bab i - alifcenter.files.wordpress.com file · web viewbagaimanakah pengertian tindak pidana...
Post on 21-Mar-2019
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data Political Economic and RiskConsultacy, yang diliris pada tahun 2005,
menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara terkorup di Asia.(KPK : 2006). dalam
kehidupan sehari-hari juga dapat dilihat dengan mudah kenyataan tersebut. Mulai dari
pinggir jalan sampai meja – meja para pejabat, praktek korupsi dapat dengan mudah kita
temukan. Seakan membudaya, korupsi sangat sulit dihilangkan dari kehidupan kita.
Sadar atau tidak banyak tindakan kita termasuk tindakan yang korup. Namun
dengan alasan ketidak-tahuan, dan tanpa rasa bersalah kita melakukannya. Padahal
korupsi termasuk salah satu tindakan melawan hukum. Korupsi juga digolongkan salah
satu tindak pelanggaran terhadap hukum pidana.
Berlatar hal tersebutlah penulis mencoba membahas secara sederhana tentang ”
hukum pidana dalam kajiannya terhadap tindak pidana korupsi ”. Sejalan dengan tema
yang penulis ambil maka makalah ini penulis beri judul ” Hukum Pidana (dalam
Kajiannya Terhadap Tindak Pidana Korupsi)”.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis merumuskan masalah – masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengertian Hukum Pidana ?
2. Bagaimanakah pengertian Tindak Pidana Korupsi ?
3. Bagaimanakah kajian Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia terhadap Tindak
Pidana Korupsi ?
1
1.3 Batasan Masalah
Dalam makalah ini terdapat batasan masalah, sebagai berikut :
1. Tidak ada bahasan mengenai sejarah Hukum Pidana di Indonesia.
2. Hukum Pidana termaksud, adalah Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia.
3. Data tentang tindak pidana Korupsi juga diambil dari beberapa undang-undang
yang telah diberlakukan.
4. Tidak dibahas tentang sejarah penegakan Tindak Pidana Korupsi dari masa ke
masa.
5. Data dan keterangan sepenuhnya diambil dari sumber pustaka acuan.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Memberi informasi kepada pembaca tentang Hukum Pidana.
2. Memberi informasi kepada pembaca tentang Tindak Pidana Korupsi.
3. Memberi informasi kepada pembaca tentang kajian Hukum Pidana yang berlaku
di Indonesia terhadap Tindak Pidana Korupsi.
1.5 Manfaat Penulisan
Makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan praktis tentang kajian hokum pidana
terhadap tindak pidana korupsi. Sesuai dengan tujuan ditulisnya makalah ini, diharapkan
makalah ini dapat menambah wawasan pembaca. Demikian manfaat maklah ini yang
dapat penulis jabarkan.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan
perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan
hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan
pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana
yang merupakan suatu penderitaan.( Wikipedia.org)
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber
hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain:
1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dalam Hukum Pidana terdapat beberapa asas. Asas Legalitas, tidak ada suatu
perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perturan Perundang-
Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP). Jika
sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan,
maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1
Ayat (2) KUHP) Dan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana
kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur
kesalahan pada diri orang tersebut.
Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam:
3
1. Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya, sengaja merampas jiwa orang
lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati,
misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalu
lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).
2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya, melakukan
pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-
hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak melapor
adanya komplotan yang merencanakan makar.
3. Kejahatan (Buku II KUHP), merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas
dari ada atau tidaknya larangan dalam Undang-undang. Karena itu disebut juga
sebagai delik hukum.
4. pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah satu
justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga disebut
delik Undang-undang.
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah
bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam
Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai
berikut :
Hukuman-Hukuman Pokok
1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah
menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia
sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman
walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara
seumur hidup dan penjara sementara.Hukuman penjara sementara minimal 1
tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama
masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar
penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
4
3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan
dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.Biasanya
terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.
Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman
kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia
tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja,
pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat
dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan
dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib)
sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda
dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-asalan politik
terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan
hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus
disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :
1. Pencabutan hak-hak tertentu.
2. Penyitaan barang-barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.
5
2.2 Korupsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi didefinisikan sebagai
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, dsb.) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Korupsi dalam bahasa Latin : corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupunpegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan
di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah,
karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit
legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
6
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada
yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan
perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat
untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran
pemerintah.(ICW :2010).
2.3 Tindak Pidana Korupsi
Dalam sub-bab ini dibahas mengenai kajian terhadap beberapa undang-undang yang
di dalamnya terdapat bahasan tentang korupsi dan penindakannya (pidana). Sebelim
beranjak jauh, pemahaman tentang korupsi dalam undang-undang adalah :
1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan
keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara
atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan
keuangan Negara (Pasal 2);
2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
7
karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau
perekonomian Negara (Pasal 3).
3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387,
388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.
Dalam perspektif hokum dari Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001, terdapat 13 pasal yang menjelaskan perihal korupsi.
Terdapat 30 jenis tindak pidana korupsi, namun dapat dikelompokkan menjadi enam jenis
pidana korupsi, yaitu :
Delik Yang Terkait Dengan Kerugian Keuangan Negara Ada Pada :
“ Pasal 2 (1) :
Setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
“Pasal 3 :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi,menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar ruiah)
8
Yang dimaksud dengan secara melawan hokum dalam pasal tersebut mencakup
perbuatan melawan hokum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yang
perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang undangan.
Namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan
rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat. Maka
perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini kata dapat sebelum trasa
merugikan keuangan atau perekonomian Negara menunjukan bahwa tindak
pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup
dengan dipenuhinya unsure-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan
dengan timbulnya akibat.
Delik Pemberian Sesuatu/Janji Kepada Pegawai Negeri/Penyelengara Negara
(suap) Ada Pada :
Pasal 5 (1) :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta
rupiah) setiap orang yang :
a. memberi atau menjajikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
9
Pasal 5 (2) :
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji sebagaimana yang dimaksud pasal 5 (1) huruf a atau b diatas dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 (1) tersebut.
Pasal 13 :
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan
nya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan atau denda paling banyak Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)
Pasal 12 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) :
a. pegawai negari atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan aagar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
b. pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
10
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 11 :
Dipidana dengan penjara pidana paling singkat 1 (satu ) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)
pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya.
Pasal 6 (1) :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.150.000.000,- (seratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah), setiap orang yang :
a. memberi atau menjajikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
atau
b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri siding pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat
atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
11
Pasal 12 huruf c dan d :
c. hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundng-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan,
berhubungan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Delik Penggelapan Dalam Jabatan Ada Pada ;
Pasal 8 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu , dengan sengaja mengelapkan uang atau surat berharga yang disimpan
karena jabatannya, atau membiarkan uang surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 9 :
12
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)
pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang yang khusus untuk
pemeriksaan administrasi.
Pasal 10 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun pidana denda paling sedikit Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai
negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugasa menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja :
a. menggelapkan, menghancurkan, merusak, atau membuat tidak dapat
dipakai barang,akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk menyakinkan
atau untuk membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai
karena jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akata, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, memusnahkan,atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
13
Delik Perbuatan Pemerasan Ada Pada :
Pasal 12 huruf e, f, g :
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hokum, atau
menyalah gunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
f. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan
tugas meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-
olah pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang.
g. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan
tugas minta atau menerima pekerjaan atau menyerahkan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan hutang.
Delik Perbuatan Curang Ada Pada :
Pasal 7 (1 ) :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan palinglama 7
(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.100.000.000,- (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a. pemborong, ahli bagunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
menjual behan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaan perang;
14
b. Setiap orang yang bertugas mengawasi bangunan atau menyerahkan bahan
bagunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
huruf a;
c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negaara dalam
keadaan perang; atau
d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang Tentara
Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
Pasal 7 (2) :
Bagi orang yang menerima penyerahankan bahan bangunan atau orang yang
menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal 7 huruf a atau huruf c dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal 7;
Pasal 12 huruf h
Pegawai negeri atau peyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas,
telah menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang
berhak, padahal diketahui bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan
Delik Grafitasi Ada Pada :
Pasal 12 B :
15
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. yang nilainya Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh
penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 12 C :
(1) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterima kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
(2) penyampaian laporan sebagainama dimaksud ayat (1) dilakukan oleh
penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu palinglambat
30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan
gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik Negara.
16
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) diatur dalam undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
DELIK BANTUAN KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN ADA PADA:
Pasal 12 huruf i
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara baik langsung maupun tidak langsung
dengan senagja turut serta dalam pemborongan pengadaan, atau persewaan, yang
pada saat dilakukan perbuatan, baik seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
Demikian penjabaran mengenai tindak pidana korupsi. Di Indonesia sendiri praktik
korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik
korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah
penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-
lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN.
Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana.
Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Sudah saatnya lah kita sebagau elemen
bangsa ini menghentikan hal tersebut, sehingga dapat tercipta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, sesuai dengan cita-cita luhur bangsa ini.
17
BAB IIIPENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian pengertian dan penyebab korupsi di awal, dapat disimpulkan bahwa akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas dan mengakar. Adapun akibat dari korupsi adalah sebagai berikut:
1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah;2. Berkurannya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat;3. Menyusutnya pendapatan Negara;4. Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara;5. Perusakan mental pribadi;6. Hukum tidak lagi dihormati.
Demi tetap berdirinya bangsa ini perlu adanya tindakan yang dimulai dari diri sendiri untuk memberantas praktik-praktik korup. Kal tersebut penting agar dapat tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan cita-cita luhur bangsa ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemberantasan_korupsi_di_Indonesia (diakses tgl. 01.01.2011).
HERRY FATHURACHMAN. SH, dalam http://portaldaerah.bpn.go.id/Propinsi/Jawa-Tengah/Kabupaten-Klaten/Artikel/JENIS-DELIK-TINDAK-PIDANA-KORUPSI-DALAM-UNDANG-UND.aspx
ICW.100 Hari SBY: Pemberantasan Korupsi Terjebak "Politik Kosmetik". http://www.antikorupsi.org/
KPK. 2006. Memahami Untuk Membasmi, Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi.
Siantari, Ucok. 1988. Ringkasan PMP. Yogyakarta : PT. Mitra Gama Widya.
UNDANG-UNDANG NO. 31 TAHUN 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wreksosuharjo, Sunarjo.2005. Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Andi.
19
top related