bab iii hasil penelitian dan analisis a. hasil penelitian...
Post on 05-Feb-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB III
Hasil Penelitian dan Analisis
A. Hasil Penelitian
1. Peraturan di Timor-Leste
Republik Demokratik Timor-Leste adalah Negara yang
berdemokratis, berdaulat merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan
hukum, keinginan Rakyat dan kehormatan atas martabat manusia. Pada
tanggal 28 November 1975 adalah hari Proklamasi Kemerdekaan Timor-
Leste. Serta mendapatkan pengakuan secara legal oleh dunia Internasional
pada Tanggal 20 Mei 2002, melalui proses referendum pada Tanggal 30
Agustus 1999.
Proses Peradilan anak di Timor-Leste, dalam sistem peradilan anak
di Timor-Leste belum adanya pengadilan anak sehingga pelaksanaan
peradilan anak masih terjadi perilaku yang tidak mencerminkan
perlindungan terhadap anak oleh karena itu pengadilan anak di Timor-Leste
ada pada peradilan umum akan memberikan perlindungan pada anak sesuai
dengan konstitusi Republik Demokrasi Timor-Leste Tahun 2002, pada Pasal
18 yang berbunyi :
1. Setiap anak berhak atas perlindungan istimewa dari keluarga,
masyarakat dan Negara, khsusnya terhadap bentuk keterlantaran,
diskriminasi, kekerasan, penindasan, pelecehan seksual maupun
eskplotasi.
2. Setiap anak memiliki hak dan di akui secara unversal, serta hak-hak
yang termuat dalam perjanjian internasional yang diratifikasi atau
disetujui oleh Negara.
3. Semua anak dilahirkan, baik didalam perkawinan maupun diluar
perkawaninan, anak memiliki hak dan perlindungan sosial yang
sama.
Karena pada perlindungan anak hanya diatur dalam KRDTL Pasal 18
diatas yang memebikan perlindungan pada anak.
Berdasarkan diversi yang digunakan oleh Timor-Leste, yaitu
kewenangan untuk menetukan diversi diberikan kepada aparat penegakan
hukum, polisi, jaksa dan hakim yang menangani kasus pada anak, karena
penerapan diversi dapat diterapkan di semua tingkat pemeriksaan,
dimaksudkan untuk menguragi dampat negatif keterlibatan anak dalam
proses peradilan. Hukuman pada anak tidak ada ketentuan yang
mencerminkan dalam proses peradilan pada anak di Timor-Leste, hanya
diterapkan dalam KUHP/ Codigo Penal Pasal 20 tentang batas usia, yang
berbunyi:
1. Anak yang melakukan tindak pidana belum berumur 16 tahun dapat
dibina oleh orang tua, wali atau orang tua asuh.
2. Anak merupakan orang yang telah mencapai umur 16 tahun sampai
sebelum 21 tahun dan belum pernah kawin1.
Proses peracara di Timor-Leste dalam pengadilan umum hanya
patokan pada KUHP/ Codigo Penal, Pasal 20 ayat 1 yang memberikan
proses peracara pada anak., karena anak yang dibawah umur 16 Tahun harus
di danpinggi oleh orang tua atau walinya.
Dalam kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana Timor-Leste.,
KUHAP/ Codigo Prosseso Penal pada Pasal 60 arguido nia direito tetang
hak-hak Pelaku2 yaitu ;
a) Atu, kuandu hetan detensaun, autoridade aprezenta nia ba juis para
primeiro interrogatoriu molok liu oras hitunulu resin rua,hahu iha
momento nia hetan detensaun; a) Ditahan, diajukan ke pengadilan
untuk ditanyai awal sebelum berlalu tujuh puluh dua jam setelah
penangkapan;
b) Atu, kuandu husu ba nia atu fo deklarasaun, hetan informasaun
kona-ba faktu sira ne’ebe imputa ba nia no kona-ba nia direito; b)
Diberitahu setiap kali diminta untuk memberikan deklarasi, fakta -
fakta yang menuduh dia dan hak-hak yang assitem;
c) Atu, ho liberdade, fo ka la fo deklarasaun, konforme nia hakarak, no
halo, ka husu atu halo, deklarasaun, iha kualker altura durante
1 KUHP/Codigo Penal Timor – Leste,, Hal 39.
2 KHUP: kodigu Prosesu Penal Timor – Leste,, Hal 18 – 19.
inkreitu ka audensia-julgamentu, salvu artigo 61, alinea a) nia
desposizaun; c) Putuskan membayar atau tidak deklarasi dan
melakukannya, bahkan atas permintaan mereka, pada setiap saat
investigasi atau persidangan, kecuali Pasal 61.a);
d) Atu hetan asistensia husi defensor iha situasan sira-ne’ebe lei obriga
ka kuandu nia husu; d) Dibantu oleh pengacara, di mana hukum
membutuhkan bantuan wajib atau ketika permintaan;
e) Atu tribunal nomeia defensor ba nia, iha situasaun sira prevista iha
artigo 68, kuando nia la iha defensor; e) pengadilan menunjuk
hukum dalam kasus - kasus dimaksud dalam Pasal 68, belum
dibentuk ;
f) Atu komikasaun livermente ho nia defesor, maske nia tama hela iha
detensaun ka prizaun; f) Berkomunikasi secara bebas dengan
pengacara, bahkan jika Anda ditangkap atau pra-jadi;
g) Atu ema ruma ne’ebe nia hatudu husi nia familia simu informasaun
kona – ba nia preizaun ka detensaun, kuandu nia tama iha detensaun
ka prizaun; g) Untuk mengetahuinya, keluarga orang yang Anda
lihat, Saat ditangkap atau ditahan;
h) Atu aprezenta prova no husu dilijensia ne’ebe nia hanoin diak ba nia
defeza, tuir lei; h) memberikan bukti dan meminta ketekunan yang
diperlukan untuk pembelaannya di bawah hukum;
i) Atu hato rekursu hasoru desizaun ne’ebe desfavorese nia, tuir lei; i)
Pada KUHAP/ Codigo Prossesu Penal Pasal 61 arguido nia dever tugas
Pelaku yang berbunyi :
a) Atu, iha interrogatoriu, fo elementu kona-ba nia identifikasaun, no
salvu kuandu iha audensia julgamentu, fo informasaun kompleta no
los kona-ba nia antesedente kriminal; a) Ketika ditanya, memberikan
informasi identifikasi yang diminta dan luar sidang pembahasan dan
penilaian menginformasikan tentang sejarah kriminal penuh dan
jujur;
b) Atu aprezenta-an ba autoridade kompetente, kuandu simu
konvokasaun regular;b) Saat dipanggil secara teratur muncul
sebelum indetifikasi kelompok;
c) Atu entrega-an ba dilijensia hodi buka prova nesesaria ba inkeritu ka
julgamentu, iha situasaun ne’ebe lei la proibe; c) Tunduk pada bukti
yang diperlukan untuk investigasi dan persidangan, selama tidak
dilarang oleh hukum;
d) Atu halo termu ba identidade no rezidensia, kuandu simu kualidade
hanesan arguidu; d) Memberikan indetitas dan tempat tinggal pelaku
untuk segera melakukan penangkapan;
e) Atu halo-tuir medida – koasaun sira seluk no medida-garatia
partrimonial; e) Dikenakan tindakan pemaksaan lainnya dan
properti-jaminan.
Resolusi Parlamen Nasional Nomor 16/2003, Pada Pasal 3 tentang
Prinsip-Prinsip Umum yang berkaitan dengan Anak, yaitu :
1. Larangan diskriminasi, dimana tidak ada anak yang harus mengalami
diskriminasi dalam bentuk apapun, terlepas dari pertimbangan ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau pendapatan dari anak,
orang tua, perwakilan hukum atau nasional mereka, asal etnis atau
sosial, kekayaan, kecatatan, kelahiran atau status lainnya.
2. Prinsip kepentingan terbaik anak,yang bertujuan untuk menjaga
fisik, emosional, sintelektual, dan psikologi kesejahteran anak – anak
dan menjadi pertimbangan utama dalam semua keputusan yang
berhubungan dengan anak.
3. Prinsip hak yang melekat untuk hidup dan kelangsungan hidup dan
perkembangan yang harus disediakan oleh negara untuk semaksimal
mungkin.
2. Peradilan Tinggi Timor-Leste
Fungsi utama dari pada pengadilan Tinggi adalah memeriksa kembali
segala keputusan yang telah diambil pada pengadilan tingkat pertama dalam
wilayah yuridiksi Timor-Leste menyangkut pelanggaran terhadap aturan
tentang prosedur kriminal, pelanggaran prosedural atau hak substansi atas
tuduhan, ketidak konsistenan dengan pembuatan keputusan serta penerapan
hukum yang tidak berdasarkan hukum yang berlaku atau kekeliruan fakta.,
Sejak Pengadilan Tinggi didirikan hingga saat ini belum ada
pembentukan Mahkamah Agung, oleh karenanya Pengadilan Tinggi diberi
wewenan untuk menjalankan tugas dan fungsi Mahkamah Agung
berdasarkan Pasal 164 Konstitusi RDTL sampai Pemerintah RDTL
mendirikan Mahkamah Agung Timor-Leste.3
Pengadilan Tinggi dalam tahun 2007 telah memberikan keputusan
(Acordãos) baik untuk kasus-kasus perdata maupun pidana termasuk
keputusan-keputusan administrave dari badan eksekusif dan legislative.
Akan tetapi Pemerintah Timor-Leste belum memiliki lembaga khusus
yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak
pidana. Dengan adanya kekosongan aturan hukum mengenai perlindungan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana tersebut, maka Timor-Leste
mengadopsi konvensi anak.
Dalam ini pengadilan tinggi tidak mempertimbangkan asas rektroaktif
yang berlaku secara universal dan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 31
Kontitusi RDTL.
Pasal 31 Kontitusi RDTL
Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana (Asas Legalitas)
Tidak seorangpun dapat diadili, kecuali berdasarkan Undang-Undang.
1) Tidak seorangpun dapat diadili dan dihukum atas suatu perbuatan
yang tidak digologkan dalam Undang-Undang sebagai kejahatan
kriminal pada saat kejadian, demikian juga tidak menderita tindakan-
3 Pasal 164 Kontitusi RDTL hlm... 69
tidakan pengamanan yang tidak secara jelas diatur dalam Undang-
Undang sebelumnya;
2) Tidak boleh menerapkan hukuman dan cara-cara pengamanan yang
ada saat terjadinya kejahatan tidak tertera dalam Undang-Undang;
3) Tidak seorang pun dapat diadili dan dihukum, lebih dari satu kali,
atas kejahatan yang sama;
4) Hukum pidana tidak dapat berlaku surut, kecuali Undang-Undang
yang baru mengutungkan tersangka;
5) Setiap orang yang dihukum secara tidak adil, berhak atas ganti-rugi
yang adil, berdasarkan Undang-undang.
Pasal 34 Konstitusi RDTL
Jaminan-Jaminan Proses Pidana
1) Setiap tersangka dianggap tak bermasalh sampai dengan
pemberlakuan dakwaan pengadilan yang defenitif;
2) Tersangka berhak untuk memilih pembelannya sendiri untuk
melayaninya dalam keselurahan proses dan Undang-Undang yang
menetapkan bilamana kehadiran pembela bersifat wajib;
3) Setiap orang dijamin hak untuk didengar dan hak pembelaan dalam
proses pidana;
4) Adalah tidak sah setiap bukti yang diperoleh melalui penyiksaan,
pemaksaan, penghinaan terhadap integritas fisik atau moral serta
intervensi yang berlebihan dalam kehidupan pribadi, di tempat
tinggal, dalam surat-menyurat atau dalam bentuk komunikasi lain.
Sistem Perdilan di Timor-Leste sekarang hanya perdilan umum.
Regulasi UNTAET No 11/2000 Pasal 4 menyebutkan bahwa Badan
Peradilan di Timor-Leste terdiri atas Pengadilan Distrik dan
Pengadilan tingkat pertama yang dengan wewenang mengadilan
semua perkara, baik perkara pidana maupun perkara perdata di
wilayah yurisdiksinya.
Struktur Pengadilan Sebagai berikut :
Tribunal Rekursu/Pengadilan
Tinggi
Tribunal Distrital/Pengadilan
Distrik
Jaksa
Penyidik
Utama
Penuntut
Advogasi
(Penasehat
Hukum)
Polisi
Pengaduan
Pembantu
Penyidik
Sistem Peradilan Pidana Timor-Leste
Berdasarkan struktur diatas menunjukan bahwa tugas dan kewenangan
dalam sistem peradilan sebagai berikut :
1. Jaksa
Jaksa merupakan pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang untuk bertindak sebagai penyidik utama
berdasarkan KUHAP/CPP Timor-Leste Pasal 57, Autoridade
kompotente iha inkeritu,
1) Ministerio publik maka iha kompetensia atu dirijie no halao
inkeritu.
2) Ministerio publik be entrega ba polisia ga funsionario judicial
nia kopetensia atu halao inkreitu ka aktu kona ba inkreitu.
3) Norma kona-ba impedementu no suspeisaun aplika mos, ho
adaptuasaun ba polisia nia ajente no funsionario judicial sira-
ne’ebe halao inkeritu.
Berdasarkan undang tersebut Jaksa mempunyai kewenangan sebagai
penyidik utama.
KUHAP/CPP Timor-Leste Pasal 226, yang berbunyi : Aktu iha juis nia
kompotensia, juis iha area ne’ebe inkeritu lao mak iha kompetensia atu,
halo premeiro introgatoriu ba arguido, preside aktu hodi simu declarasaun
ba futuru, berdasarkan Undang-Undang tersebut Jaksa mempunyai
kewenangan, pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenag oleh undang-undang
untuk melakukan penututan dan melaksanakan penetapan hakim.
Peran Jaksa dalam Peradilan Pidana sangat luas meliputi seluruh
tahap penanganan perkara pidana yaitu tahap peyidikan, tahap penuntutan,
tahap pemeriksaan di sidang pengadilan, tahap upaya hukum dan tahap
eksekusi. Dalam tahap penyidikan, untuk tindak pidana umum jaksa
berperan melakukan kegiatan prapenuntutan terhadap hasil kegiatan yang
dilakukan oleh penyidik lainnya.
2. Kewenangan Kepolisian
Kepolisian Nasional Timor-Leste merupakan keamanan dalam
negeri yang menddukung terwujudnya masyarakat yang damai, adil dan
makmur serta memelihara keamanan dalam negeri melalui upaya
penyelenggaran dan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharan keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan serta
pelayanan kepada masyarakat dan juga kepolisan sebagai alat Negara.
B. Analisis
1. Kebijakan Hukum Pidana Timor-Leste
Dalam upaya perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
di Timor-Leste, pemerintah kurang maksimal dalam pemenuhan hak-hak
anak , terutama anak-anak yang bermasalah dengan hukum, hal ini dilihat
pada belum adanya Undang-Undang tentang perlindungan hak-hak anak
yang bermasalah atau berhadapan dengan hukum dan pusat rehabilitasi bagi
anak-anak bermasalah dengan hukum. Sehingga anak-anak yang bermasalah
dengan hukum selalu ditahan di Lembaga Pemasyarakatan umum walaupun
berbeda block atau sel tahanan. Dalam kasus-kasus semacam ini
pendanpingan kuasa hukum atau advokat juga minim sekali sehingga anak-
anak tidak mengenal dengan siapa sebenarnya yang menjadi kuasa hukum
dalam kasusnya. Upaya perlindungan lebih mengarah pada perlindungan
Pelaku yang diatur dalam Pasal 34 Konstitusi Republik Demokratik Timor-
Leste, yaitu bahwa setiap orang dijamin hak untuk didengar dan hak
pembelaan dalam proses pidana.
Dalam Pasal tersebut diatas, Undang-Undang lebih mengedepankan
perlindungan tersangka karena pada poin-poin Pasal tersbut mengatur
secara jelas bagaimana seseorang dapat diajukan pada meja pengadilan.
Bahkan dalam Pasal tersebut menerapkan ganti rugi jika seseorang dihukum
secara tidak adil.
Prinsip-Prinsip The Beijing Rules belum sepenuhnya dimasukkan dalam
Konstitusi Republik Demokrasi Timor-Leste dalam Pasal 18 Tahun 2002,
KUHP/Codigo Penal Timor-Leste Pasal 20, KUHAP/Codigo Prossesu Penal
Timor-Leste Pasal 60 dan Pasal 61, Resolusi Parlamen Nasional Nomor 16
Tahun 2003, Konstitusi RDTL Pasal 31 dan Konstitusi RDTL Pasal 34
karena Timor-Leste belum adanya pengadilan anak sehingga pelaksanaan
peradilan anak masih terjadi perlakuan yang tidak meneceminkan
perlindungan terhadap anak. Sedangkan pada ketentuan kovensi hak anak,
berkaitan dengan konstitusi Republik Demokrasi Timor-Leste Pasal 18, 31,
dan 34 Tahun 2002, KUHP/ Codigo Penal Timor-Leste Pasal 20, KUHAP/
Codigo Prossesu Penal Timor-Leste Pasal 60, Pasal 61 dan Resolusi
Parlamen Nasional Nomor 16 Tahun 2003 sangat berkaitan karena Timor-
Leste mempunyai kewajiban sebagai Negara pihak untuk memenuhi dan
melindungi hak-hak anak yang termuat di dalam konvensi hak anak tersebut.
2. Proses Hubungan dengan Peradilan Anak dan Hak Pelaku
Peradilan merupakan landasan negara hukum. Peraturan hukum yang
diciptakan memberikan faedah apabila ada peradilan yang berdiri kokoh
atau kuat dan bebas dari pengaruh apapun, yang dapat memberikan isi dan
kekuatan pada kaidah-kaidah hukum yang diletakkan dalam undang-undang
dan peraturan hukum yang lainnya4, peradilan adalah instansi yang
merupakan tempat setiap orang mencari keadilan dan menyelesaikan
persoalan-persoalan tentang hak dan kewajibannya menurut hukum.
Peradilan merupakan landasan negara hukum. Peraturan hukum yang
diciptakan peradilan yang berdiri kokoh atau kuat dan bebas dari pengaruh
apapun, yang dapat memberikan isi dan kekuatan pada kaidah-kaidah
hukum yang diletakkan dalam undang-undang dan peraturan hukum yang
4 Maidin Gultom,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama, 2008, Hal 65
lainnya5, peradilan adalah instansi yang merupakan tempat setiap orang
mencari keadilan dan menyelesaikan persoalan-persoalan tentang hak dan
kewajibannya menurut hukum.
Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat
demokrasi, masih tetap diandalkan :
1. Sebagai “Katup penekan”atau “pressure valve”atas segala
pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat, dan pelanggaran
ketertiban umum.
2. Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai “the last resto”
yakni sebagai tempat terakhir mencapai kebenaran dan keadilan,
sehingga peradilan masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi
menegakkan kebenaran dan keadilan ( to enforce the truth adn
justice).
Kedudukan dan kebenaran peradilan sebagai “pressure valve” dan “the
last resto” peradilan masih tetap diakui memegang peran, fungsi, dan
kewenangan sebagai :
1. Pengaja “ kemerdekaan masyarakat”( in gurading as freedom of
socilety).
5 Maidin Gultom,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama, 2008, Hal 65
2. Dianggap pula sebagai “wali masyarkat”( are regarding as custodian
of socilety).
3. Juga dianggap sebagai “pelaksana penegakan hukum” yang lazim
disebut dalam ungkapan “ judiciary as the upholders of the rule of
law”.
Penerapan atau kewenangan penjatuhan pidana yang
hakekatnya juga berarti penerapan atau kewenangan penegakan hukum
pidana melalui beberapa tahap atau proses, yaitu :
a) Penerapan kebijakan/kewenangan penyidikan.
b) Penerapan kebijakan/kewenangan penuntutan.
c) Penerapan kebijakan/kewenangan pemidanaan.
d) Penerapan kebijakan/kewenangan pelaksanaan/esekusi pidana.6
Berdasarkan uraian ini dapat diketahui bahwa pada hakekatnya sistem
peradilan pidana merupakan implementasi atau aplikasi dari kekuasaan
kehakiman di bidang perdilan pidana. Nashitriana telah berusah
merumuskan secara rinci hak-hak pelaku anak sebagai berikut ini7:
6 Maidin Gultom,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama, 2008, Hal 67
7 Nashitriana, Pelindungan Hukum Pidana Anak di Indonesia, Kota Depok : PT
Rajagravindo Persada, Hal 97
1. setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak
mendapatkan bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasehat
hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
2. Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan
langsung dengan penasehat hukum dengan diawasi tanpa didengar
oleh pejabat berwenang.
3. Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak
tetapi dipenuhi.
4. Pelaku anak segerah mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan
selajutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
5. Pelaku anak berhak perkaranya segera diajukan ke pengadilian oleh
penuntut umum.
6. Pelaku anak berhak segera diadili oleh pengadilan.
7. Untuk mempersiapakan pembelaan, pelaku anak berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan padanya pada waktu pemeriksaan
dimulai.
8. Untuk mempersiapakan pembelaan, pelaku berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang didakwakan kepadanya.
9. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, pelaku
atau terdakwa anak berhak memberikan keterangan secara bebas
kepada penyidi atau hakim.
10. Dalam hal pelaku atau terdakwa anak bisu atau tuli, ia berhak
mendapatkan bantuan penerjemah, orang yang pandai bergaul
dengannya.
11. Untuk mendapatkan penasehat hukum, pelaku atau terdakwa anak
berhak memilih sendiri penasehat hukumnya.
12. Pelaku atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan
KUHAP.
Penyelidikan, serangkain tindakan penyidik selama pemeriksaan
pendahuluan, untuk mencari bukti-bukti tentang tindak pidana, tindakan ini
meliputi pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, penyitaan barang bukti,
penggeledahan, pemanggilan dan pemeriksaan tersangka melakukan
penangkapan dan penahanan. Penyelidikan merupakan serangkain pencarian
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai persitiwa pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya melakukan penyidikan dengan cara yang
diatur dalam Unsdang-Undang. Dalam melakukan penyidikan, diusahakan
dilaksanakan oleh polisi wanita dan dalam beberapa hal, jika perlu dengan
bantuan polisi pria., penyidikan anak juga harus mempunyai pengatuhan
seperti psikologi, psikiatri, sosiologi, pedagogi, antropologi, juga harus
menyintai anak dan berdedikasi, dapat menyelami jiwa anak dan mengerti
kemauan anak.
Penututaan umum anak dalam melakukan tugasnya, meneliti berita
acara yang diajukan oleh penyidik, sehingga jika perlu dan dengan
persetujuan hakim anak, tidak usah diajukan kepengadilan, anak cukup
dikembalikan kepada orangtuanya dengan teguran dan nasehat.
Pengadilaan setelah penuntut umum membuat surat dakwaan,
dilimpahkan ke pengadilan dengan membuat surat pelimpahan perkara,
dalam surat pelimpahan perkara dilampirkan surat dakwaan, berkas perkara
dan surat permintaan perkara dilampirkan yang bersangkutan segera
mengadilinya.
3. Upaya Untuk Memperbaiki Kebijakan Hukum Pidana Timor-Leste
Pemerintah Timor-Leste belum memiliki lembaga khusus yang
mengatur perlindungan terhadap anak sebagai Pelaku tidak Pidana, belum
adanya pengadilan anak sehingga pelaksanaan peradilan anak masih terjadi
perilaku yang tidak mencerminkan perlindungan terhadap anak.
Kebijakan terhadap perlindungan kepentingan anak sebagai Pelaku
tindak Pidana merupakan bagian yang integral dari usaha meningkatkan
kesejahteraan sosial dan pendidikan secara layak untuk melindungi anak-
anak dari semua bentuk-bentuk dan manifestasi kekerasan yang tidak dapat
dilepaskan dari tujuan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa
Timor-Leste berdasarkan konstitusi RDTL Pasal 30, yang berbunyi setiap
orang berhak atas kebebasan dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
atau dengan kata lain bahwa kebijakan perlindungan terhadap anak sebagai
Pelaku Tindak Pidana pada hakikatnya merupakan bagian yang internal dari
kabijakan perlindungan masyarakat secara keseluruhan, yaitu dalam rangka
mencapai kesejahteran sosial., Pemerintah Timor-Leste harus merancang
Undang-Undang khusus pada anak dan mendirikan Sistem Peradilan Pidana
anak agar tidak hanya patokan pada peradilan umum.
Pemidanaan biasa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga
pemberian sanksi dalam hukum pidana. Sehingga kata pemidanaan sering
diartikan sebagai penghukuman bagi pelaku tindak pidana.
Herbert L Packer memberikan pandangan konseptual tentang
pemidanaan yang masing - masing mempunyai implikasi moral yang
berbeda antara satu dengan yang lain, yakni Retributive (Retributive View)
dan juga Utilitaria (Utilitarian View)8. Pandangan Retributive
mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran negative terhadap perilaku -
perilaku menyimpang yang dilakukan warga masyarakat sehingga
pandangan ini melihat bahwa pemidanaan itu sebagai upaya pembalasan
8 www.hukumsumberhukum.com
akibat suatu kesalahan sebagai bentuk dari pertanggung jawaban moral
masing - masing pelaku. Sedangkan pandangan Utilitarian lebih melihat
konsep pemidanaan itu sendiri dari sudut pandang manfaat atau
kegunaannya, dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin
dihasilkan dengan penjatuhan pidana oleh pengadilan kepada pelaku
kejahatan.
top related