bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori...
Post on 08-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori dalam penelitian ini akan dibahas tentang pembelajaran IPA,
proses pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran IPA di SD, dan model
pembelajaran.
2.1.1 Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan konsep pembelajaran alam
dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan
kehidupanmanusia.Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan
dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk
membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang
mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia
sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan
alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
atan sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal
dari bvahasa latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari dua
yaitu social science (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu
Pengetahuan Alam) Namun dalam perkembangannya, science sering
diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan saja.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, benda-benda
yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang
dapat diamati oleh indra maupun yang tidak dapat diamati oleh indra. Menurut
H.W.Fowler dalam Trianto (2011), IPA adalah pengetahuan sistematis dan
dirumuskan yang berhubungan dengan gejala–gejala kebendaan dan didasarkan
8
terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto
(2010), mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang
dunia,zat,baik makhluk hidup atau benda mati yang diamati. Adapun menurut
Wahana dalam Trianto (2011), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi,
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka jujur
(Trianto,2011:138).
2.1.1.2 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Marsetio dalam Trianto (2011) IPA pada hakekatnya dibagun
atas dasar produk ilmiah,proses ilmiah,dan juga sikap ilmiah. Sebagai proses
ilmiah diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan
tentang alam ataupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk
ilmiah diartikan sebagai hasil proses,berupa pengetahuan yang diajarkan dalam
sekolah atau luar sekolah ataupun bidang bacaan untuk peyebaran atau dissiminasi
pengetahuan.
Daud Joesoef dalam Trianto (2011), juga menganjurkan agar IPA di
jadikan sebagai suatu kebudayaan,suatu kelompok,atau institusi sosial dengan
tradisi nilai,aspirasi maupun inspirasi. Sedang menurut Laksmi prihantono dalam
Trianto (2011), IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk,proses dan
aplikasi.Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan
sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan
proses yang dipergunakan untuk mempelajari obyek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan
melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
9
2.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Mata pelajaran IPA diberikan kepada para reserta didik mulai mulai dari
kelas I sampai dengan kelas VI ditingkat SD, sesuai dengan kurikulum yang
dibakukan pemerintah melalui Departemen Pendidikan & Kebudayaan tahun
2004, serta lebih disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya suplemen kurikulum
2006.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia
berupapengetahuan ,gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam
sekitarnya,yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah
antara lain penyelidikan, penyusunan danpengujian gagasan-gagasan .Mata
pelajaran IPA dapat dijadikan program untuk menemukan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswaserta rasa mencintai
dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2.1.2.1 Pengertian IPA
Menurut Fowler (dalam Suryanto, 2002:29) menyatakan, IPA merupakan
ilmu yang sistematis dan dirumuskan, ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala
kebendaan terutama didasarkan atas pengamatan dan induksi.
Menurut Nash (dalam Rusman, 2011:2), “IPA adalah suatu cara atau
metode untuk mengamati alam yang bersifat analisis,lengkap,cermat serta
menghubungkan antara fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu
perspektif yang baru tentang obyek yang diamati”. Menurut Nokes (dalam
Abdullah, 2003:18) menyatakan,”IPA adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh
dengan metode Khusus.”
Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat diartikan bahwa IPA merupakan
pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus melalui proses aktif
dalam menggunakan pikiran untuk mendapatkan suatu konsep berdasarkan suatu
hasil observasi dan eksperimen tentang gejala alam dan berusaha mengembangkan
rasa ingin tahu tentang alam serta berperan dalam memecahkan, menjaga dan
melestarikan lingkungan.”
10
2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA
Menurut Muslihah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah
untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sifat positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat, mengembangkan ketranpilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar,memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala
alam,sehingga siswa dapat berpikir kritis dan obyektif.”
Menurut BSNP (2006: 484) mata pelajran IPA bertujuan agar siswa
memiliki kamampuan sebagai berikut :
a. Memperoleh keyakinanterhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaban,keindahandan dan keteratuaran alam ciptaanNya
b. Mengembangkanpengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dandapat diterapkan dlam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu,sikap positif dan kesadaran adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,lingkungan,teknilogi dan
masyarakat.
d. Meningkatkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta untuk memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
f. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.2.3. Ruang Lingkup IPA
Adapun ruanglingkup bahan kajian IPA di SD menurut BSNP (2006:485)
meliputi aspek-aspek :
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan,yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
b. Benda / materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tata surya dan benda-benda langit lainnya.
11
2.1.2.4 Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD akan lebih efektif bila siswa aktif dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran. Menurut Depdiknas (dalam Muslihah,2006 : 44) adalah “Prinsip
motivasi,prinsip latar,prinsip menemukan,prinsip belajar melakukan, (learning to
doing) prinsip belajar sambil bermain,prinsip hubungan sosial. Prinsip hubungan
diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Prinsip motivasi, merupakan daya dorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Jadi motivasi siswa perlu ditumbuhkan. Peran guru sebagai
motivator sehingga muncul rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran.
b. Prinsip latar, pada hakekatnya peserta didik telah mengetahui pengetahuan
awal.Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu menggali pengetahuan,
keterampilan, pengalaman apa yang telah dimiliki oleh peserta didik.
c. Prinsip menemukan,pada dasarnya siswa sudah memiliki rasa ingin tahu
yang besar sehingga berpotensi mencari tahu guna menemukan sesuatu.
d. Prinsip belajar sambil melakukan, pengalaman yang diperoleh melalui
bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah dilupakan. Oleh karena
itu dalam proses pembelajaran hendaknya siswa diarahkan untuk
berkegiatan.
e. Prinsip belajar sambil bermain, bermain merupakan kegiatan yang disukai
pada usia SD. Dengan bermain akan menciptakan suasana yang
menyenangkan sehingga akan mendorong siswa melibatkan diri dalam
pembelajaran.
f. Prinsip hubungan sosial, kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan
secara berkelompok. Dengan kegiatan berkelompok siswa tahu kelebihan
dan kekurangannya,sehingga tumbuh kesadaran pentingnya berinteraksi dan
kerja sama dengan orang lain.
Pencapaian tujuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dimiliki oleh
kemampuan peserta didik yang standar dinamakan Standar Kompetensi (SK) dan
dirinci kedalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Dasar ini merupakan
standar minimum yang harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam
12
pengembangan kurikulum disetiap satuan pendidikan.Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan pererta didik untuk membangan kemampuan,
bekerja ilmiah dan pengetahuan yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan
KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas 3 SD materi ciri-
ciri makhluk hidup dan makhluk tak hidup disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2,1.
SK Dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas 3 Semester 1 Materi
Ciri-Ciri Makhluk Hidup Dan Makhluk Tak Hidup
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1 Memahami ciri-ciri dan
kebutuhan makhluk hidup
serta hal-hal yang
mempengaruhi perubahan
makhluk hidup.
1.1.Mengidentifikasi ciri-ciri dan
kebutuhan makhluk hidup.
2.1.3 Hasil Belajar
Ernest R. Hilgard dalam Anitah (2013:2.4) belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan dan perubahan itu
disebabkan karena ada dukungan dari lingkungan yang positif yang menyebabkan
terjadinya interaksi edukatif. Perubahan tersebut terjadi secara menyeluruh
meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Belajar merupakan proses yang
kompleks, berlangsung secara terus menerus, dan melibatkan berbagai lingkungan
yang dibutuhkannya. Dalam belajar semua aspek dalam diri siswa seperti
intelektual, sosial-emosional, fisik harus terlibat secara utuh sehingga
pengembangan potensi, bakat, dan minat siswa dapat terjadi secara maksimal. Ada
4 pilar yang diperhatikan dalam belajar yaitu.
a. Belajar untuk mengetahui (learning to know).
b. Belajar untuk berbuat (learning to do).
c. Belajar untuk hidup bersama (learning to live together).
d. Belajar untuk menjadi (learning to be).
13
Semua pilar tersebut harus dapat diterapkan pada proses belajar di
Sekolah Dasar baik di dalam kelas maupun luar kelas. Menurut Anitah (2013:2.5)
hasil belajar terjadi karena adanya proses mereaksi (menyikapi), mengalami,
berbuat, dan melakukan sesuatu yang dilakukan secara sadar. Indikasi lain dari
hasil belajar adanya perubahan tingkah laku atau perubahan kemampuan
seseorang yang dapat bertahan dan bukan karena hasil pertumbuhan. Hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku siswa yang terjadi akibat aktivitas belajar.
Perubahan yang terjadi tersebut tergantung pada apa yang dipelajari siswa. Hasil
belajar dibutuhkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam kegaiatan
belajar yang telah dilakukan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk
mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai
tujuan yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan proses perubahan pada diri siswa yang didapat dari proses
pembelajaran. baik dari segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, dari tidak
tahu menjadi tahu dan dari tidak bisa menjadi bisa dari kurang sopan menjadi
sopan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Anitah
(2013:2.7) yaitu :
a. Faktor intern (faktor dari dalam diri siswa)
Faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar
diantaranya adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian,
kelemahan, dan kesehatan fisik, serta kebiasaaan siswa.
b. Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa)
Faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhiterhadap hasil belajar
diantaranya adalah lingkungan fisik, lingkungan non fisik, lingkungan sosial
budaya, lingkungan keluarga, program dan disiplin sekolah, program dan sikap
guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman sekolah.
14
2.1.4 Proses Pembelajaran
Proses merupakan kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi, yang
mengubah input menjadi output. Pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar
mengajar yang juga berperan dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Dari
proses pembelajaran akan terjadi sebuah kegiatan timbal balik antara guru dengan
siswa untuk menuju tujuan yang lebih baik.
Proses pembelajaran adalah proses yng didalamnya terdapat kegiatan
interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2001:461). Menurut
pendapat Bafadal (2005:11), pembelajaran dapat diartikan, “ segala usaha atau
proses belajar mengajar yang efektif dan efisien”.Proses pembelajaran menurut
Rooijakkers (1991:114) merupakan suatu kegiatan belajar mengajar menyangkut
kegiatantenaga pendidik, kegiatan peserta didik,pola dan proses interaksi tenaga
pendidik dan peserta didik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar
dalam kerangka keterlaksanaan program pendidikan.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran adalah segala upaya bersama antara guru dan siswa untuk berbagi
dan mengubah informasi,dengan harapan pengetahuan yang diberikan bermanfaat
dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar yang berkelanjutan,serta
diharapkan adanya perubahan-perubahan yang lebih baik untuk mencapai suatu
peningkatan yang positif ditandai dengan perubahan tingkah laku individu demi
terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
2.1.5 Model Pembelajaran
Pengertian model pembelajaran menurut Agus Supriyono (2012) adalah
Pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas maupun tutorial.
Pengertian pembelajaran menurut Richard I Arends yaitu, “ Pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan termasuk didalamnya tujuan-
tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran dan pengelolaan
kelas.” Untuk mengajar peserta didik sesuai cara atau gaya belajar mereka
15
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model
pembelajaran. Dalam prakteknya, guru harus ingat bahwa tidak ada model
pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena
itu,dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan
kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan kondisi
guru itu sendiri.
Proses pembelajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan
pembelajaran yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara guru
dengan siswa yang tidak hanya menekan pada apa yang dipelajari tetapi menekan
bagaimana ia harus belajar.Penerapan model pembelajaran yang bervariasi akan
mengatasi kejenuhan siswa sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa.
Aktivitas belajar siswa merupakan salah satu faktor penting dalam
kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diadakan dalam rangka
memberikan pengalaman-pengalaman belajar pada siswa. Kegiatan belajar
dipandang kegiatan komunikasi antara siswa dan guru. Kegiatan komunikasi ini
akan tercapai apabila peserta didik aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu
alternatif untuk pengajaran tersebut adalah model pendekatan pembelajaran
kooperatif Make a Match ( Mencari Pasangan).
2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match
Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran mencari
Pasangan. Model pembelajaran Make a Match yang diperkenalkan oleh Curran
dalam Eliya (2009) menyatakan bahwa “ Make a Match adalah kegiatan peserta
didik untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum batas
waktunya. Peserta didik yang dapat menocokkan kartunya akan diberi point,dan
yang tidak berhasil mencocokan kartunya akan diberi hukuman sesuai yang telah
disepakati bersama.” Peran guru adalah sebagai fasilitatur dan ruangan kelas dapat
diatur sedemikian rupa sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Keputusan
guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi
ruang kelas dan sekolah.
16
Dengan adanya model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan)
peserta didik lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Disamping
itu Make a Match juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang
menjadikan aktif dalam kelas. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran
dikembangkan dengan Make a Matchadalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut
berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan
tersebut.
2.1.6.1 Kelebihan Model Pembelajaran Make a Match
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.
Adapun kelebihan dari model Make a Match adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya
melalui kartu.
2. Meningkatkan kreativitas belajar siswa
3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran
yang dibuat oleh guru.
2.1.6.2 Kelemahan Model Pembelajaran Make a Match
Selain memiliki kelebihan-kelebihan, make a match juga memiliki
kekurangan. Adapaun kekurangan-kekurangan pendekatan pembelajaran make a
match antara lain adalah sebagai berikut.
1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai
dengan materi pelajaran.
2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.
3. Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan
karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja.
4. Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.
17
2.1.6.3 Solusi untuk kelemahan model pembelajaran Make a Match.
Model pembelajaran Make a Match merupakan model pembelajaran
yang menyenangkan siswa,dan bisa diterapkan untuk semua mata
pelajaran,namun masih ada beberapa kelemahan dari model pembelajaran
tersebut.Berikut solusi untuk mengatasi kelemahan-kelemahan model
pembelajaran Make a Match.
a. Guru harus sudah mempersiapkan secara matang proses pembelajaran yang
akan dilaksanakan, baik materi, alat peraga maupun langkah-langkah
pembelajarannya.
b. Sebelum melakukan Make a Match guru memberi tahu siswa bahwa
pembelajaran ini hanya membantu siswa dalam memahami isi dari maeri.
c. Sebelum proses pambelajaran berlangsung guru bersama siswa membuat
kesepakatan mengenai peraturan-peraturan dan hukuman yang bisa
diterapkan kepada siswa.
d. Pada saat memberikan hukuman kepada siswa, guru hendaknya
menggunakan bahasa yang baik yang dapat memotivasi siswa agar lebih
baik lagi. Guru harus pandai memadukan antara model pembelajaran Make
a Match dengan media maupun alat peraga sehingga siswa senang dan tidak
bosan.
2.1.6.4 Penerapan Model Pembelajaran Make a Match
Langkah dalam penerapan model ini adalah guru membagi siswa menjadi
3 kelompok siswa. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-
kartu berisi pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu
yang berisi jawaban. Sedangkan kelompok ketiga berfungsi sebagai kelompok
penilai.Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut sedemikian sehingga
berbentuk huruf U. Upayakan kelompok pertama berhadapan dengan kelompok
kedua.
Jika masing-masing kelompok telah berada di posisi yang telah
ditentukan, maka guru memberi aba-aba sebagai tanda agar kelompok pertama
dan kelompok kedua bergerak mencari pasangannya masing-masing sesuai
18
dengan pertanyaan atau jawaban yang terdapat dikartunya. Berikan kesempatan
kepada mereka untuk berdiskusi. Diskusi dilakukan oleh siswa yang membawa
kartu yang berisi pertanyaan dan siswa yang membawa kartu yang berisi
jawaban.
Pasangan yang telah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan dan
jawaban kepada kelompok penilai.Kelompok penilai kemudian membaca apakah
pasangan pertanyaan dan jawaban itu cocok. Setelah penilaian selesai dilakukan,
aturlah sedemikain rupa kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu
kemudian memposisikan dirinya menjadi kelompok penilai. Sementara kelompok
penilai pada sesi pertama dibagi menjadi dua kelompok. Sebagian anggota
memegang kartu yang berisi pertanyaan dan sebagian lagi memegang kartu yang
berisi jawaban. Kemudian posisikan mereka seperti huruf U. Guru kembali
membunyikan peluitnya menandai pemegang kartu pertanyaan dan kartu jawaban
bergerak untuk mencari pasanganya. Apabila masing-masing siswa telah
menemukan pasangannya, maka setiap pasangan menunjukkan hasil kerjanya
kepada penilai.
2.1.6.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.
2. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal dan
kelompok 2 mendapat kartu jawaban sedangkan kelompok 3 berfungsi
sebagai penilai.
3. Tiap siswa mendapatkan satu kartu yang berisi pertanyaan atau jawaban.
4. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (pasangan
antara pertanyaan dan jawaban).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin oleh penilai.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya.
19
7. Setelah semua siswa mendapatkan pasangannya kemudian siswa yang
berperan sebagai penilai berganti peran menjadi pemegang kartu pertanyaan
dan sebagian memegang kartu jawaban. Sedangkan siswa pada kelompok 1
dan 2 sebelumnya berganti peran sebagai penilai.
8. Kemudian lakukan kegiatan seperti langkah pada nomor 4 dan 5
9. Kesimpulan dan penutup.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Endah Sri Wulandari (2009) dalam penelitiannya “Pengaruh Model
Pembelajarn Make a Match Pada Mata Pelajaran IPA dengan Sub Pokok Bahasan
Struktur dan Bagian-Bagian Telinga.Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa
kelas 4 SD Negeri Kasepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Dalam hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif model Make a
Match dapat meningkatkan keaktifan serta semangat siswa di dalam kelas pada
proses pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran model Make a Match juga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tentang Struktur dan
Bagian-Bagian Telinga siswa kelas 4 SD Negeri Kasepuhan 05 Kecamatan Jepon
Kabupaten Blora .Rata-rata 0ada pelaksanaan siklus 1 dengan sebesar 70 dengan
KKM yang ditentukan yaitu 65. Dan pada pelaksanaan siklus 2 mengalami
peningkatan yang sangat signifikan yaitu dengan rata-rata sebesar 85,dengan
ketuntasan sebesar 95%. Dengan demikian siswa kelas 4 SD Negeri Kasepuhan
05 mengalami peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran IPA tentang Struktur
dan Bagian-Bagian Telinga.Simpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan
model pembelajaran Make a Match dapat memingkatkan hasil belajar siswa dalam
mata pelajaran IPA kelas 4 semester 2 di SD Negeri Kasepuhan 05 Kecamatan
Jepon kabupaten Blora.
Penelitian tindakan kelas yang menguji penerapan model Make A Match
dilakukan oleh Yunita Ari Susanti (2014) dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar IPA materi ciri-ciri makhluk hidup dan makhluk tak hidup melalui model
pembelajaran Make A Match dengan metode demonstrasi siswa kelas 3 SDN
20
Karanglegi 01 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2014-
2015”, mengemukakan bahwa tehnik Make A Match dapat meningkatkan hasil
belajar IPA. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil belajar siswa yang
meningkat,dengan KKM yang di tentukan oleh sekolah 75. Pada pembelajaran
siklus 1 mengalami peningkatan nilai rata-rata 73,04 dengan tingkat ketuntasan
47,83 % dari angka 66,09 sebelum menerapkan model pembelajaran Make
AMatch. Pada pembelajaran siklus 2 terjadi hasil belajar siswa mencapai rata-rata
88,65 dengan ketuntasan belajar mencapai 91,70 %.
Ana Esti Ikasari (2013) dalam penelitiannya “Penerapan Model Make A
Match Dengan Media Flashcard Dalam Pembelajaran IPA untuk meningkatkan
aktivitas siswa kelas VB SD Islam Al Madina”. Dalam hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make A Match dengan
media Flashcard dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam meningkatkan hasil
belajar IPA .Hal inidapat dibuktikan pada hasil belajar siswa yang meningkat.
Pada pembelajaran siklus 1 pertemuan 1 rata-rata hasil belajar siswa yaitu 62,3
dengan ketentuan belajar klasikal 57,7 % yaitu 15 siswa tuntas belajar dengan
mendapatkan nilai 7,70 dan masih ada 11 siswa atau 42,3% siswa belum tuntas
sehingga perlu ditingkatkan untuk pertemuan selanjutnya.Pada pembelajaran
siklus 2 pertemuan ke 2 yaitu 85,4 dengan ketuntasan belajar klasikal 88,5% yaitu
dari 23 siswa tuntas belajar dengan mendapatkan nilai lebih dari 70 dan masih ada
siswa 3 atau 11,5% siswa yang belum tuntas.Hasil tersebut telah memenuhi
kreteria indikator keberhasilan yang direncanakan yaitu 80% siswa tuntas dengan
memenuhi kreteria ketuntasan minimal (KKM) 70.
2.3 Kerangka berfikir
Perlu diketahui bahwa tidak semua siswa baik yang berperan sebagai
pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban maupun penilai mengetahui
dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan dan jawaban yang
mereka pasangkan telah cocok atau tidak. Demikian halnya dengan penilai,
mereka juga belum mengetahui secara pasti apakah penilaian mereka benar atas
pasangan pertanyaan dan jawaban yang diberikan.Berdasarkan situasi inilah guru
21
memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang telah mereka lakukan
yaitu memasangkan pertanyaan dan jawaban dan melaksanakan penilaian.
Dengan menggunakan media kartu Make a Match maka seorang siswa
akan selalu mengingat materi yang telah mereka terima dalam pembelajaran
karena pembelajaran yang menyenangkan, sehingga dengan cara ini materi yang
dibahas akan selalu berkesan dalam pemikirannya dan konsep yang harus dikuasai
siswa akan mudah diterimanya. Hal ini sesuai dengan prinsip learning by
doing yang menyatakan bahwa pembelajaran akan cepat dikuasai siswa apabila
ikut terlibat langsung dalam pembelajaran.
Dengan aktifnya siswa dalam pembelajaran akan memudahkan siswa
menerima konsep yang harus dikuasainya, maka secara otomatis langkah
membawa siswa aktif dalam belajar ini merupakan suatu langkah yang efektif
untuk menyampaikan suatu materi ajar. Secara jelas kerangka berfikir disajikan
dalam gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Make a Match
Kondisi
Akhir
Kondisi
Awal
Tindakan
Guru Belum
Menggunakan
Metode Make a
Match
Menggunakan Model
Make a Match
Tingkat Pemahaman
Siswa Rendah Hasil
Belajar < KKM
Siswa Merasa Senang
Tertarik pada
Pembelajaran
Aktivitas Pembelajaran
Meningkat
Tingkat Pemahaman
Siswa Naik, Hasil
Belajar > KKM
22
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori-teori yang sudah diuraikan diatas dapat diambil suatu
hipotesis bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Make a Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas 3 di SD Negeri
Tambakromo 03 dengan materi ciri-ciri makhluk hidup dan makhluk tak hidup.
top related