bab i pendahuluan -...
Post on 03-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kematangan Karier pada hakekatnya merupakan masalah yang
kompleks, yang menyangkut berbagai aspek kehidupan, baik aspek
perkembangan, kepribadian, sosial, budaya, ekonomi, maupun belajar.
Karier erat kaitannya dengan proses pengambilan keputusan di bidang
pekerjaan/jabatan dan berlangsung melalui proses panjang serta bertahap,
berlangsung sepanjang hayat, serta berkembang seiring dengan
kematangan pribadi seseorang. Dengan demikian, siswa SMA Negeri 1
Larat Maluku Tenggara Barat merupakan calon sumber daya manusia
yang diharapkan telah memiliki kompetensi sesuai minat dan kemampuan
yang dimiliki guna mencapai kematangan karier.
A. Latar Belakang
Era globalisasi dan era teknologi informasi dan komunikasi di abad
21 telah berjalan cepat dan begitu derasnya dengan penuh persaingan.
Persaingan di era global dalam aspek apapun pada dasarnya ditentukan
oleh pondasi dasar yaitu sumber daya manusia (SDM). Oleh sebab itu,
kerja dan perbaikan serta peningkatan bidang pendidikan tidak bisa
dijalankan secara reaktif, sambil lalu dan sekenanya, melainkan mesti
dengan cara pro-aktif, intensif dan strategis. Pendidikan merupakan
investasi bagi suatu bangsa karena akan menentukan kualitas SDM.
Sumber daya manusia (SDM) tersebutlah yang menentukan kemenangan
bersaing, karena mereka memiliki kualifikasi yaitu aktif dan berkualitas
(Agustini, 2011).
Kementerian Pendidikan Nasional sebenarnya telah berupaya
meningkatkan mutu pendidikan agar menghasilkan sumberdaya manusia
yang berkualitas. Kebijakan ini didasari oleh Standar Nasional Pendidikan
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasioal, yang menggariskan ketentuan
minimum bagi satuan pendidikan formal agar dapat memenuhi mutu
pendidikan. Selain itu, dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi yang memuat
pengembangan diri sebagai kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
wajib yang merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah. Kegiatan
yang tercakup dalam pengembangan diri, di antaranya yaitu pemecahan
masalah pribadi dan kehidupan sosial, penanganan masalah belajar,
pengembangan karier. Sumber daya manusia sebagai aset bangsa wajib
dikembangkan dan dioptimalkan melalui pendidikan dan pelatihan
keterampilan. Sementara itu pengembangan SDM di Indonesia memiliki
jenjang pendidikan menengah atas (SMA) dan menengah kejuruan
(SMK). Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa keduanya memiliki
kerakteristik dan arah tujuan yang berbeda dalam merencanakan tujuan
selama pendidikan hendak dicapai guna membantu individu dalam
mewujudkan karier.
Pada suatu kesempatan, Alwi (2003) mengemukakan bahwa
sumber daya manusia sangat penting dalam penyediaan tenaga kerja yang
bermutu dan mempertahankan kualitas. Dalam dunia karier tidak hanya
memilih calon pekerja yang cakap dalam kemampuan akademik saja (hard
skills), tetapi juga sangat memperhatikan nilai-nilai kecakapan lainnya
diantaranya nilai kejujuran, tanggung jawab, sopan santun, disiplin,
komitmen, rasa percaya diri, etika kerjasama, kreativitas, komunikasi, dan
kepemimpinan (soft skills). Artinya karier tidak hanya berkaitan dengan
aspek fisik, tetapi juga aspek psikologis, sehingga individu perlu
merencanakan dan mempersiapkan karir dengan matang sejak dini untuk
mendapatkan karier yang sesuai dengan bakat, minat, nilai dan
kemampuan yang dimiliki.
Pada suatu kesempatan, Hurlock (1980) mengatakan bahwa awal
masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas
tahun atau tujuh belas tahun. Berikutnya, akhir masa remaja bermula dari
16 atau 17 tahun sampai 18 tahun. Lanjutnya, Hurlock mengungkapkan
bahwa pada usia ini, remaja membutuhkan kemandirian. Kemandirian ini
tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih pekerjaan dan
mempersiapkan diri untuk bekerja. Lebih lanjut, Miller & Mitchell (dalam
Seligman, 1994) mengatakan bahwa perkembangan karier tampak maju
pesat pada masa remaja dan merupakan dinamika yang penting di SMA.
Kesempatan berbeda, Wahyono (2002) mengungkapkan bahwa
remaja yang memiliki kematangan karier yang tinggi merupakan remaja
yang siap kerja secara psikologis. Artinya profil perilaku yang ditampilkan
oleh siswa SMA antara lain mampu memilih salah satu pekerjaan dari
berbagai pekerjaan yang beragam, mampu mempertimbangkan berapa
lama menyelesaikan sekolah, dapat merencanakan apa yang harus
dilakukan setelah tamat sekolah, dapat memilih program studi yang sesuai
dengan minat kemampuannya, dapat mengambil keputusan di tempat
mana individu akan bekerja. Selanjutnya, Erikson (1968) mengatakan
bahwa ketidakmatangan dalam merencanangkan karier adalah masalah
terpenting yang dihadapi remaja.
Ada beberapa fenomena yang menarik terkait dengan kematangan
karier remaja. Salah satunya adalah kematangan karier yang ditampilkan
oleh Siswa SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat. Berdasarkan
pengamatan dan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti selama satu
tahun terakhir. Hasil pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa ada
sebagian siswa pada SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat yang
mampu menata perjalanan kariernya dari memilih jurusan yang tepat
sampai pada mendapatkan pekerjaan yang tepat pula sesuai dengan bidang
pekerjaan yang diminati. Siswa bahkan terlihat begitu matang dalam
menentukan karier yang tepat bagi dirinya. Tetapi di lain sisi, masih ada
sebagian siswa yang seringkali mempunyai permasalahan yang
berhubungan dengan kelanjutan studi atau pekerjaan setelah lulus.
Masalah-masalah yang sering muncul di nantaranya kebingungan dalam
memilih program studi, memilih jurusan di perguruan tinggi, menentukan
cita-cita atau, tidak memahami bakat dan minat yang dimiliki, dan merasa
cemas untuk mendapatkan pekerjaan setelah tamat sekolah.
Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang
dilakukan oleh penulis terhadap 4 siswa SMA N 1 Larat Maluku Tenggara
Barat pada tanggal 16 desember 2012, diketahui bahwa salah satu
permasalahan siswa setelah menyelesaikan studinya adalah menyangkut
karier. Pilihan karier banyak dilakukan tanpa mempertimbangkan
kemampuan, minat, dan kapasitas siswa. Lebih lanjut permasalahan
tentang Ada kecendrungan siswatidak mengetahui informasi karier untuk
masa depannya, bahkan pengetahuan tentang macam-macam unsur
pekerjaan tidak diketahui. Untuk mengambil keputusan karier yang
diinginkan saja siswa mengikuti pilihan orang tua dan teman dengan dasar
popularitas pekerjaan atau identifikasi dengan orang tua sehingga siswa
dalam usahanya untuk mencapai kematangan karir yang diinginkan sering
mengalami hambatan.Jadi atas dasar fenomena-fenomena tersebut dapat
dikatakan benar siswa SMA mengalami masalah dalam perkembangan
karier mereka.
Oleh karena itu, sebagian besar waktu individu akan digunakan
untuk bekerja. Sehingga kematangan karier merupakan salah satu masalah
yang harus diperhatikan dan ditindaklanjuti. Artinya bahwa siswa yang
berada pada kelas XII SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat
dikatakan matang dalam karier bukan hanya dilihat dari minat, kapasitas
pribadi dan kemampuan yang dimiliki tetapi juga mengetahui informasi-
informasi tentang karir, pengambilan keputusan yang matang, dan yang
lebih penting adalah yakin dan memiliki pusat kendali baik eksternal
maupun internal dalam mempersiapkan karier.
Ada beberapa temuan yang dilakukan oleh para peneliti tentang
perkembangan karier yang dianggap penting diantaranya adalah Crites
(dalam Taganing, 2007) berdasarkan studinya terhadap beberapa hasil
penelitian di Amerika menemukakan bahwa sekitar 30% individu di
sekolah menengah dan perguruan tinggi belum memutuskan pilihan karier
mereka. Sementara Marr (dalam Budiamin, 2002) menemukakan bahwa
50% subjek tidak membuat suatu keputusan karier hingga mereka berusia
21 tahun. Penelitian lain dari Kramer et al (dalam Herr, Cramer&Niles,
2004), mengemukakan 48 mahasiswa laki-laki dan 61 mahasiswa
perempuan mengalami masalah dalam pilihan dan perencanaan karier.
Penemuan serupa, juga ditemukan di salah satu universitas di Indinosia
bahwa 52,8% responden penelitian berada pada kategori belum
matang.Sejalan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Paterson
(dalam Owre, 2005) dan El Hami (1993) yang membuktikan bahwa lebih
dari setengah sampelnya menunjukan skor kematangan karier yang rendah
sehingga dapat dikatakan siswa belum matang dalam kariernya.
Selain itu, masih ada beberapa siswa SMA Negeri 1 Larat MTB
yang minatnya tidak sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Hurlock (1980) bahwa
ketidakmatangan karier yang ditampilkan oleh siswa disebabkan oleh
kurangnya bekal ilmu, keterampilan dan pengalaman dan
ketidakmampuan dalam mengenal diri dan potensi yang dimiliki oleh
siswa ketika akan memasuki dunia kerja. Selain itu, ada indikasi bahwa
kesesuaian minat saja tidak cukup untuk mencapai karier yang diinginkan.
Hambatan dalam kematangan karier tentunya akan memberi
dampak positif maupun negatif. Herr and Enderlein (Powell dan Luzzo,
1998) menyatakan bahwa individu dengan tingkat kematangan karier yang
tinggi akan membawa dampak positif yaitu kebahagiaan, rasa tertantang,
prestasi, dan ketenangan. Sementara itu, Smedley (2003) mengungkapkan
bahwa dampak negatif dari kematangan karier individu yaitu tentu
menunjukan keyakinan diri yang rendah, konsep diri yang rendah, dan
individu yang bertipe belajar pasif dan juga bisa mendatangkan frustasi
dan rasa keterpaksaan. Dengan demikian, individu yang memiliki
permasalahan dalam belajar mengakibatkan kematangan karirnya juga
rendah. Penyebabnya, dalam kematangan karier membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan yang mendukung untuk meningkatkan
kapasitas yang diperlukan dalam menentukan pilihan karier. Rendahnya
kematangan karier dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil
keputusan karier, termasuk kesalahan dalam mengambil keputusan karier
dan kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan.
Atas dasar itu, penulis menduga ada beberapa faktor yang
memengaruhi kematangan karier remaja. Sampson et al (2000)
mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kematangan karier yaitu konsep diri, self-esteem, dan self-efficacy.
Selanjutnya, Karimi & Alipour (2011) mengungkapkan bahwa faktor
locus of control juga menjadi salah satu faktor penentu bagi kematangan
karier. Patton & Lokan (dalam Bozgeyikli et al, 2009) menyebutkan
bahwa faktor kerakteristik usia dan jenis kelamin merupakan faktor yang
turut mempengaruhi kematangan karier individu.
Salah satu faktor memberikan kontribusi yang besar adalah self-
efficacy. Sementara itu, Betz & Taylor (2000) dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi
akan menyelesaikan tugas-tugas yang dibutuhkan dalam kematangan
karier. Artinya bahwa, dengan adanya self-efficacy, maka individu mampu
melakukan sesuatu dalam situasi apapun dan mampu berhasil. Kemudian,
Bandura (dalam Zulkaida, 2007) mengemukakan bahwa individu yang
memiliki self-efficacy yang tinggi maka akan mengeluarkan usaha yang
besar untuk mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuannya.
Pada suatu kesempatan, Santrock (2007) mengungkapkan bahwa
siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan bertahan lebih lama
dalam proses belajar dibandingkan dengan siswa dengan self-efficacy yang
rendah. Hal yang sama juga diungkapkan lewat penelitian yang dilakukan
oleh Betz & Hackett (1997) bahwa self-efficacymerujuk pada tingkat
kepercayaan diri individu dan keyakinannya akan kemampuannya
terhadap kesuksesan, sehingga memunculkan suatu perbuatan,
menunjukan perilaku yang diinginkan, menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan dan mencapai prestasi yang diinginkan. Artinya bahwa, siswa
yang memiliki self-efficacy mampu mempunyai dorongan untuk berusaha
mengatasi hambatan, mencari informasi dan dapat menentukan keputusan
sehingga mencapai kesuksesan dalam karier yang diinginkan.
Sejauh penelusuran penulis, ada beberapa penelitian yang
menunjukan self-efficacy sebagai prediktor yang kuat terkait dengan
kamatangan karier. Penelitian yang dilakukan oleh Olanrewaju (2013),
mengemukakan bahwa ada pengaruh self-efficacay terhadap karier remaja
di Nigeria, hasil penelitian menunjukan ada pengaruh signifikan antara
self-efficacy terhadap karier. Penelitian yang sama juga diungkapkan oleh
Bozgeyilki et al (2009), dengan hasil penelitiannya menunjukan adanya
pengaruh yang signifikan antara self-efficacay dengan kematangan karier.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Patton dan Creed (2003) pada
pelajar di Australia berhasil mengungkapkan bahwa ada hubungan self-
efficacy dengan kematangan karier siswa Australia. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zulkaida et al (2007), yang menemukakan
bahwa secara parsial sumbangan self-efficacy tidak berpengaruh signifikan
terhadap kematangan karier. Penelitian yang sama juga diungkapkan oleh
Lindley (2006) terhadap 105 siswa SMA Meksiko Amerika, analisis
regresi menunjukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara self-
efficacydengan karier siswa SMA Meksiko. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tyas et al (2012) kepada
siswa SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali, secara parsial tidak ada
pengaruh yang signifikan antara self-efficacy dengan kematangan karier
pada siswa.
Dari hasil-hasil penelitian self-efficacy terhadap kematangan karier
siswa yang telah dikemukakan oleh penulis, maka sumbangan self-efficacy
sebagai prediktor utama terhadap kematangan karier menyebabkan adanya
keyakinan akan kemampuan diri individu. Hal ini sesuai dengan pendapat
bandura (dalam Zulkaida, 2007), bahwa individu yang memiliki self-
efficacytinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi
hambatan dalam mencapai tujuannya. Itulah sebabnya mengapa individu
yang memiliki self-efficacy tinggi akan lebih siap menentuakan karier
mana yang tepat untuk dirinya.
Siswa dalam usaha untuk mencapai karier yang diinginkan tidak
hanya memerlukan self-efficacay tetapi juga locus of control. Karimi &
Alipour (2011), mengungkapkan bahwa locus of control merupakan
kepercayaan umum yang meliputi kesuksesan sampai pada kegagalan
yang dialami oleh seorang individu. Hasil-hasil yang dialami oleh individu
dikendalikan oleh hal-hal seperti tindakan dan perilaku individu (faktor
internal) dan hasil yang dikendalikan oleh kesempatan, keberuntungan dan
nasib (eksternal). Artinya Locus of Control merupakan salah satu faktor
prediktor internal maupun eksternal dalam proses pemilihan karier siswa.
Pada suatu kesempatan, Larsen & Buss (2008) mengungkapkan
bahwa, Locus of Control menggambarkan seberapa jauh individu
memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukannya dengan akibat
atau hasilnya. Dapat diartikan bahwa seberapa jauh individu
memberdayakan potensi dirinya agar dapat memperoleh hasil terbaik
dalam karirnya. Siswa SMA yang mempunyai internal Locus of Control
yang tinggi maka ketika di hadapkan dengan pemilihan karier, individu
akan melakukan usaha untuk mengenali diri, mencari tahu tentang
pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan serta berusaha mengatasi
masalah yang berkaitan dengan pemilihan karier.
Selain itu, Hsu (2011) menemukan bahwa individu dengan internal
locus of control yang tinggi mereka dapat menerima bahwa kesuksesan
dan kegagalan mereka bergantung pada usaha mereka sendiri dan usaha
dan kemampuan untuk menentukan hasil mereka sendiri dan mereka
bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Sedangkan eksternal locus of
control melihat bahwa sebuah peristiwa terjadi karena dorongan-dorongan
dari luar (misalnya, keberuntungan, kesempatan, orang tua, dll). Hal
tersebut pada gilirannya akan mendorong individu untuk mengarahkan
segala tenaga, usaha dan perilakunya untuk mencapai kematangan karier
yang diharapkan, dimana kematangan karier akan tercapai jika individu
dapat melakukan pemilihan karier dengan baik. Siswa SMA mempunyai
locus of control yang baik maka ketika diperhadapkan dengan tantangan
dalam kematangan karier maka individu akan melakukan segala usaha
untuk mengenali diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah
untuk mengatasi masalah berkaitan dengan karier, dengan memperhatikan
dan didukung oleh lingkungan.
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian yang
dilakukan oleh oleh Olanrewaju (2013), hasil penelitiannya menunjukan
locus of control memberikan pengaruh signifikan terhadap karier yang
dilakukan oleh remaja di Negeria. Penelitian yang sama juga ditemui oleh
Zulkaida et al (2007) pada siswa SMA Jakarta menggunakan analisis
regresi berganda mendapatkan bahwa locus of control memeliki pengaruh
yang signifikan terhadap kematangan karier. Berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Pinasti (2011) mengungkapkan bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan terhadap kematangan karier. Sejalan dengan itu
penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2010), hasil penelitiannya
mengungkapkan hal yang sama, yaitu eksternal locus of controltidak
berpengaruh signifikan terhadap kematangan karier. Dari beberapa hasil
penelitian yang dipaparkan oleh penulis maka locus of control merupakan
cara pandang individu dalam menanamkan keyakinan dirinya terhadap
usaha yang dilakukannya untuk mecapai karier. Individu yang matang
dalam karier akan cendrung menanamkan keyakinan dalam dirinya
sendiri bahwa untuk mencapai karier diperlukan usaha sendiri dan
dukungan dari lingkungannya. Artinya, jika seorng siswa ingin mencapai
karier maka hal itu akan terjadi karena usahanya sendiri dan dibaringi
dengan dukungan dari lingkungan.
Secara simultan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
mengngkapkan ada pengaruh dan tidak ada pengaruh antara self-efficacy
dan locus of control terhadap kematangan karir remaja. Penelitian yang
dilakukan oleh Olanrewaju (2013) mengungkapkan bahwa secara simultan
ada hubungan yang positif signifikan antara self-efficacy dan locus of
control terhadap karier. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh
Zulkaida et al (2007) mengemukakan self efficacy dan locus of control
ketika diuji secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
kematangan karier. Penelitian yang dilakukan oleh Pinasti (2012)
mengungkapkan bahwa secara simultan tidak ada pengaruh yang
signifikan antara self-efficacy dan locus of control terhadap kematangan
karier. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Fogarty &McGreboor-
Bayne (2008) bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara self-
efficacy dan locus of control terhadap karier.
Sejalan dengan hasil-hasil penelitian yang telah dipaparkan oleh
penulis, ada beberapa penelitian terkait dengan self-efficacy dan jenis
kelamin terhadap kematangan karier. Sejauh penelusuran yang dilakukan
oleh penulis, penelitian yang dilakukan oleh Salami (2010)
mengungkapakan bahwa self-efficacy dan jenis kelamin tidak menunjukan
adanya pengaruh dengan kematangan karier. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Bozgeyikli et al (2009) mengungkapkan tidak ada
pengaruh self-efficacay dan jenis kelamin dengan kematangan kareir
siswa. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2010)
mengungkapkan bahwa self-efficacy dan jenis kelamin memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kematangan karier.
Pada suatu kesempatan, Penelitian yang dilakukan oleh
Olanrewaju (2013) mengungkapkan bahwa ada pengaruh locus of control
dan jenis kelamin terhadap pekerjaan remaja Nigeria. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Akbult (2010) yang mengungkapkan bahwa locus of
control dan jenis kelamin berpengaruh secara positif terhadap kematangan
karier. sementara Wibowo (2010) mengungkapkan bahwa locus of control
dan jenis kelamin tidak memberikan pengaruh terhadap kematangan
karier.
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa penelitian yang
dikemukakan oleh penulis maka kematangan karier yang positif, salah
satunya ditandai dengan meningkatnya sikap yang berhubungan dengan
self-efficacy dan locus of control yang baik, sehingga siswa laki-laki dan
perempuan akan berpikir bahwa hambatan atau kendala selalu dapat
diatasi melalui pengembangan diri dan ketekunan. Sebaliknya siswa laki-
laki dan perempuan yang mempunyai self-efficacy dan locus of control
(internal-eksternal) yang rendah akan dengan mudah merasa sia-sia dalam
berusaha mengatasi kendala.
Selain itu, terdapat juga beberapa penelitian faktor demografis
seperti jenis kelamin, usia, budaya, dan status sosial-ekonomi, juga
berkaitan dengan kematangan karier. Patton dan Lokan (dalam
Bozgeyilkli, 2009) menyebutkan bahwa usia, jenis kelamin, status sosial-
ekonomi, budaya dan pengalaman kerja berhubungan secara signifikan
dengan kematangan karier. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya
akan melihat dan menguji satu faktor saja yaitu jenis kelamin.
Pada suatu kesempatan, Correl (2001) menunjukan lewat hasil
penelitiannya menunjukan bahwa keyakinan budaya tentang perbedaan
persepsi jenis kelamin mempengaruhi keputusan awal karier yang relevan
bagi laki-laki dan perempuan. Sementara itu, Hirschi dana Lage (2007)
menjelaskan penelitiannya bahwa siswa yang usianya 12-17 tahun, dalam
perkembangan kariernya berada pada fase telah memilih bidang karier
tertentu namun belum yakin dengan pilihannya.
Berdasarkan pada perebedaan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan, dijelaskan bahwa siswa laki-laki memilih bidang karier
tertentu berdasarkan pada bidang pekerjaan orang tuanya. Disisi lain,
berdasarkan tingkat perkembangan fisik dan kognitif pada usianya, siswa
laki-laki belum menunjukan kesiapan dalam pemilihan karier dan belum
memiliki rencana karier untuk masa depan. Sebaliknya Luzzo (1995)
mengemukakan bahwa skor pada kematangan karier perempuan lebih
tinggi dibandikan dengan laki-laki. Selanjutnya hal yang sama juga
diungkapkan oleh Patton et al (2004), yang menyatakan bahwa
menyatakan bahwa perempuan lebih matang dan siap dalam karier,
sehingga siap untuk bekerja. Berbeda dengan temuan yang didapati oleh
peneliti pada masyarakat Maluku tenggara barat. Badan pusat statistik
maluku tenggara barat menunjukan tingkatan pekerjaan menurut
perbedaan jenis kelamin pada Tabel 1.1 dibawa ini:
Tabel 1.1
Usia Kerja 15 Tahun Keatas
Menurut Karakteristik dan Jenis Kelamin
Tahun 2012Maluku Tenggara Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tenggara Barat
pada tahun 2013.
Hal ini terbukti dengan tingkat pekerja berdasarkan jenis kelamin
lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Artinya bahwa
perempuan menghadapi kemungkinan lebih dibatasi untuk memilih bidang
karier kejuruan dalam bidang pekerjaan tradisional perempuan. Survei
awal peneliti terkait hal ini, pengakuan dari beberapa dari siswa
perempuan SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat merasakan
konflik atara peran masa depan sebagai wanita karier dan ibu rumah
tangga. Penelitian yang mendukung hal ini juga datang dari Gibson
(dalamOlanrewaju, 2013) bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan dalam melakoni kariernya, hasil penelitiannya
membuktikan bahwa perempuan dalam melaukakan pekerjaannya masih
rendah dibandingkan oleh laki-laki. Sebaliknya Penelitian yang dilakukan
oleh Wilson et al (2007) yang menunjukan bahwa karier perempuan lebih
baik dari pada laki-laki, hal ini dibuktikan dengan keyakinan, harapan
akan keberhasilan pada perempuan lebih baik daripada laki-laki dalam
menentukan dan mengejar karir.
No Kerakteristik Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Penduduk usia kerja 34.354 34.875 69.229
2 Angkatan kerja 27.736 22.477 50.213
3 Bekerja 25.071 19.950 45.021
4 Pengangguran 2.665 2.527 5192
5 Bukan angkatan kerja 6.618 12.398 19.016
Dengan demikian, kematangan karier bukanlah perkara yang
mudah karena dibutuhkan persiapan yang matang. Berdasarkan fenomena-
fenomena serta hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan di
atas, menunjukan bahwa besar siswa SMA Negerai 1 Larat MTB secara
umum masih berada pada taraf belum siap untuk menentukan arah
kariernya. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka peneliti akan
melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan self-efficacy dan locus
of control dengan kematangan karier ditinjau dari jenis kelamin siswa
SMA Negeri 1 Larat MTB. Meskipun variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, tetapi yang membedakannya adalah subjek dan tempat
penelitian. Disamping itu, subjek dalam penelitian ini adalah siswa yang
secara langsung menentukan perjalanan kariernya, sehingga apakah subjek
yang diteliti memiliki kematangan karir atau tidak. Hal inilah yang
membuat penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian terhadap siswa
SMA Negeri 1 Larat MTB “Hubungan self-efficacy dan locus of control
dengan kematangan karier ditinjau dari jenis kelamin siswa kelas XII
SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan locus
of control terhadap kematangan karier siswa kelas XII SMA Negeri
1 Larat Maluku Tenggara Barat?
2. Apakah ada pengaruh interaksi yang signifikan self-efficacy dan
jenis kelamin terhadap kematangan karier siswa kelas XII SMA
Negeri 1 LaratMaluku Tenggara Barat?
3. Apakah ada pengaruh interaksi yang signifikan locus of control dan
jenis kelamin terhadap kematangan karier siswa kelas XII SMA
Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat?
4. Apakah ada perbedaan kematangan karier ditinjau dari jenis kelamin
siswa kelas XII SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan penelitian ialah:
1. Mencari tahu hubunganyang signifikan antara self-efficacy dan
locus of control terhadap kematangan karier siswa kelas XII
SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat.
2. Mencari tahu pengaruh interaksi yang signifikan self-efficacy
dan jenis kelamin terhadap kematangan karier siswa kelas XII
SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat.
3. Mencari tahu pengaruh interaksi yang signifikan locus of
control dan jenis kelamin terhadap kematangan karier siswa
kelas XII SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat.
4. Mencari tahu perbedaan kematangan karier ditinjau dari jenis
kelamin siswa kelas XII SMA Negeri 1 Larat Maluku
Tenggara Barat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi pengembangan ilmu psikologi pendidikan
sehingga dapat memberikan informasi mengenai hubunganself-
efficacy dan locus of control dengan kematangan karir pada
Siswa kelas XII SMA Negeri 1 Larat Maluku Tenggara Barat.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
mengenai hubungan antara self-efficacy dan locus of control
dengan kematangan karier ditinjau dari jenis kelamin.
top related