pendahuluan -...

25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sandang atau pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia. Pada awal perkembangannya bentuk pakaian yang ada belumlah seperti pakaian yang kita kenakan sekarang ini. Awalnya manusia menggunakan tanah liat, dedaunan, kulit binatang, dan kulit kulit kayu sebagai media untuk melindungi tubuh mereka. Bentuknyapun hanya seperti celemek yang menutupi bagian panggul kebawah. Pada saat itu fungsi dari pakaian itu sendiripun belum seluas saat ini. Dahulu manusia menggunakan pakaian hanya sebatas untuk melindungi tubuh mereka dari panas, dingin, hujan, sengatan binatang, dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan pola pikir manusia, pada jaman Neolitikum atau Batu Baru diduga manusia sudah dapat mengolah serat serat yang terdapat pada hewan dan tumbuhan menjadi tekstil. Kemudian pada 700-1000 SM tekstil dan kain telah didokumentasikan sebagai komoditi penting dalam aktivitas pertukaran dan perdagangan antar bangsa maupun kerajaan di kawasan Asia Tenggara. Dalam hal ini pakaian sudah memiliki fungsi yang lebih luas daripada sekedar melindungi tubuh dari cuaca dan gangguan binatang.

Upload: truonglien

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sandang atau pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi

manusia. Pada awal perkembangannya bentuk pakaian yang ada belumlah

seperti pakaian yang kita kenakan sekarang ini. Awalnya manusia

menggunakan tanah liat, dedaunan, kulit binatang, dan kulit – kulit kayu

sebagai media untuk melindungi tubuh mereka. Bentuknyapun hanya seperti

celemek yang menutupi bagian panggul kebawah. Pada saat itu fungsi dari

pakaian itu sendiripun belum seluas saat ini. Dahulu manusia menggunakan

pakaian hanya sebatas untuk melindungi tubuh mereka dari panas, dingin,

hujan, sengatan binatang, dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangan pola pikir manusia, pada jaman

Neolitikum atau Batu Baru diduga manusia sudah dapat mengolah serat –

serat yang terdapat pada hewan dan tumbuhan menjadi tekstil. Kemudian pada

700-1000 SM tekstil dan kain telah didokumentasikan sebagai komoditi

penting dalam aktivitas pertukaran dan perdagangan antar bangsa maupun

kerajaan di kawasan Asia Tenggara. Dalam hal ini pakaian sudah memiliki

fungsi yang lebih luas daripada sekedar melindungi tubuh dari cuaca dan

gangguan binatang.

Page 2: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

2

Lama kelamaan pakaian yang memiliki fungsi pokok sebagai

pelindung tubuh memiliki fungsi lain, yaitu fungsi etika dan estetika. Manusia

menggunakan pakaian sebagai bentuk kesopanan sekaligus sebagai sarana

untuk “mempercantik” dirinya. Dengan begitu manusia dapat lebih dihargai

sebagai seorang “manusia”. Diluar fungsi-fungsi tersebut pakaian secara tidak

langsung juga dapat membentuk identitas seseorang. Dengan pakaian yang

dikenakan seseorang, biasanya masyarakat dapat menilai dari golongan atau

stratifikasi mana orang tersebut berasal.

Tahun demi tahun berlalu, peradaban semakin berkembang. Secara

tidak langsung hal ini juga mengiringi perkembangan dalam berpakaian.

Hampir setiap dekade bentuk dari pakaian semakin beragam. Fungsi dari

pakaianpun menjadi semakin luas. Banyak orang mengatakan ini sebagai

“perkembangan fashion”. Definisi fashion sendiri adalah setiap mode pakaian

atau perhiasan yang populer selama waktu tertentu atau pada tempat tertentu.

Istilah fashion sering digunakan dalam arti positif, sebagai sinonim untuk

glamour, keindahan dan gaya atau style yang terus mengalami perubahan dari

satu periode ke periode berikutnya, dari generasi ke generasi. Juga berfungsi

sebagai refleksi dari status sosial dan ekonomi, fungsi yang menjelaskan

popularitas banyak gaya sepanjang sejarah kostum. (Maulana,

http://katalogpakaian.blogspot.com/2012/08/perkembangan-trend-fashion-

indonesia.html, diakses pada 1 Desember 2012).

Page 3: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

3

Banyak faktor yang mendorong gaya berpakaian dari seseorang antara

lain, pekerjaan atau profesi, selera, dan bahkan agama. Beberapa agama

memang menganjurkan umatnya untuk menggunakan pakaian atau busana

dengan pakem-pakem tertentu. Misalnya, dalam agama Islam mewajibkan

para pemeluknya yang berjenis kelamin wanita untuk menutup aurat dengan

berhijab.

Hijab sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang

memiliki arti “penghalang”. Namun yang banyak diartikan dalam masyarakat

Indonesia saat ini hijab lebih mengarah kepada jilbab. Jilbab atau hijab adalah

pakaian terusan panjang yang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki,

dan wajah yang biasanya dikenakan oleh para wanita muslim. (Amfitasari,

artihijab.blogspot.com, diakses pada 24 Oktober 2013).

Perkembangan hijab di Indonesia dalam beberapa dekade dapat

dibilang cukup lambat. Dimulai pada tahun 1980-an, penggunaan hijab oleh

wanita Muslimah masih sangat jarang. Penggunaan hijab pada masa itu masih

dianggap sebagai sebuah kekunoan dan kefanatikan dalam beragama. Bahkan

sempat terjadi pelarangan penggunaan hijab bagi para peserta didik di

sekolah-sekolah umum pada masa itu. Pada tahun 90-an secara perlahan hijab

mulai mendapatkan tempat di dunia fashion. Saat itu juga mulai banyak

pelaku fashoin yang memproduksi dan meluncurkan brand-brand pakaian

khusus kaum Muslimah. Kemudian pada dekade 2000-an hingga sekarang

Page 4: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

4

perkembangan hijab semakin pesat, baik dari segi penggunaan maupun kreasi

fashion dari hijab itu sendiri. Saat ini hampir di setiap tempat kita temui

wanita yang menggunakan hijab.

Pada saat yang sama globalisasi tengah melanda dunia. Dampak yang

ditimbulkan dari globalisasi ini sangat kuat meng-influence negara-negara di

dunia. Salah satu dampak dari globalisasi adalah lahirnya sebuah budaya

populer atau budaya pop (pop culture). Budaya pop terjadi dalam berbagai

bentuk, antara lain adanya keseragaman selera yang dimiliki oleh hampir

semua orang di seluruh dunia. Baik itu tentang musik, film, dan mode

termasuk didalamnya jenis dan gaya berpakaian orang-orang. Budaya pop

juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang

merupakan sebuah ideologi dibalik terciptanya budaya tersebut, sangat

berorientasi pada keuntungan material.

Di Indonesia, mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Seperti

yang telah dijelaskan diatas bahwa hijab merupakan sebuah kewajiban bagi

wanita muslim. Dengan adanya hal tersebut, para kapitalis menangkap ada

sebuah “pasar” tersendiri di Indonesia. Kemudian terjadilah sebuah

komodifikasi busana muslim. Busana muslim, termasuk hijab yang tadinya

belum memiliki variasi kemudian dibuat dengan berbagai macam model agar

lebih menarik dan memberi kesan modis bagi para pemakainya. Hal ini

Page 5: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

5

menjadi salah satu usaha dalam sebuah proses komodifikasi hijab dan busana

muslim.

Proses komodifikasi tersebut kemudian diperkuat dengan adanya iklan

yang muncul dalam berbagai media massa dan media sosial. Komodifikasi

secara perlahan mengubah nilai guna dari sebuah busana muslim menjadi nilai

tukar. Melalui iklan transformasi nilai tersebut kemudian semakin diperkuat,

sehingga hijab dan busana muslim resmi menjadi sebuah komoditas

perdagangan. Maraknya iklan tentang hijab, busana muslim, dan acara atau

ritual keagamaan lainnya di satu sisi dapat ditanggapi positif sebagai kembali

diperhitungkannya nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari kita.

Namun, jika kita melihat dari perspektif lain hal tersebut bisa saja tampak

sebagai fenomena yang berisikan tidak lebih dari sebuah perdagangan nilai-

nilai agama belaka.

Pada 27 November 2010, bertempat di Jakarta, 30 orang Muslimah

yang berasal dari latar belakang dan profesi yang berbeda berkumpul, dan

berbekal dari visi yang sama mereka membentuk sebuah komunitas wanita

muslimah yang bernama Hijabers Community (Community, 2012: 2).

Komunitas ini bertujuan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan seputar

muslimah dan hijabnya, mulai dari kajian-kajian seputar Islam hingga fashion.

Fashion yang dimaksud disini adalah seputar busana muslim dan kreasi-kreasi

hijab agar tetap terlihat trendy walaupun menggunakan hijab.

Page 6: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

6

Namun untuk berpenampilan menarik tentu saja dibutuhkan dana yang

tidak sedikit. Mulai dari membeli baju model masa kini, hijab yang

beranekaragam bentuknya, dan make up yang cocok, dimana kesemuanya itu

memiliki harga yang tidak murah. Apalagi bagi wanita konsep matching

sangatlah berlaku dalam berpakaian sehingga jika mereka membeli baju yang

berwarna merah maka harus membeli hijab yang berwarna merah pula atau

warna lain yang cocok dikombinasikan dengan warna merah, dan tidak semua

orang mampu melakukan hal tersebut dari segi finansial. Yang paling

disayangkan adalah apabila muncul opini bahwa mengenakan hijab juga

sebagai salah satu penentu kelas sosial seseorang. Hal ini dapat tercermin dari

jenis hijab dan pakaian muslim yang dikenakan.

Disini Hijabers Community, yang terdiri dari para wanita muslimah,

dianggap sebagai “tokoh” yang mengusung perkembangan tren hijab dan

busana muslim di Indonesia. Selain memperkenalkan berbagai style dalam

berhijab, mereka juga mencoba untuk membuktikan kepada masyarakat

bahwa wanita muslimah yang berhijab bukanlah wanita yang menutup diri

dari pergaulan. Mereka mampu berkarya dan berkarir tanpa meninggalkan

syariat agama. Namun, merujuk dari yang telah dipaparkan diatas kemudian

timbul pertanyaan bahwa apakah yang dilakukan Hijabers Community hanya

memuat sebuah komodifikasi hijab dan busana muslim atau murni karena

sebuah nilai ibadah atau bahkan memuat kedua unsur tersebut.

Page 7: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

didapat rumusan masalah dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana konteks komodifikasi busana muslim yang dilakukan oleh

Hijabers Community Yogyakarta?

2. Bagaimana relasi sosial ekonomi yang terbangun dalam Hijabers Community

Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, terdapat tujuan yang

ingin dicapai dari penilitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui konteks komodifikasi busana muslim yang dilakukan

Hijabers Community Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui relasi sosial ekonomi yang terbangun dalam Hijabers

Community Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian

maka yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain bermanfaat untuk:

1. Referensi pengaruh budaya populer dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Referensi bahwa komodifikasi telah merambah ke berbagai bidang, salah

satunya busana muslim.

3. Memberi kontribusi dan referensi dalam ilmu pengetahuan.

Page 8: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

8

E. Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian teori memiliki peran yang sangat penting.

Jika dianalogikan, teori merupakan pisau yang digunakan untuk mengupas

dan menganalisis sebuah masalah dalam penelitian. Snelbecker (dalam

Moleong, 1993: 34-35) mendefinisikan teori sebagai seperangkat proposisi

yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang

dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang

dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan

menjelaskan fenomena yang diamati.

Oleh sebab itu, maka dalam penelitian ini juga menggunakan teori di

dalamnya. Penggunaan teori ini diharapkan dapat menjelaskan tentang

konsumsi dan komodifikasi dalam komunitas wanita muslimah di Yogyakarta

secara lebih sistematis. Berikut penjelasannya:

1. Komodifikasi dalam Berhijab

Jika berbicara tentang komodifikasi, maka kita juga berbicara tentang

kapitalisme. Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang menitikberatkan

aktivitas ekonomi pada modal yang dimiliki oleh seseorang. Sistem ini

memberikan peluang yang sangat besar kepada para pemilik-pemilik modal

besar untuk menguasai perekonomian. Hal ini kemudian membawa dampak

pada suasana kehidupan yang saling mengeksploitasi karena orang-orang

kemudian akan berlomba-lomba menumpuk modal dan kekayaan melalui

Page 9: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

9

berbagai cara. Dari sini dapat terlihat bahwa sistem ini sangatlah money-

oriented.

Kapitalisme tahap akhir dicirikan dengan komoditas. Sirkulasi

komoditas dimanfaatkan sedemikian rupa, dari mulai komoditas pokok hingga

komoditas mewah yang kurang esensial. Pada dasarnya komoditas memiliki

dua fungsi, yaitu fungsi material dan fungsi budaya. Fungsi material

merupakan fungsi esensial dari suatu komoditas, misalnya fungsi material dari

hijab adalah sebagai penutup aurat bagi kaum hawa yang beragama Islam,

melindungi diri dari kemaksiatan, sebagai bentuk pengamalan dalam

beragama, dll. Fungsi budaya lebih menekankan pada makna dan nilai yang

terkandung pada sebuah komoditas, misalnya orang memakai hijab untuk

menunjukkan identitasnya sebagai umat Islam, atau kemudian memakai hijab

model tertentu agar lebih terlihat cantik dan terlihat modern. Semua

komoditas dapat digunakan oleh konsumen untuk mengkonstruksi makna dari

diri, identitas sosial, dan hubungan sosial. Nilai budaya dari sebuah komoditas

inilah yang kemudian dilirik dan dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk

menghimpun pundi-pundi uang, dan mucullah apa yang kita sebut sebagai

komodifikasi.

Barker (2008: 14) mengatakan bahwa komodifikasi adalah proses yang

diasosiasikan dengan kapitalisme dimana objek, kualitas, dan tanda-tanda

diubah menjadi komoditas, yaitu sesuatu yang tujuan utamanya adalah untuk

dijual di pasar. Secara teoritik, komodifikasi menjelaskan cara kapitalis dalam

Page 10: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

10

menjaga tujuan mereka dalam mengakumulasi keuntungan material atau dapat

juga disebut usaha untuk mentransformasikan nilai guna yang terdapat pada

sebuah benda menjadi nilai tukar.

Hijab merupakan sebuah kewajiban dan salah satu bentuk peribadatan

bagi para wanita pemeluk agama Islam. Pemakaian hijab didasari dari niat

dalam hati untuk mentaati agama. Namun, setelah masuknya globalisasi dan

hijab kemudian ditangkap sebagai sebuah “pasar” dalam industri kapitalis,

hijab dijadikan sebuah komoditas perdagangan. Hal ini diantaranya ditandai

oleh munculnya berbagai macam model hijab secara cepat. Selalu muncul

berbagai model baru hanya dalam tempo beberapa bulan saja.

Munculnya fenomena tersebut menandai terjadinya sebuah

komodifikasi agama. Komodifikasi agama adalah transformasi nilai guna

agama, yang pada hakikatnya memiliki fungsi sebagai pedoman hidup yang

memuat nilai-nilai ketuhanan, menjadi nilai tukar, dengan menggunakan

fungsi-fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia atas agama. Secara

teoritik, komodifikasi agama membuat kita mendefinisikan ulang agama

sebagai komoditas pasar untuk dipertukarkan. Keadaan ini kemudian semakin

diperkuat dengan adanya media yang memungkinkan proses komodifikasi

semakin tersebar luas dan meng-influence pemikiran masyarakat. Disini

media juga berperan dalam mengintensifkan terjadinya komodifikasi.

Page 11: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

11

2. Hijabers Community sebagai Fenomena Pop Culture dan Lifestyle

Sebuah budaya dapat dikatakan sebagai budaya populer ditandai

dengan munculnya sebuah tren. Tren muncul karena budaya tersebut disukai

dan kemudian diikuti oleh banyak orang. Untuk bisa disebut sebagai budaya

populer, sebuah tren atau komoditas tertentu haruslah mewakili kepentingan-

kepentingan masyarakat. Budaya pop sendiri memiliki arti yaitu sebuah

budaya yang sengaja diciptakan untuk alasan profit atau komersial.

Dalam masyarakat industri, budaya populer memiliki sebuah

kontradiksi. Di satu sisi budaya tersebut diindustrialisasi, namun di sisi lain

budaya tersebut merupakan produk dari sebuah masyarakat. Di dalam budaya

tersebut terdapat keterkaitan antara produk-produk industri budaya dengan

kehidupan sehari-hari.

Budaya pop atau pop culture memperoleh kekuatannya dengan

menggunakan media massa sebagai sarana untuk menyebarkan pengaruhnya

dalam masyarakat, salah satunya adalah melalui iklan. Periklanan berusaha

mengendalikan makna-makna budaya yang menjadi komoditas. Iklan

memiliki kekuatan yang luar biasa dalam mempengaruhi mindset audiens,

sehingga dengan mudah makna-makna yang terdapat dalam suatu komoditas

diinternalisasi oleh masyarakat yang dalam hal ini berposisi sebagai audiens.

Page 12: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

12

Hijab merupakan budaya sehari-hari di masyarakat Indonesia. Dalam

penelitian ini peneliti memandang batasan hijab bukan hanya sebagai suatu

perintah agama, namun juga sebagai bentuk kebudayaan, yaitu budaya

berhijab. Budaya ini lahir dari perilaku sehari-hari masyarakat yang

menggunakan hijab dalam berbagai aktivitas mereka. Semakin lama, semakin

banyak orang-orang menggunakan hijab. Dikarenakan semakin banyak orang

yang menggunakan hijab, hijab kemudian ditangkap sebagai sebuah tren. Tren

ini kemudian diindustrialisasikan dengan makin banyaknya pengusaha mode

yang membuat desain untuk hijab dan busana muslim agar terlihat semakin

modern.

Disini peneliti memaknai munculnya Hijabers Community sebagai

sebuah fenomena pop culture. Melalui Hijabers Community penelitian ini

ingin mengetahui bagaimana “hijab” saat ini tidak lagi dipandang sebagai

simbol konservatisme dan kekunoan, namun sebagai sebuah simbol

modernitas dengan menghadirkan desain busana muslim yang cantik dan

modis. Kemudian peran media dalam fenomena ini juga patut diperhitungkan.

Media berfungsi menyampaikan makna-makna dari sebuah komoditas kepada

masyarakat. Melalui media, model-model hijab terbaru dengan sangat mudah

dipublikasikan sehingga masyarakat bisa dengan cepat mengetahui tren hijab

terbaru dan kemudian mengikutinya.

Page 13: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

13

3. Teori Imitasi

Teori imitasi salah satunya dikemukakan oleh seorang sosiolog

bernama Gabriel Tarde. Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial

itu sebenarnya berdasarkan faktor imitasi saja (dalam Gerungan, 1991: 58).

Dalam perkembangannya teori Tarde menuai banyak kritik, walaupun begitu

teori ini tidak sepenuhnya salah. Manusia mempelajari perannya dan peran

orang lain dalam masyarakat melalui proses belajar, dimana pada proses

belajar tersebut terjadi proses-proses peniruan yang dilakukan seseorang untuk

menyesuaikan perannya dalam masyarakat. Dalam penelitian ini tren hijab

dan busana muslim yang terjadi di Indonesia tidak hanya diduga merupakan

proses komodifikasi, namun juga imitasi. Tren dapat tersebar secara luas

dalam masyarakat salah satunya disebabkan oleh proses imitasi yang

dilakukan masyarakat dengan model-model yang ia lihat, salah satunya

Hijabers Community Yogyakarta.

Miller dan Dollard (dalam Sarwono, 2000: 23-24) turut mendukung

teori ini dengan mengelompokkan tipe-tipe perilaku imitasi. Tipe-tipe perilaku

tersenut adalah sebagai berikut:

1. Same behavior, tingkah laku sama (same behaviour) terjadi bila dua

orang bertingkah laku balas sama terhadap rangsang atau isyarat yang

sama.

2. Matched-dependent behavior, tingkah laku ini timbul dalam hubungan

antara dua pihak dimana salah satu pihak adalah lebih pintar, lebih tua,

Page 14: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

14

atau lebih mampu daripada pihak yang lain. dalam hal ini pihak yang

lain itu akan menyesuaikan tingkah lakunya (match) dan akan

tergantung (dependent) pada pihak pertama.

3. Copying, sama halnya dengan matched-dependent behaviour, pada

copying si peniru bertingkah laku atas dasar isyarat (berupa tingkah

laku juga) yang diberikan oleh model. Namun berbeda dengan

matched-dependent behaviour yang mana peniru melukan proses

imitasi hanya pada saat itu saja, dalam tingkah laku copying ini si

peniru juga melakukan imitasi terhadap model di masa lampau dan

memperkirakan perilaku model di masa yang akan datang.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti tentang konsumsi

dan proses komodifikasi dalam komunitas wanita Muslimah berhijab di

Yogyakarta adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor

(dalam Suyanto, 2006: 166), penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai

penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan

maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang

yang diteliti.

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moleong,

1993: 3) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

Page 15: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

15

pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan

dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena yang ingin

didapat adalah suatu penjelasan deskriptif mengenai jawaban dari masalah

yang diteliti. Selain itu metode ini dianggap lebih peka dan lebih dapat

menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Adapun karakteristik dari

penelitian kualitatif adalah sebagai berikut (Moleong, 1993: 4-8)

1. Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau

pada konteks dari suatu keutuhan

2. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan

orang lain merupakan alat pengumpul data utama

3. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif

4. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka (deskriptif)

5. Penelitian menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitiannya

atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian

6. Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, reliabilitas, dan

objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan lazim

digunakan dalam penelitian klasik

7. Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus-menerus

disesuaikan dengan kenyataan lapangan.

Page 16: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

16

8. Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil

interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh

manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

Melalui metode penelitian kualitatif ini diharapkan dapat

memaparkan masalah-masalah yang ada secara lebih terperinci. Penelitian

ini juga bersifat deskriptif, karena hasil penelitian ini berupa deskripsi dan

interpretasi dari masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi

fokus perhatian adalah para anggota dan pengurus Hijabers Community

Yogyakarta. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan tentang konteks

komodifikasi dan relasi sosial ekonomi yang terbentuk di dalam Hijabers

Community Yogyakarta secara mendalam dan terperinci.

2. Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan terkecil yang diteliti. Unit analisis

dapat berupa kelompok maupun perseorangan. Sesuai dengan judul

penelitian ini, yaitu Hijabers Community (Studi tentang Konsumsi dan

Komodifikasi dalam Komunitas Wanita Muslimah Berhijab di

Yogyakarta) maka yang menjadi unit analisisnya adalah kelompok.

Dimana yang menjadi informannya adalah individu, yaitu wanita

Muslimah yang tergabung dalam Hijabers Community Yogyakarta.

Melalui ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai proses

Page 17: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

17

komodifikasi dan relasi sosial ekonomi yang terjadi dalam Hijabers

Community Yogyakarta.

3. Informan dan Teknik Pemilihan Informan

Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik purposive atau bertujuan, artinya informan dipilih

berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria informan dalam penelitian

ini adalah informan merupakan pengurus atau anggota Hijabers

Community Yogyakarta. Selain itu informan juga harus mengetahui

tentang seluk beluk kegiatan dan pola jaringan dalam Hijabers

Community Yogyakarta. Apabila pada informan sebelumnya belum

didapatkan data yang lengkap maka peneliti mencari data pada informan

yang selanjutnya. Pemilihan informan atau pencarian informasi dihentikan

apabila informasi yang diperlukan dalam penelitian ini dirasa sudah

cukup.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini disesuaikan dengan

tempat tinggal atau tempat yang dipilih informan dalam melakukan

wawancara. Lokasi tersebut antara lain di Hotel Satya Graha, Djendello

Koffie, dan di daerah Condong Catur. Namun untuk memudahkan dalam

mencari informan maka peneliti memilih Rumah Muslimah Hijabers

Community Yogyakarta yang beralamat di Jl. Cendrawasih no 32 Lt.2,

Demangan Baru, Yogyakarta sebagai pusat informasi dan lokasi

Page 18: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

18

pemilihan informan. Rumah Muslimah ini merupakan sekretariat resmi

Hijabers Community Yogyakarta.

Alasan pemilihan lokasi tersebut karena penelitian ini hanya berfokus

pada cabang resmi Hijabers Community yang terletak di provinsi

Yogyakarta. Kemudian hal lain yang menjadi pertimbangan adalah

kemudahan dan keefisienan dari segi transportasi, akomodasi, dan akses

menuju lokasi.

5. Metode Pengumpulan Data

Riset merupakan aktivitas ilmiah yang sistematis, terarah dan

bertujuan. Maka data atau informasi yang dikumpulkan harus relevan

dengan persoalan yang dihadapi, artinya data itu bertalian, berkaitan,

mengena dan tepat. Sebelum pengumpulan data dilakukan, perlu

diperhatikan (Marzuki, 2000: 55) yaitu:

1. Data macam apa yang diperlukan (Kualitatif = diukur secara tidak

langsung seperti ketrampilan, aktivitas, sikap dan sebagainya)

2. Dimana diperoleh data itu (dari sumber primer, lapangan atau dari

sumber sekunder, dokumenter)

3. Bagaimana cara memperolehnya (observasi, komunikasi)

4. Berapa jumlah data yang tepat atau cukup memadai (adequate).

Page 19: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

19

Informasi atau data dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu

data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan

data yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

5.a Data Primer

a.1 Observasi

Observasi adalah sebuah metode dimana peneliti

melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

gejala atau fenomena yang sedang diteliti. Observasi dilakukan

tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Selain dengan

melakukan pengamatan dalam melakukan observasi dapat

dilakukan dengan bantuan alat pemotret atau perekam suara.

Teknik observasi ini dipilih karena teknik ini memiliki beberapa

kelebihan (Marzuki, 2009: 59) diantaranya:

1. Pencatatan dapat dilakukan pada waktu terjadinya peristiwa

atau terlihatnya gejala tertentu

2. Tidak bergantung pada jawaban responden; maka lebih

objektif dan lebih teliti.

Observasi dilakukan dengan turut serta dalam kegiatan-

kegiatan yang diselenggarakan oleh Hijabers Community

Yogyakarta. Dalam kegiatan tersebut peneliti berpartisipasi

Page 20: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

20

langsung sekaligus mengamati bagaimana acara tersebut

berlangsung, bagaimana komodifikasi dilakukan, dan interaksi-

ineraksi yang terjadi antara komite Hijabers Community baik

dengan sesama komite maupun dengan peserta lainnya.

a.2 Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Menurut Mashud (dalam Suyanto, 2006: 69) teknik

wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data dalam

suatu penelitian. Karena menyangkut data, maka wawancara

merupakan suatu elemen penting dalam proses penelitian.

Wawancara dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk

mendapatkan informasi (data) dari responden dengan cara bertanya

langsung secara bertatap muka (face to face).

Sedangkan maksud dari wawancara itu sendiri, seperti

yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 1993:

135), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,

kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan

lain-lain; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai

yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan

sebagai yang telah diharapkan untuk dialamipada masa yang akan

datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi

yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan

Page 21: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

21

manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan

memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai

pengecekan anggota.

Wawancara mendalam memiliki metode yang sama dengan

wawancara pada umumnya, hanya peran pewawancara, tujuan

wawancara, peran informan, dan cara melakukan wawancara yang

memiliki sedikit perbedaan. Wawancara mendalam dilakukan

berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama

informan, pewawancara juga turut masuk dalam kegiatan atau

kehidupan informan. Hal-hal itulah yang tidak dijumpai dalam

wawancara pada umumnya. Dalam penelitian ini wawancara

mendalam dilakukan dengan komite Hijabers Community

Yogyakarta untuk memperoleh data yang diperlukan. Wawancara

tersebut secara umum guna memperoleh informasi atau data

mengenai sejarah berdirinya komunitas tersebut,

perkembangannya, dan aktivitas yang dilakukan oleh komunitas

tersebut. Sedangkan secara khusus, peneliti ingin mengetahui

tentang bentuk komodifikasi dan relasi ekonomi yang terjadi

dalam Hijabers Community Yogyakarta. Walaupun menggunakan

metode wawancara mendalam, namun wawancara dilakukan tetap

berdasarkan interview guide yang telah disusun sebelumnya oleh

peneliti.

Page 22: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

22

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara

mendalam dengan tujuh orang komite Hijabers Community

Yogyakarta, yaitu

1. Kiki, Wakil Ketua Hijabers Community Yogyakarta. Wawancara

dilakukan pada tanggal 4 April 2013 di House of Dinna.

2. Vicky Dania, anggota Divisi IT Hijabers Community Yogyakarta.

Wawancara dilakukan pada tanggal 7 April 2013 di Jogja Classic.

3. Anggita Primassari, Koordinator Divisi PR&Marketing Comm

Affair Hijabers Community Yogyakarta. Wawancara dilakukan

pada tanggal 18 April 2013 di kediamannya di daerah Condong

Catur, Yogyakarta.

4. Maya Handayani, Koordinator Divisi HRD Hijabers Community

Yogyakarta. Wawancara dilakukan pada tanggal 21 Mei 2013 di

hotel Satya Graha Yogyakarta.

5. Hilda Bisyir, Ketua Hijabers Community Yogyakarta. Wawancara

dilakukan pada tanggal 21 Mei 2013 di hotel Satya Graha

Yogyakarta.

6. Rahma Afni, anggota Divisi Event Hijabers Community

Yogyakarta. wawancara dilakukan pada 5 Juli 2013 di Djendello

Koffie Yogyakarta.

7. Ulfa Ufi Azmi, anggota Divisi Event Hijabers Community

Yogyakarta.wawancara dilakukan dua kali, yaitu pada tanggal 14

Page 23: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

23

Juli 2013 dan 30 Agustus 2013 di kediamannya di daerah

Demangan, Yogyakarta.

5.b Data Sekunder

Data sekunder yang dimaksud adalah metode dokumentasi.

Metode ini merupakan metode pengumpulan data yang

menggunakan artikel, tulisan, dan bahan kepustakaan lainnya

sebagai sumber data. Penelitian ini juga menggunakan metode

dokumentasi dengan mempelajari buku, jurnal, artikel, maupun

tulisan-tulisan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti. Selain itu peneliti juga menggunakan foto, tidak hanya

sebagai salah satu sumber data sekunder namun juga sebagai

penguat data yang dituliskan pada laporan akhir. Metode ini

dilakukan peneliti sejak awal hingga akhir proses penyusunan

tugas akhir. Diantaranya peneliti melakukan penelusuran pada

website resmi Hijabers Community Yogyakarta dan mengambil

foto pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Hijabers

Community Yogyakarta.

6. Analisis Data

Menurut Patton (dalam Moleong, 1993: 103) analisis data adalah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori, dan satuan uraian dasar. Sedangkan Bogdan dan Taylor (dalam

Moleong, 1993: 103) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang

Page 24: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

24

merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan

hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk

memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Dari dua definisi diatas

dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah sebuah kegiatan bermaksud

untuk mengorganisasikan data yang telah didapat di lapangan. Terdapat

tiga komponen dalam analisis data dalam pendekatan kualitatif (Miles dan

Huberman, 1992: 16-21) yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilahan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”

yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Pada proses ini

peneliti melakukan transkrip hasil wawancara yang berupa rekaman

menjadi sebuah narasi untuk memudahkan pada saat penulisan

nantinya.

b. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Setelah data ditulis dalam bentuk narasi, tabel,

dan skema peneliti mulai menuliskan data-data tersebut sesuai alur

penelitian.

Page 25: PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65112/potongan/S1-2013... · juga ditandai dengan adanya komodifikasi, karena para kapitalis, yang merupakan

25

c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah pencarian arti,

pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi, alur sebab-akibat dan

proporsisi. Setelah data tertulis sesuai dengan alur penelitian yang

diinginkan maka peneliti dapat mengambil kesimpulan dari penelitian

ini.

Secara singkat, alur teknik analisis dapat dilihat dalam skema dibawah

ini:

Gambar 1.1

Skema Alur Teknik Analisis Data Kualitatif

Sumber: Miles dan Huberman (1992: 20)

Pengumpulan

Data

Reduksi Data

Penyajian

Data

Penarikan

Kesimpulan/

Verifikasi