bab ii kajian pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/46365/3/bab ii.pdf15 lapangan....
Post on 02-Mar-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian Kota tanpa kumuh yang pernah dilakukan sebelum
penelitian ini, serta perbedaan penelitian Program Kota tanpa kumuh
(KOTAKU) dalam peningkatan kualitas hidup yang lakukan dengan
penelitian-penelitian sebelumya.
Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Sirgy, M. J., & Cornwell,
T. (2002) menjelaskan pengembangan tiga model konseptual yang
menjelaskan kepuasan dengan aspek lingkungan mempengaruhi kualitas
hidup penduduk atau kepuasan hidup.10
Table 2.1 : Hasil Penelitan Sirgy, M. J., & Cornwell, T. (2002)
Model Konseptual Pengaruh Terhadap
Kuliatas Hidup
Hasil
Aspek Sosial,
Ekonomi dan Fisik
Lingkungan
mempengaruhi
keseluruhan
perasaan kualitas
hidup terhadap
lingkungan
Kualitas hidup seseorang
cenderung berkontribusi
terhadap kepuasan yang
berlebihan seseorang
dengan lingkungan atau
kepuasan lingkungan,
yang kemudian
memberikan peran positif.
Data yang diperoleh
di lokasi penelitian
Virginia barat daya
tidak menunjukkan
dukungan terhadap
model ini.
Aspek lingkungan
(sosial, ekonomi dan
fisik) tidak
mempengaruhi
kualitas hidup dalam
bentuk hirarki
Aspek-aspek ini di anggap
tidak mempengaruhi
kepuasan hidup dalam
aspek hirarkis yaitu
kepuasan perumahan,
rumah dan kepuasan
masyarakat.
Data yang diperoleh
peneliti gagal apabila
kepuasan atau
kualitas hidup
seseorang hanya
dinilai dari aspek-
aspek atau temuan
tersebut.
10
Sirgy, M. J., & Cornwell, T. (2002). How neighborhood features affect quality of life. Social
indicators research, 59(1), 79-114.
11
Aspek lingkungan (sosial, ekonomi dan
fisik) mempengaruhi
kualitas hidup yang
berbeda.
Model ini berpendapat apabila kualitas aspek
fisik dapat mempengaruhi
kualitas hidup dan
lingkungan, kualitas
lingkungan memiliki
peran dalam kualitas
hidup masyarakat, baik itu
perumahan dan
komunitas.
Data yang diperoleh menunjukkan apabila
sebagian besar
masyarakat setuju
akan pendapat ini,
dan hal ini sesuai
dengan realitas
masyarakat.
Kedua, Manfaat penataan pemukiman kumuh terhadap masyarakat
nelayan di kawasan bandengan Kabupaten Kendal, merupakan penilitian
yang di lakukan oleh mustofa kamal pada tahun 2005. Kawasan kumuh
yang berada di Kabupaten Kendal merupakan salah satu kawasan kumuh
di wilayah pemukiman nelayan, penanganan permasalahan kekumuhan
harus diantisipasi sehingga tidak menimbulkan wilayah kumuh baru.
Usaha pemerintah dalam mengatasi pemukiman kumuh yaitu melalui
menata pemukiman kumuh dengan ideal yang diarahkan pada upaya
peningkatan kesejahteraan dan harkat masyarakat melalui penataan dan
perbaikan kualitas. Penelitian yang dilakukan bedasarkan analisa terhadap
29 indikator sebelum adanya penataan lingkungan kumuh menyatakan
bahwa, menilai kriteria kawasan kumuh disuatu pemukiman harus melihat
berbagai aspek yang kompleks yaitu luas wilayah, jumlah bangunan,
frekuensi bencana, tingkat kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk,
angka kematian, kesehatan, sanitasi, pengelolaan sampah, drainase,
kondisi jalan, ruang terbuka, kemiskinan, pendapatan, tingkat pendidikan
dan tingkat keamanan. Bedasarkan indikator-indikator tersebut maka
menghasilkan kesimpulan bahwa perlu adanya perbaikan saran prasarana
12
untuk menunjang aspek dasar penunjang perumahan seperti air bersih,
saluran pembungan dll yang dilakukan oleh pemerintah, melalui
pemanfaatan fisik lingkungan (pemukiman masyarakat yang berbentuk
semi permanen perlu adanya penataan ulang atau merelokasi kedaerah
yang lebih baik oleh pemerintah) , sosial budaya dengan adanya
pembenahan kondisi perumahan kumuh, dan ekonomi masyarakat,
penataan pemukiman dapat terwujud apabila tingkat perekonomiannya
baik, dan masyarakat setempat memiliki perekonomian rendah.11
Ketiga, Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi
Lingkungan Pemukiman Kumuh Di Kelurahan Matajalasan Kota Tanjung
Balai. Penelitian yang dilakukan oleh Tety Julianty Siregar (2010),
penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi dan tidak sebandingnya dengan ketersediaan lahan pemukiman yang
mengakibatkan ketidak teraturan bangunan dan pembangunan sanitasi
yang buruk. Tujuan dari penelitian tersebut ialah untuk mengkaji
bagaimana kepedulian masyarakat dalam perbaikan sanitasi lingkungan
pemukiman kumuh di kelurahan matahalasan Kota Tanjungbalai,
Bagaimana keberhasilan perubahan perilaku masyarakat dalam perbaikan
snaitasi serta factor yang mempengaruhi kepedulian masyarakat terhadap
perbaikan sanitasi di pemukiman kumuh. Bedasarkan hasil penelitian ini
disimpulkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepedulian
11
Mustofa Kamal (2005). Tesis Memanfaat Pemetaan Permukiman Kumuh Terhadap Masayrakat
Nelayan Di Kawasan Bandengan Kabupaten Kendal. Universitas Diponegoro Semarang.
Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota
13
masyarakat dalam perbaikan sanitasi yaitu : (1). Kepedulian masyarakat
ditandai atau didapatkan dari perilaku masyarakat yang selalu bertanggung
jawab dan memperhatikan kepentingan orang lain, dan (2) kepedulian
masyarakat bergantung kepada peran dan dorongan memulai (pelopor,
dukungan pemerintah).12
Perbedaan penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian
terdahulu yang telah dipaparkan diatas ialah, dalam pemilihan tema
penelitian terkait Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
dalam Peningkatan Kualitas Hidup ini menggunakan indikator kualitas
hidup dalam menilai dan menganalisa keterkaitannya dengan lingkungan
kumuh. Penelitian penelitian terdahulu yang telah dilakukan melihat
konteks kumuh dalam pendekatan ilmu teknik yang erat kaitannya dengan
faktor fisik, dalam penelitian ini peneliti tidak hanya melihat faktor fisik
sebagai penunjang kualitas hidup manusia, tetapi juga melihat aspek sosial
yaitu pola perilaku yang ditimbulkan setelah adanya program. Penelitian
ini melihat konteks kualitas hidup dikaitkan dengan faktor lingkungan
serta pemenuhan fasilitas dasar masyarakat sebagai standar kualitas hidup
yang telah ditentukan yaitu kondisi bangunan yang layak huni, kepadatan
bangunan yang seimbang, pelayanan air bersih, saluran drainase ,
penegelolaan limbah dan kondisi jalan lingkungan yang baik.
12
Tety Julianty Siregar (2010) Tesis Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi
Lingkungan Pemukiman Kumuh Di Kelurahan Matajalasan Kota Tanjung Balai.
Universitas Diponegoro Semarang, Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan
Wilayah Kota.
14
B. Konsep Implementasi
Implimentasi kebijakan dalam pengertian luas merupakan tahapan
dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Dimana
dalam hal ini terdapat aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja sama
untuk menjalankan kebijakan dalam upaya pencapaian tujuan kebijakan
atau program. Implementasi di lihat dari segi lainnya ialah suatu
fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu
proses, suatu keluaran (Output), maupun sebagai suatu dampak
(Outcome).13
Konteks kebijakan suatu produk diimplementasikan dan
dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau serangkaian keputusan dan
tindakan yang ditunjukkan agar keputusan dapat dijalankan. Implementasi
juga dapat diartikan sebagai suatu keluaran atau sejauh mana target yang
telah direncanakan mendapat dukungan. Implementasi juga dapat diartikan
sebuah proses mentranformasikan tujuan kedalam sebuah agenda atau
rencana kedalam sebuah aksi atau praktek lapangan yang menimbulkan
dampak langsung kedalam tatanan masyarakat. Tahapan implementasi
terdiri dari14
:
1. Tahap Persiapan (Engagement) dalam tahapan persiapan terdiri dari
dua hal yaitu tahapan (1) persiapan petugas dan (2) persiapan
13
Sulila, I. (2015). Implementasi dimensi layanan publik dalam konteks otonomi daerah.
Deepublish. 14
Adi, Isbandi R. (2002). Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesjahteraan Sosial.
Jakarta. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universita Indonesia.
15
lapangan. Persiapan petugas dalam hal ini terkait dengan prasyarat
tenaga pelaksana program yang nantinya akan dikerjakan di lapangan.
Persiapan anggota juga membicarakan tentang konsep pendekatan
yang natinya akan diterapkan didalam masyarakat. Persiapan lapangan
merupakan tahap pengkajian uji kelayakan yang nantinya akan
dijadikan sasaran baik formal mauapun non formal. Dua tahapan
persiapan ini dilakukan agara mencapai sinergi yang searah anatara
masyarakat dengan petugas program.
2. Tahap Pengkajian (Assesment) dalam tahapan ini dapat dilakukan
dengan memilah kebutuhan, permasalahan dan potensi yang dimiliki
dalam masyakat. Bentuk keluaran dari tahapan ini merupakan upaya
perubahan atau program apa yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, simultan dan tidak mengalami disfungsi program.
3. Tahapan Perencanaan Alternatif Program (Designing) dalam tahapan
ini petugas sebagai agen malakukan diskusi dengan masyarakat
tentang pengimplementasian program. Masyarakat dilibatkan agar
masyarakat mampu Berkembang dan memahami akan permasalahan
yang dihadapi dan mempu menyelesaikan secara mandiri.
4. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi (Designing), tahapan ini etugas
dan masyarakat sudah dapat memetakan keberhasilan program dimasa
mendatang, dan capaiannya dalam jangka pendek yang dirasakan.
5. Tahap Pelaksaan Program (implementasi) tahap pengimplementasian
program merupakan tahapan terpenting untuk mencapai tujuan yang
telah di rencanakan dan capaian-capaiannya. Pentingnya sinergisitas
16
masyarakat dengan petugas menjadikan barometer keberhasilan jangka
pendek yang harus tercapai. Sinergisitas penting dikarenakan nantinya
jika petugas telah selesai maka penting peran masyarakat untuk
melanjutkannya.
6. Tahap Evaluasi dalam tahapan ini penting pengawasan masyarakat
sebagai subjek pengimplementasian program. Peran masyarakat
menjadi sentral karena diharapkan masyarakat mengerti jika dalam
program yang dilaksanakan terdapat sistem yang terhubung terhadap
kehidupan masyarakat. Evaluasi program diharapkan ada umpan balik
dari masyarakat dan program yang anggap kurang sesuai dapat di
perbaiki.
C. Konsep Kota Kumuh
Kota merupakan suatu ciptaan peradaban umat manusia, Kota
yang berada di indoneisa berkembang sejak dahulu, pemilihan lokasi
didasarkan kepada potensi yang dapat dikembangkan terutama potensi
sumber daya alam yang letaknya strategis.15
Kota merupakan pemukiman
yang relatif besar, padat dan permanent, dihuni oleh orang-orang yang
hetrogen kedudukan sosialnya, sehingga Kota merupakan wilayah yang
luas, penduduknya memiliki sistem sosial yang jamak. Kawasan
perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
15
Pandaleke Alfien. (2015) Sosiologi PerKotaan. Bogor.Maxindo Internasional. Halaman 3
17
pertotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.16
Kumuh merupakan lingkungan permukiman yang telah
mengalami penurunan kualitas secara fisik, ekonomi, dan budaya, dan
lokasinya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota atau
Kabupaten. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak laik
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang
tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah
perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat
hunian.17
Bedasarkan dua definisi tentang Kota dan kumuh, maka dapat
ditarik kedalam suatu definisi kompleks tentang Kota kumuh yaitu
pemukiman yang relatif besar, padat dan permanent, dihuni oleh
orang-orang yang hetrogen kedudukan sosialnya, dimana
lingkungannya telah mengalami penurunan kualitas baik secara fisik,
ekonomi, dan budaya, dan lokasinya sesuai dengan rencana tata
ruang.
16
undang-undang republik Indonesia no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang 17
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
18
D. Konsep KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh)
Penanganan permukiman kumuh menjadi tantangan yang rumit
bagi pemerintah Kota atau Kabupaten, karena di sisi lain pengentasan
masalah ini memerlukan sifat pekerjaan dan skala pencapaian yang besar,
maka perlu adanya kola borasi dari pemerintah pusat hingga daerah.
Pemerintah menetapkan penanganan perumahan dan permukiman kumuh
sebagai target nasional, sasaran pembangunan kawasan permukiman
adalah tercapainya pengentasan permukiman kumuh perKotaan menjadi 0
Ha melalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 Ha
yang berada di seluruh Indonesia.18
Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program yang
dilaksanakan secara nasional di 269 Kota atau Kabupaten di 34 Propinsi
di Indonesia, basis penanganan kumuh yang mengintegrasikan berbagai
sumber daya dan sumber pendanaan (pemerintah pusat, provinsi, Kota
atau Kabupaten, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan) yang
berkontribusi untuk menyelesaikan permasalah kumuh. KOTAKU
bermaksud untuk membangun sistem yang terpadu untuk penanganan
kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dalam perencanaan
maupun implementasinya mengedepankan partisipasi masyarakat. Hal
tersebut dapat dilakukan melalui revitalisasi peran Badan
KeswadayaanMasyarakat (BKM), yang berada di tingkat kelurahan.
Berdasarkan surat edaran nomor : 40/SE/DC/2016 tentang pedoman
18
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.Dalam RPJMN 2015-
2019
19
umum program Kota tanpa kumuh secara garis besar pencapaian tujuan
diukur dengan indikator “outcome” KOTAKU sebagai berikut:
1. Meningkatnya akses masyarakat terhadap infrastruktur dan
pelayanan perKotaan (drainase, air bersih serta air minum,
pengelolaan persampahan, pengelolaan air limbah, pengamanan
kebakaran, Ruang Terbuka Publik).
2. Menurunnya luasan permukiman kumuh dikarenakan adanya akses
infrastruktur dan pelayanan perKotaan yang lebih baik.
3. Terbentuk dan berfungsinya kelembagaan yaitu Pokja PKP di tingkat
Kabupaten atau Kota untuk mendukung program KOTAKU.
4. masyarakat pemukiman kumuh mendapat akses yang baik dengan
kualitas infrastruktur dan pelayanan perKotaan di permukiman
kumuh.
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong
penghidupan berkelanjutan di wilayah kumuh.
Terdapat 9 prinsip yang diterapkan dalam pelaksanaan program
KOTAKU adapun prinsip-prinsip19
tesebut adalah (1) pemerintah daerah
dan pemerintahan kelurahan atau desa sebagai nahkoda yang artinya
memimpin kegiatan penanganan permukiman kumuh secara kolaboratif,
19
Surat Edaran Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor : 40/SE/DC/2016 tentang Pedoman Umum Program Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
20
(2) perencanaan komperhensif dan berorientasi outcome atau tujuan yaitu
untuk terciptanya pemukiman layak huni dan target nasional 0 Ha dalam
jangka lima tahun mendatang, (3) Sinkronisasi perencanaan dan
penganggaran dengan adanya integrasi dari pemerintah pusat hingga
daerah, (4) partisipatif masyarakat dalam perencanaan, (5) Kreatif dan
inovatif dalam menciptakan lingkungan layak huni, (6) pengelolaan
lingkungan dan sosial yang berpinsip pembangunan berkelanjutan, (7) tata
kelola pemerintahan yang baik, (8) investasi penanganan pemikiman
melalui peningkatan kapasitas dan daya dukung lingkungan, dan (9)
revitalisasi peran BKM dalam pencegahan dan peningkatan pemukiman
kumuh baru.
E. Landasan Hukum Program KOTAKU
Program Kota tanpa kumuh merupakan program pemerintah pusat
yang dilakukan oleh segala sektor pemerintah daerah baik Kota ataupun
Kabupaten untuk menangani pemukiman kumuh di seluruh pelosok negeri,
adapun dasar pembentukan program ini ialah :
Pertama Undang - undang nomor 1 tahun 2011 tentang
perumahan da kawasan pemukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Repiblik
Indonesia Nomor 5188), berdasarkan undang-undang ini bahwa
pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan
kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi
21
masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat
sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang
fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin
kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi
daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.20
dalam upaya peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola
penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis.21
Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah pusat dan daerah bersinergis
untuk mewujudkan pemukiman yang layak dan menjaga kelestarian dalam
program ini.
Kedua Undang – undang nomor 23 tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah (lembaran Negara republik Indonesia tahun 2014
nomor 244, tambahan lembaran Negara republik Indonesia nomor 5587)
bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan
daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
20
Undang - undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan da kawasan pemukiman. Bagian
menimbang. 21
Undang –undang nomor 1 tahun 2011. Op.It. pasal 96
22
pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan
aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan
antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan
tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan Negara.22
Ketiga Peraturan presiden nomor 2 tahun 2015 tentang rencana
pembangunan jangka menengah tahun 2015-2019 (lembaran negera
republik Indonesia tahun 2015 nomor 3) RPJM Nasional memuat strategi
pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga
dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,
serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian
secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja
yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif. RPJM Nasional dapat menjadi acuan bagi masyarakat
berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan nasional.23
Keempat Peraturan presiden nomor 15 tahun 2015 tentang
kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (lembaran Negara
republik Indonesia tahun 2015 nomor 16) Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
22
Undang – undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Bagian menimbang. 23
Peraturan presiden nomor 2 tahun 2015 tentang rencana pembangunan jangka menengah tahun
2015-2019. Pasal 2-3.
23
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyelenggarakan
fungsi salah satunya ialah perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air, penyelenggaraan jalan,
penyediaan perumahan dan pengembangan kawasan permukiman,
pembiayaan perumahan, penataan bangunan gedung, sistem penyediaan air
minum, sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta
persampahan, dan pembinaan jasa konstruksi.24
Kelima Peraturan menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat
republik Indonesia nomor 02/prt/m/2016 tentang peningkatan terhadap
perumahan kumuh dan pemukiman kumuh. bahwa dalam rangka
meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat melalui
perumahan dan permukiman yang sehat, aman, serasi, dan teratur
dibutuhkan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan,
dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu.25
24
Peraturan presiden nomor 15 tahun 2015 tentang kementrian pekerjaan umum dan perumahan
rakyat. Pasal 2-3 25
Peraturan menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat republik indonesi nomor
02/PRT/M/2016 tentang peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
pemukiman kumuh. Pasal 1
24
F. Konsep kualitas hidup
WHO mendefinisikan Kualitas Hidup sebagai persepsi individu
tentang posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem
nilai di mana mereka hidup yang berkaitan dengan tujuan, harapan, standar
dan kekhawatiran mereka.26
Hal ini merupakan konsep luas yang
dipengaruhi oleh kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian,
hubungan sosial, kepercayaan pribadi dan hubungan dengan lingkungan.
Istilah kualitas hidup sering disebut sebagai kesejahteraan.27
kesejahteraan
adalah digunakan untuk merujuk pada kondisi kehidupan obyektif yang
berlaku untuk populasi secara umum, sementara kualitas hidup harus lebih
kepada penilaian subjektif individu dari kehidupan mereka apa yang
dirasakan sebagai evaluatif dari kualitas hidup. kualitas hidup atau
kesejahteraan memiliki kedua komponen objektif yaitu komponen
eksternal untuk individu dan dapat diukur oleh orang lain, dan komponen
subjektif yaitu penilaian pribadi atas kehidupan seseorang atau aspek-
aspek kehidupan tertentu menggunakan ukuran kepuasan, kebahagiaan,
atau skala penilaian diri lainnya.
26
World Health Organization (1997). Programme on mental health WHOQOL measuring Quality
of life : the world health organization on quality of life instruments. English : 1-6 27
Theofilou.P. (2013). Europe’s Journal of Psikologi : Theoretical contributions Quality of life
definition and measurement. Volume 9(1) page 150-162
25
G. Indikator Kualitas Hidup
Dewan Pembangunan Sosial Ontario dan Jaringan Perencanaan
Sosial Ontario, Kanada telah mendefinisikan kualitas hidup sebagai Produk
antara sosial, kesehatan, kondisi ekonomi dan lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan manusia dan sosial.28
Meningkatkan kualitas
hidup individu menjadi tujuan semakin penting dari sejumlah bidang
penelitian ilmiah sosial dan perilaku mulai dari perawatan kesehatan hingga
psikologi, dan termasuk perencanaan. Konsep kualitas hidup menjadi
konstruk yang lebih kuat dapat mencakup berbagai kepentingan dalam
definisi dan penyelidikannya. Kualitas hidup seseorang dipengaruhi secara
signifikan oleh lingkungan sosial, maka ada dimensi kolektif atau publik
yang kuat untuk kualitas hidup yang melengkapi dimensi individu atau
pribadi, dan lingkungan sosial.29
Bedasarkan hal tersebut dapat disimpilkan
apabila kualitas hidup sangat erat hubungannya dan saling mempengaruhi
antara individu atau masyarakat dengan lingkungan sosialnya.
Merujuk dari jurnal penelitian In Proceedings of the Third
International Conference on Environment and Health (Dalam Prosiding
Konferensi Internasional Ketiga tentang Lingkungan dan Kesehatan),
menyatakan bahwa dalam studi ini, kualitas hidup lingkungan kumuh dapat
28
Massam, B. H. (2002). Quality of life: public planning and private living. Progress in
planning, 58(3), 141-227. 29
Clark, S. C. (2000). Work/family border theory: A new theory of work/family balance. Human
relations, 53(6), 747-770.
26
dinilai melalui parameter30
yaitu : (1) Struktur tempat tinggal, (2) Sumber
air minum, (3) Kepadatan penduduk, (4) Resapan air hujan, (5) Sistem
pengelolaan limbah, (6) kondisi jalan dan lingkunggan dan, (7) Kondisi
kesehatan atau akses pelayanan kesehatan.
Tujuh indikator tersebut akan menilai apakah daerah kumuh atau
lingkungan kumuh dapat menciptakan dan memperngaruhi kondisi kualitas
hidup masyarakat. Dalam aspek struktur bangunan atau tempat tinggal, di
Negara Indonesia dalam undang-undang menyatakan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar
manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam
pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan
produktif.31
Standar kualitas hidup secara global ditentukan oleh tiga hal yaitu
kesehatan, pendidikan dan profesi serta pendapatan, dalam hal lain standar
ini bisa berubah dengan kondisi yang dibutuhkan. Standart kualitas hidup
diperKotaan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti faktor geografi,
desain, kondisi lingkungan dan perumahan.32
Standart kualitas hidup
masyarakat dilihat melalui beberapa hal yaitu : (1) kondisi fisik, (2)
30
Sundari, S. (2003, December). Quality of life of migrant households in urban slums. In
Proceedings of the Third International Conference on Environment and Health, Chennai,
India (pp. 15-17) 31
Undang-undang no 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman. 32
Węziak-Białowolska, D. (2016). Quality of life in cities–Empirical evidence in comparative
European perspective. Cities, 58, 87-96.
27
Aksesbilitas kebutuhan (3) Akses kesehatan, (4) Transpotasi, (5) Rasa Aman
dan (6) privasi. Enam indikator diata merupakan upaya untuk
mensejahterakan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat ialah :
1) Kondisi fisik yang dimaksud ialah kondisi fisik terkait bukan semata-
mata tentang kondisi kesehatan fisik yang dialami oleh individu, tetapi
juga melihat kondisi fisik lingkungan sosial masyarakat yang
mendukung atau tidak dalam pemenuhan dan akselesarasi diri suatu
individu.
2) Aksesbilitas kebutuhan, pemahaman konsep aksesbilitas berbicara
mengenai potensi pembangunan, kepadatan penduduk, dan kepadatan
aktivitas, sehingga aksesbilitas dapa dikatakan bahwa ukuran
kemudahan dalam melakukan aktifitas terkait pemenuhan kebutuhan
(pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, psikologi, budaya, dan rasa
aman) yang menghasilkan interaksi yang porposinal antara masyarakat
dengan sistem sumber yang diakses.
3) Akses kesehatan berbicara tentang potensi penyakit yang timbul di
masyarakat, yang dapat di proyeksikan melalui pemetaan wilayah dan
permasalahan wilayah yang dihadapi, dalam kondisi kumuh akses
kesehatan penti untuk mencegah penyakit yang ditimbulkan dari
lingkungan yang kurang standar teknisnya. Pelayanan kesehatan juga
berbicara rasio antara jumlah pelayanan kesehatan, jarak dan biaya yang
dikeluarhan, sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan
kesehatan secara maksimal.
28
4) Transportasi merupakan akses utama masyarakat dalam upaya
pemenuhan kebutuhan, bagaimana akses ini memudahkan masyarakat
dalam melakukan aktivitas sosial, ekonomi dll.
5) Rasa aman adalah upaya perlindungan masyarakat terhadap ancaman
dari pihak luar atau upaya kriminalitas. Kualitas hidup dapat dinilai baik
dari rasa aman yang dirasakan masyarakat baik jaminan hukum,
kesehatan dan pemenuhan hakhaknya.
6) Privasi merupakan kemampuan untuk menyaring dan melindungi
kehidupan personalnya dalam upayanya mencapai perlindungan dan
keamanan.
Maka berdasarkan hal diatas kualitas hidup dapat diperoleh apabila keenam
aspek diatas dapat terpenuhi, meski dalam konteks kehidupan nyata sangat
sulit direalisasikan. Pemenuhan kualitas hidup harus sesuai standar dan
aspek yang secara menyeluruh dapat terpenuhi mseki tidak secara utuh,
karena banyak hal yang diperlukan dan digunakan dalam aspek-aspeknya.
H. Pendekatan Teori Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi
29
kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.33
Kesejahteraan sosial dapat diperoleh melalui lingkungan sosial,
lingkungan sosial merupakan keterkaitan antara seluruh komponen yang
terdapat dalam lingkungan hidup, bukan semata-mata interaksi sosial
berserta pranata, symbol, nilani dan normanya saja tetapi juga kaitannya
dengan unsur-unsur lingkungan hidup lainnya, alam dan lingkungan binaan
atau buatan.34
Melihat hal tersebut penting adanya pengelolaan lingkungan
sosial, secara teoritis pengelolaan lingkungan sosial dapat diartikan sebagai
upaya atau serangkaian tindakan untuk perencanaa, pelaksanaan,
pengendalian atau pengawasan, dan evaluasi yang bersifat komunikatif
dengan pertimbangan beberapa hal yaitu (1) ketahanan sosial (daya dukung
dan daya tampung sosial setempat), (2) keadaan ekosistem, (3) tata ruang,
(4) kualitas sosial setempat objekti dan subjektif, (5) sumber daya sosial
(potensi) dan keterbatasan (pantangan) yang bersifat kemasyarakatan (yang
tampak dalam bentuk pranata, pengetahuan lingkungan dan etika
lingkungan), dan (6) kesesuaian dengan azas, tujuan dan sasaran
pengelolaan lingkungan hidup.
33
Undang-undang republik Indonesia nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Pasal 1 34
Purba, J. (2002). Pengelolaan Lingkungan Sosial. Yayasan Obor Indonesia. Halaman 14
top related