bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. hasil penelitianeprints.ums.ac.id/68198/5/7. bab 4.pdf ·...
Post on 03-Feb-2020
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan yang tergabung
dalam indeks JII dan indeks LQ 45. Sebagaimana dinyatakan di atas, bahwa
kriteria sampel penelitian adalah: (1) Perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2004–2015; (2) Perusahaan yang tergabung dalam
indeks JII dan LQ 45 periode 2004–2015; dan (3) Perusahaan yang
mempublikasikan laporan keuangan secara berturut–turut pada periode
2004–2015. Adapun berdasarkan sebaran data penelitian diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.1
Kriteria Pengambilan Sampel
Keterangan LQ45 JII
- Jumlah populasi perusahaan yang terdaftar dan masuk
indeks LQ – 45 atau JII
- Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan
keuangan secara berturut-turut periode 2004-2015
- Perusahaan yang termasuk non manufaktur
- Perusahaan yang datanya tidak lengkap
- Data Outlier
495
(84)
(74)
(51)
(27)
330
(63)
-
(46)
(13)
Jumlah Sampel 259 208
Sumber: data sekunder diolah, 2016
60
2. Analisis Statistik Diskriptif
Analisis statistik diskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui deskripsi tentang manajemen laba riil, ukuran perusahaan,
likuditas saham dan cost of capital pada perusahaan yang tergabung dalam
indeks LQ 45 dan JII . Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2
Statistik Diskriptif
VariabelIndeks LQ 45 Indeks JII
Min Max Mean Min Max Mean
Family Ownership 0,000 1,000 0,378 0,000 1,000 0,514
Managerial Ownership 0,0005 26,077 4,605 0,0005 31,080 4,746
Institutional Ownership 27,745 96,091 64,380 23,971 96,091 65,158
Earning Management -0,042 0,281 0,053 -0,103 0,082 -0,012
Cost of Equity Capital -1,274 0,128 -0,938 -1,575 0,390 -0,924
Sumber: data sekunder diolah, 2016
Persentase kepemilikan keluarga diukur dengan rasio dari total saham
yang dimiliki oleh keluarga dibagi dengan total saham perusahaan yang
beredar. Berdasarkan hasil perhitungan statistik diskriptif dapat diketahui
bahwa pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 mempunyai
nilai kepemilikan saham keluarga terendah adalah 0,000; sementara nilai
tertinggi adalah 1,000 dan rata-rata kepemilikan saham pada perusahaan
yang tergabung dalam indeks LQ 45 adalah 0,378 atau 37,8%. Hal ini dapat
diketahui bahwa persentase sebesar 37,8% pemegang saham perusahaan
61
yang tergabung dalam LQ 45 adalah keluarga dan anggota keluarga dimana
pemegang 20% saham perusahaan yang beredar berkedudukan sebagai CEO
dan atau dewan direksi dalam perusahaan. Pada perusahaan yang tergabung
dalam indeks JII mempunyai nilai kepemilikan saham keluarga terendah
adalah 0,000; sementara nilai tertinggi adalah 1,000 dan rata-rata
kepemilikan saham keluarga pada perusahaan yang tergabung dalam indeks
JII adalah 0,514 atau 51,4%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sebesar
51,4% perusahaan yang tergabung dalam JII, keluarga dan anggota keluarga
yang merupakan pemegang saham terbesar dan pemegang 20% saham
perusahaan yang beredar berkedudukan sebagai CEO atau dewan direksi.
Kepemilikan manajerial adalah perbandingan jumlah saham yang
dimiliki oleh pihak manajemen dengan seluruh jumlah modal saham
perusahaan yang dikelola. Berdasarkan hasil perhitungan statistik diskriptif
dapat diketahui bahwa pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45
mempunyai nilai kepemilikan saham manajerial terendah adalah 0,0005;
sementara nilai tertinggi adalah 26,077 dan rata-rata kepemilikan saham
manajerial pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 adalah
4,605. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan saham manajerial
pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 adalah sebesar 4,60%.
Pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII mempunyai nilai
kepemilikan saham manajerial terendah adalah 0,0005; sementara nilai
tertinggi adalah 31,080 dan rata-rata kepemilikan saham manajerial pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah 4,746. Hal ini
62
menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan saham manajerial pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah sebesar 4,75%.
Kepemilikan institusional adalah perbandingan jumlah saham yang
dimiliki oleh institusi dengan seluruh jumlah modal saham yang dikelola
perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik diskriptif dapat diketahui
bahwa pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 mempunyai
nilai kepemilikan saham institusional terendah adalah 27,745; sementara
nilai tertinggi adalah 96,091 dan rata-rata kepemilikan saham institusional
pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 adalah 64,380. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan saham institusional pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 adalah sebesar 64,38%.
Pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII mempunyai nilai
kepemilikan saham institusional terendah adalah 23,971; sementara nilai
tertinggi adalah 96,091 dan rata-rata kepemilikan saham intistusional pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah 65,158. Hal ini
menunjukkan bahwa bahwa rata-rata kepemilikan saham institusional pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah sebesar 65,16%.
Manajemen laba adalah usaha manajemen untuk memaksimumkan
atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan
manajemen. Berdasarkan hasil perhitungan statistik diskriptif dapat diketahui
bahwa pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 mempunyai
nilai manajemen laba terendah adalah -0,042; sementara nilai tertinggi
adalah 0,281 dan rata-rata manajemen laba pada perusahaan yang tergabung
dalam indeks LQ 45 adalah 0,053 dengan nilai positif, hal ini menunjukkan
63
bahwa pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 melakukan
manajemen laba dengan pola penaikan laba (income-increasing). Pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII mempunyai nilai manajemen
laba terendah adalah -0,103; sementara nilai tertinggi adalah 0,082 dan rata-
rata manajemen laba pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII
adalah -0,012 dengan nilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII melakukan manajemen laba
dengan pola penurunan laba.
Cost of equity capital adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk membiayai sumber pendanaan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik
diskriptif diketahui bahwa pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ
45 mempunyai nilai cost of capital terendah adalah sebesar -1,274; nilai
tertinggi adalah 0,128 dan rata-rata cost of capital pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 sebesar -0,938. Pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks JII mempunyai nilai cost of capital terendah adalah -
1,575; sementara nilai tertinggi adalah 0,390 dan rata-rata cost of capital
pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah -0,924.
3. Pengujian Asumsi Klasik
Formula atau rumus regresi diturunkan dari suatu asumsi data tertentu.
Dengan demikian tidak semua data dapat diterapkan regresi. Jika data tidak
memenuhi asumsi regresi, maka penerapan regresi akan menghasilkan
estimasi yang bias. Berikut ini adalah hasil pengujian asumsi klasik yang
terdiri dari uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
64
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah
data yang digunakan terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang
baik adalah distribusi datanya normal atau mendekati normal. Untuk
menguji normalitas dalam penelitian ini dengan menggunakan uji
normalitas residual dengan metode Kolmogorov Smirnov. Berikut adalah
hasil pengujian normalitas.
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Normalitas
Nama Variabel Kolmogorov
Smirnov
p Status
Unstrandardized Residual LQ 45 0,709 0,697 Normal
Unstrandardized Residual JII 0,747 0,633 Normal
Sumber: data sekunder diolah 2016
Berdasarkan hasil pengujian normalitas dengan menggunakan
metode Kolmogorov Smirnov diketahui bahwa besarnya nilai
Kolmogorov Smirnov Z pada Ui indeks LQ 45 adalah sebesar 0,709
dengan nilai p = 0,697 dan Kolmogorov Smirnov Z pada Ui indeks JII
adalah sebesar 0,747 dengan nilai p = 0,633. Hasil perhitungan di atas
menunjukkan bahwa nilai p > 0,05; sehingga sesuai dengan kriteria
pengujian dua arah (two-tailed test), dapat diketahui bahwa distribusi
data dalam penelitian ini normal.
b. Uji Multikolinearitas
65
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi
yang kuat antara variabel-variabel independen dengan menggunakan
Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel
independen. Apabila variabel tersebut mempunyai VIF > 10 berarti
terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2009). Berikut adalah hasil pengujian
multikolinearitas.
Tabel 4.4
Hasil Pengujian Multikolinearitas
VariabelIndeks LQ 45 Indeks JII
Tol VIF Tol VIF
66
Family Ownership 0,902 1,109 0,918 1,089
Managerial Ownership 0,872 1,147 0,891 1,123
Institutional Ownership 0,846 1,181 0,866 1,154
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Dengan melihat hasil pengujian multikolinearitas di atas,
diketahui bahwa tidak ada satupun dari variabel bebas yang mempunyai
nilai tolerance lebih kecil dari 0,1. Begitu juga nilai VIF masing-masing
variabel tidak ada yang lebih besar dari 10. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang sempurna antara variabel
bebas (independent), sehingga model regresi ini tidak ada masalah
multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2005:139) uji ini berfungsi untuk menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah
homokesdatisitas atau tidak terjadi heteroskesdatisitas. Untuk mendeteksi
ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilakukan pengujian dengan
menggunakan metode korelasi Spearman, adapun ketentuannya jika tidak
terjadi heteroskedastisitas adalah diperoleh nilai p > 0,05. Berikut adalah
hasil pengujian heteroskedastisitas.
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Variabel Indeks LQ 45 Indeks JII
67
rhitung p rhitung p
Family Ownership -0,016 0,799 -0,036 0,601
Managerial Ownership -0,045 0,467 -0,041 0,555
Institutional Ownership 0,070 0,265 0,003 0,961
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas diketahui bahwa
pada masing-masing variabel tidak menunjukkan hasil yang signifikan
(p> 0,05), maka hal itu mengindikasikan bahwa model regresi tidak
terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi diartikan sebagai korelasi yang terjadi diantara
anggota-anggota dari serangkaian observasi yang terletak berderetan
secara series dalam bentuk waktu (jika datanya time series) atau korelasi
antara tempat yang berdekatan (jika datanya Cross-sectional).
Autokorelasi terjadi apabila ada kesalahan pengganggu (error of
disturbancel/ui) suatu periode berkorelasi dengan kesalahan periode
sebelumnya. Uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya korelasi
adalah uji Durbin Watson. Hasil pengujian autokorelasi adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.6
Hasil Pengujian Autokorelasi
Perusahaan Durbin-Watson Nilai Kritis
Indeks LQ 45 1,972 1,50 - 2,50
68
Indeks JII 2,089 1,50 - 2,50
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan
bantuan progam komputer SPSS 20.0 for windows diperoleh nilai
Durbin-Watson pada indeks LQ 45 adalah 1,972 dan pada indeks JII
adalah 2,089. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Durbin-
Watson berada daerah kritis (antara 1,5-2,5) maka dapat disimpulkan
bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak ada masalah autokorelasi.
B. Pengujian Hipotesis
1. Pengujian Regresi Linier Berganda
Analisis regresi berganda dilakukan untuk membuktikan adanya
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian
ini pengujian regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
Corporate Governance terhadap manajemen laba terintegrasi dan
dampaknya terhadap biaya ekuitas pada Perusahaan Go Publik yang terdaftar
di Indeks JII dan LQ45 Periode 2004-2015. Adapun berdasarkan perhitungan
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Variabel Indeks LQ 45 Indeks JII
thitung p thitung p
(Constant) 0,067 0,003
69
Family Ownership 0,010 1,941 0,053 0,008 1,725 0,086
Managerial Ownership 0,001 1,506 0,133 0,0004 1,463 0,145
Institutional Ownership -0,0003 -2,137 0,034 -0,0003 -2,505 0,013
R2
Fhitung
p
0,069
6,266
0,000
0,085
6,348
0,000
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Dari tabel 4.7 yang merupakan hasil pengujian regresi linier
berganda dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :
EM = 0,067 + 0,010 FO + 0,001 MO - 0,0003 IO + e ……………… (1)
EM = 0,003 + 0,008 FO + 0,0004 MO - 0,0003 IO + e …………… (2)
Berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat dibuat interpretasi sebagai
berikut :
- a = 0,067 dan 0,003; Nilai konstan untuk persamaan regresi pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 adalah 0,067 dan
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah 0,003 dengan
parameter positif. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya corporate
governance, maka perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan
JII akan mengalami peningkatan dalam melakukan manajemen laba.
- b1 = 0,010 dan 0,008; Besar nilai koefisien regresi untuk variabel
kepemilikan saham keluarga pada perusahaan yang tergabung dalam
indeks LQ 45 adalah 0,010 dengan parameter positif, sedangkan pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah sebesar 0,008 dengan
parameter positif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan
70
kepemilikan saham keluarga sebesar 1%; maka akan berdampak terhadap
peningkatan untuk melakukan manajemen laba sebesar 0,010% untuk
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan peningkatan untuk
melakukan manajemen laba sebesar 0,008% untuk perusahaan yang
tergabung dalam indeks JII.
- b2 = 0,001 dan 0,0004; Besar nilai koefisien regresi untuk variabel
kepemilikan saham manajerial pada perusahaan yang tergabung dalam
indeks LQ 45 adalah 0,001 dengan parameter positif, sedangkan pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah sebesar 0,0004
dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan
kepemilikan saham manajerial sebesar 1%; maka akan berdampak
terhadap peningkatan untuk melakukan manajemen laba sebesar 0,001%
untuk perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan peningkatan
untuk melakukan manajemen laba sebesar 0,0004% untuk perusahaan
yang tergabung dalam indeks JII.
- b3 = -0,0003 dan -0,0003; Besar nilai koefisien regresi untuk variabel
kepemilikan saham institusional pada perusahaan yang tergabung dalam
indeks LQ 45 adalah -0,0003 dengan parameter negatif, sedangkan pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah sebesar -0,0003
dengan parameter negatif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi
peningkatan kepemilikan saham institusional sebesar 1%; maka akan
berdampak terhadap penurunan kemampuan untuk melakukan
manajemen laba sebesar 0,0003% untuk perusahaan yang tergabung
dalam indeks LQ 45 dan menurunkan kemampuan untuk melakukan
71
manajemen laba sebesar 0,0003% untuk perusahaan yang tergabung
dalam indeks JII.
Selanjutnya untuk hasil pengujian pengaruh manajemen laba
terhadap cost of equity capital adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8
Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda
Variabel Indeks LQ 45 Indeks JII
thitung p thitung p
(Constant) -0,992 -0.908
Manajemen Laba 1,011 4,720 0.000 1,332 4,387 0.000
R2
Fhitung
p
0,080
22,278
0,000
0,085
19,243
0,000
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, diketahui bahwa perasamaan
regresi adalah sebagai berikut :
CED = -0,992 + 1,011 EM + e ........................ (3)
CED = -0,908 + 1,332 EM + e ........................ (4)
Hasil persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa nilai konstanta
untuk cost of equity capital pada perusahaan yang tergabung dalam indeks
LQ 45 adalah -0,992 dengan parameter negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
tanpa adanya manajemen laba maka besarnya cost of equity capital pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 adalah sebesar -0,992.
Hasil persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa nilai konstanta untuk
72
cost of equity capital pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII
adalah -0,908 dengan parameter negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa
adanya manajemen laba maka besarnya cost of equity capital pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah sebesar -0,908.
Nilai koefisien regresi untuk manajemen laba pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 adalah 1,011 dengan parameter positif, hal ini
menunjukkan bahwa setiap terjadi manajemen laba dengan cara
meningkatkan laba sebesar 1%, maka akan berdampak terhadap cost of
equity capital sebesar 1,011%. Nilai koefisien regresi untuk manajemen laba
pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII adalah 1,332 dengan
parameter positif yang menunjukkan bahwa setiap terjadi manajemen laba
dengan cara meningkatkan laba sebesar 1%, maka akan berdampak terhadap
cost of equity capital sebesar 1,332%.
2. Uji t
Uji t ini merupakan pengujian variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini uji t digunakan untuk
mengetahui pengaruh Corporate Governance terhadap manajemen laba
terintegrasi dan dampaknya terhadap biaya ekuitas pada Perusahaan Go
Publik yang terdaftar di Indeks JII dan LQ45 Periode 2004-2015. Hasilnya
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9
Hasil Pengujian t Statistik
Variabel Indeks LQ 45 Indeks JII
73
thitung p Keterangan thitung p Keterangan
Family Ownership 1,941 0,053 H1 diterima 1,725 0,086 H1 diterima
Managerial Ownership 1,506 0,133 H2 ditolak 1,463 0,145 H2 ditolak
Institutional Ownership -2,137 0,034 H3 diterima -2,505 0,013 H3 diterima
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
1. Pengaruh Kepemilikan Saham Keluarga terhadap Manajemen Laba
Terintegrasi
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh kepemilikan saham
keluarga terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar 1,941 dengan
p = 0,053 dan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII
diperoleh nilai thitung sebesar 1,725 dengan p = 0,086. Oleh karena hasil
perhitungan menunjukkan nilai p < 0,10 sehingga H1 diterima, artinya
kepemilikan saham keluarga berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45
dan JII.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepemilikan saham keluarga
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba terintegrasi pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII, sehingga H1
yang menyatakan bahwa kepemilikan saham keluarga berpengaruh
terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung
dalam indeks LQ 45 dan JII terbukti kebenarannya.
2. Pengaruh Kepemilikan Saham Manajerial terhadap Manajemen Laba
Terintegrasi
74
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh kepemilikan saham
manajerial terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar 1,506 dengan
p = 0,133 dan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII
diperoleh nilai thitung sebesar 1,463 dengan p = 0,145. Oleh karena hasil
perhitungan menunjukkan nilai p > 0,10 sehingga H2 ditolak, artinya
kepemilikan saham manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45
dan JII.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepemilikan saham manajerial
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba terientegrasi pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII, sehingga H2
yang menyatakan bahwa kepemilikan saham keluarga berpengaruh
terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung
dalam indeks LQ 45 dan JII tidak terbukti kebenarannya.
3. Pengaruh Kepemilikan Saham Institusional terhadap Manajemen Laba
Terintegrasi
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh kepemilikan saham
institusional terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar -2,137
dengan p = 0,034 dan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII
diperoleh nilai thitung sebesar -2,505 dengan p = 0,013. Oleh karena hasil
perhitungan menunjukkan nilai p < 0,10 sehingga H3 diterima, artinya
kepemilikan saham institusional berpengaruh signifikan terhadap
75
manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam
indeks LQ 45 dan JII.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepemilikan saham
institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII,
sehingga H3 yang menyatakan bahwa kepemilikan saham institusional
berpengaruh terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII terbukti kebenarannya.
Hasil pengujian t statistik untuk pengaruh manajemen laba
terintegrasi terhadap cost of equity capital adalah sebagai berikut :
Tabel 4.10
Hasil Pengujian t Statistik
Variabel Indeks LQ 45 Indeks JII
thitung p Keterangan thitung p Keterangan
Manajemen Laba 4,720 0,000 H4 diterima 4,387 0,000 H4 diterima
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh manajemen laba
terintegrasi terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang tergabung
dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar 4,720 dengan p = 0,000 dan
pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII diperoleh nilai thitung
sebesar 4,387 dengan p = 0,000. Oleh karena hasil perhitungan menunjukkan
nilai p < 0,10 sehingga H4 diterima, artinya manajemen laba terintegrasi
berpengaruh signifikan terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII.
76
Hasil penelitian ini menunjukkan manajemen laba terintegrasi
berpengaruh signifikan terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII, sehingga H4 yang menyatakan bahwa
manajemen laba terintegrasi berpengaruh terhadap cost of equity capital pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII terbukti
kebenarannya.
3. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel
independen mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hasil
perhitungan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 di Tabel
4.7 diperoleh nilai Fhitung = 6,266 dengan p= 0,000 < 0,10; adapun pada
perusahaan yang tergabung dalam indek JII diperoleh nilai Fhitung = 6,348
dengan p= 0,000 < 0,10; sehingga Ha diterima dan H0 ditolak, artinya
corporate governance secara simultan berpengaruh terhadap manajemen laba
terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII,
sehingga pemilihan variabel corporate governance sebagai prediktor dari
manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks
LQ 45 dan JII sudah tepat atau model regresi dinyatakan fit.
Hasil perhitungan uji F untuk pengaruh manajemen laba terintegrasi
terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang tergabung dalam indeks
LQ 45 di Tabel 4.8 diperoleh nilai Fhitung = 22,278 dengan p=0,000 < 0,10;
adapun pada perusahaan yang tergabung dalam indek JII diperoleh nilai
Fhitung = 19,243 dengan p= 0,000 < 0,10; sehingga Ha diterima dan H0
ditolak, artinya manajemen laba terintegrasi secara simultan berpengaruh
77
terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang tergabung dalam indeks
LQ 45 dan JII, sehingga pemilihan variabel manajemen laba terintegrasi
sebagai prediktor dari cost of equity capital pada perusahaan yang tergabung
dalam indeks LQ 45 dan JII sudah tepat atau model regresi dinyatakan fit.
4. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi yaitu untuk mengukur proporsi atau presentasi
sumbangan dari seluruh variabel bebas (X) yang terdapat dalam model
regresi terhadap variabel terikat (Y). Dalam hal ini untuk mengukur proporsi
atau presentasi sumbangan dari corporate governance terhadap manajemen
laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan
JII.
Pada Tabel 4.7 diperoleh hasil perhitungan nilai koefisien
determinasi (R2) untuk perusahaan yang tergabung dalam LQ 45 sebesar
0,069; hal ini berarti perubahan manajemen laba terintegrasi, 6,9% dapat
dijelaskan oleh variabel corporate governance, adapun sisanya sebesar
93,1% dapat dijelaskan oleh variabel yang lain di luar model. Nilai koefisien
determinasi (R2) untuk perusahaan yang tergabung dalam indeks JII sebesar
0,085; hal ini berarti perubahan manajemen laba terintegrasi, 8,5% dapat
dijelaskan oleh variabel corporate governance, adapun sisanya sebesar
91,5% dapat dijelaskan oleh variabel yang lain di luar model.
Pada Tabel 4.8 diperoleh hasil perhitungan nilai koefisien
determinasi (R2) untuk pengaruh manajemen laba terintegrasi terhadap cost of
equity capital pada perusahaan yang tergabung dalam LQ 45 sebesar 0,080;
hal ini berarti perubahan cost of equity capital, 8% dapat dijelaskan oleh
78
variabel manajemen laba terintegrasi, adapun sisanya sebesar 92% dapat
dijelaskan oleh variabel yang lain di luar model. Nilai koefisien determinasi
(R2) untuk perusahaan yang tergabung dalam indeks JII sebesar 0,085; hal ini
berarti perubahan cost of equity capital, 8,5% dapat dijelaskan oleh variabel
manajemen laba terintegrasi, adapun sisanya sebesar 91,5% dapat dijelaskan
oleh variabel yang lain di luar model.
C. Pembahasan
Corporate Governance telah menjadi perhatian di negara-negara
berkembang, terutama setelah krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun
1997-1998. Kegagalan penerapan Good Corporate Governance (GCG) diyakini
sebagai salah satu penyebab utama krisis tersebut. Mitton (2002) juga
menemukan bahwa Corporate Governance memiliki dampak positif yang kuat
pada kinerja perusahaan selama krisis keuangan.
Laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk
menyampaikan informasi keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban
manajemen (Schipper dan Vincent, 2003). Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia
(2015), laporan keuangan terdiri dari: (a) laporan posisi keuangan pada akhir
periode; (b) laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode;
(c) laporan perubahan ekuitas selama periode; (d) laporan arus kas selama
periode; (e) catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan
akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lain serta informasi
komparatif mengenai periode terdekat sebelumnya; dan (f) laporan posisi
keuangan pada awal periode terdekat sebelumnya ketika entitas menerapkan
suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali
79
pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam
laporan keuangannya.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh Corporate Governance
terhadap manajemen laba terintegrasi dan dampaknya terhadap biaya ekuitas
pada Perusahaan Go Publik yang terdaftar di Indeks JII dan LQ45 Periode 2004-
2015 diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Pengaruh Kepemilikan Saham Keluarga terhadap Manajemen Laba
Terintegrasi
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh kepemilikan saham
keluarga terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar 1,941 dengan p
= 0,053 dan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII diperoleh nilai
thitung sebesar 1,725 dengan p = 0,086. Oleh karena hasil perhitungan
menunjukkan nilai p < 0,10 sehingga H1 diterima, artinya kepemilikan saham
keluarga berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba terintegrasi pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepemilikan saham keluarga
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba terintegrasi pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII, sehingga H1 yang
menyatakan bahwa kepemilikan saham keluarga berpengaruh terhadap
manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks
LQ 45 dan JII terbukti kebenarannya.
Kepemilikan keluarga dapat diartikan sebagai kepemilikan atas
sebuah perusahaan yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok orang yang
80
masih memiliki hubungan darah yang dapat diwariskan secara turun
menurun. Menurut Poza (2007) dalam Ruwita (2012) definisi dari family
business bisa dilihat dari control ownership dari dua anggota atau lebih, dari
keluarga atau partnership dari keluarga, strategi dalam manajemen
perusahaan yang dipengaruhi oleh anggota keluarga, strategi dalam
manajemen perusahaan dipengaruhi oleh anggota keluarga baik itu sebagai
advisor dalam anggota dewan atau menjadi pemegang saham, lebih peduli
pada hubungan keluarga, dan yang terakhir visi dari pemilik perusahaan
keluarga berlanjut sampai beberapa generasi.
Sebuah perusahaan keluarga merupakan perusahaan yang tertutup
bagi pihak luar untuk dapat masuk kedalam kepemilikan perusahaan tersebut.
Tetapi dengan perkembangan jaman, perusahaan keluarga tersebut mulai
membuka diri untuk dimasuki oleh pihak luar demi menambah modal usaha
dan memperluas perusahaan yang ada. Hal ini dilakukan karena untuk
melakukan sebuah ekspansi diperlukan dana yang besar, dan jika hanya
memperoleh modal dari satu pihak hal itu akan sangat sulit untuk dilakukan.
Menurut Rebecca (2012), kepemilikan keluarga merupakan kepemilikan dari
individu dan kepemilikan dari perusahaan tertutup (di atas 5%), yang bukan
perusahaan publik, negara, ataupun institusi keuangan.
Kepemilikan yang besar pada sebuah perusahaan, maka seseorang
atau keluarga yang miliknya memiliki kendali yang besar tentang bagaimana
perusahaan tersebut akan beroperasi, dan sering terjadi seseorang atau
sekelompok orang yang memiliki kekuatan yang besar akan memanfaatkan
perusahaan yang di pegangnya untuk mencapai tujuan pribadi atau
81
mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri yang biasanya mengorbankan
kepentingan orang lain.
2. Pengaruh Kepemilikan Saham Manajerial terhadap Manajemen Laba
Terintegrasi
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh kepemilikan saham
manajerial terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar 1,506 dengan p
= 0,133 dan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII diperoleh nilai
thitung sebesar 1,463 dengan p = 0,145. Oleh karena hasil perhitungan
menunjukkan nilai p > 0,10 sehingga H2 ditolak, artinya kepemilikan saham
manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba terintegrasi pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepemilikan saham manajerial
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan
yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII, sehingga H2 yang menyatakan
bahwa kepemilikan saham keluarga berpengaruh terhadap manajemen laba
terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII
tidak terbukti kebenarannya.
Kepemilikan manajerial diartikan sebagai proporsi pemegang saham
dari pihak manajemen yang aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan
(Diyah dan Widanar, 2009). Kepemilikan saham manajerial dapat
menyatukan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga
manajer ikut memperoleh langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan
menanggung konsekuensi apabila terdapat pengambilan keputusan yang
82
tidak sesuai. Jumlah kepemilikan saham manajerial pada perusahaan di
Indonesia relatif masih sangat kecil, terutama dalam perusahaan BUMN yang
dominan sahamnya dimiliki oleh institusi pemerintah. Namun, minimnya
kepemilikan manajerial dalam beberapa perusahaan di Indonesia tetap akan
memberikan pengaruh bagi kualitas suatu perusahaan, karena manajemen
memegang banyak peranan penting dalam perusahaan, seperti pengelolaan
operasional, pengambilan keputusan, penyajian laporan keuangan, dan
memonitor tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini menjadikan kepemilikan
manajerial sebagai salah satu tolak ukur penilai kualitas GCG dalam suatu
perusahaan.
Managerial ownership adalah sebuah keadaan dimana pihak
manajemen perusahaan (baik dewan komisaris atau dewan direksi) memiliki
saham perusahaan atau dengan kata lain, pihak manajemen tersebut selain
berlaku sebagai pengelola perusahaan juga sebagai pemegang saham atau
pemilik perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan
dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer,
baik dewan komisaris maupun dewan direksi.
Dari sudut pandang teori akuntansi, earnings management sangat
ditentukan oleh motivasi manajer. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan
tingkat earnings management yang berbeda, seperti antara manajer yang juga
sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai
pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi earnings
management karena kepemilikan manajerial akan ikut menentukan kebijakan
83
dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada
perusahaan yang mereka kelola (Boediono, 2005).
3. Pengaruh Kepemilikan Saham Institusional terhadap Manajemen Laba
Terintegrasi
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh kepemilikan saham
institusional terhadap manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar -2,137 dengan p
= 0,034 dan pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII diperoleh nilai
thitung sebesar -2,505 dengan p = 0,013. Oleh karena hasil perhitungan
menunjukkan nilai p < 0,10, sehingga H3 diterima, artinya kepemilikan
saham institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII.
Hasil penelitian ini menunjukkan kepemilikan saham institusional
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba terientegrasi pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII, sehingga H3 yang
menyatakan bahwa kepemilikan saham institusional berpengaruh terhadap
manajemen laba terintegrasi pada perusahaan yang tergabung dalam indeks
LQ 45 dan JII terbukti kebenarannya.
Pemegang saham institusional memiliki kelebihan dibandingkan
dengan pemegang saham individual. Pemegang saham institusional
mempunyai dana yang lebih banyak dan pada umumnya pemegang saham
institusional menyerahkan pengelolaan investasinya pada divisi khusus yang
memiliki keahlian dibidang analis dan keuangan, sehingga pemegang saham
84
institusional dapat memantau perkembangan investasinya dengan baik
(Tarjo, 2008).
Investor institusional lebih cenderung menggunakan informasi
periode sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibandingkan dengan
investor non-institusional. Oleh karena itu, investor institusional sering
disebut sebagai sophisticated investor (investor yang canggih dan
berpengalaman) (Siregar dan Utama, 2006). Hal tersebut juga selaras dengan
penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) yang juga menemukan bahwa
dengan adanya kepemilikan institusional yang tinggi akan membatasi
manajer untuk melakukan pengelolaan laba sehingga akan meningkatkan
kualitas laba. Moh’d et al (1998) dalam Midiastuty dan Mahfoedz (2003:73)
menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat
memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi
manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang.
4. Pengaruh Manajemen Laba Terintegrasi terhadap Cost of Equity Capital
Berdasarkan hasil pengujian untuk pengaruh manajemen laba
terintegrasi terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang tergabung
dalam indeks LQ 45 diperoleh nilai thitung sebesar 4,720 dengan p = 0,000 dan
pada perusahaan yang tergabung dalam indeks JII diperoleh nilai thitung
sebesar 4,387 dengan p = 0,000. Oleh karena hasil perhitungan menunjukkan
nilai p < 0,10 sehingga H4 diterima, artinya manajemen laba terintegrasi
berpengaruh signifikan terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII.
85
Hasil penelitian ini menunjukkan manajemen laba terintegrasi
berpengaruh signifikan terhadap cost of equity capital pada perusahaan yang
tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII, sehingga H4 yang menyatakan bahwa
manajemen laba terintegrasi berpengaruh terhadap cost of equity capital pada
perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45 dan JII terbukti
kebenarannya.
Manajemen laba akan meningkatkan risiko kalau tindakan tersebut
ternyata untuk menutupi kinerja manajer yang buruk. Francis et al. (2004,
2005) dan Utami (2005) dalam Tarjo (2008) menunjukkan bahwa kualitas
akrual yang merupakan proksi manajemen laba berpengaruh terhadap biaya
modal ekuitas (cost of equity capital) dengan hubungan positif. Manajemen
laba menyebabkan banyak informasi yang harus diungkap oleh perusahaan,
sehingga berkonsekuensi terhadap meningkatnya biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk menyediakan informasi bagi publik.
Dechow et al. (1996) dalam Tarjo (2008) menemukan bahwa pada
perusahaan di pasar modal Amerika Serikat yang mendapat sanksi dari
Securities Exchange Commission (SEC) yang diduga melakukan manajemen
laba ternyata memiliki cost of capital yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tidak mendapat sanksi dari SEC. Dari temuan tersebut bisa dikatakan
bahwa tindakan manajer melakukan manajemen laba merupakan sinyal yang
buruk di masa depan. Karena ternyata pasar mereaksi secara negatif, artinya
manajemen laba ditanggapi buruk oleh para pelaku pasar saham sehingga
menurunkan likuiditas dan harga saham yang selanjutnya berdampak
terhadap meningkatnya cost of equity capital.
86
Manajemen laba bisa dianggap sebagai suatu rekayasa negatif,
sehingga diperlukan biaya yang dikeluarkan untuk menutupi kecurangan
yang dilakukan oleh manajer. Karena manajemen laba dianggap sebagai
suatu kecurangan dan walaupun belum ada standar yang mengatur, maka
dengan adanya manajemen laba akan banyak informasi yang akan diungkap
oleh manajer. Semakin banyak informasi yang diungkap oleh manajer, maka
semakin besar juga biaya yang dikeluarkan (Tarjo, 2008).
Jadi, dengan adanya manajemen laba yang memaksa manajer untuk
mengungkap informasi mengenai perusahaan, maka hal ini akan
menimbulkan semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan
informasi bagi publik (biaya modal ekuitas). Biaya modal ekuitas (cost of
equity capital) diperoleh tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan oleh
investor, yaitu tingkat pengembalian minimum yang diinginkan oleh
penyedia dana (investor) untuk mau/bersedia menanamkan modalnya pada
perusahaan (Utami, 2005).
top related