bab iv proses komisioning pada cut pilot plant proses komisioning lebih rinci dijelaskan pada...
Post on 14-May-2018
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
29
Bab IV
Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant
4.1 Pengertian Umum
4.1.1 DefinisiSecara definisi, komisioning adalah suatu proses yang sistematik dengan
berorientasi pada kualitas untuk memverifikasi performa proyek atau sistem yang
dibangun mengacu pada basic design yang telah ditetapkan sebelumnya[16]. Yang
disebut sistematik adalah bahwa proses komisioning ini merupakan suatu proses
yang terdiri dari tahapan-tahapan yang perlu dilakukan secara berurutan. Selain itu,
pada definisi di atas juga disebutkan bahwa komisioning merupakan proses yang
berorientasi pada kualitas, hal ini jelas bahwa kualitas proyek ataupun sistem
merupakan hal yang sangat diperhatikan pada proses komisioning ini. Kegiatan
komisioning meliputi proses pengujian pada sistem yang bersangkutan untuk
mengetahui karakteristik yang diperlukan dalam pengembangan sistem lebih lanjut.
Berhubungan dengan kualitas sistem, ada empat pertanyaan utama yang
mendasari proses komisioning tersebut[17], yaitu
Problem apa yang akan atau mungkin terjadi pada sistem yang dibangun?
Mengapa problem tersebut bisa terjadi?
Kapan problem tersebut bisa terjadi?
Apa yang bisa dilakukan untuk menanggulangi problem tersebut?
Sehingga, proses komisioning menjurus pada proses analisis terhadap
performa sistem yang sedang dibangun hingga pencarian akar permasalahan yang
mungkin terjadi dalam sistem. Berdasarkan konteks di atas, dapat dilihat bahwa
proses komisioning merupakan proses yang cukup penting. Melalui komisioning,
diharapkan sistem atau proyek yang sedang dibangun berjalan sesuai dengan yang
diinginkan. Selain itu, melalui proses komisioning, parameter-parameter kritis yang
akan mempengaruhi kinerja CUT Pilot Plant dapat diperoleh.
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
30
4.1.2 Tujuan Komisioning
Sesuai dengan definisi komisioning itu sendiri, tujuan utamanya adalah untuk
menentukan apakah sistem yang dibangun layak untuk beroperasi atau tidak. Sistem
dikatakan tidak layak apabila sistem dibangun tidak sesuai dengan desain yang telah
dibuat. Sistem yang dibangun juga dapat dinyatakan tidak layak apabila proses
konstruksi sistem belum selesai atau hasil konstruksi tidak baik. Selain itu, perlu juga
dilihat kelayakan sistem dari sisi keamanan. Apabila terdapat banyak hal yang dapat
membahayakan keselamatan pekerja ataupun pengguna, sistem dapat juga
dinyatakan tidak layak untuk beroperasi.
Tujuan lain dari proses komisioning dan pengujian adalah untuk
meningkatkan kinerja sistem yang bersangkutan. Hal ini diperlukan pemahaman dan
analisis terhadap desain sistem yang dikembangkan. Seringkali hasil desain berbeda
jauh dengan hasil pengoperasian. Proses komisioning mencatat dan melakukan
analisis yang diperlukan terhadap perbedaan tersebut. Analisis yang telah dilakukan
dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan modifikasi dengan tujuan
peningkatan kinerja sistem.
Kinerja sistem dalam hal ini dapat meliputi penggunaan energi dan biaya
operasi. Dengan adanya proses komisioning ini, diharapkan kebutuhan energi untuk
sistem akan diketahui. Dari hasil analisis konsumsi energi, nantinya akan diketahui
persentasi konsumsi energi oleh masing-masing komponen yang akan menjurus pada
analisis untuk peningkatan efisiensi penggunaan energi dalam sistem. Peningkatan
efisiensi penggunaan energi dalam sistem ini akan berujung pada biaya operasi yang
minimum.
Tujuan berikutnya dari proses ini adalah melakukan dokumentasi terhadap
spesifikasi komponen serta karakteristik prestasi sistem yang didapat selama running
test. Dokumentasi ini sangat diperlukan dalam proses analisis sistem. Selain itu,
dokumentasi ini juga diperlukan untuk mempersiapkan operator dalam
mengoperasikan dan melakukan perawatan pada sistem yang bersangkutan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga tujuan
utama proses komisioning, yaitu:
1. Menentukan kelayakan sistem
2. Meningkatkan kinerja sistem
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
31
3. Dokumentasi parameter-parameter penting dalam sistem
Ketiga tujuan ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan keberhasilan proses
komisioning yang dilakukan.
4.1.3 Metodologi
Telah disebutkan pada definisi komisioning bahwa proses komisioning
merupakan proses yang sistematik. Dalam melakukan proses komisioning dan
pengujian ada beberapa tahapan yang perlu diikuti, yaitu:
1. Prakomisioning
2. Pengujian subsistem
3. Pengujian sistem
Secara skematis, tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Tahapan proses komisioning CUT Pilot Plant
Sebelum melakukan proses komisioning dan pengujian, terlebih dahulu perlu
dilakukan prakomisioning. Proses prakomisioning meliputi inspeksi visual terhadap
hasil konstruksi sistem, pengujian masing-masing komponen, serta running test
motor yang ada pada sistem. Proses prakomisioning ini menentukan kesiapan sistem
untuk dilakukan komisioning dan pengujian.
Prakomsioning Pengujian Subsistem
Pengujian Sistem
Planning
Inspeksi pemasangan
Tes kobocoran
Trial komponen
Coal preparation & transportation
Hot Utility
Drying
Briquetting
Water Treatment
Trial & Performance Test CUT Pilot Plant
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
32
Setelah sistem dinyatakan layak untuk dikomisioning, kegiatan komisioning
sistem dimulai. Diawali dengan proses komisioning pada subsistem untuk menguji
apakah masing-masing subsistem dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.
Komisioning dan pengujian sistem dilakukan setelah kedua proses tersebut berjalan
dan yakin komponen-komponen serta masing-masing subsistem dapat mendukung
kinerja sistem secara terintegrasi.
Diagram alir proses komisioning dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pertama-
tama, dilakukan pengenalan dan pembelajaran terhadap cara kerja sistem secara
keseluruhan. Sebelum melakukan komisioning, proses di dalam sistem haruslah
dikuasai. Setelah itu, perlu ditentukan parameter yang akan dianalisis, prosedur yang
akan dilakukan, serta komponen yang akan diuji.
Pada awal proses, perlu dilakukan pemeriksaan kelengkapan serta
pemasangan komponen. Kemudian, proses dilanjutkan dengan pengujian masing-
masing komponen dan instrumen. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
masing-masing komponen maupun instrumen bekerja sesuai dengan spesifikasi
desain yang dibutuhkan, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan akibat
buruknya komponen semakin kecil. Tahap ini merupakan tahap prakomisioning.
Setelah yakin bahwa masing-masing komponen dan instrumen bekerja
dengan baik, start up proses dapat dimulai. Proses start up dimulai dengan start up
masing-masing subsistem disertai dengan komisioning subsistem tersebut. Periode
start up merupakan salah satu bagian proses yang kritis. Pada periode ini, data-data
yang diperoleh merupakan data-data penting yang dapat digunakan pada proses start
up selanjutnya.
Proses komisioning dilanjutkan dengan pengoperasian sistem secara
terintegrasi sesuai dengan kondisi operasi desain. Selama pengoperasian, data-data
operasi proses dapat diperoleh. Data-data ini kemudian dianalisis untuk mendapatkan
parameter-parameter pengujian yang ada dalam input. Dari hasil analisis, dapat
ditarik kesimpulan apakah pilot plant yang diuji ini berjalan dengan baik atau tidak.
Apabila didapat bahwa pilot plant tidak berjalan dengan baik, perlu dilakukan
analisis mencari penyebab hal tersebut. Hasil analisis tersebut menjadi dasar untuk
melakukan modifikasi maupun optimasi pada sistem.
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
33
Gambar 4.2a Diagram alir proses komsioning CUT Pilot Plant
Cek kelengkapan komponen & instrument
Pengujian masing-masing komponen &
setting instrumen
Input 1. proses2. parameter3. daftar
komponen4. prosedur
Sesuai spek?
Rekomendasi untuk perbaikan &
kalibrasi
Start up
START
NO
Output:Data operasi start up
A
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
34
Gambar 4.2b Diagram alir proses komisioning CUT Pilot Plant
Hasil yang diperoleh dari proses komisioning dan pengujian ini berupa
laporan yang berisi tentang dokumentasi seluruh proses komisioning. Isi laporan
juga meliputi data-data operasi pilot plant serta parameter-parameter kritis yang ada
di dalamnya. Selain itu, laporan juga berisi tentang analisis kinerja sistem secara
keseluruhan.
Operasi
Pengolahan data & analisis
Perlu modifikasi/optimasi
Dokumentasi
Output Laporan
FINISH
Root Cause Analysis
Modifikasi/optimasi
YES
NO
A
Output:Data Operasi
Dokumentasi
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
35
Perencanaan proses komisioning lebih rinci dijelaskan pada subbab-subbab
berikut pada Bab IV ini. Tidak seluruh proses komisioning dibahas pada tugas akhir
ini. Pembahasan mengenai proses komisioning, terutama pada pengujian subsistem,
hanya meliputi pengujian subsistem persiapan dan transportasi batubara, subsistem
penyuplai panas, subsistem pengeringan, dan subsistem pembriketan. Sementara,
pengujian subsistem pengolahan air tidak termasuk dalam pembahasan di tugas akhir
ini.
4.2 Proses Prakomisioning
Prakomisioning adalah aktivitas untuk mengecek keberfungsian masing-
masing komponen. Proses prakomisioning ini meliputi persiapan, pengecekan
pemasangan komponen, penyesuaian/setting komponen, hingga trial masing-masing
komponen dalam keadaan tanpa beban. Hasil dari proses prakomisioning ini berupa
pernyataan bahwa komponen yang dipasang sudah siap untuk dijalankan atau sudah
siap untuk proses komisioning.
Persiapan proses komisioning
Proses persiapan ini merupakan hal dasar yang perlu dilakukan.
Pelaksanaannya tidak selalu di awal prakomisioning, namun hal-hal ini harus
dipikirkan sebelum proses komisioning yang sesungguhnya berjalan.
Pada tahap persiapan ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah
Pendataan komponen-komponen pada CUT Pilot Plant
Pendataan komponen-komponen merupakan tahap paling awal yang perlu
dilakukan pada saat prakomisioning. Pendataan ini bertujuan untuk mengecek
kelengkapan komponen pada CUT Pilot Plant. Selain itu, pendataan ini juga
diperlukan untuk perencanaan proses komisioning.
Pengumpulan spesifikasi motor
Beberapa komponen pada CUT Pilot Plant ini menggunakan motor listrik
sebagai penggeraknya, seperti misalnya blower, rotary vane, pompa, dan
sebagainya. Sehingga, pengetahuan akan spesifikasi motor sangat diperlukan.
Spesifikasi motor ini nantinya berguna pada saat penghitungan energi listrik
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
36
yang terpakai pada CUT Pilot Plant. Selain itu, spesifikasi motor ini juga
menjadi acuan pada saat proses running test motor yang bersangkutan.
Peninjauan ketersediaan energi listrik
Pada proses prakomisioning ini, peninjauan ketersediaan energi listrik ini
diperlukan untuk mengetahui beban listrik yang dipakai selama proses
komisioning, baik itu hanya untuk running test komponen ataupun running
test keseluruhan.
Peninjauan ketersediaan bahan mentah
Ketersediaan bahan mentah, dalam hal ini batubara, merupakan hal yang
penting karena hal ini mempengaruhi keberlanjutan produksi CUT Pilot
Plant. Perlu dilakukan pengambilan sampel terhadap bahan mentah yang
digunakan untuk proses untuk kemudian dilakukan proximate analysis dan
pengujian kandungan kalornya. Pengujian bahan mentah ini juga ditujukan
untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada batubara setelah
dikeringkan. Untuk itu, perlu dilakukan pengambilan sampel bahan mentah
secara periodik.
Selain poin-poin di atas, masih ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan
untuk menunjang proses komisioning, misalnya pengumpulan manual operasi
komponen, penyiapan dokumen untuk prakomisioning, dan lain-lain. Penjelasan
mengenai hal-hal lain yang perlu dipersiapkan selain empat poin di atas terdapat
pada pembahasan mengenai proses komisioning secara rinci pada masing-masing
subsistem.
Inspeksi pemasangan komponen
Berdasarkan definisi prakomisioning yang disebutkan pada awal bab ini,
disebutkan pengecekan pemasangan komponen adalah salah satu bagian dari
kegiatan komisioning. Tujuan dari pengecekan pemasangan komponen ini adalah
untuk meyakinkan bahwa komponen-komponen yang diperlukan untuk CUT Pilot
Plant ini telah terpasang dengan baik. Hal ini diperlukan untuk menghindari
terjadinya disfungsi komponen karena kesalahan pemasangan.
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
37
Pada proses inspeksi pemasangan komponen ini, gambar teknik merupakan
hal yang wajib dijadikan acuan. Selain itu, proses inspeksi ini juga mengacu pada
fungsionalitas dari komponen itu sendiri. Dengan kata lain, hal-hal yang perlu
diinspeksi pada setiap komponen berbeda-beda bergantung pada fungsi dan karakter
dari komponen tersebut. Sebagai contoh, pada pemasangan pipa, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah kondisi fisik pipa diusahakan tidak berkarat, sambungan antar
flens sudah terbaut dengan baik, pemasangan isolasi untuk mengurangi panas yang
hilang, dan sebagainya.
Uji Coba Komponen
Kegiatan lain pada masa prakomisioning adalah pengujian komponen. Tujuan
pengujian atau komisioning komponen ini adalah untuk memastikan bahwa
komponen-komponen yang telah dipesan dan yang telah terpasang dapat bekerja
dengan baik. Yang disebut bekerja dengan baik disini adalah bahwa komponen-
komponen tersebut dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi yang dimilikinya. Hal ini
dilakukan untuk mengeliminasi ketidakberfungsian sistem karena kerusakan
komponen.
Pengujian motor
Pada pengujian motor, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Sebelum mulai pengujian, inspeksi terhadap pemasangan komponen harus
sudah dilakukan secara cermat. Hal-hal yang perlu diinspeksi mengacu pada
manual yang diterbitkan oleh perusahaan pembuat motor tersebut. Hal-hal
tersebut biasanya meliputi instalasi motor, alignment kopling, dan
pemasangan komponen elektrikal. Selain itu, apabila diperlukan, pengisian
oli juga harus dipastikan. Setelah seluruh pemasangan tersebut sudah yakin
terpasang dengan baik, pengujian motor dapat dimulai. Hal-hal yang perlu
diperiksa pada saat pengujian adalah:
1. Ampere
Arus yang terbaca harus lebih rendah dari arus nominal yang tertera
pada label motor
2. Arah putaran
Putaran motor harus sesuai dengan arah yang ditentukan
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
38
Selain itu, untuk motor yang memiliki frequency converter, perlu juga dicek
keberfungsian frequency converter dalam mengatur putaran motor.
Pengujian pipa
Pengujian jalur pipa yang dimaksud disini adalah pengujian
kebocoran pipa. Secara teori, ada beberapa teknik pengujian yang dapat
dilakukan[19], yaitu:
1. Pneumatic Test
2. Hydroststic Test
3. X-ray Test
Dari ketiga jenis metode pengetesan di atas, metode yang paling
mudah adalah pneumatic test karena hanya menggunakan udara sebagai
fluida pengetesannya, sedangkan hydrostatic test yang memerlukan fluida
cair seperti oli ataupun air sebagai fluida pengetesannya. Selain itu, peralatan
yang diperlukan untuk melakukan pneumatic test juga mudah. Pada
pneumatic test, peralatan yang diperlukan adalah kompresor, nozzle, pressure
gauge, serta air sabun untuk melihat adanya kebocoran.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
pneumatic test. Sebelum tes dilakukan, semua jalur pipa dibersihkan dengan
cara diberi tekanan beberapa bar kemudian dibuang. Hal ini untuk
mengeliminasi kemungkinan tidak terdeteksinya kebocoran karena kotoran.
Selain itu, peralatan yang tidak masuk pengetesan, seperti peralatan-peralatan
mekanik (pompa, penukar kalor, dan lain-lain) harus dipisahkan dengan
menggunakan blind flange.
Pipa oli pada CUT Pilot Plant ini beroperasi pada tekanan 5 bar.
Berdasarkan standar pneumatic test, pengetesan dilakukan hingga 1,5 kali
tekanan operasi, sehingga untuk pipa oli ini, pneumatic test dilakukan hingga
tekanan 7,5 bar. Kenaikan tekanan sendiri dilakukan secara bertahap.
Tahapan tersebut adalah: 1,5; 3; 5; dan 7,5 bar. Pada masing-masing tingkat
tersebut, tekanan dipertahankan selama beberapa waktu tertentu, 3 menit
untuk tekanan dibawah tekanan operasi, dan 10 menit untuk tekanan
maksimum.
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
39
4.3 Pengujian Subsistem
Telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa CUT Pilot Plant ini terdiri dari
lima subsistem, yaitu:
1. Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara
2. Subsistem Pengeringan
3. Subsistem Penyedia Panas
4. Subsistem Pembriketan Batubara
5. Subsistem Pengolahan Air
Pengujian subsistem dilakukan untuk memastikan bahwa masing-masing
subsistem dapat bekerja dengan baik. Pada komisioning subsistem juga disertai
pengaturan subsistem untuk mencapai kondisi operasi sistem keseluruhan.
4.3.1 Pengujian Subsistem Persiapan dan Transportasi Batubara
Adapun fungsi dari subsistem persiapan dan transportasi batubara, seperti
yang telah disinggung pada penjelasan mengenai subsistem ini pada Bab III, adalah
menghasilkan partikel batubara dengan diameter 0,4 mm dan menyuplai batubara ke
subsistem pengeringan dengan laju aliran massa sebesar 7 ton/jam. Kedua hal
tersebut harus dapat dipenuhi oleh subsistem ini untuk dapat dikategorikan layak.
Untuk itu, proses pengujian subsistem persiapan dan transportasi batubara dilakukan
dengan mengacu pada fungsi utama dari subsistem ini.
Pengujian diameter partikel batubara
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, proses pengeringan pada CUT
Pilot Plant ini menggunakan metode fluidisasi, dimana partikel batubara dihembus
udara atau uap superpanas dengan kecepatan tertentu sehingga melayang di dalam
tangki pengeringan. Sehingga, Diameter partikel akan mempengaruhi proses
pengeringan pada CUT Pilot Plant.
Agar proses tersebut dapat berjalan dengan baik, diameter partikel batubara
harus berada pada kisaran angka tersebut. Batas maksimum dan minimum diameter
partikel batubara dipengaruhi oleh kecepatan minimum fluidisasi dan kecepatan
terminal partikel tersebut. Yang dimaksud kecepatan minimum fluidisasi adalah
kecepatan minimum yang diperlukan untuk menciptakan proses fluidisasi untuk
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
40
partikel dengan diameter dan massa jenis tertentu. Sementara kecepatan terminal
partikel merupakan kecepatan dimana partikel akan terbawa oleh aliran fluida.
Hubungan antara kecepatan minimum fluidisasi, kecepatan terminal dengan diameter
partikel dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
Pada Gambar 4.3 dan 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa diameter partikel
berbanding lurus dengan kecepatan minimum fluidisasi maupun dengan kecepatan
terminal. Semakin besar diameter dibutuhkan kecepatan yang semakin besar pula.
Begitu pula sebaliknya, semakin kecil diameter partikel, kecepatan yang diperlukan
juga semakin kecil.
Diameter partikel
Ke
ce
pa
tan
min
imu
m f
luid
isas
i
Gambar 4.3 Diameter partikel vs kecepatan minimum fluidisasi
Particle diameter (dp)
Par
ticl
e te
rmin
al v
elo
city
(u
t)
Gambar 4.4 Kecepatan terminal vs Diameter partikel
Dengan kecepatan udara atau uap air yang telah ditentukan dari spesifikasi
blower yang telah dipilih, dapat dihitung kisaran partikel batubara yang dapat masuk
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
41
dan terfluidisasi di dalam tangki pengeringan. Apabila partikel batubara yang masuk
lebih besar dari kisaran diameter partikel yang diijinkan, partikel tersebut akan
mengendap di dalam tangki pengeringan sehingga pressure drop pada tangki akan
sangat besar. Sebaliknya, apabila partikel batubara yang masuk ke tangki lebih kecil
dari diameter yang diijinkan, partikel tersebut tidak akan terfluidisasi melainkan
langsung terangkat dan keluar dari tangki pengeringan.
Pada subsistem persiapan dan transportasi batubara ini, ada dua komponen
utama yang mempengaruhi diameter partikel yang dihasilkan. Kedua komponen
tersebut adalah cage mill dan vibrating screen. Cage mill dilengkapi dengan inverter
sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengubahan kecepatan motor. Hal ini akan
berpengaruh pada diameter partikel yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam
pengujian diameter partikel batubara ini, akan dicari juga kondisi operasi optimum
cage mill.
Dalam pengujian diameter partikel batubara subsistem persiapan dan
transportasi batubara ini, ada tujuh sampel batubara yang diambil. Masing-masing
sampel merupakan hasil milling dengan frekuensi cage mill yang divariasikan.
Adapun rincian sampel yang akan diambil dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Variasi frekuensi motor cage mill pada pengambilan sampel
Cage MillNo
Motor 1 Motor 2
1 25,0 25,0
2 37,5 37,5
3 50,0 50,0
4 25,0 37,5
5 37,5 50,0
6 37,5 25,0
7 50,0 37,5
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memasukkan sampel batubara
mentah melalui dumping hopper yang ada di stockpile. Sedangkan, sampel hasil
milling diambil di hopper tank. Pada proses pengambilan sampel ini, perlu dilakukan
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
42
terlebih dahulu pembersihan subsistem persiapan dan transportasi batubara ini dari
sisa-sisa pengerjaan (flushing) dengan cara menjalankan subsistem tanpa dimasukkan
batubara. Proses flushing ini juga perlu dilakukan sebelum pengambilan sampel
untuk frekuensi cage mill yang berbeda agar tidak terjadi pencampuran sampel.
Sampel yang telah diambil diuji menggunakan pengujian ayak (sieving)
dengan menggunakan alat yang tertera pada Gambar 4.5 Adapun untuk pengujian ini,
diperlukan minimal 2 kg untuk masing-masing sampel.
Gambar 4.5 Alat uji ayak (sieving)
Ada baiknya proses pengambilan sampel dan pengujian ayak dilakukan
secara periodik dan dalam suatu proses penggerusan batubara yang kontinyu. Hal ini
diperlukan untuk mendeteksi apabila terjadi keausan pada cage mill, yang ditandai
dengan bertambah besarnya sebaran serta diameter rata-rata partikel yang dihasilkan.
Pengujian kapasitas conveyor
Fungsi kedua dari subsistem persiapan dan transportasi batubara adalah
menyuplai batubara mentah dengan kapasitas 7 ton/jam. Batubara yang disuplai oleh
subsistem ini ditampung di hopper tank untuk kemudian dimasukkan ke dalam
tangki pengeringan melalui rotary vane 1.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa kapasitas subsistem ini tidak
berpengaruh secara langsung ke kapasitas pengeringan karena masih ada hopper tank
yang berfungsi sebagai tempat penampungan batubara. Meskipun subsistem
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
43
persiapan dan transportasi batubara ini tidak memiliki kapasitas 7 ton/jam seperti
yang telah ditentukan dalam basic design, sistem secara keseluruhan tidak akan
terganggu secara langsung selama persediaan batubara di hopper tank masih
memadai.
Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah kapasitas hopper tank itu sendiri.
Apabila, suplai batubara dari subsistem persiapan dan transportasi batubara lebih
kecil dari 7 ton/jam, dan hal tersebut berlangsung terus menerus, pada suatu saat
persediaan batubara di hopper tank akan habis. Tentu saja hal ini akan mengganggu
proses pengeringan. Sebaliknya, apabila suplai lebih tinggi dari 7 ton/jam, suatu saat
hopper tank akan kelebihan muatan dan persediaan batubara di hopper tank akan
tumpah. Oleh karena itu, pengaturan kapasitas 7 ton/jam pada subsistem persiapan
dan transportasi batubara harus dilakukan.
Pengaturan kapasitas batubara pada subsistem persiapan dan transportasi
batubara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Dengan pengaturan bukaan hopper gate pada dumping hopper, seperti yang
terlihat pada Gambar 4.6.
2. Dengan pengaturan kecepatan Belt Feeder (CF-1) menggunakan frequency
converter.
Pada praktiknya, kedua cara tersebut perlu dilakukan bersamaan secara
berkesinambungan.
Gambar 4.6 Pengaturan bukaan hopper gate[21]
Pengaturan kapasitas subsistem dengan pengaturan bukaan hopper gate tidak
akan menghasilkan laju aliran massa yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya akurasi bukaan hopper gate terhadap laju aliran yang dihasilkan. Sebagai
contoh, kapasitas roll crusher terpasang adalah 20 ton/jam. Seharusnya, untuk
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
44
mendapatkan kapasitas 7 ton/jam, hopper gate dibuka 7/20 bukaan awal. Namun,
meskipun hopper gate sudah dibuka sedemikian rupa, belum tentu batubara dapat
mengalir dengan laju 7 ton/jam. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan terjadinya
blocking antar batubara pada jalur keluar hopper gate sehingga batubara yang keluar
lebih sedikit daripada kapasitas yang diinginkan atau bahkan tidak keluar sama
sekali. Oleh karena itu, untuk mengatur laju aliran massa dengan lebih akurat
dilakukan dengan mengatur kecepatan CF-1.
Pada saat pengaturan kapasitas ini, parameter yang dijadikan acuan adalah
laju aliran massa batubara yang lolos proses screening, yaitu laju aliran massa
batubara di Belt Conveyor 2A (CB-2A). Pada komponen inilah, laju aliran massanya
yang harus terbaca 7 ton/jam karena batubara yang melewati CB-2A ini langsung
menuju ke hopper tank, tidak ada percabangan diantaranya.
Pengukuran laju aliran massa di CB-2A dilakukan dengan mengambil sampel
batubara di CB-2A pada interval panjang tertentu. Sampel yang diambil kemudian
ditimbang massanya untuk kemudian dikonversi ke parameter laju aliran dengan
memasukkan faktor kecepatan conveyor pada perhitungannya. Pengukuran
kemampuan subsistem ini menyuplai batubara dapat dilakukan juga dengan
mengukur waktu yang diperlukan untuk memenuhi hopper tank.
4.3.2 Pengujian Subsistem Penyuplai Panas
Pada proses komisioning subsistem penyuplai panas, ada dua hal utama yang
dijadikan parameter keberhasilan, yaitu:
1. Panas yang dihasilkan oleh subsistem penyuplai panas
2. Konsumsi batubara subsistem penyuplai panas
Panas yang dihasilkan merupakan parameter utama subsistem ini. Sedangkan
konsumsi batubara berkaitan dengan efisiensi sistem CUT Pilot Plant secara
keseluruhan.
Kemampuan subsistem ini menyuplai panas dilihat dari kemampuannya
mencapai temperatur 300oC. Hal ini merupakan temperatur operasi oli di dalam
subsistem pengeringan.
Sebelum komisioning subsistem penyuplai panas dilakukan, ada beberapa
tahap yang perlu dilalui. Yang pertama adalah flushing. Flushing ini perlu dilakukan
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
45
untuk membersihkan jalur pipa dari kotoran sisa-sisa hasil pengerjaan maupun karat
yang tertinggal di dalam pipa. Yang kedua adalah sirkulasi oli. Hal ini perlu
dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh jalur pipa telah dialiri oli. Selain itu,
sirkulasi oli ini diperlukan juga untuk membuang udara yang tersisa di dalam pipa,
ditandai dengan tekanan yang fluktuatif. Subsistem penyuplai panas ini siap untuk
dinyalakan apabila pembacaan tekanan fluida di dalam pipa sudah stabil.
Proses komsioning subsistem penyuplai panas dimulai pada saat proses
penyalaan subsistem ini. Adapun parameter-parameter yang perlu diamati pada saat
komisioning adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Parameter-parameter operasi subsistem penyuplai panas
No. Parameter Simbol
1. Temperatur Input Tin TOH
2. Temperatur Output Tout TOH
3. Temperatur Ducting Tduct TOH
4. Temperatur Preheater Tpreheater TOH
5. Temperatur Buangan (Exhaust) Texhaust TOH
6. Tekanan Tungku TOH Phearth TOH
7. Tekanan Hisap Pompa Ps
8. Tekanan Discharge Pompa Pd
9. Putaran motor FD Fan nfd fan
10. Putaran motor ID Fan nid fan
11. Putaran motor chain grate ncg
4.3.3 Pengujian Subsistem Pengeringan
Subsistem pengeringan merupakan inti dari proses CUT. Oleh karena itu,
definisi pengujian subsistem pengeringan menjadi rancu. Proses pengujian pada
subsistem pengeringan bisa juga berarti proses pengujian pada seluruh sistem CUT
Pilot Plant. Oleh karena itu, untuk membedakan kedua hal tersebut, yang dimaksud
proses pengujian pada subsistem pengeringan ini adalah kemampuan seluruh
komponen subsistem pengeringan untuk bekerja secara terintegrasi untuk mencapai
kondisi operasi pengeringan batubara yang diinginkan sesuai dengan desain.
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
46
Sedangkan yang dimaksud dengan pengujian sistem CUT Pilot Plant adalah seperti
yang akan dijelaskan pada Subbab 4.3.
Secara garis besar, sistem kontrol yang ada mendeteksi parameter-parameter
operasi pada subsistem pengeringan, meliputi parameter temperatur, tekanan, dan
laju aliran yang kemudian digunakan sebagai umpan balik untuk mengontrol kinerja
komponen-komponen pada subsistem pengeringan. Proses pengontrolan sistem CUT
Pilot Plant ini dapat dilihat pada PID. Sebagai contoh, temperatur bed tangki
pengering 3 disensor oleh termokopel TI-D32. Apabila ada indikasi bahwa
temperatur bed 3 ini kurang, komputer akan mengirim sinyal untuk memerintahkan
katup V-32 membuka lebih besar sehingga laju aliran oli termal yang mengalir ke
internal heater tangki pengering 3 akan semakin besar dan memungkinkan terjadinya
perpindahan panas yang lebih besar pula. Pada komisioning subsistem pengeringan
ini, parameter-parameter yang terbaca oleh sensor, seperti yang tertera pada tabel 4.3,
perlu diamati.
Tabel 4.3 Data-data operasi pada CUT Pilot Plant
Temperatur Instrumen
Temperatur uap masuk internal heater bed 2 TI-5
Temperatur uap masuk internal heater bed 1 TI-6
Temperatur oli ke bed 2 TI-7
Temperatur oli ke bed 1 TI-8
Temperatur air ke water treatment plant TI-9
Temperatur oli ke oil heater TI-10
Temperatur bed 1 TI-D12
Temperatur bed 2 TI-D22
Temperatur bed 3 TI-D32
Temperatur uap masuk ke bed 3 TT-D33
Temperatur uap masuk bed 2 TT-D23
Temperatur uap masuk bed 1 TT-D13
Temperatur oli masuk ke sistem TT-4i
Temperatur oli keluar sistem TT-4o
Tekanan Instrumen
Pressure drop bed 1 PDT-1
Pressure drop bed 2 PDT-2
Pressure drop bed 3 PDT-3
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
47
Tabel 4.3 Data-data operasi pada CUT Pilot Plant (lanjutan)
Tekanan Instrumen
Tekanan bed 2 PIT-D21
Tekanan bed 3 PIT-D31
Flow Instrumen
Aliran udara masuk ke bed 1 Fl-1
Aliran uap masuk ke bed 2 Fl-2
Aliran uap masuk ke bed 3 Fl-3
Aliran oli masuk ke sistem FT-4
4.3.4 Pengujian Sistem Pembriketan
Dari penjelasan pada bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa fungsi dari
rangkaian subsistem pembriketan adalah membentuk briket batubara dengan dimensi
tertentu, menunjang kapasitas produksi, dan mendinginkan briket batubara hingga
mencapai temperatur di bawah temperatur penyalaan sendirinya (autoignition
temperature). Briket batubara yang dihasilkan bentuknya menyerupai sabun hotel
dengan dimensi 35 x 35 x 15 mm[13]. Kapasitas pembriketan normalnya adalah 5,6
ton/jam. Hal ini disebabkan adanya massa uap air yang terbuang pada saat
pengeringan dengan kapasitas 7 ton/jam. Sedangkan temperatur keluaran briket di
stockpile yang dapat dikatakan aman dari temperatur autoignition adalah 80oC.
Untuk menunjang fungsi dari subsistem pembriketan tersebut, parameter-
parameter pembriketan yang perlu diamati selama proses komisioning meliputi:
1. Putaran mesin briket
2. Tekanan pembriketan
3. Temperatur pembriketan
4. Temperatur briket di stockpile
5. Kualitas visual briket yang dihasilkan
6. Kapasitas produksi mesin briket
Kondisi operasi pembriketan dapat yang meliputi tekanan, temperatur, serta
putaran mesin briket dapat diketahui dengan menggunakan sistem instrumentasi yang
terpasang pada mesin briket. Kualitas visual briket yang dihasilkan meliputi dimensi
dan keseragaman bentuk briket serta kekuatan briket yang bisa diuji dengan
menggunakan teknik drop test, yaitu dengan menjatuhkan briket dari ketinggian
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
48
kurang lebih 2 meter. Briket yang dihasilkan dapat dikatakan baik bila briket tersebut
tidak hancur pada saat dilakukan drop test.
Parameter terakhir yaitu kapasitas produksi mesin briket dapat diketahui
dengan menghitung banyaknya briket yang terbentuk per satuan waktu. Kapasitas ini
berkaitan dengan kemampuan mesin briket mengakomodasi kapasitas pengeringan
sistem CUT Pilot Plant ini. Apabila kapasitas produksi mesin briket ini lebih rendah
daripada kapasitas pengeringannya, otomatis kapasitas sistem juga akan mengalami
penurunan.
Subsistem pembriketan ini juga dilengkapi dengan rangkaian sistem kontrol.
Sistem kontrol yang dimaksud adalah sensor ketinggian batubara di dalam hopper
mesin briket. Apabila batubara di dalam hopper briket ini sudah melebihi level
ketinggian yang diijinkan, sistem kontrol ini akan mematikan putaran rotary vane 4,
sehingga batubara dari tangki pengering 3 tidak akan masuk ke mesin briket. Oleh
karena itu, perlu juga diamati kemampuan sistem kontrol ini dalam mengintegrasikan
kinerja mesin briket.
4.4 Pengujian Sistem CUT Pilot Plant
Komisioning ataupun pengujian sistem CUT Pilot Plant merupakan tahapan
akhir dari seluruh proses komisioning. Idealnya, proses komisioning sistem ini
dilakukan setelah komisioning subsistem. Hal ini untuk mempersempit ruang lingkup
analisis apabila terjadi kesalahan. Dengan melakukan komisioning subsistem terlebih
dahulu, kekurangan atau ketidakberfungsian komponen di dalam subsistem akan
diketahui sehingga dapat diprediksi pengaruhnya terhadap sistem secara keseluruhan.
Pada prinsipnya, komisioning sistem CUT Pilot Plant dilakukan untuk
mengetahui karakteristik dan performansi dari pilot plant itu sendiri. Pada CUT Pilot
Plant ini, ada beberapa hal yang perlu dijadikan acuan untuk menilai karakteristik
maupun performansinya. Hal-hal tersebut adalah:
1. Kualitas batubara yang dihasilkan
2. Kapasitas produksi
3. Efisiensi proses
Berdasarkan ketentuan desain, CUT Pilot Plant ini dapat menghasilkan batubara
kering dengan kandungan air 5% dengan kapasitas produksi 7 ton/jam atau 1,94 kg/s.
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
49
Untuk memperoleh hal-hal di atas, pengambilan data tentang kondisi operasi
dan pengambilan sampel produksi perlu dilakukan. Pengambilan data operasi yang
meliputi temperatur, tekanan, laju aliran, putaran motor, serta daya terpakai pada
genset dilakukan melalui sistem instrumentasi. Parameter-parameter ini diambil
bersamaan pada saat komisioning subsistem, baik itu subsistem pengeringan maupun
subsistem penyuplai panas. Pengambilan data dilakukan dengan interval satu jam.
Khusus untuk subsistem penyuplai panas, pengambilan data dilakukan dengan
melakukan inspeksi visual mengingat tidak adanya sistem akuisisi data yang dapat
merekam kondisi operasi subsistem ini di komputer ruang kontrol. Data-data tersebut
dapat digunakan dalam analisis efisiensi proses, dimana dalam analisis ini
penggunaan energi pada CUT Pilot Plant menjadi fokus utama.
Kapasitas produksi CUT Pilot Plant dibagi menjadi dua, yaitu kapasitas input
batubara dan kapasitas briket yang dihasilkan. Kapasitas input merupakan laju aliran
batubara yang masuk ke tangki pengering, dimana hal ini dapat diketahui dengan
mengkonversi putaran rotary vane 1. Sedangkan kapasitas briket merupakan jumlah
briket yang dihasilkan per satuan waktu, yang dapat diketahui dengan menghitung
jumlah briket pada stockpile per satuan waktu. Kapasitas briket mempengaruhi
kapasitas input. Dengan berkurangnya kapasitas briket, secara otomatis kapasitas
input batubara juga akan berkurang.
Untuk mengetahui kualitas produk yang dihasilkan, perlu dilakukan
pengambilan sampel briket. Proses sampling dilakukan dengan mengambil secara
acak beberapa briket dari stockpile. Sampel yang diambil kemudian dilakukan
analisis proksimat (proximate analysis) untuk mengetahui kandungan airnya serta
nilai kalor pembakaran setelah melalui proses pengeringan.
This page was created using BCL ALLPDF demo software.
To purchase, go to http://www.bcltechnologies.com/allpdf/
top related