bab2 tinjauanpustaka
Post on 20-Oct-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Stroke
2.1.1 Pengertian stroke
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak menyebabkan fungsi
otak terganggu yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan pada
tubuh, tergantung bagian otak mana yang rusak. Bila terkena stroke
dapat mengalami gangguan seperti hilangnya kesadaran kelumpuhan
serta tidak berfungsinya panca indera atau nafas berhenti berakibat fatal
yaitu penderita akan meninggal (Pudiastuti, 2015).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa deficit neurologis lokal atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic. Stroke
adalah cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak (Rendy &
Margareth, 2017).
Stroke berarti serangan yang tiba-tiba, maksudnya serangan terhadap
otak atau susunan saraf pusat. Serangan otak merupakan kagawat
daruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat
(Adiati dan Wahjoepramono, 2015).
2.1.2 Etiologi stroke
Salah satu penyebab kejadian stroke adalah sindorma metabolik yang
merupakan suatu masalah kesehatan yang sering dijumpai dan dapat
menngkatkan risiko penyakit kardiovaskuler lainnya. Sindroma
metabolik adalah sebutan gangguan metabolis yang berkaitan erat
dengan resistensi urin, hipertensi, dislipidemia serta proses
arterosklerosis. Organ penting yang terlibat adalah pembuluh darah,
11
jantung, jaringan, lemak, hari dan rangka otot. Hal ini sangat berkaitan
erat dengan proses metabolisme tubuh dari detoksifikasi toxin,
pembentukan kolesterol, perlemakan hati (fatty liver) (Dourman, 2014).
Stroke disebabkan gangguan pembuluh darah dan timbul secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau cepat (dalam beberapa jam)
dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal
yang terganggu. Pada umumnya disfungsi itu berupa hemiparalisis atau
hemifarisis yang disertai dengan defisit sensorik dengan atau tanpa
gangguan fungsi luhur (Bustan, 2015).
2.1.3 Patofisiologi stroke
Menurut Purnomo dkk (2017) patofisiologi stroke adalah sebagai
berikut:
2.1.3.1 Plak aterosklerosis pada arteri bifurkatio karotis di leher
2.1.3.2 Hilangnya kontinuitas endotel (pembentukan tukak)
2.1.3.3 Agresi trombosit dan fibrin pada permukaan kasar pada tukak
endotel, mungkin terjadi emboli trombosit fibrin.
2.1.3.4 Sel dara merah akan menempel di tukak membentuk trombus
2.1.3.5 Terjadi pelepasan bekuan darah, lemak dan trombosit yang
akan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah di otak.
Menurut Widyanto dan Tribowo (2015) mekanisme iskemi (non-
hemoragik) terjadi karena adanya oklusi atau sumbatan di pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Keadaan tersebut menyebaban terjadinya stroke,
yang disebut stroke iskemik, sedangkan mekanisme hemoragik
(perdarahan) karena pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
terjadinya stroke, yang disebut stroke hemoragik.
12
2.1.3.1 Stroke iskemik
Stroke iskmeik terjadinya karena tersumbatnya pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Penyumbatan dapat terjadi karena
penumpukan timbunan lemak yang mengandung kolestrol
(plak) dalam pembuluh darah besar (arteri karotis) atau
pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah
kecil.
Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar
sehingga aliran darah tidak lancar, mirip aliran air yang
terhalang oleh batu. Darah yang kental akan tertahan dan
menggumpal (trombosis), sehingga alirannya menjadi semakin
lambat. Akibatnya otak akan megalami kekurangan pasokan
oksigen. Jika kelambatan pasokan ini berlarut, sel-sel jaringan
otak akan mati. Tidak heran ketika bangun tidur, korban stroke
akan merasa sebelah badannya kesemutan. Jika berlanjur akan
menyebabkan kelumpuhan.
Penyumbatan aliran darah biasanya diawali dari luka kecil
dalam pembuluh darah yang disebabkan oleh situasi tekanan
darah tinggi, merokok atau arena konsumsi makanan tinggi
kolesterol dan lemak. Seringkali daerah yang terluka kemudian
tertutup oleh endapan yang kata kolestrol (plak). Gumpalan
plak inilah yang menyumbat dan mempersempit jalannya
aliran darah yang berfungsi mengantar pasokan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan otak.
2.1.3.2 Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada
penderita hipertensi. Perdarahan intrakranila biasanya
disebabkan oleh ruptura arteri serebral. Ekstravasasi darah
terjadi di daerah otak dan atau subraknoid, sehingga jaringan
13
yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan
vasospasme srebral (menyempitnya lumen pembuluh darah
yang terdapat pada kranial) merupakan komplikasi yang serius
dari perdarahan subarakhnoid. Mekanisme yang
bertanggungjawab terjadi spasma tidak jelas tetapi adanya
vasospasme dihubungkan dengan meningkatnya jumlah darah
di dalam ruang subarakhnoid dan fisura serebral, sebagaimana
terlihat oleh pemindaian CT. Vasospasme menimbulkan
peningkatan tahanan vaskuler, yang menghalangi aliran darah
serebral dan menyebabkan iskemia otak dan infark (kematian
otak) (Widyanto dan Tribowo, 2015).
2.1.4 Gejala stroke
Gejala-gejala paling umum timbulnya serangan stroke antara lain
terjadinya serangan sakit kepala, hilangnya keseimbangan, gangguan
penglihatan, hilangnya kemampuan berbicara dengan jelas atau
kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain atau lawan
bicara, salah satu kelopak mata sulit dipejamkan, gangguan penciuman
dan lain-lain (Pudiastuti, 2015).
Indikasi awal terjadinya stroke antara lain tangan kerap tidak menuruti
perintah sehingga sulit untuk memegang sendok, memasang tali sepatu,
tulisan jadi jelek dan tidak karuan, gangguan penglihatan, pandangan
mendadak gelap saat melirik, gangguan wicara mulai cadel atau pelo,
lidah terasa kaku dan bicara terbalik-balik. Penderita umumnya juga
menunjukkan gejala seperti menderita pusing yang hebat, muntah-
muntah, kerusakan mental, kejang-kejang, koma dan demam. Sebagian
penderita mengalami gejala khusus yang skalanya berbeda-beda. Ini
bergantung pada saraf mana yang terganggu akibat sumbatan atau
gangguan sirkulasinya, seperti pelo atau gangguan bicara, buta
14
mendadak, hilang sensor perasa, gangguan memori dan emosi, serta
lumpuh sebelah. Mayoritas penderita merupakan penyandang risiko
tinggi terserang stroke (Pudiastuti, 2015).
Menurut Arum (2015) gejala-gejala stroke antara lain:
2.1.4.1 Merasakan lemah dan mati rasa atau bebal pada bagian wajah,
tangan atau kaki terutama salah satu bagian tubuh.
2.1.4.2 Tiba-tiba merasakan kebingungan secara mendadak, gangguan
berbicara atau sulit berbicara, gangguan pemahaman atau sulit
mengerti.
2.1.4.3 Mengalami maslaah melihat suatu benda dengan kedua mata.
Penglihatan tiba-tiba kabur seperti ada tirai yang menutupi
kedua mata.
2.1.4.4 Mengalami masalah saat berjalan, terasa pusing dan
kehilangan keseimbangan serta koordinasi.
2.1.4.5 Mengalami sakit kepala yang sangat berat tanpa diketahui
penyebab yang jelas.
2.1.4.6 Perut mengalami rasa mual, panas dan muntah-muntah terlalu
sering.
2.1.4.7 Pingsan mendadak, tiba-tiba mengalami kehilangan kesadaran.
2.1.5 Klasifikasi stroke
Menurut Dourman (2014) secara umum stroke dibagi berdasarkan
patologi anatomi dan penyebabnya yaitu:
2.1.5.1 Stroke hemoragik (perdarahan) yang disebabkan oleh
pecahnya cabang pembuluh darah tertentu di otak akibat dari
kerapuhan dindingnya yang sudah berlangsung lama (proses
aterosklerosis atau penuaan pembuluh darah) yang dipercepat
oleh berbagai faktor dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Perdarahan intraserebral (terjadi di dalam otak atau
intraserebral), perdarahan ini biasanya timbul akibat
15
hipertensi maligna atau sebab lain misalnya tumor otak
yang berdarah, kelainan (malformasi) pembuluh darah otak
yang pecah.
b. Perdarahan subarachnoid (PSA) adalah masuknya darah ke
ruang subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan
subarachnoid sekunder) atau sumber perdarahan berasal
dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan
subarachnoid primer).
2.1.5.2 Stroke iskemik
Stroke iskemik yang dapat disebabkan oleh sumbatan setempat
pada suatu pembuluh darah tertentu di otak yang sebelumnya
sudah mengalami proses aterosklerosis (pergeseran dinding
pembuluh darah akibat penumpukan lemak) yang dipercepat
oleh berbagai faktor risiko, sehingga terjadi penebalan ke
dalam lumen pembuluh tersebut yang akhirnya dapat
menyumbat sebagian atau seluruh lumen (thrombosis).
Sumbatan juga dapat disebabkan oleh thrombus atau bekuan
darah yang berasal dari lokasi lain misalnya plak di dinding
pembuluh darah leher yang besar atau dari jantung (emboli).
Menurut Darmawan (2017) stroke dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis yaitu:
2.1.5.1 Serangan iskemik sementara atau transient ischemic attack
(penderita pulih kembali dalam waktu kurang dari 24 jam).
Stroke jenis ini paling sering disebabkan aterosklerosis, yaitu
mengerasnya pembuluh darah yang mengakibatkan
menebalnya serta kurang lenturnya dinding pembuluh darah
nadi sehingga terjadi penyempitan,biasanya disebabkan oleh
kolesterol. Biasanya penyakit stroke iskemik terjadi waktu
tidur atau dalam keadaan santai.
16
2.1.5.2 Stroke ringan (penderita pulih kembali dalam waktu 2 minggu)
2.1.5.3 Stroke berat (pemulihan terjadi sepenuhnya atau hanya
sebagian setelah beberapa bulan atau tahun).
Menurut Junaidi (2016) secara garis besar stroke dibagi dalam dua
kelompok yaitu:
2.1.5.1 Stroke perdarahan
Stroke perdarahan dibagi lagi sebagai berikut:
a. Perdarahan subarakhnoid (PSA). Darah yang masuk ke
selaput otak.
b. Perdarahan intraserebral (PIS), intraparenkim atau
intraventrikel. Darah yang masuk ke dalam struktur atau
jaringan otak.
2.1.5.2 Stroke nonpendarahan (iskemik/infark)
Penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Transient Ischemic Attack (TIA); serangan stroke sementara
yang berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND); gejala
neurologis akan menghilang antara >24 jam sampai 21 hari.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution; kelainan atau
defisit neurologik berlangsung secara bertahap dari yang
ringan sampai menjadi berat.
d. Stroke komplit atau complecated stroke; kelainan neurologis
sudah lengkap menetap dan tidak berkembang lagi.
2.1.6 Faktor risiko stroke
Menurut Lingga (2014) secara garis besar faktor risiko stroke dibagi
menjadi dua, yaitu faktor tidak terkendali atau faktor yang bersifat
menetap dan faktor yang dapat dikendalikan atau faktor tidak tetap.
17
2.1.6.1 Faktor tidak terkendali
Faktor tidak terkendali adalah faktor yang tidak dapat diubah,
terdiri atas:
a. Faktor genetik
Gen tertentu memiliki kecenderungan yang tinggi terhadap
stroke. Sifat genetik yang terbawa oleh bangsa berkulit hitam
berisiko tinggi terhadap stroke. Risiko yang hampir sama
juga dimiliki oleh gen keturunan Afrika-Amerika (Afro
Amerika). Penyakit-penyakit yang terkait dengan gen resesif
yang rawan mereka alami menjadi faktor kuat yang
menyebabkan mereka rentan terhadap stroke. Secara umum
orang Asia memiliki risiko stroke (termasuk kematian akibat
stroke) hampir sama dengan bangsa kulit putih (Lingga,
2014).
Sampai sekarang faktor keturunan masih belum dapat
dipastikan gen mana penentu terjadinya stroke. Menurut
Brass dkk yang meneliti lebih dari 1200 kasus kembar
monozygot dibandingkan 1100 kasus kembar dizygot, berbeda
bermakna antara 17,7% dan 3,6%. Jenis stroke bawaan
adalah cerebral autosomal-dominant arteripathy dengan
infark subkortikal dan leukoenselopati (CADASIL) telah
diketahui lokasi gennya pada kromosom 19q12 (Junaidi,
2016).
b. Cacat bawaan
Seseorang yang memiliki cacat pada pembuluh darahnya
(cadasil) berisiko tinggi terhadap stroke. Jika seseorang
mengalami kondisi seperti ini, maka mereka umumnya akan
mengalami stroke pada usia yang terbilang masih muda.
Stroke di usia muda banyak penyebabnya, namun cacat
bawaan membuat seseorang lebih berisiko terhadap stroke
dibanding individu lain yang normal (Lingga, 2014)
18
c. Umur
Pertambahan umur meningkatkan risiko terhadap stroke. Hal
ini disebabkan melemahnya fungsi tubuh secara menyeluruh
terutama terkait dengan fleksibilitas pembuluh darah. Sekitar
dua pertiga penderita stroke adalah mereka yang berumur
diatas 65 tahun (Lingga, 2014).
Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia
setelah umur 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali
lipat tiap dekade. Menurut Schurz penderita yang berumur
antara 70-79 tahun banyak menderita perdarahan intrakranial
(Junaidi, 2016).
d. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terhadap stroke dibanding wanita.
Sejumlah faktor turut mempengaruhi mengapa hal tersebut
dapat terjadi. Kebiasaan merokok yang lebih banyak
dilakukan oleh kaum pria menjadi salah satu pemicu stroke
pada sebagian besar kaum pria. Secara umum, risiko stroke
yang dimiliki kaum pria satu seperempat kali lebih tinggi
dibanding kaum wanita (Lingga, 2014).
Laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke lebih tinggi
dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali
pada usia lanjut laki-laki dan wanita tidak berbeda. Laki-laki
berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun
kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi
wanita hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke
iskemik sedangkan wanita lebih sering menderita pendarahan
subarakhnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (Junaidi, 2016).
e. Riwayat penyakit dalam keluarga
Jika orang tua atau saudara sekandung pernah menderita
stroke atau bahkan tidak tertolong jiwanya akibat stroke.
19
Risiko terhadap stroke terkait dengan garis keturunan. Para
ahli menyatakan adanya gen resesif yang mempengaruhinya.
Faktor penting yang sering luput dari pengamatan adalah
gaya hidup yang terbentuk dalam sebuah keluarga. Pola diet
dan kebiasaan-kebiasaan hidup sehari-hari yang menjadi
tradisi dalam sebuah keluarga yang dijalani sejak masih kecil
(Junaidi, 2016).
f. Ras
Tingkat kejadian stroke di seluruh dunia tertinggi dialami
oleh orang Jepang dan Cina. Menurut Broderick dan kawan-
kawan melaporkan orang negro Amerika cenderung berisiko
1,4 kali lebih besar mengalami perdarahan intraserebral
(dalam otak), dibandingkan kulit putihnya. Orang Jepang dan
Afrika-Amerika cenderung mengalami stroke perdarahan
intrakranial. Sedang orang kulit putih cenderung terkena
stroke iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial lebih banyak
(Junaidi, 2016).
2.1.6.2 Faktor yang dapat dikendalikan
Sebagian insiden stroke terjadi karena faktor yang sesungguhnya
dapat dikendalikan, dengan kata lain jika faktor-faktor tersebut
dieliminasi maka risiko stroke menjadi rendah atau bahkan dapat
ditiadakan. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan ini terdiri atas:
a. Kegemukan (obesitas)
Dampak obesitas terhadap stroke dapat berpengaruh secara
langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung, obesitas
menurunkan kemampuan tubuh dalam melakukan sirkulasi
darah ke otak. Obesitas mendorong melemahnya kemampuan
tubuh dalam melakukan sejumlah proses biologis sejalan
dengan bertambahnya timbunan lemak di dalam tubuh
(Lingga, 2014).
20
b. Hipertensi
Sekitar 40-90% stroke dialami oleh penderita hipertensi.
Penderita hipertensi memiliki risiko 4 hingga 6 kali lebih
tinggi untuk mengalami stroke dibanding yang bukan
penderita hipertensi. Faktor risiko hipertensi yang tidak
terkontrol pasca serangan stroke dapat menyebabkan
pendarahan akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral
menyebabkan darah keluar dari pembuluh darah dan masuk
ke dalam jaringan otak sehingga terjadi penekanan pada
struktur otak dan pembuluh darah menyeluruh. Hal ini akan
menyebabkan stroke ulang dengan peningkatan angka
kematian, kecacatan dan tingginya biaya pengobatan akibat
stroke ulang (Junaidi, 2016).
c. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah suatu kodisi yang ditandai dengan
tingginya kadar lemak dalam darah. Kadar lemak darah yang
tinggi berisiko sebagai pemicu aterosklerosis yaitu suatu
kondisi yang erat sekali hubungan dengan stroke.
d. Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan
tingginya kadar asam urat dalam darah. Ketika kadar asam
urat tinggi, asam urat beraksi sebagaimana radikal bebas yang
lainnya memapar darah dan pembuluh darah sehingga
menyebabkan kerusakan arteri. Kerusakan arteri inilah yang
menjadi biang kerok terhambatnya pasokan darah ke otak
yang selanjutnya mendorong terjadinya insiden stroke pada
penderita hiperurisemia.
e. Penyakit jantung
Pasokan darah ke otak berubungan erat dengan kinerja
jantung. Aktifitas jantung lancar karena pasokan darah
terpenuhi, sebaliknya jika pasokan darah terhambat maka
21
kinerja jantung pun melemah. Jika fungsi jantung tidak
normal karena sakit jantung, akibatnya risiko terhadap stroke
semakin meningkat.
f. Diabetes
Diabetes menimbulkan dampak yang sangat luas bagi
penderita antara lain sebagai salah satu faktor risiko penyakit
kardiovaskular. Laju penuaan sel (glycation) yang
berlangsung sangat cepat akibat kadar glukosa yang tinggi
disertai kerapuhan pembuluh darah yang ditimbulkannya
menyebabkan diabetes berisiko tinggi terhadap hipertensi dan
penyakit jantung. Hipertensi dan penyakit jantung sangat erat
kaitannya dengan insiden stroke.
g. Kebiasaan merokok
Dampak buruk nikotin sebagai pemicu stroke tidak perlu
diragukan lagi. Nikotin meningkatkan pembentukan plak di
arteri penyebab aterosklerosis, melalui stimulasi yang
berlebihan pada asteilkolin dan reseptor glutamat dalam
waktu lama sehingga memicu keracunan otak
(eksitotoksisitas), serta menurunkan jumlah oksigen (O2) dan
meningkatkan jumlah karbondioksida (CO2) dan karbon
moniksida (CO) yang diantarkan ke otak sehingga otak
mengalami deficit O2.
h. Kebiasaan mengonsumsi alcohol
Alkohol dapat merusak jaringan tubuh terutama hati,
menyebabkan thrombosis, memicu stres, menyebabkan arteri
menjadi tidak luntur, mengganggu ritme sirkadian tubuh
terutama menyebabkan gangguan tidur, menurunkan fungsi
memori dan meningkatkan kadar gula dan lemak darah.
Serentetan kondisi tersebut sangat berisiko memicu stroke.
22
i. Malas berolahraga
Olahraga memiliki seribu satu manfaat, antara lain
menjauhkan seseorang dari stroke. Dengan berolahraga,
seluruh sistem yang bekerja di dalam tubuh menjadi lebih
aktif, tekanan darah stabil, terhindar dari stres, serta penyakit
metabolik yang memicu stroke seperti diabetes, obesitas,
dislipidemia dan hiperurisemia dapat dicegah.
j. Kadar hematokrit tinggi
Kadar hematokrit (HMT) yang tinggi menjadi petunjuk
bahwa persentase kandungan zat padat lebih tinggi dibanding
zat cair yang menyusun darah. Kondisi seperti ini terjadi
perembesan cairan keluar dari pembuluh darah sementara
jumlah zat pada tetap. Semakin tinggi kadar hematokrit
menyebabkan darah semakin kental, disertai atau tanpa
disertai faktor risiko lainnya, kadar hematokrit yang tinggi
berpotensi memicu stroke.
k. Kadar fibrinogen tinggi
Seseorang dengan kadar fibrinogen tinggi memiliki darah
yang kental (mengalami trombosis). Fibrinogen merupakan
penggumpal darah. Darah yang kental hanya mengandung
sedikit oksigen, sehingga pasokan oksigen yang masuk ke sel,
termasuk sel otak, hanya sedikit. Itulah sebabnya mereka
yang memiliki kadar fibrinogen tinggi perlu waspada
terhadap risiko stroke yang ada dalam dirinya.
l. Konsumsi obat-obatan bebas dan psikotropika
Konsumsi obat-obatan terlarang dapat meningkatkan denyut
jantung (arrhythmia), mengacu irama jantung, serta
meningkatkan tekanan darah. Psikotropika khususnya
mariyuana menyebabkan tekanan darah meningkat dan
menurun secara cepat sehingga merusak keutuhan pembuluh
darah otak. Selain itu, stres neurolos juga merupakan dampak
23
buruk lain yang disebabkan konsumsi obat-obatan terlarang.
Inilah sederetan kejadian buruk yang berisiko memicu stroke.
m. Cedera pada leher dan kepala
Kecelakaan yang menyebabkan cedera kepala dan leher
merupakan kejadian buruk yang berisiko tinggi sebagai
penyebab stroke hemoragik. Pasalnya trauma pada leher
menyebabkan pembuluh darah yang menuju otak mengalami
tekanan sehingga menimbulkan perdarahan. Pada kasus
lainnya, robeknya pembuluh carotid merupakan pemicu
stroke hemoragik yang paling umum terjadi.
n. Kontrasepsi berbasis hormon
Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi
telah dinyatakan tidak aman karena menimbulkan beragam
dampak buruk bagi wanita yang mengonsumsinya, termasuk
sebagai penyebab stroke. Banyak insiden stroke iskemik
dialami pengguna pil KB yang memiliki kandungan estrogen
tinggi.
o. Terapi sulih hormon
Banyak kaum wanita yang memilih menjalin terapi sulih
hormon untuk mengatasi problem menopause, agar tampil
awet muda dan sebagainya. Jenis hormon yang umumnya
ditambahkan ke dalam tubuh untuk tujuan tersebut adalah
estrogen. Penambahan estrogen diharapkan dapat
mengembalikan kadar estrogen normal seperti ketika wanita
yang bersangkutan belum mengalami menopause. Sulih
hormon estrogen mengubah keseimbangan progesteron alami.
Perubahan keseimbangan hormonal tersebut memiliki
beragam dampak kenaikan tekanan darah, penurunan laju
metabolisme dan penurunan kinerja organ tubuh penting
dapat terjadi sebagai akibat dampak dilakukannya terapi sulih
hormon yang tidak tepat. Kondisi-kondisi tersebut jika terus
24
berlanjut maka tiba saatnya nanti menjadi boomerang yang
berpotensi sebagai faktor risiko pemicu stroke.
p. Stres
Ketika seseorang mengalami stres, maka selanjutnya tubuh
meresponnya dengan cara mengeluarkan hormon stres dan
kemudian mengalami gejolak molekul penghantar pesan
(neurotrasmiter) terutama adrenalin dan noradrenalin. Stres
merangsang otak mengeluarkan hormon aldosteron, kortisol,
vasopressin, adenokortikotropin dan thyroid stimulating
hormone (TSH). Sejalan dengan peningkatan produk hormon
stres, denyut jantung meningkat, pembuluh darah
bervasokonstrikso, darah menggumpal, serta terjadi
peningkatan kadar gula dan lemak darah. Kondisi-kondisi
buruk tersebut itulah yang berisiko tinggi penyebab stroke.
q. Tumor otak
Tumor yang tumbuh di area sekitar otak mendesak pembuluh
darah otak sehingga menyebabkan kebocoran pembuluh
darah yang akhirnya menyebabkan stroke hemoragik.
r. Hiperhomosisteinemia
Kadar homosistein yang tinggi meningkatkan risiko serangan
stroke. Patofisiologi aterogenesis pada penderita
hipermesosisteinemia terkait dengan efek yang
ditimbulkannya terhadap endotelm trombosit dan faktor
pembukuan darah. Secara singkat hiperhomosisteinemia
merupakan faktor risiko aterosklerosis dan aterotrombosis.
s. Kadar Lp (a) tinggi
Kadar lipoprotein atau Lp (a) yang tinggi memicu
trombogenesis, meningkatkan laju inflamasi terhadap
fosfolipid pada dinding pembuluh darah serta mendorong
terjadinya proliferasi otot polos. Kondisi tersebut merupakan
kondisi yang buruk berpotensi memicu stroke.
25
t. Kadar fosfolipase tinggi
Fosfolipase adalah enzim yang bertugas mengatalis
hidrolisisikatan ester spesifik pada fosfolipida. Adapun
fosfolipida merupakan bentuk lipid utama dalam membran
sel. Dengan kadar fosfolipid yang tinggi akan memicu
kerusakan membran sel. Inilah permulaan buruk yang
merupakan salah satu faktor berisiko terjadinya stroke.
u. Mengorok
Mengorok termasuk gangguan tidur terkait dengan
terganggunya jalan saluran napas pada saat tidur. Hal tersebut
disebabkan penyempitan saluran napas karena kelainan pada
hidung sampai kerongkongan sehingga aliran oksigen menuju
paru-paru terganggu. Selanjutnya darah mengalami deficit
oksigen sehingga pasokan oksigen yang dibutuhkan jantung
dan otak pun akhirnya tidak terpenuhi dan berpeluang
memicu serangan stroke.
Menurut Pudiastuti (2015) penyebab stroke ada 3 faktor yaitu:
2.1.6.1 Faktor risiko medis antara lain migrain, hipertensi, diabetes,
kolestrol, ateroskloresis, gangguan jantung, riwayat stroke
dalam keluarga, penyakit ginjal dan penyakit vaskuler perifer.
80% pemicu stroke disebabkan karena hipertensi dan
arterosklerosis.
2.1.6.2 Faktor risiko perilaku antara lain kurang olahraga, merokok
(aktif dan pasif), makanan tidak sehat (junk food, fast food),
kontrasepsi oral, mendengkur, narkoba, obesitas dan gaya hidup.
2.1.6.3 Faktor lain
Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada
hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi yaitu
trombosis serebral, emboli serebral, perdarahan intra serebral,
migren, trombosis sinus dura, diseksi arteri karotis atau
26
vertebralis, kondisi hiperkoagulasi, vaskulitis sistem saraf pusat,
penyakit moya-moya, kelainan hematologis dan miksoma atrium.
2.1.7 Diagnosis stroke
Menurut Lingga (2014) untuk mendiagnosa stroke secara tepat perlu
serangkaian pemeriksaan diantaranya:
2.1.7.1 Anamnesis
Selain pemeriksaan standar (tekanan darah, denyut jantung dan
fungsi paru-paru), dokter juga akan memeriksa otot-otot pada
anggota gerak terutama otot kaki, dengan menggunakan reflex
hummer, lutut dan tungkai akan dipukul dengan alat tersebut
untuk memastikan apakah rangsangan otot dan reflek masih
berfungsi secara normal atau tidak. Jika rangsangan yang
diberikan dengan alat pemukul tersebut tidak lagi direspon
dengan baik, maka besar kemungkinan akan mengalami
serangan stroke.
2.1.7.2 Pemeriksaan laboraturium
Pemeriksaan laboraturium diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit tertentu yang terdeteksi malalui
pemeriksaan darah. Melalui pemeriksaan darah dapat diketahui
kadar gula, kolesrol, asam urat dan lain-lain yang menjadi
petunjuk ada tidaknya faktor risiko stroke yang bersifat tidak
tetap pada diri pasien.
2.1.7.3 Scanning
Scanning merupakan prosedur pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan yang dilakukan melalui foto kepala dan otak ini
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kondisi
kepala khususnya otak pasien. Tujuannya untuk mendapatkan
gambaran tentang kerusakan otak yang kemungkinan telah
terjadi. Biasanya dilakukan pada pasien yang sudah mengalami
stroke. Pemeriksaan ini juga membantu untuk mendeteksi
27
kemungkinan stroke pada pasien yang mengalami gejala-gejala
awal stroke, untuk pasien yang sedang dalam tahap pengobatan,
scanning bermanfaat untuk memantau sejauh mana manfaat
pengobatan yang telah dilakukan. Jenis scanning disesuaikan
dengan perolehan data awal yang berhasil dihimpun dari
pemeriksaan sebelumnya diantaranya Computerized
Tomography Scanner (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging
(MRI), Clelebral angiography, Carotid ultrasound dan sistem
specitification (SPECT).
2.1.7.4 Pemeriksaan pendukung
Sebagai pendukung diagnosis yang diperoleh dari hasil scanning
pasien perlu melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan
kesehatan jantung. Bagi penderita stroke, gambaran mengenai
kesehatan jantung sangat penting karena terganggunya kinerja
pembuluh darah akibat stroke akan mempengaruhi kinerja
jantung. Pemeriksaan baku biasanya dilakukan melalui
Electrocardiograph (ECG).
Menurut Indriyani (2014) metode-metode dengan teknologi canggih
dapat digunakan untuk menentukan apa penyebab stroke dan sampai
seberapa jauh kerusakannya antara lain:
2.1.7.1 Scan Computerised Axial Tomography (CAT)
Kepala pasien dimasukkan ke dalam satu mesin besar yang
memotret bagian yang rusak. Hasil sinar x mungkin
menunjukkan kerusakan yang sedang terjadi dan dalam
beberapa kasus juga menunjukkan daerah kerusakan lama, yang
sebelumnya tidak ketahuan.
2.1.7.2Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Bila scan CAT tidak menunjukkan suatu penyumbatan atau
kerusakan lain, MRI atau pencitraan getaraa nmagnetis atau satu
teknik paling baru yang dikenal sebagai Positron Emission
28
Tomogrhaphy (PET) mampu menyediakan rincian yang lebih
detail.
2.1.7.3 Electrocardiograph Machine (ECG)
Kemungkinan juga pasien akan mendapat ECG yang
menunjukkan grafik detak jantung dan bisa mendeteksi penyakit
jantung dan bisa mendeteksi penyakit jantung yang melandasi
serangan stroke serta tekanan darah tinggi.
2.1.7.4 Electroencephalogram (EEG)
EEG memonitor aktifitas elektrik otak. Alat ini bisa menemukan
epilepsi dan kelainan-kelainan elektris lainnya. Dalam
prosedurnya, elektrode-elektrode dan amplifer ditempelkan ke
kepala pasien. Tidak ada yang perlu ditakutkan, sebab prosesnya
tidak menyakitkan dan tidak berbahaya.
2.1.7.5 Tes-tes darah
Tes darah dilakukan secara rutin karena beberapa alasan sebagai
berikut:
a. Suatu gangguan pada darah bisa menyebabkan stroke. Tes-
tes darah bisa menemukan kondisi-kondisi seperti anemia,
leukomia dan polistaemia (terlalu banyak sel darah merah)
atau kekurangan vitamin.
b. Pemeriksaan darah rutin dapat mengindikasikan masalah
lainnya yang bisa menghalangi pemulihan, seperti penyakit
ginjal atau hati, diabetes, infeksi atau dehidrasi.
2.1.7.6 Tes-tes lainnya
Jarang sekali dokter menganjurkan angiogram atau arteriogram
yaitu sinar X dari arteri. Ini disebabkan prosedur yang
menginjeksikan semacam cairan ke dalam arteri melalui sebuah
kateter ini, bisa diikuti komplikasi. Sebagai gantinya, pasien bisa
menjalani angiografi sebuah bentuk nonvasif yang baru-baru ini
berkembang atau penyelidikan ultrasonik pada arteri karotis,
yaitu pembuluh nadi besar di leher yang memasok darah ke otak
29
dan saluran darah lainnya. Bila diperlukan dokter juga akan
menyuruh pemotretan sinar X dada atau tengkorak.
Menurut Arum (2015) beberapa pemeriksaan yang akan dilakukan
untuk menginformasi penyakit stroke:
2.1.7.1 CT
CT merupakan singkatan dari Computed Tomography. CT
memungkinkan untuk melihat yang terjadi dalam otak tanpa
kesulitan, rasa sakit dan tidak berbahaya. Scan merupakan
pilihan yang dapat membedakan stroke infark (sebuah area
dengan kematian jaringan) dengan hemoragi (pendarahan).
Keuntungan melakukan scan sejak awal adalah dokter dapat
meresepkan aspirin untuk mencegah stroke menjadi lebih parah.
Kerugiannya adalah bisa saja gambaran scan akan terlihat
normal dan tidak menunjukkan seberapa besar kerusakan pada
saat gejala awal muncul.
2.1.7.2 MRI
Gambaran MRI dapat menunjukkan arteri-arteri dengan sangat
jelas sehingga dengan mudah mencari posisi atau bagian mana
yang bermasalah.
2.1.7.3 Angiogram
Angiogram adalah pemeriksaan pembuluh darah dalam tubuh
termasuk jantung, otak dan ginjal untuk mengetahui apakah
pembuluh darah terkena penyakit, mengalami penyempitan,
pembesaran atau tertutup sesuatu.
2.1.7.4 Ekokardiogram
Ekokardiogram merupakan pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara pada jantung. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui fungsi katup-katup di jantung apakah normal arau
tidak, mengetahui ketebalan dinding jantung dan melihat
keberadaan gumpalan darah yang dapat menyebabkan stroke.
30
2.1.7.5 Lumbar puncture atau pungsi lumar
Lumbar puncture atau pungsi lumbar adalah pemeriksaan
dengan pengambilan cairan spinal dengan menggunakan jarum
ke sumsum tulang belakang. Pemeriksaan fungsi lumbar jarang
sekali dilakukan setelah terkena stroke. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memastikan penyebab stroke dan sebelumnya
telah melakukan scan otak.
2.1.7.6 Carotid Doopler
Carotid Dopler adalah sebuah tes untuk memeriksa kecepatan
aliran darah yang melewati arteri karotis. Tes ini tidak sakit dan
juga tidak mempunyai risiko. Cara kerja dari tes ini adalah
sebuah alat diletakkan dileher, kemudian alat ini memproduksi
gelombang suara yang berfrekuensi tinggi.
2.1.8 Komplikasi stroke
Menurut Lingga (2014) komplikasi stroke diantaranya:
2.1.8.1 Otot mengerut dan kaku sendi
Bagian tubuh tertentu pada pasien stroke seringkali mengecil,
misalnya tungkai atau lengan yang lumpuh menjadi lebih kecil
dibanding yang tidak lumpuh. Hal ini dapat pula terjadi pada
bagian tubuh yang tidak mengalami kelumpuhan jika kurang
digerakkan. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
menyebabkan pasien malas menggerakkan tubuhnya yang sehat
sehingga persendian akhirnya menjadi kaku. Inilah penyebab
nyeri sendi yang umumnya mereka rasakan.
2.1.8.2 Darah beku
Akibat sumbatan darah pada sisi tubuh yang mengalami
kelumpuhan, maka bagian tersebut akan membengkak.
Pembekuan darah bukan hal yang pantas diremehkan, jika
terjadi pada arteri yang menggalir ke paru-paru menyebabkan
pasien sulit bernapas. Tanpa pertolongan yang memadai untuk
31
mengencerkan darah (misalnya dengan mengonsumsi obat)
maka kondisi tersebut dapat berujung pada kematian. Jenis obat
yang berguna untuk mengatasi persoalan ini adalah antiplatelet
atau anti koagulan.
2.1.8.3 Memar
Ketidakmampuan untuk menggerakan tubuh menyebabkan
pasien stroke akhirnya berbaring pada posisi yang tetap
sepanjang hari. Bagian tubuh yang tidak bergeser akan
mengalami tekanan hingga menyebabkan memar atau lecet
sehingga peka terhadap infeksi.
2.1.8.4 Nyeri dibagian pundak
Kelumpuhan menyebabkan pasien mengalami nyeri dibagian
pundaknya. Tangannya yang lemas terkulai tidak mampu
mengontrol otot dan sendi disekitar pundak sehingga terasa
nyeri ketika digerakkan. Nyeri dibagian pundak leher akan
sangat terasa ketika pasien dibantu berdiri, diangkat, atau ketika
akan diganti pakaiannya.
2.1.8.5 Radang paru-paru (pneumonia)
Kesulitan menelan yang dialami pasien menyebabkan terjadinya
penumpukan cairan didalam paru-paru. Batuk-batuk kecil yang
sering dialami setelah minum dan makan menandakan adanya
tumpukan cairan atau lendir yang menyumbat saluran napas.
Jika cairan tersebut terkumpul diparu-paru maka menyebabkan
pnemounia.
2.1.8.6 Fatigue
Kelelahan kronis (fatigue) merupakan problem umum yang
dihadapi oleh insan pasca stroke. Sekitar 30-70% insan pasca
stroke mengalami fatigue. Faktor yang menyebabkannya cukup
beragam antara lain karena penyakit jantung yang dideritanya,
penurunan nafsu makan, gangguan berkemih, infeksi paru-paru
dan depresi.
32
Menurut Indriyani (2014) komplikasi-komplikasi yang akan muncul
dari penyakit stroke antara lain:
2.1.8.1 Dekubitus
Jika menjadi lumpuh, tidak masalah seberapa parahnya, pasien
harus dipindahkan dan digerakkan secara teratur. Bagian yang
biasanya mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki
dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat bisa terinfeksi. Keadaan
ini menjadi lebih buruk bila pasien dibiarkan terbaring di tempat
yang basah.
2.1.8.2 Bekuan darah
Bekuan darah mudah terbentuk dalam kaki yang lumpuh, selain
dapat menyebabkan penyimpanan cairan yang tidak nyaman dan
pembengkakan yang menganggu, bekuan darah juga
mengakibatkan embolisme paru-paru, yaitu suatu bekuan yang
terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru.
Keadaan ini bisa menyebabkan banyak hal, mulai dari sulit
bernapas dan dalam beberapa kasus kematian.
2.1.8.3 Pneumonia
Sangat diketahui bahwa ketidakmampuan untuk gerak dapat
menyebabkan pneumonia. Setelah stroke, pasien mungkin tidak
akan bisa batuk atau menelan dengan sempurna, menyebabkan
cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumonia. Ini biasanya ditangani dengan perawatan antibiotik.
2.1.8.4 Otot yang mengerut dan kekakuan sendi
Fisioterapi bertujuan untuk mencegah kekakuan yang nyeri yang
disebabkan oleh kekurangan gerak. Misalnya jika otot-otot betis
mengerut, pasien tidak akan bisa berdiri tumit menyentuh lantai.
Terapi akan membantu pasien untuk membentuk otot tersebut
dengan merancang pasien untuk membentuk otot tersebut
dengan merancang program pembentukan otot secara terus
33
menerus dengan menargetkan otot yang sedang tidak bekerja
tersebut.
2.1.8.5 Shock
Stroke dapat menyebabkan kecemasan dan ketidakyakinan pada
semua orang yang terlibat, dan ini adalah normal. Cobalah untuk
berharap terlalu banyak pada diri sendiri pada hari-hari awal
setelah serangan, pasien akan merasa tidak berdata dan
ketakutan. Tubuh pasien baru saja menderita shock dan perlu
beberapa saat untuk pulih. Tim rumah sakit siap untuk
membantu, baik moral maupun praktis.
2.1.8.6 Nyeri pundak dan subluxation (disklokasi sebagian)
Otot-otot disekitar pundak pasien mengontrol sendi-sendi
pundak dan dapat rusak saat sedang berganti pakaian, diangkat
atau ditolong untuk berdiri. Untuk mencegah pengaruh gravitasi,
sebaiknya diletakkan sebuah papan untuk menahan lengan
pasien agar terkulai atau juga bisa menggunakan semacama kain
yang dikaitkan ke pundak atau leher untuk menahannya pada
posisi yang benar. Pasien juga dapat mencegah kerusakan
dengan memastikan orang-orang yang membantu terlatih untuk
tidak membuat otot-otot tersebut bekerja terlalu berat.
Menurut Arum (2015) banyak permasalahan yang akan dihadapi ketika
seseorang mengalami stroke, diantaranya:
2.1.8.1 Kemampuan komunikasi
Seorang yang telah mengalami serangan stroke, apalagi ada
kerusakan otak yang cukup parah akan mempengaruhi
kemampuan berkomunikasi, baik secara tertulis maupun
berbicara.
34
2.1.8.2 Permasalahan mengkonsumsi makanan dan gizi
Permasalahan lain yang muncul setelah mengalami stroke
adalah permasalahan mengkonsumsi makanan dan gizi.
Beberapa penderita setelah mengalami stroke mempunyai
permasalahan dalam mengkonsumsi makanan sehinggi gizi yang
terserang dalam tubuh menjadi kurang.
2.1.8.3 Hubungan seksual
Penyebab gangguan seksual pada pasien stroke dikarenakan
kerusakan struktural otak akibat adanya pengaruh obat-obatan
yang dikonsumsi pasien selama stroke berlangsung, selain itu
adanya pengaruh dari hormon testesteron dan androgen sehingga
mengalami permasalahan dalam hubungan seksual.
2.1.8.4 Perawatan diri sendiri
Ketika seseorang terserang stroke banyak permasalahan yang
seringkali ditimbulkan. Salah satunya aspek perawatan dan
kebersihan pada pasien seperti tiba-tba buang air kecil dan
buang air besar tanpa disadari. Jika maslaah ini terjadi dapat
menyulitkan pasien dan keluarga yang merawat.
2.1.8.5 Kepekaan panca indra dan nyeri
Serangan yang terjadi pada seseorang akan menyebabkan
permasalahan-permasalahan di banyak aspek, seperti pada panca
indera. Misalnya indra peraba mengalami hilangnya kepekaan
saat disentuh atau tidak dapat merasakan apa-apa.
2.1.9 Pencegahan stroke
Mencegah penyakit stroke dilakukan dengan mengurangi atau
menghilangkan berbagai faktor risiko penyakit stroke. Pencegahan
harus dilakukan sepanjang masa. Semakin usia bertambah, semakin
besar kemungkinan penyakit stroke. Olahraga jangan hanya dilakukan
bila ingat, demikian pula diet jangan bosan untuk dilakukan (Darmawan,
2017).
35
Menurut Dourman (2014) langkah-langkah pencegahan stroke antara
lain:
2.1.9.1 Rutin memeriksa tekanan darah
Tingkat tekanan darah adalah faktor paling dominan pada semua
jenis stroke. Makin tinggi tekanan darah makin besar risiko
terkena stroke. Jika tekanan darah meningkat, segera
konsultasikan dengan seorang dokter. Tekanan darah yang harus
diwaspadai adalah jika angka tertinggi diatas 135 dan angka
terbawah adalah 85 (Dourman, 2013). mengendalikan tekanan
darah merupakan cara menghindari stroke. Seseorang pengidap
hipertensi, harus rajin memeriksakan tekanan darahnya dan tidak
boleh lupa untuk obat mengkonsumsi obat anti hipertensi
seumur hidup (Wardhana, 2016).
2.1.9.2Waspadai gangguan irama jantung (attrial fibrilation)
Detak jantung tidak wajar menunjukkan perubahan fungsi yang
mengakibatkan darah terkumpul dan menggumpal di dalam
jantung. Detak jantung yang mampu menggerakkan gumpalan
darah sehingga masuk pada aliran darah itu mengakibatkan
stroke. Gangguan irama jantung dapat dideteksi dengan menilai
detak nadi.
2.1.9.3 Berhenti merokok dan anti alkohol
Rokok dapat meningkatkan risiko stroke dua kali lipat.
Sebagaimana rokok, alkohol dapat meningkatkan risiko stroke
dan penyakit lain seperti liver.
2.1.9.4 Periksa kadar kolesterol dalam tubuh
Mengetahui tingkat kolesterol dapat meningkatkan kewaspadaan
stroke. Kolesterol tinggi mengarah pada risiko stroke. Jika
kolesterol tinggi, maka segeralah untuk menurunkannya dengan
memilih makanan rendah kolesterol. Agar kolesterol dalam
tubuh tidak berlebihan, maka gantilah asupan lemak jenuh dan
asupan asam tak jenuh seperti omega 3, 6 dan 9.
36
2.1.9.5 Kontrol kadar gula darah
Diabetes mampu meningkatkan risiko stroke, jika penderita
diabetes konsultasikan dengan seorang dokter mengenai
makanan dan minuman yang bisa dikonsumsi untuk
menurunkan gula darah.
2.1.9.6 Olahraga teratur
Jalan cepat minimal 30 menit sehari bisa menurunkan risiko
stroke. Melakukan olahraga renang, sepeda, dansa, golf atau
tenis. Pilih olahraga yang disukai dan lakukan secara teratur tiga
kali seminggu.
2.1.9.7 Konsumsi garam rendah sodium dan diet lemak
Kurangi konsumsi garam bersodium tinggi, sebaiknya
konsumsilah buah, sayuran dan gandum untuk mengurangi
risiko stroke.
2.1.9.8Waspadai gangguan sirkulasi darah
Stroke berkaitan dengan jantung, pembuluh arteri dan vena. Tiga
bagian ini penting bagi sirkulasi darah ke seluruh tubuh,
termasuk dan jantung ke otak. Ketika terdapat tumpukan lemak
yang menghambat aliran, maka risiko stroke meningkat.
Masalah ini dapat diobati, operasi pula mampu mengatasi
tumpukan lemak yang menghambat pembuluh arteri.
Menurut Junaidi (2016) pencegahan terhadap kejadian stroke pada
dasarnya dapat dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu:
2.1.9.1 Pencegahan primer
Langkah pertama dalam mencegah stroke adalah dengan
memodifikasi gaya hidup dalam segala hal, memodifikasi faktor
risiko dan kemudian bila dianggap perlu baru dilakukan terapi
dengan obat untuk mengatasi penyakit dasarnya. Menjalani gaya
hidup sehat dengan pola makan sehat, istirahat cukup, mengelola
stres, mengurangi kebiasaan yang dapat merugikan tubuh seperti
37
merokok, makan berlebihan, makanan banyak mengandung
lemak jenuh, kurang aktif berolahraga.
2.1.9.2 Pencegahan sekunder
Penderita stroke biasanya banyak memiliki faktor risiko, oleh
karena itu stroke sering kali berulang. Faktor-faktor risiko yang
harus diobati, seperti tekanan darah tinggi, kencing manis,
penyakit jantung koroner, kadar kolesterol LDL darah yang
tinggi, kadar asam urat darah tinggi, kegemukan, perokok,
peminum alkohol, stres dan lain-lain. Sebaliknya penderita harus
berhenti merokok, berhenti minum alkohol, menghindari stres,
rajin berolahraga dan lain-lain.
2.1.10 Pengobatan
Setiap penyakit termasuk stroke, pasti bisa diobati, asalkan orang yang
mengalami penyakit ini segera mendapatkan perawatan dan penanganan
lebih cepat dan tepat. Jika mengalami keterlambatan sepersekian detika
akan berakibat fatal. Bahkan, pennaganan yang terlambat akan
memperburuk keadaan, penderita tidak bisa disembuhkan dan berakibat
pada kematian (Arum, 2015).
Menurut Fong (2016) belum ada obat yang diidentifikasi bisa
mengobati stroke dengan cara yang benar-benar aman, handal dan
efektif. Banyak tindakan pengobatan yang masih berada dalam tahap
penelitian. Tindakan bedah bisa membantu mengobati beberapa jenis
stroke saja. Perawatan modern difokuskan pada pencegahan dan
pengobatan komplikasi stroke, serta memulai program rehabilitasi yang
direncanakan sesegera mungkin.
2.1.10.1 Obat
a. Untuk pasien yang menderita stroke iskemik, dokter
mungkin akan meresepkan obat-obatan berikut ini:
38
1) Obat anti-trombosit: untuk mencegah pembentukan
gumpalan darah, misalnya Aspirin
2) Obat antikoagulan: untuk mengurangi pembentukan
bekuan darah dan mengurangi emboli, misalnya Heparin,
Warfarin.
3) Obat agen trombolitik: diterapkan pada infark serebral
yang telah terjadi tidak lebih dari beberapa jam
sebelumnya, misalnya rTPA
b. Untuk pasien yang menderita edema serebral
(pembengkakan jaringan otak) yang disebabkan oleh stroke
berat, dokter mungkin meresepkan obat-obatan seperti
Manitol dan Gliserol untuk menurunkan tekanan
intrakranial.
c. Obat-obatan tertentu dalam uji klinis bisa melindungi sel-sel
otak dari kematian dalam jumlah yang besar, namun saat ini
belum ada obat dalam tahapan uji klinis yang terbukti
efektif.
2.1.10.2 Operasi Bedah
Tidak semua pasien yang menderita stroke hemoragik perlu
menjalani tindakan operasi bedah. Tergantung pada ukuran,
lokasi, dan kedalaman hematoma (pengumpulan darah di luar
pembuluh darah) dan apakah stroke diikuti dengan
pembengkakan jaringan otak dan kondisi pasien secara
keseluruhan, dll. Operasi bedah bisa membuang hematoma
untuk menurunkan tekanan intrakranial (tekanan di dalam
tengkorak) pada pasien yang mengalami stroke hemoragik.
Tindakan operasi juga bisa memotong aneurisma
(pembengkakan pembuluh darah di otak seperti balon) untuk
mencegah perdarahan lebih lanjut. Untuk stroke iskemik
(stroke karena kurangnya pasokan darah), tindakan operasi
juga bisa dilakukan untuk membuang bagian intima dari arteri
39
karotis, untuk mencegah kambuhnya stroke. Dengan kemajuan
teknologi non-invasif, pengobatan berbasiskan kateter bisa
dilakukan untuk melebarkan penyempitan pembuluh darah di
leher atau untuk menutup aneurisma pembuluh darah di dalam
otak.
2.1.10.3 Pengobatan Terpadu di Unit Stroke Akut
Suatu tim medis yang terdiri dari sejumlah ahli kesehatan
profesional yang memberikan perawatan terhadap stroke akut,
perawatan rehabilitasi, terapi fisik, terapi okupasi, terapi
wicara, layanan kerja sosial medis, layanan psikologi klinis
dan lain-lain untuk mencegah komplikasi dan mempersiapkan
pasien untuk menerima perawatan rehabilitasi setelah kondisi
pasien stabil.
2.1.11 Tingkat kesadaran pasien stroke
Teasdale dan Jennet dari Institute of neurogical science Glasgow
(1974) mempublikasikan indeks koma yang kemudian berganti nama
menjadi Glasgow Coma Scale (GCS). Sejak dipublikasikan pertama
kali, GCS menjadi skala yang paling sering digunakan tidak hanya di
kalangan spesialis saraf atau bedah saraf tetapi di luar bidang tersebut.
Sampai saat ini GCS masih menjadi baku emas penilaian kesadaran
pada semua populasi pasien. Sejumlah penelitian dilakukan untuk
melakukan validasi atau usaha untuk memodifikasi skala ini dengan
mengeliminasi respon mata dan verbal. Usahausaha sebelumnya yang
dilakukan untuk memodifikasi ataupun menggantikan skala ini
seringkali gagal karena belum ada skala yang dianggap cukup
sederhana dan praktis dalam penggunaannya (Dewi, 2016).
GCS terdapat 3 komponen yaitu pergerakan bola mata, verbal, dan
pergerakan motorik yang dinilai dengan memberikan skor pada
masing-masing komponen. Nilai total dari ketiga komponen berkisar
40
antara 3-15, dengan nilai makin kecil semakin buruk prognosisnya.
Pada pasien dapat di klasifikasikan sebagai ringan (skor GCS 14-15),
sedang (skor GCS 9-13) dan berat (skor GCS ≤ 8). Selain mudah
dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting dalam memprediksi
risiko kematian di awal pemeriksaan. GCS dapat digunakan sebagai
prediksi untuk menentukan prognosis jangka panjang dengan
sensitivitas 79-97% dan spesifisitas 84-97% (Dewi, 2016).
Menurut Junaidi (2016) pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)
meliputi respon mata (E), respon verbal (V) dan respon motorik.
2.1.11.1 Eye (respon membuka mata)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata)
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari.
(1) : tidak ada respon
2.1.11.2 Verbal (respon verbal)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-
ulang), disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata yang tak berhubungan (berbicara tidak jelas,
tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya: aduh..., bapak....)
(2) : suara tak dapat dimengerti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
2.1.11.3 Motor (respon motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : menarik (menghindar atau menarik ektremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
41
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di
sisi tubuh, dengan jari menggepal dan kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Kriteria stroke sedang (nilai skor GCS 9-13) atau ringan
(nilai skor GCS 14-15)
2.2 Konsep Personal Hygiene
2.2.1 Pengertian Personal hygiene
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti Personal
yang artinya perorangan dan hygiene yang artinya sehat. Kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah,
2015).
Personal hygiene (kebersihan diri) merupakan perawatan diri yang
dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan diri baik secara
fisik maupun mental. Menjaga kebersihan diri sangat penting karena
dapat memperkecil pintu masuk mikroorganisme pembawa penyakit
(Saputra, 2016).
2.2.2 Tujuan personal hygiene
Tujuan personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri,
menciptakan keindahan serta meningkatkan derajat kesehatan individu
sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun
orang lain (Mubarak dan Chayatin, 2014).
Tujuan umum kebersihan diri adalah untuk mempertahankan perawatan
diri, baik secara sendiri maupun dengan menggunakan bantuan, dapat
melatih hidup sehat/bersih dengan cara memperbaiki gambaran/persepsi
terhadap kesehatan dan kebersihan, serta menciptakan penampilan yang
42
sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Membuat rasa nyaman dan
relaksasi dapat dilakukan untuk menghilangkan kelelahan serta
mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah dan
mempertahankan integritas jaringan (Heriana, 2014).
2.2.3 Jenis personal hygiene
Menurut Atoilah dan Kusnadi (2015) jenis kebersihan diri atau
perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaan dibagi menjadi empat,
yaitu:
2.2.3.1 Perawatan diri dini hari
Perawatan diri dini hari merupakan perawatan diri yang
dilakukan pada waktu bangun tidur, untuk melakukan tindakan
seperti mencuci muka, tangan dan menjaga kebersihan mulut.
2.2.3.2 Perawatan pagi hari
Perawatan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi
dengan melakukan perawatan diri seperti mencuci rambut,
melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung,
membersihkan mulut, kuu dan rambut.
2.2.3.3 Perawatan siang hari
Perawatan diri yang dilakukan setelah makan siang. Berbagai
tindakan perawatan diri yang dilakukan, atara lain mencuci
muka dan tangan, membersihkan mulut.
2.2.3.4 Perawatan menjelang tidur
Perawatan tidur yang melakukan pada saat menjelang tidur
agar dapat tidur atau beristirahat dengan tenang seperti
mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut dan memijat
punggung.
43
Menurut Yuni (2015) jenis perawatan diri berdasarkan tempat meliputi:
2.2.3.1 Perawatan pada kulit
Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang
dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau trauma
sehinggi diperlukan perawatan yang adekuat dalam
mempertahankan fungsinya.
2.2.3.2 Perawatan diri pada kaki dan kuku
Perawtaan kaki dan kuku untuk mencegah infeksi, bau kaki dan
cederan jaringan lunak. Integritas kaki dan kuku ibu jari penting
untuk mempertahankan fungsi normal kaki sehingga orang dapat
berdiri atau berjalan dengan nyaman.
2.2.3.3 Perawatan rambut
Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi
sebagai proteksi dan pengatur suhu. Indikasi perubahan status
kesehatan diri juga dapat dilihat dari rambut. Perawatan ini
bermanfaat mencegah infeksi daerah kepala.
2.2.3.4 Perawatan gigi dan mulut
Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus dipertahankan
kebesrihannya, sebab mellaui organ ini berbagai kuman dapat
masuk.
2.2.3.5 Perawatan perineal wanita
Perawatan perineal wanita meliputi genetalia eksternal. Prosedur
biasanya dilakukan selama mandi. Perawatan perineal mencegah
dan mengontrol penyebaran infeksi, mencegah kerusakan kulit,
meningkatkan kenyamanan dan mempertahankan kebersihan.
2.2.3.6 Perawatan perineal pria
Klien pria memerlukan perhatian khusus selama perawatan
perineal, khususnya bila ia tidak di sirkulasi. Foreskin
menyebabkan sekresi mengumul dan mudah di sekitar mahkota
penis dekat meatus uretra. Kanker penis terjadi lebih sering pada
44
pria yang tidak disirkumsisi dan diyakini berbakitan dengan
kebersihan.
2.2.3.7 Kebutuhan kebersihan lingkungan
Kebutuhan kebersihanlingkungan yang dimaksud disini adalah
kebersihan pada tempat tidur. Melakukan kebersihan tempat
tidur diharapkan pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
gangguan selama tidur sehingga dapat membantu proses
penyembuhan.
2.2.4 Faktor yang mempegaruhi personal hygiene
Menurut Saputra (2016) perilaku menjaga kebersihan diri dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
2.2.4.1 Kebiasaan
Kebiasaan seseorang berpengaruh dalam kebersihan diri.
Contohnya setiap individu memiliki kebiasaan tersendiri kapan
akan memotong rambut, menggunting kuku, mencuci rambut
dan bahkan kebiasaan tersendiri untuk mandi dua kali sehari,
satu kali sehari, atau tidak mandi. Kebiasaan juga berkaitan
dengan penggunaan produk-produk tertentu dalam melakukan
perawatan diri, misalnya menggunakan sabun padat atau sabun
cair.
2.2.4.2 Budaya
Budaya mempengaruhi kebersihan diri seseorang. Contohnya
adalah terdapat mitos yang mengatakan bahwa menggunting
kuku pada malam hari akan menyebabkan kesialan. Hal ini
menyebabkan beberapa orang menunda menggunting kuku
hingga keesokan hari.
2.2.4.3 Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi cara orang
tersebut merawat diri. Contohnya adalah untuk menjaga
kebersihan gigi, kita sebaiknya menggosok gigi dua kali sehari,
45
yaitu setelah harapan dan sebelum tidur. Individu yang
mengetahui hal ini akan berusaha untuk mengikutinya. Cuci
tangan sangat berguna untuk membunuh kuman penyakit yang
ada di tangan jika dilakukan dengan memakai sabun.
2.2.4.4 Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kebersihan diri. Contohnya adalah kondisi
keuangan seseorang mempengaruhi antara lain jenis sabun
mandi, sampo atau sikat gigi yang mampu ia beli.
2.2.4.5 Status kesehatan serta kondisi fisik dan mental
Orang yang sedang sakit atau yang mengalami cacat fisik dan
gangguan mental akan terhambat kemampuannya untuk
merawat diri secara mandiri.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), faktor-faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
2.2.4.1 Body image
Body image yaitu gambaran individu terhadap dirinya yang
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2.2.4.2 Praktik sosial
Praktik sosial yaitu pada anak – anak selalu dimanja dalam
kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola
personal hygiene.
2.2.4.3 Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi yang dimaksud yaitu personal hygiene
memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
46
2.2.4.4 Pengetahuan
Pengetahuan mengenai personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
2.2.4.5 Budaya
Budaya yaitu pada sebagian masyarakat jika individu sakit
tertentu tidak boleh mandi.
2.2.4.6 Kebiasaan seseorang
Kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
2.2.4.7 Kondisi fisik atau psikis
Keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah 1) budaya,
beberapa budaya memungkinkan menganggap bahwa kesehatan dan
kebersihan tidaklah penting, 2) pengetahuan individu, pengetahuan
tentang hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang, 3)
ekonomi, status ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat
praktik hygiene perorangan. Sosial ekonomi yang rendah
memungkinkan hygiene perorangan yang rendah pula, 4) citra tubuh,
citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya,
citra tubuh sangat mempengaruhi dalam praktik hygiene seseorang, 5)
pilihan pribadi, setiap klien memiliki keinginan dan pilihan tersendiri
dalam praktik personal hygienenya, (misalnya kapan dia harus mandi,
bercukur, melakukan perawatan rambut, dsb), termasuk memilih produk
yang digunakan dalam praktik hygienenya (misalnya sabun, sampo,
deodoran, dan pasta gigi), 6) kondisi fisik, orang sakit lebih banyak
membutuhkan kebersihan diri dan personal hygienenya, 7) dukungan
keluarga, kebiasaan keluarga, jumlah orang dirumah, ketersediaan air
47
panas dan lain-lain merupakan faktor yang mempengaruhi personal
hygiene dalam keluarga (Marselina, 2016).
2.2.5 Prinsip personal hygiene
Menurut Mubarak dan Chayatin (2014) prinsip personal hygiene dapat
meliputi beberapa hal, yaitu:
2.2.5.1 Kulit
Umumnya kulit dibersihkan dengan cara mandi. Ketika mandi,
sebaiknya menggunakan jenis sabun yang banyak mengandung
lemak nabati karena dapat mencegah hilangnya kelembapan
dan menghaluskan kulit. Sabun detergen jarang digunakan
untuk mandi karena sifatnya oritatif. Dalam memilih dan
memakai sabun, make-up, deodorant dan sampoo hendaknya
pilih produk yang tidak menimbulkan rasa perih/iritasi. Kulit
anak-anak cenderung lebih rentan terhadap trauma dan infeksi.
Meski demikian, kita harus rutin membersihkannya karena
anak sering sekali buang air dan senang bermain dengan
kotoran. Cara perawatan kulit adalah sebagai berikut:
a. Biasakan mandi minimal dua kali sehari atau setelah
beraktifitas
b. Gunakan sabun yang tidak bersifat iritatif
c. Sabuni seluruh tubuh terutama area lipatan kulit seperti
sela-sela jari, ketiak, belakang telinga dan lain-lain.
d. Jangan sabun mandi untuk wajah
e. Segera keringkan tubuh dengan handuk yang lembut dari
wajah tangan, badan hingga kaki.
2.2.5.2 Kuku
Kuku merupakan pelengkap kulit. Kuku terdiri atas jaringan
epitel. Badan kuku adalah bagian yang tampak disebelah luar,
sedangkan akarnya terletak di dalam lekuk kuku tempat kuku
48
tumbuh dan mendapat makanan. Kuku yang sehat berwarna
merah muda. Cara-cara merawat kuku antara lain:
a. Kuku jari tangan dapat dipotong dengan pengikir atau
memotongnya dalam bentuk oval (bujur) atau mengikut
bentuk jari.
b. Jangan memotong kuku terlalu pendek karena bisa melukai
selaput kulit dan kulit di sekitar kuku
c. Jangan membersihkan kotoran di balik kuku dengan benda
tajam, sebab akan merusak jaringan di bawah kuku.
d. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan
e. Khusus untuk jari kaki, sebaiknya kuku dipotong segera
setelah mandi atau direndam dengan air hangat terlebih
dahulu
f. Jangan menggigiti kuku karena akan merusak bagian kuku.
2.2.5.3 Rambut
Rambut merupakan struktur kulit. Rambut terdiri atas tangkai
rambut yang tumbuh melalui dermis dan menembus permukaan
kulit, serta kantung rambut yang terletak di dermis. Rambut
yang sehat terlihat mengilap, tidak berminyak, tidak kering atau
mudah patah. Pertumbuhan rambut bergantung pada keadaan
umum tubuh. Normalnya, rambut tumbuh karena mendapat
suplai darah dari pembuluh-pembuluh darah di sekitar rambut.
Beberapa hal yang dapat mengganggu pertumbuhan rambut
antara lain panas dan kondisi malnutrisi. Fungsi rambut sendiri
adalah untuk keindahan dan penahan panas. Bila rambut kotor
dan tidak dibersihkan lama kelamaan ajab nebhadu sarang kutu
kepala. Umumnya rambut yang pendek lebih mudah
perawatannya dibandingkan rambut yang panjang. Cara-cara
merawat rambut antara lain:
a. Cuci rambut 1-2 kali seminggu (atau ssuai kebutuhan)
dengan memakai sampo yang cocok
49
b. Pangkas rambut agar terlihat rapi
c. Gunakan sisir yang bergigi besar untuk merapikan rambut
keriting dan olesi rambut dengan minyak
d. Pijat-pijat kulit kepala pada saat mencuci rambut untuk
merangsang partumbuhan rambut
e. Pada jenis rambut ikal dan keriting, sisir rambut mulai dari
bagian ujung hingga ke pangkal dengan pelan dan hati-hati.
2.2.5.4 Gigi dan mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari sistem pencernaan dan
merupakan bagian tambahan dari sistem pernapasan. Dalam
rongga mulut terdapat gigi dan lidah, ada pula saliva yang
penting untuk membersihkan mulut secara mekanis. Mulut
merupakan rongga yang tidak bersih dan penuh dengan bakteri,
karenanya harus selalu dibersihkan. Cara merawat gigi dan
mulut antara lain:
a. Tidak makan makanan yang terlalu manis dan asam
b. Tidak menggunakan gigi untuk menggigit atau mencongkel
benda keras (mialnya membuka tutup botol)
c. Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang dapat
menyebabkan gigi patah
d. Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum tidur
e. Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus dan kecil
sehingga paat menjangkau bagian dalam gigi
f. Meletakkan sikat pada sudut 450 dipertemuan antara gigi
dan gusi dan sikap menghadap kea rah yang sama dengan
gusi
g. Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum tidur
h. Memeriksakan gigi secara teratur setiap enam bulan
2.2.5.5 Mata
Tujuan menjaga kebersihan mata adalah untuk
mempertahankan kesehatan mata dan mencegah infeksi. Mata
50
yang sehat akan tampak jernih dan bersih dari kotoran. Kotoran
mata dapat menempel pada bulu mata dan sudut mata. Cara
merawat mata antara lain:
a. Usaplah kotoran mata dari sudut mata bagian dalam ke
sudut bagian luar
b. Saat mengusap mata, gunakanlah kain yang paling bersih
dan lembut
c. Lindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran
d. Bila menggunakan kacamata, hendaklah selalu dipakai
e. Bila mata sakit cepat periksakan ke dokter.
2.2.5.6 Hidung
Cara merawat hidung antara lain:
a. Jaga agar lubang hidung tidak kemasukkan air atau benda
kecil
b. Jangan biarkan benda kecil masuk ke dalam hidung, sebab
nantinya dapat terhisap dan menyumbat jalan napas serta
menyebabkan luka pada membrane mukosa
c. Sewaktu mengeluarkan debu dari lubang hidung,
hembuskan secara perlahan dengan membiarkan kedua
lubang hidung tetap terbuka.
d. Jangan mengeluarkan kotoran dari lubang hidung dengan
menggunakan jari karena dapat mengiritasi mukosa hidung.
2.2.5.7 Telinga
Saat membersihkan telinga bagian luar, hendaklah kita tetap
memperhatikan telinga bagian dalam. Cara-cara merawat
telinga adalah sebagai berikut:
a. Bila ada kotoran yang menyumbat telinga, keluarkan secara
pelan dengan menggunakan penyedot telinga.
b. Bila menggunakan air yang disemprotkan, lakukan dengan
hati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan pada telinga
akibat tekanan air yang berlebihan
51
c. Aliran air yang masuk hendaklah diarahkan ke saluran
telinga dan bukan langsung ke gendang telinga
d. Jangan menggunakan peniti atau jepit rambut untuk
membersihkan kotoran telinga karena dapat menusuk
gendang telinga.
2.2.5.8 Perineum
Tujuan perawatan perineum adalah untuk mencegah dan
mengontrol infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan
kenyamanan, serta mempertahankan kebersihan diri. Pada
wanita, perawatan perineum dilakukan dengan membersihkan
area genetalia eksterna pada saat mandi. Umumnya wanita
lebih suka melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain
apabila mereka masih mampu secara fisik. Sedangkan pada pria,
perawatan yang sama juga dilakukan dua kali sehari saat mandi.
Menurut Sutanto dan Fitria (2017) beberapa prinsip personal hygiene
yang harus diperhatikan oleh perawat meliputi:
2.2.5.1 Perawat menggunakan keterampilan komunikasi terapeutik
2.2.5.2 Perawat mengintergasrikan strategi perawatan lain (seperti
latihan rentang gerak).
2.2.5.3 Perawat mempertimbangkan keterbatasan fisik klien
2.2.5.4 Perawat menghormati pilihan budaya, kepercayaan nilai dan
kebiasaan klien
2.2.5.5 Perawat menjaga kemandirian klien
2.2.5.6 Menjamin privasi klien
2.2.5.7 Menyampaikan rasa hormat dan mendorong kesehatan fisik
klien
2.2.5.8 Menghormati klien lansia.
52
2.3 Konsep Dukungan Keluarga
2.3.1 Pengertian dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi
individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga
seseorang akan tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai dan
mencintainya. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Setiadi, 2014).
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, dukungan yang diberikan pada setiap siklus perkembangan
kehidupan juga berbeda. Dengan adanya dukungan yang diberikan oleh
keluarga membuat anggota keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal. Sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga (Safrina, 2016).
2.3.2 Klasifikasi keluarga
Menurut Harmoko (2014) klasifikasi keluarga berdasarkan struktur
keluarga terdiri atas bermacam-macam, diantaranya adalah:
2.3.2.1 Patrilineal
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu
disusun melalui jalur ayah.
2.3.2.2Matrilineal
Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ibu.
2.3.2.3Matrilokal
Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri.
53
2.3.2.4 Patrilokal
Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga saudara suami.
2.3.2.5 Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan beberapa sanak..
Menurut Setyowati dan Murwani (2015) keluarga yang memerlukan
pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan.
Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang
mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui
berbagai tipe keluarga. Berikut ini disampaikan berbagai tipe keluarga:
2.3.2.1 Keluarga tradisonal
a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami, istri dan anak (kandung atau anak angkat).
b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek,
keponakan, paman, bibi.
c. Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami dan istri tanpa anak.
d. “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat).
Kondisi ini dapat diakibatkan oleh perceraian atau kematian.
e. “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorang dewasa (seorang yang telah dewasa kemudian tinggal
kost untuk bekerja atau kuliah).
2.3.2.2 Keluarga non tradisonal
a. The unmarriedteenege mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan
anak dari hubungan tanpa nikah.
54
b. The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak
ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah,
sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama:
sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau
membesarkan anak bersama.
d. The non marital heterosexual cohibitang family
Keluarga yang hidup besama dan berganti-ganti pasangan
tanpa melaui pernikahan.
e. Gay and lesbian family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana suami-istri (marital partners).
f. Cohibitang couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan
karena beberapa alasan tertentu.
g. Group marriage family
Beberapa orang dewasa mengunakan alat-alat rumah tangga
bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu
termasuk sexsual dan membesarkan anaknya.
h. Group network family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup
bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga
atau saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua
anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan
kembali keluarga yang aslinya.
55
j. Homesless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang
muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang
mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan
dan kriminal dalam kehidupan.
2.3.3 Peran keluarga
Menurut Setiadi (2014) setiap anggota keluarga mempunyai peran
masing-masing antara lain:
2.3.3.1 Ayah
Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung/pengayom, pemberi rasa
aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota
masyarakat kelompok sosial tertentu.
2.3.3.2 Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat
kelompok sosial tertentu.
Menurut Dion dan Betan (2014) berbagai peran formal dalam keluarga
adalah:
2.3.3.1 Peranan ayah
Peranan ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak
berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan
pemberi rasa aman. Juga sebagai kepala keluarga, sebagai
56
anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungan.
2.3.3.2 Peranan ibu
Peranan ibu sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anak
berperan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan
pendidik bagi anak-anaknya, pelindung dari salah satu anggota
kelompok sosial, serta sebagai anggota masyarakat dan
lingkungan di samping dapat berperan pula sebagai pencari
nafkah tambahan keluarga.
2.3.3.3 Peranan anak
Peranan anak adalah melaksanakan peranan psikososial sesuai
dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan
spritual.
2.3.4 Sumber-sumber dukungan keluarga
Individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi
pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim
kesehatan, atasan dan konselor. Dukungan sosial keluarga dapat berupa
dukungan internal dan eksternal. Dukungan sosial berupa internal
seperti suami/ayah, istri/ibu, atau dukungan saudara kandung.
Dukungan sosial eksternal adalah dukungan sosial eksternal bagi
keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga) (Yuliana, 2015).
Menurut Rahayu (2015) sumber dukungan keluarga yaitu natural dan
artifisial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui
interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang yang
berada disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami,
kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non
formal sedangkan dukungan keluarga artifisial adalah dukungan yang
dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan
keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga
57
sumber dukungan keluarga natural mempunyai berbegai perbedaan jika
dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial. Perbedaan itu
terletak pada:
a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya
tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan.
b. Sumber dukungan keluarga yang natural mempunyai kesesuaian
dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c. Sumber dukungan keluarga natural berakar dari hubungan yang telah
berakar lama
d. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam
penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata
hanya sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.
e. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari beban dan label
psikologis.
2.3.5 Dimensi dukungan keluarga
Menurut Ambari (2015) menjelasklan bahwa dimensi dukungan
keluarga terdiri dari:
2.3.5.1 Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator
(penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang
pemberian saran, sugesti, informasi, yang dapat digunakan
mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stresor karena
informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti
yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan
ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi.
2.3.5.2 Dukungan penghargaan
Keluarga disini bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan
balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan
58
sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga
diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.
2.3.5.3 Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan
makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari
kelelahan. Dukungan ini juga mencakup bantuan secara
langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
memodifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada
saat penderita mengalami stres.
2.3.5.4 Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan belajar serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-
aspek dari dukungan emosional ini meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, motivasi dan mendengarkan atau di dengarkan saat
mengeluarkan perasaannya.
Menurut House (dalam Setiadi, 2015) setiap bentuk dukungan keluarga
mempunyai ciri-ciri antara lain:
2.3.5.1 Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat
digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-
persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat,
pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan
informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang
mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
2.3.5.2 Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan
afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik
dan empati, cinta, kepercayaan dan persoalan merasa dirinya
tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain
yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya,
59
bersimpati dan empati terhadap persolanan yang dihadapinya,
bahkan mau membantu memecakan masalah yang dihadapinya.
2.3.5.3 Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya atau
menolong secara langsung kesulitan yang dihadapinya, misalnya
dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi
penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-
lain.
2.3.5.4 Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang
diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi
sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif
yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan
dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat
membantu adalah penilaian yang positif.
Menurut Saragih (2014) menjelaskan bahwa keluarga memiliki empat
dimensi dukungan yaitu:
2.3.5.1 Dukungan informasional
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung
jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari
masalah. Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan
tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat
digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stresor
karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi
sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam
dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan
pemberian informasi.
60
2.3.5.2 Dukungan pengharapan
Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa penguatan
dan motivasi yang diberikan keluarga kepada individu.
Dukungan ini terjadi jika ada ekspresi penilaian yang positif
terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat
diajak berbicara tentang masalah pribadi individu tersebut,
terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada
individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau
perasaan seseorang dan perbandingan positif terhadap orang lain,
misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan pengharapan
meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian
depresi yang baik dan juga sumber depresi dan strategi koping
yang dapat digunakan dalam menghadapi stresor. Keluarga
bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing
dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan
validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan
support, penghargaan, perhatian.
2.3.5.3 Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan
makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari
kelelahan. Suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu
memecahkan masalah praktis. Dukungan ini meliputi
penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan
finansial dan material berupa bantuan nyata. Bantuan langsung
merupakan bagian dari dukungan nyata, seperti saat seseorang
memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-
hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga
dan merawat saat sakit ataupun depresi yang membantu
memecahkan masalah.
61
2.3.5.4 Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian,
mendengarkan dan didengarkan. Dukungan emosional dapat
didefinisikan sebagai persepsi tentang perawatan, kasih sayang
dan kenyamanan yang diberikan yang dapat menurunkan tingkat
stres dan depresi. Selama stres berlangsung, individu sering
menderita secara emosional dan mengalami depresi, sedih,
cemas, kehilangan harga diri. Dukungan emosional memberikan
individu perasaan nyaman, merasa dicintai, bantuan dalam
bentuk semangat, empati sehingga individu yang menerimanya
merasa berharga. Ketidakpuasan hidup pada pasien disebabkan
karena penurunan interaksi dengan lingkungan, hubungan
orangtua dengan teman. Teman atau keluarga dapat
menyediakan dukungan emosional yang dapat menenangkan
individu yang mengalami stres.
2.3.6 Cara mengukur dukungan keluarga
Dukungan keluarga dapat diukur dengan kuesioner dengan skala
pengukuran yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan
informatif dan dukungan penilaian berdasarkan pada jawaban yang
diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan
kemudian diberikan skor masing-masing setiap jawaban (Marsaulina,
2014).
Variabel dukungan keluarga dapat diukur menggunakan skala
dukungan keluarga yang diadaptasi dan dikembangkan dari teori House
dan aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur dukungan keluarga
62
adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, serta dukungan informatif (Sulistyani, 2014).
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antar
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo, 2014). Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat
dilihat pada skema 2.1 berikut:
= tidak diteliti = diteliti
Sumber: Marselina (2014)
Skema 2.1 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawabaan sementara dari pertanyaan penelitian.
Hipotesis biasanya dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel,
yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang berfungsi untuk menentukan
kearah pembuktian (Notoatmodjo, 2014). Hipotesis dalam penelitian ini
adalah ada korelasi yang signifikan antara dukungan keluarga dengan personal
hygiene pada pasien stroke di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.
- Dukungan KeluargaPersonal
Hygiene PasienStroke
Faktor Pengganggu- Budaya- Pengetahuan- Ekonomi- Citra tubuh- Pilihan pribadi- Kondisi fisik
Kurang
Cukup
Baik
top related