bab iii kajian pustakarepository.uinbanten.ac.id/3456/5/bab iii.pdfdalam kehidupan sehari-hari...
Post on 24-Feb-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
35
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
A. Perlombaan Berhadiah
1. Pengertian Perlombaan Berhadiah
Perlombaan berasal dari kata As-sabaq yang berarti
mendahului atau membalap. Perlombaan bisa dilakukan dengan
kuda atau hewan lain.1 Kata As-Sabaq adalah bentuk mashdar dari
kata dasar sabaqa yasbiqu sabqan. As Sabaq, dengan ba’ yang
berharkat, adalah hadiah yang diperebutkan dalam suatu lomba.
Sedangkan jika dibaca dengan ba’ mati (as-sabq) maka artinya
pekerjaan berlomba.2
Pertaruhan dalam perlombaan itu dibedakan menjadi dua,
yaitu ada pertaruhan dalam perlombaan yang dihalalkan dan
pertaruhan dalam perlombaan yang diharamkan. Perbedaan dari
kedua pertaruhan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pertaruhan dalam perlombaan yang dihalalkan, yaitu
perlombaan yang hadiahnya dari pihak lain. Misalnya dalam
1 Musthafa Dib Al-Bugha, Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I, terjemah, Toto
Edidarmo, (Jakarta : Pt Mizan Publika, 2017), h. 581 2 Abdullah Bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram,
penerjemah, Thahirin Suparta, (Jakarta: Pustakaazzam, 2014), Cetakan kedua, h.
529
36
perlombaan yang disebut Gubernur Cup dalam pacuan kuda
menyediakan hadiah sepeda motor, sehingga barangnya boleh
diambil, atau jenis perlombaan lainnya yang hadiahnya dari
pihak lain di luar peserta perlombaan.
b. Pertaruhan dalam perlombaan yang diharamkan, yaitu apabila
seseorang atau beberapa pihak melakukan perlombaan yang
berhadiah, yang hadiahnya disediakan dari salah satu peserta.
,misalnya, ada seseorang mengatakan, siapa saja yang
memenangkan perlombaan ini, ia mendapatkan hadiah sepedah
motor dariku, tetapi apabila aku yang menang dalam
perlombaan ini, kalian tidak memperoleh apa-apa dariku dan
aku tidak mendapatkan sesuatu dari kalian.3
Perlombaan merupakan salah satu bentuk hiburan bagi
manusia. Hubungan yang terjalin dalam perlombaan bukanlah
antara makhluk dengan penciptanya, melainkan terjadi di antara
manusia. Perlombaan disyariatkan dan termasuk olahraga yang
terpuji. Perlombaan bisa sunah hukumnya atau haram
hukumnya sesuai dengan niat dan tujuannya.4 Pada dasarnya,
3 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2012), h. 267 4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009),
Cetakan pertama, h. 522
37
perlombaan dibolehkan selama tidak melanggar aturan-aturan
syariah.
Perlombaan juga merupakan Sunnah Nabi Saw, apabila
tujuannya untuk mempersiapkan jihad (perang dijalan allah).
Perlombaan tersebut menggunakan unta, kuda dan memanah
dengan anak panah dan alat-alat perang lain yang masuk dalam
kategori yang diperintahkan Allah dan Rasulnya mengingat hal
itu dapat membantu keberhasilan jihad di jalan Allah.5
Agama membolehkan perlombaan yang menggunakan
uang, jika uang itu bukan berasal dari kedua pihak yang
mengikuti perlombaan. Seperti misalnya seorang pengusaha
mengalokasikan sejumlah uang perlombaan. Ini adalah sesuatu
yang dibolehkan tanpa ada keraguan. Bahkan mayoritas fukaha
membolehkan jika uang itu berasal dari salah satu pihak yang
mengikuti perlombaan. Lalu keduanya menetapkan sejumlah
uang yang akan diambil oleh yang memenangkan perlombaan,
maka ini termasuk judi dan tentunya diharamkan.6
5 Abdullah Bin Abdurrahman Al Bassam, Syariah Bulughul Maram , …, h.
529 6 Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka, Tanya Jawab Lengkap Tentang
Agama dan Kehidupan, (Jakarta, Lentera, 2013), h. 257
38
Imam Syafi’I mengatakan bahwa perlombaan hanya
dibolehkan pada menunggang unta, kuda, dan memanah. Yang
dijadikan sandaran dalam hal ini ialah hadis yang diriwayatkan
oleh Ibn Umar yang berkata, “Rasulullah saw mengikuti
prlombaan menunggang kuda.” Juga hadist yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah, yang berbunyi, “Tidak ada perlombaan
kecuali pada unta, memanah dan kuda.7
2. Dasar Hukum Perlombaan Berhadiah
a. Al-Qur’an
Dalil yang berkaitan dengan diperbolehkannya
perlombaan berhadiah sebagaimana firman Allah :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka
yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
7 Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka, Tanya Jawab Lengkap Tentang
Agama dan Kehidupan, …, h 257
39
apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan)”. (QS. Al-Anfal [8] : 60).8
Dalam hadist dikatakan:
Artinya: Dari Uqbah. Ia berkata, “Saya pernah
mendengar Nabi Saw; bersabdah, Hendaklah kamu bersedia
melawan musuh sepenuh tenaga kamu dengan kekuatan.
Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu ialah dengan pandai
menembakan anak panah. Perkataan beliau ini beliau ulangi
tiga kali karena pentingnya.”9
Sabda Nabi :
Artinya : “Tidak ada hadiah kemenangan kecuali dalam
perlombaan kuda, atau unta, atau memanah”
Menurut sabda Nabi diatas yaitu haram mengadakan
perlombaan kecuali dengan menggunakan sarana-sarana tersebut.
Dia tercangkup kedalam makna perkara yang diserukan Allah dan
dipuji-nya bagi para penganut agama-nya, yaitu menyiapkan
8 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an Depertemen Agama RI, Al-
Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung, SYGMA, 2009), h. 183 9 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Hukum Fiqih Islam, (Bandung, Sinar Baru
Algensindo, 2015), h. 482
40
kekuatan dan kuda-kuda yang ditambatkan untuk menghadapi
musuh.10
Dalam ayat lain Allah berfirman:
Artinya : “Maka untuk mendapatkan itu kamu tidak
mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun.”
(Qs. Al-Hasyr (59): 6).11
Oleh karena perlombaan mengendarai kendaraan-kendaraan
ini dapat memotivasi pelakunya untuk menjadikannya sarana
mencapai tujuan-tujuan mereka, yaitu memperoleh kemenangan
dari harta rampasan perang, maka hadiah yang disediakan
didalamnya itu termasuk hadiah yang diperkenankan.
Dengan demikian, perlombaan dengan kendaraan-kendaraan
tersebut itu hukumnya halal, sedangkan perlombaan dengan
kendaraan selain itu hukumnya haram. Seandainya seseorang
mengalahkan orang lain saat berlomba berjalan kaki, menaiki
puncak gunung, menangkap burung, merebut sesuatu di tangan,
memegang sesuatu di tangan, berdiri di atas kaki selama satu
penjamin atau lebih, bergulat atau berlomba dengan alat yang di
sebut midhah (kayu yang digunakan untuk menyapu tanah, dan
10
Rif’at Fauzi dan Abdul Muththalib, Al-Umm/Imam Asy-Syafi’I,
Penerjemah, Misbah, (Jakarta: Pustakaazam, 2014), h. 429 11
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,… h. 546
41
dapat menyapu apa saja yang di lewatinya), maka semua ini
hukumnya tidak boleh, Karena dia telah keluar dari makna-makna
kebenaran yang dipuji Allah dan dikhususkan Sunnah, yaitu hal-hal
yang diperbolehkan melainkan dia mencangkup kedalam makna
hal-hal yang dilarang Sunnah.12
Biasanya dalam perlombaan akan ada hadiah bagi si
pemenang perlombaan, akan tetapi adakalanya perlombaan
diadakan tanpa disertai hadiah, namun lebih sering perlombaan
tersebut dengan hadiah, “Dari Aisyah r.a., dia berkata, “Aku
berlomba lari dengan Nabi SAW, dengan beliau, tetapi beliau dapat
mengejarku. Aku berkata. Kemenangan itu adalah sebagai
imbangan bagi kekalahan itu.13
Perlombaan boleh dilakukan dengan mempersyaratkan
hadiah. Pada zaman Nabi Saw, hadiah itu biasa dikenal dengan
rihan (sayembara). “Anas r.a., berkata, “Ya. Beliau pernah
melakukan rihan (sayembara) dengan mengunakan kudanya yang
bernama Sabhah. Lalu, orang-orang mengalahkannya. Beliau
tercengang dan kagum dengan hal tersebut. 14
12
Rif’at Fauzi dan Abdul Muththalib, Al-Umm/Imam Asy-Syafi’I, …, h.
430 13
Mardani, Fiqh Muamalah Ekonomi Syariah (Jakarta : Kencana, 2012), h.
377 14
Musthafa Dib Al-Bugha, Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I, …, h. 583
42
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan
maksud untuk memuliakan atau memberikan penghargaan.
Rasulullah saw menganjurkan kepada umatnya agar memberikan
hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan
kecintaannya dan saling menghormati antara sesama.
Hadiah yaitu pemberian untuk menghormati orang yang
diberi, di samping untuk mendapatkan ganjaran dari Allah. Dengan
demikian hadiah, seperti sedekah dan hibah, hukumnya sunnah.15
Hadiah merupakan perilaku sosial ekonomi bahwa
seseorang memberikan sesuatu pada orang lain dalam rangka
menghormati pada orang yang bersangkutan.16
Hadiah juga
merupakan pemberian seseorang yang sah memberi pada masa
hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan.
Dalam kehidupan sehari-hari dianjurkan untuk melakukan
saling bantu-membantu dalam kebaikan, sebagaimana dianjurkan
oleh Allah dan Rasulullah saw. Adapun hikmah atas disyariatkan
memberikan hadiah, antara lain sebagai berikut:
a. Untuk menghilangkan penyakit dengki, yang merupakan penyakit hati yang merusak nilai-nilai keimanan. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Tirmidzi dan Abu Hurairah yang artinya: “beri memberilah
15
Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqih, (Jakarta, Amzah, 2013), h. 55 16
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah, …, h. 262
43
kamu, karena pemberiah itu dapat menghilangkan sakit hati (dengki)”.
b. Memberi hadiah dapat saling mengasihi, mencintai dan menyayangi. Abu Ya’la telah meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. Pernah bersabda: “ saling memberi hadiahlah kamu, niscaya kamu akan saling mencintai”.
c. Hadiah dapat menghilangkan rasa dendam, dalam sebuah hadis dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda: “saling memberi hadiahlah kamu, karena sesungguhnya hadiah itu dapat mencabut rasa dendam”
Perlombaan pada masa sekarang ini bermula dari suatu
permainan yang umum dilakukan oleh masyarakat, kemudian
beralih bentuk dan sifat menjadi hiburan yang dipertunjukan pada
acara tertentu. Pada perkembangan selanjutnya, permainan tersebut
beralih karakter dan motivasinya, yang akhirnya, dipertandingkan
dengan transaksi berhadiah. Perlombaan berhadiah ini ada yang
sunnah hukumnya dan ada yang haram hukumnya.
3. Hukum perlombaan berhadiah yang disunnahkan
Pertaruhan atau hadiah dalam perlombaan yang
disunnahkan adalah sebagai berikut:
a. Hadiah itu datang dari penguasa yang lain.17
Dibolehkan mengambil hadiah perlombaan apabila
hadiah itu diberikan dari satu pihak, misalnya panitia
penyelenggara. Artinya dananya bukan berasal dari “ uang
17
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014). h. 259
44
saweran” peserta lomba.18
Atau pihak lain yang tidak ikut dalam
perlombaan sponsor Misalnya Pak Lurah menyediakan sponsor
sebesar 10 juta, urusannya selesai.19
Pihak panitia boleh
menggunakan data pendaftaran peserta untuk biaya konsumsi,
sewa kursi, keamanan, kebersihan, atau keperluan lainnya yang
terkait dengan lomba.
b. Hadiah datang dari para peserta yang berlomba dengan adanya
muhalli
Hadiah dalam perlombaan boleh diambil apabila datang
dua orang (pihak) yang berlomba atau beberapa pihak yang
berlomba, sementara di antara mereka terdapat salah seorang
atau salah satu pihak yang berhak menerima hadiah itu bila dia
menang dan tidak berutang bila dia kalah. Orang yang berhak
menerima hadiah bila menang dan tidak berutang bila kalah itu
lah yang disebut muhallil (penyela) diantara keduanya, muhallil
adalah satu penunggang kuda atau lebih. Muhallil harus memiliki
kemampuanyang setara dengan dua penunggang kuda tersebut,
dimana keduanya tidak ada jaminan untuk dikalahkan.20
18
Ahmad Sarwad, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2017), h. 166 19
Ahmad Sarwad, Fikih Sehari-Hari, …, h.168 20
Rif’at Fauzi, Abdul Muththalib, AL UMM / Imam Asy-Syafi’I, …, h. 431
45
4. Hukum perlombaan Berhadiah yang diharamkan
a. Tidak boleh ada pemungutan dana perlombaan dalam kasus
jika dana itu dipunggut dari setiap peserta lomba, dengan
ketentuan bahwa jika dia unggul, maka dia berhak
mendapatkan dana yang terkompul itu, dan jika diungguli
maka dia menangung dana seperti itu bagi rekannya yang
unggul. Alasannya ini termasuk dalam katagori taruhan (judi)
yang diharamkan.
b. Tidak boleh melakukan permainan yang bisa menimbulkan
marabahaya tanpa adanya tuntutan kearah itu. Dan Jangan
sampai permainan itu memperlihatkan bagian tubuh dan
aurat yang seharusnya ditutupi.
c. Permainan itu tidak boleh melibatkan binatang, baik unggas
atau binatang lainnya
Dalam perlombaan berhadiah, harus benar-benar
diperhatikan agar terhindar dari unsur maysir, pertaruhan dalam
perlombaan diharamkan oleh para ulama apabila oleh salah seorang
atau satu pihak yang berlomba menang, maka dia memperoleh
hadiah (taruhan) itu, sedangkan apabila dia kalah maka dia
kehilangan hadiah (taruhan) itu, dengan demikian, dalam sebuah
46
pertandingan, dana partisipasi yang diminatkan dari peserta tidak
boleh dialokasikan untuk hadiah para pemenang.21
Perlu diperhatikan pula agar permainan terhindar dari unsur
perjudian (maysir) dan mengundi nasib (azlam). Dan jangan sampai
permainan tersebut melewati batas dengan mengorbankan hal-hal
yang lebih penting. Permainan adalah hiburan yang tidak termasuk
kebutuhan pokok, maka tidak seharusnya sampai mengganggu
kewajiban seseorang, apalagi sampai melalaikannya.
Setelah dibahas mengenai perlombaan berhadiah menurut
hukum Islam baik yang diperbolehkan maupun disunnahkan, dapat
diketahui bahwa hal yang paling harus diperhatikan dalam
perlombaan berhadiah tersebut adalah tidak adanya unsur maysir.
Agar lebih dapat dipahami mengenai maysir yang diharamkan oleh
agama Islam, maka sudah seharusnya konsep maysir juga diulas
secara lebih terperinci.
B. Maysir
Setelah dibahas mengenai perlombaan berhadiah, dapat
diketahui bahwa hal yang paling harus diperhatikan dalam perlombaan
berhadiah tersebut adalah tidak adanya unsur masyir. Agar lebih dapat
21
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:
PT. Rajarafindo Persada,2014), h. 43
47
dipahami mengenai maysir yang diharamkan oleh agama islam, maka
sudah seharusnya konsep maysir juga diulas secara lebih terperinci.
1. Pengertian Maysir
Maysir dalam bahasa arab mengandung beberapa
pengertian, di antaranya adalah keharusan, mudah, kaya, dan
membagi-bagi. Pengertian-pengertian ini dapat menggambarkan
karakter dari masyir itu sendiri. Adanya pengertian maysir secara
bahasa tersebut berkaitan dengan praktik maysir yang dilakukan
oleh masyarakat arab pada zaman dahulu hingga masyarakat secara
umum pada zaman sekarang.
Al-maysir berasal dari yasara atau yusr yang artinya mudah
sedangkan yasar yaitu kekayaan. Suatu bentuk permainan yang
mengandung unsur taruhan dan orang yang menang dalam
permainan itu berhak mendapatkan taruhan tersebut. Maka dapat
dipahami bahwa al-maysir adalah permainan yang di lakukan
secara langsuang atau berhadap-hadapan dan tanpa perantara.
Berdasarkan pernyataan ini, Ibrahim Hosen, seorang ulama fiqih
asal Indonesia, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-
maiysir itu adalah permainan yang mengandung unsur taruhan yang
48
dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung atau berhadap-
hadapan dalam satu tempat.22
Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan
sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan, tanpa
kerja. Dalam islam, masyir yang dimaksud disini adalah segala
sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan yang
beresiko.23
Al-Maysir adalah tindakan merampas kekayaan orang lain.
Orang Arab memiliki kebiasaan berjudi dengan binatang yang
disembeli. Mereka yang mendapat undian harus membayar binatang
tersebut. Binatang itu tidak dikonsumsi oleh para peserta lain, tetapi
di bagi-bagikan kepada fakir miskin, Seiring dengan
perkembangannya ruang dan waktu, cakupan istilah Al-Maysir
menjadi bahan perdebatan.24
Praktik maysir yang dilakukan oleh orang-orang arab
jahiliyah adalah membuat sepuluh kartu dari potongan kayu (karena
pada waktu itu belum ada kertas) untuk sepuluh orang pemain.
Kartu-kartu tersebut di beri sebutan dan bagian masing-masing,
22
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cetakan ke-1 (Jakarta : Pt
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), h. 1053-1054 23
Ascarya, Akad & Produk, Bank Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, h. 20 24
Zulkaidah, Al-quran dan Isu-Isu Konteporer II, (Jakarta : Lajnah
Pentashihan Mushaf Alquran, 2012), h.309
49
yaitu al-faz berisi satu bagian, at-tau’am dua bagian, ar-raqib tiga
bagian, al-halis empat bagian, an-nafis lima bagian, al-musbil enam
bagian, dan al-mu’alli berisi tujuh bagian, dan tiga kartu kosong
yaitu al-manih, al-safih, dan al-waghd. Jumlah seluruhnya menjadi
28 bagian.25
Kemudian mereka memotong seekor unta menjadi 28
bagian sesuai dengan jumlah bagian dalam kartu tersebut. Sepuluh
orang pemain segera mengumpulkan kartu dan diletakan dalam satu
kantong, lalu menyerahkannya kepada orang yang dapat dipercaya.
Orang tersebut akan mengocok kartu dan setiap peserta mengambil
kartu tersebut hingga habis. Kartu yang mereka ambil
menggambarkan jumlah bagian daging unta yang didapatkan,
sedangkan tiga orang yang mendapat kartu kosong harus membayar
harga unta tersebut. 26
Namun pada saat itu, para pemenang tidak boleh sedikitpun
mengambil daging unta perolehannya. Seluruh daging unta tersebut
diberikan kepada orang-orang yang lemah. Meskipun maysir pada
saat itu terlihat bermanfaat bagi orang-orang lemah, namun tetap
saja Allah Menurunkan ayat pelarangan maysir tersebut. Pihak yang
menang saling membanggakan diri dan mengejek yang kalah
25
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, …, h. 1053 26
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, …, h. 1053
50
sehingga menimbulkan kebencian dan permusuhan antar suku dan
kabiah.27
Judi di Indonesia mengandung unsur taruhan ini disebut
“judi”, dengan memakai uang sebagai taruhannya. Hukum positif
mengenai judi ada di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana) pasal 303 ayat 3, ditegaskan bahwa permainan judi ialah
permainan yang kemungkinan mendapat untung tergantug pada
peruntungan belaka, juga apabila kemungkinan itu makin besar
karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di ditu,
termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan dan
permainan lain-lain yang tidak diadakan diantara mereka yang turut
berlomba atau bermain, demikian juga segala taruhan lain-lain28
Unsur lupa kepada Tuhan karena keasyikan didalam berjudi,
serta mendapatkan kekayaan darinya bisa dijadikan sebagai kunci
dari larangan perjudian. Bentuknnya tentu saja bisa beragam sesuai
dengan perkembangannya peradapan, dari perjudian yang
sederhana sampai dengan yang paling canggih. Mendapatkan
kekayaan dari perjudian pastilah menjadi sebab miskinnya orang
yang kalah dalam berjudi.kekayaan yang di dapatkannya membuat
pelaku tidak merasa puas, oleh karenanya, tergoda untuk senantiasa
27
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, …, h. 1053 28
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, …, h. 1054
51
berjudi, sehingga kemungkinan abisnya harta yang di miliki
menjadi dekat.29
Maysir menunjuk untuk kekayaan dengan mudah tersedia
atau perolehan kekayaan oleh kesempatan, apakah atau tidaknya
melepas kebenaran. Qimar maksudnya adalah permainan untung-
untungan (judi) untuk mempeloreh sesuatu ; seseorang meletakan
uangnya atau sebagian kekayaannya menjadi pertaruhan dalam
jumlah tertentu berhadapan dengan resiko yang mungkin menjadi
jumlah yang sangat besar uang atau mungkin hilang atau kalah.30
2. Dasar Hukum Larangan Maysir
Demikianlah mengenai sejarah judi pada zaman jahiliyah.
Adapun hukum ayat yang akan penulis kemukakan ini meliputi
seluruh macamnya, mengadu untung dengan mempertaruhkan uang
atau harta, maka tiap-tiap mengadu untung dengan mempertaruhkan
harta adalah maysir atau judi yang diharamkan Allah dalam
Alquran.31
Penjelasan diatas, ada beberapa hal yang menjadi kunci dari
dilarangnya praktik Al-Maisyir :
29
Zulkaidah, Alquran dan Isu-Isu Konteporer II, …, h.310 30
Veithzal Rivai, Sarwono Sudarto, Hulmansyah, Hanan Wihasto, Arifiandy
Permata Vaithzal, Islamic Banking and Finance, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,
2012) h. 123 31
Muhammad Syafi’I Hadzami, Taudhihul Adillah (buku 6) Penjelasan
Tentang Dalil-Dalil Muamalah, (Jakarta : Pt. Alex Media Komputindo, 2010), h. 253
52
a. Dampak permusuhan yang bisa ditimbulkan
b. Lupa kepada Tuhan karena keasyikan yang terdapat didalamnya
c. Ada unsur mendapatkan kekayaan dari perjudian tersebut
Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 219 :
Artinya : Mereka bertanya kepada (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah: "kelebihan (dari apa yang diperlukan)". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya (Al-Baqarah [2] : 219).
32
Ayat diatas menjelaskan al-maysir mengandung dosa besar
dan juga beberapa manfaat bagi manusia.
Adapun didalam hadis, Rasulullah bersabda :
“Dari Abi Musa al-Asy’ari, bahwasannya Rasulullah bersabda, “ Barang siapa yang main judi, maka sesunggunya ia telah mendurhakai Allah dan Rasulnya.” (HR. Ahmad, Malik, Abu Dawud dan Ibnu Majah, al-Albani berkata, hasan).
33
32
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,… h. 34 33
Muhammad Syafi’I Hadzami, Taudhihul Adillah (buku 6) Penjelasan Tentang Dalil-Dalil Muamalah, …,h. 254
53
3. Hikmah Pengharaman Maysir
Islam yang membolehkan macam hiburan dan permainan
bagi muslim, mengharamkan setiap permainan yang dicampuri
perjudian, yaitu sebagaimana disebut dimuka yang permainannya
tidak terlepas dari untung atau rugi seorang muslim tidak boleh
menjadikan permainan judi sebagai sarana hiburan dan untuk
mencari penghidupan dalam situasi bagaimanapun keadaan kita
susah dan sulit dalam mencari pekerjaan tetapi jangan pernah untuk
bermain judi.34
Islam menghendaki setiap muslim untuk mengikuti hukum-
hukum Allah dalam usaha mencari kekayaan. Seorang muslim
seharusnya menggapai tujuan melalui jalur-jalur yang benar. Allah
telah memberikan keleluasan bagi manusia untuk mendapatkan
rezeki dengan usaha dan kerja keras. Namun dalam praktik maysir,
seseorang justru cenderung bergantung pada keberuntungan, nasib,
dan harapan-harapan kosong.
Perlu disadari bahwa tidaklah islam mengharamkan
perjudian kecuali menyimpan hikmah yang mulia.
34
Tamimah, Skripsi, 2010, Fakultas Syariah Institute Agama Islam Negeri, (diakses pada 16 Agustus 2018)
54
a. Islam menginginkan umatnya mengikuti hukum-hukum Allah
dalam mendapatkan harta. Dan mencari hasilnya didahui
dengan usaha.
b. Islam sangat menghormati harta yang dimiliki umatnya. Untuk
itu, tidaklah diperbolehkan seorang muslim mengambil harta
saudaranya kecuali melalui cara-cara yang disyariatkan atau
cara yang menyenangkan bagi semua pihak, seperti dengan
jalan hibah atau sedekah. Adapun mengambil harta orang lain
dengan jalan judi, sama saja dengan memakan harta orang
laindengan jalan batil.
c. Tak heran perjudian mewarisi permusuhan dan bercekcokan
diantara para pemain judi meskipun lisan mereka sudah
menyatakan rela sama rela.
d. kekalahan dapat mendorong pihak yang kalah akan mengulangi
taruhannya.
Dengan harapan, pada kali kedua, dia akan mendapat
keuntungan tidak seperti yang dialami sebelumnya. Sementara
pihak yang menang akan mendorong untuk menikmati
kemenangannya pada kali berikutnya. Keuntungan yang sedikit
akan mendorongnya untuk memperoleh untung yang lebih
banyak.35
35
Yusuf Al-Qoradhawi, Halal dan Haram, Terjemah, M. Tatam Wijaya (Jakarta: PT. Serambi Semesta Distribusi, 2017), h. 456-457
top related