balita bgm
Post on 28-Dec-2015
88 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BALITA BGM
13 APRIL 2011
Karakteristik Keluarga Balita Dengan Berat Badan DiBawah Garis Merah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia dan di negara berkembang masalah gizi pada umumnya
masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah
Anemia Besi,masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY),
Masalah Kurang Vitamin A (KVA), dan masalah obesitas terutama di kota-
kota besar.
Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional,
Masalah gizi kurang pada balita umumnya disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung
yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak.
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. (Depkes, 2000)
Menurut Depkes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003
sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6
juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%). Khususnya untuk mereka yang berumur di bawah 5 tahun. (Depkes,
2004)
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi senantiasa menjadi
indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Menurut data
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007), Angka
Kematian Bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Balita sebesar 44 kematian/1000 kelahiran hidup. Namun, Nusa
Tenggara Barat masih menduduki urutan kedua tertinggi penyumbang AKB
dan AKABA yaitu 72 per 1000 kelahiran dan 92 per 1000 kelahiran hidup.
(SDKI,2007)
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), tercatat jumlah warga yang
mengalami gizi kurang hingga Juli 2010 mencapai 319 orang. Pada
Kabupaten Lombok Barat terdapat 65 kasus gizi kurang. (Rahayu,2010)
Dari data Dikes Kabupaten Lombok Barat diperoleh jumlah kejadian
balita berat badan dibawah garis merah (BGM) dari 15 puskesmas wilayah
Lombok Barat yaitu Puskesmas Meninting didapatkan 110 (3,46%) balita
BGM dari 3188 balita yang ada, Puskesmas Gunung Sari didapatkan 50
(1,77%) balita BGM dari 2802 balita yang ada, Puskesmas Penimbung
didapatkan 38 (1,83%) balita BGM dari 2050 balita yang ada, Puskesmas
Lingsar didapatkan 116 (4,02%) balita BGM dari 2892 balita yang ada,
Puskesmas Sigerongan didapatkan 73 (4,24%) balita BGM dari 1721 balita
yang ada, Puskesmas Narmada didapatkan 131 (4,30%) balita BGM dari
3054 balita yang ada, Puskesmas Sedau didapatkan 66 (1,61%) balita BGM
dari 4116 balita yang ada, Puskesmas Kediri didapatkan 32 ( 0,75%) balita
BGM dari 4251 balita yang ada, Puskesmas Kuripan 283 (9,03%) balita
BGM dari 3129 balita yang ada, Puskesmas Labuapi didapatkan 88 (3,19%)
balita BGM dari 2747 balita yang ada, Puskesmas Perampuan didapatkan
124 (4,60%) balita BGM dari 2699 balita yang ada, Puskesmas Jakem
didapatkan 89 (2,50%) balita BGM dari 3555 balita yang ada, Puskesmas
Sekotong 98 (6,20%) balita BGM dari 1583 balita yang ada, Puskesmas
pelangan didapatkan 57 (2,38%) balita BGM dari 2370 balita yang ada dan
Puskesmas Gerung 326 (6,30%) balia BGM dari 5172 balita yang ada.
Sehingga diperoleh jumlah balita di Kabupaten Lombok Barat pada ptahun
2009 sebanyak 45.327 balita dengan jumlah balita berat badan dibawah
garis merah sebanyak 1680 balita, dimana dari data tersebut terlihat
kejadian balita berat badan dibawah garis merah (BGM tertinggi di
Puskesmas Kuripan yaitu sebanyak 283 (9,03%) balita BGM dari 3129 total
balita yang ada (Dikes Kabupaten Lobar, 2009).
Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian sederhana tentang “Karakteristik Keluarga Balita Dengan Berat
Badan Di Bawah Garis Merah (BGM) di wilayah kerja Puskesmas Kuripan
Tahun 2011”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Karakteristik Keluarga Balita
Dengan Berat Badan Di Bawah Garis Merah (BGM) di Wilayah Kerja
Puskesmas Kuripan Tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
karakteristik keluarga balita dengan berat badan di bawah garis merah
(BGM) di wilayah kerja Puskesmas Kuripan tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di
bawah garis merah (BGM) berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga.
b. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di
bawah garis merah (BGM) berdasarkan Pendapatan keluarga.
c. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di
bawah garis merah (BGM) berdasarkan pola asuh anak.
d. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di
bawah garis merah (BGM) berdasarkan jumlah anggota keluarga
e. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita dengan berat badan di
bawah garis merah (BGM) berdasarkan Sanitasi lingkungan keluarga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Untuk Instansi Terkait
Sebagai sumber informasi untuk bahan pertimbangan bagi Puskesmas guna
menyusun strategi lebih lanjut sehingga dapat menurunkan insiden BGM
2. Manfaat Untuk Masyarakat
a. Sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang gizi balita
b. Meningkatkan kesadaran ibu dan keluarga untuk memperbaiki pola asuh
terhadap balita
3. Manfaat Untuk Penelitian Yang Akan Datang
Dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya terutama
penelitian yang berhubungan dengan terjadinya BGM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINAJUAN TEORI
1. Karakteristik
a. Pengertian
Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi
seperti jenis-jenis kelamin, umur, serta status sosial seperti tingkat
pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya. Menurut
Efendi, demografi berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis
kelamin, dan status ekonomi sedangkan data cultural mengangkat tingkat
pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya
(Ayuria,2009).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus atau
mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.
2. Karakteristik keluarga
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi kurang. Menurut
UNICEF (2008) yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan (2) Akibat
terjadinya penyakit infeksi. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya
kasus gizi buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan (2) Perilaku dan
pendidikan dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak; (3)
Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2006), ada 3 faktor penyebab
gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin/ sosial ekonomi (2)
Ketidaktahuan orang tua/ pengetahuan (3) Penyakit bawaan pada anak,
(Hardjoprakoso, 2008)
a. Tingkat pendidikan keluarga
1) Pengertian
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-
sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan
yang jelas, mulai dari pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SMP
dan SMA), sampai pendidikan tinggi (perguruan Tinggi). (Wikipedia,2011)
Berdasarkan pengertian pendidikan yang teah dijelaskan sebelumnya
maka dapat diidentifikasikan beberapa ciri pendidikan antara lain :
a) Pendidikan mengandung tujuan yaitu kemampuan untuk berkembang,
sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.
b) Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana
dalam memiih isi, strategi dan teknik pendidikan.
c) Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat (formal dan non formal)
2) Jalur pendidikan
Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
jalur pendidikan terdiri dari :
a) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
b) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan dan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri
c) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3) Jenjang pendidikan
Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
jenjang pendidikan formal terdiri atas :
a) Pendidikan dasar
Merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah dasar (SD), dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI) atau sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsnawiyah (Mts) atau yang sederajat.
b) Pendidikan menengah
Merupakan lanjutan pendidikan dasar. Terdiri atas pendidikan menengah
umum dan kejujuran seperti Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah
Aliyah (MA), Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliah
Kejujuran (MAK) atau yang sederajat.
c) Pendidikan tinggi
Meupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, Specialis dan
Doktor yang diselenggarakan oleh pergurun tinggi (Hasbullah, 2005)
4) Pendidikan dan Gizi
Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih
mudah menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga
dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari. (Depkes RI,2003)
b. Pendapatan keluarga
Pendapatan adalah segala sesuatu yang diperoleh atau diterima oleh
seseorang baik berupa barang atau uang sebagai balas jasa yang dihitung
dalam perkapita, perminggu, perbulan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, Kriteria atau
batasan keluarga miskin Indonesia jika pendapatan keluarga kurang dari
Rp. 600.000 per bulan.(Gema,2010)
Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam
kualitas dan kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka
berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan
pendapatan yang rendah akan mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga
tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara
tertentu secara efektif terutama untuk anak mereka. (Notoatmodjo,2007)
c. Pola Asuh
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di
samping harus mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya
mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh
dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak,
memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan
seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006).
Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk
menyediakan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa
anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada
masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan
pengasuhan ibunya (Sarah, 2008).
Adapun tipe-tipe pola asuh anak :
1) Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek
terhadap anak. Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan
seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat,
pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya.
Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini
diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan
atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak
dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan
terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa.
Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya
bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak
berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk,
kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain
sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.
2) Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat
pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai
aturan yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu
perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan
hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.
Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak
dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati
orang-tua yang telah membesarkannya.
Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak
bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan
tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain.
Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa
mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan
lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.
3) Pola Asuh Otoritatif
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang
memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi
berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan
pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang
cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua kepada anak-anaknya.
Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria,
menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua,
menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi,
berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain.
(Anonim,2008)
d. Besar anggota keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat
nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama
mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika
yang harus dilayani jumlahnya sedikit. Besar keluarga mungkin
berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam keluarga. Keadaan
demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu terhadap perawatan
anak menjadi berkurang,karena perhatian ibu dalam merawat dan
membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang
dimiliki. Bila besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap
anak berkurang. (Notoatmodjo,2007)
Menurut BKKBN, jumlah anggota keluarga kecil rata-rata adalah 4
orang. (Daniel,2005)
e. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebaginya (Notoadmojo, 2007).
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia.
Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami
perkembangan.
Syarat-syarat rumah yang sehat :
1) Bahan bangunan
a) Lantai : ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi
ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang
yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai
rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang
penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah
pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak
berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan
dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang
basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.
b) Dinding : Tembok adalah baik, namun di samping mahal, tembok
sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasi
tidak cukup. Dinding rumah didarerah tropis khususnya dipedesaan, lebih
baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka
lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan
ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah
tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat
dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan
yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun
dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah
pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan.
Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan
bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk
menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu
tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso
tersebut ditutup dengan kayu.
2) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal
ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah
yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi
meningkat.disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan
kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan
media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab
penyakit.)
Fungsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara
ruangan-ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena
disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa
oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar
ruangan selalu tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium.
Ada 2 macam ventilasi, yakni :
a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu
terjadi aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga
lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk
melindung kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.
b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap
udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.
Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga
agar udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di
dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
3) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan
rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya
bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata. Cahaya dapat
dibedakan menjadi 2, yakni :
a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting,
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya
baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan
masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela)
luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang
terdapat didalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat
jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam
ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini,
disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.
Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan
agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka
sebaiknya jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding (tembok).
Jalan masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca.
Genteng kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan melubangi
genteng biasa waktu pembuatanya kemudian menutupnya dengan pecahan
kaca.
b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,
seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
4) Luas bangunan rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak
sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila
salah satu anggota keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular
kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah
apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota
keluarga).
5) Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
a) Penyediaan air bersih yang cukup
b) Pembuangan Tinja
c) Pembuangan air limbah (air bekas)
d) Pembuangan sampah
e) Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau
belakang).
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan
tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:
a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan
bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.
b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian
hidup dari petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam
rumah. Hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan
sumber penyakit pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus
terpisah dari rumah tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo,
2007).
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,kecacingan,dan infeksi
saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk,2001).
3. Status Gizi Balita
a. Pengertian
Status gizi itu pada dasarnya adalah keadaan keseimbangan antara
asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh
kembang terutama untuk anak balita, aktifitas, pemeliharaan kesehatan,
penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya
di dalam tubuh. (Depkes.RI 2008).
Ukuran yang digunakan dalam menentukan status gizi adalah berat
badan, bisa juga tinggi badan yang didasarkan pada umur, ukuran ini biasa
disebut dengan ukuran antropometri dan disajikan dalam bentuk indeks.
Oleh karenanya hasil dimanfaatkan atau digunakan untuk Assesment
Keadaan Gizi Induvidu ataupun juga penentuan status gizi masyarakat
tentunya dengan menggunakan tabel antropomteri (bukan KMS). Untuk
assesment status gizi induvidu dengan indeks BB/U dapat dilihat 4 kategori
yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. (lihat perbedaannya
dengan KMS yang hanya untuk melihat Naik-Turun/Tetap dan BGM).
Sementara untuk assesmen keadaan gizi masyarakat dapat menentukan
prevalensi gizi lebih, baik, kurang dan buruk.
Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS
merupakan perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi
bukan berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk, karena ada anak
yang telah mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu dibawah
garis merah pada KMS.
b. Klasifikasi dan Penilaian Status Gizi Balita
Membahas mengenai masalah gizi, dapat digolongkan menjadi empat
bagian, yaitu :
1) Gizi baik, yaitu keadaan gizi baik pada seseorang terjadi jika adanya
keseimbangan jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan
(required) oleh tubuh yang ditandai dengan berat badan.
2) Gizi kurang, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang timbul karena
tidak cukup makan dan konsumsi energy kurang selama jangka waktu
tertentu. Berat badan yang menurun adalah tanda utama dari gizi kurang.
3) Gizi lebih, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan
kebanyakan makanan dan konsumsi energi yang lebih banyak dari yang
dibutuhkan tubuh untuk jangka waktu yang panjang. Kegemukan
merupakan tanda awal yang biasa dilihat dari keadaan gizi lebih.
4) Gizi buruk, yaitu suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan
nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah
standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat
dan kalori.
Penilaian status gizi dapat diukur secara langsung dan tidak langsung
yaitu :
1) Ststus gizi secara langsung
a) Antropometri, secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan kmposisi tubuh
dari berbagai tingkay umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat
b) Klinis, pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat, metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan gizi. Hal
ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti
kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c) Biokimia, pemeriksaan specimen yang di uji secara laboratories yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh digunakan
antara lain : darah, urine,dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot.
d) Biofisik, penentuan gizi secara biofisik adalah penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan.
2) Status gizi secara tidak langsung
a) Survey konsumsi makanan, metode enentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi
b) Statistic vital, pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistic kesehatan angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu
dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
c) Ekologi, bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Tabel 1. Status gizi berdasarkan indeks antropometri (Sumber : Yayah K.
Husaini, Antropometri sebagai Indeks Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Medika, No 8 tahun XXIII,1997)
Status GiziIndeks
BB/U TB/U BB/TBGizi Baik >80 % >90 % >90 %Gizi Sedang 71 % - 80
%81 % - 90
%81 % - 90
%Gizi Kurang 61 % - 70
%71 % - 80
%71 % - 80
%
Gizi Buruk ≤ 60% ≤ 70 % ≤ 70 %
Tabel 2. Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan
Anak Perempuan
Umur (Bulan) Gizi Buruk (kg) Gizi Kurang (kg) Gizi
(kg)
0 1.7 1.8 - 2.1 2.2 - 3.9
1 2.1 2.2 - 2.7 2.8 - 5.0
2 2.6 2.7 - 3.2 3.3 - 6.0
3 3.1 3.2 - 3.8 3.9 - 6.9
4 3.6 3.7 - 4.4 4.5 - 7.6
5 4.0 4.1 - 4.9 5.0 - 8.3
6 4.5 4.6 - 5.4 5.5 - 8.9
7 4.9 5.0 - 5.8 5.9 - 9.5
8 5.3 5.4 - 6.2 6.3 - 10.0
9 5.6 5.7 - 6.5 6.6 - 10.4
10 5.8 5.9 - 6.8 6.9 - 10.8
11 6.1 6.2 - 7.1 7.2 - 11.2
12 6.3 6.4 - 7.3 7.4 - 11.5
13 6.5 6.6 - 7.5 7.6 - 11.8
14 6.6 6.7 - 7.7 7.8 - 12.1
15 6.8 6.9 - 7.9 8.0 - 12.3
16 6.9 7.0 - 8.1 8.2 - 12.5
17 7.1 7.2 - 8.2 8.3 - 12.8
18 7.2 7.3 - 8.4 8.5 - 13.0
19 7.4 7.5 - 8.5 8.6 - 13.2
20 7.5 7.6 - 8.7 8.8 - 13.4
21 7.6 7.7 - 8.9 9.0 - 13.7
22 7.8 7.9 - 9.0 9.1 - 13.9
23 8.0 8.1 - 9.2 9.3 - 14.1
24 8.2 8.3 - 9.3 9.4 - 14.5
25 8.3 8.4 - 9.5 9.6 - 14.8
26 8.4 8.5 - 9.7 9.8 - 15.1
27 8.6 8.7 - 9.8 9.9 - 15.5
28 8.7 8.8 - 10.0 10.1 - 15.8
29 8.8 8.9 - 10.1 10.2 - 16.0
30 8.9 9.0 - 10.2 10.3 - 16.3
31 9.0 9.1 - 10.4 10.5 - 16.6
32 9.1 9.2 - 10.5 10.6 - 16.9
33 9.3 9.4 - 10.7 10.8 - 17.1
34 9.4 9.5 - 10.8 10.9 - 17.4
35 9.5 9.6 - 10.9 11.0 - 17.7
36 9.6 9.7 - 11.1 11.2 - 17.9
37 9.7 9.8 - 11.2 11.3 - 18.2
38 9.8 9.9 - 11.3 11.4 - 18.4
39 9.9 10.0 - 11.4 11.5 - 18.6
40 10.0 10.1 - 11.5 11.6 - 18.9
41 10.1 10.2 - 11.7 11.8 - 19.1
42 10.2 10.3 - 11.8 11.9 - 19.3
43 10.3 10.4 - 11.9 12.0 - 19.5
44 10.4 10.5 - 12.0 12.1 - 19.7
45 10.5 10.6 - 12.1 12.2 - 20.0
46 10.6 10.7 - 12.2 12.3 - 20.2
47 10.7 10.8 - 12.4 12.5 - 20.4
48 10.8 10.9 - 12.5 12.6 - 20.6
49 10.8 10.9 - 12.6 12.7 - 20.8
50 10.9 11.0 - 12.7 12.8 - 21.0
51 11.0 11.1 - 12.8 12.9 - 21.2
52 11.1 11.2 - 12.9 13.0 - 21.4
53 11.2 11.3 - 13.0 13.1 - 21.6
54 11.3 11.4 - 13.1 13.2 - 21.8
55 11.4 11.5 - 13.2 13.3 - 22.1
56 11.4 11.5 - 13.3 13.4 - 22.3
57 11.5 11.6 - 13.4 13.5 - 22.5
58 11.6 11.7 - 13.5 13.6 - 22.7
59 11.7 11.8 - 13.6 13.7 - 22.9
Tabel 3. Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi pada Anak Laki-laki.Anak Laki-laki
Umur Gizi Buruk (kg) Gizi Kurang (kg) Gizi Baik (kg) Gizi Lebih (kg)
0 1.9 2.0 - 2.3 2.4 - 4.2 4.3
1 2.1 2.2 - 2.8 2.9 - 5.5 5.6
2 2.5 2.6 - 3.4 3.5 - 6.7 6.8
3 3.0 3.1 - 4.0 4.1 - 7.6 7.7
4 3.6 3.7 - 4.6 4.7 - 8.4 8.5
5 4.2 4.3 - 5.2 5.3 - 9.1 9.2
6 4.8 4.9 - 5.8 5.9 - 9.7 9.8
7 5.3 5.4 - 6.3 6.4 - 10.2 10.3
8 5.8 5.9 - 6.8 6.9 - 10.7 10.8
9 6.2 6.3 - 7.1 7.2 - 11.2 11.3
10 6.5 6.6 - 7.5 7.6 - 11.6 11.7
11 6.8 6.9 - 7.8 7.9 - 11.9 12.0
12 7.0 7.1 - 8.0 8.1 - 12.3 12.4
13 7.2 7.3 - 8.2 8.3 - 12.6 12.7
14 7.4 7.5 - 8.4 8.5 - 12.9 13.0
15 7.5 7.6 - 8.6 8.7 - 13.1 13.2
16 7.6 7.7 - 8.7 8.8 - 13.4 13.5
17 7.7 7.8 - 8.9 9.0 - 13.6 13.7
18 7.8 7.9 - 9.0 9.1 - 13.8 13.9
19 7.9 8.0 - 9.1 9.2 - 14.0 14.1
20 8.0 8.1 - 9.3 9.4 - 14.3 14.4
21 8.2 8.3 - 9.4 9.5 - 14.5 14.6
22 8.3 8.4 - 9.6 9.7 - 14.7 14.8
23 8.4 8.5 - 9.7 9.8 - 14.9 15.0
24 8.9 9.0 - 10.0 10.1 - 15.6 15.7
25 8.9 9.0 - 10.1 10.2 - 15.8 15.9
26 9.0 9.1 - 10.2 10.3 - 16.0 16.1
27 9.0 9.1 - 10.3 10.4 - 16.2 16.3
28 9.1 9.2 - 10.4 10.5 - 16.5 16.6
29 9.2 9.3 - 10.5 10.6 - 16.7 16.8
30 9.3 9.4 - 10.6 10.7 - 16.9 17.0
31 9.3 9.4 - 10.8 10.9 - 17.1 17.2
32 9.4 9.5 - 10.9 11.0 - 17.3 17.4
33 9.5 9.6 - 11.0 11.1 - 17.5 17.6
34 9.6 9.7 - 11.1 11.2 - 17.7 17.8
35 9.6 9.7 - 11.2 11.3 - 17.9 18.0
36 9.7 9.8 - 11.3 11.4 - 18.2 18.3
37 9.8 9.9 - 11.4 11.5 - 18.4 18.5
38 9.9 10.0 - 11.6 11.7 - 18.6 18.7
39 10.0 10.1 - 11.7 11.8 - 18.8 18.9
40 10.1 10.2 - 11.8 11.9 - 19.0 19.1
41 10.2 10.3 - 11.9 12.0 - 19.2 19.3
42 10.3 10.4 - 12.0 12.1 - 19.4 19.5
43 10.4 10.5 - 12.2 12.3 - 19.6 19.7
44 10.5 10.6 - 12.3 12.4 - 19.8 19.9
45 10.6 10.7 - 12.4 12.5 - 20.0 20.1
46 10.7 10.8 - 12.5 12.6 - 20.3 20.4
47 10.8 10.9 - 12.7 12.8 - 20.5 20.6
48 10.9 11.0 - 12.8 12.9 - 20.7 20.8
49 11.0 11.1 - 12.9 13.0 - 20.9 21.0
50 11.1 11.2 - 13.00 13.1 - 21.1 21.2
51 11.2 11.3 - 13.2 13.3 - 21.3 21.4
52 11.3 11.4 - 13.3 13.4 - 21.6 21.7
53 11.4 11.5 - 13.4 13.5 - 21.8 21.9
54 11.5 11.6 - 13.6 13.7 - 22.0 22.1
55 11.7 11.8 - 13.7 13.8 - 22.2 22.3
56 11.8 11.9 - 13.8 13.9 - 22.5 22.6
57 11.9 12.0 - 14.0 14.1 - 22.7 22.8
58 12.0 12.1 - 14.1 14.2 - 22.9 23.0
59 12.1 12.2 - 14.2 14.3 - 23.2 23.3 Sumber : Departemen Kesehatan RI,2006
4. Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Balita adalah salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum
anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima
tahun,atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan.
(Wikipedia, 2011)
Balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita dengan berat
badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS
(Anonim, 2009).
Balita BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk. Akan tetapi, itu
dapat menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah
gizi.
Gambar 1. Indikator KMS Bila Berat Badan Balita Dibawah Garis
Merah.
Sumber : Referensi kesehatan,2008
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahPencapaian Indonesia Sehat 2010 program pangan dan gizi memiliki tujuan yaitu meningkatkan ketersediaan pangan dengan jumlah yang cukup serta kualitas yang memadai dan tersedia sepanjang waktu yaitu melalui peningkatan bahan pangan dan penganekaragaman serta pengembangan produksi olahan, meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat (Depkes RI, 2003).Masalah gizi kurang masih tersebar luas di Negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi masyarakat guna meningkatkan keadaan gizinya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa (Almatsier, 2003).Beragam masalah kekurangan zat gizi yang sebagian mempunyai dampak yang sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor penyebab keadaan ini terjadi karena bertambahnya jumlah penduduk diberbagai negara sedang berkembang yang cenderung meningkat terus, sedangkan jumlah produksi pangan belum mampu mengimbangi walaupun diterapkan beragam teknologi mutakhir. Disamping faktor bertambahnya penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan pangan yang memadai, masalah gizi timbul karena berbagai faktor yang saling berkaitan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, budaya (Suhardjo, 1996).Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang kurang. Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas dan kuantitas menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut (Almatsier, 2003).Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2000).Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masih tinggi + 30-40%. Kebanyakan penyakit gizi ditandai dengan berat badan dibawah garis merah pada masa bayi dan anak ditandai 2 sindrom yaitu kwashiorkor dan marasmus (Hardjoprakoso, 1986).Menurut Suhardjo, (1996) Klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. khususnya untuk mereka yang berumur di bawah 5 tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti : Tingkat pendidikan ibu, Tingkat ekonomi keluarga, Latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makan, Paritas, Keadaan fisiologi, Sehingga faktor-faktor tersebut ikut menentukan besarnya presentase balita dengan berat badan di bawah garis merah.
Menurut Dep.Kes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003 sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat menarik perhatian media masa karena dapat dipotret dan kelihatan nyata penderitaan anak seperti : sakit, kurus, bengkak (busung), dan lemah. Mereka mudah dikenal dan dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak bagi anak yang gizi buruk (www.bkkbn.go.id).Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Lampung Timur gambaran keadaan gizi masyarakat di Indonesia sampai saat ini belum memuaskan. Pada tahun 2000 diperkirakan ada 25% anak Indonesia mengalami gizi kurang, 7% diantaranya gizi buruk. Pada tahun 2005 tersebut didapatkan jumlah balita di Kecamatan Labuhan Maringgai yaitu 5905 balita. Dimana didapatkan balita BGM 1,02% yaitu 60 balita.Berdasarkan data Puskesmas Labuhan Maringgai bulan Januari 2006 didapatkan jumlah balita di Desa Muara Gading Mas yaitu 383 balita. Di desa tersebut juga ditemukan bayi dengan berat badan di bawah garis merah 3,7% yaitu 14 balita. Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “Karakteristik Keluarga Dengan Balita BGM di Desa Muara Gading Mas”.
B. Rumusan MasalahMasalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan antara apa yang diinginkan atau yang dituju dengan apa yang terjadi atau faktanya (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik keluarga dengan balita BGM di Desa Muara Gading Mas”.
C. Ruang Lingkup PenelitianDalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :1. Jenis Penelitian : Deskriptif2. Obyek Penelitian : Karakteristik keluarga dengan balita BGM3. Subyek penelitian : Seluruh Balita BGM4. Lokasi penelitian : Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur5. Waktu Penelitian : Bulan 10 Mei 2006 s.d 14 Mei 2006D. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumMengetahui gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM di Desa Muara Gading Mas.2. Tujuan KhususTujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :a. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan tingkat pendidikan ibu.b. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan tingkat ekonomi keluarga.c. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makand. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan paritas.e. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan keadaan fisiologi
E. Manfaat Penelitian1. Bagi Desa Tempat PenelitianSebagai bahan masukan dalam perencanaan program peningkatan gizi di desa tersebut.2. Bagi PuskesmasHasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan kesehatan.3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan MetroSebagai dokumen dan bahan perbandingan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Selanjutnya klik disini: BERI-BERI.com update to GOCB.blogspot.com: Karakteristik keluarga dengan balita berat badan di bawah garis merah (BGM) di desa dapatkan kti skripsi kesehatan KLIK DISINI
top related