bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.pdf · kajian pustaka 2.1 landasan teori ......
Post on 06-Feb-2018
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Landasan teori menjabarkan teori-teori yang mendukung hipotesis serta
sangat berguna dalam analisis hasil penelitian. Landasan teori berisi pemaparan
teori serta argumentasi yang disusun sebagai tuntunan dalam memecahkan
masalah penelitian serta perumusan hipotesis.
2.1.1 Bank
Pengertian bank yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah: “Badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Berdasarkan pengertian diatas, bank memiliki sumber dana yang nantinya
akan disalurkan kepada masyarakat. Salah satu sumber dana bank adalah berasal
dari masyarakat. Untuk itu bank harus sehat sehingga dapat dipercaya masyarakat
untuk menanamkan dananya. Menurut Ali (2006) bank sebagai lembaga
kepercayaan memiliki peran penting, yaitu :
2
1. Sebagai lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga
intermediasi.
2. Sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan
pemerintah.
3. Sebagai lembaga yang membantu kelancaran sistem pembayaran.
Fungsi intermediasi bank baru dapat berjalan apabila masyarakat memiliki
kepercayaan terhadap bank. Oleh sebab itu, bank harus sehat sehingga dapat
dipercaya oleh masyarakat.
2.1.2 Laporan Keuangan
Laporan keuangan bank pada umumnya terdiri atas neraca dan laporan
laba rugi. Laporan keuangan bank, terutama bagi analisis ekstern merupakan
sumber informasi penting untuk mengetahui dan menganalisa keadaan keuangan
suatu bank. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang dapat
dipercaya dan mendukung dalam usaha untuk menganalisa tingkat kesehatan
bank. Laporan keuangan pada pokoknya merupakan laporan pertanggungjawaban
direksi dalam satu periode tertentu atau hasil usaha periode tertentu atau hasil
usaha bank yang dipimpinnya. Oleh karena itu disini akan dikemukakan mengenai
laporan keuangan, yaitu dua daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode
untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah pendapatan atau daftar rugi laba.
Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan
3
untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tidak
dibagikan atau laba ditahan (Munawir,1995,h.5).
Jadi untuk mengetahui posisi keuangan bank serta kesehatan bank perlu
adanya analisa terhadap laporan keuangan bank yang bersangkutan. Dari
penyajian laporan keuangan secara rutin manajer memperoleh banyak sekali
manfaat, yaitu :
a. Merumuskan, melaksanakan, dan mengadakan penilaian terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dianggap perlu.
b. Mengorganisasi dan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan atau aktifitas
dalam perusahaan.
c. Merencanakan dalam mengendalikan kegiatan atau aktifitas dalam
perusahaan.
d. Mempelajari aspek, tahap-tahap kegiatan tertentu dalam perusahaan.
e. Menilai keadaan atau posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.
f. Pertanggungjawaban bagi manajemen kepada semua pihak yang
menentukan dan mempercayakan pengelolaan dananya dalam
perusahaan tersebut.
2.1.3 Kinerja Perbankan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), mengidentifikasikan kinerja
adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Kinerja merupakan
salah satu faktor penting yang menunjukkan efektifitas dan efisien suatu
4
organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Menurut Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI, 2007), kinerja dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan
dalam melaksanakan kebijakan dan prosedur perusahaan yang merupakan
kuantifikasi dan efektifitas dalam mengoperasikan bisnis selama periode
akuntansi tertentu kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan
mengevaluasi laporan keuangan. Kinerja merupakan hal penting yang harus
dicapai oleh setiap perusahaan, karena kinerja merupakan cerminan dari
kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.
Kinerja bank merupakan ukuran keberhasilan bagi direksi bank sehingga apabila
kinerja bank buruk maka bukan tidak mungkin para direksi ini akan diganti
(Kasmir, 2003).
Kinerja bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang
dicapai bank dalam kegiatan operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan,
pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknologi, maupun sumber daya
manusia. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai keberhasilan suatu
perusahaan. Penurunan kinerja terus menerus dapat menyebabkan terjadinya
financial distress yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan
mendekati kebangkrutan. Dengan banyaknya kinerja bank yang fluktuatif dan
selalu adanya bank yang bangkrut, maka penilaian kinerja bank merupakan faktor
yang penting untuk dilakukan.
5
2.1.4 Kesehatan Perbankan
Kesehatan perbankan adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua
kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku.
Bagi setiap bank, hasil akhir dari penelitian kondisi bank mencerminkan
kinerja yang telah dilakukan oleh bank. Hal ini dapat digunakan untuk sarana
dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan dating sedangkan segala
aturan yang telah ditetapkan Bank Indonesia dapat digunakan sebagai sarana
penetapan dan implementasi.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 pasal 1 ayat 4, tingkat kesehatan bank merupakan :
“Hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar”.
Tingkat kesehatan bank adalah penilaian atas suatu kondisi laporan
keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai dengan Standar Bank
Indonesia. Penilaian tingkat kesehatan bank yang selama ini dikenal dengan
metode CAMEL yang terdiri atas Penilaian Kuantitatif dan atau Penilaian
Kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan (Capital), kualitas asset (Assets
Quality), manajemen (Management), rentabilitas (Earnings), dan Likuiditas
(Liquidity). Kinerja bank yang fluktuatif dan selalu ada bank yang bangkrut
walaupun bank sudah wajib untuk melakukan penilaian tingkat kesehatan bank
6
dikaji dengan metode CAMELS, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan
No.13/1/PBI/2011 untuk mencegah semakin banyak bank yang bangkrut dan
kinerja bank dapat dievaluasi dengan lebih baik dengan menggunakan metode
RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital).
2.1.5 Metode CAMEL
Analisis rasio CAMEL dalam menilai kinerja keuangan bank berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesi No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 meliputi :
1) Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut :
(1) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal
Mnimum (KPMM) terhadap ketentuan yang belaku.
(2) Komposisi permodalan.
(3) Trend ke depan atau proyeksi KPMM.
(4) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan
modal bank.
(5) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal
yang berasal dari keuntungan (laba ditahan).
(6) Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan
usaha.
7
(7) Akses kepada sumber permodalan.
(8) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan
permodalan bank.
2) Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut :
i. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan
total aktiva produktif.
ii. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan
total kredit.
iii. Perkembangan aktiva produktif bermasalah (non performing
asset) dibandingkan dengan aktiva produktif.
iv. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan
aktiva produktif (PPAP).
v. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif.
vi. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif.
vii. Dokumentasi aktiva produktif.
viii. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
8
3) Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1. Manajemen umum.
2. Penerapan sistem manajemen risiko.
3. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku seta
komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4) Rentabilitas (Earnings)
Penilaian faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
1. Return on assets (ROA).
2. Return on equity (ROE).
3. Net interest margin (NIM).
4. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan
Operasional.
5. Perkembangan laba operasional.
6. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi
pendapatan.
7. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan
biaya.
8. Prospek laba operasional.
9
5) Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut :
1. Aktiva likuid kurang dari satu bulan dibandingkan dengan
passive likuid kurang dari satu bulan.
2. 1-month maturity mismatch ratio.
3. Loan ti Deposit Ratio (LDR).
4. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang.
5. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti.
6. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities
management (ALMA)).
7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar
uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya.
8. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
2.1.6 Metode RGEC
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, RGEC merupakan
penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual dengan menggunakan
pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating) dengan cakupan penilaian terhadap
faktor-faktor sebagai berikut :
10
1. Risiko (Risk)
Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI/5/8/PBI/2003) pengertian
manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Sedangkan
definisi risiko menurut Ali (2006) adalah peluang atau kemungkinan
terjadinya bencana atau kerugian sedangkan dalam perbankan risiko itu
diartikan sebagai peluang dari kemungkinan terjadinya situasi yang
memburuk atau bad outcome. Risiko terkadang diidentikan dengan sesuatu
yang berbau negative. Banyak peristiwa dapat terjadi yang berdampak
pada terjadinya kerugian bagi kegiatan operasional bank. Hal itu dapat
terjadi kapan saja, menimpa bank mana saja, dan dimana saja. Peristiwa
itupun dapat pula berawal dari dalam diri bank sendiri atau dari luar bank.
Penilaian atas risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan
parameter/indicator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yang terdiri
atas 8 aspek :
1. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau
pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Dalam
menilai risiko inheren atas risiko kredit, parameter/indikator yang
digunakan adalah :
11
1. Komposisi portofolio asset dan tingkat konsentrasi.
2. Kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan.
Strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya
penyediaan dana.
3. Faktor eksternal.
4. Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening
administrative termasuk transaksi derivative, akibat perubahan
dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option.
Risiko pasar antara lain meliputi suku bunga, risiko nilai tukar,
risiko ekuitas, dan risiko komoditas. Risiko suku bunga dapat
berasal baik dari posisi trading book maupun pososo banking
book. Dalam menilai risiko inheren atas risiko pasar,
parameter/indicator yang digunakan adalah :
a. Volume dan komposisi portofolio.
b. Kerugian potensial potential loss) risiko suku bunga
dalam Banking Book (Interest Rate Risk in Banking
Book-IRRBB).
c. Strategi dan kebijakan bisnis.
5. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan
dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian internal
12
yang mempengaruhi operasional bank. Sumber risiko
operasional dapat disebabkan antara lain oleh sumber daya
manusia, proses sistem, dan kejadian eksternal. Dalam menilai
risiko inheren atas risiko operasional, parameter/indikator yang
digunakan adalah :
1. Karakteristik dan kompleksitas bisnis.
2. Sumber daya manusia.
3. Teknologi informasi dan infrastruktur pendukung.
4. Fraud, baik internal maupun eksternal.
5. Kejadian eksternal.
6. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan
bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari asset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu
aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini disebut juga
risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk). Risiko
likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan bank
melikuidasi asset tanpa terkena diskon yang material karena
tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market
disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai risiko
likuiditas pasar (market liquidity risk). Dalam menilai risiko
inheren atas risiko likuiditas, parameter yang digunakan adalah
13
1. Komposisi dari asset, kewajiban, dan transaksi
rekening administrative.
2. Konsentrasi dari asset dan kewajiban.
3. Kerentanan pada kebutuhan pendanaan.
4. Akses pada sumber-sumber pendanaan.
7. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan
hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Dalam menilai
risiko inheren atas risiko hukum, parameter/indikator yang
digunakan adalah :
c. Faktor litigasi.
d. Faktor kelemahan perikatan.
e. Faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang-
undangan.
8. Risiko Stratejik
Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidakpastian bank
dalam mengambil keptusan dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis. Dalam menilai risiko inheren
atas risiko stratejik, parameter/indicator yang digunakan adalah
1. Kesesuaian strategi bisnis bank dengan lingkungan bisnis.
2. Strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi.
3. Posisi bisnis bank.
14
4. Pencapaian rencana bisnis bank.
9. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi
negative terhadap bank. Dalam menilai risiko inheren atas
risiko reputasi parameter/indicator yang digunakan adalah :
1. Pengaruh reputasi negatif dari pemilik bank dan
perusahaan terkait.
2. Pelanggaran etika bisnis.
3. Kompleksitas produk dan kerjasama bisnis bank.
4. Frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan
negatif bank.
5. Frekuensi dan materialitas keluhan nasabah.
10. Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Monks (dalam Kaihatu,2006) Good Corporate
Governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder. Dengan kata lain, GCG adalah seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern
dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka
atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
15
perusahaan, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Di Indonesia, istilah Good Corporate Governance (GCG) baru
dikenal sejak tahun 1990an, yaitu semenjak bangkrutnya beberapa
perusahaan raksasa dunia. Pada tahun 1997, krisis keuangan yang melanda
di Indonesia juga turut menjatuhkan perekonomian salah satunya pada
bidang perbankan. Pedoman Good Corporate Governance perbankan
Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance menyatakan bahwa :
“Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997
bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga
diakibatkan oleh belum dilaksanakannya Good Corporate
Governancedan etika yang melandasinya”.
Hal ini membuat semakin banyak kalangan yang menyadari
pentingnya penerapan Good Corporate Governance. Maka, Bank
Indonesia mengeluarkan Peraturan Perbankan Indonesia (PBI) Nomor
8/4/PBI/2006 yang mengatur tentang Good Corporate Governance yang
dimaksudkan agar bank yang menerapkan Good Corporate Governance
dapat meningkatkan kinerjanya. Teori utama yang mendasari Good
Corporate Governance adalah agency theory yang dikembangkan oleh
Michael Johnson. Darmawati (2005,7) menyatakan bahwa :
16
“Hubungan kegenan adalah sebuah kontrak antara principal dan
agen. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan
antara kepemilikan (pihak principal/investor) dan pengendalian
(pihak agent/manager). Investor memiliki harapan bahwa manajer
akan menghasilkan returns dari uang yang mereka investasikan”.
Kaihatu (2006) menyatukan bahwa manajemen perusahaan sebagai
agents bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh
kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan
bijaksana serta adil terhadap pemegang saham.
Berikut adalah uraian prinsip-prinsip GCG berdasarkan Pedoman
Good Corporate Governance perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance :
1. Keterbukaan (Transparency)
1. Bank harus mengungkapan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders
sesuai dengan haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal
yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan,
kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham
pengendali, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management),
sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan
17
pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi
kondisi bank.
3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi
tentang kebijakan tersebut.
2. Akuntabilitas (Accountability)
a. Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari
masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi,
misi, sasaran usaha dan trategi perusahaan
b. Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank
mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggungjawabnya
dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
c. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance
system dalam pengelolaan bank.
d. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran
bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati
konsisten dengan menilai perusahaan, sasaran usaha, dan
trategi bank serta memiliki reward and punishment
system.
1. Tanggung Jawab (Responsibility)
18
a. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus
berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudential banking
practices) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang
berlaku.
b. Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen
(perusahaan yang baik ) termasuk peduli terhadap
lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab social.
2. Independensi (Independency)
a. Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak
wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh
oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest).
b. Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan
bebas dari segala tekanan dari pihak manapun.
3. Kewajaran (Fairness)
1. Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
stakeholder berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran.
2. Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh
stakeholders untuk memberikan masukan dan
menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta
mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
keterbukaan.
19
Penerapan Good Coorporate Governance (GCG) pada bank
dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja bank dan meminimumkan
kemungkinan manajer sebagai pengelola bank mengubah angka akuntansi
terutama laba untuk kepentingan pribadinya sehingga dapat mengurangi
kualitas informasi keuangan bank yang bersangkutan. Data untuk
pengukuran GCG diukur berdasarkan survey yang dilakukan oleh
Indonesian Institute for Corporate Governance (iicg) terhadap
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI. Berdasarkan hasil survey
maka akan diperoleh Corporate Governance Perception Index (CGPI).
CGPI adalah program riset dan pemeringkatan penerapan GCG pada
perusahaan-perusahaan Indonesia melalui perancangan riset yang
mendorong perusahaan meningkatkan kualitas penerapan GCG. CGPI
berisikan skor berupa angka mulai dari 0 sampai dengan 100 yang
merupakan hasil survey mengenai penerapan GCG pada perusahaan uang
terdaftar di BEI.
3. Rentabilitas (Earning)
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat ukur untuk mengukur
tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Salah satu tujuan utama suatu bank pada umumnya adalah
untuk memperoleh keuntungan. Untuk mengukur kinerja suatu bank
adalah dengan mengukur kemampuan suatu bank untuk memperoleh
keuntungan (profit). Return on Asset (ROA) memfokuskan kemampuan
20
perusahaan unruk memperoleh rentabilitas dalam operasi perusahaan,
sedangkan Return on Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh
dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2002).
Rasio yang dapat dipakai untuk menilai profitabilitas adalah Net Interst
Margin.
Menurut Suad Husnan (2001), semakin besar ROA maka kinerja
keuangan bank juga akan semakin baik karena tingkat kembalian (return)
akan semakin besar. Apabila ROA meningkat, profitabilitas perusahaan
meningkat, kinerja perusahaan juga meningkat.
4. Permodalan (Capital)
Pada permodalan (capital) bank-bank diwajibkan oleh Bank
Indonesia untuk memelihara kewajiban penyediaan modal minimu sebesar
8%. Penilaiannya ada pada Capital Adequancy Ratio (CAR) dengan
jumlah minimal 8%. CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagahan pada bank lain) ikut dibiayai dari
modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
diluar bank.
21
2.1.7 Perbedaan Metode CAMEL dan Metode RGEC
Menurut Age Etri Budiarti (2012), mengatakan bahwa sebenarnya sistem
penilaian kesehatan antara CAMEL tidak jauh berbeda dengan RGEC. Beberapa
bagian tampak masih sama dengan masih digunakannya sistem penilaian
permodalan dan rentabilitas. Adapun sistem penilaian manajemen yang diganti
menjadi Good Corporate Governance. Sedangkan untuk komponen kualitas asset
dan likuiditas dijadikan satu dalam komponen profil risiko.
1. Kualitas Aset dan Likuiditas CAMEL menjadi Profil Risiko RGEC
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, profil
risiko yang wajib dinilai terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, dan risiko
likuiditas. Untuk penilaian kualitas asset memiliki kesamaan dalam
penilaian risiko kredit pada profil risiko. Adapun untuk penilaian
likuiditas memiliki kesamaan dalam penilaian risiko likiditas pada profil
risiko.
a. Risiko Kredit
Dengan menggunakan perhitungan rasio Non Performing Loan :
𝑁𝑃𝐿 =𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑥 100%
Sumber : Jumingan, (2011:245).
b. Risiko Pasar
Dengan menggunakan perhitungan rasio Interest Rate Risk :
𝐼𝑅𝑅 =𝑅𝑆𝐴 (𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑆𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
𝑅𝑆𝐿 (𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑆𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠) 𝑥 100%
22
Sumber : (SE BI 13/24/DPNP/2011)
c. Risiko Likuiditas
Dengan menggunakan perhitungan rasio-rasio sebagai berikut :
1. Loan to Deposit Ratio (LDR)
𝐿𝐷𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑥 100%
Sumber : Irmayanto dkk, (2009:90)
2. Loan to Assets Ratio (LAR)
𝐿𝐴𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑥 100%
Sumber : Jumingan, (2011:244)
3. Cash Ratio
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐴𝑙𝑎𝑡 − 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝐿𝑖𝑘𝑢𝑖𝑑 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑘𝑢𝑎𝑠𝑎𝑖
𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑥 100%
Sumber : (SE BI No. 6/23/DPNP/2004)
2. Manajemen CAMEL menjadi Good Corporate Governance RGEC
Pada manajemen CAMEL, selain menggunakan parameter atau
indikator Good Corporate Governance pada manajemen umum,
digunakan pula penerapan sistem sistem manajemen risikonya serta
ketentuan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada
komponen RGEC, ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia mengenai Bank Umum yang terdiri dari :
23
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris.
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi.
c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite.
d. Penanganan benturan kepentingan.
e. Penerapan fungsi kepatuhan bank.
f. Penerapan fungsi audit intern.
g. Penerapan fungsi audit ekstern.
h. Penerapan fungsi manajemen risiko dan pengendalian intern
i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan debitur
besar (large exposures).
j. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan
pelaksanaan GCG dan laporan internal.
k. Rencana strategis bank.
3. Rentablitas CAMEL dan RGEC
Pada rentabilitas CAMEL, terdapat parameter atau indikator
perhitungan BOPO (Beban Operasional dibagi dengan Pendapatan
Operasional), sedangkan rentabilitas RGEC tidak ada perhitungan BOPO.
Sebagai gantinya, pada rentabilitas RGEC terdapat parameter atau
indikator Beban Operasional dibagi dengan Total Aset dan Pendapatan
Operasional yang juga dibagi dengan Total Aset. Penilaian terhadap
faktor rentabilitas didasarkan pada dua rasio yaitu :
24
a. Return on Assets (ROA) atau Rasio laba sebelum pajak
terhadap rata-rata total asset.
𝑅𝑂𝐴 =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑥 100%
Sumber : Siamat, (2005:213)
b. Net Interst Margin (NIM) atau Rasio pendapatan bunga bersih
terhadap rata-rata total asset.
𝑁𝐼𝑀 =𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑥 100%
Sumber : Taswan, (2010:559)
4. Permodalan CAMEL dan RGEC
Capital Adequancy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk
mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva
yang mengandung atau menghasilkan risiko (Kasmir, 2009:198). Untuk
perhitungan CAR baik untuk CAMEL maupun RGEC menggunakan
rumus yang sama, namun perbedaannya terletap pada perhitungan ATMT
(Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) pada CAMEL, yang masih
menggunakan regulasi basel I, yaitu perhitungan ATMR dengan
menggunakan risiko kredit dan pasar saja. Sedangkan untuk perhitungan
ATMR pada RGEC, dimana regulasi basel II sudah digunakan, yaitu
dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar dan ditambah dengan
menggunakan risiko operasional.
25
𝐶𝐴𝑅 =𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡 𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑥 100%
Sumber : Taswan, (2010:559)
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya tentang penilaian
kesehatan bank antara lain dilakukan oleh :
a. Bayu Aji Permana (2012) melakukan penelitian mengenai analisis
tingkat kesehatan bank berdasarkan metode CAMELS dan RGEC.
Hasil penelitian yang menggunakan analisis deskiptif memberikan
kesimpulan bahwa metode CAMELS sebenarnya telah memberikan
gambaran tingkat kesehatan bank yang efektif akan tetapi metode
CAMELS tidak memberikan suatu kesimpulan yang mengarahkan ke
satu penilaian. Sedangkan metode RGEC lebih menekankan akan
pentingnya kualitas manajemen. Manajemen yang berkualitas
tentunya akan mengangkat faktor pendapatan dan juga faktor
permodalan secara langsung maupun tidak langsung.
b. Ni Putu Noviantini Permata Yessi (2015) melakukan penelitian
mengenai analisis tingkat kesehatan PT. Bank Sinar Harapan Bali
Periode 2010-2012 menggunakan RGEC. Penelitian ini menggunakan
laporan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
26
tahun 2010-2012 dan didapatkan bukti empiris bahwa PT. Bank Sinar
Harapan Bali memiliki predikat sehat berdasarka metode RGEC.
c. Khisti Minarrohmah, Fransisca Yaningwati, dan Nila Firdausi Nuzula
(2014) melakukan penelitian mengenai analisis tingkat kesehatan bank
dengan menggunakan pendekatan RGEC (Risk Profile, Good
Corporate Governance, Earnings, Capital). Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan pada PT. Bank Central Asia dengan
menggunakan metode RGEC ini menunjukkan predikat kesehatan
bank pada periode 2011-2013 secara keseluruhan sangat sehat.
top related