bab ii tinjauan pustaka a. tuberkolusis...
Post on 25-May-2018
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkolusis Paru
1. Definisi
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis
masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Hood,
2005)
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening
atau pembuluh darah (Price & Wilson, 1994).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabakan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi
(Mansjoer, 2005)
2. Klasifikasi
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan
kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis :
a. Tuberkulosis paru
1) BTA mikroskopik langsung (+) atau biakan (+) , tetapi kelinan
foto thoraks menyokong TB, dan gejala klinis sesuai TB
2) BTA mikroskopik langsung atau biakan (-), tetapi kelainan
rontgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada
8
9
pengobatan awal anti TB (initial therapy). Pasien golongan ini
memerlukan pengobatan yang adekuat.
b. Bekas tuberculosis paru
Ada riwayat TB pada pasien di masaa lalu dengan atau tanpa
pengobatan atu gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil
pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu
diobati.
c. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
1) TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-
tanda lain positif)
2) TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan
tanda-tanda lain meragukan)
(Mansjoer, 2005)
3. Penyebab dan Faktor resiko
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal
0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) (Suyono
2001). Individu yang beresiko untuk tertular tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai
Tubekulosa aktif
b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang menderita
HIV)
c. Penggunaan obat-obat IV dan alkoholik
d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
tahanan, etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia
15 tahun dan dewasa muda)
e. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(diabetes, gagal ginjal kronik, silikosis dll)
f. Petugas kesehatan (Smeltzer & Bare, 2001).
10
4. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka
yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (
airbone ) yang cara penularannya dengan inhalasi droplet yang
mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh sistem imunitas diperantarai
oleh sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunoresponsi. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersentivitasselular.
Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di
inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya
basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-
paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan
reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di
gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini
juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi
lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan
waktu 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat
dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
11
Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut fokus ghon dan
bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses
ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil
dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun
tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa.
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga.
Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang
bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar
melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat
meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah
dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang
lain
(Price, 2005)
12
5. Tanda dan Gejala
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal
dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif.bila
timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :
a. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-poduk
radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit
tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yaknbi setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif. Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah
karena erdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk
darah pada ulkus dinding bronkus.
b. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas panas badan dapat mencapai 40-14°C. Serangan
demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
dya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.
c. Sesak nafas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.
13
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan nafasnya.
e. Kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu maka, berat
badan makin kurus, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur. (sudoyo, 2006)
6. Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosis TBC paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen
SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan dahak SPS diulang.
a. Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis
sebagai penderita TBC BTA positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan
dahak SPS diulangi.
c. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA
positif.
d. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen
dada, untuk mendukung TBC, didiagnosis TBC.
e. Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita
TBC BTA negatif rontgen positif
f. Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan
TBC.
14
Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru Pada Dewasa
Skema 2.1 alur diagnosis TB
Ada
perbaikan
Tidak ada
perbaikan
Ulangi periksa
Dahak SPS
Hasil BTA
- - -
Hasil BTA
+ + +
+ + +
+ - -
Pemeriksaan
rongent dada
Hasil
mendukung
TBC
Hasil tidak
mendukung
TBC
TB BTA (-) Bukan TBC
Beri antibiotik
spektrum luas
Tersangka TBC
Suspek TB paru
Pemeriksaan dahak mikroskopis SPS
Hasil BTA
+ + +
+ + -
Hasil BTA
+ - -
Hasil BTA
- - -
Periksa rontgen
dada
Hasil
mendukung
TBC
Hasil tidak
mendukung
TBC
Penderita TBC
BTA (+)
15
7. Pemantauan Kemajuan hasil pengobatan TBC
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan dilakasanakan dengan
pemeriksaan ulang secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis
dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak
dapat dipakai untuk memantau kemajuan pengobatan. Untuk memantau
kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua
spesimen tersebut negatif. Bila salah asatu spesimen positif, maka hasil
pemerikasaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Pemeriksaan
ulang dahak untuk mementau kemajuan pengobatan dilakukan pada :
a. Akhir tahap intensif
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan
penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau semunggu
sebelum akhir bulan ke 3 pengobatan ulang penderita BTA positif
dengan kategori 2. Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif
dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi konversi dahak,
yaitu perubahan BTA positif menjadi negatif.
1) Pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1:
Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar (seharusnya 80
%) dari penderita sudah BTA negatif (konversi). Penderita ini
dapat meneruskan pengobatan dendan tahap lanjutan. Jika
pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 hasilnya masih
BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT sisispan
selam 1 bulan. Setelah peket sisipan satu selesai, dahak
diperikasa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan
meskipun hasil pemerikasaan ulang dahak BTA masih tetap
positif.
16
2) Pengobatan ulang penderita BTA positif dengan ketegori 2:
Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 masih
positif, tahap intensif harus diteruskan lagi, selama 1 bulan
dengan OAT sisipan. Setelah satu bulan diberi sisipan dahak
diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan
meskipun hasil pemeriksaan dahak ulang BTA masih positif.
Bila memungkinkan spesimen dahak penderita dikirim untuk
dilakukan biakan dan uji kepekaan obat (sensitivity test).
Sementara pemeriksaan dilakukan, penderita meneruskan
pengobatan tahap lanjutan. Bila hasil uji kepekaan obat
menunjukam bahwa kuman sudah resisten terhadap 2 atau
lebih OAT, maka penderita dirujuk ke unit pelayanan
spesialistik yang dapat menangani kasus resisten. Bila tidak
mungkin, maka pengobatan dengan tahap lanjutan diteruskan
sampai selesai.
3) Pengobatan penderita BTA negatif hasil Rontgen positif dengan
ketegori 3 (ringan) atau 1 (berat):
Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif, baik dengan
pengobatan ketegori 3 (ringan) atau kategori 1 (berat), tetap
dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada tahap akhir bulan ke
dua. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak BTA positif, maka
ada 2 kemungkinan :
a) Suatu kekeliruan pada pemeriksaan pertama (pada saat
diagnosis sebenarnya adalah BTA positif tapi dilaporkan
sebagai BTA negatif.
b) Penderita berobat tidak teratur.
17
b. Sebulan sebelum akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan
penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu
sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan ulang penderita BTA positif
kategori 2.
c. Akhir Pengobatan
Dilakukan seminggu akhir bulan ke 6 pengobatan pada penderita
baru BTA posistif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir
bulan ke 8 pengobatan ulang BTA positif, dengan kategori
2.Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan
dan akhir pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil
pengobatan (“sembuh”, atau “gagal”).Penderita dinyatakan sembuh
bila penderita telah menyelesaikanpengobatannya secra lengkap,
dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali
berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan
sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya).
8. Hasil pengobatan dan tindak lanjut
Hasil pengobatan seorang penderita dapat diketegorikan sebagai: Sembuh,
Pengobatan Lengkap, Meninggal, Pindah (Transfer Out), Defaulter
(lalai)/DO dan Gagal.
a. Sembuh1
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan
pengobatannya secra lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak
(follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif
(yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu
pemeriksaan follow up sebelumnya).
18
b. Pengobatan Lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali
bertirut-turut negatif. Tindak lanjut: penderita diberitahu apabila
gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan prosedur
tetap.
c. Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui
meninggal karena sebab apapun.
d. Pindah
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota
lain. Tindak Lanjut: penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat
pindah dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil
pengobatn penderita dikirim ke UPK asal, dengan formulir.
e. Defaulted atau Drop Out
Adalah penderita yang tidak mengamabil obat selam 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Tindak lanjut: lacak penderita tersebut dan diberi penyuluhan
pentingnya berobat secra teratur. Apabila penderita akan
melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif
mulai pengobatan dengan kategori 2, bila negatif sisa pengobatan
kategori 1 dilanjutkan.
f. Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pda satu bulan sebelum akhir
pengobatan atau akhir pengobatan. Tindak lanjut: Penderita BTA
positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal.
Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk
ke UPK spesialistik atau INH seumur hidup.
19
B. Kesembuhan TBC
Kesembuhan TB Kesembuhan penyakit TB yaitu suatu kondisi dimana
individu telah menunjukan peningkatan kesehatan dan memiliki salah satu
indikator kesembuhan penyakit TBC, diantaranya: menyelesaikan
pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak(follow up )
hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal satu pemeriksaan
folowup sebelumnya negatif. (Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, 2010)
Kesembuhan penyakit TB yaitu suatu kondisi dimana individu telah
menunjukan peningkatan kesehatan dan memiliki salah satu indikator
kesembuhan penyakit TBC, diantaranya: perubahan berat badan dan perlu
dilakukan tes BTA terhadap sputum
Target Angka kesembuhan nasional > 85%
Rumus: jumlah penderita baru BTA positif yang sembuh X 100%
Jumlah penderita baru BTA positif yang diobati
Menurut pedoman nasional penanggulangan tuberculosis tahun 2010,
faktor-faktor yang mempengaruhi angka kesembuhan antara lain adalah
keberadaan Pengawas Minum Obat (PMO), dan pelayanan kesehatan.
Sedangkan menurut teory green modifikasi Nizar menyatakana:
1. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yaitu faktor pencetus
yang mempermudah terjadinya kesembuhan terwujud dalam perilaku
kesehatan.
2. Faktor yang memungkinkan (enabling factor)yaitu faktor yang
memungkinkan terjadinya perubahan status kesehatan dikarenakan
antara lain adalah pemakaian OAT, Pelayanan kesehatan dan peran
PMO
3. Faktor penguat (reinforcing factor) terwujud dalam sikap dan perilaku
kelompok yaitu baik dukungan keluarga maupun PMO
20
4. Dari 3 faktor yaitu presdisposing factor, enabling factor dan reinforcing
factor menimbulkan kepatuhan minum obat
5. Environment terwujud dalam lingkungan fisik rumah penderita TB paru
C. Faktor –faktor yang berhubungan dengan kesembuhan
Berikut ini akan diuraikan masing-masing faktor-faktor yang berhubungan
dengan kesembuhan tuberkulosis:
1. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yaitu faktor pencetus
yang mempermudah terjadinya kesembuhan terwujud dalam:
a. Pengetahuan TB paru
1) Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu“ dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu
: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseong (overt
behavior). (Notoatmodjo, 2003)
2) Jenis-jenis pengetahuan.
Menurut notoatmodjo pengetahuan yang mencakup domain
kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
1) Tahu ( know ).
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan
tingkat ini mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh karena itu “tahu“ merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
21
2) Memahami ( comprehension ).
Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang pernah
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari.
3) Aplikasi ( application ).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang dipelajari pada suatu situasi atau
kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan mampu
menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.
4) Analisis ( analysis ).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi
masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih
ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat
menggambarkan, mengelompokan, dan sebagainya.
5) Sintesis ( synthesis ).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi ( evaluation ).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
22
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang ada.
3) Pengetahuan hubunganya dengan kesembuhan
Sehubungan dengan prihal diatas pengetahuan seseorang dapat
diibaratkan sebagai suatu alat yang digunakan manusia dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Misalnya
pemgetahuan/intelegensi digunakan orang tua dalam pemberian
OAT pada penderita yang terkena TB Paru.Pengetahuan dapat
diperoleh dengan melihat dan mendengar atau mengalami suatu
kejadian yang nyata (pengalaman), selain itu dapat juga
diperolah di bangku pendidikan baik formal maupun non formal
b. Sikap penderita TB paru
1) Pengertian.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping
fasilitas juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak
lain. (Notoatmodjo, 2003)
2) Tingkatan sikap
Tingkatan-tingkatan sikap adalah :
a) Prersepsi (perception).
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat
pertama.
b) Respon terpimpin (Guided Respons).
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh.
23
c) Mekanisme (mechanism).
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan.
d) Adaptasi (adaptation).
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
c. Perilaku kesehatan
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespons.
1) Jenis perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
a) Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
24
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
b) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang
dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2) Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
b) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan
pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah
menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c) Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
3) Perilaku kesehatan pada penderita TBC:
Berikut adalah perilaku kesehatan menurut :
a) Lantai dirumah disapu setiap dan dipel setiap hari
b) Air pel diberi larutan lisol atau ;arutan anti kuman
c) Diupayakan cahaya matahari sebanyak mungkin masuk ke
dalam rumah
d) Membuka jendela setiap hari
e) Segera membuang tisu yang sudah dipakai kedalam
tempat sampah
f) Cuci tangan dengan menggunakan air bersih atau sabun
25
g) Menggunakan masker selama berpergian
h) Menjaga jarak dengan lawan bicara
i) Perilaku membuang dahak berkaitan dengan proses
penyembuhan penyakit
j) Perilaku membuang dahak dapat berdampak terhadap
penularan penyakit
k) Penderita tidak meludah di lantai atau disembarang tempat,
agar kuman tidak menyebar dan menular ke orang lain
l) Penderita harus menutup mulut dengan sapu tangan, bila
batuk atau bersin
m) Setiap membuang dahak sebaiknya pada kaleng
n) Kaleng untuk dahak berisi cairan desinfektan minimal 1/3
dari isi kaleng (cairan berupa lisol atau karbol)
o) Kaleng harus memiliki tutup yang rapat dan tidak muda
tumpah
p) Kaleng harus dibersihkan dengan air sabun
q) Bersihkan kaleng setiap 2 atau 3 kali sehari dengan
menyiramkan ke lubang pembuangan air mengalir atau
dengan menguburnya di tanah.
4) Hubungan perilaku buang dahak dengan kesembuhan TBC
Tidak semua orang yang terhirup basil tuberculosis akan
menjadi sakit, walaupun tidak sengaja menghirup basil
tuberculosis melalui dahak. Resiko orang terinfeksi TB paru
untuk menderita TB paru pada ARTI (Annual Risk of
Tuberculosis Infection ) sebesar 1 %. Hal ini berarti diantara
100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita TB paru
setiap tahunnya dimana 50 penderita adalah BTA positif
menurut Dinas kesehatan dalam penelitian tony lumban tobing
2009.
26
Sedangkan bila adanya kontak dengan BTA positif dapat
menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkan
penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya
(Depkes IDAI, 2008).
2. Faktor yang memungkinkan (enabling factor)yaitu faktor yang
memungkinkan terjadinya perubahan status kesehatan dikarenakan
antara lain adalah pemakaian OAT dan peran PMO
a. Pemakaian OAT
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah
untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis.
1) Jenis dan dosis OAT :
a) Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman
yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin
timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila
terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau
dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan
dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada
keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
b) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman
(persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual,
reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan
keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau
penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
27
c) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid
adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia
d) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan
gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman
penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic
neuritis.
(Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2010)
2) Pedoman OAT
a) Kategori 1
Panduan Obat anti tuberculosis yang diberikan kepada
pasien baru: Dengan kategori : pasien baru TB BTA positif,
pasien TB BTA negatif foto thoraks positif dan pasien TB
paru ekstra.
Tabel 2.1 Dosis panduan OAT KDT kategori satu
Berat badan Tahap intensif tiap hari
selama 56 hari RHZE
Tahap lanjutan 2 kali seminggu
selama 16 minggu RH
30-37 Kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38-54 Kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 Kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
≥71 Kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
Tabel 2.2 Dosis panduan OAT kombipak kategori 1
Tahap
pengobat
an
Lama
pengobat
an
Dosis perhari/ kali Jumlah
hari/
kali
menela
n obat
Tablet
isoniasid
300mgr
Kaplet
rifampisin
450mgr
Tablet
pirazinamid
500mgr
Tablet
Ethambutol
250mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
28
b) Kategori 2
Panduan Obat anti tuberculosis ini diberikan pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya pasien kambuh, pasien
gagal dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat.
Tabel 2.3 dosis untuk panduan OAT KDT kategori 2
Berat
badan
Tahap intensif tiap hari RHZE Tahap lanjutan 3 kali seminggu
RH+E
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tablet 4 KDT
+500mg streptomisin
2 tablet 4 KDT
2 tablet 4 KDT
+2 tab etambutol
38-54 3 tablet 4 KDT
+750mg streptomisin
3 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
+3 tab etambutol
55-70 4 tablet 4 KDT
+1000mg
streptomisin
4 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
+4 tab etambutol
≥71kg 5 tablet 4 KDT
+1000mg
streptomisin
5 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
+5 tab etambutol
Tabel 2.4 dosis panduan OAT kombipak kategori 2
Tahap
pengobat
an
Lama
pengo
batan
Tablet
isoniasid
Kaplet
rifampisin
Tablet
piramizinam
id
Etambut
ol
Strepto
misin
Jumlah
hari/
kali
menela
n obat
Tahap
intensif
(dosis
harian)
2
bulan
1
bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0.75 gr
-
56
28
Tahap
lanjutan
(dosis 3X
semingg
u)
4
bulan 2 1 - 1 2 - 60
c) OAT sisipan (HRZE)
Panduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang
ada pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif.
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk
tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama 28 hari
29
Tabel 2.5 dosis KDT sisipan
Berat badan Tahap intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE
30-37 kg 2 tablet 4 KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT
≥71 kg 5 tablet 4 KDT
Tabel 2.6 dosis OAT kombipak Sisipan
Tahap
pengobatan
Lamanya
pengobatan
tablet
isoniasid
@300mgr
Kaplet
ripamifisin
@450mgr
Tablet
pirazina
mid
Tablet
etambutol
@250mgr
Jumlah
hari/
kali
menela
n obat
Tahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
3) Tahap pengobatan TB
Obat Anti TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama
6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister)
dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan
ditelan sebagai dosis tunggal. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman
kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita
menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawas
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO).
30
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
dan lanjutan.
a) Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam waktu 2 bulan yaitu akhir pengobatan intensif.
b) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan. (Pedoman nasional
penaggulangan tuberkulosis, 2010)
b. Pelayanan kesehatan
1) Puskesmas
a) Puskesmas rujukan mikroskopis dan puskesmas pelaksanan
mandiri yaitu kebutuhan minimal tenaga kesehatan yang
dibutuhkan responden yaitu pelaksana terlatih terdiri dari 1
dokter, 1 perawat atau petugas TB, dan 1 tenaga
laboratorium.
b) Puskesmas satelit dengan kebutuhan minimal tenaga
kesehatan terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat atau
petugas TB.
c) Puskesmas pembantu dengan kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 1 perawat atau petugas TB.
31
2) Rumah sakit umum Pemerintah
a) Rumah sakit kelas A: kebutuhan minimal tenaga pelaksana
terlatih terdiri dari 6 dokter, 3 perawat atau petugas TB dan
1 tenaga laboratorium.
b) Rumah sakit kelas B: kebutuhan minimal tenaga pelaksana
terlatih terdiri dari dokter, 3 perawat atau petugas TB dan 1
tenaga laboratorium.
c) Rumah sakit kelas C: kebutuhan minimal tenaga pelaksana
terlatih terdiri dari 4 dokter, 2 perawat atau petugas TB dan
1 tenaga laboratorium.
d) Rumah sakit kelas D, RSTP dan BP4 : kebutuhan minimal
tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 2 dokter, 2 perawat atau
petugas TB dan 1 tenaga laboratorium.
e) Rumah sakit swasta: menyesuaikan.
3) Dokter praktek swasta: minimal telah dilatih.
(Pedoman nasional penaggulangan tuberkulosis, 2010)
c. Pengawas Minum Obat
1) Pengertian PMO
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan di perlukan seorang PMO. Menurut
Depkes RI PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya
untuk mengawasi dan memantau penderita tuberculosis dalam
meminum obatnya secara teratur dan tuntas PMO merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk menjamin kepatuhan penderita
untuk minum obat sesuai dengan dosis dan jadwal yang seperti
yang ditetapkan. (Pedoman Penanggulangan Tuberkulosisi
Paru, 2008)
32
2) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal maupun dipercaya dan yang
disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun penderita.
b) Seseorang yang tinggal dekat penderita.
c) Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
d) Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan penderita.
3) Siapa yang bisa menjadi PMO
Dapat menjadi PMO yaitu: bidan di desa, perawat, kader
kesehatan, guru, anggota PKK, tokoh masyarakat dan anggota
keluarga.
4) Tugas seorang PMO
a) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
b) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara
teratur.
c) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada
waktu yang telah ditentukan.
d) Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan (untuk
menentukan obat tambahan).
e) Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan (untuk
mengetahui kegagalan).
f) Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan (untuk
mengetahui kesembuhan).
g) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB
yang mempunyai gejala-gejala yang mencurigakan TB
untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan
kesehatan.
33
5) Informasi yang perlu dipahamai PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya
a) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau
kutukan.
b) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
c) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan
cara pencegahanya.
d) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif atau
lanjutan).
e) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara
teratur.
f) Kemungkinan terjadi efek samping obat dan perlunya
segera meminta pertolongan ke UPK..
(Pedoman nasional penaggulangan tuberkulosis, 2010)
6) Keefektifan PMO
Keefektifan PMO menurut penelitian idrus salim 2002
menyatakan bahwa presepsi penderita TB paru terhadap
pelaksanaan tugas-tugas pengawas menelan obat selama
penderita menjalani pengobatan dari awal sampai akhir
(mengawasi penderita setiap kali menenelan obat, mendorong
penderita agar berobat teratur, mengingatkan penderita untuk
periksa dahak ulang, memberi penyuluhan kepada penderita
tentang penyakit TB paru). Dikategorikan aktif apabila nilai
jawaban lebih dari median dan tidak efektif apabila kurang dari
mean atau median. Penelitian idrus salim 2002 menyatakan
bahwa peran PMO sangat berpengaruh terhadap kepatuhan
minum obat dan kesembuhan ini di buktikan dengan hasil chi
square p =0.00 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
PMO dengan kesembuhan.
34
3. Faktor penguat (reinforcing factor) terwujud dalam sikap dan perilaku
kelompok yaitu baik dukungan keluarga
a. Dukungan keluarga
1) Pengertian
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman M. M.,
1998). Dukungan keluarga adalah presepsi seseorang bahwa
dirinya menjadi menjadi bagian dari jaringan social yang di
dalamnya tiap anggotanya saling mendukung (Kuncoro, 2002).
Fungsi keluarga menurut (Friedman, 1998) yaitu fungsi afektif,
fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi kesehatan. Salah
satu fungsi keluarga yaitu fungsi kesehatan sejauh mana
keluarga menyediakan pangan, perlindungan dan merawat
anggota yang sakit, sejauh mana pengetahuan keluarga tentang
masalah kesehatan, kemampuan keluarga untuk melakuakan
lima tugas kesehatan dalam keluarga serta kemauan keluarga
untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
Mengenal masalah setiap anggota keluarga yaitu mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga,
memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit,
mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan untuk
kesehatan dan perkembangan kepribadiaan anggota keluarga
dan mempertahankan hubungan timbale balik antara anggota
keluarga dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada.
35
2) Sumber dukungan keluarga
Ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan
sumber artificial. Dukungan keluarga yang natural diterima
seseorang melalui interaksi social dalam kehidupanya secara
spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya
misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat)
teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non
formal sementara itu dukungan keluarga artificial adalah
dukungan social yang dirancang ke dalam kebutuhan primer
seseorang misalnya, dukungan keluarga akibat bencana alam
melalui berbagai sumbangan sosial. Sehingga sumber
dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika
dibandingkan dengan dukungan keluarga artificial perbedaan
tersebut terletak pada:
a) Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat
apa adanya, tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah
diperoleh dan bersifat spontan.
b) Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki
kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan
sesuatu harus diberikan.
c) Sumber dukungan keluarga natural berakar dari hubungan
yang telah berakar lama.
d) Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki
keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai
dari pemberian barang nyata hingga sekedar menemui
seseorang dengan menyampaikan salam.
e) Sumber dukungan keluarga yang natural terbebas dari
bebas dan label psikologis.
36
3) Jenis dukungan sosial keluarga
Terdapat empat jenis atau dimensi dukungan keluarga yaitu:
a) Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai
untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan
terhadap emosi, meliputi empati, kepedulian dan perhatian
terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit TBC
misalnya berupa penegasan saat penderita tidak patuh
dalam minum obat.
b) Dukungan penghargaan
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik
membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan
sebagai sumber validator identitas anggota.Yang terjadi
lewat unggkapan hormat atau pujian positif untuk perilaku
kepatuhan dalam minum obat.
c) Dukungan informatif
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan penyedia
informasi tentang dunia mencakup memberi nasehat,
petunjuk-petunjuk, sarana atau umpan balik.
d) Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis
dan kongkrit. Mencakup bantuan langsung seperti dalam
bentuk uang, peralatan, waktu, lingkungan, maupun
menolong disaat mengalami masalah dengan penyakitnya.
(Friedman M. M., 1998)
4) Hubungan dukungan keluarga dengan kesembuhan
Keluarga harus dilibatkan dalam progam pendididkan dan
penyuluhan pengobatan penderita TBC paru agar mereka
mampu mendukung salah satu anggota keluarga mereka agar
segera sembuh dari penyakitnya. Bimbingan dan dukungan
keluarga secara terus-menerus biasanya diperlukan agar pasien
37
patuh dalam minum obat baik itu yang terapi itensif maupun
terapi lanjutan. Bila penderita TBC lalai dalam pengobatanya,
maka dapat terjadi resisten obat. Sehingga harus mengulang
kembali ppengobatan dari awal. Keluarga harus selalu
dilibatkan dalam program pengobatan sehingga dapat
memperingati tentang kepatuhan minum obat setiap harinya
sehingga penderita dapat sembuh total. Dari penelitian wahyu
2002 menyatakan bahwa dikatakan dukungan keluarga baik
apabila jika nilai lebih dari mean atau median, dan dikatakan
buruk apabila nilai kurang dari mean atau median.
4. Dari 3 faktor yaitu presdisposing factor, enabling factor dan reinforcing
factor menimbulkan kepatuhan minum obat
a. Kepatuhan minum obat
1) Pengertian
Kepatuhan minum obat (medication compliance) adalah
mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter pada waktu
dan dosis yang tepat. Pengobatan hanya akan efektif apabila
penderita mematuhi aturan dalam penggunaan obat
(Kusbiyantoro, 2002).
Kepatuhan dalam pengobatan TB adalah keteraturan penderita
TB dalam mengikuti tata cara tahapan prosese pengobatan. Tata
cara tahapan pengobatan didasarkan aturan atau regimen
pengobatan yang telah ditetapkan dalam buku petunjuk
pengobatan ke dalam kategori patuh dan tidak patuh (PLP,
2000)
38
2) Faktor-faktor Kepatuhan minum obat
Menurut penelitian Kartini (2001), ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang untuk
meminum obat, yaitu antara lain:
a) Usia
Dalam beberapa penelitian telah disebutkan bahwa pada
beberapa tingkatan usia menentukan kepatuhan terhadap
sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang
telah dibuat. Dalam hal ini kepatuhan minum obat pun
dapat dikaitkan dengan usia, sebagai contoh untuk usia
yang kurang dari 5 tahun kepatuhan minum obat untuk
suatu penyakit akan lebih sulit dibandingkan dengan orang
yang lebih dewasa. Begitu pun pada seseorang yang
mempunyai usia lanjut akan mempunyai kesulitan dalam
kepatuhan meminum obat.
b) Pekerjaan dan waktu luang
Suatu aktivitas rutin pada seseorang me
mungkinkan untuk menghabiskan waktu dengan
pekerjaannya sehingga waktu luangnya pun terbatas. Bagi
seseorang yang termasuk sibuk dalam pekerjaannya akan
sangat sulit untuk meluangkan waktu, walaupun sekedar
untuk meminum obatnya sendiri. Hal ini akan berbeda
dengan seseorang dengan pekerjaan yang mempunyai
waktu luang yang cukup akan memungkingkan untuk lebih
teratur dalam meminum obat sesuai waktunya.
c) Pengawasan
Pengawasan adalah tindakan untuk memperhatikan dan
melihat bagaimana suatu peraturan yang berlaku tersebut
dijalankan atau tidak. Pada kepatuhan minum obat,
pengawasan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan atau
keluarga dari pasien yang menderita sakit. Pengawasan
39
tersebut dapat berupa peringatan atau anjuran untuk selalu
mematuhi waktu dan dosis yang telah dianjurkan untuk
meminum obat tersebut
d) Jenis dan dosis obat
Jenis dan dosis obat pada seseorang menderita suatu
penyakit akan berbeda dalam jenis dan dosisnya, semakin
parah suatu penyakit pada seseorang makan jenis dan
dosisnya akan semakin banyak atau besar. Banyaknya jenis
obat untuk diminum dalam suatu waktu akan
mengakibatkan seseorang sulit untuk mematuhi minum
obat tersebut dengan berbagai alasan.
e) Penyuluhan petugas kesehatan
Penyuluhan dari petugas kesehatan dalam mengatur waktu,
jenis dan dosis obat merupakan faktor dari luar diri si
penderita. Penyuluhan bertujuan untuk meyakinkan dan
menambah wawasan penderita untuk mematuhi aturan
meminum obat yang telah diberikan. Dengan adanya
penyuluhan diharapkan dapat memberikan dukungan dan
motivasi yang positif bagi penderita untuk segera sembuh
dari penyakitnya, dengan patuh terhadap aturan minum
obatnya.
3) Jenis kepatuhan minum obat
Kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:
a) Kepatuhan penuh
Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara
teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga
patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk dan
rutin memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan.
b) Penderita yang sama sekali tidak patuh
Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak
menggunakan obat sama sekali.
40
4) Hubungan kepatuhan minum obat dengan kesembuhan
pengobatan
Penyebab kegagalan pengobatan tuberculosis adalah ketidak
patuhan minum obat, penggunaan obat hanya 1 macam obat,
dosis awal yang kurang tepat serta terjadi resistensi.
Keteraturan minum obat menurut penelitian Fitri meliiana
(2008) di ukur sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah
di tetapkan yaitu: patuh bila dengan pengobatan lengkap
sampai selesai dalam jangka waktu pengobatan selama 6 bulan.
Keteraturan pengobatan apabila lebih dari mean atau median
maka akan mempengaruhi penyembuhan OAT harus diminum
secara teratur sesuai jadwal. Terutama pada fase awal guna
menghindari terjadinya kegagalan pengobatan serta terjadinya
kekambuhan. Tidak patuh bila penderita lalai dalam meminum
obat selama fase pengobatan selama 6 bulan
5. Environment terwujud dalam lingkungan fisik rumah penderita TB paru
a. Pengertian lingkungan fisik rumah
Lingkungan adalah keadaan lingkungan manusia dan kuman yang
mendukung untuk sakit. Missal, kondisi perumahan yang belum
memenuhi persayaratan kesehatan, tidak mempunyai jendela, atau
punya jendela tapi tidak dibuka sehingga tidak ada pertukaran
udara yang baik. Hal ini memberikan peluang bagi kuman untuk
bertahan hidup lebih lama. Kondisi lanatai dan luas lantai yang
tidak memenuhi standard, suhu rumah, kepadatan hunian,
kelembapan, juga akan berpengaruh terhadap perkembangan
kuman microbacterium tuberkulosa. Kriteria lingkungan yang sehat
yaitu rumah sehat menurut WHO adalah tempat berlindung dan
tempat beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang
sempurna baik fisik, rohani maupun sosial.
41
b. Kriteria rumah sehat
Rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air bersih,
berjarak lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan sampah,
dekat dengan sarana pembersihan serta berada dimana air hujan
dan air kotor tidak menggenang (Mubarok, 2009).Persyaratan
rumah sehat hubunganya dengan tuberculosis paru.
1) Kepadatan penghuni
Kepadatan penghuni selain dapat menimbulkan masalah privasi
bagi penghuninya, dari segi kesehatan kepadatan penghuni akan
dapata mempercepat terjadinya penularan penyakit terutama
penyakit menular secara droplet infection yaitu tuberculosis
paru. Semakin padat penghuni rumah maka perpindahan
penyakit khususnya penyakit menular melalui udara akan
semakin mudah dan cepat. Syarat rumah sehat berdasarkan
departemen kesehatan 2008 adalah 9 m² perorang.
2) Ventilasi
Hawa segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara
ruangan yang sudah terpakai. Ventilasi disini merupakan
lubang ventilasi tetap sealin memberikan kenyamanan udara
bagi penghuni rumah juga dapat memberikan kontribusi
terciptanya temeratur udara dan kelembapan udara yang
memungkinkan bibit penyakit tuberculosis akan berkembang
biak atau mati. .
Syarat ventilasi yang baik:
a) Luas lubang ventilasi minimal 5% dari luas rumah,
sedangkan luas lubang ventilasi insidensil (jendela)
minimal 5% dari luas lantai rumah. Sehingga jumlahnya
10% dari luas ruangan, ukuran ini diatur sedemikian rupa
sehingga udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak
terlalu sedikit.
42
b) Udara yang masuk harus bersih tidak dicemari asap dari
sampah atau pabrik
c) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan
menempatkan lubang hawa berhadapan antara dua dinding
ruangan, jangan terhalang oleh barang-barang besar seperti
lemari dan lain-lain.
3) Jendela
Jendela merupakan ventilasi incidential yang mempunyai
fungsi ganda. Fungsi yang pertama sebagai lubang lubang
keluar masuknya udara sehingga di dalam ruangan tidak
pengap. Fungsi yang kedua sebagai lubang masuknya cahaya
dari luar. Cahaya ini akan masuk kedalam ruangan rumah
melalui jendela kaca sehingga di dalam rumah tidak gelap dan
dapat memberikan kontribusi terciptanya temperature udara dan
kelembapan udara.
4) Lantai
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah.
Jenis lantai rumah atau kondisi lantai rumah sangat penting,
mengingat lantai yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
dapat menjadi paerantara atau media penularan penyakit
tuberculosis paru. Seperti yang telah diketahui bahwa penularan
tuberculosis paru dapat melalui percikan dahak pada saat
dibatukkan oleh penderita yang mengandung bakteri
tuberculosis paru jatuh terlebih dahulu ke lantai, kemudian
mongering dan menyatu dengan debu lalu bertebangan di
udara, bila udara tersebut terhisap oleh orang sehat maka oarng
tersebut akan menjadi sakit. (Pedoman Penanggulangan
Tuberkulosisi Paru, 2008)
Konstruksi lantai rumah menurut dinas pekerjaan umum yaitu
tidak mudah aus, harus rapat air, mudah dibersihkan, tidak
luntur dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran
43
dan debu. Selain itu dapat menghindari naiknya air tanah yang
dapat menyebabkan meningkatnya kelembapan dalam ruangan.
Oleh karena itu lantai perlu dilapisi kedap air (disemen,
dipasang tegel, dan lain-lain) untuk mencegah masuknya air ke
dalam ruangan. Lantai yang lembab dapat dijadikan tempat
hidup dan berkembangbiaknya mikroorganisme Tuberculosis,
sedangkan lantai yang kering dapat menimbulkan debu yang
berbahaya bagi penghuninya.
5) Kelembapan udara dalam rumah
Kelembapan selain berpengaruh terhadap rsa nyaman pada
manusia juga berpengaruh pada pertumbuhan mikroba
pathogen seperti basil tuberkulosis paru yang bersifat suka
terhadap tempat yang lembabp dan tidak kering. Kelembapan
udara berdasarkan persyaratan kesehatan rumah tinggal berkisar
antara 40-70% akan mempengaruhi berkembangnya
mikroorganisme mycobacterium TBC.
6) Pencahayaan
Sebuah rumah dapat dikatakan sebagai rumah yang sehat
apabila memiliki pencahayaan yang cukup. Hal ini dikarenakan
cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri atau kuman
yang masuk ke dalam rumah. Selain itu, perlu diperhatikan
dalam pencahayaan adalah tingkat terangnya cahaya itu.
Kurangya pencahayaan akan menimbulkan beberapa akibat
pada mata, kenyamanan, sekaligus produktivitas seseorang.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pencahayaan yang
cukup dalam sebuah rumah sangat mempengaruhi kesehatan
orang-orang yang ada di dalamnya. Ada dua macam cahaya,
yaitu cahaya alamiah dan cahaya buatan. Cahaya alamiah
merupakan cahaya langsung berasal dari sumber cahaya
matahari. Cahaya ini sangat penting sebab bermanfaat selain
penerangan secara alami, tidak perlu mengeluarkan biaya, dan
44
berfungsi membunuh bakter-bakteri pathogen di dalam rumah,
misalnya TBC. Idealnya, cahaya masuk luasnya sekurang-
kurangnya adalah 15-20% dari luas lantai yang terdapat di
dalam ruangan rumah. Cahaya buatan merupakan cahaya yang
bersumber dari listrik, lampu, lampu minyak tanah dan
sebagainya.
d. Hubungan lingkungan fisik rumah dengan kesembuhan TBC
Peneitian teddy bambang dkk, 2006 menunjukkan bahwa kondisi
tidak padat hunian dimana luas lantai seluruh rumah termasuk
kamar mandi dan kamar dibagi dengan jumlah penghuni. Selain itu
penelitia teddy menunjukkan bahwa ventilasi rumah yang saniter
adalah rumah yang memiliki pencahayaan alam minimal 10% dari
luas lantai, sehingga seluruh ruangan termasuk kamar tidur akan
masuk udara segar dan sinar matahari. Lantai rumah yang saniter
adalah kondisi kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, kuat
rata dan mudah dibersihkan. Pencahayaan yang memenuhi syarat
adalah masuknya sinar matahari ke dalam ruangan yang menyebar
secara merata, pencahayaan sianar matahari yang langsung masuk
keruangan minimal 1 jam. Keadaan rumah yang memenuhi syarat
kesehatan dengan terpenuhinya syarat-syarat kesehatan rumah yang
telah dijelaskan oleh peneliti di atas.
45
C. Kerangka Teori
Berdasarkan ruang lingkup penelitian dan tinjauan teori yang telah
diuraikan maka digambarkan kerangka teori sebagai berikut :
Skema 2.2 kerangka teori
Sumber: Modifikasi Green dalam Notoadtmojo (2010)
Keterangan : Bercetak tebal adalah variabel yang akan diteliti oleh peneliti
TB BTA (+)
Presdisposing Factor:
Pengetahuan TB paru
Sikap
Praktek:
Membuang dahak
merokok
;
;
Enabling factor:
Pemakaian OAT
Pelayanan kesehatan
Peran PMO
Jarak sarana kesehatan
Lamanya waktu
pengobatan
Reinforcing factor:
Dukungan keluarga
Masyarakat
Petugas kesehatan
Kepatuhan dalam
minum obat
Environtment:
Ventilasi
Lantai
Kepadatan
pencahayaan
Karakteristik reponden :
- Usia
- Pekerjaan dan waktu
luang - Pengawasan Jenis
dan dosis obat. - Penyuluhan petugas
kesehatan - Status gizi - imunitas
Keberhasilasan
pengobatan TB
Sembuh Tidak sembuh
46
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka teori di atas dapat maka dapat
dibuat kerangka konsep sebagai berikut :
Skema 2.3 kerangka konsep
Variabel independen Variabel dependen
E. Varibel penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu.
Dalam penelitian ini variabelnya adalah:
1. Variabel independen
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah dukungan
keluarga, kepatuhan minum obat, peran PMO dan llingkungan fisik
rumah.
2. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kesembuhan penderita
TBC.
Dukungan keluarga
Perilaku buang dahak
Kepatuhan Minum
Obat
Pengawas minum Obat
Kesembuhan TBC
47
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah kesimpulan, tetapi kesimpulan itu belum final masih harus
dibuktikan kebenarannya. Tujuan penelitian menggunakan hipotesa adalah
agar dalam kegiatan penelitian tersebut peneliti berfokus hanya pada
informasi atau data yang diperlukan bagi penguji hipotesis. Adapun hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kesembuhan penyakit
TBC di wilayah Puskesmas mangkang.
2. Ada hubungan antara kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan
penyakit TBC di wilayah Puskesmas mangkang.
3. Ada hubungan antara Pengawas Minum Obat terhadap kesembuhan
penyakit TBC di wilayah Puskesmas mangkang.
4. Ada hubungan antara perilaku buang dahak terhadap kesembuhan
penyakit TBC di wilayah Puskesmas mangkang.
top related