bab ii kajian pustaka a. modela-research.upi.edu/operator/upload/s_pkk_0811776_chapterii.pdfdari...
Post on 01-Apr-2019
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Rizki Riandi,2013
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Mata Pelajaran Reproduksi Ternak Untuk
Meningkatkan Kompetensi Siswa Smk Peternakan Negeri Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan kegiatan (Sagala, 2012:175). Menurut Komaruddin
dalam Sagala (2012:175), model dapat dipahami sebagai:
(1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan
untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat diamati dengan
langsung; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi
yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau
peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu
terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem
yang mungkin atau imajiner; (6) penyajian yang diperkecil agar dapat
menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.
Dari penjelasan tentang model di atas, maka model yang digunakan dalam
penelitian ini berperan sebagai pedoman peneliti untuk melakukan kegiatan
pembelajaran yang merupakan gambaran kerangka konsep-konsep kegiatan yang
tertera secara teoritis.
B. Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Belajar menurut Nana Sudjana dalam (Erlangga 2012), “merupakan suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. ”Proses
belajar dapat menghasilkan suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari
pengalaman yang diperoleh, karena belajar merupakan aktifitas yang ditunjukkan
oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan kegiatan belajar
11
merupakan proses psikologis dasar pada diri individu dalam mencapai
perkembangan hidupnya. Sardiman (Husnawati 2011) menyatakan bahwa:
Prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi
melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas. Itulah
sebabnya aktifitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam
interaksi belajar mengajar. Sebagai rasionalitasnya, hal ini juga mendapat
pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.
Kedua pernyataan di atas menjelaskan bahwa belajar merupakan aktifitas
dan proses psikologis sehingga berpusat pada pernyataan tidak ada belajar kalau
tidak ada aktifitas. Sanjaya (2007: 130) dalam bukunya Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan mengemukakan bahwa “belajar bukanlah
menghapal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh
pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan”. Karena itu, model
pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa agar mampu terlibat secara
langsung dalam proses pembelajaran dan lebih lanjutnya lagi dapat
mengaplikasikan apa yang telah didapatkannya dalam proses pembelajaran
tersebut. Proses belajar seperti inilah yang diharapkan dalam penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning ini sehingga siswa terlibat langsung dalam
masalah-masalah yang ditemukan dan dapat mengaplikasikannya secara langsung
dalam dunia nyata.
Sudjana (2009: 22) menyatakan bahwa “dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang
secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik”. Ranah kognitif berkenaan dengan intelektual
12
yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan jawaban atau interaksi, penilaian, organisasi, dan interaksi. Ranah
psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada
enam aspek ranah psikomotorik yakni gerakan refleks, kemampuan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interaktif.
Pengetahuan atau ranah kognitif yang dinilai dalam reproduksi ternak
pada penelitian ini adalah kemampuan menjelaskan teknik mengawinkan ternak.
Kemampuan pemahaman yang dinilai adalah kemampuan memahami perkawinan
alami dan perkawinan buatan. Siswa SMK adalah siswa-siswa yang dipersiapkan
untuk diterima di dunia kerja, oleh karena itu sudah seharusnya pelajaran di
sekolah bukan hanya teori dan praktik tetapi proses belajar yang didapatkan siswa
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama di dunia kerja. Hal ini
didukung oleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk
mengembangkan pemecahan masalah pada siswa untuk terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
2. Pengertian Mengajar
Sanjaya (2006: 101) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Beorientasi
Standar Proses Pendidikan menyatakan bahwa:
Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar
menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses
13
mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang sering
diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses
belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini
dimaksudkan untuk membentuk watak, pradaban, dan meningkatkan mutu
kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan
diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan prilaku khusus supaya
setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan
masyarakat belajar.
Akan tetapi dalam implementasinya, bukan bearti guru menghilangkan perannya
sebagai pengajar, karena secara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar
itu juga bermakna membelajarkan siswa. Sanjaya (2006: 101) menjelaskan bahwa
“Mengajar-belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat
dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar.
Dengan demikian, dalam istilah mengajar juga terkandung proses belajar siswa.
Inilah makna pembelajaran”.
Dalam konsepnya mengajar terbagi menjadi dua konsep. Sanjaya (2006:
93) menyatakan bahwa:
“Konsep dasar mengajar adalah mengajar sebagai proses menyampaikan materi
pelajaran dan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan”. Namun dalam
penelitian ini tujuan yang diharapkan ialah mengimplementasikan mengajar
sebagai proses mengatur lingkungan yang mana titik tolak pencapaiannya ialah
mengajar berpusat pada siswa (Student Centered).
3. Pembelajaran
Dunkin dan Biddle dalam Sagala (2012: 63) mengemukakan bahwa:
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan pembelajaran akan
berlangsung dengan baik jika guru mempunyai dua kompetensi utama yang
dijelaskan yaitu: (1) penguasaan materi pelajaran, (2) penguasaan metode
pembelajaran. Artinya bahwa apabila proses belajar mengajar yang akan
14
dilaksanakan ingin berjalan dengan baik, selain guru harus menguasai materi
pelajaran, guru juga harus menguasai metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan materi pelajaran.
Pelaksanaan pembelajarannya berpusat pada siswa (student centered) dan untuk
mencapai pembelajaran yang berpusat pada siswa peneliti mencoba menerapkan
model Problem Based Learning (PBL). Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip
pembelajaran berbasiskan kompetensi yang menyatakan bahwa pembelajaran
yang dilakukan berfokus pada siswa.
Proses belajar mengajar yang berfokus pada siswa juga dijelaskan pada
paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus dimaknai
sendiri oleh masing-masing orang, pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi,
melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Proses belajar mengajar
seperti inilah yang diharapkan peneliti untuk mencapai hasil belajar siswa yang
maksimal dan pencapaian proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan mata
pelajaran Reproduksi Ternak.
C. Model Pembelajaran
Koes dalam Nasibah (2003) menyatakan bahwa model pembelajaran
adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas
dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (buku, video, komputer,
bahan-bahan praktikum). Sedangakan Hanafiah dalam Husnawati (2011)
mengatakan “model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka
mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif”.
15
Model pembelajaran yang diterapkan akan sangat bergantung pada pola sikap
belajar siswa dan gaya mengajar guru. Sehingga keduanya biasa disebut Style of
Learning and Teaching.
Rusman dalam Husnawati (2011), model pembelajaran memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert
Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk
melatih partisipasi dalam kelompok secara terbuka.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir
induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar
di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki
kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: 1) urutan langkah-
langkah pembelajaran (syntax), 2) adanya prinsip-prinsip reaksi, 3)
sistem sosial, dan 4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut
merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model
pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi: 1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang
dapat diukur, 2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
Kedua definisi model pembelajaran di atas, maka kesimpulan yang bisa
peneliti tarik ialah bahwa model pembelajaran adalah rencana, pola, ataupun
pendekatan yang diterapkan seorang guru untuk mensiasati perubahan perilaku
peserta didik. Sehingga tujuan peneliti menerapkan model pembelajaran dalam
penelitian ini ialah selain meningkatkan kompetensi siswa yang dilihat dari hasil
belajar, tujuan lainnya ialan merubah perilaku peserta didik dalam hal perannya
dalam proses pembelajaran.
16
D. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma
Pembelajaran konstruktivistik untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan demikian terjadi pula
perubahan paradigma dari belajar berpusat pada guru kepada berpusat pada siswa.
Seiring dengan berubahnya paradigma ini, maka sudah saatnya paradigma ini
diaplikasikan di dunia pendidikan dari belajar berpusat pada guru kepada belajar
berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus
berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan
siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa
untuk berperan aktif dalam pembelajaran serta mengkonstruksi konsep-konsep
yang dipelajarinya. Harapan-harapan inilah yang ingin dicapai peneliti dalam
penelitian ini. Hal ini beralasan bahwa mata pelajaran Reproduksi Ternak adalah
mata pelajaran yang selalu berkaitan dengan masalah-masalah reproduksi,
penguasaan Anatomi dan Fisiologi, konsep sistem kerja hormonal dalam
mengatur reproduksi sehingga menuntut adanya cara belajar yang berbeda. Salah
satu cara peneliti mencapai hal itu dan untuk mengaplikasikan paradigma tersebut
adalah dengan penerapan model pembelajaran.
Model pembelajaran yang ingin diaplikasikan dalam penelitian ini ialah
model Problem Base Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah (problem-
based learning atau PBL) baru muncul akhir abad ke 20, tepatnya dipopulerkan
oleh Barrows dan Tamblyn (1980). Model ini muncul sebagai hasil penelitian
mereka terhadap kemampuan bernalar kedokteran di Mc. Master Medical School
17
di Kanada. Ward dan Stepien (Wayan, 2007) menyatakan bahwa:
Hakikat PBL atau definisi PBL adalah suatu model pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap
metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memecahkan masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran
yang masuk ke Cooperative Learning atau strategi dari model pembelajaran
kelompok yang didasarkan pada suatu masalah. Hal ini akan mendorong siswa
untuk memahami suatu materi pembelajaran melalui rangkaian aktivitas belajar
yang harus dilaluinya dengan menggunakan berbagai potensi yang dimiliki.
Margetson dalam Rusman (2008: 206) mengemukakan pembelajaran berbasis
masalah membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar
sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif.
Prinsip dasar dalam model pembelajaran Problem Based Learning adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran berawal dari adanya masalah (soal, pertanyaan, dsb.) yang perlu
diselesaikan. Masalah yang dihadapi akan merangsang peserta didik untuk
mencari solusinya;
2. Peserta didik mencari/membentuk pengetahuan baru untuk menyelesaikan
masalah.
Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang
diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat
berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa akan
memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa
18
belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi
pusat perhatiannya.
Nurhayati (Abbas, 2000: 60) menyatakah bahwa: “Pelaksanaan model
pembelajaran berdasarkan masalah meliputi enam tahapan, yaitu:
1. Pemberian masalah
Tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
diperlukan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan
mengajukan masalah. Siswa mendapatkan masalah yang telah disusun oleh guru.
Siswa tidak perlu mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memecahkan
masalah tersebut. Hal ini berarti siswa harus berkelompok untuk mencari
mempelajari informasi/mencari pengetahuan atau keterampilan baru untuk terlibat
dalam proses pemecahan masalah;
2. Menuliskan apa yang diketahui
Tahap ini guru membagi peserta didik ke dalam kelompok, membantu peserta
didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah. Siswa berkelompok menuliskan apa yang diketahui dari
permasalahan yang diberikan oleh guru;
3. Menuliskan inti permasalahan
Tahap ini siswa menuliskan pernyataan tentang inti permasalahan yang
dipertanyakan dan harus muncul dari siswa. Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan
penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
19
4. Menuliskan cara pemecahan masalah
Tahap ini siswa menuliskan beberapa cara untuk memecahkan masalah tersebut
dan memutuskan mana yang terbaik;
5. Menuliskan tindakan kerja yang akan dilakukan
Tahap ini siswa menuliskan dan mengerjakan tindakan kerja yang mereka lakukan
untuk memecahkan masalah tersebut;
6. Menuliskan hasil kegiatan
Tahap ini siswa melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas yang meliputi proses
yang dilakukan dan hasilnya. Model yang disederhanakan ini adalah sebuah
model yang langkah-langkahnya dapat diulang. Langkah dua sampai lima dapat
diulang dan ditinjau kembali dari informasi/pengetahuan baru sehingga
memerlukan pendefinisian kembali masalah yang telah dipaparkan oleh siswa.
Langkah ke empat dapat terjadi beberapa kali manakala guru memberi penekanan
pada apa yang dilakukan oleh siswa.
Kelebihan penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah
(Taufiq, 2009):
1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri
menemukan konsep tersebut;
2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan
berpikir siswa yang lebih tinggi;
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga
pembelajaran lebih bermakna;
4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajar terhadap bahan
yang dipelajari;
5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang
positif diantara pebelajar;
6. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
20
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar
pebelajar dapat diharapkan;
7. Merangsang keterbukaan pikiran serta mendorong peserta didik untuk
melakukan pembelajaran yang reflektif, kritis dan aktif;
8. Merangsang peserta didik untuk bertanya dan menggali pengetahuan
secara mendalam;
9. Mencerminkan sifat alamiah pengetahuan, yaitu: kompleks dan berubah-
ubah sesuai kebutuhan, sebagai respons terhadap masalah yang dihadapi.
Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dalam
mempelajari reproduksi ternak ini diharapkan siswa memperoleh hasil belajar
yang optimal serta mendapatkan proses pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan.
E. Hasil Belajar
Hasil belajar terbagi beberapa macam seperti pengetahuan, sikap,
keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai macam tingkah laku
inilah yang disebut kapabilas sebagai hasil belajar. Sudjana (2009: 22)
mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Aspek kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas
dan keterampilan intelektual. Aspek psikomotor berkaitan dengan kegiatan-
kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik dan aspek afektif berkaitan
dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi yang dipelajari. Apabila
proses transfer belajar terjadi dalam diri siswa maka akan mendapat pencapaian
konsep atau disebut hasil belajar. Hasil belajar tersebut dapat berupa pengetahuan,
keterampilan, serta nilai dan sikap yang diperoleh seseorang setelah mengikuti
seluruh kegiatan proses pembelajaran.
21
Hasil belajar yang diharapkan dalam penelitian ini ialah meningkatnya
kompetensi yang dilihat dari hasil belajar siswa dan optimalnya proses
pembelajaran seperti yang diharapkan pada mata pelajaran Reproduksi Ternak ini.
Sehingga menjadi solusi bagi kesenjangan yang ditemukan dan sekaligus landasan
bagi guru untuk meningkatkan kompetensi siswa dengan cara penerapan model
Problem Based Learning (PBL) pada mata pelajaran Reproduksi Ternak.
F. Reproduksi Ternak
Mata pelajaran reproduksi ternak merupakan salah satu mata pelajaran
produktif. Karakter mata pelajaran Reproduksi Ternak ialah mata pelajaran ini
merupakan mata pelajaran yang selalu berkaitan dengan masalah-masalah
reproduksi dan menuntut untuk dilakukan penanganan serta pemecahan masalah
reproduksi yang tepat. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk mata pelajaran
reproduksi ternak antara lain mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi organ
reproduksi, kemampuan menjelaskan teknik mengawinkan ternak, serta mampu
melakukan proses mengawinkan ternak. Kemampuan lain yang dibutuhkan dalam
reproduksi ternak ini diantaranya mendiagnosa kebuntingan, hubungan hormonal,
dan mendiagnosa kelainan reproduksi ternak. Kompetensi ini akan dijelaskan
secara jelas pada penjelasan kompetansi selanjutnya. Hal ini diharapkan tercapai
dengan penerapan PBL yang sejalan dengan sejarah PBL yang muncul akhir abad
ke 20, tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980). Model ini
muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan bernalar kedokteran
di Mc. Master Medical School di Kanada.
22
Setiap materi pelajaran harus mengacu kepada indikator pembelajaran
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tabel 2.1 menunjukkan kompetensi
dasar dan indikator dalam pembelajaran Reproduksi Ternak di SMK Peternakan
Negeri Lembang.
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran Reproduksi Ternak
Kompetensi Dasar Indikator
1. Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi
Ternak
Siswa mampu menjelaskan
anatomi dan fisiologi organ
reproduksi ternak jantan dan
betina
Siswa mampu menjelaskan
hormon-hormon ternak jantan dan
betina
2. Menjelaskan Teknik Mengawinkan
Ternak
Siswa mampu menjelaskan tahapan
teknis kawin alami dan Inseminasi
Buatan
3. Mengawinkan Ternak Siswa mampu menjelaskan
pubertas, siklus berahi, ovulasi,
fertilisasi dan implantasi
Siswa mampu menjelaskan tahapan
teknis penampungan semen
Siswa mampu memeriksa kualitas
semen
4. Mendiagnosa Kebuntingan Siswa bisa menilai keberhasilan IB
Siswa mengetahui penyebab
kegagalan reproduksi
Siswa mengetahui cara penanganan
kegagalan reproduksi Sumber: Silabus SMK Peternakan Negeri Lembang
G. Pengertian Kompetensi dan Tuntutan Kompetensi Reproduksi Ternak
Lingkungan dapat menjadi sumber kompetensi yang sangat luas bagi
individu selama individu tersebut mau memanfaatkan energi pikirannya terhadap
hal-hal yang ditemui di lingkungan. Dengan demikian pada dasarnya kompetensi
itu muncul dan berkembang melalui proses belajar (learning process) yang
23
melibatkan tiga domain yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain
psikomotor.
Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN) (1996) yang mengacu
pada Australia National Training Agency (ANTA), memberikan pengertian
“kompetensi sebagai kemampuan yang dilandasi oleh keterampilan dan
pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja dan dalam penerapannya mengacu
pada unjuk kerja yang disyaratkan”. Bloom (dalam Iwan 2010) mengemukakan
bahwa “kompetensi sebagai hasil belajar termasuk ke dalam arah kognitif yang
aspeknya terdiri dari pengertian, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis”.
Dalam mata pelajaran Reproduksi Ternak tahapan-tahapan kompetensi ini
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengertian, dapat diartikan kegiatan mengingat.
Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa
siswa harus ingat dan mengerti Anatomi dan Fisiologi organ reproduksi
ternak jantan dan betina. Tahapan ini harus diketahui siswa bila mengacu
pada silabus.
Gambar 2. 1 Anatomi Organ Reproduksi Ternak Jantan
24
Gambar 2.2 Anatomi Organ Reproduksi Ternak Betina
2. Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengerti lebih dalam
mengenai materi yang telah dipelajari.
Kompetensi pada tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa
siswa harus memahami perbedaan perkawinan alami dan buatan beserta
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini tertera pada silabus.
Gambar 2.3 Inseminasi Buatan
3. Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari dalam situasi tertentu.
25
Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa
siswa harus bisa melakukan atau melaksanakan Palpasi Rectal, Inseminasi
Buatan, serta Deteksi Berahi pada ternak.
Gambar 2.4 Teknis Palpasi Rectal
4. Analisis, didefinisikan sebagai kemampuan merinci materi yang ada ke dalam
untukan-untukan dan membedakan.
Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa
siswa harus memahami konsep-konsep sistem kerja hormonal pada ternak
jantan dan betina, serta mengetahui gangguan reproduksi secara sistem kerja
hormonal.
Gambar 2.5 Sistem Kerja Hormonal pada Birahi
26
5. Sintesis, didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggabungkan beberapa
untukan menjadi satu kesatuan yang baru.
Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa
siswa harus mampu menggabungkan teori-teori yang mereka dapatkan untuk
Memecahkan masalah reproduksi baik gangguan secara hormonal maupun
faktor yang lain. Disamping itu siswa harus bisa menangani masalah-masalah
tersebut sesuai dengan penyebabnya.
Gambar 2.6 Gangguan Reproduksi
H. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Reka Anugrah Erlangga (2012) yang berjudul Analisis Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa. Reka Anugrah Erlangga menyimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar
siswa SMA Negeri 1 Cibadak Sukabumi.
27
2. Nina Rezi Husnawati (2011) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran
Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa
Dalam Pembelajaran Sejarah. Nina Rezi Husnawati menyimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan
minat dan motivasi siswa SMA Negeri 1 Tanjungsari.
3. Jajat Setiawan (2007) yang berjudul Analisis Aspek Kognitif Siswa Melalui
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Materi Pokok
Sifat-Sifat Koloid disalah satu SMA di Bandung. Jajat Setiawan
menyimpulkan bahwa, pembelajaran dengan model PBL menunjukkan siswa
memberikan tanggapan yang baik, karena cenderung meningkatkan motivasi
siswa untuk memahami konsep, meningkatkan aktivitas siswa, menambah
pengalaman dan wawasan siswa, membuat siswa mengerti akan pentingnya
ilmu kimia untuk dipelajari, belajar jadi lebih menyenangkan dan tidak
membosankan.
4. Ismi Kurnia Maulana (2011) yang berjudul Analisis Kemampuan Siswa
Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pada Konsep Sistem Ekskresi di SMA Pasundan 8 Bandung. Ismi Kurnia
Maulana menyimpulkan bahwa pada umumnya siswa merasa senang dan
termotivasi untuk belajar dengan model pembelajaran Problem Based
Learning.
5. Enok Yinti Nasibah (2010) yang berjudul Upaya Peningkatan Aktivitas
Belajar Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Melalui
Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Enok
28
Yinti Nasibah menyimpulkan bahwa, penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas belajar dan
prestasi belajar siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Bandung.
I. Anggapan Dasar
Adapun anggapan dasar penelitian ini adalah bahwa:
1. Pembelajaran dengan pemberian masalah memberi kesempatan kepada siswa
berperan aktif dalam pembelajaran.
2. Pembelajaran dengan pemberian masalah merangsang kemampuan bernalar
siswa.
J. Kerangka Berpikir
Reproduksi ternak merupakan mata pelajaran yang menuntut siswa untuk
aktif dalam proses pembelajaran, aktif dan mampu dalam memecahkan masalah,
serta tercapainya hasil belajar yang optimal. Sedangkan kenyataannya pada mata
pelajaran reproduksi ternak, proses bembelajarannya masih bersifat pasif dan
belum optimalnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Proses pembelajaran yang
dilaksanakan masih menerapkan model tradisional atau yang disebut model
konvensional.
Umumnya keberhasilan suatu proses pembelajaran diukur dari hasil
belajar siswa, sehingga pada akhirnya dari suatu proses pembelajaran tersebut
muncullah hasil berupa nilai yang dilihat dari tiga aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sebelum sampai pada hasil belajar, tentunya harus ada proses belajar
29
terlebih dahulu. Seperti diibaratkan kita ingin membuat suatu produk, maka kita
mempunyai bahan sebagai (input), perlakuan sebagai proses, dan terakhir barulah
berupa hasil atau output dari proses yang dilakukan. Biasanya jika kita ingin
membuat suatu produk, maka sedapat mungkin produk yang kita hasilkan
berkualitas, mampu bersaing dipasaran, dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Hasil yang maksimal diperoleh dengan berbagai inovasi yang kita
rencanakan pada proses pembuatannya seperti kita melihat apa yang dibutuhkan
konsumen, bagaimana strategi dan metode yang akan kita lakukan, dan apa
prangkat-prangkat yang akan kita butuhkan untuk mencapai hal tersebut.
Begitupun dengan proses belajar mengajar, dimana siswa sebagai input, perlakuan
sebagai proses, dan hasil belajar sebagai output. Dengan demikian, seharusnya
sedapat mungkin kita merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan mata pelajaran dan dunia kerja atau dunia nyata tentunya.
Berangkat dari identifikasi masalah yang telah dibahas sebelumnya,
terdapat kenyataan berupa penerapan model pembelajaran yang belum sesuai
dengan tuntutan mata pelajaran, dan banyaknya hasil belajar siswa yang tidak
memenuhi standar. Mata pelajaran Reproduksi Ternak menuntut siswa untuk aktif
dalam proses pembelajaran dan menuntut siswa untuk bisa memecahkan masalah-
masalah Reproduksi Ternak yang sering ditemukan di lapangan. Permasalahan ini
cukup rumit yang mana organ satu sama lain saling berhubungan dan selalu
berkaitan dengan hormon-hormon serta faktor lainnya. Selain itu siswa dituntut
untuk membutuhkan analisis dan konsep pemecahan masalah agar siswa siap
untuk menghadapi dunia kerja atau dunia nyata.
30
Masalah ini, yang harus dilakukan adalah memberikan model
pembelajaran yang lebih inovatif dan lebih efektif dalam upaya memaksimalkan
hasil belajar siswa. Albanese dan Mitchel (Erlangga, 2012) memperkuat bahwa
“dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, lebih baik digunakan
model pembelajaran berbasis masalah yang mampu mengkonstruksi konsep dan
mengembangkan keterampilan proses”. Sebagai solusi atas permasalahan diatas,
digunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang
memanfaatkan masalah sebagai titik tolak pembelajaran. Agar siswa lebih aktif
dan belajar untuk menganalisis dan berkonsep dalam memecahkan masalah.
Problem Based Learning memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran dimulai
dengan pemberian masalah yang berkaitan dengan dunia nyata. selanjutnya guru
membentuk siswa secara berkelompok untuk berdiskusi mencari solusi dan
kemudian memprsentasikan solusi mereka. Sementara pendidik lebih banyak
memfasilitasi dan membimbing siswa dalam pembelajaran. Pendidik merancang
sebuah skenario masalah, memberikan indikasi-indikasi tentang sumber bacaan
tambahan dan berbagai arahan dan saran yang diperlukan saat siswa menjalankan
proses. Adapun manfaat model pembelajaran Problem Based Learing adalah:
1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.
2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan.
3. Mendorong untuk berpikir.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial.
5. Membangun kecakapan belajar.
6. Memotivasi siswa.
31
Model Problem Based Learning (PBL) ini dipilihnya bertujuan agar
terpenuhinya tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak. Tuntutan mata pelajaran
Reproduksi Ternak ini ialah menuntut proses pembelajaran yang optimal seperti
diantaranya siswa aktif dalam proses pembelajaran, aktif dan mampu dalam
memecahkan masalah reproduksi ternak, mampu memberikan aspirasi,
keterbukaan pikiran, sehingga berujung kepada tercapainya hasil belajar siswa
yang optimal tentunya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diukur ialah ranah
kognitif siswa. Tercapai atau tidaknya tujuan dari solusi yang dipilih ini nantinya
akan diuji hasilnya dengan pengujian hipotesis penelitian.
K. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini akan disimbolkan dengan hipotesis alternatif (Ha)
dan hipotesis nol (H0). Agar tampak ada dua pilihan, hipotesis ini didampingi oleh
pernyataan lain yang isinya berlawanan. Pernyataan ini merupakan hipotesis
tandingan antara (Ha) terhadap (H0). Berdasarkan perumusan masalah dan kajian
pustaka yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diuji adalah:
1. Rumusan Hipotesis Statistik
H0: μ1 = μ2
Tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata
palajaran Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dengan penerapan model konvensional dengan
metode ceramah.
32
Ha: μ1 ≠ μ2
Terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata palajaran
Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dengan penerapan model Konvensional dengan metode ceramah.
µ1 = N-Gain kelompok ekperimen
µ2 = N-Gain kelompok Kontrol
Jika dibandingkannya dengan t table, maka:
- Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 ditolak dan Ha diterima
- Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka H0 diterima dan Ha ditolak
top related