bab iv 1100089 -...
Post on 29-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
63
BAB IV
ANALISIS MANAJEMEN KONFLIK MENURUT WINARDI
RELEVANSINYA DENGAN PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH
A. Manajemen Konflik Menurut Winardi Implementasinya dalam Keluarga
Konflik menurut Komaruddin (1994: 151) dapat berarti perjuangan mental
yang disebabkan tindakan-tindakan atau cita-cita yang berlawanan. Atau dengan
kata lain konflik menurut Alo Liliweri (1997: 128) adalah bentuk perasaan yang
tidak beres yang melanda hubungan antara satu bagian dengan bagian lain, satu
orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain.
Margaret M. Poloma (1994: 115) menyatakan bahwa sebagaimana kita
ketahui konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat kelompok
dan secara negatif fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur. Dengan
demikian, Manajemen konflik adalah seni mengatur dan mengelola konflik yang
ada pada organisasi keluarga agar menjadi fungsional dan bermanfaat bagi
peningkatan efektivitas dan prestasi keluarga tersebut.
Istilah manajemen konflik sebenarnya berasal dari konsep manajemen
modern secara umum, bukan berasal dari konsep religius (Islam). Dengan
demikian, konsep manajemen konflik akan difahami dengan interpretasi yang
berbeda-beda tergantung dari siapa yang memakainya, sehingga pemahaman
masyarakat di dalam sebuah keluarga akan berbeda dengan pemahaman
64
masyarakat di lingkungan industri ataupun kepolisian dan masyarakat secara
umum.
1. Arti Konflik dan Manajemen Konflik Menurut Winardi bagi Keluarga
Adapun pemahaman mengenai konflik yang terjadi pada masing-
masing keluarga satu sama lain berbeda-beda, tergantung dari kemampuan
dan keluasan personal dalam memahami konflik. Ada kemungkinan konflik
diartikan secara tradisional yang sering mengakibatkan timbulnya sikap
kurang kritis, kurang inovatif, dan suasana menjadi statis. Ada kemungkinan
diartikan sesuai dengan pandangan aliran hubungan manusiawi yang
mendukung penerimaan konflik dan menyadari bahwa adakalanya konflik
tersebut bermanfaat bagi prestasi suatu kelompok, dan bahkan ada juga yang
sesuai dengan pandangan interaksionis yang menganggap bahwa suatu
keluarga tanpa adanya konflik akan statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap
kebutuhan akan perubahan dan inovasi, sehingga sering melupakan tugas dan
tanggung jawab terutama juga akan melalaikan hak dan kewajiban masing-
masing anggotanya.
2. Sumber Konflik di dalam Keluarga
Sumber konflik secara umum, menurut Winardi (1994: 4) sebenarnya
konflik disebabkan karena: 1) dianutnya nilai-nilai baru oleh anggota-anggota
kelompok tertentu. 2) sebuah kesulitan atau problem baru yang dihadapi oleh
kelompok, dimana para anggotanya mempresepsinya dengan cara-cara yang
65
berbeda-beda. 3) peranan seorang anggota di luar kelompok tersebut
bertentangan dengan peranan anggota tersebut di kelompok itu.
Adapun sumber konflik lain diantaranya adalah Kebijakan.
Kebijakan inilah yang selanjutnya sering menimbulkan persoalan sampai
menjadi sebuah konflik. Timbulnya konflik dari sebuah kebijakan dapat
terjadi karena adanya pihak-pihak dalam penentuan kebijakan tersebut dimana
tidak semua pihak dapat terakomodasi dengan kebijakan tersebut. Hal ini
dapat terjadi karena:
1. Substansi kebijakan yang mana dapat saja tidak diterima oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut.
2. Adanya individu dan atau pihak yang mempunyai akses lebih terhadap
kebijakan tersebut sehingga ada pihak yang tidak terakomodasi dengan
kebijakan tersebut.
Di dalam keluarga sering terjadi adanya kebijakan orang tua
terutama suami dalam memutuskan suatu perkara, terkadang sikapnya yang
bertentangan, pembagian yang tidak adil, atau bahkan tidak memenuhi hak
dan kewajibannya sebagai pemimpin rumah tangga (sebagai ayah maupun
sebagai suami). Hal ini tentunya dapat mengakibatkan reaksi dari seluruh
anggota keluarga yang terlibat di dalamnya.
Diceritakan dalam Ensiklopedi Islam, oleh Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam (1993: 41) bahwa pada zaman Rasulullah SAW juga
pernah terjadi hal-hal yang demikian. Dalam suatu riwayat diceritakan
66
bahwa Hindun pernah mempunyai masalah dengan suaminya, Abu Sofyan.
Hindun mengadu kepada Rasulullah SAW: ”Ya Rasul, sesungguhnya Abu
Sofyan itu lelaki yang shahih (kikir terhadap orang lain dan dirinya), dia
tidak membayarkan nafkah kepada aku dan anak, kecuali jika saya sendiri
yang mengambil dari hartanya, sementara dia tidak tahu”. Lalu Rasulullah
SAW bersabda: “Ambillah (hartanya) sesuai dengan kebutuhanmu dan
anakmu, secara wajar.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah).
Dari cerita di atas menggambarkan bahwa kebijakan merupakan
salah satu sumber konflik yang sering terjadi dalam semua keluarga.
Namun penanganan konflik akibat kebijakan yang kontrofersial tersebut
bisa dilakukan jika pendekatan menejemen bisa disesuaikan dengan tepat.
3. Strategi Manajemen Konflik di dalam Keluarga.
Menurut winardi (1994: 80-89) strategi dalam memecahkan konflik
adalah:
a. Menyelamatkan diri (Self-help)
Strategi self-help sering dilihat sebagai suatu tindakan sepihak yang
bersifat destruktif. Tindakan ini kadang dilakukan oleh pihak yang kuat
untuk menekan pihak yang lemah. Strategi self-help ini dapat digunakan
untuk tindakan yang konstruktif dalam bentuk menarik diri, menghindar,
tidak mengikuti, atau melakukan tindakan independen.
Biasanya hal ini dapat dilakukan oleh seorang ayah (sebagai
pimpinan keluarga) terutama apabila permasalahan yang timbul itu tidak
67
memungkinkan diselesaikan secara bersama (musyawarah). Langkah-
langkah yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self-help, antara
lain: keluar dari tekanan, menghindari, mencari dukungan atas tindakan
yang akan dilaksanakan sebagai akibat dari kewengan yang dimiliki sangat
kecil, dan saling berbenturan kepentingan.
b. Solusi penyelesaian masalah (Joint problem solving).
Joint problem solving memungkinkan adanya kontrol terhadap hasil
yang dicapai oleh kelompok-kelompok yang terlibat. Dengan demikian
seluruh anggota keluarga baik ayah, ibu, anak dan mungkin saudara yang
lain, boleh mengeluarkan pendapatnya sesuai dengan argumen masing-
masing, yang nantinya dapat ditampung, diidentifikasi dan diberikan solusi
melalui keputusan bersama.
Masing-masing kelompok mempunyai hak yang sama untuk
berpendapat dalam menentukan hasil akhir. Strategi ini membutuhkan
penelusuran terhadap persoalan yang dihadapi. Keputusan yang diambil
secara bersama dapat dikatakan berasal dari pendapat kelompok menurut
standar masing-masing. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam
strategi ini, yaitu: 1) Identifikasi kepentingan-kepentingan yang terlibat
dalam konflik sangat kompleks, 2) Memberikan penilain terhadap
kepentingannya, 3) Pihak ketiga diperlukan untuk memfasilitasi pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik, 4) Harus berkomunikasi aktif, 5)
Keputusan yang diambil harus dijalankan oleh masing-masing pihak.
68
c. Perlunya pihak ketiga (Third-party decision making)
Sebagaimana dijelaskan dalam Winardi (1994) bahwa konflik yang
dihadapi individu, kelompok, dan seluruh anggota keluarga terkadang tidak
dapat diselesaikan tanpa adanya pihak ketiga. Dalam strategi ini, pihak
ketiga membuat keputusan yang mengikat berdasarkan aturan-aturan untuk
mencapai hasil yang pasti. Strategi ini sedikit menawarkan kompromi atau
penyelesaian masalah secara kreatif, karena pihak ketiga mempunyai
otoritas penuh
Dalam suatu keluarga, biasanya yang berperan sebagai pihak ketiga
adalah kakek dan nenek, saudara / kerabat dekat, atau bahkan tokoh
masyarakat (ulama) sebagai penasehat keluarga tersebut.
4. Metode-metode Manajemen Konflik di dalam Keluarga Menurut Winardi
a. Stimulasi (merangsang) Konflik.
Seperti telah disebutkan di muka (Winardi, 1994: 79, 84-89),
konflik dapat menimbulkan dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih
baik dalam pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Situasi di mana
konflik terlalu rendah akan menyebabkan seseorang takut berinisiatif dan
menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan informasi yang dapat
mengarahkan orang-orang bekerja lebih baik diabaikan; para anggota
kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan
pelaksanaan kerja.
69
Metode stimulasi konflik meliputi: (1). Pemasukan atau
penempatan orang luar ke dalam kelompok, (2). Penyusunan kembali
organisasi, (3). Penawaran bonus, pembayaran insentif dan penghargaan
untuk mendorong persaingan, (4). Pemilihan manajer-manajer yang tepat,
da (5). Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
Metode-metode di atas dapat digunakan oleh keluarga ketika
terjadi kelesuan dan tidak adanya kesemangatan para anggota keluarga
tersebut. Biasanya seorang ayah mengeluarkan kebijakan yang masih
memungkinkan banyak penafsiran dan banyak alternatif untuk melakukan
kebijakan tersebut, seperti kebijakan kontroversial, mengajak diskusi,
mengajak melakukan suatu hal-hal yang masih asing, mencari suasana
baru, dan hal-hal lain yang dapat menumbuhkan kesemangatan baru dari
seluruh anggota keluarga untuk mau berfikir kreatif, inovatif dan
prospektif.
b. Pengurangan dan Penekanan Konflik
Seorang ayah (orang tua), biasanya lebih terlibat dengan
pengurangan konflik daripada stimulasi konflik. Metode pengurangan
konflik menekankan terjadinya antagonisme yang ditimbulkan oleh
konflik. Jadi, metode ini mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan
suasana” tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula
menimbulkan konflik. Dua metode dapat digunakan untuk mengurangi
konflik.
70
Pendekatan efektif pertama adalah mengganti tujuan yang
menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua
kelompok. Metode efektif kedua adalah mempersatukan kedua kelompok
yang bertentangan untuk menghadapi “ancaman” atau “musuh” yang
sama.
Sedangkan menurut James AF. Stoner (1992: 563), sekurang-
kurangnya ada 3 metode untuk mengurangi konflik, yaitu: 1) Memberikan
informasi menyenangkan antara kelompok satu dengan kelompok lain,
2) Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan dengan berbagai cara,
3) Konfrontasi, atau berunding dan memberikan penjelasan tentang
berbagai informasi.
c. Penyelesaian Konflik
Metode penyelesaian konflik menurut Winardi (1994: 84-89) yang
akan dibahas berikut berkenaan dengan kegiatan-kegiatan para pemimpin
keluarga dalam hal ini ayah, yang dapat secara langsung mempengaruhi
pihak-pihak yang bertentangan. Metode-metode penyelesaian konflik
lainnya yang dapat digunakan, mencakup perubahan dalam struktur
organisasi, mekanisme koordinasi, dan sebagainya. Ada tiga metode
penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu:
1. Dominasi dan penekanan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu: (a). Kekerasan (forcing), yang bersifat menekan otokratik;
71
(b). Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis;
(c). Penghindaran (avoidance), dimana seorang ayah menghindar
untuk mengambil posisi yang tegas; (d). Aturan mayoritas (majority
rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan
melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
2. Kompromi. Melalui kompromi, orang tua mencoba menyelesaikan
konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-
pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi meliputi: (a)
pemisahan (separation), (b). Perwasitan (Arbitrasi), (c). Penyuapan
(bribing).
3. Pemecahan masalah integratif. Dengan metode ini, konflik antar
kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang
dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah. Ada 3
metode pemecahan konflik integratif: (a). Konsensus, (b). Konfrontasi,
dan (c). Penggunaan tujuan yang lebih tinggi.
Dari deskripsi analisis mengenai manajemen konflik di atas,
sebenarnya teori manajemen konflik sudah banyak diterapkan pada
keluarga, hanya saja mereka kurang menyadari akan hal itu. Walaupun ada
yang belum pernah mendengar istilah tersebut, namun mayoritas dari unsur
keluarga sudah memahaminya. Mereka semua mengakui betapa pentingnya
manajemen konflik bagi suatu keluarga, khususnya keluarga muslim yang
ingin mendapatkan predikat sakinah. Dan mereka sangat mengkhawatirkan
72
betapa parahnya jika tidak adanya manajemen konflik di dalam keluarga.
Namun ketika semua mengetahui akan hal-hal itu, tentu harapan mereka
terutama orang tua (suami-istri) supaya manajemen konflik ini benar-benar
diaplikasikan di setiap keluarga secara komprehenship dalam masyarakat.
B. Manajemen Konflik Menurut Winardi dan Relevansinya dengan Pembentukan
Keluarga Sakinah
Manajemen konflik sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya ternyata sangat relevan dengan pembentukan keluarga sakinah. Hal
ini sesuai dengan teori konflik yang telah dideskripsikan pada bab III di atas,
dimana konflik (baik diciptakan, maupun alamiah) jika bisa dikelola dengan
profesional maka mampu memberikan kontribusi positif bagi inovasi baru, dan
efektifitas suatu keluarga dalam menjalankan fungsinya, yaitu membentuk
keluarga sejahtera (keluarga sakinah mawaddah wa rahmah).
Berikut ini analisis hasil penelitian manajemen konflik menurut Winardi
relevansinya dengan pembentukan keluarga sakinah, baik konflik intrapersonal,
interpersonal, intragroup, intergroup, maupun interorganisasi di dalam keluarga.
1. Manajemen Konflik Intrapersonal (di dalam individu); Relevansinya
dengan Pembentukan Keluarga Sakinah
Konflik intrapersonal ialah konflik dimana seseorang dapat mengalami
konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling
bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan.
73
Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang
melebihi kemampuannya.
Konflik intrapersonal melibatkan ketidaksesuaian emosi bagi individu
ketika keahlian, tujuan atau nilai-nilai digelar untuk memenuhi tugas-tugas
atau pengharapan yang jauh dari menyenangkan. Konflik intrapersonal
merintangi kehidupan sehari-hari dan dapat menghentikan kegiatan beberapa
orang. “Manajemen stres” adalah obat penawar yang jitu untuk mengatasi
konflik jenis ini.1
Konflik tipe ini bisa terjadi pada setiap individu yang berada dalam
unit keluarga, baik ayah, ibu, kakek, nenek, anak-anak, dan bahkan saudara
yang masih satu keluarga. Dan jika konflik yang terjadi mampu dikelola
dengan baik oleh masing-masing anggota keluarga, tentu yang didapat adalah
akibat-akibat positif dan konstruktif.
Manajemen konflik intrapersonal di dalam keluarga dapat dilakukan
oleh individu yang mengalami konflik itu sendiri, sehingga hasil dan tidaknya
manajemen konflik itu sangat tergantung dari bagaimana personal (individu)
itu dalam menganalisa, mensikapi, mencari solusi atas konflik yang terjadi
pada dirinya. Namun apabila secara pribadi ia tidak mampu menyelesaikan,
maka dalam hal ini biasanya membutuhkan intervensi (bantuan) dari pihak
1 Bila kita sampai pada tingkat setres yang “mematikan”, kita berada dalam konflik
intrapersonal Tahap Dua, dan pada Tahap Tiga, konflik intrapersonal memiliki sifat destruktif misalnya akan menjurus ke arah tindakan bunuh diri. Lihat: William Hendricks, Bagaimana Mengelola Konflik, penterjemah: Arif Santoso, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. pertama, hlm. 44.
74
lain. Adapun akibat-akibat positif atau menguntungkan dari adanya konflik
intrapersonal (di dalam individu) ini maka seseorang akan:
1. Memahami kekurangan diri sendiri
2. Mampu menyelesaikan permasalahan secara mandiri (self problem
solving)
3. Memotivasi diri untuk mampu berkembang
4. Meningkatkan kualitas diri dan kinerja secara efektif
5. Mendekatkan diri pada Allah SWT.
6. Jika ada kesulitan dalam penyelesaian secara pribadi maka diperlukan
adanya intervensi dari orang lain (terutama pelindung, seperti ayah, ibu
atau kakek, nenek bahkan orang lain seperti kyai/ulama)
Gambar1: Konflik di dalam diri seorang Individu (Winardi, 1994: 68)
Ket: Konflik ini bisa terjadi pada siapa saja, tidak memandang anak,
bapak, ibu, bahkan kakek, nenek, paman dan lain sebagainya.
Karena setiap orang pasti akan menemui gejala stress, kebingungan,
ketidakpuasan, ketakutan, kekhawatiran, dan rasa kecemasan lain
yang menyebabkan individu mengalami konflik.
75
Gambar 2: Bagan Proses Manajemen Konflik Intrapersonal dan Hasilnya:
2. Manajemen Konflik Interpersonal (antar individu); Relevansinya dengan
Pembentukan Keluarga Sakinah.
Konflik antar individu terjadi sering kali disebabkan oleh adanya
perbedaan tentang isu, tindakan, dan tujuan tertentu, di mana hasil bersama
sangat menentukan. Konflik interpersonal lebih jamak diasosiasikan dengan
manajemen konflik karena konflik ini melibatkan sekelompok orang.
Konflik ini biasanya terjadi antara seorang anak dengan anak yang
lain (adi dengan kakak saling iri atau bertengkar), antara anak akndung
dengan anak tiri atau pun anak angkat, antara ayah dengan ibu, dan lain-lain.
Bagaimana seorang individu mengatasi konflik (interpersonal) akan
menentukan apakah konflik interpersonal itu dapat diselesaikan secara
efektif. Konflik tidak dapat diatasi secara eksternal tanpa seseorang itu
Konflik Intrapersonal
Proses Manajemen
Konflik
Penyelesaian secara pribadi
Penyelesaian intervensi
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
76
memiliki kendali secara internal. Dengan demikian, jika konflik sudah para
biasanya akan mengarah pada sikap anarkhis (kekerasan), perkelahian atau
perselisihan fisik.
Dalam hal ini, biasanya seorang ayah, ibu atau orang tua sangat
berperan dalam menyelesaiakan konflik tersebut. Baik melalui konfrontasi
antara mereka yang terlibat konflik maupun dengan memberikan peringatan
dan pengarahan secara langsung.
Seorang ayah yang bijak, biasanya menyelesaikan konflik semacam
ini dilakukan ketika saat perselisihan terjadi, dan memberikan bimbingan
(pengarahan) pada saat makan bersama. Adapun hasil yang diperoleh dari
konflik tersebut dapat berupa:
a. Meningkatnya persaingan dalam berprestasi
b. Ukhuwah Islamiyah terjalin dengan baik
c. Keakraban dan keharmonisan (kemesraan)
d. Meningkatnya solidaritas saling pengertian
e. Perhatian yang ketat terhadap pendidikan
f. Berprastasi dan bakat (SDM)
g. Memacu prestasi, Persamaan persepsi / tujuan
h. Sering berkumpul (seperti makan bersama, dan lain-lain), Penyadaran /
nasehat terhadap anggota keluarga.
77
Gambar 3: Konflik antara seorang Individu dengan seorang Individu lain (Winardi, 1994: 68)
Gambar 4: Bagan Proses Manajemen Konflik Interpersonal dan Hasilnya:
3. Manajemen Konflik Intragroup (dalam kelompok) Relevansinya dengan
Pembentukan Keluarga Sakinah
Konflik yang terjadi ini lebih banyak disebabkan karena salah paham,
rasa curiga, iri hati dan rasa ketergantungan satu sama lain. Oleh karena itu
penyelasaiannya adalah dengan beberapa cara dan pendekatan.
Konflik Interpersonal
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan situasi konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
SDM orang tua dan anggota
Sikap individu yg. terlibat
konflik
Sikap/respon orang tua
78
Banyak sekali sumber yang menyebabkan timbulnya konflik di
dalam kelompok, akan tetapi secara garis besar berdasarkan penelitian ada
empat sumber, yaitu:
a. Ketergantungan dan kebersamaan dalam menggunakan sumber
b. Perbedaan dalam kelompok tentang tujuan, nilai dan persepsi
c. Ketidakseimbangan kekuasaan (kewenangan)
d. Kekaburan (ambiguitas)
Dalam keluarga konflik tipe ini terjadi diantara anak-anak yang
disebabkan karena rasa iri hati, dengki, perbedaan pendapat, ketidak adilan
perlakuan orang tua antara satu anak dengan yang lain, ketidakadilan
pembagian tugas, saling ketergantungan dan salah paham. Oleh karena itu
orang tua sangat berperan dalam menyelesaikan konflik semacam ini.
Adapun manajemen konflik intragroup dalam keluarga adalah dapat
dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Orang tua selalu memberikan pengarahan dan peringatan
b. Membagi tugas sesuai dengan kemampunnya masing-masing
c. Memberlakukan hukuman (sanksi) bagi yang melakukan penyelewengan
(kesalahan) sesuai dengan kadarnya, dengan tanpa pandang bulu.
d. Konfrontasi bagi yang terlibat konflik, biasanya disidang dan disadarkan
dan dicari jalan keluarnya (problem solving).
79
e. Adanya pertemuan-pertemuan yang bisa dijadikan fasilitas “sering ide”
dan sarana menjalin keakraban (keharmonisan) dengan makan bersama,
misalnya.
f. Membiarkan supaya dapat diselesaikan secara pribadi bagi yang terlibat
konflik, terutama jika permasalahannya kecil dan sepele.
Gambar 5: Konflik Intragroup (Winardi, 1994: 69)
Gambar 6: Bagan Proses Manajemen Konflik Intragroup dan Hasilnya:
Konflik Intragroup
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan situasi konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
Intervensi Orang Tua
Interaksi dan informasi
kelompok
Sikap masing-masing
individu
80
4. Manajemen Konflik Intergroup (antar kelompok) Relevansinya dengan
Pembentukan Keluarga Sakinah
Manajemen konflik intergroup ini sangat relevan dengan
pembentukan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Sebab, jika orang tua
baik, adil, ramah, sayang, tanggungjawab, mau memenuhi hak dan
kewajibannya, serta selalu sejalan dengan anak-anak mereka maka
ketentraman akan terjalin di antara orang tua dengan anak-anak mereka.
Biasanya konflik ini terjadi antara orang tua dengan anak yang
disebabkan karena berbagai hal, diantaranya:
a. Perbedaan agama, ideology, partai dan biasanya perbedaan pendapat
yang sangat tajam antara orang tua dengan anak-anaknya.
b. Tidak terpenuhinya hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak-
anaknya.
c. Perebutan warisan, hibah, harta sengketa milik keluarga, dan lain-lain.
Gambar 5: Konflik antarkelompok di dalam keluarga (Winardi, 1994: 69)
81
Gambar 6: Bagan Proses Manajemen Konflik Intergroup dan Hasilnya:
5. Manajemen Konflik Interorganisasi (antara keluarga dengan pihak luar)
Relevansinya dengan Pemebentukan Keluarga Sakinah
Manajemen konflik interorganisasi di dalam keluarga ini sangat
relevan dengan pembentukan keluarga sakinah. Sebab suatu keluarga pasti
akan menghadapi konflik antara keluarga itu sendiri melawan kelompok di
luar, baik tetangga, masyarakat secara umum maupun warga masyarakat di
mana keluarga itu berada.
Dengan memahami manajemen konflik ini, suatu keluarga mampu
memahami, memilah serta cermat dalam memberikan solusi bagaimana dan
pendekatan apa yang harus mereka gunakan dalam menghadapi konflik
dengan pihak lain. Dan tentunya penggunaan manajemen konflik harus
disesuaikan dengan tipe konflik yang ada.
Konflik Intergroup
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan situasi konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
Intervensi Ayah/orangtua
Interaksi dan informasi
kelompok
Model dan kebijakan
Kepemimpinan
82
Jika hal ini bisa dilakukan tentu keluarga bisa tentram dan bisa
menjalin kerukunan dengan tetangga serta masyarakat di sekitarnya.
Adapun hasil yang diperoleh dengan adanya manajemen konflik
tersebut tentu akan bergantung dari kemampuan anggota keluarga tersebut
dalam menghadapi dan mensikapi konflik yang ada, hal ini akan
mempengaruhi sejauh mana hasil yang diperoleh. Hasil yang bisa diperoleh
dari adanya manajemen konflik ini secara ideal diantaranya adalah:
a. Adanya Introspeksi ke dalam keluarga dan anggotanya sendiri, ayah atau
orang tua sering memberikan penjelasan-penjelasan mengenai
bagaimana cara bergaul yang baik (anak-anak mereka) dalam
menghadapi lingkungannya, baik tetangga, masyarakat umum maupun di
sekolah.
b. Seluruh anggota keluarga harus mampu menyesuaikan dengan
lingkungan masyarakat, ikut segala kegiatan yang ada di masyarakat.
Dengan demikian ia tidak akan terkucil dan bahkan akan lebih baik kalau
berperan aktif dan mampu mewarnai masyarakat.
c. Jika sering terjadi benturan-benturan, maka bisa menghadapi dengan
sabar, tegar dan penuh kedewasaan. Jadi, ketika menghadapi kemarahan
masyarakat maupun tetangga, anggota keluarga mampu bersikap
menyejukkan dan meredakan. Hal ini sesuai dengan sifat Rasulullah
Saw. yang selalu memberikan kesan baik, sabar dan bersahabat,
meskipun dengan musuhnya sekalipun. Dengan demikian musuh pun
83
akan menjadi terenyuh dan tuduk serta hormat pada keluarga kita yang
bersikap mulia ini.
Gambar 7: Bagan Proses Manajemen Konflik Interorganisasi dan Hasilnya:
Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu
dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.
Metode-metode ini berbeda dalam hal efektifitas dan kreatifitas penyelesaian
konflik serta pencegahan situasi konflik di masa mendatang.
Adapun gaya atau pendekatan seseorang dalam hal menghadapi sesuatu
situasi konflik dapat diterangkan sehubungan dengan tekanan relatif atas apa
yang dinamakan cooperativeness (keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan
minat pihak lain) dan assertiveness (keinginan untuk memenuhi keinginan dan
minat diri sendiri). Adapun gaya dan intensi yang diwakili masing-masing gaya
sebagai berikut: (1). Tindakan menghindari, (2). Kompetisi atau komando
Konflik Interorganisasi
Proses Manajemen
Konflik
Kadar dan Situasi Konflik
Hasil yang diperoleh
Sumber Konflik
Keterlibatan Anggota Keluarga
Interaksi Sosial
Masyarakat
Kebijakan Orang tua
Pendekatan Manajemen
Konflik
84
otoritatif, (3). Akomodasi atau meratakan, (4). Kompromis, (5). Kolaborasi
(kerja sama) atau pemecahan masalah.
C. Analisis Konseling Islam terhadap Manajemen Konflik Relefansinya dengan
Pembentukan Keluarga Sakinah.
Konseling Islam (Thohari Musnamar, 1992: 3) adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai
mahluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Konseling
Islam dalam hal ini sangat penting karena konseling Islam itu pada akhirnya
bertujuan untuk tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat hal ini selaras dengan
tujuan keluarga sakinah.
Konseling Islam dapat membantu individu mewujudkan dirinya sebagai
manusia seutuhnya artinya mewujudkan diri sesuai dengan hakekatnya sebagai
manusia untuk menjadi manusia yang selaras perkembangan unsur dirinya dan
pelaksanaan fungsi dan kedudukannya sebagai mahluk Allah (mahluk religius)
mahluk individu, mahluk sosial dan sebagai mahluk yang berbudaya. Bimbingan
dan konseling Islam dapat membantu individu mencegah timbulnya masalah, baik
di dalam individu (konflik intra personal) inter personal, intra group, inter grup
maupun inter organisasi. Bantuan pencegahan masalah ini merupakan salah satu
fungsi bimbingan dan dapat dilakukan dengan metode manajemen konflik.
85
Berbicara hakekat manusia maka tidak terlepas dari pembahasan
substansi manusia. dalam Islam substansi manusia mempunyai tiga aspek yaitu:
aspek jismiah, nafsiah, rohaniah. Aspek jismiah memiliki dimensi jism (badan)
dan seluruh organ-organ fisik lainnya, sementara aspek nafsiah memiliki dimensi
al nafsu, al aql dan al qulb. Sedangkan aspek ruhani memiliki dimensi al ruh dan
al fitrah. Jika konsep di atas dijadikan dasar untuk menelaah konsep dasar
psikologi barat, maka dapat dijadikan bahwa psikologi barat berada dalam dua
aspek, jasmani dan nafsiah sementara aspek rohaniah tidak terjangkau dalam
psikologi barat.
Substansi manusia ini melahirkan lima kecerdasan yaitu:
1). Kecerdasan intelektual, (intuitif) yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan
penerimaan dan pembenaran pengetahuan yang bersifat intuitif illahiyah.
seperti wahyu dan ilham atau firasat. Adanya sifat intuitif illahiyah ini
sebagai pembeda dengan kecerdasan intelektual yang di timbulkan oleh akal
pikiran yang bersifat rasional insaniab.
2). Kecerdasan emosional, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan pengendalian
nafsu-nafsu impulsif dan agresif. kecerdasan ini mengarahkan seseorang
untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang, sabar dan tabah ketika
mendapat musibah, dan berterima kasih ketika mendapat kenikmatan.
3). Kecerdasan moral, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan hubungan kepada
sesama manusia dan alam semesta. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang
86
untuk bertindak dengan baik, sehingga orang lain merasa senang dan gembira
kepadanya tanpa rasa sakit, iri hati, dengki, dendam dan angkuh.
4). Kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas
batin seseorang. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk berbuat lebih
manusiawi, sehingga dapat menjangkau nilai-nilai luhur yang mungkin belum
tersentuh oleh akal pikiran manusia.
5). Kecerdasan beragama, menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (tt.: 330 )
yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas beragama dan bertuhan.
Kecerdasan ini mengarahkan pada seseorang untuk berperilaku secara benar
yang puncaknya menghasilkan ketaqwaan secara mendalam.
Dari sinilah kehadiran metode manajemen konflik dapat menciptakan dan
menumbuhkan lima kecerdasan potensi manusia, yang pada akhirnya dari
kecerdasan-kecerdasan itu berpuncak pada satu titik tertinggi yaitu Tuhan. Ketika
perilaku merupakan refleksi dari keberimanan, maka sikap ikhlas dan
keberuntungan hanya kepada Tuhan akan menyertainya, lebih dari itu M. Utsman
Najati (2002: 217) mengungkapkan bahwa keberimanan akan menyucikan jiwa
dari kegelisahan, merangsang ketenangan dari kegundahan dan menyingkap
kedamaian dari kecemasan. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Qs Al-
Najm: 42 yang artinya: “bahwa kepada Tuhan mu akhirnya kau kembali”.
Apabila dalam keluarga yang perilakunya Islami dan bertakwa, maka akan
dapat menciptakan keluarga yang sakinah.
87
Dalam ajaran Islam menurut M. Utsman Najati (2002: 217), psikoterapi
ada dua macam yaitu, a). psikoterapi duniawi. b). psikoterapi ukhrawi.
Psikoterapi duniawi merupakan hasil ijtihad (daya upaya) manusia, berupa teknik-
teknik pengobatan kejiwaan yang diajarkan atas kaidah-kaidah insaniyah. Sedang
psikoterapi ukhrawi merupakan petunjuk (bidayah) dan anugerah (wabbah) dari
Allah SWT. Yang berisikan kerangka ideologis dan teologis dari segala
psikoterapi.
Manajemen konflik dalam hal ini hanya mengutamakan pada tataran yang
bersifat duniawi semata, dimana teorinya berkisar bagaimana konflik terjadi dan
pemecahannya tanpa ada aspek rohaninya. Baru setelah manajemen konflik ini
diterapkan pada pembinaan pembentukan keluarga sakinah maka akan menyentuh
aspek spiritual / rohaniyah dengan proses konseling pernikahan dan keluarga
sakinah, yang pada akhirnya manajemen konflik akan membawa terciptanya
keluarga sakinah.
Proses konseling pernikahan dan keluarga Islam (sakinah) menurut
Thohari Musnamar (1992: 70), adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar pernikahan dan kehidupan berumah tangga bisa selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan
di akhirat. Dengan memenej konflik yang ada dalam rumah tangga maka keluarga
sakinah dapat terwujud dengan berpijak pada asas-asas bimbingan dan konseling
pernikahan keluarga Islami.
88
Thohari Musnamar (1992: 72), menjelaskan bahwa asas dan bimbingan
konseling pernikahan dan keluarga islami bersumber pada Al-Qur’an dan hadis.
Diantaranya sebagai berikut:
1. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Dalam hal ini kebahagiaan di dunia harus dijadikan sebagai sarana
untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Seperti firman Allah :
������������������� ����������������� ���������������������������������������
Artinya: ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka. (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 201)
2. Asas Sakinah Mawaddah Warahmah
Bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga islami berusaha
membantu individu untuk menciptakan kehidupan pernikahan dan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah:
� !"����#������$�% &���"����'���'��(% )����*+�(%��,-��.��/&0���*+���
��1 �������2�$+�(%������3�����������
Atinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. (Q.S. Ar-Rum, 30 : 21)
89
3. Asas Sabar dan Tawakkal
Sabar menurut M. Usman Najati (1998: 377), adalah indikator penting
terciptanya kesehatan mental pada diri seseorang. Dimana seseorang mampu
menanggung beban berat kehidupan, tegar menghadapi berbagai krisis
(konflik) dan sabar menanggung berbagai cobaan. Allah SWT, berfirman:
dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 45
4�������56 ������76 ������$�!&8���9!:��;��<-������=�%�����
Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’ (Q.S. Al-Baqarah: 45)
4. Asas Komunikasi dan Musyawarah
Ketenteraman keluarga yang didasari rasa kasih sayang akan tercapai
manakala keluarga itu senantiasa ada komunikasi dan musyawarah. Dengan
hal ini maka segala isi hati dan pikiran akan dipahami oleh semua pihak.
Allah memerintahkan musyawarah dalam Q.S. As-Syura (42), 38
>(?#@�>�@��A@�>$?:�>(?B?�>+CD@�� �Sedang urusan mereka (diputuskan ) dengan musyawarah anatara mereka
5. Asas Manfaat (maslahat)
Pemecahan masalah berkiblatkan pada mencari maslahat/manfaat yang
sebesar-besarnya baik individu sebagai anggota keluarga, keluarga seca
keseluruhan dan masyarakat secara umum termasuk bagi kemanusiaan.
90
Firman Allah An-Nisa (4):128 yang artinya “Dan jika seseorang wanikta
khawatir akan nuzus atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak
mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian ayang sebesar-besarnya,
dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka.”
Manajemen konflik ditinjau dari bimbingan dan konseling. Islam
sangat relevan dalam pembentukan keluarga sakinah sebab berdasarkan
analisis diatas penulis menemukan bahwa asas-asas bimgingan dan konseling
pernikahan islam ada dimenejemen konflik antara lain asas musyawarah
dalam menejemen konflik. Salah satu dari konfrontasi dan juga berfungsi
sebagai penyelesaian konflik dengan metode kompromi. Asas mawadah
warahmah yang berfungsi terciptanya rasa aman, tenang dapat dilakukan
dengan menejemen konflik. Dalam hal penyelesaian konflik yang dapat
dilakukan dengan dominasi dan penekanan, kompromi, pemecahan masalah
integratif. Jadi pembentukan keluarga sakinah dapat terwujud salah satunya
dengan metode menejemen konflik. Dan menejemen konflik ditinjau dari ilmu
dakwah termasuk dalam materi dakwah atau maadatud dakwah. Maadatud
dakwah adalah semua bahan atau sumber yang dipergunakan atau yang
disampaikan oleh Dai kepada Mad’u dalam kegiatan dakwah untuk menuju
kepada tercapainya tujuan dakwah
top related