bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori - uksw · kajian teori. kajian teori ini merupakan uraian...
Post on 08-Mar-2021
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat para ahli yang mendukung
penelitian. Beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan
mempunyai pendapat yang berbeda. Pembahasan teori ini berisi tentang model
pembelajaran Children Learning In Science dan hasil belajar IPA.
2.1.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Folwer (Trianto, 2014:136) “IPA adalah pengetahuan yang
sistematis yang dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan
dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi”, “IPA atau ilmu kealaman
adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang
diamati” (Kardi dan Nur, 1994:1.3) Adapun Wahyana (2014:136) mengatakan
bahwa “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan
dalam penggunaanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”.
Hakikat IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional Pendidikan
(BNSP) Tahun 2006 menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pegetah uan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Trianto (2014:137) “pada hahikatnya IPA dibangun atas dasar
produk ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan
sebagai prosedur”. Sebagai proses diartiakan semua kegiatan ilmiah untuk
menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan
pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa
pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan
9
bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur
dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai umtuk mengetahui sesuatu
(riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dipaparkan di atas dapat
dinyatakan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis,
penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang
melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap siswa
seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Proses
pembelajaran IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung
dalam situasi yang edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
2.1.1.1. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam juga mempunyai karakteristik sebagai dasar untuk
memahaminya. Karakteristik tersebut menurut Jacobson dan Bergman dalam
Ahmad Susanto (2013:170), meliputi :
a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori;
b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati
fenomena alam, termasuk juga penerapannya;
c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam
menyikapi rahasia alam;
d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian
atau beberapa saja;
e. Kebenaran IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang
bersifat objektif.
Diambil dari karakteristik IPA tersebut, bahwa IPA merupakan suatu
kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori. Cara memahaminya dengan
melalui kegiatan ilmiah berupa fisik dan mental serta mencermati fenomena
alam termasuk penerapannya dengan sikap keteguhan hati, keingintahuan,
ketekunan dalam menyikapi rahasia alam.
10
2.1.1.2. Tujuan dan Manfaat Ilmu Pengetahuan Alam
Berdasarkan karakteristik IPA yang ditelah diuraikan,maka tujuan mata
pelajaran IPA secara umum yaitu menciptakan ketaqwaan terhadap Tuhan sebagai
pencipta alam semesta, memahami bebagai macam gajala alam yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu mengenal pengaruh IPA
dengan lingkungan, meningkatkan kesadaran dalam menjaga lingkungan alam.
Menurut BSNP (2006) mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-
Nya;
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat;
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MI.
Dilihat dari tujuan dan manfaat IPA tersebut, dapat dipahami bahwa
pembelajaran IPA merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip,
proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep
IPA dengan demikian pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan
peyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Melalui
kegiatan-kegiatan tersebut pembelajaran IPA akan mendapat pengalaman langsung
dengan melakukan pengematan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran
yang demikian dapat mnumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindaikasikan dengan
merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berpikir kritis
melalui pembelajaran IPA.
11
2.1.1.3. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut BSNP kurikulum 2006 (KTSP) ruang lingkup bahan kajian IPA untuk
SD/MI meliputi aspek-aspek berikut :
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas;
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sedrhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Dilihat dari ruang lingkup IPA tersebut maka dapat diambil kompentensi yang
akan dicapai. “ Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan
landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian” (KTSP, 2006). Pada penelitian
ini diambil Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA kelas 5
semester II yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompeten Dasar IPA kelas 5 Sekolah
Dasar Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 Kurikulum KTSP
Menurut Trianto (2014:143) “pembelajaran IPA lebih ditekankan pada
pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta,
membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang
akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun
produk pendidikan” karena pada dasarnya IPA merupakan sekumpulan konsep,
prinsip, hukum dan teori. Dilihat dari karakteristiknya maka pembelajaran IPA
Standar
Kompetensi
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan
hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam
Kompetensi
Dasar
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena
pelapukan.
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah.
12
dilakukan melalui proses ilmiah berupa fisik dan mental dan mencermati
fenomaena alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta adanya sikap
keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyikapi rahasia alam.
2.1.2. Hasil Belajar
Dunia pendidikan selalu berkaitan dengan belajar dan hasil belajar. Menurut
Rusman (2012:123) “hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang dipeloreh
siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Hal tersebut
senada dengan pendapat Omar Hamalik (2002:45) yang menyatakan bahwa “hasil
belajar dapat terlihat dari terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk
juga perubahan perilaku”. Menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum Jamil,
2014:37) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa
(learner performance)”. Reigeluth (Suprihatiningrum Jamil, 2014:38) berpendapat
bahwa
hasil belajar atau pembelajaran dapat juga dipakai sebagai pengaruh
yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif
dalam kondisi yang berbeda.ia juga mengatakan secara spesifik bahwa
hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan
sebagai suatu kapabilitas (kemampuan yang telah diperoleh).
Nawawi (2007 : 39 ) menyatakan bahwa “hasil belajar dapat diartikan sebagai
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi
pelajaran tertentu”.
Melalui penelitian ini, hasil belajar IPA difokuskan pada aspek kognitif.
Menurut Arikunto (2013:33) “aspek kognitif dalam hasil belajar siswa bertujuan
untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang telah
dikuasai dan menjadi miliknya”. Cara untuk mengetahui atau mengukur kognitif
(pengetahuan) belajar siswa, terdapat beberapa jenis penilaian yang dapat
digunakan guru untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa berkenaan dengan KD
tertentu. Jenis-jenis penilaian yang dimaksud berupa tes lisan tes tertulis, penugasan
(Kosasih, 2014:139). Selain jenis tes, ada pula bentuk tes. Menurut Kosasih
13
(2014:139) “yang dimaksud bentuk tes adalah tes yang berupa pilihan ganda, benar
salah, menjodohkan, melengkapi isian, jawaban singkat, dan uraian. Menurut
Widoyoko (2014:51) “tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran,
yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Di antara objek
tes adalah kemampuan siswa”. Pada penelitian ini diharapakan siswa dapat
menyerap konsep-konsep, hukum dan teori. Melalui proses ilmiah berupa fisik dan
mental dan mencermati fenomaena alam dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Siswa dapat menerima dan mengembangkan konsep-konsep dasar IPA
yang belum terstrukur dapat menjadi pengetahuan IPA yang ilmiah serta perubahan
skor tes yang semakin meningkat.
2.1.3. Model Pembelajaran CLIS
. Children Learning In Science berarti anak belajar dalam sains. Science
dalam bahasa indonesia ditulis sains atau IPA, didefinisikan sebagai suatu
kumpulan pengetahuan tersusun secara sitematik, dan dalam penggunaannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam. Model pembelajaran CLIS dikembangkan
oleh kelompok Children Learning In Science yang dipimpin oleh Driver dan diberi
nama general structure of a costruktivist teaching sequance. “Model pembelajaran
CLIS merupakan model pembelajaran yang berusaha mengembangkan ide atau
gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta
merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan”
(Widiyarti, dkk., 2012).
2.1.3.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran CLIS
Menurut Driver (dalam Handayani, dkk.,2002), tahapan-tahapan model
pembelajaran CLIS secara umum terihat seperti pada gambar 2.1 sebagai berikut :
14
Gambar 2.1
Bagan Struktur Umum Model CLIS
Tahap-tahap model pembelajaran Children Learning In Science ( CLIS) Model
terdiri atas 5 tahap menurut Widiyarti, dkk., (2012), yaitu :
1. Tahap orientasi ( orientation )
“Tahap orientasi merupakan tahapan yang dilakukan guru dengan tujuan
untuk memusatkan perhatian siswa”.
15
2. Tahap pemunculan gagasan ( elicitation of ideas)
“Kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh guru untuk
memunculkan gagasan siswa tentang topik yang dibahas dalam
pembelajaran”.
3. Tahap penyusunan ulang gagasan ( restructuring of ideas)
Tahap ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu: pengungkapan dan
pertukaran gagasan ( clarification and exchange), pembukaan pada
situasi konflik ( eksposure to conflict situation), serta konstruksi
gagasan baru dan evaluasi ( construction of new ideas and evaluation).
Pengungkapan dan pertukaran gagasan merupakan upaya untuk
memperjelas atau mengungkapkan gagasan awal siswa tentang suatu
topik secara umum, misalnya dengan cara mendiskusikan jawaban
siswa pada langkah kedua dalam kelompok kecil, kemudian salah satu
anggota kelompok melaporkan hasil diskusi ke seluruh kelas.
4. Tahap penerapan gagasan (application of ideas)
Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menerapkan gagasan
baru yang dikembangkan melalui percobaan atau observasi ke dalam
situasi baru. Gagasan baru yang sudah direkonstruksi dalam
aplikasinya dapat digunakan untuk menganalisis isu-isu dan
memecahkan masalah yang ada di lingkungan. Misalnya dengan cara
siswa mencari dan mencatat benda yang mereka temukan di sekitar
sekolah yang merupakan kegiatan yang berhubungan dengan topik
pembelajaran sebanyak mungkin sesuai waktu yang diberikan.
5. Tahap pemantapan gagasan(review change in ideas)
Konsepsi yang telah diperoleh siswa perlu diberi umpan balik
oleh guru untuk memperkuat konsep ilmiah tersebut. Dengan
demikian, siswa yang konsepsi awalnya tidak konsisten dengan konsep
ilmiah akan dengan sadar mengubahnya menjadi konsep ilmiah.
2.1.3.2. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran CLIS
Penggunaan model pembeajaran CLIS berusaha mengembangkan ide atau
gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta
merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan
mempunyai keunggulan dan kelemahan. Menurut Handayani, dkk.,(2002:60-61)
keunggulan tersebut adalah sebagai berikut :
16
1. Membiasakan siswa untuk belajar secara mandiri dalam mengatasi
suatu permaslahan.
2. Menciptakan kreativitas siswa untuk belajar, sehingga terciptanya
suasana kegiatan belajar mengajar yang kondusif.
3. Terjalinnya kerja sama antar siswa di dalam kelompoknya pada
saat melakukan kegiatan.
4. Suasana belajar lebih bermakna, karena siswa menemukan sendiri
hasil pengamatan dari percobaanya.
5. Guru mengajar akan lebih mudah hanya mengarahkan setiap
konsep yang diajarkan kearah yang lebih benar dan dapat
menciptakan suasana belajar yang lebih aktif.
6. Guru hanya menyiapkan berbagai masalah yang ada hubungannya
dengan konsep yang diajarkan.
7. Siswa menjawab sendiri pertanyaan yang terdapat di LKS secara
mandiri maupun kelompok.
8. Guru dapat menemukan alat-alat atau media pengajaran yang
mudah didapat di dalam kehidupan sehari-hari.
9. Kelebihan yang menonjol dalam model pembelajaran ini adalah
sederatan tahapan untuk setiap tahapan kegiatan yang dilakukan
siswa.
Selain manfaat yang dirasakan oleh siswa maupun guru, model pembelajaran
CLIS juga mempunyai kelemahan sebagai berikut :
1. Pada tahap pembukaan situasi konflik siswa masih bingung untuk
mencari perbedaan antara konsep awal dan konsep ilmiah pada saat
melakukan pengamatan dan percobaan yang terdapat dalam bahan ajar
atau buku paket hal tersebut sebelumnya sudah diberitahu dan dibimbing.
2. Siswa yang belum belajar mandiri dan belajar kelompok akan mengalami
kesulitan untuk dapat menguasai konsep dengan baik.
3. Guru dituntut menyiapkan model pembelajaran ini untuk setiap sub-
konsep dan mempunyai tahapan terlalu banyak, sehingga waktu yang
dipergunakan kuran atau tidak cukup.
2.1.3.3. Solusi Kelemahan Model Pembelajaran CLIS
Pada hakikatnya setiap model pembelajaran mempunyai kelemahan begitu
pula pada model pembelajaran CLIS. Maka diperlukan suatu upaya dalam
mengatasi kelemahan model ini agar pembelajaran model ini dapat berjalan
maksimal. Guru sebagai perencana dan pelaksana pembelajaran haruslah mampu
meminimalisir kelemehan model yang digunakan, upaya yang ditempuh dalam
mengatasi kelemahan model pembelajaran CLIS adalah (1) pada tahap pembukaan
situasi konflik guru memberikan bimbingan secara khusus pada siswa agar siswa
dapat membedakan konsep awal dan konsep ilmiah, (2) guru membagi kelompok
17
secara heterogen agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang lain dalam
memahami konsep, (3) semakin meningkatnya aktifitas siswa maka diperlukan
waktu lebih maka meminta waktu tambahan dengan memotong jam mata pelajaran
sebelum dan sesudahnya.
2.1.3.4. Karakteristik Model Pembelajaran CLIS
Menurut Handayani, dkk.,(2002:60) model pembelajaran CLIS mempunyai
karakteristik, antara lain:
a. Dilandasi pandangan konstruktivisme memperhatikan pengalaman dan
konsep awal siswa
b. Pembelajaran berpusat pada siswa dimana siswa sendiri yang aktif secara
mental membangun pengetahuannya.
c. Melakukan aktifitas hands-on/minds-on siswa diberi kesempatan untuk
melakukan kegiatan dan melatih berfikirnya.
d. Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar agar siswa lebih
mencintai lingkungannya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran
CLIS merupakan pembelajaran yang mengutamakan kreatifitas anak dan
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang
dimilikinya secara menyeluruh, dan dapat mengembangkan gagasannya melalui
pengamatan dan praktikum sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan sebagai
pembimbing.
2.2. Penerapan Model CLIS Dalam Pembelajaran IPA
Mengacu dari uraian langkah-langkah model CLIS oleh beberapa ahli, penulis
menerapkan model pembelajaran CLIS dalam mata pelajaran IPA dengan Standar
Kompetensi memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan
penggunaan sumber daya alam, Kompetensi Dasar mendiskripsikan proses
pembentukan tanah karena pelapukan dan mendiskripsikan jenis-jenis tanah pada
topik batuan dan tanah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
18
a. Orientasi
Siswa diberikan orientasi berupa fenomena batuan dan tanah yang ada di
lingkungan sekitar dengan memperlihatkan macam-macam batuan dan berbagai
jenis tanah.
b. Tahap pemunculan gagasan.
Guru memberikan permasalahan yaitu tentang apa saja jenis-jenis batuan,
bagaimana terbentuknya tanah serta apa saja jenis-jenis tanah kemudian meminta
siswa menyusun gagasannya berdasarkan pengalaman belajarnya masing-masing
dalam bentuk tulisan setelah itu melakukan tanya jawab untuk menggali gagasan
siswa.
c. Tahap penyusunan ulang gagasan.
Siswa bertukar gagasan yang dimiliki dengan gagasan siswa lain dengan
membagi siswa kedalam kelompok untuk berdiskusi dengan topik batuan dan tanah
hingga diperoleh gagasan baru kemudian meminta perwakilan kelompok
mengungkapkan gagasan hasil diskusi. Guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk mencari pengertian ilmiah dari buku teks berdasarkan gagasan barunya
kemudian meminta siswa membandingkan konsep awal yang dimiliki dengan
konsep ilmiah tersebut untuk mencocokan gagasan dengan fenomena yang akan
dipelajari yang bertujuan untuk merekontruksi gagasan baru. Siswa diberikan
kesempatan melakukan observasi atau percobaan dan mendiskusikannya untuk
menyusun ulang gagasannya kemudian melaporkannya.
d. Tahap penerapan gagasan
Siswa yang terbagi dalam kelomok menerapkan gagasan baru yang
dikembangkan dengan melakukan pengamatan atau percobaan dengan bimbingan
guru ke dalam situasi baru. Gagasan baru yang telah rekonstruksi dalam aplikasinya
digunakan untuk menganalisis isu-isu atau fenomena lingkungan sekitar berupa
mencatat kegiatan atau benda yang berhubungan dengan topik batuan dan tanah.
e. Tahap pemantapan gagasan.
Guru memberikan penguatan pada siswa dan menyimpulkan materi tentang
batuan dan tanah. Dengan demikian konsep awal tidak konsisten yang dimiliki
siswa akan secara sadar merubah dengan konsep ilmiah.
19
2.3. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil –
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan
substansi yang diteliti. Fungsinya untuk memposisiskan penelitian yang sudah ada
dengan penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian diantaranya :
Pengaruh Children Learning in Science ( CLIS) terhadap hasil belajar IPA
siswa kelas 4 SD N Blotongan 01 Salatiga kecamatan Sidorejo kota Salatiga
semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Novi Pramita Devi ( 2011) jenis penelitian
dalam skripsi ini adalah penelitian eksperimen. Jumlah subyek sebanyak 29 siswa
kelas 4 di SD N Blotongan 01 Salatiga. Pengumpuan data hasil belajar diperoleh
dari tes yang dilakukan pada kelas tersebut. Analisis data yang digunakan untuk
melihat peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang menggunakan
model pembelajaran CLIS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan
hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang yang menggunakan model
pembelajaran CLIS di SD N Blotongan 01 Kecamata Sidorejo kota Salatiga. Hasil
analisis diperoleh dari prosentase hasil belajar pretes dan postes siswa yang sudah
tuntas dan tidak tuntas dan hasilnya dari pretes terdapat 41% siswa yang sudah
tuntas dan 59% yang tidak tuntas. Sedangkan pada postes seluruh siswa 100%
dinyatakan tuntas sehingga hasil belajar siswa meningkat signifikan sebesar 59%.
Pembelajaran menggunakan model CLIS terbukti efektif meningkatkan hasil
belajar siswa. Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan adalah peningkatan
yang signifikan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang menggunkan model
pembelajaran CLIS di SD N Blotongan 01 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Yunita E.A., Mifta A (2011) dalam penelitiannya berjudul implementasi
model Children Learning in Science ( CLIS ) untuk meningkatkan pembelajaran
IPA siswa kelas 5 SD N dukuh 02 Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan penerapan model
CLIS, aktivitas siswa ketika diterapkan model CLIS, dan hasil belajar siswa setelah
diterapkan model CLIS. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan
kelas (PTK) dilakukan dengan dua siklus masing-masing dua kali pertemuan.
Pengumpulan data penerapan model dan aktivitas siswa dilakukan dengan teknik
20
observasi, dokumentasi dan catatan lapangan. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan
hasil evaluasi siswa yang meningkat yaitu dari nilai rata-rata pra tindakan 68,3
sedangkan nilai rata-rata pada siklus I 75,4 dan 80,8 pada siklus II. Berdasarkan
paparan data dan pembahasan terhadap temuan-temuan yang diperoleh dalam
penelitian ini, maka dapat disimpulan sebagai berikut. Pertama, penerapan model
CLIS pada mata pelajaran IPA siswa kelas 5 SD N Dukuh II Kecamatan Ngadiluwih
Kabupaten Kediri dapat meningkatkan pembelajaran IPA materi “Gaya” selama
proses pembelajaran. Kedua, aktivitas siswa selama pembelajaran dengan
menerapkan model CLIS terlibat secara penuh karena pembel-ajaran berpusat pada
siswa, siswa aktif secara mental dan membangun pengetahuan, melakukan aktivitas
hands on dan minds on. Ketiga, hasil belajar siswa kelas 5 SD N Dukuh 02
mengalami peningkatan setelah diterapkan model CLIS karena dapat siswa terlibat
langsung dalam pembelajaran.
Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Clis (Children Learning In Science) Di SMP N 1 Tanjungraja
Semester Genap Tahun Ajaran 2010/2011 oleh Merita Diana. Penelitian bertujuan
untuk mengetahui hasil dari penerapan Model Pembelajaran CLIS (Children
Learning In Science) dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.. Hasil
penelitian penerapan Model Pembelajaran CLIS (Children Learning In Science)
pada pelajaran IPA kelas VII a dapat meningkatkan minat belajar dan prestasi
belajar yang di buktikan dengan bertambahnya minat belajar dari siklus I sebesar
68 %, siklus II sebesar 82 % dan pada siklus III sebesar 98%.sedangkan prestasi
belajar siswa bertambahnya tingkat ketuntasan belajar siswa setiap siklusnya
selama tiga siklus yaitu siklus I sebesar 62,3%, siklus II sebesar 73,95% dan siklus
III sebesar 100 %.
Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan proses dan hasil
belajar IPA. Namun demikian, perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas
ini. Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan
menerapkan model pembelajaran CLIS sebagai upaya untuk meningkatkan proses
21
hasil belajar mata pelajaran IPA pada siswa kelas 5 SD N Sidorejo Kidul 02
Salatiga.
2.4. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran CLIS memberikan kesempatan kepada siswa bekerja
dalam kelompok dan siswa dapat mengungkapkan ide atau gagasan tentang
pembentukan tanah dan merekontruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil
pengamatan atau percobaan serta mengimplikasikannya terhadap lingkungan.
Melalui penggunaan model pembelajaran CLIS , diharapkan gagasan awal siswa
dapat dimunculkan, reaksi siswa cukup baik terhadap pembelajaran, partisipasi
siswa menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran serta
hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD N Sidorejo Kidul 02 Salatiga semakin
meningkat. Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:
22
Gambar 2.2
Peta Konsep Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA
Pembelajaran
bukan model
CLIS
Guru
memberikan
evaluasi
Siswa pasif
mendengarkan
penjelasan
Guru
menyampaikan
materi dengan
ceramah dan
Tanya jawab
Hasil Belajar
≤ KKM
Pembelajaran model CLIS
Tahap Orientasi
Siswa diberikan orientasi berupa fenomena
batuan dan tanah yang ada di lingkungan
sekitar dengan memperlihatkan macam-
macam batuan dan berbagai jenis tanah.
Tahap Pemunculan Gagasan
Guru memberikan permasalahan tentang
batuan dan tanah.
Meminta siswa untuk menyusun gagasan.
Guru bertanya jawab untuk memacu siswa
dalam mengungkapkan gagasan yang ada.
Tahap Penyusunan Ulang Gagasan
Siswa berkolompok untuk berdiskusi,
bertukar gagasan dengan topik batuan dan
tanah hingga diperoleh gagasan baru.
Siswa membandingkan konsep awal yang
dimiliki dengan konsep ilmiah pada buku
teks.
Siswa melakukan observasi atau percobaan
dan mendiskusikannya untuk menyusun
ulang gagasannya.
Tahap Penerapan Gagasan
Siswa menganalisis isu-isu atau fenomena
lingkungan sekitar yang berhubungan dengan
topik batuan dan tanah
Tahap Pemantapan Gagasan
Guru bersama siswa menyimpulkan materi
Penilaian Proses
Tes Tertulis
Penilaian Hasil Hasil Belajar
≥ KKM
Siswa dilatih
menyampaiakan
gagasan
Siswa dilatih
berdiskusi untuk
bertukar gagasan
Siswa dilatih
melakukan
pengamatan dan
praktikum
Siswa dilatih
menganalisis
fenomena
lingkungan sekitar
Siswa dilatih
menyimpulkan
materi
Proses belajar
meningkat
23
2.5. Hipotesis Penelitian
Dari kerangka berfikir yang telah dikemukakakan dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Children Leanrning In Science ( CLIS ) dapat
meningkatkan proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas 5 SD N
Sidorejo Kidul 02 Salatiga semester II Tahun Ajaran 2014/2015 pada aktivitas
guru dan aktivitas siswa secara signifikan minimal 10%.
2. Proses pembelajaran model Children Leanrning In Science ( CLIS ) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
kelas 5 SD N Sidorejo Kidul 02 Salatiga semester II Tahun Ajaran 2014/2015
secara signifikan mengalami ketuntasan belajar individual dengan nilai hasil
belajar IPA ≥ 65 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai
rata-rata hasil belajar IPA meningkat minimal 7 nilai dari KKM ≥ 65 yang
ditentukan oleh sekolah atau ketuntasan belajar secara klasikal sebesar ≥ 90%
dari 33 siswa (kriteria baik).
top related