bab iv pembahasan kasus
Post on 04-Apr-2016
23 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Diagnosis pneumonia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan tanda berupa demam, sianosis,
kebingungan, takipneu, takikardi, hipotensi, tanda-tanda konsolidasi (ekspansi dada terbatas,
perkusi pada lapang paru pekak, peningkatan taktil vokal fremitus, nafas bronkial) dan
terdapat pleural rub. Gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah lemas, anoreksia,
dispneu, batuk disertai adanya dahak, hemoptisis dan nyeri dada pleuritic.
Pada kasus ini pasien Ny. R usia 65 tahun didiagnosis pneumonia. Diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesa
Keluhan utama pasien berupa sesak napas. Sesak napas yang dialami sejak 1 minggu
SMRS namun memberat 2 hari terakhir.
Pasien tidak pernah mengeluhkan rasa sesak seperti ini sebelumnya
Sesak napas dirasakan baik saat beraktifitas maupun istirahat.
Batuk berdahak berwarna kuning
Demam pada pagi hari dan siang hari serta malam terasa menggigil
Batuk darah, berak darah, muntah, nyeri dada sebelah kiri, jantung terasa berdebar-
debar, kaki bengkak, serta penurunan berat badan disangkal
Pasien memiliki pekerjaan pedagang pulut yang memasak menggunakan tungku kayu
bakar sehingga resiko untuk menderita pneumonia semakin tinggi.
b. Pemeriksaan Fisik
GCS pasien 13, menunjukkan pasien mengalami penurunan kesadaran
RR : 32x/menit dan Tekanan Darah : 80/60 mmHg, konjungtiva anemis, dan akral
dingin menunjukkan pasien mengalami dehidrasi
Pada pemeriksaan paru didapatkan Bentuk dada normal, dada kiri dan kanan simetris,
fremitus taktil meningkat sebelah kanan. Suara napas dasar bronkial pada lapang paru
sebelah kanan dan vesikuler pada lapang paru sebelah kiri. Suara napas tambahan Wh
(-/-), Rh (+/-) , perkusi redup (+/-)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto thorax menunjukkan gambaran gabungan konsolidasi pada satu
segmen/lobus yaitu lobus kanan atas gambaran pneumonia lobaris. Kemudian dari hasil
pemeriksaan darah lengkap ditemukan WBC = 22,16x103/μL yang menunjukkan adanya
infeksi.
Dalam melakukan tatalaksana penderita penumonia harus diperhatikan keadaan klinis
penderita yang dapat dinilai dengan indeks derajat keparahan penyakit. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah. Penilaian derajat keparahan
penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut
hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah
ini
Tabel. Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT)
Dari perhitungan skor PORT pasien pada kasus ini diketahui memiliki profil sebagai berikut :
a. faktor demografi
perempuan usia 65 tahun (skor +55)
Karakteristik Penderita Jumlah PointFaktor demografi
Usia : laki-laki perempuan - Perawatan di rumah - Penyakit penyerta Keganasan Penyakit hati Gagal jantung kongestif Penyakit serebrovaskuler Penyakit ginjal
Pemeriksaan fisik - Perubahan status mental - Pernapasan > 30 kali/menit - Tekanan darah sistolik < 90 mmHg - Suhu tubuh < 35o atau > 40o C - Nadi > 125 kali/menit
Hasil laboratorium / radiologi - Analisa gas darah arteri : pH < 7,35 - BUN > 30 mg/dL - Natrium < 130 mEq/liter - Glukosa > 250 mg/dL - Hematokrit < 30% - PO2 < 60 mmHg - Efusi pleura
umur (tahun) umur (tahun) – 10+10
+30+20+10+10+10
+ 20+ 20+ 20+15 +10
+ 30+ 20+ 20+10+ 10+10+10
b. Pemeriksaan Fisik
Terjadi perubahan status mental GCS 13 (E3M6V3) (skor +20)
Pernapasan 32x/menit (skor +20)
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (skor +20)
Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah
Skor PORT lebih dari 70
Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini :
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Pneumonia pada pengguna NAPZA
Dari hasil perhitungan skor PORT didapatkan skor sebesar 115.berdasarkan kriteria
PORT lebih dari 70 maka pasien ini harus dirawat inap. Kemudian berdasarkan derajat skor
resiko pneumonia menurut PORT pasien ini tergolong pada resiko sedang/kelas resiko IV
dengan total skor berkisar 90-130. Sehingga untuk jenis perawatan yang harus didapatkan
pada pasien ini adalah rawat inap.
Untuk menentukan apakah pasien ini masuk pada kriteria perawatan intensif menurut
American Thoracic Society (ATS) kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau
lebih' kriteria di bawah ini.
Kriteria minor sebagai berikut:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
Penderita yang memerlukan perawatan di ruang rawat intensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik
dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu
(Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan
tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi
untuk perawatan ruang rawat intensif. Berdasarkan pada kriteria diatas pasien ini belum
memenuhi persyaratan baik kriteria minor maupun mayor untuk dilakukan perawatan di
ruang rawat intensif.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien pneumonia di ruang gawat darurat pertama-
tama adalah dilakukan primary survey, yaitu nilai airway, breathing, circulation, disability,
dan exposure. Pada pasien kasus ini didapatkan penilaian primary survey sebagai berikut :
A : tidak terdapat penyumbatan jalan napas
B : RR : 32x/menit, retraksi otot bantu napas (+), SpO2 90%, diberikan O2 2 lpm via kanul
nasal
C : nadi 100x/menit, reguler, kuat angkat, CRT <2 detik, TD : 80/60 mmHg,dipasang infus
RL
D : GCS E4V5M6 (GCS 15), pupil isokor, ref. Cahaya (+)
E : Normal
Jadi pada primary survey, pada pasien ini dilakukan pemasangan O2 2 lpm untuk
mengatasi sesak napas dan penurunan SpO2 pada pasien sehingga harus dipasang O2 via
kanul nasal. Kemudian pada pasien ini didapatkan tekanan darah 80/60 mmHg yang
menandakan adanya tanda-tanda mengarah pada dehidrasi dan keadaan syok. Sehingga
rehidrasi cairan diperlukan untuk memperbaiki hemodinamik pada pasien ini.
Kemudian diberikan tatalaksana empiris pada pasien pneumonia menurut PDPI pada
pasien ini adalah Golongan beta laktam + anti beta laktamase i.v atau Sefalosporin G2,G3 i.v
atau Fluorokuinolon respirasi. Pada pasien ini diberikan pula parasetamol tab 500 mg/8 jam
yang digunakan sebagai antipiretik untuk menanggulangi gejala demam yang dialami oleh
pasien. Kemudian diberikan pula Ambroxol HCL tab 30 mg/8 jam untuk mengurangi batuk
berdahak yang dialami oleh pasien.
Pasien dirujuk ke RSUD dr. Soedarso karena tidak tersedianya tempat ruang isolasi di
RS Bhayangkara Anton Sudjarwo.
top related