodo untuk mengetahui
persoalan langsung dari tangan pertama. Blusukan
juga merupakan implementasi kerendahan hati seorang pemimpin, karena, pemimpin memang harus
melayani bukan dilayani. Selain itu, pemimpin yang
melakukan blusukan juga harus bersiap menerima berbagai risiko, karena blusukan merupakan pola
kerja pemimpin yang hampir tanpa jarak dengan
rakyatnya. Salah satunya prosedur keamanan. Sehingga apa yang dilakukan Jokowi erat kaitannya
dengan tipe kepemimpinan demokratis.
Terkait teori Foucault yang mengatakan bahwa
kekuasaan itu menyebar, Joko Widodo blusukan
adalah merupakan perwujudan atas model kekuasaannya yang tidak elitis. Joko Widodo
merubah cara lama pengetahuan dan kebijakan
tentang pembangunan kota di produksi dengan cara kerja kekuasaan yang hirarkis sementara, ia
merancang pembangunan kota dengan meng- gunakan
sumber daya rakyat yang bertalian pada pengetahuan
maupun keinginan rakyat. Contohnya, Kampung Deret bisa terwujud karena pengetahuan dan
konsensus atas konsep tersebut melibatkan rakyat
secara langsung. Joko Widodo memberi pesan kepada rakyat bahwa politisi harus mendahulukan
kepentingan rakyat di atas kepentingan diri dan
kelompok. Politisi harus selalu dekat dengan rakyat agar bisa paham masalah dan berbagai harapan
mereka. Pada konteks tersebut, blusukan adalah jalan
terbaik yang diyakini dan dijalankan oleh Joko
Widodo.
5.2 Saran
Gaya kepemimpinan demokratis memang dirasa baik untuk diterapkan oleh para pemimpin, namun
walaupun gaya kepemimpinan ini masih termasih
kategori cukup efektif namun pelaksanaannya kadang masih belum optimal untuk menciptakan lingkungan
yang kondusif didalam sebuah organisasi ataupun
negara karena banyaknya sudut pandang yang
berbeda antar masyarakat yang kadang menyebabkan terjadinya konflik. Oleh sebab itu, pemimpin yang
menerapkan gaya kepemimpinan demokratis harus
lebih tegas serta tanggung jawab sebagai seorang pemimpin juga harus mampu mengawasi keadaan
lingkungan masyarakat dan dapat mengarahkan
semua masyarakatnya kea rah yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Aji, Wahyu. Alasan Jokowi Blusukan Pasar
Tradisional, http://www.tribunnews.com.
(diakses tanggal 3 desember 2019). BeritaSatu. 2014.
https://www.beritasatu.com/nasional/214460/i
ni-perbedaan-sby-dan-jokowi-dalam-konteks-
ketatanegaraan. diakses tanggal 3 desember 2019).
Dahl, Robert A. Dilema Of Pluralist Democracy.
New Heaven and London : Yale University Press.
Danim, Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan dan
Efektivitas Kelompok, (Jakarta: Rineka
Cipta. 2004), h.76. Foucault, Michel. 2003. Society must be Defended.
UK: Penguin Books.
Kartodirdjo. Sartono (Penyunting). 1984. Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial.
Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Kartono, Kartini. 2003. Pimpinan dan Kepemimpinan.
Edisi 1. Jakarta : PT Grafindo Persada.
Koontz, Harold., (1986). Manajemen Edisi Kedelapan
. Jakarta : Penerbit Erlangga. Liputan6. Liputan6.info.
http://www.liputan6.info/2016/01/6-blusukan-
presiden-jokowi-terheboh.html. diakses tanggal 3 desember 2019).
Northouse, P.G. 2015. Leadership: Theory and
Practice. Sage Publication, Thousand Oaks. Pasolong, H. 2008. Kepemimpinan Birokrasi. CV.
Alfabeta, Bandung.
Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi
Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan. Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi, jilid
2. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi, Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT Indeks Kelompok
Gramedia
Siagian, Sondang P. 2010. Teori & Praktek Kepemimpinan.Jakarta: Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono. 2002. Teori Peranan. Jakarta :
Bumi Aksara. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung :
Penerbit Alfabeta.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2008. Kepemimpinan
Profesional; Pendekatan Leadership Game. Yogyakarta: Gava Media
Supardo, Susilo, dan Bernadine R. Wirjana, M.S.W.
2006. Kepemimpinan, Dasar-Dasar dan
Ega Pratiwi/ AP FIA UB/2019
12
Pengembangannya. Yogyakarta: CV. Andi
offset.
Suseno, Frans Magnis. 1997. Mencari Sosok Demokrasi, Sebuah Telaah filosofis. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Sutanto, Teguh. 2013. Belajar Kepemimpinan Jawa
Dari Soekarno Hingga Jokowi. Yogyakarta : Buku Pintar.
Tanisa, Evelyn. 2017. Indonesia sebagai negara
demokrasi. https://www.kompasiana.com/evelyntanissa/5
9cdbd2e4fc4aa68c11afc22/indonesia-sebagai-
negara-demokrasi?page=alldiakses tanggal 3 desember 2019).
Umaru, D. M., et al. (2015). Evaluation of
performance of small and medium enterprises
(smes) development in nigeria. EPRA International Journal of Economic and
Business Review.
Wattimena, Reza A.A. 2013. Kepemimpinan Blusukan.http://rumahfilsafat.com. diakses
tanggal 3 desember 2019).
top related