bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir · dan analisis isi berdasarkan ajaran teologi islam”....
Post on 03-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pada penelitian ini sebagai media pembanding dengan
penelitian yang dilakukan peneliti, agar dapat diketahui perbedaan dan kebaruan
penelitian yang dilakukan.
Tinjauan pustaka pada penelitian ini terbagi menjadi tiga jenis. Pertama‚
tinjauan pustaka berdasarkan penelitian terdahulu terhadap naskah-naskah Abu
Laits As-Samarqandi yang bertemakan akidah. Kedua‚ tinjauan pustaka
berdasarkan penelitian filologi terdahulu yang mengkaji sastra kitab. Ketiga‚
tinjauan pustaka berdasarkan penelitian filologi terdahulu yang menggunakan
teori pengkajian akidah.
1. Tinjauan Pustaka Berdasarkan Penelitian Terdahulu terhadap
Naskah-Naskah Abu Laits As-Samarqandi yang Bertemakan Akidah
Penelitian yang dilakukan dalam mengkaji naskah-naskah karangan Abu
Laits As-Samarqandi telah banyak ditemukan‚ di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama‚ penelitian yang dilakukan oleh Alfan Firmanto yang diterbitkan
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama Jakarta. Judul penelitiannya adalah Corak Pemikiran Kalam
dalam Naskah Bahjah Al-„Ulum. Naskah sebagai objek penelitiannya
menggunakan bahasa Arab dan tulisan Arab. Fokus dalam penelitian dibatasi
hanya pada masalah-masalah yang berhubungan dengan pokok-pokok keimanan.
Sebagaimana umumnya penelitian terhadap manuskrip‚ penelitian ini juga
14
melalui proses inventarisasi‚ deskripsi‚ dan suntingan. Metode suntingan yang
digunakan dalam penelitian Alfan adalah metode landasan. Metode landasan
dipilih untuk mendapatkan satu naskah dengan kualitas yang terbaik dari segi
fisik dan teksnya. Analisis teks dilakukan dengan membandingkan konsep-
konsep keimanan yang ada dalam teks dengan konsep-konsep keimanan dalam
aliran ilmu kalam.
Simpulan dari penelitian Alfan adalah isi kandungan teks naskah Bahjah
Al-„Ulum merupakan penjelasan atau penjabaran (syarakh) dari teks ”Aqidah al-
Ushul” karya Abu Laits Nasr bin Muhammad bin Abi Ahmad bin Ibrahim
As-Samarqandi (983 M) atau lebih dikenal dengan As-Samarqandi. Naskah ini
merupakan kitab akidah yang berisi pokok-pokok ajaran keimanan yang enam,
yaitu iman kepada Allah, iman kepada para malaikat, iman kepada kitab-kitab-
Nya, iman kepada para nabi dan rasu l -Nya, iman kepada Takdir, iman kepada
hari akhir, dan penjabaran tentang makna iman. Teks matan disajikan dalam
bentuk tanya-jawab dalam bahasa dan konsep pemikiran yang sederhana dengan
maksud agar pesan yang ingin disampaikan lebih mudah dicerna, sedangkan
syarakh-nya disajikan dengan tafsir per kalimat, yang dimaksudkan untuk
memudahkan pembaca.
Bentuk kitab syarakh dalam naskah Bahjah Al-„Ulum ini banyak dan
lazim digunakan dalam berbagai macam kitab atau naskah keagamaan Islam.
Konsep-konsep keimanan yang terkandung dalam naskah Bahjah Al-„Ulum,
meliputi antara lain: makna iman yang berarti tasdiq, taqrir, dan amal, Iman
kepada Allah dengan semua sifat-sifatnya, Allah Maha Kuasa dan Berkehendak.
Konsepsi iman dalam naskah Bahjah Al-„Ulum, merupakan konsepsi keimanan
15
pada aliran dan paham Asy‟ariah. Hal ini menunjukan bahwa kemungkinan
paham yang dianut oleh pengarang naskah juga beraliran Asy‟ariah.
Kedua‚ penelitian yang dilakukan oleh Saiful Mu‟min yang berjudul
Pembelajaran Tauhid dalam Kitab Bayan „Aqidah Al-Usul Karya Abu Laits As-
Samarqandi yang diterbitkan Jurnal Pendidikan Islam El-Hayah Volume I No.2
Desember 2011‚ Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
Bayan „Aqidah Al-Usul‟ merupakan matan dari kitab Bahjah Al-Ulum.
Saiful Mu‟min mengungkapkan isi dari kitab Bayan Aqidah Al-Usul yang
bertemakan akidah. Saiful beranggapan bahwa Kitab Bayan Aqidah Al-Usul
merupakan kitab yang sangat cocok bagi para awam untuk mempelajari agama
Islam. Permasalahan yang diteliti oleh Saiful Mu‟min dimulai dari histori
terciptanya kitab Bayan Aqidah Al-Usul yang dikaitkan dengan pengarang kitab,
yaitu Abu Laits As-Samarqandi. Ditemukan kesimpulan bahwa kitab Bayan
Aqidah Al-Usul merupakan kitab yang tergolong ke dalam kitab-kitab Ahlu `s-
Sunnah wa `l-Jamaa‟ah. Saiful menyatakan bahwa sebenarnya kitab ini berisi
tentang materi-materi yang berat dalam akidah, artinya dibutuhkan pemahaman
yang lebih dalam memahami kitab tersebut. Akan tetapi, Saiful menjelaskan
secara detail bahwa kitab ini sangat cocok untuk pendidikan modern karena
bentuk materinya berupa tanya-jawab. Penelitian Mu‟min bertujuan agar teks
yang dikarang oleh Abu Laits dapat dipelajari oleh khalayak saat ini‚ khususnya
dalam bidang akidah Islam.
Secara garis besar penelitian Saiful sudah lengkap. Ia memaparkan semua
aspek, baik dari aspek dalam kitab (intrinsik) maupun aspek di luar kitab
(ekstrinsik). Saiful juga berusaha mengungkapkan isi dan mengajak pembaca
16
secara tidak langsung untuk mempelajari objek kajian penelitiannya karena ia
menemukan hal yang tidak biasa dari kitab-kitab tauhid lainnya. Kekurangan yang
ditemukan oleh peneliti dalam penelitian yang dilakukan Saiful ialah belum
adanya deskripsi tentang kitab yang ditelitinya. Selain itu, Saiful juga tidak
menjelaskan sistematika pemilihan objek dan tempat penyimpanan objek.
Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian yang mengkaji tentang
kitab karangan Abu Laits As-Samarqandi dan semuanya membahas tentang
akidah. Kebaruan dalam penelitian ini adalah diberikannya suntingan yang
disertai dengan kritik teks agar dapat mudah dibaca oleh khalayak. Perbedaan dan
kebaruan yang lain ialah objek penelitian, objek pada penelitian ini ialah teks
dalam bahasa Arab yang diberi syarakh (keterangan) dalam bahasa Melayu,
sedangkan pada penelitian Alfan hanya menggunakan bahasa Arab dan pada
penelitian Saiful tidak dijelaskan. Selain bahasa, kebaruan dan perbedaan
mengenai objek penelitian adalah adanya judul yang tersurat atau tertulis jelas
pada objek naskah Alfan dan Saiful, sedangkan objek pada penelitian ini tidak
tertulis secara tersurat sehingga diberikan judul baru oleh peneliti.
2. Tinjauan Pustaka Berdasarkan Penelitian Filologi Terdahulu dengan
Kajian Sastra Kitab
Penelitian-penelitian yang menggunakan kajian sastra kitab masih jarang
ditemukan dalam khalayak umum pada saat ini. Hal tersebut dikarenakan isi atau
kandungan yang ada dalam sastra kitab berbeda dengan sastra-sastra lampau yang
bersifat imajinatif, seperti syair, hikayat, sejarah, dan lain-lain. Kandungan sastra
kitab tidak berisikan imajinasi, melainkan pengetahuan dan doktrin-doktrin
mengenai agama Islam sehingga peminatnya pun hanya segelintir orang saja.
17
Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan kajian sastra kitab di antaranya
sebagai berikut.
Pertama penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan Nurhayati
Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa (2013) dengan judul
“Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa Istihadlatin wa Nifasi `n-Niswan:
Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Isi Berdasarkan Fikih Wanita Mazhab
Syafi‟i”. Penelitian yang dilakukan Nurhayati bertujuan agar didapatkan hasil
suntingan teks yang baik dan benar, deskripsi struktur teks, dan kandungan isi
ajaran dalam teks. Secara umum, isi kandungan penelitian Nurhayati ialah tentang
ihwal-ihwal kewanitaan, yaitu haid, istihadlah, dan nifas menurut mazhab Imam
Syafi‟i dari sebuah teks yang berjudul Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa
Istihadlatin wa Nifasi `n-Niswan. Ketiganya adalah masalah wanita tentang
keluarnya darah dari kemaluan wanita, tetapi memiliki arti yang berbeda. Haid
adalah keluarnya darah dari kemaluan wanita setelah berumur sembilan tahun dan
keluar pada waktu tertentu. Istihadlah adalah darah yang mengalir bukan pada
waktunya dari kemaluan wanita. Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan
wanita setelah melahirkan. Pengkajian kandungan dalam penelitian Nurhayati
dilanjutkan dengan beberapa aturan bagi wanita yang sedang haid atau nifas, di
antaranya ialah larangan salat, puasa, tawaf, sujud tilawah, sujud syukur,
menyentuh mushaf, membaca Alquran, berhenti di dalam masjid, lewat dalam
masjid jika ditakutkan darahnya menetes, mandi besar atau mandi membersihkan
hadas ketika haid dan nifas belum selesai, dan bersetubuh. Bagi suami yang
memiliki istri haid atau nifas dilarang untuk mencerai istrinya, menyentuh organ-
organ di antara pusar, dan lutut dan menyetubuhi istri. Larangan-larangan di atas
18
tidak berlaku bagi wanita yang istihadlah kecuali bersetubuh. Istihadlah
disamakan dengan kencing dan wadi, yaitu berupa hadas sehingga perlu
dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan ibadah.
Kajian struktur sastra kitab dalam penelitian Nurhayati terbagi menjadi
empat hal, yaitu struktur penyajian teks Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa
Istihadlatin wa Nifasi `n-Niswan, gaya penyajian teks Luqthata `l-„Ajlani Fi
Bayani Haidlin wa Istihadlatin wa Nifasi `n-Niswan, pusat penyajian teks
Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa Istihadlatin wa Nifasi `n-Niswan, dan
gaya bahasa teks Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa Istihadlatin wa Nifasi
`n-Niswan. Struktur penyajian isi teks Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa
Istihadlatin wa Nifasi `n-Niswan adalah pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya
penyajian teks Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa Istihadlatin wa Nifasi `n-
Niswan adalah menggunakan bentuk interlinier, yaitu kalimat bahasa Arab ditulis
terlebih dahulu kemudian diikuti dengan tafsir dalam bahasa Melayu. Pusat
penyajian teks Luqthata `l-„Ajlani Fi Bayani Haidlin wa Istihadlatin wa Nifasi `n-
Niswan menggunakan metode orang ketiga; pengarang serba tahu. Gaya bahasa
teks Hifzhu `l-Iman berupa kosa kata bahasa Arab, baik yang sudah diserap ke
dalam bahasa Indonesia maupun belum, ungkapan dalam bahasa Arab, sintaksis
berupa konjungsi „dan‟ dan „maka‟, dan sarana retorika yang terdiri dari gaya
penguraian, gaya pengulangan, gaya paralelisme, gaya penguatan, dan gaya
penyimpulan.
Kedua, penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Pipit Niken
Susilo Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS (2014)
dengan judul skripsi “Kitab Hifzhu `l-Iman: Suntingan Teks, Analisis Struktur,
19
dan Analisis Isi Berdasarkan Ajaran Teologi Islam”. Penelitian yang dilakukan
Pipit bertujuan agar didapatkan hasil suntingan teks yang baik dan benar,
deskripsi struktur sastra kitab, dan kandungan isi ajaran dalam teks. Secara umum,
isi penelitian Pipit ialah ajaran teologi Islam perihal keyakinan golongan yang
sesat dan keyakinan terhadap golongan Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah dari
sebuah naskah yang berjudul Hifzhul `l-Iman. Golongan sesat yang dimaksud
ialah golongan paham filsafat, itikad rabath „adi, itikad jahil murakkab,
Muktazilah, Khawarij, Musyabbihah, Antropomorfisme, Jabariah, dan Qadariah.
Kajian struktur sastra kitab dalam penelitian Pipit terbagi menjadi empat
hal, yaitu struktur penyajian teks Hifzhu `l-Iman, gaya penyajian teks Hifzhu `l-
Iman, pusat penyajian teks Hifzhu `l-Iman, dan gaya bahasa teks Hifzhu `l-Iman.
Struktur penyajian isi teks Hifzhu `l-Iman adalah pendahuluan, isi, dan penutup.
Gaya penyajian teks Hifzhu `l-Iman adalah menggunakan bentuk interlinier, yaitu
kalimat bahasa Arab ditulis terlebih dahulu kemudian diikuti dengan tafsir dalam
bahasa Melayu. Pusat penyajian teks Hifzhu `l-Iman pengarang merupakan orang
yang lebih paham dari pembaca. Gaya bahasa teks Hifzhu `l-Iman berupa kosa
kata bahasa Arab, baik yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia maupun
belum, ungkapan dalam bahasa Arab, sintaksis berupa konjungsi, dan sarana
retorika yang terdiri dari gaya penguraian, gaya pengulangan, gaya paralelisme,
gaya penguatan, dan gaya penyimpulan.
Penelitian tersebut merupakan beberapa penelitian yang menggunakan
kajian sastra kitab. Kebaruan dan perbedaan dengan penelitian ini adalah gaya
penyajian teks sebagai objek penelitian Nurhayati dan Pipit adalah menggunakan
bentuk interlinier, yaitu bahasa Arab tertulis terlebih dahulu kemudian arti dalam
20
bahasa Melayu ditulis sesudahnya, sedangkan gaya penyajian teks sebagai objek
penelitian ini menggunakan bentuk jenggot atau gantung, yaitu bahasa Arab di
tulis di atas kemudian syarah atau keterangan arti berada di bawah tiap kata.
Selain itu, metode yang digunakan dalam teks adalah metode tanya-jawab.
Meskipun pada akhirnya jawaban telah disiapkan oleh pengarang, tetapi metode
tersebut dapat memancing pembaca untuk berpikir terlebih dahulu mengenai
masalah yang ditanyakan sebelum mendapat keterangan dari pengarang.
3. Tinjauan Pustaka Berdasarkan Penelitian Filologi Terdahulu dengan
Penggunaan Teori Pengkajian Akidah
Penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Muhammad Yanuar
Rulis Ardianto Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS
(2009) dengan judul skripsi “‟Aqidatun Fii Maa Laa Budda Li `l-Mukallafin:
Suntingan Teks, Analisis Struktur Teks, dan Tinjauan Ajaran Tauhid”. Penelitian
yang dilakukan Yanuar bertujuan agar didapatkan hasil suntingan teks yang baik
dan benar, deskripsi struktur sastra kitab, dan kandungan isi ajaran dalam teks.
Penelitian yang dilakukan mengungkapkan isi kandungan teks Aqidatun
Fii Maa Laa Budda Li `l-Mukallafin. Pokok bahasan teks tersebut ialah
pengenalan hak Allah berdasarkan ajaran Alquran dan hadis. Dari hal tersebut
dapat diketahui bahwa teks klasik yang berisikan ajaran agama tidak semata
bersumber dari pengarang saja, tetapi juga berdasarkan sumber rujukan dalam
Islam, yaitu Alquran dan hadis. Selain penjelasan mengenai hak-hak Allah,
penelitian Yanuar juga mengungkapkan mengenai makrifat dengan dalil aqli atau
dalil akal dan dalil naqli atau dalil Alquran dan hadis. Dijelaskan pula sifat-sifat
wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah disertai dalil-dalil dari Alquran dan hadis.
21
B. Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan beberapa teori. Teori yang digunakan terbagi
menjadi dua jenis‚ yaitu teori filologi dan teori pengkajian teks.
1. Teori Filologi
Tugas seorang penyunting naskah adalah membuat teks mudah dimengerti
dan dibaca. Dua hal yang harus dilakukan dalam penyuntingan, yaitu menyajikan
dan menafsirkan sebuah teks. Agar dua kegiatan tersebut terlaksana, diperlukan
metode penyuntingan yang tepat untuk menghasilkan suatu teks yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sholeh Dasuki (1996:59-60) menyatakan tugas utama
dalam penelitian filologi adalah mendapatkan kembali teks yang bersih dari
kesalahan‚ berarti memberikan teks yang sebaik-baiknya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Filolog diharuskan menyediakan teks yang baik dan
benar. Baik, berarti mudah dibaca dan dipahami karena telah ditransliterasikan ke
dalam bahasa sasaran, serta ejaannya telah disesuaikan dengan ejaan bahasa
sasaran. Benar, berarti bahwa kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan
karena sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan yang ada.
Kegiatan penyuntingan teks disertai dengan kritik teks. Kritik teks (textual
criticism) dapat diartikan sebagai pengkajian dan analisis terhadap naskah dan
karangan terbitan untuk menetapkan umur naskah, identitas pengarang, dan
keotentikan karangan. Kegiatan kritik teks adalah memberikan evaluasi atau
menilai, meneliti, dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kritik teks
bertujuan untuk menghasilkan teks yang dianggap paling dekat dengan teks
aslinya sehingga berguna untuk memurnikan teks. Teks yang sudah dibersihkan
22
dari kesalahan-kesalahan dapat dipertanggungjawabkan sebagai sumber untuk
kepentingan berbagai penelitian (Baried, 1994:61).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kritik teks
merupakan suatu upaya perbaikan teks-teks dalam suatu naskah dengan
membersihkannya dari kesalahan-kesalahan serta membetulkannya. Pembetulan
disesuaikan dengan kondisi zaman dan pengetahuan yang dimiliki peneliti. Hal
tersebut dicatat dalam aparat kritik sebagai wujud pertanggungjawaban ilmiah.
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penelitian filologi, yaitu
inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah (pada naskah jamak),
dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasikan, singkatan naskah, dan
transliterasi naskah (Djamaris, 2002:9).
Langkah pertama adalah inventarisasi naskah. Setelah menentukan pilihan
naskah‚ maka tugas peneliti filologi ialah menginventarisasi sejumlah naskah
dengan judul yang sama di mana pun berada‚ baik dalam negeri maupun luar
negeri. Nabilah Lubis (1996:65) menyatakan bahwa naskah dapat dicari melalui
katalogus perpustakaan‚ museum‚ masjid‚ gereja‚ dan tempat-tempat lainnya yang
menyimpan naskah-nasakah klasik. Di samping itu, perlu dicari naskah-naskah
koleksi perseorangan yang dimungkinkan sama. Inventarisasi dilakukan dengan
mencari judul naskah di dalam katalogus, termasuk mencari naskah dengan judul
dan isi yang sama, tetapi termuat dalam katalogus yang berbeda.
Naskah yang sudah berhasil dikumpulkan segera diolah berupa deskripsi
naskah. Pendeskripsian naskah perlu kiranya menyebutkan hal-hal yang terdapat
dalam naskah. Edward Djamaris (2002:11) menyatakan metode yang digunakan
dalam deskripsi naskah adalah metode deskriptif. Djamaris berpendapat hal-hal
23
yang perlu dideskrpsikan oleh peneliti filologi dalam proses pendeskripsian
naskah ialah menyebutkan nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, ukuran
naskah, jenis huruf pada naskah, bagian pembukaan atau akhir dalam naskah,
kolofon (jika ada), penyalin atau pemilik naskah, ringkasan isi teks, watermark,
naskah lain atau artikel ilmiah yang bersangkutan (jika naskah pernah dikerjakan)‚
dan keadaan naskah (Djamaris‚ 2002:11).
Transliterasi artinya penggantian jenis tulisan‚ huruf demi huruf‚ dari
abjad satu ke abjad yang lain. Transliterasi sangat penting untuk memperkenalkan
teks-teks lama yang tertulis dengan huruf daerah karena kebanyakan orang sudah
tidak mengenal dengan tulisan daerah (Baried‚ 1994:64). Edward Djamaris
(2002:19) menyatakan terdapat dua tugas pokok filologi dalam tahapan
transliterasi. Pertama‚ menjaga kemurnian teks, khususnya penulisan kata.
Penulisan kata yang menunjukkan ciri ragam bahasa lama dipertahankan bentuk
aslinya‚ tidak disesuaikan dengan EBI agar data mengenai bahasa lama tidak
hilang. Kedua‚ menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku
sekarang.
2. Teori Pengkajian Teks
a) Sastra Kitab
Sastra kitab adalah salah satu jenis karya sastra Melayu bercorak Islam.
Jenis karya sastra kitab berisi ajaran agama‚ terutama tasawuf‚ fikih‚ dan tauhid.
Liaw Yock Fang menyebut jenis sastra ini sebagai sastra keagamaan‚ sedangkan
Siti Chamamah Soeratno menyebutnya sebagai sastra kitab (Taufiq‚ 2007:13).
Siti Chamamah dalam Taufiq (2007:13) menyatakan penyebutan kitab
sebagai ragam kitab pertama kali disebutkan oleh Hooykass‚ Emeis‚ dan Brakel.
24
Namun‚ A. Majid Ibrahim yang pertama kali secara tegas menyebutkan dan
memberi nama sastra kitab.
Ahmad Taufiq (2007:19) berpendapat sastra kitab memiliki beberapa ciri.
Pertama‚ sastra kitab memiliki isi ajaran agama Islam. Meskipun dikategorikan
sebagai karya sastra yang notabene adalah karya imajinasi (bersifat fiktif)‚ tetapi
sastra kitab merupakan karya yang memegang teguh pada kerasionalan. Banyak
dijumpai dalam karya-karya sastra kitab ayat-ayat Alquran dan hadis. Kedua‚ oleh
karena sastra kitab berisi tentang hal-hal yang rasional‚ maka bahasa yang
digunakan pun menggunakan ciri bahasa yang ilmiah‚ yaitu objektif‚ denotatif‚
dan rasional. Diksi yang digunakan tidak menyebabkan adanya keambiguan‚
seperti karya sastra pada umumnya. Ketiga‚ karya sastra kitab sebagai karya
ilmiah memiliki format khusus‚ yaitu penyebutan nama pengarang‚ format karya
ilmiah‚ dan memberikan acuan dan rujukan.
Penyebutan nama pengarang dalam karya sastra kitab menyebabkan
pergeseran pakem. Sastra kitab yang merupakan produk karya sastra lama
mengubah pakem karya sastra lama yang notabene adalah anonim. Hal tersebut
karena sastra kitab berisi tentang ajaran-ajaran agama Islam yang bersifat ilmiah
sehingga terdapat tanggung jawab terhadap isi yang terkandung dalam karya
karena telah disebutkan nama pengarang.
Format karya ilmiah yang dimaksud adalah format yang biasanya
digunakan sastra kitab meliputi‚ pendahuluan‚ isi‚ dan penutup. Seperti karya-
karya ilmiah pada umumnya‚ format sederhana yang digunakan adalah mencakup
pendahuluan‚ isi‚ dan penutup.
25
Penyebutan rujukan dan acuan dalam sastra kitab memperkuat pandangan
bahwa sastra kitab bersifat ilmiah. Adanya rujukan dan acuan menandai bahwa
sebuah karya ditulis dan dikarang dengan serius‚ tidak hanya sekedar
mengungkapkan ekspresi perasaan pengarang saja. Oleh karena isi yang
terkandung dalam sastra kitab adalah ajaran-ajaran agama Islam‚ maka adanya
rujukan dan acuan dari kitab-kitab yang telah ada atau penyebutan pengarang-
pengarang terdahulu menjadikan sastra kitab sebagai karya sastra ilmiah yang
penting dalam pengajaran agama di masyarakat. Ahmad Taufiq (2007:61)
berpendapat bahwa sastra kitab memiliki tujuan menanamkan ajaran Islam dan
meluruskan ajaran yang menyimpang dari Islam sehingga dapat menguatkan
iman. Ahmad Taufiq (2007:62) menambahkan bahwa sastra kitab memiliki ciri-
ciri khusus, baik dari segi isi maupun gaya ekspresinya. Dari segi isi, sastra kitab
bertujuan mengajarkan ajaran-ajaran agama Islam‚ meluruskan paham-paham
yang menyimpang sehingga terjadi penguatan dalam diri muslim.
Pada umumnya sastra kitab mengisahkan ajaran dan memaparkan hasil
diskusi mempergunakan pusat pengisahan orang ketiga (omniscient author) yang
bersifat romantik-ironik sehingga pengarang terlihat menonjol. Adapun sastra
kitab yang berhubungan dengan sejarah mempergunakan pusat pengisahan orang
ketiga yang bersifat objektif sehingga peranan pengarang tidak terlalu menonjol.
(Taufiq‚ 2007:63).
Sastra kitab adalah model sastra lama yang khusus karena bersifat ilmiah‚
maka bahasa yang digunakan pun khusus. Kekhususan itu dapat dilihat dalam
kosa kata‚ istilah‚ dan kalimat yang dipergunakan‚ yaitu berasal dari istilah Islam
26
dan Arab. Kosa kata‚ istilah‚ dan kalimat tasawuf dan fikih juga muncul karena isi
yang dibahasanya mengenai bidang tersebut.
b) Akidah
Akidah secara etimologi berakar dari kata „aqadla-ya‟qidu-„aqdan-
„aqiidatan. „Aqdan memiliki beberapa arti di antaranya ialah‚ kokoh‚ ikatan‚ dan
perjanjian. Setelah kata „aqdan, terbentuklah kata „aqidah yang berarti keyakinan.
Kaitan antara „aqdan dan „aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di
dalam hati‚ bersifat mengikat‚ dan mengandung perjanjian. (Shobron‚ 2006:1).
Akidah sering digunakan dalam ungkapan akad jual beli atau akad nikah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa adanya sebuah usaha atau proses untuk menjalin
sebuah ikatan antara kedua pihak dan selanjutnya terjadi kesepakatan di antara
keduanya. Dengan demikian‚ akidah di sini diartikan sebagai ikatan antara
manusia dan Tuhan (Nurdin‚ 1995:78).
Dalam Alquran tidak ada satu ayat pun yang secara literal menyebutkan
kata akidah (aqidah)‚ tetapi terdapat beberapa istilah dengan akar kata yang sama
dengan akidah‚ yaitu „aqadla. Istilah-istilah tersebut yaitu sebagai berikut.
1) „Aqadlat yang tercantum pada surat An-Nisa ayat 33. Kata ini digunakan
untuk menyebut sumpah setia.
2) „Aqadtum tercantum pada surat Al-Maidah ayat 89. Kata ini digunakan
untuk menyebut sumpah‚ yaitu sumpah yang disengaja.
3) „Uqud tercantum pada surat Al-Maidah ayat 1. Kata tersebut dalam ayat
ini berarti perjanjian.
4) „Uqdah tercantum pada surat Al-Baqarah ayat 235. Kata tersebut berarti
akad atau ikatan.
27
5) „Uqad tercantum dalam surat Al-Falaq ayat 4. Kata ini berarti simpul‚
yaitu simpul atau buhul yang dihembus oleh oleh tukang sihir. (Shobron‚
2006:5-6)
Penyebutan asal kata akidah dalam Alquran seperti tercantum di atas
secara garis besar menunjukkan adanya ikatan kedua belah pihak yang berupa
perjanjian‚ sumpah setia‚ atau sumpah yang disengaja. Dalam kaitannya dengan
akidah dalam Islam‚ akidah didefinisikan sebagai perjanjian manusia dengan
Tuhan yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara suka
rela pada kehendak Allah (Sudrajat‚ 2008:73).
Hamka dalam Muslim Nurdin (1995:78) berpendapat akidah adalah
pengikatan hati dan perasaan kepada suatu kepercayaan, tidak dapat ditukar atau
ditawar dengan yang lain sehingga jiwa, raga‚ pikiran, dan pandangan hidup
terikat kuat pada hal tersebut. Terdapat istilah yang semakna dengan akidah‚ yaitu
iman. Beberapa mendefinisikan keduanya adalah sama dan ada pula yang
mendefinisikannya berbeda. Bagi yang membedakan‚ mereka beralasan bahwa
akidah hanyalah bagian dalam (aspek hati) dari iman‚ sedangkan iman
menyangkut aspek luar dan dalam. Aspek dalamnya berupa keyakinan dan aspek
luarnya berupa pengakuan lisan dan pembuktian dengan amal. Bagi yang
menyamakan‚ seperti iman menurut Asy‟ariyah.
Selain iman, pada ranah keilmuan terdapat istilah lain dalam penyebutan
ilmu Akidah‚ di antaranya adalah Ilmu Usuluddin. Usuluddin adalah pokok
agama, maka ilmu Usuluddin artinya ilmu pokok-pokok agama. Dalam ilmu
usuluddin, tema pembicaraan menyangkut soal kepercayaan yang menjadi pokok
agama. Ilmu Usuluddin sendiri kadang diberi nama Ilmu Kalam atau Kalam
28
Tuhan karena dalam ilmu ini banyak dibicarakan sifat-sifat Tuhan dan ulama
dalam ilmu Kalam disebut mutakallimun. Penyebutan lain ilmu Usuluddin‚ yaitu
ilmu Tauhid atau ilmu keesaan Tuhan karena banyak dibicarakan tentang keesaan
Tuhan. Meskipun banyak istilah untuk penyebutan akidah, semuanya sama-sama
membicarakan tentang kepercayaan tentang ketuhanan‚ kenabian‚ dan
keakhiratan.
Penyebutan akidah dalam penelitian ini akan disamakan dengan
penyebutan iman. Definisi iman sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti
kepercayaan. Definisi iman menurut nabi dalam salah satu hadis, yaitu “Iman
ialah engkau percaya kepada Allah‚ malaikat-Nya‚ kitab-Nya‚ para utusan-Nya‚
hari kemudian‚ dan engkau percaya kepada takdir baik dan buruk-Nya” (Hadis
dalam Zuhdi‚1988:4).
c) Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa’ah
Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah adalah salah satu aliran teologi dalam
Islam yang timbul karena reaksi terhadap paham-paham golongan muktazilah.
Istilah Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah dinisbatkan kepada aliran teologi
Asy‟ariyah dan Maturidiah karena mereka berpegang teguh pada sunah Nabi
Muhammad saw. dan juga merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat
agama Islam. Sunnah di sini diartikan sebagai hadis. Ahlu `s-Sunnah wa `l-
Jamaa‟ah percaya kuat dan menerima hadis-hadis sahih tanpa memilih dan
melakukan interpretasi. Sesuai dengan pengertian Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah
‚ aliran Muktazilah‚ Khawarij‚ Murji‟ah‚ dan Syiah tidak termasuk sebagai Ahlu
`s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah. Aliran ini juga sering disebut dengan aliran Suni
(Dasuki‚ 1993:79-78).
29
Ahlu `s-Sunnah ialah penganut Sunah Nabi Muhammad‚ sedangkan wal
Jama‟ah adalah penganut iktikad sebagai iktikad Jama‟ah atau sahabat-sahabat
Nabi Muhammad saw. Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah adalah kaum yang
menganut iktikad yang dianut oleh Nabi Muhammad saw. dan sahabat-
sahabatnya. Iktikad Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya tersebut telah
tertulis dalam Alquran dan Sunah rasul secara terpencar‚ belum tersusun rapi‚ dan
teratur. Setelah itu dikumpulkan dan disusun secara rapi oleh seorang ulama
Usuluddin‚ Syeikh Abu Hasan ‟Ali al Asy‟ari. Oleh karena itu‚ terdapat julukan
pengikut Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah sebagai kaum Asy‟ariyah jamak dari
Asy‟ari yang dikaitkan dengan Syeikh Abu Hasan ‟Ali al Asy‟ari
(Abbas:1994:16).
Dalam Sirajuddin Abbas (1994) disebutkan bahwa kitab Ihtihaf Sadatu `l-
Muttaqin karangan Imam Muhammad bin Muhammad al Husni az Zabidi‚ yaitu
kitab syarah dari kitab Ihya‟ ‟Ulumu `d-Diin karangan Imam Ghazali menyatakan
bahwa disebut kaum Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah, maka maksudnya ialah
orang-orang yang mengikuti rumusan (paham) Asy‟ari dan paham Abu Manshur
al Maturidi. Abu Manshur al Maturidi adalah seorang ulama Usuluddin yang
paham dan iktikadnya sama atau hampir sama dengan Abu Hasan Al Asy‟ari. Abu
Manshur al Maturidi wafat di Maturidi Samarqand pada 333 H‚ sembilan tahun
setelah Imam Abu Hasan Al- Asy‟ari (Abbas:1994:16).
Hasil galian dari Alquran dan hadis oleh Imam Abu Hasan Al Asy‟ari
dinamai mazhab Asy‟ari. Penggunaan istilah mazhab merupakan suatu kebiasaan
dalam dunia Islam‚ yaitu hukum-hukum agama yang digali dari Alquran dan
Hadis oleh seorang imam. Contoh seperti hasil ijtihad Imam Malik dinamai
30
mazhab Maliki‚ Imam Syafi‟i dinamai mazhab Syafi‟i‚ Imam Ahmad bin Hambal
dinamai mazhab Hambali‚ Imam Hanafi dinamai mazhab Hanafi. Mazhab Asy‟ari
yang merupakan hasil ijtihad oleh Abu Hasan Al Asy‟ari pada hakikatnya
merupakan galian‚ rumusan‚ fatwa‚ dan syiar yang ada dalam Alquran dan Hadis‚
serta iktikad Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya (Abbas‚ 1994:17)
Iktikad Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah yang telah disusun oleh Abu
Hasan Al Asy‟ari terbagi atas beberapa bagian‚ yaitu iktikad tentang ketuhanan,
iktikad tentang para malaikat, iktikad tentang kitab-kitab suci, iktikad tentang
rasul-rasul, iktikad tentang hari akhirat atau hari kiamat, dan iktikad tentang qadla
dan kadar (Abbas‚ 1994:36)
Hal tersebut di atas, sesuai dengan hadis riwayat Muslim (Sahih Muslim
juz 1) sebagai berikut. “Maka beritahulah kami (Hai Rasulullah) tentang iman.
Nabi Muhammad saw. menjawab: Engkau percaya kepada adanya Allah‚
malaikat-malaikat-Nya‚ kitab-kitab suci-Nya‚ rasul-rasul-Nya‚ hari akhir‚ dan
Qadla Qadlar” (Tafsir hadis riwayat Muslim).
31
C. Kerangka Pikir
Skema 1
Kerangka Pikir
F. Sistematika Penulisan
Teks “Masaaila „Aqiidatu `l-
Islam”
Suntingan Analisis Struktur Sastra
Kitab
Analisis Isi
a. Inventarisasi
Naskah
b. Deskripsi Naskah
c. Ikhisar Isi Teks
d. Kritik Teks
e. Pedoman
Suntingan
f. Suntingan Teks
g. Daftar Kata Sukar
a. Struktur
Penyajian
b. Gaya
Penyajian
c. Pusat
Penyajian
d. Gaya Bahasa
a. Kodifikasi/Pengkode
an/Pengklasifikasian
b. Deskripsi/Penjabaran
c. Penarikan Pesan
Menyediakan suntingan teks “Masaaila ‟Aqiidatu `l-Islam”
(“MAI”) yang baik dan benar
Mendeskripsikan struktur sastra kitab dalam teks “Masaaila
‟Aqiidatu `l-Islam” (“MAI”)
Menjelaskan isi teks “Masaaila ‟Aqiidatu `l-Islam” (“MAI”)
berdasarkan Ahlu `s-Sunnah wa `l-Jamaa‟ah
Menjelaskan manfaat mempelajari akidah dari teks “MAI”
top related