bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian · pdf file · 2017-04-01paling...
Post on 19-Feb-2018
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Teori penetapan tujuan merupakan salah satu bagian dari teori motivasi
yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun1978. Teori penetapan tujuan
menyatakan bahwa orang yang memiliki sasaran yang spesifik dan menantang
berkinerja lebih baik dibanding dengan orang yang tidak memiliki sasaran jelas
(Verbeeten, 2008). Teori penetapan tujuan berasumsi bahwa ada hubungan
langsung antara sasaran yang spesifik dan terukur dengan kinerja. Jika manajer
mengetahui apa sasaran mereka, manajer akan termotivasi untuk melakukan usaha
yang lebih dan akhirnya akan meningkatkan kinerja (Locke dan Latham, 1990
dalam Nadhiroh 2010).
2.1.2 Anggaran
Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam ukuran finansial
(Mardiasmo, 2011). Menurut Bastian (2006) anggaran merupakan rencana operasi
keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber
pendapatan yang diharapkan membiayainya dalam periode waktu tertentu. Alat
penting untuk perencanaan dan pengendalian dalam suatu organisasi adalah
11
anggaran. Anggaran juga merupakan rencana keuangan perusahaan yang
digunakan sebagai pedoman untuk menilai kinerja (Schiff dan Lewin, 1970), alat
untuk memotivasi kinerja para anggota organisasi (Chow dkk, 1988), alat
koordinasi dan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan dalam organisasi
(Kenis, 1979), dan alat untuk mendelegasikan wewenang pimpinan kepada
bawahan (Hofstede, 1968). Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diperoleh
makna bahwa anggaran berisi rencana-rencana kerja, rencana keuangan yang
berhubungan dengan aktivitas perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
Kegunaan Anggaran
Kegunaan pokok anggaran menurut Munandar (2010:10), yaitu sebagai berikut:
1) Sebagai Pedoman Kerja
Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah
sekaligus harus memberikan target-target yang harus dicapai oleh
kegiatan-kegiatan instansi di waktu yang akan datang.
2) Sebagai Alat Pengkoordinasi Kerja
Anggaran berfungsi sebagai alat pengkoordinasi kerja agar semua bagian-
bagian yang terdapat di dalam perusahaan harus dapat saling menunjang
saling bekerja sama dengan manajemen untuk menuju sasaran yang telah
ditetapkan, dengan demikian kelancaran jalannya instansi akan lebih
terjamin.
12
3) Sebagai Alat Pengawasan Kerja
Anggaran berfungsi pula sebagai tolak ukur sebagai alat pembanding
untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan instansi nanti dengan
membandingkan antara apa yang tertuang dalam anggaran dengan apa
yang dicapai untuk realisasi kerja instansi, dan dapat pula digunakan
sebagai alat untuk mengetahui sebab-sebab penyimpangan antara anggaran
dan realisasinya sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekuatan yang
dimiliki instansi. Hal ini berguna untuk menyusun rencana (budget)
selanjutnya secara lebih matang dan lebih akurat.
Anggaran sebaiknya menjadi cetak biru keuangan mengenai bagaimana
organisasi diharapkan untuk beroperasi. Dan menurut Ikhsan dan Ishak (2005),
ada beberapa fungsi anggaran :
1) Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan. Sebagai
hasil negosiasi antara anggota organisasi yang dominan, anggaran
mencerminkan konsensus organisasional mengenai tujuan operasi
untuk masa depan.
2) Anggaran merupakan cetak biru instansi untuk bertindak, yang
mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya
organisasi.
3) Anggaran bertindak sebagai suatu alat komunikasi internal yang
menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara
yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak.
13
4) Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur,
anggaran berfungsi sebagai standar terhadap mana hasil operasi aktual
dapat dibandingkan.
5) Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan
manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan
atau kelemahan organisasi.
6) Anggaran mencoba untuk mempengaruhi dan memotivasi baik
manajer maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang
konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan
tujuan organisasi.
Anggaran telah menjadi alat manajemen yang diterima untuk
merencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi. Anggaran diterapkan
dengan berbagai tingkatan kerumitan dan keberhasilan oleh banyak organisasi
bisnis dan nirlaba.
Jenis Anggaran
Terdapat beberapa jenis anggaran yang diungkapkan Anthony dan
Govindarajan (2005), meliputi:
1) Anggaran Operasi
Adalah anggaran yang berisi pendapatan dan biaya-biaya dalam satu
periode.
14
2) Anggaran Modal
Anggaran modal menyatakan proyek-proyek modal yang telah disetujui,
ditambah jumlah sekaligus untuk proyek-proyek kecil yang tidak
memerlukan persetujuan tingkat yang lebih tinggi.
3) Anggaran Neraca
Anggaran neraca menunjukkan implikasi neraca darikeputusan-keputusan
yang tercakup dalam anggaran operasi maupun anggaran modal.
4) Anggaran Laporan Arus Kas
Anggaran laporan arus kas menunjukkan berapa banyak uang yang
dibutuhkan selama tahun tersebut yang akan dipasok oleh laba ditahan dan
berapa banyak, jika ada, yang harus diperoleh dari pinjaman atau dari
sumber-sumber luar lainnya.
Proses Penyusunan Anggaran
Penyusunan anggaran dalam suatu organisasi biasanya dilakukan oleh
departemen anggaran dan komite anggaran. Departemen anggaran menangani arus
informasi dari sistem pengendalian anggaran. Komite anggaran yang terdiri dari
anggota-anggota manajemen senior, meninjau dan menyetujui atau menyesuaikan
masing-masing anggaran. Komite anggaran juga harus menyetujui revisi anggaran
besar yang dibuat selama satu tahun. Menurut Siegel dan Marconi dalam
Hehanusa (2003), ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran,
yaitu:
15
1) Penetapan Tujuan Aktivitas
Perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas
ke dalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus.
2) Implementasi
Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk
mengkomunikasikan tujuan dan strategi organisasi, serta untuk
memotivasi orang secara positif dalam organisasi.
3) Pengendalian dan Evaluasi
Kinerja Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut
berfungsi sebagai elemen kunci dalam sistem pengendalian. Anggaran
menjadi tolak ukur terhadap mana kinerja aktual dibandingkan dan
berfungsi sebagai suatu dasar untuk melakukan manajemen berdasarkan
pengecualian.
2.1.3 Penganggaran Sektor Publik
Pengertian Anggaran Sektor Publik
Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam
bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam
bentuk yang paling sederhana anggaran publik merupakan suatu dokumen yang
menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi
mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang
(Mardiasmo, 2011). Menurut Mardiasmo (2011) anggaran sektor publik penting
karena:
16
1) anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat;
2) anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan
sumber daya yang ada terbatas;
3) anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat sehingga anggaran
publikmerupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh
lembaga-lembaga publik yang ada.
Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik
Mardiasmo (2011) mengatakan anggaran sektor publik dibagi menjadi dua,
yaitu anggaran operasional dan anggaran modal.
1) Anggaran operasional
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-
hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang
dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah “Belanja
Rutin”.Belanja Rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang
manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menabah
aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena sifat pengeluaran
tersebut berulang-ulang pada setiap tahun.
2) Anggaran modal
17
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan
atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan
sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan
menggunakan pinjaman. Belanja Investasi/Modal adalah pengeluaran yang
manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah
aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran
rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.
Prinsip-prinsip Anggaran Sektor Publik
Menurut Mardiasmo (2011), prinsip-prinsip anggaran sektor publik adalah
sebagai berikut.
1) Otorisasi oleh Legislatif
Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih
dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
2) Komprehensif
Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non budgetair pada dasarnya
menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.
3) Keutuhan Anggaran
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana
umum.
4) Nondiscretionary Appripriation
18
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara
ekonomis, efisien, dan efektif.
5) Periodik
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan
maupun multi tahunan.
6) Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang
tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-
kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan
munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran.
7) Jelas
Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak
membingungkan.
8) Dipublikasi
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) No. 59
Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, tahapan penyusunan
APBD adalah sebagai berikut.
1) Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang
merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
19
Daerah (RPJMD).RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur
dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat.
2) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
Berdasarkan RKPD, pemerintah daerah kemudian menyusun KUA. KUA
memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program
yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan
pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan, alokasi
belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan
asumsi yang mendasari. Rancangan KUA disampaikan kepada DPRD
paling lambat pertengahan bulan Juni sebelum tahun anggaran dan
disepakati bersama oleh Pemda dan DPRD menjadi KUA paling lambat
minggu pertama bulan Juli.
3) Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA)
Berdasarkan KUA yang telah disepakati, Pemda dan DPRD menyusun
PPA.PPA disepakati paling lambat bulan Juli sebelum tahun anggaran.
KUA dan PPA yang telah disepakati kemudian dituangkan kedalam nota
kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh pihak kepala daerah dan
pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut pemerintah
daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat daerah (RKA-SKPD). Surat
20
edaran tersebut diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus sebelum
tahun anggaran dimulai.
4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
Berdasarkan surat edaran yang diterbitkan oleh pemerintah daerah,
masingmasing SKPD kemudian menyusun RKA-SKPD. Surat edaran
tersebut memuat arah dan kebijakan umum APBD, strategi dan prioritas
APBD, standar biaya, standar pelayanan minimal, dan formulir RKA-
SKPD.Formulir RKA-SKPD merupakan dokumen yang memuat
rancangan anggaran unit kerja yang disampaikan oleh setiap unit kerja.
RKA-SKPD memuat pernyataan mengenai:
a. Visi dan misi unit kerja;
b. Deskripsi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) unit kerja;
c. Rencana program dan kegiatan unit kerja beserta tolak ukur dan target
kinerjanya.
RKA-SKPD kemudian disampaikan kepada tim anggaran pemerintah
daerah untuk dievaluasi. Tim anggaran pemerintah daerah mengevaluasi
dan menganalisis:
a. Kesesuaian antara rancangan anggaran unit kerja dengan program dan
kegiatan berdasarkan yang direncanakan unit kerja;
b. Kesesuaian program dan kegiatan berdasarkan tugas pokok dan fungsi
unit kerja;
c. Kewajaran antara anggaran dengan target kinerja berdasarkan Standar
Analisa Biaya (SAB) yang telah diperhitungkan.
21
5) Penyusunan RAPBD
Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi
oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
6) Penetapan APBD
Pemerintah daerah menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (RAPBD) kepada DPRD paling lambat pada minggu
pertama bulan Oktober sebelum tahun anggaran untuk dibahas.RABPD
ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari
pemerintah daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun
anggaran dimulai.
2.1.4 Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam arti sempit dapat dipahami sebagai bentuk
pertanggungjawaban yang mengacu pada kepada siapa organisasi (atau pekerja
individu) bertanggung jawab adan untuk apa organisasi (pekerja individu)
bertanggung jawab. Dalam pengertian luas akuntabilitas dapat dipahami sebagai
kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala
aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut (Mahsun, 2006). Akuntabilitas adalah
pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
22
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak
pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo 2011). Akuntabilitas publik terdiri atas
dua macam, yaitu:
1) Akuntabilitas Vertikal (vertical accountability)
Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya
pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan
pemerintah pusat kepada MPR.
2) Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability)
Pertanggungjawaban horizontaladalah pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas.
Kearns (1994) dalam Sukhemi (2010) meneliti mengenai berbagai jenis
akuntabilitas yang ada dalam sektor publik dan membaginya ke dalam 4 jenis,
yaitu:
1) Akuntabilitas kepatuhan, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada
kepatuhan organisasi publik dalam melakukan praktik pelayanan.
2) Akuntabilitas negosiasi, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada
tawar-menawar karena adanya keinginan publik (public Interest) yang
23
sangat beraneka ragam, selain itu faktor politik dan keuangan juga turut
menentukan akuntabilitas ini.
3) Akuntabilitas entrepreneurial atau diskresionari, yaitu akuntabilitas yang
lebih menekankan pada kemampuan manajer publik untuk mempunyai
pendekatan wiraswasta karena adanya tekanan dari pembayar pajak agar
pemerintah meningkatkan pelayanan kepada publik.
4) Akuntabilitas antisipasi, yaitu akuntabilitas yang menekankan pada
kemampuan manajer publik untuk mengantisipasi hal penting apa yang
kemungkinan akan terjadi dan bagaimana memberikan pelayanan yang
terbaik kepada publik dengan menggunakan kemampuan antisipasi
tersebut.
Lingkup Akuntabilitas Publik
Beberapa bentuk dimensi pertanggungjawaban publik oleh pemerintah
daerah disampaikan oleh Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2011). Menurutnya
terdapat empat dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi organisasi sektor
publik, yaitu:
1) Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan
penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan
akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam
penggunaan sumber dana publik.
24
2) Akuntabilitas Proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian
pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan,
misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan
lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan
pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan
kelambanan dalam pelayanan.
3) Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang
ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan
alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang
minimal.
4) Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah,
baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil
pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
25
2.1.5 Kejelasan Sasaran Anggaran
Kenis (1979) mengatakan kejelasan sasaran anggaran disengaja untuk
mengatur perilaku karyawan. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan meyebabkan
pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja.
Hal ini meyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja
yang diharapkan. Locke dan Lathan (1990) menyatakan bahwa sasaran adalah apa
yang hendak dicapai oleh karyawan. Jadi kejelasan sasaran anggaran akan
mendorong manajer lebih efektif dan melakukan yang terbaik dibandingkan
dengan sasaran yang tidak jelas. Menurut Steers dab Porter (1976) dalam Samuel
(2008) bahwa dalam menentukan sasaran anggaran mempunyai karakteristik
utama yaitu:
1) Sasaran harus spesifik bukan samar-samar.
2) Sasaran harus menantang namum dapat dicapai.
Menurut Locke dan Latham (1990) agar pengukuran sasaran efektif ada 7
indikator yang diperlukan:
1) Tujuan, membuat secara terperinci tujuan umum tugas-tugas yang harus
dikerjakan.
2) Kinerja, menetapkan kinerja dalam bentuk pertanyaan yang diukur.
3) Standar, menetapkan standar atau target yang ingin dicapai.
4) Jangka Waktu, menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pengerjaan.
5) Sasaran Prioritas, menetapkan sasaran yang prioritas.
26
6) Tingkat Kesulitan, menetapkan sasaran berdasarkan tingkat kesulitan dan
pentingnya.
7) Koordinasi, menetapkan kebutuhan koordinasi.
Keterlibatan individu dalam penyusunan anggaran akan membuatnya
memahami sasaran yang akan dicapai oleh anggaran tersebut, serta bagaimana
akan mencapainya dengan menggunakan sumber yang ada. Selanjutnya target-
target anggaran yang disusun akan sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.
2.1.6 Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran
Pengertian Partisipasi Anggaran
Menurut R.A Supriyono dalam Tendi Haruman dan Sri Rahayu (2007)
partisipasi anggaran adalah manejer setiap pusat pertanggujawaban mempunyai
kesempatan untuk meyelaskan dan memberikan mengenai anggaran yang akan
disusun. Dalam menyusun anggaran harus diperhatikan implikasi atau keterlibatan
aspek perilaku manusia. Kesuksesan anggaran hanya dapat dicapai ketika semua
pelaksana secara simpatik mau membantu dalam melaksanakan anggaran.
Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, di
mana para individual terlibat dan mempunyai pengaruh dalam pembuatan
keputusan yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap para individu
tersebut (Supomo dan Indriantoro, 1998). Dalam pengertian yang lebih luas,
partisipasi merupakan inti dari proses demokratis dan oleh karena itu tidaklah
alamiah jika diterapkan dalam struktur organisasi yang otoriter. Dalam konteks
yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses
27
dimana para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan
berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam
penyusunan target anggaran (Brownell, 1982).
Partisipasi dalam Proses Penyusunan Anggaran
Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam proses manajemen
menyimpulkan bahwa partisipasi menguntungkan organisasi. Namun, Becker dan
Green (1962) menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi
yang salah, partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk
mencapai tujuan organisasi. Secara garis besar, penyusunan anggaran dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Top down approach (bersifat dari atas-ke-bawah)
Dalam penyusunan anggaran ini, manajemen senior menetapkan anggaran
bagi tingkat yang lebih rendah sehingga pelaksana anggaran hanya
melakukan apa saja yang telah disusun. Tapi pendekatan ini jarang
berhasil karena mengarah kepada kurangnya komitmen dari sisi pembuat
anggaran dan hal ini membahayakan keberhasilan rencana anggaran.
2) Bottom up approach (bersifat dari bawah-ke-atas)
Pada bottom up approach, anggaran sepenuhnya disusun oleh bawahan
dan selanjutnya diserahkan atasan untuk mendapatkan pengesahan. Dalam
pendekatan ini, manajer tingkat yang lebih rendah berpartisipasi dalam
menentukan besarnya anggaran. Pendekatan dari bawah ke atas dapat
menciptakan komitmen untuk mencapai tujuan anggaran, tetapi apabila
28
tidak dikendalikan dengan hati-hati dapat menghasilkan jumlah yang
sangat mudah atau yang tidak sesuai dengan tujuan keseluruhan
perusahaan.
3) Kombinasi top down dan bottom up
Kombinasi antara kedua pendekatan inilah yang paking efektif.
Pendekatan ini menekankan perlunya interaksi antara atasan dan bawahan
secara bersama sama menetapkan anggaran yang terbaik bagi perusahaan.
Partisipasi anggaran ini mempunyai dampak positif terhadap motivasi
manajerial karena dua alasan:
a) Mengarah pada komitmen pribadi yang lebih besar untuk mencapai
cita-cita anggaran.
b) Hasil penyusunan anggaran partisipatif adalah pertukaran informsi
yang lebih efektif. Pembuat anggaran mempunyai pemahaman yang lebih
jelas mengenai pekerjaan mereka melalui interaksi dengan atasan selama
fase peninjauan dan persetujuan.
Manfaat Partisipasi
Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipasi
menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan.
Partisipasi dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar
pada semua tingkatan manajemen. Rosidi (2000) dalam Wijayanti dan Solichatun
(2005) menyatakan bahwa partisipasi penyusunan anggaran memiliki dua
manfaat, yaitu :
29
1) Mengurangi ketimpangan informasi dalam organisasi
2) Menimbulkan komitmen yang lebih besar kepada para manajer untuk
melaksanakan dan memenuhi anggaran.
2.1.7 Kinerja Manajerial
Pengertian Kinerja manajerial
Kinerja manajerial adalah salah satu faktor yang dapat meningkatkan
efektifitas organisasional. Menurut Mahoney et al. (1963) dalam Ahmad dan
Fatima (2008) yang dimaksud dengan kinerja adalah kemampuan manajer dalam
melaksanakan kegiatan manajerial, antara lain: perencanaan, investigasi,
koordinasi, evaluasi, supervisi, pengaturan staf (staffing), negosiasi dan
representasi. Secara keseluruhan, kinerja merupakan penghargaan, jika diartikan
sebagai penyatuan tiga variabel yang saling berhubungan, yaitu perilaku (proses),
hasil, dan pengeluaran.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja manajerial
menurut (Amstrong dan Baron, 1998) antara lain :
1) Faktor Pribadi (keahlian, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen)
2) Faktor Kepemimpinan (kualitas keberanian/semangat, pedoman
pemberian semangat pada manajer dan pemimpin kelompok organisasi).
3) Faktor Tim/kelompok (sistem pekerjaan dan fasilitas yang disediakan
oleh organisasi).
30
4) Faktor Situasional (perubahan dan tekanan dari lingkungan internal dan
eksternal).
Pengukuran Kinerja
Menurut Junaidi (2002) untuk mengukur dan mengevaluasi, manajer
menggunakan berbagai ukuran, baik keuangan maupun non keuangan.
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pelaksanaan
kegiatan dalam arah pencapaian sasaran, tujuan, visi dan misi melalui hasil-hasil
yang ditampilkan ataupun proses pelaksanaan suatu kegiatan. Pengukuran kinerja
juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja
yang sebenarnya terjadi. Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan dan manfaat
bagi organisasi dan pekerja (manajerial) yaitu :
1) Performance Improvement, memungkinkan manajer atau pegawai untuk
melakukan tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2) Compensation Adjustment, membantu para pengambil keputusan untuk
menentukan siapa saja yang berhak menerima reward ataupun
sebaliknya.
3) Placement Decision, menentukan promosi atau transfer.
4) Training and Development Need, mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
5) Career planning and development, memandu untuk menentukan jenis
karir yang dapat dicapai.
31
6) Staffing process deficiencies, mempengaruhi prosedur perekrutan
pegawai.
7) Informational Inaccuracies and Job-Design Error, membantu
menjelaskan kesalahan apa saja yang telah terjadi dalam manajemen.
8) Equal employment opportunity, menunjukkan bahwa placement decision
tidak diskriminatif.
9) External challenges, kinerja pegawai terkadang dipengaruhi oleh faktor
eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan dan lain-lain.
10) Feedback, memberikan umpan balik bagi masalah kepegawaian atau bagi
pegawai itu sendiri.
2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kinerja Manajerial
Menurut Nordiawan (2011), pelaporan kinerja sangat penting karena
kinerja pemerintah daerah diukur dan dinilai melalui laporan kinerja, untuk itu
dalam peningkatan kinerja pemerintah daerah, diperlukan adanya akuntabilitas
manajerial dan akuntabilitas kinerja. Hal ini menegaskan dengan adanya
akuntabilitas publik, pemerintah daerah memberikan pertanggungjawaban atas
semua kegiatan yang dilaksanakan sehingga kinerja pemerintah daerah dapat
dinilai baik oleh pihak internal, maupun pihak eksternal. Penelitian yang
dilakukan Deki Putra (2013) yang menemukan bahwa akuntabilitas publik
berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja manajerial Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kota Padang. Selain itu Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Citra (2010) yang menyatakan bahwa partisipasi
32
penyusunan anggaran dan akuntabilitas berpengaruh signifikan terhadap kinerja
manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kota Semarang.
Selanjutnya Permata Sari dkk (2014) menemukan akuntabilitas berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kabupaten
Buleleng. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis:
H1 : Akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada SKPD
Kota Denpasar.
2.2.2 Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Manajerial
Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang
diharapkan, sehingga perencanaan angggaran daerah harus bisa menggambarkan
sasaran kinerja secara jelas. Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana
tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran
tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian
sasaran tersebut. Oleh karena itu, sasaran anggaran daerah harus dinyatakan
secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk menyusun dan melaksanakannya. Kenis (1979) menemukan bahwa
pelaksana anggaran memberikan reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk
meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan
kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan
terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran
secara signifikan, jika sasaran anggaran dinyatkan secara jelas. Dengan demikian
karakteristik sasaran anggaran dapat berimplikasi pada kinerja aparat pemerintah
33
daerah yang berpartisipasi baik dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran
sesuai kebijakan umum APBD. Dengan adanya kejelasan sasaran anggaran
kinerja suatu unit kerja organisasi dinilai baik secara finansial. Sasaran anggaran
yang jelas akan memudahkan aparat untuk menyusun target-target anggaran.
Selanjutnya target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan sasaran
H2 : Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial
SKPD Kota Denpasar.
2.2.3 Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial
Supriyono (2004) mengungkapkan bahwa di Indonesia, hubungan antara
partisipasi anggaran dengan kinerja manajer mempunyai hubungan positif secara
signifikan. Hal tersebut sejalan dengan teori motivasi yang menyebutkan bahwa
seseorang bertindak karena adanya motivasi dari dalam dirinya untuk memenuhi
kebutuhan. Manajer yang dilibatkan dalam proses penyusunan anggaran
mempunyai kesempatan untuk menyumbangkan ide dan pengetahuannya,
sehingga kebutuhan untuk aktualisasi diri terpenuhi.
Penelitian Argyris (1952), Becker dan Green (1962), Merchant (1982),
Chalos dan Poon (2000) mendukung hubungan positif dan signifikan antara
partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Sedangkan Morse
dan Reimer (1956), Milani (1975), Kenis (1979), Brownell dan Hirst (1986)
dalam Sumarno (2005) menemukan bahwa partisipasi penyusunan anggaran tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Bryan dan Locke
(1967) bahkan menyatakan anggaran mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
34
kinerja manajerial. Sehingga para peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan langsung antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial
(Gul et. al, 1995).
Beberapa studi menujukkan bahwa partisipasi anggaran lebih banyak
membawa manfaat pada organisasi. Partisipasi anggaran terjadi karena adanya
komitmen organisasi dari para karyawan dan rasa memiliki organisasi tersebut,
maka para manajer tingkat bawah berkewajiban berpartisipasi dalam penyusunan
anggaran SKPD. Namun demikian dalam partisipasi penyusunan anggaran
terdapat keterbatasan, proses partisipasi dapat memberikan kekuatan, jika
mendapat dukungan dari pemimpin bawah untuk diberikan kesempatan dalam
menetukan atau menetapkan isi anggaran mereka, sebaliknya akan menjadi lemah
ketika mereka tidak diberikan kesempatan untuk menetukan dan menetapkan isi
anggaran. Dalam penelitian ini, akan dilakukan pengujian kembali hubungan
tersebut dengan menarik hipotesis sebagai berikut :
H3 : Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial.
top related