bab ii tinjauan pustaka a. konsep perlindungan hukum a ...eprints.umm.ac.id/42141/3/bab ii.pdf ·...
Post on 31-Jul-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perlindungan Hukum
a. Pengertian Perlindungan Hukum
Istilah perlindungan hukum dalam bahasa inggris dikenal dengan
legal protection, sedangkan dalam bahasa belanda dikenal dengan Rechts
bescherming. Secara etimologi perlindungan hukum terdiri dari dua suku
kata yakni Perlindungan dan hukum. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia perlindungan diartikan (1) tempat berlindung, (2) hal
(perbuatan dan sebagainya), (3) proses, cara, perbuatan melindungi.13
Hukum adalah Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan
manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus
dilaksanakan secara profesional. Artinya perlindungan adalah suatu
tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu
menurut hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perlindungan hukum merupakan hak setiap warga negara, dan
dilain sisi bahwa perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi negara
itu sendiri, oleh karenanya negara wajib memberikan perlindungan hukum
kepada warga negaranya. Pada prinsipnya perlindungan hukum terhadap
masyarakat bertumpu dan bersumber pada konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap harkat, dan martabat sebagai manusia. Sehingga
13 Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan,
diakses pada tanggal 12 Juli 2018
19
pengakuan dan perlindungan terhadap hak tersangka sebagai bagian dari
hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan.
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan
pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau
korban, yang dapat diwujudkan dalam bentuk seperti melalui restitusi,
kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.14
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan
ketertiban dan ketentraman, sehingga memungkinkan manusia untuk
menikmati martabatnya sebagai manusia.15
Sedangkan Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa perlindungan
hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia
(HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada
masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum.16 Karena sifat sekaligus tujuan hukum menurutnya adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat, yang harus
diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum. Perlindungan hukum
merupakan tindakan bagi yang bersifat preventif dan represif.17
14 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press. Hal. 133 15 Setiono, 2004, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Surakarta, Magister Ilmu Hukum Pasca
Sarjana Univeristas Sebelas Maret. Hal 3. 16 Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Hal. 53 17 Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, PT.
Bina Ilmu. Hal. 2
20
Sehingga berdasarkan uraian dan pendapat para pakar di atas dapat
simpulkan bahwa perlindungan hukum adalah perbuatan untuk
melindungi setiap orang atas perbuatan yang melanggar hukum, atau
melanggar hak orang lain, yang dilakukan oleh pemerintah melalui
aparatur penegak hukumnya dengan menggunakan cara-cara tertentu
berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai upaya pemenuhan hak bagi setiap warga negara, termasuk atas
perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penguasa (aparatur
penegak hukum itu sendiri).
b. Bentuk Bentuk Perlindungan Hukum
Dalam kaitanya dengan perlindungan hukum bagi rakyat, Philipus
M.Hadjon membedakan dua macam sarana perlindungan hukum, yakni:
a) Sarana Perlindungan Hukum Preventif. Pada perlindungan hukum
preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya sengketa.
b) Sarana Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum yang
represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan
perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan
Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum
ini. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap
tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan
dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan
tujuan dari negara hukum.18
18 Ibid. Hal 20
21
Sedangkan muchsin, membedakan perlindungan hukum menjadi
dua bagian, yaitu:
a) Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang undangan dengan maksud untuk mencegah
suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-
batasan dalam melakukan sutu kewajiban.
b) Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum represif
merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda,
penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.19
Sehingga atas dua pandangan yang dipaparkan oleh para pakar di
atas, bahwa Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek
hukum dalam bentuk perangkat aturan hukum dan cara cara tertentu
baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif. Hal
tersebut merupakan representasi dari fungsi hukum itu sendiri untuk
memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan
kedamaian. Dari kedua teori perlindungan hukum di atas, bagi penulis
sangat layak untuk dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian hukum
ini.
19 Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta,
magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, hal. 20.
22
B. Tinjauan Umum Tersangka
a. Definisi Tersangka
Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatanya atau
keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana.20 Jadi untuk menetapkan seseorang bertsatus sebagai
tersangka, cukup di dasarkan pada bukti permulaan/bukti awal yang
cukup.21 KUHAP tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang
dimaksud dengan bukti permulaan. Namun dalam pasal 1 angka 21
menjelaskan Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi
dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa
seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat
dilakukan penangkapan.22
b. Hak-Hak Tersangka
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara
yuridis memberikan jaminan kepada tersangka agar tidak diperlakukan
secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, maka pemerintah
melalui memberikan hak-hak bagi tersangka yang diatur dalam Bab VI
KUHAP mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68.
20 M.Kajardi, dan R. Soesilo, 1997, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan
Penjelasan Resmi dan Komentar, Bogor, Penerbit Politea. Hal. 4 21 HMA Kuffal, 2008, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum (Edisi Revisi), Malang,
Penertbit UMM Press, Cetakan Kesepuluh. Hal. 131 22 Lihat pasal 1 angka 21 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
23
Seperangkat hak-hak tersangka dalam KUHAP tersebut antaralain
sebagai berikut:23
1. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan. Tersangka berhak
segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik yang
selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum, dan
tersangka berhak perkaranya segera dimajukan oleh
pengadilan ke penuntut umum (Pasal 50 ayat 1 dan ayat 2).
2. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam
bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang
disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai
(Pasal 51)
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan
pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan
keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal
52 KUHAP).
4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam setiap
pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan
dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap
waktu mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat 1, lih. Juga Pasal
177).
5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat
pemeriksaan. Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau
terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau
lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang diatur dalam
undang-undang/ KUHAP (Pasal 54)
6. Berhak secara bebas memilih penasihat hukum. Untuk
mendapatkan penasihat hukum tersangka atau terdakwa
berhak memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55).
7. Hak untuk berubah menjadi wajib untuk mendapat bantuan
hukum. Wajib bagi tersangka mendapat bantuan hukum bagi
tersangka dalam semua tingkat pemeriksaan jika sangkaan
yang disangkakan diancam dengan pidana mati atau ancaman
pidana minimal 15 tahun atau lebih (Pasal 56).
8. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan
dalam KUHAP (Pasal 57).
9. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi atau menerima kunjunngan dokter pribadinya
23Damang Averros Al-Khawarizmi, Hak-hak Tersangka/terdakwa secara umum dalam
KUHAP, http://www.negarahukum.com/hukum/hak-hak-tersangka-terdakwa-secara-umum-dalam-
kuhap.html, diakses pada tanggal 13 Juli 2018.
24
untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya
dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58)
10. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat
yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan, kepada keluarga atau orang lain yang
serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain
yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa
untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminana bagi
penangguhannya (Pasal 59).24
11. Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan
kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa
guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan
ataupun untuk usaha mendapatakan bantuan hukum (Pasal
60).
12. Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan
perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan
menerima kunjungan sanak keluraganya dalam hal yang tidak
ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa
untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan
kekeluargaan (Pasal 61).
13. Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau
dengan perantaraan penasihat hukumnya dan menerima surat
dari penasihat hukumnya dan sanak keluragan setiap kali
yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka
atau terdakwa disediakan alat tulis-menulis (Pasal 62).
14. Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dari rohaniawan (pasal 63).
15. Terdakwa berhak untuk diadili di siding pengadilan yang
terbuka untuk umum (Pasal 64).
16. Tersangka tau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi dan atau seorang yang mempunyai
keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65).
17. Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban
pembuktian (Pasal 66).
18. Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan
rehabilitasi (Pasal 68. Lih. Juga pasal 95).
Dengan demikian, KUHAP telah menjaminkan atau memberikan
hak-hak kepada tersangka yang wajib dipenuhi atau tidak boleh dilanggar
24 Ibid
25
oleh aparat penegak hukum saat tersangka menjalani proses hukumnya.
Salah satunya hak bagi tersangka yang wajib dilindungi adalah hak untuk
memberikan keterangan secara bebas, dalam pemeriksaan pada tingkat
penyidikan dan penyidikan kepada penyidik atau hakim. Karena dalam
praktiknya, hak ini masih sering dilanggar oleh aparat penegak hukum
dalam pemeriksaan tingkat penyidikan oleh penyidik.
Agar ketentuan hukum tersebut berfungsi sebagai pelindungan
kepentingan manusia (tersangka), atau agar kepentingan manusia
(tersangka) terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan secara
profesional oleh para penyidik. hukum menjadi nyata jika para perangkat
hukum melaksanakan dengan baik serta memenuhi, menepati aturan yang
telah dibakukan sehingga tidak terjadi penyelewengan aturan. Oleh
karena itu agar penyidik dapat memberikan perlindungan dan jaminan
hak tersangka secara utuh dalam memberikam keterangan secara bebas,
tanpa tekanan dari siapapun dan dalam bentuk apapun, maka harus
dijalankan sebagaimana dalam penjelasan pasal 52 KUHAP, yakni
supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang
daripada yang sebenar-benarnya maka tersangka atau terdakwa harus
dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan
atau tekanan terhadap tersangka.25
25 Lihat Penjelasan Pasal 52 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.
26
C. Tinjauan Umum Penyidik dan Penyidikan
a. Definisi Penyidik serta Penyidikan
istilah penyidik jika merujuk pada peraturan kepala kepolisian
negara republik indonesia nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen
penyidikan tindak pidana yang merujuk pada KUHAP menjelaskan
bahwa penyidik yaitu pejabat polri yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.26 Sedangakan penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.27 Berdasarkan uraian diatas penulis
menyimpulkan bahwa dalam hal penyidik melakukan penyidikan tidak
dapat meninggalkan serangkaian proses penyidikan yang meliputi :
1. laporan polisi/pengaduan;
2. surat perintah tugas
3. laporan hasil penyelidikan (LHP);
4. surat perintah penyidikan; dan
5. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP)
Serangkaian ini Sebagai satu kesatuan prosedural penyidik dalam hal
penyidik memeriksa atau menangani suatu peristiwa yang patut diduga
merupakan tindak pidana.
26 Lihat penjelasan ketentuan umum pasal BAB 1 pasal 1 ayat 4 peraturan kepala keolisian negara
republik Indonesia nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana. 27 Ibid.
27
b. Wewenang Penyidik
Dalam hal penyidik melakukan tugasnya sesuai dengan yang
diperintahkan oleh undang-undang terlebih dahulu harus memiliki
wewenang yang sah sebagai landasan dalam proses penyidikan. Istilah
wewenang sering diartikan sebagai hak untuk melakukan sesuatu atau
menjalankan suatu perintah atas wewenang yang diberikan atau tidak
melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini penyidik
diberikan wewenang oleh KUHAP untuk melaksnakan kewajibannya
yang termuat dalam poin-poin sebagai berikut :
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanya tindak pidana;
2. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat
kejadian;
3. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka;
4. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan
dan penyitaan;
5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
7. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
8. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
9. mengadakan penghentian penyidikan;
10. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.28
Dalam hal penyidik mengetahui (dengan cara apapun) menerima laporan
atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga
merupakan tindak pidana, maka wajib segara untuk melakukan tindakan
penyidikan tanpa mengurangi hak tersangka yang di jamin oleh undang-
undang baik berupa mendengarkan keterangan tersangka atau saksi dalam
28 Lihat Penjelasan Pasal 7 ayat 1 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.
28
upaya mencari bukti-bukti tertentu dengan menjunjung tinggi hukum yang
berlaku dan meyakini bahwa setiap orang yang disangka,ditangkap, ditahan,
dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. dengan demikian profesional penegak
hukum baik penyidik di harapkan dapat bersinergi antara keweanangan dan
hak-hak tersangka sebagai upaya dalam menjujung tinggi hukum demi
tecapainya keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum kepada masyarakat.
D. Asas Asas Acara Pidana dan Asas lain sebagai dasar pelaksanaan
tugas kepolisian.
1. Asas praduga tak bersalah (prusamption of innocence)
Asas praduga tak bersalah merupakan salah satu pikiran konkrit
yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum yang menjelaskan
bahwa setiap orang yang disangka,ditangkap,ditahan,dituntut dan atau
dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sampai dengan adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.29 Serta
Dalam penjelasan uu no 48 tahun 2009 pasal 38 ayat 2 tentang
kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa penyelidikan dan
penyidikan merupakan salah satu badan-badan lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. sehinga dapat dimaknai
dalam setiap tingkatan pemriksaan baik yang dilakukan penyidik
29 Lihat Penjelasan Pasal 8 ayat 1 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
Tentang kekuasaan kehakiman.
29
harus dihormati hak-haknya sebagai warga negara sampai dengan
adanya putusan yang menyatakan kesalahannya.
Hak tersangka yang dijelaskan dalam ketentuan KUHAP
untuk dilakukan proses penyidikan merupakan suatau upaya untuk
melindungi hak tersangka sampai memperoleh kekuatan hukum tetap
yang mengikat para pihak.
2. Asas equality before the law
Istilah equality before the law merupakan kalimat tafsiran bahasa
inggris yang dimaknai dengan persamaan dihadapan hukum yang
telah diakui masyarakat dunia melalui deklarasi universal hak asasi
manusia oleh Perserikatan bangsa-bangsa.30 Sejalan dengan ini
indonesia yang menganut negara hukum menuangkan pokok fikiran
mengenai persamaan dihadapan hukum dalam konstitusi negara
undang-undang dasar 1945.
Sedangkan dalam proses penerapan hukum acara pidana persamaan
dihadapan hukum dituangakan dalam undang-undang kekusasaan
kehakiman pasal 5 ayat 1 dengan frasa, pengadilan mengadili menurut
hukum tanpa membeda-bedakan dan terdapat pula dalam KUHAP
butir 3 a yang berbunyi: perlakuaan yang sama atas diri setiap orang
di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.Dari
bunyi pasal tersebut dapat dimaknai bahwa seseorang dalam hal
30 Kamus hukum online indonesia-indonesia law dictonary, https://kamushukum.web.id/arti-
kata/equalitybeforethelaw diakses pada tanggal 13 Juli 2018
30
diduga melakuakan tindak pidana dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan
perbuatannya tanpa adanya perbedaan,seperti halnya dalam proses
penyidikan yang tidak membedakan antara golongan pejabat atau
yang kaya dan masyarakat miskin berupa proses penyidikan dalam
mendapatkan hak-haknya sebagai tersangka sesuai dengan ketentuan
KUHAP Untuk tidak diperlakukan manusiawi berupa kekerasan
maupun tindakan yang dapat menimbulkan rasa takut pada seseorang
dalam proses penyidikan.
E. Teori Efektivitas Hukum
Istilah efektivitas hukum berasal dari terjemahan bahasa inggris
yaitu effectiveness of the legal theory. Terdapat dua suku kata yang
memilki arti yang berbeda yakni efektivitas dan hokum. Efektivitas Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada dua istilah yang berkaitan
dengan efektivitas, yaitu efektif dan keefektifan. Efektif artinya (1) ada
efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) manjur atau mujarab, (3)
dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha, tindakan), (4) mulai
berlaku (tentang undang-undang, peraturan).31 Keefektifan artinya (1)
keadaan berpengaruh, hal berkesan, (2) kemanjuran, kemujaraban, (3)
keberhasilan (usaha, tindakan), dan (4) hal mulainya berlakunya (undang-
undang, peraturan).32
31 Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/efektifn, diakses pada
tanggal 13 Juli 2018 32 Ibid, https://kbbi.web.id/kefektifan, diakses pada tanggal 13 Juli 2018
31
Sehingga dapat di artikan bahwa efektvitas adalah suatu ukuran
atas keberhasilan, ketercapaian target atau tujuan hokum atau peraturan
perundang-undangan.
a. Pengertian Efektvitas Hukum Menurut Soerjono Soekanto
Menurut Soerjono Soekanto Efektvitas Hukum adalah hukum yang
dijalankan di dalam masyarakat berdasarkan peraturan yang sudah ada.
Tujuannya adalah supaya proses penyelesaian hukum benar-benar efektif
sesuai apa yang diharapkan oleh peraturan.33
Soerjono Soekanto mengemukakan ada lima faktor efektif dan
tidaknya suatu hukum sebagai berikut:
1. Faktor Hukumnya Sendiri
Hukum yang dibuat harus ada kepastian hukum dalam
penerapanya. Jika hukum yang diterapkan tidak sesuai dengan
aturan yang ada. Maka bisa dipastikan hukum yang berjalan
tidak efektif, dikarekan tidak mendatangkan keadilan bagi
masyarakat yang berhadapan dengan hukum. Dengan demikian
hukum itu tidak boleh bertentangan satu dengan yang lain dalam
penegakanya. Semua orang mengharpkan hukum dapat
menyelesaikan pertentangan yang lahir dalam masyarakat.
2. Faktor Penegak Hukum
Dalam penegakan hukum yang dibutuhkan adalah mentalitas
seseorang yang memiliki perilaku yang baik dan taat pada
aturan hukum yang ada. Jika penegak hukum taat pada aturan,
tentu berjalanya hukum di masyarakat tidak menjadi masalah.
Maka yang menjadi kunci utama keberhasilan penegakan
hukum harus berbuat jujur. Agar masyaraat meraskaan
kebenaran dan keadilan terhadap persoala yang alami. Hal yang
lain penegak hukum dilarang melakukan penyalahgunaan
kewenagan dalam menjalankan tugas penyidikan. Jika hal ini
salah disalah gunakan akan berdampak buruk terhadap penegak
hukum.
33 Soerjono Soekanto, 1988, Efektvitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Bandung, CV.Ramadja
Karya, Hal. 80
32
3. Faktor Sarana atau fasilitas Pendukung
Berjalanya fungsi penegakan hukum harus didukung seperti
sarana prasarana yang memadai di antaranya transportasi, alat
komunikasi, alat kantor, sumber daya manusia, dan keuangan.
Jika tidak didukung oleh fasilitas yang mendukung akan
menjadi tidak efektifnya penegakan hukum.
4. Faktor Masyarakat
Dalam penegakan hukum masyarakat juga memiliki peran
mematuhi segala peraturan yang sudah ada. Jika masyarakat
tidak mematuhi atau apatis terhadap peraturan yang ada. Hal ini
akan berdampak pada penegakan hukum dalam upaya untuk
menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan adalah sikap manusia atas apa yang dikerjakan dan
apa yang tidak dia kerjakan. Sikap menjadi penentu berjalanya
penegak hukum dalam masyarakat. Supaya masyarakat sadar
hukum terhadap berbagai peraturan yang ada dan mau
menjalankan apa yang menjadi laranganya.34
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat dan dan merupakan esensi
dari penegakan hukum, yang juga merupakan tolak ukur dari efektvitas
penegakan hukum.35
b. Pengertian Efektvitas Hukum Menurut Hans Kelsen
Menurut Hans Kelsen efektivitas hukum adalah norma-norma
hukum yang ada di dalam masyarakat harus diterapkan dan di jalankan
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Artinya norma hukum sebagai
pedoman bagi masyarakat untuk bertindak sesuai perintah. Ada dua aspek
yang penting dalam hukum yakni (1) aspek statis (nomostatis), (2) aspek
dinamis (nomodinamic) hukum yang mengatur perbuatan tertentu.36
34 Soerjono soekanto, 2008, Faktor Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Jakarta,
Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Hal.8 35 Ibid 36 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Penerbit Kencana. Hal.158
33
Dengan demikian apabila suatu norma hukum yang hidup,
berkembang, dan berlaku dalam masyarakat menjadi suatu pedoman sikap
dan tindakan, sekaligus pembatas atas perbuatan setiap individu
masyarakat, agar tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Apabila
dilanggara maka tentu akan mendapatkan sanksi atas pelanggaranya.
c. Pengertian Efektvitas Hukum Menurut Lawrence M. Friedman
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa sistem hukum
memiliki unsur diantaranya:37
a. subtansi hukum (legal substance) yakni pemikiran penegak hukum
harus bertindak berdasarkan produk hukum yang dibuat dan
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
b. Skturktur Hukum (legal structure) yakni terdiri dari lembaga hukum
seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, yang bertugas memberikan
pelayanan penegak hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Budaya Hukum (legal culture) yakni perilaku masyarakat atau
manusia mendukung sistem hukum berjalan dengan baik di
masyarakat.
Lebih lanjut Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa, A legal
system in actual is a operation is a complex organisme in wich structure,
subtance, and culture interest.38 Artinya suatu sistem dalam operasi
aktualnya merupakan suatu organisme yang kompleks dimana struktur,
37 Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System, A Social Scinece Prespective, New York,
Penerbit Rusell Sage Foundation, Hal.14 38 Ibid. Hal.16
top related